Top Banner
ILMU NASIKH MANSUKH Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah STUDI AL-QUR’AN Oleh: Nur Alfiyatur Rochmah (B06213037) Dosen Pengampu: Prof.Dr.H.Aswadi,M.Ag JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2013
12

Ilmu nasikh mansukh

Jul 19, 2015

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ilmu nasikh mansukh

ILMU NASIKH MANSUKH

Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

STUDI AL-QUR’AN

Oleh:

Nur Alfiyatur Rochmah (B06213037)

Dosen Pengampu:

Prof.Dr.H.Aswadi,M.Ag

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2013

Page 2: Ilmu nasikh mansukh

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah swt yang telah

melimpahkan rahmat hidahnya, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah

ini.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

saw, yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar dan diridloi Allah swt.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.H.Aswadi,M.Ag

selaku dosen mata kuliah STUDI AL-QUR’AN yang memberikan pengajaran

kepada mahasiswa tentang mata kuliah ini.

Setiap permasalahan pasti ada pemecahan, adapun masalah hukum-hukum

Al-Qur’an yang dianggap memiliki kemiripan atau perbedaan dapat dipecahkan

melalui ilmu Nasikh Mansukh. Dalam makalah ini menjelaskan tentang

pengertian, syarat & jenis-jenis nasikh mansukh serta urgensi dan pendapat ulama

tentang Nasikh Mansukh. Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kesalahan

dalam penulisan makalah ini.

Surabaya, 17 September 2013

Penyusun

Page 3: Ilmu nasikh mansukh

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena naskh yang keberadaannya diakui oleh mayoritas ulama,

merupakan bukti terbesar, bahwa ada dialektika hubungan antara wahyu dan

realitas. Sebab naskh adalah pembatalan atau penggantian hokum, baik dengan

menghapuskan, dan menghilangkan teks yang menunjuk hokum dari bacaan

(dengan tidak dimasukkan dalam kondifikasi al-Qur’an), atau membiarkan teks

tersebut tetap ada sebagai petunjuk adanya ‘hukum’ yang di-mansukh.

Page 4: Ilmu nasikh mansukh

Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh menurut Ali ra. bagi yang tidak

mengetahui akan menjadikan dirinya celaka dan mencelakakan. 1 Sedangkan

Nasikh dan Mansukh menurut Ibnu Hazm adalah ruknul adzam (rukun yang

paling besar) dalam ijtihad adalah mengetahui naql (pemindahan sunnah) dan

faedah naql adalah mengetahui nasikh dan mansukh. Masih banyak persoalan

yang terkandung dalam nasikh dan mansukh, apakah nasakh dengan Had its dapat

dibenarkan atau tidak. Begitu juga naskh dalam pemikiran agama yang hegemoni

dan dominan yang melahirkan berbagai problem. Juga mengenai pengertian

Nasikh Mansukh secara Etimologi dan Terminologi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ilmu Nasikh mansukh?

2. Perbedaan pendapat diantara ulama tentang Nasikh Mansukh

3. Apa saja syarat-syarat dan jenis-jenis Nasikh

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Nasikh Mansukh

2. Untuk mengetahui perbedaan pendapat diantara ulama tentang Nasikh

Mansukh

3. Agar pembaca mengetahui bagaimana sajakah karakteristik Nasikh

Mansukh.

1 Drs.H.M.Shalahuddin Hamid,Study ulumul Qur’an. 304

Page 5: Ilmu nasikh mansukh

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Menurut bahasa nasikh dan mansukh berasal dari kata nasakha yang

berarti: menghilangkan, membatalkan, memindahkan atau menyalin. Dengan

demikian nasikh berarti: dengan makna menghilangkan berarti ia menghapusnya

(berlaku dalam isim fail) sedangkan dengan makna memindahkan berarti

memindahkan dari ayat maupun Hadits.

Sedangkan Mansukh berarti: yang terhapus (berlaku untuk ism maf’ul).

Kata-kata tersebut terdapat dalam QS.al-Baqarah 2:106) “dan kami tidak

Page 6: Ilmu nasikh mansukh

hapuskan satu ayat atau kami melupakannya kami pasti mendatangkan dengan

yang lebih baik darinya”.

Ulama salaf bahkan memperluas arti nasikh hingga mencakup:

a. Pembatalan hukum yang ditetapkan oleh hukum yang ditetapkan

kemudian.

b. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang spesifik yang

datang kemudian.

c. Penjelasan susulan terhadap hukum yang bersifat umum.

d. Penetapan syarat bagi hukum yang datang kemudian guna membatalkan

atau menyatakan berakhirnya masa berlakunya hukum yang terdahulu.

