Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih 1 Februari 2010 Pada Februari 2010, seluruh indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami pertumbuhan tahunan yang positif dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan non niaga. Sementara secara bulanan, penjualan minyak diesel mengalami pertumbuhan tertinggi dan ekspor kayu lapis mengalami kontraksi terbesar. Secara kumulatif, hampir seluruh indikator ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami peningkatan kecuali ekspor besi dan baja. Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi: Tahunan • Pada Februari 2010, seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas mengalami pertumbuhan positif. Produksi kendaraan non niaga mengalami pertumbuhan tertinggi (48,23%), sementara produksi minyak mentah tumbuh paling rendah (7,96%). • Selama Februari 2009 – Februari 2010, pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada ekspor kayu lapis yaitu mencapai 131,40% yang terjadi pada Januari 2010. Sementara itu, ekspor besi dan baja mengalami kontraksi terbesar yaitu -65,24% pada Juli 2009 (Grafik 1). Grafik 1 Pertumbuhan Tahunan s.d Februari 2010 Bulanan • Secara bulanan, penjualan minyak diesel mengalami pertumbuhan tertinggi (18,94%). Sementara kontraksi terbesar terjadi pada ekspor kayu lapis (-18,41%). • Selama periode Februari 2009 – Februari 2010, pertumbuhan tertinggi dan terendah dialami oleh indikator ekonomi yang sama yaitu ekspor besi dan baja. Indikator ini tumbuh sebesar 73,55% (Maret 2009) dan kontraksi sebesar -47,04% (April 2009) (Grafik. 2). Grafik 2 Pertumbuhan Bulanan s.d Februari 2010 Pertumbuhan Indikator Ekonomi Kumulatif Secara kumulatif dalam periode Januari-Februari 2010, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Tiga indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah ekspor kayu lapis (53,89%), produksi kendaraan niaga (53,81%) dan produksi kendaraan non niaga (52,75%). Satu- satunya indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas yang mengalami penurunan adalah ekspor besi dan baja (-9,15%). -100 -50 0 50 100 150 Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Konsumsi Semen Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan Listrik u/ Industri Penjualan Listrik u/ Perdag. Penjualan Listrik Total Kunj. Wisman Feb 2009 - Feb 2010 Tertinggi Feb 2010 Feb 2009 - Feb 2010 Terendah (% y-o-y) -100 -50 0 50 100 150 Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Konsumsi Semen Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan Listrik u/ Industri Penjualan Listrik u/ Perdag. Penjualan Listrik Total Kunj. Wisman Feb 2009 - Feb 2010 Tertinggi Feb 2010 Feb 2009 - Feb 2010 Terendah (% m-t-m) (% m-t-m) INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Metodologi Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) disusun berdasarkan data sektor riil baik dari Bank Indonesia maupun dari pihak eksternal diantaranya Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).
14
Embed
INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH · Pertumbuhan tersebut masih jauh diatas ... Pada tahun 2009 produksi komoditas batubara tumbuh lebih tinggi dibandingkan ... 18,35% pada tahun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
1
Februari 2010
Pada Februari 2010, seluruh indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas
terpilih mengalami pertumbuhan tahunan yang positif dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan non niaga.
Sementara secara bulanan, penjualan minyak diesel mengalami pertumbuhan tertinggi dan ekspor kayu lapis mengalami kontraksi terbesar.
Secara kumulatif, hampir seluruh indikator ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami peningkatan kecuali ekspor besi dan baja.
Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi:
Tahunan
• Pada Februari 2010, seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas mengalami pertumbuhan positif. Produksi kendaraan non niaga mengalami pertumbuhan tertinggi (48,23%), sementara produksi minyak mentah tumbuh paling rendah (7,96%).
• Selama Februari 2009 – Februari 2010, pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada ekspor kayu lapis yaitu mencapai 131,40% yang terjadi pada Januari 2010. Sementara itu, ekspor besi dan baja mengalami kontraksi terbesar yaitu -65,24% pada Juli 2009 (Grafik 1).
