IDENTIFIKASI JENIS JAMUR ASOSIASI KUDA LAUT Hippocampus barbouri YANG HIDUP DI PERAIRAN ALAMI DAN PENANGKARAN SKRIPSI Oleh: RATNA SARI DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
IDENTIFIKASI JENIS JAMUR ASOSIASI KUDA LAUT Hippocampus barbouri YANG HIDUP DI PERAIRAN ALAMI
DAN PENANGKARAN
SKRIPSI
Oleh: RATNA SARI
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
i
IDENTIFIKASI JENIS JAMUR ASOSIASI KUDA LAUT
Hippocampus barbouri YANG HIDUP DI PERAIRAN ALAMI
DAN PENANGKARAN
Oleh:
Ratna Sari
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
ABSTRAK
RATNA SARI. L11113510. Identifikasi Jamur yang Berasosiasi pada Kuda
Laut Hippocampus barbouri yang Hidup di Perairan Alami dan Penangkaran.
Dibimbing oleh Arniati Massinai dan Syafiuddin.
Jamur merupakan organisme heterotrof yang menggunakan bahan organik untuk nutrisinya. Jamur dapat sebagai patogen yang bersifat infeksi sekunder. Penyakit yang umum terjadi pada banyak ikan dapat juga terjadi pada kuda laut, diantaranya adalah jamur, parasit dan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang berasosiasi dengan kuda laut (Hippocampus barbouri). Jamur asosiasi kuda laut diperoleh dengan metode swab menggunakan cotton swab microbiology. Identifikasi dilakukan dengan dua tahap yaitu pengamatan makroskopis dan mikroskopis berdasarkan buku acuan Fundamental of Diagnostic Micology. Terdapat lima jenis jamur yang teridentifikasi pada morfologi kuda laut Hippocampus barbouri yaitu Aspergillus niger, Aspergillus terreus, Chrysosporium sp, Epidermophyton floccosum dan Penicillium sp.
Kata kunci : Jamur, asosiasi, kuda laut dan penangkaran.
iii
ABSTRACT
RATNA SARI. L11113510. Identification Species of fungi associated with the
Hippocampus barbouri sea horse lives in nature and in the breeding grounds.
Supervised Arniati Massinai and Syafiuddin.
Fungus is a heterotrophic organism that uses organic ingredients for its nutrients. The fungus may be a pathogen that is secondary to infection. Common diseases in many fish can also occur in seahorses, such as fungi, parasites and bacteria. This study aims to determine the species of fungi associated with sea horses (Hippocampus barbouri). Mushroom association seahorse was obtained by swab method using cotton swab microbiology. Identification is done by two stages of macroscopic observation and microscopic observation based on the reference book Fundamental of Diagnistic Mycology. There are five types of fungi identified in morphology of seahorse Hippocampus barbouri namely Aspergillus niger, Aspergillus terreus, Chrysosporium sp., Epidermophyton floccosum and Penicillium sp.
Keywords: Fungi, associations, seahorses and captivity.
iv
v
RIWAYAT HIDUP
Ratna Sari dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal
02 Agustus 1995 dari pasangan Jumakkara, ST.MM
dan Hj. ST. Salma, S.Pd. Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SD Inpres Panjjaiang II tahun
2001, pendidikan lanjutan di SMP Negeri 36 Makassar
tahun 2007, pendidikan sekolah menengah di SMK
SMTI Makassar pada tahun 2010 dan lulus pada tahun 2013. Melalui Jalur
Mandiri (JNS) pada tahun 2013, penulis diterima di Departemen Ilmu Kelautan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan
Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK) periode 2013-2014, pengurus Marine Science
Diving Club Universitas Hasanuddin (MSDC-UH) periode 2014-2015. Penulis
juga pernah menjadi asisten mata kuliah Mikrobiologi Laut, Planktonologi Laut,
Ekologi Laut, Dasar-Dasar Selam dan Ko-Kurikuler.
Penulis pernah mengikuti beberapa pelatihan seperti Pelatihan Metode
Pemantauan Terumbu Karang, One Star Scuba Diver CMAS-POSSI, Coral
Finder, Pemantauan Terumbu Karang Metode CPCe, Reef Check Discovery dan
Ecodiver.
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti
Kuliah Kerja Nyata (KKN) Gelombang 93 tahun 2016, di Kelurahan Tanah Loe,
Kecamatan Gantarang Keke, Kabupaten Bantaeng. Penulis juga telah
melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Koperasi Serikat Pekerja Merdeka
vi
Indonesia (KOSPERMINDO), dan di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan
judul βIdentifikasi Jenis Jamur Asosiasi Kuda Laut Hippocampus barbouri yang
Hidup di Perairan Alami dan Penangkaranβ pada tahun 2017.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah
dan anugerah-Nyalah sehingga penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Seiring terselesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah penulis
pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, yakni terurai sebagai
berikut:
1. Ucapan khusus kepada kedua orang tua tercinta. Ayahanda Jumakkara,
ST.MM dan Ibunda Hj. ST Salma, S.Pd yang telah melahirkan,
membesarkan dan mendidik penulis dalam menimba ilmu pengetahuan
sampai kepada penyelesaiaan studi, demikian pula kepada Kakanda Nur
Indah Sari, S.Si dan Adinda Justika Sari yang telah memberikan banyak
dorongan dan semangat kepada penulis.
2. Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya.
3. Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc, selaku Ketua Departemen Ilmu Kelautan.
4. Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si, selaku Penasehat Akademik sekaligus
Pembimbing Utama dalam penelitian yang telah banyak membantu
memberikan arahan, dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si, selaku Pembimbing Anggota dalam penelitian yang
telah mendorong, membantu dan mengarahkan penulis hingga penyelesaian
skripsi ini.
6. Kepada para dosen penguji, Dr. Ir. Aidah Ambo Ala Husain, M.Sc, Drs.
Sulaiman Gosalam, M.Si dan Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si yang telah
meluangkan waktunya dalam memberikan kritik dan saran pada penelitian
dan perbaikan skripsi yang membangun sehingga penulis mampu
menyelesaikan skipsi ini.
7. Huyyirnah, S.P.,M.P yang telah sabar mengajar, mengarahkan dan
membantu penulis dalam menjalankan penelitian di Laboratorium.
8. Megawati, Ida Rachmaniar, Riska Adriana, Angga Dwiyanto, Vicky Al Fiqri,
Safrullah, M. Safah Thalib, Syeiqido Sora Datu, Ayu Lestari dan Asirwan,
S.Kel yang telah banyak membantu dalam penelitian hingga penyelesaian
skripsi ini.
viii
9. Teman-teman seperjuangan KERITIS (Kelautan 2013) yang bersama-sama
mengenal Kelautan. Terima kasih atas kebersamaan, canda dan tawa serta
pengalaman.
10. Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan UH dan Keluarga Besar Ilmu Kelautan
UH yang telah memberi pelajaran dan pengalaman dalam kebersamaan.
11. Marine Science Diving Club UH yang telah memberi banyak pelajaran,
pengetahuan dan pengalaman dalam mengenal laut. Terima kasih untuk
kebersamaannya kawan-kawan.
12. Terakhir kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik moril
maupun materil yang tidak sempat disebutkan namanya.
Penulis menyadari bahwa masih memiliki keterbatasan dalam penulisan,
sehingga skripsi ini masih akan memiliki kekurangan dan kelemahan. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritikan dari segenap pembaca demi
melengkapi kekurangan penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis
mengharapkan skripsi ini memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di masa depan Amin ya Rabbal Alamin.