Secara Etimologi Nasikh memiliki beberapa arti antara lain;

1. Al-Izalah wa al-I’dam (menghapus/menghilangkan) seperti yang terdapat

dalam QS.Al-Hajj:52 “Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh

syaitan itu & Allah menguatkan ayat-ayat-Nya”.

2. At-Taghyir wa al-Ibtal wa Iqamah ash-shai’ maqamahu

(mengganti/menukar)

3. At-Tahwil ma baqa’ihi fi nafsihi/at-Tabdil (memalingkan/memindahkan)

4. An-naql min kitab ila kitab (menyalin/mengutip)

Namun makna yang paling relevan menurut pandangan para pendukung

adanya teori & konsep Nasikh Mansukh adalah poin kedua At-Taghyir wa al-Ibtal

wa Iqamah ash-shai’ maqamahu (mengganti/menukar) atau poin ke tiga yaitu At-

Tahwil ma baqa’ihi fi nafsihi/at-Tabdil (memalingkan/memindahkan).

Sedangakan Nasikh Secara Terminologi adalah menggantikan hukum

syara’ dengan memakai dalil syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan

catatan kalau sekiranya tidak ada nasikh itu tentulah hukum yang pertama akan

tetap berlaku. Seperti contoh yang terdapat dalam QS.al-Mujadalah:12-13. Nasikh

secara Terminologi tersebut memiliki dua konotasi;

Page 7: Ilmu nasikh mansukh

1) Hukum syara’ atau dalil syara’ yang mengganti dalil syara’ yang

mendahuluinya. Contoh; QS.al-Mujadalah:13 (nasikh) menggantikan ayat

sebelumnya (12)

2) Hanya Allah SWT. Yang berhak mengganti, sebagaimana pernyataan

QS.al-An’am: 57 “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia

menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling

baik”

Secara Etimologi, Mansukh berarti sesuatu yang diganti

Dan Secara Terminologi, Mansukh berarti hukum syara’ yang menempati

posisi awal, yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang

datang kemudian.

B. Syarat-syarat Nasikh

1. Hukum yang dimansukh harus berupa hukum syara’ (bukan hukum akal

dan bukan hukum manusia), yakni dari Allah & rasul-Nya. Dan dalil yang

mengganti (Nasikh) juga harus berupa dalil syara’(Al-Qur’an, As-Sunnah,

Ijma’, Qiyas) seperti yang terdapat dalam QS.an-Nisa’:59

2. Adanya dalil baru yang mengganti (nasikh) harus setelah ada tenggang

waktu dari dalil hukum yang pertama (mansukh).

3. Antara dalil nasikh & mansukh / antara dalil satu dengan dalil dua

tersebut harus ada pertentangan yang nyata (kontradiktif).

4. Dalil yang mengganti (nasikh) harus bersifat mutawattir karena dalil yang

ketetapan hukumnya telah terbukti secara pasti, maka tidak dapat dinasikh

kecuali oleh hukum yang terbukti secara pasti pula.2

3. Jenis-jenis Nasikh

a. Menurut ulama ushul fiqih3

1. Yang dinasakh dalam kitab bacaannya, tetapi hukumnya tetap,

contohnya dalam ayat yang menyebut “orang yang sudah tua laki-

2 As-Shatibiy, al-muwafaqat fi ushul al -fiqh (Beirut: Dar al -ma’ari,1975)III:105 3 Drs.Moh Riva’I, Ushul fiqih (bandung: Almaarif,1993) III:92 -95

Page 8: Ilmu nasikh mansukh

laki maupun perempuan, jika berzina rajamlah keduanya, tidak

boleh tidak”

2. Dinasakh hukumnya tetapi bacaannya tetap, misalnya QS.Al-

Baqarah:240 “dan orang-orang yang akan meninggal dunia

diantara kamu dan meninggalkan istri, hendaklah berwasiat untuk

istri-istrinya (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan

tidak disuruh pindah dari rumahnya”. Dari ayat ini di fahamkan,

bahwa ‘iddah wafat itu satu tahun lamanya, tetapi dinasakh dengan

QS.Al-Baqarah:234 “orang-orang yang meninggal dunia

diantaramu denagn meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri

itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari”.

3. Dinasakh bacaannya beserta hukumnya bersama-sama; misalnya

hadits Muslim dari ‘Aisyah ra. yang mengatakan bahwa:”Menurut

ayat yang pernah diturukan (dalam Al-Qur’an) sepuluh kali

menyusu yang diketahui itu menjadikan haram”.”kemudian

dinasakh dengan lima kali menyusu yang diketahui itu menjadikan

haram”. Tegasnya, dahulu pernah diturunkan bahwa sampai

mengharamkan (menjadi haram) antara anak dan ibu susuan itu

apabila telah sampai sepuluh kali susuan. Kemudian dinasakh

dengan ayat yang menerangkan lima kali susuan sudah cukup

menjadi batas bagi haramnya antara anak susuan dan ibu susuan.