Grafik 1 Pertumbuhan Tahunan s.d Februari 2010
Bulanan
• Secara bulanan, penjualan minyak diesel mengalami pertumbuhan tertinggi (18,94%). Sementara kontraksi terbesar terjadi pada ekspor kayu lapis (-18,41%).
• Selama periode Februari 2009 – Februari 2010, pertumbuhan tertinggi dan terendah dialami oleh indikator ekonomi yang sama yaitu ekspor besi dan baja. Indikator ini tumbuh sebesar 73,55% (Maret 2009) dan kontraksi sebesar -47,04% (April 2009) (Grafik. 2).
Grafik 2 Pertumbuhan Bulanan s.d Februari 2010
Pertumbuhan Indikator Ekonomi Kumulatif Secara kumulatif dalam periode Januari-Februari 2010, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Tiga indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah ekspor kayu lapis (53,89%), produksi kendaraan niaga (53,81%) dan produksi kendaraan non niaga (52,75%). Satu-satunya indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas yang mengalami penurunan adalah ekspor besi dan baja (-9,15%).
-100
-50
0
50
100
150
Prod
uksi
Min
yak
Men
tah
Prod
uksi
Kon
dens
at
Prod
uksi
Ken
dara
an
Non
Nia
ga
Prod
uksi
Ken
dara
an
Nia
ga
Prod
uksi
Sep
eda
Mot
or
Kons
umsi
Sem
en
Eksp
or B
esi B
aja
Eksp
or K
ayu
Lapi
s
Eksp
or K
ayu
Ger
gajia
n
Penj
uala
n M
inya
k D
iese
l
Penj
uala
n Li
strik
u/ I
ndus
tri
Penj
uala
n Li
strik
u/ P
erda
g.
Penj
uala
n Li
strik
Tot
al
Kunj
. Wis
man
Feb 2009 - Feb 2010 TertinggiFeb 2010
Feb 2009 - Feb 2010 Terendah
(% y-o-y)
-100
-50
0
50
100
150
Prod
uksi
Min
yak
Men
tah
Prod
uksi
Kon
dens
at
Prod
uksi
Ken
dara
an
Non
Nia
ga
Prod
uksi
Ken
dara
an
Nia
ga
Prod
uksi
Sep
eda
Mot
or
Kons
umsi
Sem
en
Eksp
or B
esi B
aja
Eksp
or K
ayu
Lapi
s
Eksp
or K
ayu
Ger
gajia
n
Penj
uala
n M
inya
k D
iese
l
Penj
uala
n Li
strik
u/ I
ndus
tri
Penj
uala
n Li
strik
u/ P
erda
g.
Penj
uala
n Li
strik
Tot
al
Kunj
. Wis
man
Feb 2009 - Feb 2010 Tertinggi
Feb 2010
Feb 2009 - Feb 2010 Terendah
(% m-t-m)(% m-t-m)
INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH
Metodologi
Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) disusun berdasarkan data sektor riil baik dari Bank Indonesia maupun dari pihak eksternal diantaranya Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI).
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
2
ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SUBSEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS)
Rata-rata pertumbuhan subsektor pertambangan non migas selama tahun 2001-2009 sebesar 5,80%,
dan rata-rata share terhadap total PDB sebesar 3,45%, dengan kecenderungan semakin meningkat. Pangsa
dengan trend meningkat dan pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut memberikan dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dimana subsektor tersebut memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDB dibandingkan
subsektor lain dalam sektor pertambangan & penggalian yaitu sebesar 0,17%. Sementara itu, kontribusi
subsektor penggalian terhadap PDB hanya sebesar 0,06%, bahkan subsektor pertambangan migas
memberikan kontribusi negatif sebesar -0,16%.
Meskipun subsektor pertambangan non migas memberikan sumbangan positif terhadap PDB, namun
peran perbankan terhadap subsektor ini relatif kecil sebagaimana terlihat dari rata-rata pangsa kredit yang
diterima kelompok pertambangan hanya sebesar 1,72% terhadap total kredit seluruh sektor ekonomi.