Makassar, November 2017
Penulis
Ratna Sari
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHANβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦iv
RIWAYAT HIDUPβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.v
UCAPAN TERIMA KASIHβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.viii
DAFTAR ISIβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...ix
DAFTAR GAMBARβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..xi
DAFTAR TABELβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..xii
DAFTAR LAMPIRANβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..xiii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... ..1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 3
C. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
A. Bioekologi Kuda Laut ......................................................................... 4
B. Pemeliharaan Induk Kuda Laut .......................................................... 6
C. Bioekologi Jamur................................................................................ 8
1. Biologi Jamur .................................................................................. 8
2. Ekologi Jamur ............................................................................... 10
3. Jenis-jenis Jamur yang Berasosisasi dengan Organisme Laut ..... 11
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 14
A. Waktu dan Tempat ........................................................................... 14
B. Alat dan Bahan ................................................................................ 15
x
1. Alat ............................................................................................... 15
2. Bahan ........................................................................................... 16
C. Prosedur Kerja ................................................................................. 16
1. Pengukuran Kualitas Air ............................................................... 16
2. Pengambilan Sampel Kuda Laut Hippocampus barbouri .............. 18
3. Isolasi Jamur ................................................................................ 19
4. Identifikasi Jamur .......................................................................... 19
D. Analisis Data .................................................................................... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 21
A. Gambaran Umum Lokasi Pengambilan Sampel ............................... 21
B. Parameter Kualitas Air ..................................................................... 22
C. Jamur yang terdapat pada kulit kuda laut Hippocampus barbouri .... 23
1. Aspergillus niger ........................................................................... 25
2. Aspergillus terreus ........................................................................ 26
3. Chrysosporium sp. ........................................................................ 28
4. Epidermophyton floccosum........................................................... 29
5. Penicillium sp. .............................................................................. 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 32
A. Kesimpulan ...................................................................................... 32
B. Saran ............................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morfologi kuda laut ............................................................................. 5
Gambar 2. Peta Lokasi Pengambilan sampel .................................................... 14
Gambar 3. Morfologi koloni dan struktur koloni Aspergillus niger ....................... 25
Gambar 4. Morfologi koloni dan struktur koloni Aspergillus terreus .................... 27
Gambar 5. Morfologi koloni dan struktur koloni Chrysosporium sp. .................... 28
Gambar 6. Morfologi koloni dan struktur koloni Penicillium sp. ........................... 31
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis-jenis alat yang di gunakan ......................................................... .15
Tabel 2. Jenis-jenis bahan yang di gunakan ..................................................... .16
Tabel 3. Nilai rata-rata parameter kualitas air yang terukur pada setiap lokasi penelitian β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦22
Tabel 4. Jenis-jenis jamur yang terdapat pada kulit kuda laut Hippocampus barbouri β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..24
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data parameter kualitas air pada lokasi kuda laut yang hidup di alam dan penangkaran- ......................................................................... 36
Lampiran 2. Jenis-jenis jamur yang teridentifikasi pada kulit kuda laut yang hidup di alam dan penangkaran .............................................................. 36
Lampiran 3. Pengambilan sampel kuda laut, (a) Di alam, (b) Di penangkaran resirkulasi air terbuka dan (c) Di penangkaran resirkulasi air tertutup .......................................................................................... 38
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu golongan prokaryot yang menempati relung
ekologi penting di lingkungan laut. Hal ini menunjukkan bahwa jamur bukan
hanya mampu mentolerir air asin tapi perairan laut sebagai habitat yang dapat
mendukung kehidupannya. Jones et al. (2009) menyatakan bahwa klasifikasi
jamur laut berdasarkan hasil analisis filogenetik molekuler, terdapat 530 jenis
yang berasal dari 321 genera jamur yang hidup di laut, yang terdiri atas
Ascomycota 424 spesies (251 genera), jamur Anamorphic 94 spesies (61
genera) dan Basidiomycota 12 spesies (9 genera).
Berdasarkan basis ekologi, jamur yang hidup di laut dikelompokkan menjadi
dua yaitu jamur laut obligat dan jamur laut fakultatif. Jamur laut obligat tumbuh
dan berkembang biak di habitat laut, sedangkan jamur laut fakultatif berasal dari
daratan atau air tawar yang mampu hidup di lingkungan laut (Kohlmeyer and
Kohlmeyer, 1979 dalam Suryanarayanan, 2012). Selanjutnya dinyatakan jamur
berasosiasi dengan substrat dan berbagai organisme laut seperti spons, karang,
tunikata, alga, lamun, moluska dan mangrove. Jamur di lingkungan laut memilki
peran menguntungkan dan peran merugikan. Hasil analisis Wegley et al. (2007)
bahwa jamur berperan dalam metabolisme karbon dan nitrogen dalam tubuh
karang Poritesastreoides. Sedangkan, hasil penelitian Sinderman (1958) dalam
Rahayu (1986) terdapat jenis jamur yang bersifat patogen yaitu Ichtyophonus
hoferi. Penyakit pada ikan laut yang disebabkan oleh jamur ini sudah pernah
ditemukan pada ikan tuna (Thunnus thynnus) yang hidup di perairan Inggris dan
Kanada. Beberapa penelitian sebelumnya tentang jamur yang berasosiasi
2
dengan organisme laut dilakukan oleh Sabero dkk. (2017) telah menemukan 29
jenis jamur yang berasosiasi dengan 9 jenis spons, 4 di antaranya menghasilkan
senyawa aktif yaitu Aspergillus similanensis, Emericella variecolor, Hypocrea
koningii, dan Trichoderma hazarium. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan
oleh Teurupun dkk. (2013) menemukan jenis jamur Fusarium sp. dan Penicillium
sp. yang teridentifikasi pada rumput laut Kappaphycus alvarezii. Menurut
Minjoyo dkk. (1998) bahwa kuda laut sangat peka terhadap jamur, bakteri dan
parasit. Penyakit yang umum terjadi pada banyak ikan dapat juga terjadi pada
kuda laut, di antaranya adalah jamur, parasit dan bakteri. Namun penelitian
tentang jenis jamur yang berasosiasi dengan kuda laut khususnya Hippocampus
barbouri belum pernah dilakukan.
Kuda laut merupakan biota laut yang cukup komersial dan memiliki bentuk
morfologi yang unik karena kepalanya menyerupai kepala kuda serta pada jantan
mempunyai kantung pengeraman yang tidak dijumpai pada ikan yang lain. Daya
tarik yang lain adalah posisi badannya yang tegak saat berenang dan
kemampuannya untuk menyesuaikan warna tubuhnya dengan lingkungan.
Selain itu, manfaat lain dari kuda laut adalah sebagai bahan baku obat-obatan
tradisional (Arifin, 2004). Di Sulawesi Selatan, kuda laut kebanyakan hanya
ditemukan di perairan Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar yang berjenis
Hippocampus barbouri yang sudah mengalami penurunan populasi disebabkan
eksploitasinya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan
pasar dan membaiknya harga kuda laut, serta pembenihan dan penangkaran
untuk budidaya kuda laut masih sangat terbatas, selain itu kegiatan restocking
juga belum banyak dilakukan (Syafiuddin dkk., 2015).
3
Sebagaimana diketahui sebagian besar jamur patogen, berperan sebagai
infeksi sekunder (Afrianto dkk., 2015), yaitu menyebabkan penyakit ketika
terdapat luka akibat serangan bakteri ataupun mikroorganisme lain. Oleh sebab
itu, dilakukan penelitian mengenai identifikasi jenis jamur yang berasosiasi pada
kuda laut Hippocampus barbouri.
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang berasosiasi
dengan kuda laut (Hippocampus barbouri).
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya terhadap jenis-jenis jamur yang menyebabkan penyakit
pada kuda laut.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini meliputi isolasi, identifikasi jamur, serta
pengukuran parameter lingkungan berupa suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut
dan bahan organik total (BOT).
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioekologi Kuda Laut
Kuda laut menempati perairan pesisir yang beriklim sedang dan tropis,
dengan distribusi dari 50 derajat utara sampai 50 derajat selatan. Kuda laut
biasanya ditemukan di antara karang, alga makro, akar bakau dan padang
lamun, tetapi beberapa hidup di pasir terbuka atau dasar berlumpur. Spesies
tertentu dapat ditemukan di muara sungai atau laguna. Kuda laut cenderung
terdistribusikan dengan kepadatan rendah. Mereka sangat rentan terhadap
degradasi habitat dari aktivitas manusia. Kuda laut yang masih muda memiliki
sifat planktonik. Luasnya penyebaran kuda laut muda dengan cara pasif tidak
diketahui, tetapi dapat dilihat dari beberapa aliran gen antara populasi (Lourie et
al., 2004 dalam Santoso, 2014).