4. Nasakh kitab dengan Sunnah

5. Nasakh sunnah dengan sunnah; misalnya, tentang ziarah kubur.

6. Nasakh sunnah dengan kitab; misalnya menasakh menghadap

Baitul Maqdis. “Bahwasanya Nabi saw menghadap (Baitul

Maqdis) dalam shalat enam belas bulan”.(Sepakat Ahli Hadits)

dinasakhkan oleh ayat QS.Al-Baqarah:144, “Hadapkanlah

mukamu ke arah Masjidil Haram”

b. Menurut segi keberadaannya

1. Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an

2. Nasakh al-Qur’an dengan sunnah

3. Nasakh Sunnah dengan alQur’an

Page 9: Ilmu nasikh mansukh

4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah

4. Karakteristik Nasikh Mansukh

a. Bila ada dua ayat hukum yang nampak saling bertentangan dan tidak dapat

dikompromikan

b. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut,

sehingga ayat yang lebih dahulu ditetapkan sebagai mansukh, dan ayat

yang turun kemudian sebagai Nasikh.

5. Urgensitas Ilmu Nasikh-Mansukh dalam Studi Pemahaman al-Qur’an

Ilmu Nasikh Mansukh dalam penggalian ajaran dan hukum islam dalam

al-qur’an sangat penting untuk mengetahui proses Tashri’ (penetapan dan

penerapan hukum) Islam sejalan dengan dinamika kebutuhan masyarakatnya yang

selalu berubah, sejauhmana elastisitas ajaran dan hukumnya, serta sejauhmana

perubahan hukum itu berlaku. Disamping itu untuk menelusuri tujuan ajaran, dan

illat hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum), sehingga suatu hukum dan

ajarannya boleh diberlakukan secara longgar (rukhsah) dan ketat sebagaimana

hukum asalnya (a’zimah) sesuai kondisi yang mengitarinya atas dasar tujuan

ajaran dan illat hukum tersebut.

6. Pendapat Ulama Tentang Nasikh Mansukh

Perbedaan pendapat dikalangan ulama lebih pada masalah hubungan

antara hukum dan realitas di masyarakat. Ada ulama memandang bahwa secara

legal al-Qur’an merupakan keharusan yang tidak dapat diubah.

Abu Muslim al-Isfahany berpendapat nasakh secara akal bisa diterima,

tetapi dalam prakteknya tidak bisa terjadi terlebih dalam al-Qur’an karena Allah

berfirman:”Tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan

maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari tuhan yang Maha Bijaksana lagi

Page 10: Ilmu nasikh mansukh

Maha Terpuji” (QS.Fusshilat 41:42). Dia berpendapat ayat al-Qur’an tidak

menerima pembatalan dan ia menjadikan ayat-ayat nasakh ke dalam takhsis.4

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Memahami Nasikh Mansukh penting dalam upaya memahami hukum

secara sempurna dan benar, sehingga secara bijaksana dapat memutuskan hukum

yang adil.

4Drs.H.M. Shalahuddin, Hamid. 2002. Study Ulumul Qur’an. 305

Page 11: Ilmu nasikh mansukh

Disamping itu bahwa nasikh pada umumnya berupa perubahan hukum

kepada yang lebih ringan, sehingga dengan adanya nasikh dan mansukh ummat

betul-betul dapat merasakan kemurahan dan rahmat Allah swt.

Hikmah memahami Nasikh Mansukh menurut mana’a sebagai berikut:

1. Memelihara kemaslahatan umat.

2. Mengembangkan penetapan syara’ hukum sampai pada tingkat

kesempurnaan sesuai dengan perkembangan da’wah dan kondisi manusia

itu sendiri.

3. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya suruhan yang

kemudian dihapus.

4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi ummat. Apabila ketentuan

nasikh lebih berat dari ketentuan mansukh, maka berarti mengandung

penambahan pahala, sebaliknya jika ketentuan dalam nasikh lebih mudah

dari pada ketentuan mansukh itu berate kemudahan dan rahmat bagi umat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Mana’ Khalil. 2000. Mabahith Fi ‘Ulum al-Qur’an, Tt: Maktabah

al-Ma’arif li al-Nashr Wa al-Tawzi’.

Hamid, Shalahuddin. 2002. Study Ulumul Qur’an, Jakarta: Intimedia.

Page 12: Ilmu nasikh mansukh

Musyafa’ah, Sauqiyah.dkk. 2012. Studi Al-Qur’an. Surabaya: IAIN Sunan

Ampel Presss

Riva’i, Moh. 1993. Ushul Fiqih, Bandung: Almaarif.

Yunus, Mahmud. 1941. Ilmu mushtholahul hadits, Jakarta: Sa’adiyah Putra.