A. Peranan terhadap PDB
Pertumbuhan subsektor pertambangan non migas cukup besar. Secara rata-rata (2001-2009) subsektor pertambangan non migas tumbuh sebesar 5,80%. Pertumbuhan tersebut masih jauh diatas pertumbuhan sektor pertambangan & penggalian yang hanya sebesar 0,82%. Pada triwulan I-2010 subsektor pertambangan non migas tumbuh sebesar 8,36% (yoy), atau mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2009 (5,83%; yoy). Sebagai informasi, pertumbuhan sektor pertambangan & penggalian cenderung lebih kecil dibandingkan pertumbuhan subsektor pertambangan non migas, terutama disebabkan fluktuasi pertumbuhan di subsektor pertambangan migas.
Tabel 1.Pertumbuhan, Distribusi, dan Kontribusi Subsektor dalam Sektor Pertambangan dan Penggalian (%)
Sumber : BPS diolah
Share subsektor pertambangan non migas terhadap total PDB cukup tinggi, dengan
kecenderungan meningkat. Rata-rata share subsektor pertambangan non migas terhadap total PDB tahun 2000-2009 adalah sebesar 3,45%, atau merupakan share tertinggi kedua setelah share subsektor pertambangan migas (5,90%). Share subsektor pertambangan non migas terhadap total PDB mengalami peningkatan dan secara rata-rata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada triwulan I-2010,
share subsektor pertambangan non migas mencapai 5,09% (yoy), atau lebih besar dibandingkan share pada triwulan I-2009 (4,32%) (Tabel 1).
Jika dilihat secara sektoral, rata-rata pangsa subsektor pertambangan non migas terhadap sektor pertambangan & penggalian sebesar 33,26%. Secara rata-rata 2000-2009, pangsa subsektor pertambangan non migas terhadap sektor pertambangan & penggalian adalah sebesar 33,26%, atau merupakan pangsa tertinggi kedua setelah pangsa subsektor pertambangan migas (56,59%). Pangsa subsektor pertambangan non migas cenderung meningkat sementara pangsa subsektor pertambangan migas semakin menurun (Grafik 3).
Subsektor pertambangan non migas memberikan andil positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana subsektor tersebut memberikan kontribusi tertinggi dibandingkan subsektor lain dalam sektor pertambangan & penggalian. Sejalan dengan pertumbuhan dan pangsa subsektor pertambangan non migas yang cenderung meningkat, subsektor tersebut telah memberikan sumbangan tertinggi terhadap pertumbuhan PDB dibandingkan sumbangan subsektor lain dalam sektor pertambangan & penggalian. Rata-rata kontribusi subsektor pertambangan non migas terhadap pertumbuhan PDB tahun 2000-2009 sebesar 0,17% (Tabel 1).
Grafik 3. Pangsa Subsektor Terhadap Sektor Pertambangan & Penggalian
Sumber : BPS diolah
B. Keterkaitan dengan Sektor Lain
Keterkaitan output kelompok penambangan batubara & bijih logam dengan sektor ekonomi
lain relatif erat. Berdasarkan pendekatan linkages dalam tabel I-O, komoditas dalam subsektor
pertambangan non migas tercermin dari kelompok penambangan batubara & bijih logam. Kelompok
tersebut memiliki indeks derajat kepekaan yang besar yaitu sebesar 1,46. Hal ini mengindikasikan bahwa
untuk menghasilkan 1 unit output kelompok tersebut maka dibutuhkan input dari sektor ekonomi
lainnya sebesar 1,46 unit. Sementara derajat penyebaran kelompok penambangan batubara & bijih
logam adalah sebesar 0,85 yang berarti bahwa 1 unit output kelompok tersebut akan mendorong output
komoditas sektor ekonomi lainnya sebesar 0,85 unit.