Penyebaran kuda laut sangat luas, di Indonesia kuda laut dapat ditemukan di
Sulawesi Selatan yang berlokasi di Pulau Lantangpeo, Kabupaten Takalar
dimana berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Arifin, 2004), terdapat 1
jenis kuda laut dengan jenis Hippocampus barbouri. Sedangkan, hasil penelitian
Saraswati dan Pebriani (2016) mendapatkan kuda laut jenis Hippocampus comes
yang ditemukan di perairan Padang Bai Karangasem, Bali.
Menurut Thayib (1977) dalam Hidayat dan Silfester (1998) secara umum ciri-
ciri kuda laut yaitu memiliki sirip punggung yang berfungsi untuk bergerak, insang
yang berfungsi untuk menyerap oksigen dari sekeliling tubuhnya dan tulang
punggung untuk menopang kerangka tubuhnya. Selain itu, menurut (Arifin, 2004)
mendapatkan kuda laut juga tidak mempunyai sisik seperti halnya ikan lain, tetapi
lebih mirip kulit yang diregangkan di atas serangkaian plat tulang, yang
5
memberikan kenampakan bercincin pada perut dan tubuhnya. Sedangkan untuk
jenis Hippocampus barbouri memiliki karakter khusus yang membedakan dengan
spesies yang lain yaitu memiliki duri di bawah mata dua (double) Lourie, et al
(1999). Hal yang sama telah dijelaskan oleh Arifin (2004) bahwa terdapat 1 jenis
kuda laut yang teridentifikasi yaitu jenis Hippocampus barbouri dengan ciri,
terdapat duri di bawah mata dua (double). Bentuk morfologi Hippocampus
barbouri dapat dilihat pada (Gambar 1).
Gambar 1. Morfologi kuda laut (Burton dan Maurice., 1983 dalam Santoso (2014)
6
Taksonomi kuda laut menurut (Burton dan Maurice, 1983; Lourie et al, 1999)
adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Pisces
Subclass : Teleostomi
Order : Gasterosteiformes
Family : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Species : Hippocampus barbouri
B. Pemeliharaan Induk Kuda Laut
Pemeliharaan induk adalah untuk mendapatkan induk yang matang gonad.
Dengan pemeliharaan induk yang baik diharapakan induk-induk kuda laut yang
matang gonad selalu ada dan menghasilkan telur yang banyak dan siap dibuahi,
baik kualitas maupun kuantitasnya (Qodri dkk., 1998).
Induk kuda laut dapat diperoleh langsung dari nelayan, pengumpul atau dari
hasil pembesaran. Induk kuda laut yang baru ditangkap nelayan biasanya lebih
kotor, berbeda dengan kuda laut hasil pembesaran atau yang lebih lama
ditampung yatu lebih bersih dan sedikit lebih keras (Qodri dkk., 1998).
Pemeliharaan induk yang baik akan menunjang keberhasilan kegiatan
lainnya. Dengan pemeliharaan induk yang tepat diharapkan induk-induk kuda
laut dapat menghasilkan gonad yang matang dan memijah secara alami dalam
bak pemeliharaan induk (Qodri dkk., 1998)
7
Menurut Qodri dkk. (1998) beberapa tahap yang perlu dipersiapkan untuk
pemeliharaan induk kuda laut yaitu:
1. Bak Pemeliharaan Induk
Induk-Induk tersebut dipelihara dalam bak terkendali dan pemeliharaan
dibagi sesuai ukuran dan warna. Ukuran induk yang sama, baik ukuran dan
warna dipelihara dalam satu bak. Bila induk berwarna kuning dicampur dengan
induk yang berwarna hitam dapat berubah menjadi hitam. Jumlah induk kuda laut
antara jantan dan betina yang dipelihara harus berbanding sama.
2. Pemberian Pakan
Makanan untuk kuda laut merupakan salah satu aspek yang cukup penting.
Pemberian pakan yang cukup dan berkualitas mempercepat proses pematangan
gonad serta kesehatannya dapat terjaga. Kuda laut biasanya hanya memakan
makanan hidup, segar dan bervariasi.
3. Pengelolaan Air
Kegiatan yang perlu juga diperhatikan dalam pemeliharaan induk adalah
pengelolaan air agar selalu dalam kondisi baik. Pengelolaan air tidak hanya
dimaksudkan untuk membuang kotoran di dasar bak atau mengganti air saja,
tetapi lebih dari itu adalah untuk menjaga kualitas air agar sesuai dengan
kebutuhan induk kuda laut, baik untuk metabolisme, kenyamanan maupun
perkembangan gonad.
8
C. Bioekologi Jamur
1. Biologi Jamur
a. Pengertian
Jamur adalah mikroorganisme eukariotik yang ada dimana-mana
(ubiquitous), bersifat nonfotosintetik dan kebanyakan berperan sebagai saprofit.
Beberapa di antaranya sebagai parasit pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi
(Ijong, 2015).
b. Morfologi
Jamur memiliki talus yang terdiri dari miselium dan spora. Miselium
merupakan kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa. Setiap hifa
lebarnya mencapai 5-10 Β΅m, dibandingkan dengan sel bakteri yang biasanya
berdiameter 1 Β΅m. Sepanjang setiap hifa terdapat sitoplasma. Ada tiga macam
morfologi hifa yaitu aseptat atau senosit, hifa yang tidak mempunyai dinding
sekat atau septu; Septat dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi
ruang-ruang atau sel-sel berisi nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori
di tengah-tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari
satu ruang ke ruang yang lain. Setiap ruang suatu hifa yang bersekat tidak
terbatasi oleh suatu membran sebagaimana halnya pada sel yang khas, setiap
ruang itu biasanya dinamakan sel; septat dengan sel-sel multinukleat. Septum
membagi hifa menjadi sel-sel lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang (Pelczar
and Chan,1986).
c. Reproduksi
Secara alamiah jamur berkembang biak dengan berbagai cara, baik secara
aseksual dengan pembelahan, penguncupan, atau pembentukan spora, dapat
juga secara seksual dengan peleburan nukleus dari dua sel induknya. Pada
9
pembelahan, suatu sel membagi diri untuk membentuk dua sel yang serupa.
Pada penguncupan, suatu sel akan tumbuh dari penonjolan kecil pada sel
inangnya Pelczar and Chan, (1986).
1) Spora aseksual, yang berfungsi untuk menyebarkan spesies dibentuk dalam
jumlah besar. Spora aseksual terdiri dari beberapa macam, yaitu :
(a) Konidiospora
Konidiospora atau konidium. Konidium yang kecil dan bersel satu disebut
mikrokonidium. Konidium yang lebih besar lagi disebut makrokonidium. Konidium
dibentuk di ujung atau sisi dari suatu hifa.
(b) Sporangiospora
Sporangiospora terbentuk di dalam kantung yang disebut sporangium di
ujung hifa khusus (sporangiosfor).
(c) Oidium/ artrospora
Terbentuk karena terputusnya sel-sel dari hifa.
(d) Klamidiospora
Berdinding tebal, sangat resisten terhadap keadaan buruk, dan terbentuk
dari sel-sel hifa somatik.
(e) Blastospora
Merupakan tunas atau kuncup yang tumbuh pada sel-sel khamir.
2) Spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus, memiliki jumlah yang
sedikit dibandingkan spora aseksual. Ada beberapa jenis spora seksual
yaitu:
(a) Askospora
Terbentuk di dalam pundi atau kantung yang dinamakan askus. Biasanya
terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
10
(b) Zigospora
Spora besar berdinding tebal, terbentuk apabila terjadi peleburan antara
ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi (gametangia).
(c) Oospora
Terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut oongium.
Pembuahan telur, atau oosfer, oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam
anteredium menghasilkan oospora.
(d) Basidiospora
Terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang dinamakan basidium.
2. Ekologi Jamur
Jamur adalah organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik
untuk nutrisinya (Pelczar and Chan, 1986). Menurut Fardiaz (1992), bahwa
semua jamur bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.
Sel vegetatif jamur pada umumnya tidak tahan bahkan mati karena pengaruh
sinar ultra violet dari sinar matahari, tetapi sporanya dapat tahan terhadap sinar
ultra violet dari matahari. Pertumbuhan jamur juga dipengaruhi oleh tingkat
kelembaban udara. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada keadaan kering dan
atau pada tingkat kelembaban relatif lebih besar dari 70%. Selain kelembaban,
petumbuhan jamur dapat juga dipengaruhi oleh suhu. Secara umum jamur dapat
tumbuh pada kisaran suhu antara -6oC sampai dengan 50oC, dengan suhu
optimal pertumbuhannya berkisar antara 20oC sampai dengan 35oC (Ijong,
2015).
Pada organisme lainnya, pH juga dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur.
Walaupun demikian, secara umum jamur lebih cocok tumbuh pada pH sedikit
11
asam sekitar pH 5.0. Hal ini merupakan alasan utama mengapa jamur mampu
tumbuh dengan baik pada buah-buahan dan kebanyakan sayuran. Kisaran pH
jamur yaitu sekitar pH 2.2 sampai dengan pH 9.6. Kisaran pH pertumbuhan yang
demikian besar ini juga menguatkan alasan mengapa jamur dapat tumbuh
hampir di semua tempat di dunia (Ijong, 2015). Selain itu menurut Fardiaz
(1992), kebanyakan jamur dapat tumbuh pada kisaran pH 2 β 8.5, tetapi
biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah.
Kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu mampu tumbuh baik pada suhu
kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25
sampai 300C, tetapi beberapa dapat tumbuh baik pada suhu 35 sampai 370C
atau lebih, misalnya Aspergillus. Beberapa kapang bersifat psikrotrofik yakni
dapat tumbuh baik pada suhu lemari es, dan beberapa bahkan masih dapat
tumbuh lambat pada suhu di bawah suhu pembekuan, misalnya -5 sampai -100C.
Selain tersebut di atas, beberapa kapang bersifat termofilik yakni mampu tumbuh
pada suhu tinggi (Waluyo, 2004). Sedangkan, menurut Harti (2015), jamur
mempunyai kisaran suhu pertumbuhan yang luas yaitu saprofit (22-30oC) dan
patogen (30-37oC).
3. Jenis-jenis Jamur yang Berasosisasi dengan Organisme Laut
Asosiasi merupakan suatu adaptasi organisme untuk menyesuaikan
hidupnya dengan lingkungan sedangkan simbiosis merupakan suatu interaksi
yang terjadi antara dua jenis organisme baik menguntungkan maupun merugikan
(Anshary, 2016). Ada beberapa jenis bentuk simbiosis, antara lain:
12
a. Komensalisme
Komensalisme dimana pada hubungan ini kedua organisme yang
bersimbiosis masing-masing memperoleh keuntungan dan tidak ada yang
dirugikan (Deady et al., 1995; Treasurer, 2002 dalam Anshary, 2016).
b. Mutualisme
Mutualisme adalah bentuk simbiosis dimana kedua organisme mendapat
keuntungan, namun asosiasi ini bukanlah suatu keharusan (Deady et al., 1995;
Treasurer, 2002 dalam (Anshary, 2016).
d. Parasitisme
Parasitisme merupakan suatu bentuk hubungan antara dua organisme yang
berlainan jenis, yang satu disebut inang sedangkan yang lainnya disebut parasit,
dimana parasit sangat bergantung pada dan hidup atas pengorbanan inangnya,
baik secara biokimia maupun secara fisiologis (Anshary, 2016).
Jamur merupakan organisme heterotrofik yaitu membutuhkan senyawa
organik untuk persyaratan kebutuhan karbon dan energi. Ada tiga tipe jamur:
saprofitik, yaitu jamur yang menggunakan nutrien dari sisa tumbuhan atau hewan
mati; parasitisme, jamur yang memanfaatkan jaringan hidup tanaman atau
hewan sehingga dapat mengganggu inang; simbiosis, jamur yang hidup pada
jaringan hidup dan memberi keuntungan pada inang (Ali, 2005).
Keberadaan jamur yang dapat ditemukan dimana-mana sangat ditunjang
dengan cara berkembang biaknya melalui sporanya yang sangat reproduktif.
Beberapa jenis jamur dapat beradaptasi dengan baik bahkan telah
mengkontaminasi terumbu karang sehingga berpotensi sebagai patogen pada
terumbu karang (Ijong, 2015).
13
Herman (2016) menemukan jamur Aspergillus sp. pada kulit luar penyu abu-
abu dan untuk telurnya yang gagal menetas ditemukan 2 jenis jamur yaitu
Aspergillus sp. dan Fusarium sp.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2017. Pengambilan sampel
dilakukan di alam dan di kegiatan penangkaran. Gambar 2 memperlihatkan
pengambilan sampel di alam pada 3 Lokasi, yaitu 1 di Pulau Lantangpeo,
Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Lokasi 2 Penangkaran di Pulau Badi,
dan Lokasi 3 di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitas Ekosistem. Isolasi
sampel jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Laut, Departemen Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Identifikasi jamur dilakukandi Laboratorium Mikrobiologi Kedokteran, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Pengukuran parameter kualitas air berupa
suhu, salinitas, pH dilakukan secara langsung di lapangan, sedangkan analisis
Bahan Organik Total (BOT) dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia,
Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin.
Gambar 2. Peta Lokasi Pengambilan sampel
15
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1
dan 2.
1. Alat
Tabel 1. Jenis-jenis alat yang digunakan
NO Jenis Alat Tipe Satuan Fungsi
1 ATK - - menulis data
2 Autoclave All american - sterilisasi basah
3 Botol Sampel - Ml tempat sampel air
4 Box Marina 35S Liter menyimpan sampel
5 Bunsen - - sterilisasi pijar
6 Cawan petri - - wadah isolat
7 Dek glass - - pelapis preparat
8 Erlenmeyer Pirex mL mencampur larutan
9 Freezer Modena - mengawetkan sampel
10 Gelas kimia Pirex - sebagai wadah sampel
11 Handrefractometer - - mengukur salinitas
12 Inkubator Impesial oC, jam Inkubasi jamur
13 Kamera - Pixel pengambilan gambar
14 Laminar Air Flow - - Isolasi sampel
15 Loop - - Memperbesar ukuran pengamatan
16 Mikropipet dan tip Nasco - memindahkan larutan dalam jumlah kecil
17 Mikroskop Olympus 100 x mengamati morfologi jamur
18 Objek glass - - wadah preparat jamur
19 Ose bulat/lurus - - memindahkan koloni jamur
20 Oven Jumo - sterilisasi kering
21 pH meter - Ppm mengukur pH
22 Pipet tetes - - memindahkan larutan
23 Spoit - - memindahkan larutan
24 Termometer - oC mengukur suhu
25 Timbangan analitik - - menimbang sampel
16
2. Bahan
Tabel 2. Jenis-jenis bahan yang digunakan
NO Jenis Bahan Fungsi
1 Air Laut media pelarut
2 Alkohol bahan untuk mensterilkan peralatan dan meja kerja
3 Aluminium foil pembungkus sampel agar tetap steril
4 Cotton swab microbiology Mengambil bahan
5 Es Batu pengawetan sampel
6 Gloves aseptis pada tangan
7 Hippocampus barbouri bahan uji
8 Kapas penutup Erlenmeyer
9 Kerta label penanda sampel
10 Laktofenol blue bahan untuk memperjelas morfologi jamur
11 Masker pada pernapasan
12 Plastik lampel wadah sampel
13 Potato Dextrose Agar media pertumbuhan jamur
14 Spiritus bahan bakar bunsen
15 Tissue mengeringkan alat
C. Prosedur Kerja
1. Pengukuran Kualitas Air
a. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer dengan cara,
termometer dicelupkan ke dalam air selama Β± 2 menit, kemudian dicatat hasil
yang tertera pada skala termometer.
b. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan menggunakan alat Handrefractometer
dengan cara, air yang berada pada perairan diambil sebanyak 3 tetes, baik di
alam maupun buatan, yang diletakkan pada kaca Handrefractometer dan ditutup,
setelah itu alat diarahkan ke cahaya matahari dan melihat salinitas, kemudian
dicatat hasil yang skala yang tertera pada Handrefractometer.
17
c. pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan kertas pH indikator yang berskala
0-14 dengan cara, mencelupkan kertas pH ke dalam air selama 1 menit
kemudian mencocokkan ketas pH uji sesuai pada angka yang tertera di tempat
kertas pH indikator .
d. Oksigen Terlarut
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan menggunakan DO meter, dengan
cara elektroda dicelupkan ke dalam air dan menunggu satu menit lalu mencatat
angka yang tertera pada layar DO meter.
e. Bahan Organik Total (BOT)
Pengukuran bahan organik total terlebih dahulu dilakukan pengambilan
sampel air sebanyak 250 ml menggunakan botol sampel yang kemudian
dilakukan analisis di laboratorium.
Analisis kandungan bahan organik total dilakukan menggunakan metode
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2016 dengan cara, air yang ada
di botol sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer sebanyak 50 ml, lalu
dimasukkan larutan KMnO4 0,01 N sebanyak 9,5 mL dengan menggunakan
buret. Setelah itu, ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 10 mL. Selanjutnya,
sampel air dipanaskan dengan suhu 70β800C, setelah itu ditambahkan natrium
oksalat 0,01 N secara perlahan-lahan sampai larutan berwarna bening, setelah
itu titrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N sampai larutan berubah warna menjadi
merah mudah, dan penggunaan larutan KMnO4 0,01 N di catat. Kemudian
dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:
18
BOT mg/Liter=[(π₯βy)Γ31,6 Γ0,01Γ1000]
mL sampel
Dimana:
X = mL KMnO4 untuk sampel
Y = mL KMnO4 untuk aquades (larutan blanko)
31,6 = Seperlima dari BM KMnO4 karena tiap mol KMnO4
melepaskan 5 oksigen dalam reaksi ini; normalitas asam
oksalat
0,01 = Normalitas KMnO4
2. Pengambilan Sampel Kuda Laut Hippocampus barbouri
Pengambilan sampel kuda laut y ang berasal dari lokasi 1 dilakukan dengan
menggunakan seser yang ditemukan secara acak pada daerah lamun yang
terdiri dari 3 kali ulangan, setiap ulangan memiliki berat 10 gram. Sampel yang
diperoleh dimasukkan ke dalam kantong sampel, setelah itu disimpan ke dalam
cool box berisi es batu yang selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Pengambilan sampel di lokasi 2 diperoleh dengan menggunakan seser yang
dilakukan secara acak di dalam akuarium yang terdiri dari 3 kali ulangan, setiap
ulangan memiliki berat 10 gram. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam
kantong sampel, setelah itu disimpan ke dalam cool box berisi es batu yang
selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Pengambilan sampel di lokasi 3 diperoleh dengan menggunakan seser yang
dilakukan secara acak di dalam akuarium yang terdiri dari 3 kali ulangan, setiap
ulangan memiliki berat 10 gram. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam
kantong sampel, setelah itu disimpan ke dalam cool box berisi es batu yang
selanjutnya dianalisis di laboratorium.
19
3. Isolasi Jamur
a. Pembuatan Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
Medium Potato Dextrose Agar (PDA) merupakan medium yang digunakan
untuk menumbuhkan jamur yang akan diisolasi pada kuda laut. Pembuatan
medium dilakukan dengan cara melarutkan medium Potato Dextrosa Agar (PDA)
sebanyak 39 gram/L aquades, lalu ditambahkan Kloramfenikol sebanyak 1 gram.
Hasil campuran tersebut dihomogenkan dan dipanaskan menggunakan Hot plate
dan magnetic strirer, kemudian medium PDA disterilkan di dalam autoclave pada
suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama 15 menit. Medium yang telah steril
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml, lalu didiamkan
sampai memadat.
b. Inokulasi
Kegiatan inokulasi dilakukan di dalam Laminary Air Flaw dengan cara
menggerus sampel kuda laut Hippocampus barbouri pada bagian luar tubuh
mulai dari kepala sampai ekor menggunakan cotton swab microbiologi dan
dioleskan ke dalam cawan petri yang berisi medium Potato Dextrose Agar (PDA).
Kemudian diinkubasi pada suhu ruangan selama 5-7 hari.
4. Identifikasi Jamur
Identifikasi jamur dilakukan dengan dua tahap yaitu pengamatan
makroskopis dan pengamatan mikroskopis berdasarkan buku acuan
Fundamentals of Diagnostic Mycology (Fisher and Cook., 1998). Pengamatan
makroskopis dilakukan dengan melihat warna dan bentuk koloni yang
menggunakan bantuan loop. Sedangkan, pengamatan mikroskopis dilakukan di
bawah mikroskop dengan pembesaran 40x10 Β΅, yang terlebih dahulu dibuat
20
preparat dengan meletakkan koloni jamur di atas objek glass, ditetesi dengan
laktofenol blue, dan ditutup dengan dek glass.
D. Analisis Data
Data morfologi koloni dan jenis jamur yang teridentifikasi serta parameter
kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan bantuan tabel dan gambar.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Pengambilan Sampel
Pulau Lantangpeo merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kepulauan
Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan yang memiliki biota unik seperti
kuda laut (Syafiuddin dkk., 2015). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
(Arifin, 2004; Mulyawan dan Saokani, 2015), jenis kuda laut yang didapatkan
hanya satu jenis yaitu Hippocampus barbouri. Adapun habitat utama dari kuda
laut tersebut adalah habitat lamun.
Penangkaran kuda laut di Pulau Badi merupakan penangkaran yang berdiri
sejak tahun 2008 sampai sekarang. Jenis kuda laut yang ditangkarkan adalah
Hippocampus barbouri. Induk kuda laut diperoleh dari hasil tangkapan dari
nelayan Teluk Laikang, Takalar. Kuda laut di budidaya di dalam bak fiber dan
bak beton yang dilengkapi dengan pompa aerasi serta perlengkapan selang dan
batu aerasi. Air laut digunakan secara langsung dari alam, yang diperoleh
dengan bantuan pompa air dan pompa resirkulasi yang dilengkapi dengan sinar
Ultra Violet.
Laboratorium penangkaran dan rehabilitasi ekosistem merupakan salah satu
laboratorium yang ada di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, di
dalamnya terdapat beberapa biota laut yang ditangkarkan dan salah satunya
adalah kuda laut. Jenis kuda laut yang ditangkarkan adalah Hippocampus
barbouri yang di mulai sejak tahun 2004 sampai sekarang. Induk kuda laut yang
digunakan berasal dari hasil tangkapan nelayan di Kepulauan Tanakeke,
Kabupaten Takalar. Kuda laut tersebut di tangkarkan di dalam akuarium yang
didesain dengan sistem resirkulasi tertutup dan dilengkapi dengan filter.
22
B. Parameter Kualitas Air
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai rata-rata parameter kualitas
air dari setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada (Tabel 3 dan Lampiran 1).
Tabel 3. Nilai rata-rata parameter kualitas air yang terukur pada setiap lokasi penelitian
Tabel 3 memperlihatkan bahwa rata-rata suhu antara 25 β 30 0C, kisaran
suhu tersebut dapat mendukung kehidupan jamur. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Fardiaz (1992) bahwa kebanyakan jamur bersifat mesofilik, yaitu
tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan
jamur adalah sekitar 25-300C.
Nilai rata-rata salinitas antara 33 β 37 ppt merupakan kisaran salinitas yang
sangat ekstrim untuk pertumbuhan jamur. Berdasarkan hasil penelitian
Kurniawan (2012) menemukan jenis jamur yang diisolasi dari serasah daun yang
telah mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas yaitu jenis
Aspergillus, Penicillium, Trichoderma, Arthrinium, Curvularia dan Mucor yang
tumbuh pada dauh serasah mangrove Avicennia marina. Jumlah jenis ini
berkurang pada tingkat salinitas 20-30 ppt yaitu berkurang sebanyak 3 jenis,
sedangkan pada tingkat salinitas >30 ppt, terjadi kenaikan kembali jumlah jenis
jamur yaitu sebanyak 2 jenis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Austin and
Vitousek (2000) dalam Kurniawan (2012) bahwa mikroorganisme hidup pada
Lokasi Penelitian Suhu (0C)
Salinitas (ppt)
pH DO
(mg/L) BOT
(mg/L)
Lokasi 1 30 33 6.5 6.3 62.99
Lokasi 2 27 33 7 6.38 89.11
Lokasi 3 25 37 6 6.45 56.04
23
lingkungan dengan salinitas yang tinggi mampu beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya. Hanya jenis-jenis fungi tertentu saja yang mampu mengembangkan
mekanisme fisiologis dan adaptasi morfologi dalam menghadapi kondisi salinitas
yang tinggi untuk dapat bertahan hidup. Jenis-jenis fungi yang mampu bertahan
hidup pada kadar salinitas tinggi tersebut umumnya tergolong ke dalam fungi
halofilik.
Nilai rata-rata-rata pH antara 6 β 7 merupakan nilai pH yang mendukung
pertumbuhan jamur. Menurut Waluyo (2004) bahwa kebanyakan jamur dapat
tumbuh baik pada pH yang luas, yakni 2.0 β 8.5, tetapi biasanya pertumbuhan
akan baik bila pada kondisi asam atau pH rendah.
Nilai rata-rata oksigen terlarut antara 6.3 β 6.45 mg/L merupakan kadar
oksigen mendukung pertumbuhan jenis jamur. Berdasarkan pernyataan
(Fardiaz, 1992) bahwa jamur bersifat aerobik, yang membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.
Nilai rata-rata BOT dengan kisaran 56.04 β 89.11 mg/L merupakan nilai
untuk pertumbuhan jamur. Menurut Ali (2005) jamur merupakan organisme
heterotrofik yaitu membutuhkan senyawa organik untuk persyaratan kebutuhan
karbon dan energi.
C. Jamur yang terdapat pada kulit kuda laut Hippocampus barbouri
Berdasarkan hasil identifikasi didapatkan lima jenis jamur masing-masing
Aspergillus niger, Aspergillus terreus, Chrysosoporium sp. Epidermophyton
floccosum dan Penicillium sp.; lima jenis dari Lokasi 1, dua jenis dari Lokasi 2
dan tiga jenis dari Lokasi 3 (Tabel 4).
24
Tabel 4. Jenis-jenis jamur yang terdapat pada kulit kuda laut Hippocampus barbouri
Tabel 4 memperlihatkan jenis jamur asosiasi kuda laut yang berasal dari
Lokasi 1: Aspergillus niger, Aspergillus terreus, Chrysosporium sp.,
Epidermophyton floccosum dan Penicillium sp, Lokasi 2: Chrysosporium sp., dan
Penicillium sp, dan dari Lokasi 3: Aspergillus niger, Aspergillus terreus sp., dan
Penicillium sp.
Jenis jamur yang ditemukan di lokasi 1 lebih bervariasi dibandingkan yang
ada di lokasi 2 dan lokasi 3. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena di
lokasi 1 merupakan habitat alami yang banyak mempengaruhi tumbuhnya jamur,
yaitu akibat aliran sisa-sisa makanan dari daratan karena terdapat banyak
penduduk maupun akibat keberadaan ekosistem mangrove, lamun, terumbu
karang, serta pengaruhnya terdapat banyak serasah daun dari mangrove.
Menurut Bell (1974) dalam Suryanto dkk. (2011) bahwa jamur banyak berperan
dalam proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk
menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam penguraian serasah.
Di lokasi 2 dan lokasi 3 merupakan penangkaran yang menggunakan
resirkulasi air untuk menyaring air sebelum masuk ke akuarium agar air yang
digunakan dalam keadaan bersih. Pada resirkulasi air di lokasi 2, terpasang
sinar ultra violet yang frekuensinya 50/60 Hz dengan tegangan 24 watt, yang
mempunyai panjang gelombang 200-300 nm agar air yang digunakan dalam
keadaan steril, dan di Laboratorium menggunakan air laut yang disirkulasi secara
No Lokasi Penelitian Aspergillus
niger Aspergillus
terreus Chrysosporium sp.
Epidermophyton floccosum
Penicillium sp.
1 Lokasi 1 β β β β β
2 Lokasi 2 - - β - β
3 Lokasi 3 β β - - β
25
terus menerus di dalam akuarium. Sehingga pengaruh tumbuhnya jenis jamur di
lokasi tersebut kemungkinan yang berasal dari udara maupun pakan yang
digunakan.
1. Aspergillus niger
Menurut Clipson (2004) mengklasifikasi jamur Aspergillus niger sebagai
berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger
Morfologi koloni Aspergillus niger yang tumbuh pada medium PDA yang di
inkubasi selama 5 - 7 hari, tampak berwarna coklat sampai hitam dengan
pinggiran putih dan struktur luar terlihat konidia tumbuh mengelilingi vesicel
hingga berbentuk bulat (Gambar 2), sesuai dengan buku identifikasi Fisher and
Cook (1998). Berdasarkan hasil penelitian Noverita (2009) bahwa jamur
Aspergillus niger memiliki ciri-ciri morfologi koloni berwarna hitam dan konidia
berbentuk bulat hingga semi bulat.
Gambar 3. Morfologi koloni dan struktur koloni Aspergillus niger
26
Aspergillus niger adalah jenis jamur yang teridentifikasi di lokasi 1 dan di
lokasi 3. Hal ini kemungkinan disebabkan karena di lokasi 1 merupakan lokasi
yang sangat berpengaruh dengan alam, dan teridentifikasi di lokasi 3
kemungkinan pengaruh kontaminasi yang berasal dari pakan maupun akibat
penggunaan air yang digunakan hanya dengan penyaringan resirkulasi tertutup.
Sedangkan, untuk jamur jenis Aspergillus niger menurut Noverita (2009)
merupakan salah satu jamur yang potensial dalam bidang industri dan pangan
yaitu dapat menghasilkan asam sitrat.
2. Aspergillus terreus
Menurut Clipson (2004) mengklasifikasi jamur Aspergillus terreus sebagai
sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus terreus
Morfologi koloni Aspergillus terreus yang tumbuh pada medium PDA
yang di inkubasi selama 5 - 7 hari, tampak berwarna hijau dengan koloni
yang tidak teratur dan struktur luar terlihat bentuk konidia tumbuh tidak
menyeluruh pada visicel (Gambar 3). Hal ini sesuai dengan buku identifikasi
Fisher and Cook (1998).
27
Gambar 4. Morfologi koloni dan struktur koloni Aspergillus terreus
Aspergillus terreus adalah jenis jamur yang teridentifikasi di lokasi 1 dan
lokasi 3. Hal ini kemungkinan sama penyebabnya dengan jenis jamur
Aspergillus niger karena memiliki genus yang sama yaitu Aspergillus. Sehingga
kemungkinan disebabkan karena di lokasi 1 merupakan lokasi yang sangat
berpengaruh dengan alam, dan teridentifikasi di lokasi 3 kemungkinan pengaruh
kontaminasi yang berasal dari pakan maupun akibat penggunaan air yang
digunakan hanya dengan penyaringan resirkulasi tertutup. Jenis jamur ini
kemungkinan penyebabnya sama dengan Aspergillus niger, karena jenis ini
mempunyai genus yang sama. Menurut Shrivastava (1996); Iqbal and Mumtaz,
(2013) dalam Hermawati dkk. (2014) bahwa Aspergillus terreus di negara
Pakistan dan India telah mampu menginfeksi ikan dan telur dengan cara salah
satunya melalui kontaminasi pakan.
28
3. Chrysosporium sp.
Klasifikasi Chrysosporium sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Onygenales
Family : Onygenaceae
Genus : Chrysosporium
Spesies : Chrysosporium sp.
(Sumber: https://en.m.wikipedia.org)
Morfologi koloni Chrysosporium sp. yang tumbuh pada medium PDA pada
masa inkubasi 5 - 7 hari, tampak berwarna putih, dan struktur luar terlihat konidia
tumbuh pada ujung konidiofor dengan bentuk bulat (Gambar 4). Hal ini sesuai
dengan buku identifikasi Fisher and Cook (1998).
Gambar 5. Morfologi koloni dan struktur koloni Chrysosporium sp.
Chrysosporium sp. adalah jenis jamur yang teridentifikasi di dua lokasi
pengambilan sampel yaitu di lokasi 1 dan lokasi 2. Menurut Gupta dan Kushwaha
(2012) bahwa Chrysosporium, Aspergillus, dan Microsporum merupakan genus
yang paling umum, serta bersifat patogen pada manusia dan hewan
(keratinophilik) yang bertahan pada kotoran hewan. Hal ini kemungkinan karena
29
di lokasi 1 merupakan habitat alami yang sangat mempengaruhi aktifitas jamur,
dan di lokasi 2 penebaran kuda laut dalam akuarium sangat padat yang hanya
disekat dalam satu wadah dengan ukuran kuda laut yang berbeda-beda,
sehingga feses kuda laut di dalam kolam juga banyak sehingga mengakibatkan
tumbuhnya jamur jenis Chysosporium sp.
4. Epidermophyton floccosum
Klasifikasi Epidermophyton floccosum adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Epidermopyton
Spesies : Epidermophyton floccosum
(Sumber: https://en.m.wikipedia.org)
Morfologi koloni Epidermophyton floccosum yang tumbuh pada medium PDA
pada masa inkubasi 5 β 7 hari, tampak berwarna hijau putih keabu-abuan yang
memiliki koloni bagian tengah lebih tebal dan struktur luar terlihat hanya
makrokonodia berbentuk lonjong dan bersekat (Gambar 5). Hal ini sesuai
dengan buku identifikasi Fisher and Cook (1998).
Gambar 6 Morfologi koloni dan struktur koloni Epidermophyton floccosum
30
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur
dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Terdapat tiga genus
penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton,
yang dikelompokkan dalam kelas Deuteromycetes (Kurniati dan Rosita, 1990).
Menurut Jawetz dkk. (2005) Epidermophyton floccosum merupakan satu-satunya
patogen dalam genus ini, yang menginfeksi kulit dan kuku tetapi tidak rambut.
Kemungkinan jamur jenis ini hanya teridentifikasi di lokasi 1, disebabkan karena
lokasi ini merupakan lokasi alami yang terdapat berbagai ekosistem yaitu
ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang serta terdapat banyak penduduk.
5. Penicillium sp.
Menurut Clipson (2004) mengklasifikasi jamur Penicillium sp. sebagai
sebagai berikut Klasifikasi Penicillium sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Penicillium
Spesies : Penicillium sp.
Morfologi koloni Penicillium sp. yang tumbuh pada medium PDA pada masa
inkubasi 5 - 7 hari, tampak berwarna hijau dan struktur luar terlihat konidia seperti
bunga padi Gambar 6. Hal ini sesuai dengan buku identifikasi Fisher and Cook
(1998). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Noverita, 2009) koloni
tumbuh lambat, saat muda berwarna putih dan berubah menjadi hijau kebiruan
seiring dengan terbentuknya konidia.
31
Gambar 6. Morfologi koloni dan struktur koloni Penicillium sp.
Penicillium sp. adalah jenis jamur yang teridentifikasi di ketiga lokasi
penelitian. Kemungkinan disebabkan akibat sifat jamur Penicillium sp. yang
memiliki spora tersebar luas di alam. Menurut Fardiaz (1992), Penicillium banyak
tersebar di alam dimana di antaranya dapat menyebabkan penyakit pada
sayuran, buah-buahan, dan serealia. Penicillium juga menghasilkan penisilin
yang dapat digunakan dalam perindustrian untuk memproduksi antibiotik.
Antibiotik tersebut biasanya digunakan pada budidaya ikan, untuk mengontrol
penyakit yang disebabkan bakteri melalui injeksi, perendaman atau
pencampuran obat dengan pakan (Komarudin dan Slembrouck, 2015). Selain
itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Arif dkk. 2008) Penicillium sp.
merupakan salah satu jenis jamur pelapuk kayu. Menurut Goncalves et.al.,
(2006) dalam Suriaman dan Apriliasari (2017) dalam penelitiannya menemukan
Penicillium sp. yang berlimpah pada keran air. Hal ini disebabkan konidia yang
dihasilkan oleh jenis fungi ini mampu beradaptasi dengan baik dan
penyebarannya melalui udara. Berdasarkan pernyataan tersebut kemungkinan
adanya jamur Penicillium sp. di ketiga lokasi penelitian disebabkan karena jamur
yang berasal dari air maupun akibat dari pakan yang digunakan untuk
penangkaran.
32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi terdapat lima jamur yang berasosiasi dengan
kulit kuda laut Hippocampus barbouri. yang hidup di alam terdapat lima jenis
yaitu Aspergillus niger, Aspergillus terreus, Chrysosporium sp., Epydermopyton
floccosum dan Penicillium sp, sedangkan yang hidup di penangkaran, yaitu
resirkulasi air terbuka terdapat Chrysosporium sp. dan Penicillium sp., dan
resirkulasi tertutup terdapat dua jenis yaitu Aspergillus niger, Aspergillus terreus
dan Penicillium sp.
B. Saran
Berdasarkan pustaka jamur Epidermophyton floccosum merupakan jamur
patogen. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut uji patogenitas terhadap
kuda laut.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, T.A., Triyanto, N. Probosunu. 2005. Identifikasi Bakteri Patogen Pada Kuda Laut (Hippocampus Kuda) Di Balai Budidaya Laut, Lampung. Jurnal Perikanan. 7(2): 101-107.
Ali, A. 2005. Mikrobiologi Dasar. Universitas Negeri Makassar. Makassar.
Afrianto, E., Liviawati., Z. Jamaris dan Hendi. 2015. Penyakit Ikan: Mengenal 73 Jenis Penyakit pada Berbagai Jenis Ikan, Cara Mendeteksi Penyakit, Teknik Pencegahan dan Pengobatan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Anshary, H. 2016. Parasitologi Ikan: Biologi, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Deepublish, Yogyakarta.
Arifin, J. 2004. Inventarisasi jenis-jenis kuda laut pada daerah lamun di Pulau Lantang Peo Kabupaten Takalar. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Burton, R dan Maurice, 1983. Sea Horse. Departement of Ichthiology. American Museum of Natural History. America.
Clipson, N. (2004). Aspergillus niger Tiegh. In: Index Fungorum Partnership (2017). Index Fungorum. Accessed through: World Register of Marine Species. Diakses: pada tanggal 21-11-2017 http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=100495
Clipson, N. (2004). Aspergillus terreus Thom., 1918. In: Index Fungorum Partnership (2017). Index Fungorum. Accessed through: World Register of Marine Species. Diakses: pada tanggal 22-11-2017 http://marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=100540.
Clipson, N. (2004). Penicillium spinulosum Thom., 1910. In: Index Fungorum Partnership (2017). Index Fungorum. Accessed through: World Register of Marine Species. Diakses: 22-11-2017 http://marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=100540.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fisher, M. and N.B. Cook. 1998. Fundamentals of Diagnostic Mycology. Saunder Company, London.
Gupta, P and R.K.S. Kushwaha. 2012. Crhrysosporium Aquaticum: A New Keratinopholic Fungus From Bottom Sediments Of Aquatic Habitats. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 3(2): Hal. 200-212.
Ghufran, M, dan K, Kordi, 2010. Panduan Lengkap Budidaya Kuda Laut. Ikan Unik yang Berpotensi Obat. Lily Publisher, Yogyakarta.
2
Harti, A.S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan. CV Andi Offset. Yogyakarta.
Hermawan, H., Sudaryanto, Qodri, A.H.A. 1998. Pemeliharaan Juwana Kuda Laut. Dalam: Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Laut, Lampung. Hal 60.
Hidayat, A.S dan S.B. Dhoe. 1998. Biologi kuda laut. Dalam: Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Laut, Lampung. Hal 5
Hermawati, I, R., Sedarno dan D, Handijatno. 2014. Uji Potensi Antifungi Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L) Terhadap Aspergillus terreus Secara In Vitro. 6(1): Hal 37-42.
Herman, N.F. 2016. Identifikasi Jenis-Jenis Jamur pada Penyu di Kabupaten Kepulauan Selayar, Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Http://en.m.wikipedia.org/wiki/Chrysosporium. Diakses: pada tanggal 26 November 2017.
Http://en.m.wikipedia.org/wiki/Epidermophyton_floccosum. Diakses: pada tanggal 26 November 2017.
Ijong, F.G. 2015. Mikrobiologi Perikanan dan Kelautan. Rineka Cipta. Jakarta.
Jawetz., Melnick, Adelbergβs. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Mikrobiology). Salemba Medika. Jakarta.
Jones E. B. G., J. Sakayaroj, S. Suetrong, S. Somrithipol and K. L. Pang. 2009. Classification of marine Ascomycota, Anamorphic Taxa and Basidiomycota. Fungal Divers, 35: 1β187.
Kasim, Y. 2004. Identifikasi Ektroparasit Pada Kuda Laut (Hippocampus barbouri) Di Pulau Lantang Peo Kabupaten Takalar. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Kurniawan, F. 2012. Keanekaragaman Jenis Fungi pada Serasah Daun Avicennia marina yang Mengalami Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas. Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi. Hal 99β117.
Komaruddin, O dan J. Slembrouck. 2015. Manajemen Kesehatan Ikan.
Lourie, S. A., A.C.J. Vincent and H.J. Hall. 1999. Seahorses: An Identification Guide to the Worldβs Species and their Concevation.Project Seahorse. London.
3
Minjoyo, H., Kurniastuty, dan A.H.A Qodri. 1998. Hama dan Penyakit. Di dalam Pembenihan Kuda Luat (Hippocampus spp). Dalam: Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Laut, Lampung. Hal. 60.
Mulyawan, A.E dan J. Saokani. 2015. Karakteristik Habitat dan Kelimpahan Kuda Laut (Hippocampus barbouri) yang Tertangkap di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar. 6(2). Hal: 13-19.
Noverita. 2009. Identifikasi Kapang dan Khamir Penyebab Penyakit Manusia pada Sumber Air Minum Penduduk Pada Sungai Ciliwung dan Sumber Air Sekitarnya. 2(2): Hal. 12-22.
Pelczar, M.J and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta
Qodri, A.H.A., Sudjiharto dan A, Hermawan. 1998. Pemeliharaan Induk dan Pematangan Gonad. Dalam: Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Laut, Lampung. Hal. 20-28.
Rahayu, A. 1986. Penyakit-penyakit pada ikan laut. Journal Oseana. 9(3):101-110.
Saraswati, A. S, dan D, A, A, Pebriani. 2016. Monitoring Populasi Kuda Laut di Perairan Pantai Padang Bai Karangasem Bali. 7(2): Hal. 100-105
Santoso, B. 2014. Analisis Jenis Makanan Kuda Laut Hippocampus Barbouri, (Jordan & Richardson, 1908) Pada Daerah Padang Lamun Di Kepulauan Tanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Periakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Schlegel, H. G, dan Schmidt, K. 1994. Edisi Keenam. Mikrobiologi Umum. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Sudaryanto., A. Hermawan, dan A.H.A. Qodri. 1998. Pemijahan Kuda Laut. Dalam: Pembenihan Kuda Laut (Hippocampus spp). Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Laut, Lampung. Hal 29.
Suryanto, D., A, Yanti., I, Wahyuni dan Yunasfi. 2011. Jenis-jenis fungi dan bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) Vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., pada beberapa tingkat salinitas di Desa Sicanang Belawan. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Departemen Biologi, FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Suryanarayanan, T. S. 2012. The diversity and importance of fungi associated with marine sponges (mini review). Botanica Marina, 55(6): 553β564.
4
Suriaman, E dan W.P. Apriliasari. 2017. Uji MPN dan Identifikasi Fungi Patogen pada Air Kolam Renang di Kota Malang. Jurnal Sain Health. 1(1): Hal. 15-22.
Sukmawati, H. 2013. Biotransformasi Metabolit Sekunder Utama (Senyawa X) dari Ekstrak n- Heksana Kencur (Kaempferia galanga L.) Oleh Jamur Aspergillus niger ATCC 6275
Syafiuddin. 2010. Studi Aspek Fisiologi Reproduksi: Perkembangan Ovari dan Pemijahan Kuda Laut (Hippocampus barbouri) Dalam Wadah Budidaya. Program Studi Ilmu Perairan Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Syafiuddin., A Niartiningsih., B.A.J. Gosari, dan Suwarni. 2015. Pola reproduksi kuda laut (Hippocampus barbouri) di perairan Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar. Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan II. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar. Hal. 335.
Subhan, M., R, Faryal & I, Macreadie. 2016. Exploitation of Aspergillus terriesfor the Production of Natural Statins.
Sabero, M. T., A. Sabdaningsih, O. Cristianawati, H. Nuryadi, O.K. Radjasa, A. Sabdono dan A. Trianto. 2017. Isolation, Identification and Screening Antibacterial Activity from Marine Sponge-Associated Fungi Against Multidrug-Resistent (MDR) Escherichia coli. Disampaikan Pada The 2nd International Confrence on Applied Marine Science and fisheries Technology (MSFT) 22-25 Agustus 2017. Kota Langgur, Maluku Tenggara. Indonesia. Diakses pada http://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/55/1/012028/pdf, tanggal 31 Oktober 2017.
Teurupun, A., S. M. Timbowo, J.C. Palenewen. 2013. Identifikasi kapang pada rumput laut Eucheuma cottoni (Kappaphycus alvarezii) Kering dari Desa Rap Rap Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan. 1(1): 13-16.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Pres. Universitas Muhammadiyah Malang.
Wegley, L., R. Edwards., B. R. Brito., H. Liu & F. Rohwer. 2007. Metagenomic Analysis Of the Microbial Community Associated With the Coral Porites astreoides.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data parameter kualitas air pada lokasi kuda laut yang hidup di alam dan penangkaran
No Lokasi Penelitian Ulangan Rata-rata Kualitas Air
Suhu Salinitas pH Oksigen Terlarut BOT
1 Lokasi 1
1 29 33 6.7 6.31 62.57
2 30 33 6.5 5.09 62.57
3 31 33 6.4 7.49 63.83
Rata-rata 30 33 6.53 6.30 62.99
2 Lokasi 2
1 27 35 7 6.32 72.05
2 27 35 7 6.34 97.96
3 27 35 7 6.47 97.33
Rata-rata 27 35 7 6.38 89.11
3 Lokasi 3
1 25 37 6 6.35 54.98
2 25 37 6 6.35 55.62
3 25 37 6 6.66 57.51
Rata-rata 25 37 6 6.45 56.04
Lampiran 2. Jenis-jenis jamur yang teridentifikasi pada kulit kuda laut yang hidup di alam dan penangkaran
No Lokasi Penelitian Aspergillus niger Aspergillus
terreus Chrysosporium sp.
Epidermophyton floccosum
Penicillium sp.
1 Lokasi 1 β β β β β
2 Lokasi 2 - - β - β
3 Lokasi 3 β β - - β
FK 66.66% 66.66% 66.66% 33.33% 100%
Lampiran 3. Pengambilan sampel kuda laut, (a) Di alam, (b) Di penangkaran resirkulasi air terbuka dan (c) Di penangkaran resirkulasi air tertutup
a
b
c