Pendahuluan Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus. (PDPI, 2006) Epidemiologi Tuberkulosis Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002 dan 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia. Indonesia berada dalam peringkat ketiga Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 1
51
Embed
iqbalpunyablog.files.wordpress.com file · Web viewTuberkulosis atau TB ... Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pendahuluan
Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini
adalah salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Penyakit ini biasanya
menyerang paru-paru (disebut sebagai TB Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ
lain ikut terlibat. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks
Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi
tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah
kasus. (PDPI, 2006)
Epidemiologi Tuberkulosis
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan
tuberculosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat
8,8 juta kasus baru tuberculosis pada tahun 2002 dan 3,9 juta adalah kasus BTA positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberculosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk setelah China dan India di dunia untuk jumlah
penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya
meninggal. Perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB
menempati rangking nomer 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi
nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. (Amin dan Asril, 2006)
Etiologi Tuberkulosis
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo
Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M.
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 1
africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis
merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. (Mansjoer, 2001)
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk
spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya,
misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan
gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka
mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang
juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan
protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan
dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas
dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul
lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen,
menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga. (PDPI, 2006)
Patogenesis Tuberkulosis
TB paru terdiri dari primer dan post primer, TB paru primer adalah infeksi yang
menyerang pada orang yang belum mempunyai kekebalan spesifik, sehingga tubuh melawan
dengan cara tidak spesifik. Pada fase ini kuman merangsang tubuh membentuk sensitized cell
yang khas sehingga uji PPD (Purified Protein Derivative) akan positif. Di paru terdapat fokus
primer dan pembesaran kelenjar getah bening hilus atau regional yang disebut komplek primer.
Pada infeksi primer ini biasanya masih sulit ditemukan kuman dalam dahak. (Silbernagl dan
Lang, 2007)
Kuman tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas akan bersarang di jaringan paru
sehinggaakan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembearan kelenjar getah bening
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional akan mengalami
salah satu nasib berikut:
1. Sembuh dengan tidak meniggalkan cacat sama sekali (resuscitation ad integrum)
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 2
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Gohn, garis fibrotic,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah
epituberklosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberculosis
milier, meningitis TB, dll. (PDPI, 2006)
TB paru post primer adalah TB paru yang menyerang orang yang telah mendapatkan
infeksi primer dan dalam tubuh orang tersebut sudah ada reaksi hipersensitif yang khas. Infeksi
ini berasal dari reinfeksi dari luar atau reaktivasi dari infeksi se-belumnya. Proses awal berupa
satu atau lebih pnemonia lobuler yang disebut fokus dari Assman. Fokus ini dapat sembuh
sendiri atau menjadi progresif (meluas), melunak, pengejuan, timbul kavitas yang menahun dan
mengadakan penyebaran ke beberapa tempat. (Depkes, 2005)
Gejala penting TB paru post primer adalah :
1) Batuk lebih dari 4 minggu, gejala ini paling dini dan paling sering dijumpai, biasanya
ringan dan makin lama makin berat.
2) Batuk darah atau bercak saja.
3) Nyeri dada yang berkaitan dengan proses pleuritis di apikal.
4) Sesak nafas yang berkaitan dengan retraksi, obstruksi, thrombosis, atau rusaknya
Parenkim paru yang luas
5) Wheezing yang berkaitan dengan penyempitan lumen endo-bronkhial.
6) Gejala umum yang tidak khas yaitu lemah badan, demam, anoreksia, berat badan turun
Klasifikasi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 3
TB paru dibagi atas:a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif - Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkangambaran tuberkulosis aktif - Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-) - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologikmenunjukkan tuberkulosis aktif - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis positif
2. Berdasarkan tipe pasienTipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : - Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi. - Infeksi jamur - TB paru kambuhBila meragukan harap konsul ke ahlinya.