C. Pembiayaan
Peran perbankan terhadap subsektor pertambangan non migas masih relatif kecil. Meskipun
subsektor pertambangan non migas telah memberikan sumbangan positif terhadap PDB, namun peran
perbankan terhadap subsektor tersebut masih relatif kecil. Secara rata-rata tahun 2000-2009 pangsa
kredit yang diterima kelompok pertambangan hanya sebesar 1,72% terhadap total kredit seluruh sektor
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Penggalian Pertambangan tanpa migas Minyak dan gas bumi
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
4
ekonomi. Rendahnya rata-rata pangsa kredit kepada kelompok pertambangan mengindikasikan bahwa
kredit yang diterima kelompok pertambangan non migas lebih kecil dari rerata tersebut.
BOKS : Subsektor Pertambangan Non Migas – KOMODITAS BATUBARA
Batubara merupakan salah satu komoditas utama dalam subsektor pertambangan non migas dan masuk dalam 10 komoditas ekspor utama di Indonesia. Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi1.
Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Tersier Bawah dan Tersier Atas.
1. Produksi dan Konsumsi Domestik Komoditi Batubara
Pada tahun 2009 produksi komoditas batubara tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Rata-rata produksi batubara tahun 2003-2009 sebesar 164 juta ton, atau tumbuh rata-rata sebesar 10,97%. Pada tahun 2009 total produksi komoditas batubara mencapai 208 juta ton, atau tumbuh sebesar 10,25% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2008 (5,52%) (Grafik 4). Berdasarkan data dari BP Statistical Review2, selama tahun 1990-2008 produksi batubara nasional tumbuh sebesar 18,5% per tahun dan jauh melampaui pertumbuhan produksi batubara dunia. Peningkatan produksi batubara yang cukup tinggi tersebut ditengarai disebabkan oleh permintaan dan harga batubara yang cukup tinggi. Permintaan yang dimaksud adalah ekspor sebagaimana tercermin dari kecenderungan meningkatnya volume ekspor batubara dan turunannya (kokas dan briket) sebesar 18,35% pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya.
Kecenderungan peningkatan produksi batubara tidak diimbangi dengan peningkatan konsumsi domestik, konsumsi domestik komoditas batubara masih relatif kecil. Secara rata-rata konsumsi domestik batubara yang tercermin dari penjualan domestik tahun 2003-2009 adalah sebesar 41 juta ton, atau tumbuh rata-rata sebesar 10,18%. Pada tahun 2009, konsumsi domestik batubara mencapai 50 juta ton, atau tumbuh 1,08% dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi domestik tersebut sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,14%.
1 Survei Pemetaan Sektor Ekonomi – Sektor Pertambangan 2 Sumber : www.tekmira.esdm.go.id/currentissues
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
5
Grafik 4.Produksi dan Penjualan Domestik Komoditi Batubara
Sumber : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Berdasarkan data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dari 39 perusahaan penghasil batubara di Indonesia, PT. Adaro Indonesia menguasai sebanyak 19,51% dari total produksi batubara, diikuti oleh PT. Kaltim Prima Coal (18,34%), PT. Kideco Jaya Agung (11,87%), PT. Arutmin Indonesia (9,28%), PT. Berau Coal (6,89%), PT. Indominco Mandiri (5,96%), PT. Bukit Asam (5,21%), dan lainnya (22,94%) (Grafik 5).
Grafik 5. Rata-rata Pangsa Produksi per Perusahaan
(Tahun 2009)
Grafik 6. Rata-rata Pangsa Produksi per Regional
(Tahun 2009)
Sumber : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Sumber : Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Batubara mayoritas berasal dari Kalimantan Timur. Jika dilihat secara regional, batubara mayoritas berasal dari Kalimantan Timur (56,80%) dan diikuti oleh Kalimantan Selatan (36,39%), Sumatera Selatan (5,21%), Riau (0,61%), Kalimantan Tengah (0,55%), Jambi (0,44%), serta Sumatera Barat (0,001%) (Grafik 6).
2. Harga Komoditi Batubara
Pergerakan harga batubara sangat bergantung pada perkembangan harga minyak mentah, karena batubara merupakan barang substitusi dari minyak. Harga batubara cenderung berfluktuasi seiring dengan perkembangan harga minyak mentah. Jika harga minyak mengalami kenaikan harga batubara juga akan mengalami kenaikan.
