Top Banner
I(OMPAS o Sabtu o Senin 0 Selasa o Minggu o Rabu o Kamis Jumat 6 7 20 21 22 14 15 29 30 31 (i)5 8 23 9 10 11 24 25 26 12 13 27 28 o Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags OSep OOkt ONov ODes Dilema Pembuktian Terbalik Oleh ROMLI ATMASASMITA D oktrin hukum pi- dana dan konvensi internasional mengenai perlindungan hak asasi manusia tidak mengakui pembuktian terbalik untuk menentu- kan kesalahan tersangka. Namun, pembuktian terbalik untuk menetapkan perampasan aset tindak pidana, sejak tahun 2000, telah dipraktikkan dalam sistem hukum perampasan aset tindak pidana di Amerika Serikat melalui sarana hukum keperda- taan (civil based forfeiture atau non-conviction based forfeiture/ NCB). Lazimnya, sejak lama di- akui sistem hukum perampasan aset tindak pidana melalui sarana hukum pidana (criminal based forfeiture/CB) yang dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di dalam sistem hukum acara pidana Indonesia digunakan cara CB, dan perlu menunggu waktu 400 hari untuk sampai pada pu- tusan yang memperoleh kekuat- an hukum tetap. Adapun peram- pasan aset tindak pidana melalui NCB tidak perlu menunggu wak- tu selama itu karena penuntut umum dapat segera membawa terdakwa ke pengadilan dengan cara pembuktian terbalik atas aset terdakwa yang diduga ber- asal dari tindak pidana Praktik NCB di Amerika Seri- kat dan Inggris, juga di beberapa negara Uni Eropa, berhasil me- ngembalikan keuangan secara signifikan dari organisasi keja- hatan, terutama yang berasal dari kejahatan narkotik dan pencu- cian uang. Model perampasan aset NCB dengan pembuktian terbalik tidak melanggar HAM karena didasarkan pada teori ba- lancedprobability principle, yang memisahkan antara aset tindak pidana dan pemiliknya. Hal itu didasarkan premis bahwa per- lindungan hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah (praduga tak bersalah) dan prinsip non-self incrimination harus diimbangi kewajiban terdakwa membukti- kan asal-usul aset yang dimi- likinya Teori ini masih mem- berikan jaminan perlindungan hak asasi tersangka untuk di- anggap tidak bersalah, sebaliknya tidak memberikan jaminan per- lindungan hak kepemilikan ter- dakwa atas aset yang diduga ber- asal dari tindak pidana, kecuali yang bersangkutan dapat mem- buktikan sebaliknya Lahirnya konsep NCB dise- babkan perkembangan organisa- si kejahatan transnasional pasca- perang dingin telah meningkat- kan aset organisasi kejahatan tiga kali APBN negara berkembang, terutama diperoleh dari kejahat- an narkotik dan pencucian uang. Perkembangan itu dipandang se- bagai ancaman terhadap keten- teraman dan ketertiban dunia Fakta tersebut membuktikan bahwa efek jera penghukuman tidak cukup dan tidak berhasil secara tuntas memerangi keja- hatan transnasional. Bahkan, di dalam penjara sekalipun, orga- nisasi kejahatan dapat mengen- dalikan aktivitas kejahatannya, sedangkan ancaman hukuman mati dalam sistem hukum negara maju telanjur tidak dia,kui. Beranjak dari kenyataan ter- sebut, terjadi perubahan drastis dalam kebijakan kriminal, khu- susnya di negara maju, yaitu strategi perampasan aset organi- sasi kejahatan atau yang diduga berasal dari kejahatan terbukti lebih ampuh sehingga dapat "me- matikan" kehidupan organisasi kejahatan. Pengalaman DEA menggunakan cara perampasan melalui sarana hukum perdata (civil based forfeiture) berhasil secara signifikan membekukan dan merampas aset organisasi kejahatan. Langkah hukum pem- buktian terbalik dengan NCB, di Amerika Serikat berdasarkan VU Pembaruan tentang Perampasan Aset melalui Keperdataan (Civil Asset Forfeiture Reform Actj CAFRA) Tahun 2000 dan di Ing- gris dengan VU Tindak Pidana Pencucian Uang (proceed of Cri- me Act) Tahun 2002. Di In- donesia, langkah hukum pem- buktian melalui VU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pi- dana Pencucian Uang, VU No- mor 31 Tahun 1999jo VU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembe- rantasan Tindak Pidana Korupsi, serta VU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Perkuat sistem pelaporan Sesungguhnya, pembuktian terbalik melalui CB dan NCB di Indonesia akan lebih mudah di- laksanakan jika sistem pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara telah dilaksanakan secara konsisten dan sistemik. Sistem pelaporan harta kekayaan penye- lenggara negara yang demikian akan memberikan dukungan sig- nifikan terhadap aparat penegak hukum, termasuk KPK, dalam menyita dan merampas aset pe- nyelenggara negara yang diduga berasal dari tindak pidana Sistem pelaporan harta keka- yaan yang telah diatur dalam VU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Ber- sih dan Bebas dari KKN masih perlu direvisi dan diperkuat de- ngan sistem pembuktian terbalik jika ditemukan bukti awal (prima facie evidence) aset penyeleng- gara negara diduga berasal dari tindak pidana Jika sistem pela- poran harta kekayaan, sistem kla- rifikasi, dan sistem verifikasi aset penyelenggara negara berjalan baik sejak diberlakukan VU No- mor 28 Tahun 1999, maka peris- tiwa Gayus Tambunan sejak lama dapat dicegah. Mencuatnya kasus Gayus me- rupakan momentum yang men- dorong pemerintah mempertim- bangkan secara serius pember- lakuan RUO Perampasan Aset Kejahatan (RVU PAK). Peme- rintah telah menyusun RVU PAK, tetapi masih menggunakan model perampasan berdasarkan criminal based conviction dan RVU PAK tidak menggunakan cara perampasan CB dan NCB bersamaan. Penggunaan model perampas- an CB dan NCB secara bersama- an memerlukan dukungan sum- ber daya manusia dan anggaran yang memadai Jika tidak, mill jangan diharapkan aspirasi pem- buktian terbalik terhadap aset yang diduga berasal dari keja- l[tlplng Hum•• Onpad 2011
2