c. Kasus defaulted atau drop outAdalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal - Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) - Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
e. Kasus kronik / persisten
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 4
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik. (PDPI, 2006)
Diagnosa Tuberkulosis
Untuk menegakkan diagnosis TB paru, perlu diketahui tentang : gambaran klinik,
Disfungsi hati dapat didefinisikan sebagai peningkatan enzim hati alanine transaminase
(ALT) hingga 1,5 kali di atas batas atas normal atau paling tidak terdapat peningkatan dua kali
dalam empat minggu pengobatan tuberculosis. Kenaikan progresif ALT dan kadar bilirubin jauh
lebih berbahaya. Beberapa penulis menyarankan menghentikan obat-obatan hepatotoksik jika
tingkat ALT meningkat tiga kali atau lebih dibandingkan dengan normal, sementara yang lain
merekomendasikan lima kali. Drug-Induced Hepatitis dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi
masing-masing OAT yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)
Isoniazid (INH)
Sekitar 10-20% dari pasien selama 4-6 bulan pertama terapi memiliki disfungsi hati
ringan yang ditunjukkan oleh peningkatan ringan dan sementara serum AST, ALT dan
konsentrasi bilirubin. Beberapa pasien, kerusakan hati yang terjadi dapat menjadi progresif dan
menyebabkan hepatitis fatal. Asetil hidrazin, suatu metabolit dari INH bertanggung jawab atas
kerusakan hati. INH harus dihentikan apabila AST meningkat menjadi lebih dari 5 kali
nilai normal. Sebuah penelitian prospektif kohort, sebanyak 11.141 pasien yang menerima terapi
pencegahan INH dilaporkan memiliki tingkat terjangkit hepatitis lebih rendah. Sebanyak 11 dari
mereka (0,10% dari mereka yang memulai, dan 0,15% dari mereka yang menyelesaikan terapi)
terjangkit hepatitis. Dilaporkan juga dari bulan Januari 1991 sampai Mei 1993, oleh Pusat
Transplantasi Hati di New York dan Pennsylvania bahwa terkait hubungan antara pasien
hepatitis dengan terapi INH. Terdapat 8 pasien yang sedang menjalankan monoterapi INH dg
dosis biasa 300 mg per hari (untuk mencegah TB) terjangkit hepatitis. Hepatotoksisitas jarang
terjadi pada anak-anak yang menerima INH. Dalam 10 tahun analisis retrospektif, kejadian
hepatotoksisitas pada 564 anak yang menerima INH (10 miligram per kilogram per hari (mg /
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 26
kg / hari) dan dosis maksimum 300 mg / hari) untuk profilaksis pada pengobatan TB adalah
0,18% . Namun demikian, kejadian hepatotoksisitas pada anak-anak yang menerima INH dan
rifampisin untuk TB adalah 3,3% di lain Studi retrospektif (14 dari 430 anak-anak). (Kishore,
dkk, 2010)
Rifampisin
Rifampicin dapat mengakibatkan kelainan pada fungsi hati yang umum pada tahap awal terapi.
Bhakan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan hepatotoksisitas berat, lebih lagi pada mereka
dengan penyakit hati yang sudah ada sebelumnya, sehingga memaksa dokter untuk mengubah
pengobatan dan memilih obat yang aman untuk hati. Rifampicin menyebabkan peningkatan
transient dalam enzim hati biasanya dalam 8 minggu pertama terapi pada 10- 15% pasien,
dengan kurang dari 1% dari pasien menunjukkan rifampisin terbuka-induced hepatotoksisitas.
Sebanyak 16 pada 500.000 pasien yang menerima rifampisin dilaporkan meninggal berkaitan
dengan hepatotoksisitas Rifampicin. Insiden hepatotoksisitas yang lebih tinggi dilaporkan terjadi
pada pasien yang menerima rifampisin dengan anti TB lain terutama Pirazinamid, dan
diperkirakan sebanyak kurang dari 4%. Data ini telah merekomendasikan bahwa rejimen ini
tidak dianjurkan untuk pengobatan laten tuberculosis. (Kishore, dkk, 2010)
Pirazinamid
Efek samping yang paling utama dari obat ini adalah hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas dapat
terjadi sesuai dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama terapi. Di Centre Disease Control
(CDC) Update, 48 kasus hepatotoksisitas yang dilaporkan pada pengobatan TB dengan rejimen
2 bulan Pirazinamid dan Rifampisin antara Oktober 2000 dan Juni 2003. 37 pasien pulih dan 11
meninggal karena gagal hati. Dari 48 kasus yang dilaporkan, 33 (69%) terjadi pada kedua bulan
terapi. (Kishore, dkk, 2010)
Etambutol
Ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB. Tes fungsi hati
yang abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan etambutol yang
dikombinasi dengan OAT lainnya yang menyebabkan hepatotoksisitas. (Kishore, dkk, 2010)
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 27
Streptomisin
Tidak ada kejadian hepatotoksisitas yangdilaporkan. (Kishore, dkk, 2010)
Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Hepatotoksisitas Imbas Obat
Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug
induced hepatitis).