Pada saat terjadi memuncaknya resesi global pada triwulan IV-2008 harga batubara mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun, seiring dengan membaiknya perekonomian global harga batubara kembali mengalami peningkatan. Sejak Maret 2009 harga batubara sebesar USD65,36 per metric
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
30
35
‐
25
50
75
100
125
150
175
200
225
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
(%, yoy)(juta ton)
Produksi Penjualan domestikGrowth penjualan Growth produksi
Adaro Indonesia, PT, 19.51
Kaltim Prima Coal, PT, 18.34
Kideco Jaya Agung, PT,
11.87Arutmin
Indonesia, PT, 9.28
Berau Coal, PT, 6.89
Indominco Mandiri, PT, 5.96
Bukit Asam, 5.21
32 perusahaan lainnya, 22.94
Jambi, 0.44
Kalimantan Selatan, 36.39
Kalimantan Tengah, 0.55
Kalimantan Timur, 56.80
Riau, 0.61
Sumatera Barat, 0.001
Sumatera Selatan, 5.21
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
6
ton, terus mengalami kenaikan hingga mencapai nilai sebesar USD107,30 per metric ton pada April 2010 (Grafik 7 dan 8).
Grafik 7. Perkembangan dan Pertumbuhan Harga Batubara
Grafik 8. Perkembangan Harga Batubara dan Crude Oil
Sumber : IMF, diolah Sumber : IMF dan Bloomberg, diolah
3. Perkembangan Neraca Perdagangan
Data ekspor impor komoditas batubara tercermin dari data ekspor impor batubara, kokas, & briket.
a) Perkembangan Ekspor
Rata-rata nilai ekspor tahun 2004-2009 sebesar USD7.477 juta atau setara dengan 179,8 juta ton. Rata-rata pangsa nilai ekspor batubara, kokas, & briket terhadap total ekspor non migas adalah sebesar 8,58%.
Pada tahun 2009, nilai ekspor batubara, kokas, & briket mencapai nilai tertinggi selama 6 tahun terakhir. Nilai ekspor pada tahun 2009 tercatat sebesar USD13.779 juta, atau tumbuh sebesar 33,60% (yoy). Nilai ekspor pada tahun 2009 merupakan nilai tertinggi selama 6 tahun terakhir. Pertumbuhan nilai ekspor pada tahun 2009 didorong oleh peningkatan volume ekspor dan harga komoditas3 yang mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 18,35% dan 12,88%. Sampai dengan triwulan I-2010 nilai ekspor batubara, kokas, & briket mencapai USD4.098 juta atau setara dengan 72,2 juta ton (Grafik 9 dan 10).
Grafik 9. Perkembangan Nilai Ekspor Batubara, Kokas dan Briket
Grafik 10. Perkembangan Volume Ekspor
Batubara, Kokas dan Briket
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Negara tujuan utama ekspor adalah negara di kawasan Asia terutama negara Jepang, Taiwan, Korea Selatan, India, dan Cina. Berdasarkan nilai ekspor, negara utama tujuan ekspor produk batubara, kokas, & briket adalah negara di kawasan Asia dengan pangsa sebesar 85,17% terhadap total ekspor komoditas batubara, kokas, & briket, terutama Jepang, Taiwan, Korea Selatan, India, dan Cina. Rata-rata
3 Harga komoditas dihitung dari nilai ekspor dibagi volume ekspor
pangsa tahun 2004-2009 untuk kelima negara tersebut masing-masing adalah Jepang (24,08%), Taiwan (17,21%), Korea Selatan (13,56%), India (12,88%), dan Cina (6,70%) terhadap ekspor batubara, kokas, & briket di Asia.
b) Perkembangan Impor
Nilai impor batubara, kokas, & briket relatif kecil. Rata-rata nilai impor batubara, kokas, & briket tahun 2004-2009 sebesar USD34.946 ribu, atau tumbuh rata-rata sebesar 34,84% (yoy) dan dengan rata-rata pangsa sebesar 0,05% terhadap total impor non migas.