I(OMPAS - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/...dilemapembuktianterbalik.pdfDilema Pembuktian Terbalik Oleh ROMLI ATMASASMITA Doktrin hukum pi-dana dan konvensi

Mar 30, 2019

Download

Documents

lamngoc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: I(OMPAS - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/...dilemapembuktianterbalik.pdfDilema Pembuktian Terbalik Oleh ROMLI ATMASASMITA Doktrin hukum pi-dana dan konvensi

I(OMPASo Sabtuo Senin 0 Selasa o Mingguo Rabu o Kamis • Jumat

6 720 21 22

14 1529 30 31

(i)5 823

9 10 1124 25 26

12 1327 28

oMar OApr OMei OJun OJul 0 Ags OSep OOkt ONov ODes

Dilema Pembuktian TerbalikOleh ROMLI ATMASASMITA

Doktrin hukum pi-dana dan konvensiinternasional

mengenai perlindunganhak asasi manusia tidakmengakui pembuktianterbalik untuk menentu-kan kesalahan tersangka.

Namun, pembuktian terbalikuntuk menetapkan perampasanaset tindak pidana, sejak tahun2000, telah dipraktikkan dalamsistem hukum perampasan asettindak pidana di Amerika Serikatmelalui sarana hukum keperda-taan (civil based forfeiture ataunon-conviction based forfeiture/NCB). Lazimnya, sejak lama di-akui sistem hukum perampasanaset tindak pidana melalui saranahukum pidana (criminal basedforfeiture/CB) yang dilaksanakanberdasarkan putusan pengadilanyang telah memperoleh kekuatanhukum tetap.

Di dalam sistem hukum acarapidana Indonesia digunakan caraCB, dan perlu menunggu waktu400 hari untuk sampai pada pu-tusan yang memperoleh kekuat-an hukum tetap. Adapun peram-pasan aset tindak pidana melaluiNCB tidak perlu menunggu wak-tu selama itu karena penuntutumum dapat segera membawaterdakwa ke pengadilan dengancara pembuktian terbalik atasaset terdakwa yang diduga ber-asal dari tindak pidana

Praktik NCB di Amerika Seri-kat dan Inggris, juga di beberapanegara Uni Eropa, berhasil me-ngembalikan keuangan secarasignifikan dari organisasi keja-hatan, terutama yang berasal darikejahatan narkotik dan pencu-cian uang. Model perampasanaset NCB dengan pembuktianterbalik tidak melanggar HAMkarena didasarkan pada teori ba-lancedprobability principle, yangmemisahkan antara aset tindakpidana dan pemiliknya. Hal itudidasarkan premis bahwa per-lindungan hak terdakwa untukdianggap tidak bersalah (pradugatak bersalah) dan prinsip non-selfincrimination harus diimbangikewajiban terdakwa membukti-

kan asal-usul aset yang dimi-likinya Teori ini masih mem-berikan jaminan perlindunganhak asasi tersangka untuk di-anggap tidak bersalah, sebaliknyatidak memberikan jaminan per-lindungan hak kepemilikan ter-dakwa atas aset yang diduga ber-asal dari tindak pidana, kecualiyang bersangkutan dapat mem-buktikan sebaliknya

Lahirnya konsep NCB dise-babkan perkembangan organisa-si kejahatan transnasional pasca-perang dingin telah meningkat-kan aset organisasi kejahatan tigakali APBN negara berkembang,terutama diperoleh dari kejahat-an narkotik dan pencucian uang.Perkembangan itu dipandang se-bagai ancaman terhadap keten-teraman dan ketertiban duniaFakta tersebut membuktikanbahwa efek jera penghukumantidak cukup dan tidak berhasilsecara tuntas memerangi keja-hatan transnasional. Bahkan, didalam penjara sekalipun, orga-nisasi kejahatan dapat mengen-dalikan aktivitas kejahatannya,sedangkan ancaman hukumanmati dalam sistem hukum negaramaju telanjur tidak dia,kui.

Beranjak dari kenyataan ter-sebut, terjadi perubahan drastisdalam kebijakan kriminal, khu-susnya di negara maju, yaitustrategi perampasan aset organi-sasi kejahatan atau yang didugaberasal dari kejahatan terbuktilebih ampuh sehingga dapat "me-matikan" kehidupan organisasikejahatan. Pengalaman DEAmenggunakan cara perampasanmelalui sarana hukum perdata(civil based forfeiture) berhasilsecara signifikan membekukandan merampas aset organisasikejahatan. Langkah hukum pem-buktian terbalik dengan NCB, diAmerika Serikat berdasarkan VUPembaruan tentang PerampasanAset melalui Keperdataan (CivilAsset Forfeiture Reform ActjCAFRA) Tahun 2000 dan di Ing-gris dengan VU Tindak PidanaPencucian Uang (proceed of Cri-me Act) Tahun 2002. Di In-donesia, langkah hukum pem-buktian melalui VU Nomor 8Tahun 2010 tentang Pencegahandan Pemberantasan Tindak Pi-

dana Pencucian Uang, VU No-mor 31 Tahun 1999jo VU Nomor20 Tahun 2001 tentang Pembe-rantasan Tindak Pidana Korupsi,serta VU Nomor 35 Tahun 2009tentang Narkotika

Perkuat sistem pelaporanSesungguhnya, pembuktian

terbalik melalui CB dan NCB diIndonesia akan lebih mudah di-laksanakan jika sistem pelaporanharta kekayaan penyelenggaranegara telah dilaksanakan secarakonsisten dan sistemik. Sistempelaporan harta kekayaan penye-lenggara negara yang demikianakan memberikan dukungan sig-nifikan terhadap aparat penegakhukum, termasuk KPK, dalammenyita dan merampas aset pe-nyelenggara negara yang didugaberasal dari tindak pidana

Sistem pelaporan harta keka-yaan yang telah diatur dalam VUNomor 28 Tahun 1999 tentangPenyelenggara Negara yang Ber-sih dan Bebas dari KKN masihperlu direvisi dan diperkuat de-ngan sistem pembuktian terbalikjika ditemukan bukti awal (primafacie evidence) aset penyeleng-gara negara diduga berasal daritindak pidana Jika sistem pela-poran harta kekayaan, sistem kla-rifikasi, dan sistem verifikasi asetpenyelenggara negara berjalanbaik sejak diberlakukan VU No-mor 28 Tahun 1999, maka peris-tiwa Gayus Tambunan sejak lamadapat dicegah.

Mencuatnya kasus Gayus me-rupakan momentum yang men-dorong pemerintah mempertim-bangkan secara serius pember-lakuan RUO Perampasan AsetKejahatan (RVU PAK). Peme-rintah telah menyusun RVUPAK, tetapi masih menggunakanmodel perampasan berdasarkancriminal based conviction danRVU PAK tidak menggunakancara perampasan CB dan NCBbersamaan.

Penggunaan model perampas-an CB dan NCB secara bersama-an memerlukan dukungan sum-ber daya manusia dan anggaranyang memadai Jika tidak, milljangan diharapkan aspirasi pem-buktian terbalik terhadap asetyang diduga berasal dari keja-

l[tlplng Hum•• Onpad 2011

Page 2: I(OMPAS - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/...dilemapembuktianterbalik.pdfDilema Pembuktian Terbalik Oleh ROMLI ATMASASMITA Doktrin hukum pi-dana dan konvensi

hatan dapat dicapai dalam waktudekat. Untuk tujuan perampasanaset dengan cara CB dan NCBmelalui pembuktian terbalik di-perlukan. database harta keka-yaan penyelenggara negara yangakurat, serta data wajib pajakyang akurat dari semua warganegara ataupun orang asing.Uraian ini hanya mengenai

tindak pidana oleh penyeleng-gara negara yang berdampak sig- r------~~-------nifikan terhadap peningkatanharta kekayaannya; belum me-nyentuh bagaimana terhadapkorporasi asing dan nasionalyang didirikan secara legal tetapimelakukan aktivitas ilegal yangberdampak merugikan kepen-tingan nasional. VU yang mem-berlakukan kewajiban pelaporanharta kekayaan tidak dapat di-berlakukan terhadap korporasitersebut, kecuali korporasi yangtelah termasuk daftar peserta pa-sar modal (perusahaan terbuka).Konvensi PBB Antikorupsi

2003 yang telah diratifikasi de-ngan VU Nomor 7 Tahun 2006telah memasukkan ketentuantentang suap di sektor swasta(bribery in the private sector) dansuap di sektor publik (bribery inthe public sector), diperkuat ke-tentuan perbuatan memperkayadiri sendiri secara tidak sah (illicitenrichment) yang ditujukan ter-hadap pejabat publik. Tiga tindakpidana barn dalam perundang-undangan nasional yang akan da-tang merupakan ujung tombakuntuk mempercepat proses re-formasi birokrasi, baik secarapreventif maupun represif.Instruksi Presiden Nomor 1

Tahun 20n dan Nomor 2 Tahun20n, antara lain, meliputi peng-gunaan metode pembuktian ter-balik dalam mengefektifkan pe-negakan hukum, seharnsnya da-pat diwujudkan dalam waktusingkat jika isyarat dalam inprestersebut dapat segera dipahamioleh para pelaksananya dengan .mengarnbil langkah-langkahstrategis dan sistematis yang be-nar-benar diperlukan. Salah satulangkah tersebut adalah segeradiberlakukan VU PerampasanAset Tindak Pidana yang memu-at dua model perampasan asetmelalui CB dan NCB. Namun,

--~----

yang terpenting dari pemberla-kuan VU tersebut adalah masihdiperlukan ketentuan lain yangmengatur khusus sistem checkand balances agar VU barn ter-sebut tidak disalahgunakan un-tuk kepentingan politik dan tidakrentan dari suap dan KKN.

ROMLI ATMASASMITAGuru Besar Hukum Pidana In-

temasional Universitas Padjadjaran