Penatalaksanaan:
- Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop
- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop
- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2), maka OAT distop
- SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop
- SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan pengobatan dengan pengawasan
Paduan obat yang dianjurkan
- Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
- Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klini dan laboratorium kembali
normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan Isoniazid (H) desensitisasi
sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama itu perhatikan klinis dan periksa
laboratorium saat Isoniazid dosis penuh. Bila klinis dan laboratorium kembali normal,
tambahkan Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).
Sehingga paduan obat menjadi RHES.
- Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi (PDPI, 2006)
Pada pasien tuberculosis dengan hepatitis C atau HIV mempunyai risiko hepatotksisitas
terhadap obat aniti tuberculosis lima kali lipat. Sementara pasien dengan karier HBsAg positif
dan HBeAg negative yang inaktif dapat diberikan obat standard jangka pendek, yakni Isoniazid,
Rifampisin, Etambutol, dan/atau Pirazinamid dengan syarat pengawasan tes fungsi hati paling
tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar 10% pasien tuberculosis yang mendapatkan Isoniazid
mengalami kenaikan konsentrasi aminotransferase serum dalam minggu-minggu pertama terapi
yang nampaknya menunjukkan respon adaptif terhadap metabolit toksik obat. Isoniazid
dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan konsentrasi aminotransferase sampai batas
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 28
normal dalam beberapa minggu. Hanya sekitar 1% yang berkembang menjadi seperti hepatitis
viral, 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan
kemudian. (Xial, Yin Yin, dkk, 2010).
Rekomendasi Mengelola OAT
Pengelolaan OAT perlu diperhatikan agar kejadian hepatitis imbas obat dapat
diminimalisir sehingga pengobatan TB dapat berjalan efektif. Rekomendasi Nasional untuk
mengelola hepatotoksisitas imbas OAT antara lain:
• Jika pasien tediagnosis hepatitis imbas obat OAT, maka pemberian OAT tersebut harus
dihentikan
• Tunggu sampai jaundice hilang atau sembuh terlebih dahulu
• Jika jaundice muncul lagi, dan pasien belum menyelesaikan tahap intensif, berikan dua bulan
Streptomisin, INH dan Etambutol diikuti oleh 10 bulan INH dan Etambutol.
• Jika pasien telah menyelesaikan tahap intensif, berikan INH dan Etambutol sampai 8
bulan pengobatan untuk Short Course Kemoterapi (SCC) atau 12 bulan untuk rejimen standar.
(Kishore, dkk, 2010)
Rekomendasi British Thoracic Society (BTS) untuk restart terapi pada pasien hepatotoksisitas
• INH harus diberikan dengan dosis awal 50 mg / hari, dinakikkan perlahan sampai 300 mg / hari
setelah 2-3 hari. Jika tidak terjadi reaksi, lanjutkan.
• Setelah 2-3 hari tanpa reaksi terhadap INH, tambahkan Rifampisin dengan dosis 75 mg / hari
lalu naikkan menjadi 300 mg setelah 2-3 hari, dan kemudian 450 mg (<50 kg) atau 600 mg (> 50
kg) yang sesuai untuk berat badan pasien. Jika tidak ada reaksi yang terjadi, lanjutkan.
• Akhirnya, pirazinamid dapat ditambahkan pada dosis 250 mg / hari, meningkat menjadi 1,0 g
setelah 2-3 hari dan kemudian ke 1,5 g (<50 kg) atau 2 g (> 50 kg). (Kishore, dkk, 2010)
Strategi Untuk Meminimalisir Terjadinya Hepatotoksisitas OAT
Tes fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan TB dan sebaiknya
dipantau setiap 2 minggu selama awal dua bulan pada kelompok berisiko seperti pasien dengan
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 29
gangguan hati yang sudah ada, alkoholik, yang lansia dan kurang gizi. Hal ini tidak hanya
menjadi tanggung jawab para profesional kesehatan akan tetapi pendidikan kesehatan ini harus
dibebankan kepada semua pasien yang menjalani pengobatan TB secara rinci tidak hanya
mengenai kepatuhan dan manfaat dari OAT tetapi juga efek samping. Para pasien harus waspada
dan melaporkan segera jika terjadi gejala yang mengarah pada hepatitis seperti hilangnya nafsu
makan, mual, muntah, jaundice, yang terjadi selama pengobatan. Selanjutmya, kondisi klinis
pasien harus dinilai tidak hanya dalam hal pengendalian penyakit tetapi juga dalam gejala dan
tanda-tanda hepatitis pada mereka ikuti. OAT harus dihentikan segera jika ada kecurigaan klinis
reaksi hepatitis. Lalu tes fungsi hati harus diperiksa seperti ALT, AST dan kadar bilirubin.
(Kishore, dkk, 2010)
Kriteria yang Dapat Digunakan Untuk Menentukan Perkembangan Hepatotoksisitas
Imbas OAT
1.Periksa kimia normal hati sebelum memulai rejimen obat OAT
2. Tidak ada penggunaan alkohol atau penyalahgunaan obat sebelum memulai pemberian OAT
3. Pasien harus menerima INH, Rifampicin atau Pirazinamid dengan dosis standar, sendiri atau
dalam kombinasi untuk minimal sebelum pengembangan kimia hati yang abnormal.
4. Saat menerima pengobatan OAT, harus ada peningkatan ALT dan / atau untuk AST> 120 IU /
L (normal <40 IU / L) dan kadar bilirubin total. 1,5 mg / dl (normal, 1,5 mg / dl).
5. Tidak ada penyebab jelas lainnya untuk peningkatan chemistries hati.
6. Penghapusan obat mengakibatkan normalisasi atau setidaknya peningkatan 50% dari kimia
hati yang abnormal. (Jaime, Ungo, dkk, 2010)
Uji Test OAT Penyebab Hepatotoksisitas
Masalah terbesar dengan pengobatan TB adalah drug-induced hepatitis, yang memiliki
tingkat kematian sekitar 5%. Tiga obat-obatan dapat menyebabkan hepatitis: Pirazinamid, INH
dan Rifampicin (dalam urutan penurunan frekuensi). Hal ini tidak mungkin untuk membedakan
antara tiga penyebab murni berdasarkan yanda-tanda dan gejala. Tes fungsi hati harus diperiksa
pada awal pengobatan, tetapi, jika normal, tidak perlu diperiksa lagi, pasien hanya perlu
memperingatkan gejala hepatitis. Dalam hal ini, tes hanya perlu dilakukan dua minggu setelah
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 30
memulai pengobatan dan kemudian setiap dua bulan selanjutnya, kecuali ada masalah yang
terdeteksi. Peningkatan kadar bilirubin dapat terjadi akibat pemakaian Rifampicin (blok ekskresi
bilirubin) dan namun biasanya kembali normal setalah 10 hari (peningkatan enzim hati untuk
mengimbangi produksi). Peningkatan pada transaminase hati (ALT dan AST) yang utama di tiga
minggu pertama pengobatan. Jika pasien asimtomatik dan elevasi tidak berlebihan maka tidak
ada tindakan yang perlu diambil. Beberapa ahli menganggap pengobatan harus dihentikan jika
penyakit kuning menjadi bukti klinis.
Jika hepatitis klinis signifikan terjadi saat pengobatan TB, maka semua obat harus
dihentikan sampai kadar transaminase kembali normal. Jika pengobatan TB tidak dapat
dihentikan, maka dapat diberikan Streptomycin dan Etambuto sampai kadar transaminase
kembali normal (kedua obat tidak berhubungan dengan hepatitis).
Obat harus kembali diperkenalkan secara individual. Ini tidak dapat dilakukan dalam
suasana rawat jalan, dan harus dilakukan di bawah pengawasan ketat. Seorang perawat harus
hadir untuk mengambil nadi pasien dan tekanan darah pada 15 interval menit selama minimal
empat jam setelah tiap dosis uji diberikan (masalah yang paling akan terjadi dalam waktu enam
jam pemberian dosis uji, (jika mereka akan terjadi). Pasien dapat menjadi sangat tiba-tiba sakit
dan akses ke fasilitas perawatan intensif harus tersedia Obat-obatan yang harus diberikan dalam
urutan ini.:
* Hari 1: INH pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis
* Hari 2: INH pada 1 / 2 dosis
* Hari 3: INH dengan dosis penuh
* Hari 4: RMP pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis
* Hari 5: RMP jam 1 / 2 dosis
* Hari 6: RMP pada dosis penuh
* Hari 7: EMB pada 1 / 3 atau 1 / 4 dosis
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 31
* Hari 8: EMB pada 1 / 2 dosis
* Hari 9: EMB pada dosis penuh
Tidak lebih dari satu tes dosis per hari harus diberikan, dan semua obat lain harus
dihentikan sementara dosis uji yang sedang dilakukan. Maka pada hari 4, misalnya, pasien hanya
menerima RMP dan tidak ada obat lain yang diberikan. Jika pasien melengkapi sembilan hari
dosis tes, maka wajar untuk menganggap bahwa PZA telah menyebabkan hepatitis dan tidak ada
dosis uji PZA perlu dilakukan.
Alasan untuk menggunakan perintah untuk pengujian obat-obatan adalah karena kedua
obat yang paling penting untuk mengobati TB INH dan RMP, jadi ini adalah diuji pertama: PZA
adalah obat yang paling mungkin menyebabkan hepatitis dan juga merupakan obat yang bisa
paling mudah dihilangkan . EMB berguna ketika pola kepekaan organisme TB tidak diketahui
dan dapat dihilangkan jika organisme diketahui sensitif terhadap INH. Rejimen masing-masing
menghilangkan obat standar tercantum di bawah ini.
Urutan di mana obat yang diuji dapat bervariasi menurut pertimbangan sebagai berikut:
1. Obat yang paling bermanfaat (INH dan RMP) harus diuji dahulu, karena tidak adanya obat-
obatan dari rejimen pengobatan sangat merusak kemanjurannya
2. Obat yang paling mungkin menyebabkan reaksi harus diuji sebagai paling akhir (dan
mungkin tidak perlu diuji sama sekali). (Wikipedia, 2008)
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 32
Daftar Pustaka
1) Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia Jilid II. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006.
2) Bayupurnama, Putut. Hepatotoksisitas Imbas Obat. Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006.
3) Aditama, Yoga dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Indah Offset Citra Grafika. Jakarta. 2006
4) Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 9 . Jakarta. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2005
5) Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta.
EGC. 2007
6) Mansjoer, Arief dkk. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Media Aesculapius FKUI. 2001
7) Kishore PV, Palaian S, Paudel R, Mishra P, Prabhu M, Shankar PR. Drug Induced
Hepatitis with Anti-tubercular Chemotherapy: Challenges and Difficulties in Treatment.
Kathmandu University Medical Journal (2007), Vol. 5, No. 2, Issue 18, 256-260
8) Xial, Yin Yin dkk. Adverse Reactions in China National Tuberculosis Prevention and
Control Scheme Study (ADACS) . BMC Public Health 2010, 10:267
9) Jaime, Ungo dkk. Antituberculosis Drug–induced Hepatotoxicity The Role of Hepatitis C
Virus and the Human Immunodeficiency Virus. The University of Miami School of
Medicine, Division of Pulmonary Diseases and Critical Care Medicine10) Mehta, Nilesh MD dkk. Drug-Induced Hepatotoxicity. Department of Gastroenterology
and Hepatology. 201011) World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National Program.
200312) www.wikipedia.org
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 33
Referat: Diagnostik dan Penatalaksaan Tuberkulosis Drug Induced Hepatitis Page 34