Pada tahun 2009 nilai impor mencapai USD37.735 ribu ton, atau turun -38,81% dibandingkan periode sebelumnya. Sebagai informasi, nilai impor mencapai pertumbuhan tertinggi selama 6 tahun terakhir pada tahun 2008 yaitu tumbuh sebesar 216,44%. Pada tahun 2009, nilai impor mengalami penurunan sebesar -38,81% dibandingkan periode sebelumnya dan tercatat sebesar USD37.735 ribu ton. Penurunan nilai impor tersebut terutama disebabkan oleh penurunan volume impor (-41,21%; yoy).
Sampai dengan triwulan I-2010, nilai impor mencapai USD8.598. Nilai impor batubara, kokas, & briket sampai dengan triwulan I-2010 mencapai USD8.598 juta atau mengalami penurunan sebesar -8,76% (yoy). Jika dilihat secara volume sampai dengan triwulan I-2010 volume impor turun lebih tajam yaitu sebesar -10,34% sehingga volume impor tercatat sebesar 26 ribu ton (Grafik 11 dan 12).
Grafik 11. Perkembangan Nilai Impor Batubara, Kokas dan Briket
Grafik 12. Perkembangan Volume Impor
Batubara, Kokas dan Briket
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
Negara asal impor batubara, kokas, & briket mayoritas berasal dari kawasan Asia terutama negara Cina dan Vietnam. Berdasarkan nilai impor, negara asal produk batubara, kokas, & briket mayoritas adalah negara di kawasan Asia dengan rata-rata pangsa tahun 2004-2009 sekitar 97,03% terhadap total impor komoditas tersebut. Secara rinci, negara asal impor komoditas batubara, kokas, & briket adalah Cina dan Vietnam.
Neraca perdagangan batubara, kokas, & briket selama 6 tahun terakhir mengalami net ekspor. Selama tahun 2004-2009, neraca perdagangan batubara, kokas, & briket menunjukkan nilai net ekspor dengan rata-rata sebesar USD7,4 juta atau tumbuh rata-rata sebesar 34,17% dibandingkan periode sebelumnya. Sampai dengan triwulan I-2010 net ekspor mencapai USD4,0 juta, atau naik 62,09% dari triwulan I-2009 (Grafik 13).
‐100
‐50
0
50
100
150
200
250
‐
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(%, yoy)(ribu USD)
Nilai Impor Growth
‐60
‐40
‐20
0
20
40
60
80
‐
50
100
150
200
250
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(%, yoy)(ribu ton)
Volume Impor Growth
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
8
Grafik 13. Trade Balance Batubara, Kokas, & Briket
Sumber : Bank Indonesia, diolah
4. Pembiayaan
Rata-rata kredit yang diterima kelompok batubara sebesar Rp4.030 miliar/tahun. Selama periode 2000-2009 rata-rata penyaluran kredit ke sektor pertambangan adalah sebesar Rp14.325 miliar/tahun, sementara kredit yang diterima kelompok batubara rata-rata sebesar Rp4.030 miliar/tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pangsa kredit kelompok batubara terhadap kredit sektor pertambangan cukup besar (37,26%), atau berada dibawah pangsa kredit kelompok minyak bumi & gas (44,54%). Namun, jika dilihat terhadap total kredit pada seluruh sektor ekonomi rata-rata pangsa kredit kelompok batubara hanya sebesar 0,55%. Posisi kredit yang diterima kelompok batubara pada triwulan I-2010 adalah sebesar Rp9.257 miliar, atau naik 9,39% dibandingkan triwulan I-2009 (Grafik 14).
Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke kelompok batubara masih rendah. Selama periode 2001-2009, kredit kelompok batubara mengalami pertumbuhan sebesar 30,70%, atau merupakan pertumbuhan kredit terendah dibandingkan kelompok lain di sektor pertambangan. Secara berturut-turut pertumbuhan rata-rata kelompok bijih logam sebesar 63,82%, kelompok minyak bumi & gas (55,63%), dan kelompok lainnya (33,88%). Bahkan pertumbuhan kredit kelompok batubara lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit yang disalurkan ke sektor pertambangan (33,20%).
Mengingat karakteristik investasi bidang pertambangan yang padat modal, beresiko tinggi, dan tingkat pengembalian modal yang lama, perbankan nasional kurang berminat membiayai sektor ini. Hal ini ditengarai akibat dari pemahaman terhadap prospek pembiayaan sektor ini masih kurang1.
Grafik 14. Rata-rata Pangsa Kredit Kelompok Batubara
Grafik 15. Pembiayaan Kredit Kelompok Batubara
Sumber: LBU, Bank Indonesia Sumber: LBU, Bank Indonesia
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
(ribu USD)(ribu USD)
Nilai Ekspor (sb kiri) Net Ekspor (sb kiri) Nilai Impor (sb kanan)
Minyak dan gas bumi, 44.54
Batubara, 37.26
Lainnya, 10.33
Bijih logam, 7.88
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Total Kredit Pertambangan 4,673 2,800 3,785 5,061 7,730 7,873 13,896 25,335 30,540 41,559
Kredit Kelompok Batubara 967 1,903 2,188 2,174 3,115 3,359 4,405 5,674 7,357 9,164
Growth Kredit Kelompok Batubara 96.68 15.01 -0.66 43.32 7.83 31.13 28.80 29.67 24.56
-20
0
20
40
60
80
100
120
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000 (%)miliar Rp
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
9
5. Daya Saing
Daya saing komoditas batubara yang tercermin dari nilai RCA/Revealed Comparative Advantage lebih dari 1 yaitu sebesar 8,91. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas batubara merupakan komoditas yang berdaya saing kuat. Sebagai informasi, mineral dan batubara merupakan bahan galian strategis, baik sebagai sumber pasokan energi nasional maupun sebagai komoditi ekspor untuk pembangunan nasional jangka panjang. Apabila dilihat dari volume produksi dan cadangannya, batubara merupakan komoditas yang paling mendominasi dibandingkan komoditas subsektor pertambangan non migas lainnya1.
6. Permasalahan dan Kebijakan
Beberapa permasalahan terkait komoditas batubara, antara lain: a. Permasalahan aspek sosial dan lingkungan hidup.
Usaha pertambangan mineral dan batubara akan mengubah bentang alam menghasilkan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Kondisi ini menimbulkan permasalahan dengan lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan di sekitar pertambangan antara lain: mengenai larangan membuang limbah padat termasuk limbah berwujud lumpur (PP82/2001). Misalnya pembuangan sisa kegiatan penambangan berupa tailing ke dalam air atau sumber air1.
b. Pasokan batubara untuk pembangkit energi dan industri lokal sering bermasalah bahkan terhambat. Produsen ditengarai lebih memilih mengekspor komoditas tambang karena harganya lebih mahal4.
Beberapa alternatif/rekomendasi pemecahan masalah tersebut adalah: a. Diperlukan percepatan pengesahan RUU mineral dan batubara, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan
seluruh produk hukum yang berkenaan dengan sektor pertambangan yang sifatnya lintas sektoral baik pusat maupun daerah serta peningkatan local expenditure dengan meningkatkan pemanfaatkan produk dari industri penunjang dalam negeri termasuk mendorong pertumbuhan industri pengolahan produk mineral dalam negeri5.
b. Diperlukan lembaga seperti Badan Pengelolaan Sektor Hulu Migas (BP Migas) khusus untuk batu bara untuk mendorong agar Domestic Market Obligation/DMO terpenuhi dan mengatur masalah distribusi batubara6.
c. Dari sisi perbankan, mengingat margin usaha di sektor pertambangan cukup tinggi, diharapkan peluang tersebut dapat dimanfaatkan oleh sektor perbankan dalam negeri untuk membiayai sektor pertambangan khususnya pertambangan batubara1.
d. Kebijakan pemerintah di sektor pertambangan perlu terus diupayakan agar mendorong investasi. Dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk sektor pertambangan dengan cara1:
Mengurangi pungutan baik pajak maupun non pajak yang jumlahnya cukup banyak Menciptakan kepastian hukum terutama menyelesaikan di tingkat tinggi, yaitu ketentuan yang
tumpang tindih antara kehutanan dan pertambangan dan mengurangi kebijakan otonomi daerah yang menghambat kegiatan dan investasi di sektor pertambangan.
Meningkatkan peran pemerintah daerah agar dapat mendorong terciptanya hubungan baik antara perusahaan pertambangan dengan masyarakat sekitarnya sehingga keberadaan pertambangan dapat berdampak positif terhadap pembangunan masyarakat sekitarnya dan konflik dapat dihindari
Pemerintah dalam hal ini DESDM diharapkan dapat meningkatkan sosialisasi ketentuan pemerintah mengenai kegiatan pertambangan agar interpretasi yang salah atas kewenangan pemerntah daerah tidak terjadi. Dan untuk menjamin ketentuan dapat berjalan dengan baik maka perlu ada tindakan tegas terhadap kesalahan pemerintah daerah oleh pemerintah pusat.
Memberikan insentif bagi investor minyak yang mau melakukan investasi di lapangan-lapangan yang sudah tua mengingat biaya teknologinya sangat mahal.
4 Sumber : Republika, 01/21/2010 5 Sumber : ESDM, 05/7/2010 6 Sumber : Kompas, 2/8/2010
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
10
Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Batubara Nasional (KBN) sebagai pedoman dalam pengelolaan, pengusahaan, pemanfaatan, dan pengembangan batubara.
7. Proyeksi ke Depan
Produksi batubara dunia baik di negara non OECD, Asia, China, OECD, dan India cenderung mengalami trend peningkatan. Di Indonesia, produsen batubara nasional menyiapkan sebanyak 68 juta metric ton (MT) produk tambang tersebut untuk penjualan di pasar dalam negeri atau DMO pada 2010. Porsi penjualan produk dalam negeri tersebut meningkat dibandingkan tahun 20097.
Pelaku usaha industri pertambangan dalam negeri optimis tahun depan adalah saat menguntungkan bagi sektor pertambangan, seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian dunia. Bisnis pertambangan akan meningkat sekitar 30-40%. Pada tahun 2010 diperkirakan akan terjadi kenaikan investasi di sektor pertambangan yang mencapai USD 8 s.d 10 miliar. Di sisi lain, potensi bisnis batubara dalam negeri sedang cukup bagus dimana dalam jangka waktu ke depan Indonesia akan membangun pembangkit listrik berdaya 38.000 megawaat yang membutuhkan batubara sebagai energy dalam jumlah cukup besar8.
International Energy Agency (IEA) dalam World Energy Outlook yang dirilis Mega Capital Indonesia pertengahan April 2010, memproyeksikan kenaikan permintaan batubara akan jauh lebih besar dari kenaikan permintaan minyak bumi dan gas alam. Untuk 2010 harga batubara diproyeksikan akan berada pada level USD128,81/ton, dan pada tahun 2030 harga batubara diproyeksikan naik ke level USD186,07/ton.
7 Sumber : Media Indonesia, Februari 2010 8 Sumber : Kontan, 10/06/2009
Perkembangan Indikator Sektor Riil terpilih
11
Tabel 2 Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih
Sumber data : Bank Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Keterangan : *) Pertumbuhan kumulatif (y-t-d) dihitung dengan cara membandingkan data kumulatif dari bulan Januari hingga periode laporan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan kumulatif mulai dilakukan pada periode Laporan IAE September 2008.
- Data ekspor 10 komoditas utama ekspor non migas (selanjutnya disebut Ekspor Non Migas Utama) mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih sejak edisi Mei 2009. Ekspor Non Migas Utama dipilih berdasarkan pangsa ekspor terhadap total ekspor periode Januari-Desember 2008. Analisis indikator aktivitas ekonomi Ekspor Non Migas Utama akan dilakukan pada saat ketersediaan data pertumbuhan secara bulanan (mtm), tahunan (yoy) dan kumulatif (ytd) telah mencukupi 12 periode.
Satuan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb