1 I. PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura dari kelompok tanaman sayuran umbi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian di Indonesia. Pengembangan agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik, karena dapat menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan, peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, sebagai komoditas ekspor dan bahan baku industri pangan. Kentang merupakan jenis sayuran yang diprioritaskan pengembangannnya karena merupakan sumber karbohidrat yang dapat mensubstistusi bahan pangan lain seperti beras, jagung dan gandum. Produksi kentang di Indonesia cukup tinggi dan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2007 produksi kentang mencapai 1.003.732 ton dan tahun 2008 naik menjadi 1.071.543 ton (BPS, 2009). Ditinjau dari nilai gizinya, kentang merupakan salah satu jenis umbi- umbian yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi yang potensial. Zat-zat gizi yang terdapat dalam umbi kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor magnesium, natrium, kalsium dan potasium), protein serta vitamin terutama vitamin C dan vitamin B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,0-1,5 persen (Smith dan Talburt, 1987). Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi kentang hanya sebatas sebagai bahan pelengkap makanan dan masih sedikit pemanfaatannya
63
Embed
I. PENDAHULUAN - · PDF fileproses perlakuan panas yang secara umum diterapkan pada buah dan sayur sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Makanan kering atau beku
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura dari kelompok tanaman sayuran umbi yang sangat potensial sebagai
sumber karbohidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian di
Indonesia. Pengembangan agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik,
karena dapat menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan,
peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, sebagai komoditas
ekspor dan bahan baku industri pangan.
Kentang merupakan jenis sayuran yang diprioritaskan pengembangannnya
karena merupakan sumber karbohidrat yang dapat mensubstistusi bahan pangan
lain seperti beras, jagung dan gandum. Produksi kentang di Indonesia cukup
tinggi dan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2007
produksi kentang mencapai 1.003.732 ton dan tahun 2008 naik menjadi 1.071.543
ton (BPS, 2009).
Ditinjau dari nilai gizinya, kentang merupakan salah satu jenis umbi-
umbian yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi yang potensial. Zat-zat gizi
yang terdapat dalam umbi kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor
magnesium, natrium, kalsium dan potasium), protein serta vitamin terutama
vitamin C dan vitamin B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam
jumlah yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,0-1,5 persen (Smith dan Talburt, 1987).
Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi kentang hanya
sebatas sebagai bahan pelengkap makanan dan masih sedikit pemanfaatannya
2
dalam industri pangan. Pengembangan cara baru dalam pengolahan kentang perlu
dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis dan sebagai salah satu upaya
diversifikasi pangan.
French fries merupakan produk olahan yang menunjukkan kecenderungan
semakin populer dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Kendala
ketersediaan bahan mentah (varietas) yang cocok untuk pembuatan french fries
menyebabkan sebagian besar produk tersebut masih diimpor dalam bentuk frozen
french fries (Adiyoga et al., 1999).
Varietas kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Granola.
Wibowo et al. (2006) menyatakan bahwa bahan kering kentang varietas Granola
berkisar antara 14-17,5 persen sehingga termasuk dalam kategori rendah. Kadar
bahan kering kentang yang kurang dari 20 persen sebaiknya digunakan untuk
sayuran atau salad dan kurang sesuai untuk bahan dasar industri (potato chips dan
french fries). Dalam perkembangannya, munculah varietas-varietas baru yang
lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi
kentang di Indonesia. Diantara beberapa varietas yang baru ini antara lain varietas
Krespo dan Tenggo.
French fries merupakan makanan ringan yang lebih mengutamakan
kenampakan, kerenyahan dan warna. Sehubungan dengan hal tersebut maka
diperlukan peningkatan kualitas french fries terutama dari segi warnanya. Masalah
utama yang biasa dihadapi pada kentang olahan adalah sangat mudah mengalami
perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan atau browning enzimatis.
Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan,
3
karena menyebabkan kenampakan produk yang tidak baik dan timbulnya citarasa
lain sehingga dapat menurunkan mutu (Susanto dan Saneto, 1994). Menurut
Wahyuningsih (2005), proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas
produk dan menurunkan minat konsumen.
Warna produk hasil pengolahan dapat dipertahankan dengan perlakuan
pendahuluan sebelum penggorengan, yaitu blanching. Blanching merupakan
proses perlakuan panas yang secara umum diterapkan pada buah dan sayur
sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Makanan kering atau beku
yang tidak diblanching mengalami perubahan kualitas yang relatif cepat seperti
warna, flavor, tekstur dan nilai gizi akibat aktifitas enzim yang terus berlangsung
(Sharma et al., 2000). Blanching sangat penting dalam proses pengolahan pada
industri pengolahan sayur dan buah terutama untuk inaktivasi enzim dalam bahan
pangan tersebut. Pada pembuatan french fries, blanching sangat mempengaruhi
produk yang dihasilkan terutama terhadap warna dan kerenyahannya. Blanching
akan menyebabkan terbentuknya rongga-rongga yang ditinggalkan oleh air yang
menguap. Rongga-rongga ini pada saat penggorengan akan diisi oleh minyak
sehingga akan membentuk struktur yang porous yang menyebabkan french fries
menjadi renyah.
Penentuan metode yang digunakan mempunyai peranan penting dalam
blanching. Artinya dengan menggunakan metode yang tepat diharapkan akan
dihasilkan produk yang baik kualitasnya. Sebagaimana diketahui bahwa perlakuan
blanching adalah suatu proses pemanasan, baik menggunakan air mendidih
maupun dengan uap panas. Dalam hal ini sudah tentu ada penghantar panas dari
4
media pemanas ke bahan yang dipanaskan. Sehubungan dengan hal tersebut maka
penetrasi panas dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, ukuran bahan, varietas, suhu
dan metode yang digunakan (Muljohardjo dan Gardjito, 1980). Menurut Fellows
(1990), blanching dapat dilakukan dengan metode hot water blanching (perebusan
dengan air mendidih) dan steam blanching (pengukusan dengan uap air panas).
Warna yang diharapkan pada french fries adalah kuning sampai dengan
kuning keemasan tanpa pencoklatan berlebih (Lisinka dan Leszczynski, 1989).
Penelitian yang dilakukan oleh Jiman (2003) menyebutkan bahwa adanya
perlakuan blanching saja belum cukup untuk dapat menghambat pencoklatan
enzimatis secara optimal karena masih dihasilkan keripik kentang dengan warna
yang cenderung kecoklatan. Terkait dengan hal tersebut maka perlu adanya
kombinasi antara blanching dengan bahan lain yang dapat mencegah pencoklatan
enzimatis secara optimal pada french fries. Salah satu bahan tambahan makanan
yang dapat digunakan sebagai inhibitor proses pencoklatan adalah asam askorbat.
Asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak
sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis
senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang (Winarno, 1997).
Meliani (2004) menyatakan bahwa perendaman dalam larutan asam askorbat pada
konsentrasi 0,4% menghasilkan keripik kentang dengan warna putih kekuningan
sampai kuning, tekstur renyah dan flavor yang mendekati enak. Namun Winarno
dan Rahayu (1994) menyatakan bahwa penggunaan asam askorbat sebagai bahan
tambahan pangan (BTP) untuk potongan kentang goreng beku yang dianjurkan
adalah sebesar 100 mg/kg baik tunggal maupun campuran dengan sekuestran.
5
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dikaji tentang pengaruh metode
blanching dan konsentrasi larutan asam askorbat terhadap kualitas french fries
varietas Krespo dan Tenggo sehingga dapat dihasilkan french fries dengan
kualitas sensorik dan kimiawi terbaik.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan varietas kentang yang
menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor
yang enak serta kualitas kimia terbaik, (2) Menentukan metode blanching yang
tepat untuk menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma
dan flavor yang enak serta kualitas kimia terbaik, (3) Menentukan konsentrasi
asam askorbat optimal untuk perendaman agar menghasilkan french fries dengan
warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas kimia
terbaik, (4) Menentukan kombinasi perlakuan antara varietas kentang, metode
blanching dan perendaman dalam asam askorbat agar menghasilkan french fries
dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas
kimia terbaik.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: (1)
Memberikan informasi tentang pembuatan french fries berbahan baku kentang
varietas Krespo dan Tenggo yang merupakan kentang varietas baru, (2)
Memberikan tambahan informasi tentang pembuatan french fries sebagai upaya
diversifikasi pengolahan kentang serta untuk meningkatkan nilai ekonomisnya.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kentang
Kentang (Solanum tuberasum L.) merupakan salah satu jenis umbi-umbian
yang bergizi. Zat gizi yang terdapat dalam kentang antara lain karbohidrat,
mineral (besi, fosfor, magnesium, natrium, kalsium, dan kalium), protein, serta
vitamin terutama vitamin C dan B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak
dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu 1,0-1,5% (Smith dan Talburt, 1987).
Komposisi kimia kentang sangat bervariasi tergantung varietas, tipe tanah,
cara budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan kondisi penyimpanan.
Kandungan zat gizi dalam 100 g kentang disajikan dalam Tabel 1.
dan peralatan laboratorium untuk analisis kimia berupa oven, desikator, tanur
listrik, beaker glass 100 ml, gelas ukur, corong, labu lemak dan alat soxhlet.
29
C. Rancangan Percobaan
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka dalam penelitian lanjutan
dicoba tiga faktor, yaitu jenis varietas (V) yang terdiri dari dua taraf, metode
blanching (B) yang terdiri dari dua taraf dan konsentrasi asam askorbat (A) yang
terdiri dari empat taraf, yaitu:
1. Varietas kentang (V) terdiri dari:
a. V1 = Varietas Tenggo
b. V2 = Varietas Krespo
2. Metode blanching (B) terdiri dari:
a. B1 = Steam blanching
b. B2 = Hot water blanching
3. Konsentrasi asam askorbat (A) terdiri dari:
a. A1 = 0 %
b. A2 = 0,1 %
c. A3 = 0,2 %
d. A4 = 0,3 %
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial. Kombinasi
perlakuan yang diperoleh adalah 16 dengan 2 kali ulangan, sehingga akan
diperoleh 32 unit percobaan. Kombinasi perlakuan tersebut adalah sebagai
berikut:
30
V1B1A1 V1B2A1 V2B1A1 V2B2A1
V1B1A2 V1B2A2 V2B1A2 V2B2A2
V1B1A3 V1B2A3 V2B1A3 V2B2A3
V1B1A4 V1B2A4 V2B1A4 V2B2A3
Data variabel parametrik dianalisis dengan uji F, jika terdapat keragaman
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). Data variabel non
parametrik dianalisis dengan uji Friedman. jika terdapat keragaman dilanjutkan
dengan Uji Banding Ganda. Penentuan perlakuan terbaik menggunakan uji Indeks
Efektivitas.
D. Variabel dan Pengukuran
1. Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu
variabel kimia dan variabel sensorik. Variabel kimia meliputi: kadar air, kadar
abu, kadar lemak dan vitamin C. Variabel sensorik yang diamati meliputi: warna,
aroma, tekstur, flavor dan kesukaan.
Variabel yang diamati pada french fries meliputi:
1. Kadar air
2. Kadar abu
3. Kadar lemak
4. Pengujian sifat sensorik produk yang meliputi warna, aroma, tekstur,
flavor dan kesukaan.
31
2. Metode pengukuran
Pengukuran terhadap variabel dilakukan secara langsung terhadap unit-
unit percobaan meliputi:
a. Kadar air (AOAC, 1970)
Cawan sebelumnya dioven terlebih dahulu selama 4 jam, kemudian
masuk desikator kira-kira setengah jam dan ditimbang. Sampel french
fries ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam cawan yang sudah
diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur
105 ºC selama 3-5 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator hingga
mencapai suhu kamar dan ditimbang. Kemudian dimasukkan kembali
dalam oven selama 3 jam, dinginkan kembali dan ditimbang. Perlakuan ini
diulang beberapa kali sampai mencapai berat konstan. Kadar air dihitung
dengan rumus berikut:
% Kadar air (bb) = %100xAB
CB
Keterangan:
A = berat cawan (gram)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)
b. Kadar Lemak (Metode soxhlet, modifikasi metode Sudarmadji et al.,
1997)
Sampel french fries dihaluskan dan ditimbang dengan teliti
sebanyak 2 gram (A), kemudian dibungkus dengan kertas saring bebas
lemak. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105° C selama 3-5 jam,
32
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C). Setelah itu
dilakukan ekstraksi dengan petrolium benzene dalam ekstraksi soklet
selama 4 jam. Setelah waktu ekstraksi cukup, kertas saring dan sampel
dimasukkan dalam oven pada suhu 105° C, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (B). Kadar lemak dihitung dengan rumus:
Kadar lemak = %100xA
BC
c. Kadar Abu (Metode pemanasan tanur, Sudarmadji et al., 1997)
Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2-5 gram
dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian diabukan dalam
tanur pada temperatur 500 oC selama 4-5 jam. Selanjutnya dibiarkan
dingin sampai suhu 100 oC dalam tanur. Kemudian didinginkan dalam
desikator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Kadar abu dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu = B – C x 100%B – A
Keterangan :
A = berat cawan (g)
B = berat cawan + sampel sebelum diabukan (g)
C = berat cawan + sampel setelah diabukan (g)
d. Analisis Vitamin C (Sudarmadji et al., 1997)
200 gram kentang yang telah dikupas diblender sampai diperoleh
slurry. 10 ml slurry dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan
tambahkan aquades sampai tanda. Disentrifuse sehingga diperoleh filtrat.
33
Diambil 5 ml filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer 125 ml dan ditambah 2
ml larutan amilum 1%. Ditambah 20 ml aquades dan titrasi dengan larutan
yodium 0,01 N.
e. Uji organoleptik (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik terhadap warna, aroma, tekstur, flavor dan kesukaan
dilakukan dengan uji skoring. Parameter kesukaan dilakukan dengan uji
hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih dengan
jumlah minimal 15 orang. Panelis diminta untuk memberikan penilaian
terhadap sampel yang disajikan berdasarkan skala numerik dengan
mengisikan penilaiannya pada tabel kuesioner yang telah disediakan.
E. Analisis Data
Data variabel kimia yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji
Sidik Ragam (uji F), apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan
dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Data hasil pengamatan variabel
sensorik dianalisis dengan statistik non parametrik yaitu uji Friedman, apabila
menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Banding Ganda.
Kombinasi perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan uji Indeks
Efektivitas.
34
F. Pelaksanaan Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perlakuan-perlakuan
yang akan digunakan pada penelitian lanjutan. Beberapa hal yang dipelajari pada
penelitian pendahuluan meliputi suhu dan lama penggorengan, jenis dan
konsentrasi asam yang digunakan, lama perendaman, metode dan waktu
blanching serta analisis terhadap kentang segar.
Suhu penggorengan yang dicoba adalah 175 °C untuk penggorengan awal
dan 190 °C untuk penggorengan akhir. Penentuan suhu penggorengan tersebut
adalah berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Sedangkan lama
penggorengan yang dicoba adalah 1, 2, 3, 4 dan 5 menit, dengan hasil terbaik
yaitu 2 menit untuk penggorengan awal dan 3 menit untuk penggorengan akhir
karena apabila kurang dari waktu yang telah ditentukan maka french fries belum
matang merata. Sedangkan apabila melebihi waktu yang telah ditentukan maka
french fries menjadi terlalu matang sehingga ada bagian yang gosong.
Jenis asam yang digunakan adalah asam askorbat dan asam sitrat.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, penggunaan asam sitrat
menyebabkan french fries menjadi terasa sangat asam sehingga penggunaan yang
paling baik yaitu asam askorbat.
Konsentrasi asam askorbat yang dicoba adalah 0,1 persen; 0,2 persen; 0,3
persen; 0,4 persen dan 0,5 persen. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi asam
yang semakin tinggi menyebabkan french fries terasa lebih asam dan warnanya
cenderung lebih gelap sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh
35
konsumen. Oleh karena itu, dalam penelitian lanjutan dilakukan perendaman
dengan konsentrasi 0,1 persen; 0,2 persen; 0,3 persen. Lama perendaman dalam
asam askorbat yang dicoba pada penelitian pendahuluan adalah 2 jam, 4 jam dan 6
jam. Hasil yang terbaik yaitu perendaman selama 6 jam, karena menghasilkan
warna french fries yang cerah dan tekstur yang renyah. Sehingga pada penelitian
lanjutan dilakukan perendaman dalam asam askorbat selama 6 jam.
Metode blanching yang dicoba pada penelitian pendahuluan adalah steam
blanching dan hot water blanching dengan lama blanching selama 1, 2, 3 dan 4
menit. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu yang terbaik untuk steam blanching
yaitu 2 menit, karena french fries yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih
renyah. Sedangkan waktu yang terbaik untuk hot water blanching yaitu 3 menit,
karena menghasilkan french fries dengan warna yang paling cerah.
Analisis terhadap kentang segar yang dilakukan pada penelitian
pendahuluan meliputi kadar air, kadar abu dan kadar vitamin C. Tujuan
dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui komposisi kentang segar dan
perubahannya setelah diolah menjadi french fries.
2. Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan ini dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan
dengan mengambil beberapa perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan.
Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk menentukan metode blanching dan
konsentrasi larutan asam askorbat untuk perendaman kentang varietas Krespo dan
Tenggo sehingga diharapkan mampu menghasilkan french fries dengan kualitas
kimia dan sensorik terbaik.
36
Adapun cara pembuatan french fries adalah sebagai berikut: kentang
varietas Krespo dan Tenggo, dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel
menggunakan air mengalir. Kentang yang telah bersih dikupas dengan
menggunakan peeler serta dibuang bagian-bagian yang rusak pada umbi kentang
seperti black spot dan kotoran lainnya. Selanjutnya kentang dipotong dengan
ukuran rata-rata 1 × 1 × 4-7 cm, kemudian direndam dalam larutan asam askorbat
dengan konsentrasi 0,1 persen; 0,2 persen dan 0,3 persen selama 6 jam. Setelah
direndam kemudian kentang diriskan terlebih dahulu dan diblanching. Blanching
dilakukan dengan menggunakan metode steam blanching selama 3 menit dan hot
water blanching selama 2 menit kemudian ditiriskan. Tahap selanjutnya yaitu
penggorengan dengan menggunakan deep frier. Penggorengan french fries
dilakukan melalui dua tahap penggorengan. Penggorengan tahap I dilakukan pada
suhu 175 °C selama 2 menit kemudian dilakukan penghilangan minyak dengan
cara ditiriskan diatas tissue selama kurang lebih 10 menit. Tahap selanjutnya yaitu
pembekuan dalam freezer sehingga akan dihasilkan frozen french fries kemudian
dilakukan penggorengan tahap II pada suhu 190 °C selama 3 menit sehingga
dihasilkan french fries siap saji. Diagram alir proses pembuatan french fries dapat
dilihat pada Lampiran 1.
French fries yang dihasilkan kemudian dianalisis yang meliputi kadar air,
abu dan lemak. Sedangkan analisis sensorik meliputi warna, aroma, tekstur, flavor
dan kesukaan.
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Variabel Kimia
Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang, metode blanching dan
konsentrasi asam askorbat serta interaksinya terhadap variabel kimia yang diamati
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang, metode blanching dankonsentrasi asam askorbat terhadap variabel kimia yang diamati
No Variabel PerlakuanV B A V × B V × A B × A V × B × A
1 Kadar Air ** * ** tn ** tn *2 Kadar Abu tn tn * tn tn tn tn3 Kadar Lemak tn tn * tn tn tn tnKeterangan: V = Varietas kentang; B = Metode blanching; A = Konsentrasi asam
askorbat; V × B = Interaksi antara varietas kentang dan metodeblanching; V × A = Interaksi antara varietas kentang dan konsentrasiasam askorbat; B × A = Interaksi antara metode blanching dankonsentrasi asam askorbat; V × B × A = Interaksi antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat; tn = tidaknyata; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruhsangat nyata pada taraf 1%.
1. Kadar air
Pengukuran kadar air pada penelitian ini meliputi bahan mentah dan
produk yang dihasilkan yaitu french fries. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa perlakuan varietas kentang (V), konsentrasi asam askorbat (A), dan
interaksi keduanya (V × A) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
kadar air french fries. Sedangkan perlakuan metode blanching (B) dan interaksi
antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat (V × B
× A) memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air french fries yang
38
dihasilkan. Kadar air french fries varietas Tenggo dan Krespo disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Kadar air french fries varietas Tenggo dan Krespo
Nilai kadar air french fries varietas Tenggo (V1) dan Krespo (V2) adalah
67,08% bk (39,58% bb) dan 55,06% bk (35,33% bb). Berdasarkan hasil uji
DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan
perlakuan V2. French fries berbahan dasar kentang varietas Tenggo (V1)
memiliki rata-rata kadar air yang lebih tinggi dibandingkan varietas Krespo (V2).
Perbedaan ini disebabkan kentang segar varietas Tenggo memiliki kadar air
sebesar 79,89% bb yang lebih tinggi dari kentang varietas Krespo yaitu sebesar
76,05% bb (Lampiran 4). Asikin (1996) menyatakan bahwa perbedaan kadar air
produk disebabkan oleh bervariasinya kadar air pada masing-masing varietas.
Perlakuan terbaik dihasilkan dari kentang varietas Krespo karena memiliki kadar
air yang lebih rendah.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode blanching
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air french fries. Nilai rata-rata kadar
air pada perlakuan steam blanching (B1) dan hot water blanching (B2) masing-
39
masing sebesar 63,25% bk (38,22% bb) dan 58,89% bk (36,69% bb). Perlakuan
hot water blanching menyebabkan kadar air french fries lebih rendah
dibandingkan dengan steam blanching. Hal ini disebabkan pada hot water
blanching bahan kontak langsung dengan air panas sehingga permeabilitas sel
semakin besar, akibatnya sel tidak dapat menahan air sehingga air akan terdifusi
keluar (Inarotuz, 2002). Perlakuan terbaik dihasilkan dari metode hot water
blanching karena memiliki kadar air yang lebih rendah. Kadar air french fries
dengan metode steam blanching dan hot water blanching disajikan pada Gambar
4.
Gambar 4. Kadar air french fries dengan metode steam blanching dan hot waterblanching
Kadar air french fries pada perlakuan konsentrasi asam askorbat 0% (A1),
konsentrasi asam askorbat 0,1% (A2), konsentrasi asam askorbat 0,2% (A3) dan
konsentrasi asam askorbat 0,3% (A4) berturut-turut adalah 78,07% bk (43,42%
bb); 61,57% bk (37,89% bb); 55,17% bk (35,49% bb) dan 49,46% bk (33,0%
bb). Konsentrasi asam askorbat 0,3% menghasilkan perlakuan terbaik karena
memiliki kadar air yang paling rendah. Berdasarkan hasil analisis ragam juga
diketahui bahwa konsentrasi asam askorbat berpengaruh sangat nyata terhadap
40
kadar air french fries. Kadar air french fries dengan konsentrasi asam askorbat
0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3% disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Kadar air french fries dengan berbagai konsentrasi asam askorbat
Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka kadar air french fries
semakin rendah. Hal ini berkaitan dengan reaksi pencoklatan enzimatis. Dalam
proses pencoklatan enzimatis tersebut akan dibebaskan air sebagai hasil reaksi
enzim polifenol oksidase sehingga kadar air produk akan semakin besar pula.
Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat yang digunakan, maka penghambatan
reaksi pencoklatan enzimatis semakin intensif sehingga kadar air akan semakin
rendah. Menurut Eskin (1990), dalam proses pencoklatan enzimatis, aktivitas
enzim polifenol oksidase membebaskan H2O dalam bentuk quinon dan
selanjutnya akan bereaksi dengan trihidroksi benzene membentuk hidroksi quinon
yang akhirnya mengalami polimerisasi membentuk melanin yang berwarna coklat.
Asam askorbat dapat menurunkan pH, sehingga aktifitas enzim akan terhambat
(Susanto dan Saneto, 1994).
Faktor lain yang menyebabkan semakin rendahnya kadar air dengan
semakin tingginya konsentrasi asam askorbat adalah terjadinya peristiwa osmosis.
41
Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat yang digunakan maka perbedaan
konsentrasi media perendam dengan cairan di dalam sel kentang semakin besar,
guna memperoleh kesetimbangan maka air di dalam kentang keluar dalam jumlah
yang semakin besar pula sehingga kadar air akan semakin rendah. Menurut
Muchtadi (1992), osmosis merupakan peristiwa perpindahan air dari cairan yang
konsentrasinya lebih tinggi ke cairan yang konsentrasinya lebih rendah.
Gambar 6. Kadar air french fries dengan interaksi perlakuan antara varietaskentang dan konsentrasi asam askorbat
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar air
tertinggi dihasilkan dari interaksi antara varietas Tenggo dan konsentrasi asam
askorbat 0% (V1A1) yaitu sebesar 91,41% bk (47,54% bb), sedangkan nilai rata-
rata kadar air terendah dihasilkan dari interaksi perlakuan varietas Krespo dan
konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2A4) yaitu sebesar 48,33% bk (32,48% bb).
Perlakuan terbaik dihasilkan dari interaksi perlakuan antara varietas Krespo dan
konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2A4) karena memiliki kadar air yang paling
rendah.
42
Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa interaksi perlakuan antara
varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat berpengaruh
nyata terhadap kadar air french fries. Kadar air french fries dengan interaksi
perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B) dan konsentrasi
asam askorbat (A) ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Kadar air french fries dengan interaksi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat
Kadar air french fries tertinggi dihasilkan dari interaksi perlakuan antara
varietas Tenggo, metode steam blanching dan konsentrasi asam askorbat 0%
(V1B1A1) yaitu sebesar 102,90% bk (50,68% bb), sedangkan nilai rata-rata kadar
air terendah dihasilkan dari interaksi perlakuan varietas Krespo, metode hot water
blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4) yaitu sebesar 43,91%
bk (31,38% bb). Perlakuan terbaik dihasilkan dari interaksi perlakuan antara
varietas Krespo, metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3%
(V2B2A4) karena memiliki kadar air yang paling rendah.
43
Kentang varietas Tenggo dengan metode steam blanching dan konsentrasi
asam askorbat 0% memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan varietas
Krespo. Hal ini disebabkan kentang segar varietas Tenggo memiliki rata-rata
kadar air sebesar 79,89% bb yang lebih tinggi dari kentang varietas Krespo yaitu
sebesar 76,05% bb (Lampiran 4).
Kentang varietas Tenggo dengan metode steam blanching dan konsentrasi
asam askorbat 0% memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan metode
hot water blanching. Hal tersebut disebabkan pada hot water blanching bahan
kontak langsung dengan air panas sehingga permeabilitas sel semakin besar,
akibatnya sel tidak dapat menahan air sehingga air akan terdifusi keluar (Inarotuz,
2002). Jiman (2003) menambahkan bahwa selama blanching permeabilitas sel
bahan meningkat yang mengakibatkan pergerakan air dalam bahan tidak
terhambat sehingga air mudah keluar dari jaringan bahan selama penggorengan
sehingga bisa menurunkan kadar air french fries.
Kentang varietas Tenggo dengan metode steam blanching dan konsentrasi
asam askorbat 0% memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan
perendaman dalam konsentrasi asam askorbat 0,3%. Hal ini berkaitan dengan
reaksi pencoklatan enzimatis. Dalam proses pencoklatan enzimatis tersebut akan
dibebaskan air sebagai hasil reaksi enzim polifenol oksidase sehingga kadar air
produk akan semakin besar pula. Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat yang
digunakan, maka penghambatan reaksi pencoklatan enzimatis semakin intensif
sehingga kadar air akan semakin rendah (Eskin, 1990).
44
2. Kadar abu
Penentuan kadar abu pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
banyaknya kandungan mineral yang terdapat dalam french fries yang dihasilkan.
Menurut Sudarmadji et al. (1996), abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran
suatu bahan anorganik. Penentuan kadar abu pada penelitian ini dilakukan setelah
kentang digoreng.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dalam
larutan asam askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap kadar abu french fries,
sedangkan varietas kentang (V), metode blanching (B) dan interaksinya tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu french fries yang dihasilkan.
Gambar 8. Kadar abu french fries dengan berbagai konsentrasi asam askorbat
Nilai rata-rata kadar abu french fries pada perlakuan konsentrasi asam
askorbat 0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3% berturut-turut adalah 2,0% bk; 1,84% bk;
1,68% bk dan 1,51% bk. Perlakuan terbaik dihasilkan dari konsentrasi asam
askorbat 0,3% karena memiliki kadar abu yang paling rendah. Berdasarkan hasil
uji DMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan A1 tidak berbeda
45
nyata dengan perlakuan A2 dan A3. Sedangkan perlakuan A1 berbeda nyata
dengan perlakuan A4.
Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka kadar abu french fries
semakin menurun. Penurunan ini disebabkan dengan semakin meningkatnya
konsentrasi asam askorbat maka jumlah mineral yang terlarut dalam larutan
perendam semakin banyak sehingga jumlahnya di dalam kentang akan semakin
menurun. Perendaman dalam asam askorbat dapat menyebabkan penurunan pH.
Penurunan pH disebabkan terbentuknya asam-asam dari reaksi metabolik dalam
jaringan. Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka pH akan semakin
rendah. Menurut deMan (1997), penurunan pH akan mengakibatkan perubahan
mineral dari bentuk koloid menjadi bentuk terlarut. Larutnya mineral-mineral
yang terkandung dalam jaringan kentang tersebut mengakibatkan kadar mineral
kentang menjadi berkurang, sehingga kadar abu french fries juga semakin
menurun.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis varietas,
metode blanching dan konsentrasi asam askorbat tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar abu french fries.
3. Kadar lemak
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam
askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap kadar lemak french fries, sedangkan
varietas kentang (V), metode blanching (B) dan interaksinya tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak french fries yang dihasilkan. Kadar
46
lemak french fries dengan konsentrasi asam askorbat 0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3%
disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Kadar lemak french fries dengan berbagai konsentrasi asam askorbat
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar lemak
french fries pada perlakuan konsentrasi asam askorbat 0% (A1), konsentrasi asam
askorbat 0,1% (A2), konsentrasi asam askorbat 0,2% (A3) dan konsentrasi asam
askorbat 0,3% (A4) berturut-turut adalah 18,673% bk; 16,402% bk; 14,976% bk
dan 14,076% bk. Perlakuan terbaik dihasilkan dari konsentrasi asam askorbat
0,3% karena memiliki kadar lemak yang paling rendah.
French fries dengan perlakuan konsentrasi asam askorbat 0,3% (A4)
mempunyai kadar lemak paling rendah yaitu sebesar 14,076% bk. Hal ini
disebabkan karena french fries pada perlakuan yang sama mempunyai kadar air
yang rendah pula yaitu sebesar 33,01% bb. Selama penggorengan berlangsung,
minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar (outer zone) serta mengisi ruang
kosong yang pada mulanya diisi air (Ketaren, 1986). Jadi, jumlah minyak yang
terserap bahan sebanding dengan kehilangan air. Gamble et al. (1987) melaporkan
bahwa terdapat hubungan antara penyerapan minyak dan penguapan air selama
47
pengorengan. Hal serupa juga dilaporkan oleh Krokida et al. (2000) dan Ngadi et
al. (2006) bahwa bahwa terdapat hubungan linear antara kadar minyak kadar air
bahan selama penggorengan menggunakan deep fat frying. Lemak yang
terkandung pada bahan pangan akan membentuk kompleks dengan pati sehingga
mengganggu dan menurunkan proses penyerapan air.
Adanya perlakuan blanching dan penggorengan akan mengakibatkan
terjadinya gelatinisasi pati dan terbentuk kerak. Gelatinisasi pati akan terbentuk
selama blanching dan penggorengan, sedangkan kerak akan dibentuk selama
proses penggorengan dan merupakan akibat perubahan kimia dari struktur
permukaan bahan. Kerak dapat mempertahankan uap air pada bahan sehingga
mampu menurunkan penyerapan minyak. Menurut Firdaus et al. (2001), Adanya
perlakuan blanching bertujuan untuk mengurangi air bebas pada bahan sehingga
dapat menurunkan penyerapan minyak.
Pada proses penggorengan, air yang terdapat dalam bahan akan mengalami
penguapan akibat kenaikan temperatur bahan dan minyak. Selama proses
penggorengan tersebut kentang akan mengalami peningkatan kadar lemak.
Semakin lama waktu penggorengan dan semakin tinggi suhu minyak goreng yang
digunakan maka semakin banyak minyak yang terserap. Hal ini disebabkan
semakin banyak air yang teruapkan maka semakin besar rongga atau ruang
kosong yang dapat terisi oleh minyak sebagai media penggorengan (Weiss, 1983
dalam Ratnaningsih, 2007).
48
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis varietas,
metode blanching dan konsentarsi asam askorbat tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar lemak french fries.
B. Variabel Sensorik
Hasil uji Friedman pengaruh perlakuan metode blanching dan perendaman
dalam larutan asam askorbat terhadap french fries dari varietas Tenggo dan
Krespo disajikan pada Tabel 7, sedangkan nilai rata-rata untuk kombinasi
perlakuan terhadap variabel sensorik disajikan dalam Lampiran 7.
Tabel 7. Hasil uji Friedman pengaruh kombinasi perlakuan varietas kentang,metode blanching dan konsentrasi asam askorbat terhadap variabelsensorik yang diamati.
Keterangan: V = Varietas kentang; B = Metode blanching; A = Konsentrasi asamaskorbat; VBA = kombinasi perlakuan antara varietas kentang,metode blanching dan konsentrasi asam askorbat; tn = tidak nyata; *= berpengaruh nyata pada taraf 5 %; ** = berpengaruh sangat nyatapada taraf 1 %.
Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara
varietas kentang, metode blanching dan perendaman dalam larutan asam askorbat
memberikan pengaruh sangat nyata terhadap warna, tekstur dan kesukaan serta
berpengaruh nyata terhadap flavor, tetapi tidak memberi pengaruh yang nyata
terhadap aroma french fries.
49
1. Warna
Analisis dengan menggunakan uji Friedman menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B) dan
konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap warna
french fries yang dihasilkan. Warna french fries dengan kombinasi perlakuan
antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat dapat
dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Warna french fries dengan kombinasi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat
French fries varietas Krespo dengan perlakuan metode steam blanching
dan konsentrasi asam askorbat 0% (V2B1A1) menunjukkan nilai rata-rata warna
terendah sebesar 1,23 (kuning kecoklatan), warna tertinggi sebesar 2,83
(mendekati kuning muda) dihasilkan dari kentang varietas Tenggo dengan
perlakuan metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3%
(V1B2A4). Perlakuan terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara kentang
50
varietas Tenggo dengan perlakuan metode hot water blanching dan konsentrasi
asam askorbat 0,3% (V1B2A4) karena memiliki nilai rata-rata warna tertinggi.
Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka warna french fries
cenderung semakin cerah. Asam askorbat dengan konsentrasi yang lebih tinggi
memiliki pH yang lebih rendah sehingga tingkat keasaman akan semakin tinggi.
Dengan semakin tingginya tingkat keasaman maka makin menghambat aktivitas
enzim polifenolase dan asam askorbat akan mengubah senyawa fenol yaitu o-
quinon menjadi substrat alami yang yaitu o-difenol sehingga proses pencoklatan
dapat dihambat.
Apandi (1984) menyatakan bahwa pemberian atau penambahan asam
askorbat pada buah akan menyebabkan keasaman buah meningkat yang
menyebabkan buah mempunyai rasa asam. Penghambatan reaksi pencoklatan
akan lebih berhasil atau efektif pada kondisi asam atau pH rendah. Aktivitas
enzim polifenolase akan terhambat pada pH rendah. pH dari larutan asam askorbat
adalah 2,3. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1997) yang menyatakan
bahwa perendaman dalam larutan asam akan menghambat pencoklatan akibat
aktivitas enzim fenolase. Enzim ini dapat dihambat dengan menurunkan pH
larutan hingga 3,0 atau dibawahnya sebab pH optimal enzim fenolase adalah 6,5.
Asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak
sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis
senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang (Eskin, 1990). Giese
(1995) menegaskan bahwa Asam askorbat mempunyai aktivitas antioksidan
karena dapat berfungsi sebagai oksigen scavenger dengan jalan mentransfer atom
51
hidrogen ke oksigen sehingga menyebabkan oksigen tidak tersedia untuk reaksi
berikutnya. Menurut Winarno (1991) pencoklatan enzimatis memerlukan adanya
enzim dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tertentu, sehingga
apabila jumlah oksigen berkurang maka laju reaksi pencoklatan makin lambat.
Perlakuan blanching juga berpengaruh terhadap warna produk yang
dihasilkan. Menurut Fellows (2000), blanching dapat mengakibatkan warna bahan
pangan menjadi lebih cerah. Hal ini disebabkan penghilangan udara dan partikel
pada permukaan bahan. Warna french fries yang diblanching dengan
menggunakan metode hot water blanching memiliki warna yang lebih cerah
daripada steam blanching. Hal ini disebabkan karena irisan kentang dimasukkan
ke dalam air mendidih sehingga derajat panas lebih tinggi daripada steam
blanching menyebabkan semakin banyak enzim yang rusak. Inaktivasi polifenol
oksidase dapat diterapkan dengan pemanasan lebih dari 50 ºC dan rusak pada
suhu 80 ºC. Semakin banyak enzim yang rusak maka kemungkinan terjadinya
reaksi pencoklatan enzimatis lebih sedikit sehingga intensitas warna coklat
semakin menurun (Laurila et al., 2001).
Menurut Ketaren (1986), Pembentukkan warna pada french fries
dipengaruhi oleh kandungan gula reduksi yang terkandung dalam bahan sehingga
dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (reaksi maillard). Reaksi
maillard adalah reaksi dimana karbohidrat kususnya gula pereduksi akan bereaksi
dengan gugus amina primer dari protein sehingga akan menghasilkan pigmen
melanoidin yang dapat menyebabkan warna coklat pada bahan pangan.
52
Kandungan vitamin C yang terdapat pada kentang segar juga dapat
menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimatis. Vitamin C merupakan suatu
senyawa reduktor yang sekaligus dapat bertindak sebagai prekursor dalam
pencoklatan non enzimatis. Vitamin C berada dalam kesetimbangan dengan asam
dehidroaskorbat. Pada suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai
irreversibel dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat, kemudian
berlangsunglah proses pencoklatan (Winarno, 1997). Namun, reaksi pencoklatan
pada french fries yang disebabkan karena adanya kandungan vitamin C ini tidak
bersifat dominan. Kandungan vitamin C pada kentang varietas Tenggo sebesar
114,4 mg/100 g, sedangkan pada kentang varietas Krespo sebesar 88 mg/100 g.
Menurut Auliya (2008), vitamin C mudah sekali hilang akibat blanching dan
penggorengan pada suhu tinggi karena sifatnya yang larut air dan sensitif terhadap
panas.
Proses pembekuan yang dilakukan juga berpengaruh terhadap warna
produk yang dihasilkan. Selama penyimpanan pada suhu rendah (beku) akan
terjadi akumulasi gula pada umbi kentang. Adanya akumulasi gula (gula reduksi)
tersebut dapat menimbulkan reaksi pencoklatan selama proses penggorengan.
Reaksi tersebut disebut reaksi maillard, dimana gugus amina primer atau gugus
amino dari protein bereaksi dengan komponen karbonil yaitu gula reduksi
sehingga pada tahap akhir reaksi akan dihasilkan polimer warna coklat yang tidak
larut air.
53
2. Tekstur
Menurut Lisinska dan Leszczynski (1989), tekstur dalam french fries
memiliki dua arti yaitu tekstur bagian luar (kerenyahan) dan bagian dalam, tetapi
dalam hal ini lebih diutamakan pada kerenyahan. Hasil uji Friedman menunjukkan
bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B)
dan konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
tekstur french fries yang dihasilkan. Tekstur french fries dengan kombinasi
perlakuan antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam
askorbat dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Tekstur french fries dengan kombinasi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat
Nilai rata-rata tekstur terendah yaitu 1,43 (lunak) dihasilkan dari
kombinasi perlakuan varietas Tenggo, metode steam blanching dan konsentrasi
asam askorbat 0,1% (V1B1A2), sedangkan nilai rata-rata tekstur tertinggi yaitu
2,23 (agak renyah) dihasilkan dari kombinasi perlakuan varietas Krespo, metode
54
hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4). Perlakuan
terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara varietas Krespo, metode hot
water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4) karena memiliki
nilai rata-rata tekstur tertinggi.
Semakin rendah konsentrasi asam askorbat maka semakin lunak
teksturnya. Hal tersebut dapat terjadi karena konsentrasi asam yang rendah dan
tidak dilakukan pengemasan sehingga mengakibatkan semakin tinggi tingkat
pencoklatannya sehingga banyak H2O yang terbentuk selama pencoklatan
berlangsung. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzim polifenol oksidase
membebaskan H2O sehingga tekstur french fries menjadi lunak.
Pada umumnya, kerenyahan produk pangan kering ditentukan oleh kadar
airnya. Makin tinggi kadar air maka tekstur french fries yang dihasilkan kurang
renyah (lembek). Kombinasi perlakuan varietas Krespo, metode hot water
blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4) menghasilkan french
fries dengan tekstur yang paling renyah. Hal ini disebabkan kombinasi perlakuan
V2B2A4 memiliki kadar air paling rendah yaitu sebesar 45,91% bk (31,38% bb).
Sofyan (2004) menyatakan bahwa air merupakan komponen penting
dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi tekstur makanan yang
dihasilkan. Weiss (1983) menambahkan bahwa selama penggorengan
berlangsung, keseimbangan panas akan tercapai sehingga akan terjadi penguapan
air yang menyebabkan naiknya tekanan internal dalam bahan. Pada saat tekanan
internal ini turun akan terjadi penyerapan minyak oleh bahan yang mengisi ruang
kosong yang telah ditinggalkan air. Sebagian dari ruang kosong tersebut akan diisi
55
oleh minyak. Ini berarti masih tersisa ruang kosong yang menyebabkan bahan
lebih porous dan semakin renyah. Semakin porous produk yang dihasilkan maka
dengan sendirinya produk akan semakin renyah (Subekti, 1993).
Kerenyahan produk pangan goreng ditentukan oleh beberapa faktor antara
lain waktu atau lama penggorengan, sistem penggorengan, ketebalan dan jenis
bahan yang digoreng. Lama dan suhu penggorengan menentukan jumlah air yang
diuapkan dan derajat kekeringan produk. Ketebalan bahan dan kandungan air pada
bahan berpengaruh terhadap tingkat kekeringan produk berkaitan dengan jumlah
air yang teruapkan selama penggorengan. Semakin tebal bahan dan semakin
banyak jumlah air yang terkandung dalam bahan akan menurunkan tingkat
kekeringan produk yang diperoleh.
3. Aroma
Uji skoring terhadap aroma french fries dilakukan untuk mengetahui
intensitas bau asam yang berasal dari asam askorbat yang ditambahkan. Hasil uji
Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V),
metode blanching (B) dan konsentrasi asam askorbat (A) tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap aroma french fries yang dihasilkan.
Nilai rata-rata aroma french fries yang dihasilkan berkisar antara 2,0-2,43
(agak kuat). Hal tersebut disebabkan karena penggunaan suhu tinggi pada
pembuatan french fries kentang menyebabkan senyawa-senyawa volatil hilang
karena menguap bersama air yang yang dilepaskan selama penggorengan.
Lisinska dan Leszczynski (1989) menambahkan bahwa komponen penyusun
aroma terdiri dari senyawa volatil yang mudah menguap pada suhu tinggi.
56
Aroma french fries semakin berkurang karena adanya panas menyebabkan
senyawa volatil penyusun aroma semakin banyak yang menguap. Fellows (2000),
pada beberapa bahan pangan proses blanching tidak menunjukkan perubahan
yang signifikan terhadap flavor dan aroma. Akan tetapi apabila proses blanching
dilakukan pada suhu dan waktu yang tidak tepat dapat menimbulkan off flavor
pada bahan pangan selama penyimpanan baik untuk produk kering ataupun beku.
4. Flavor
Flavor merupakan gabungan dari bau (odor), rasa (taste) dan mouthfeel
(Tjahjaningsih, 1998). Analisis dengan menggunakan uji Friedman menunjukkan
bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B)
dan konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh nyata terhadap flavor
french fries yang dihasilkan. Flavor french fries dengan kombinasi perlakuan
antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Flavor french fries dengan kombinasi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat
57
Kombinasi perlakuan varietas Krespo, metode steam blanching dan
konsentrasi asam askorbat 0% (V2B1A1) menunjukkan nilai rata-rata flavor
terendah yaitu 2,1 (agak enak) sedangkan nilai rata-rata aroma tertinggi yaitu 2,77
(enak) dihasilkan dari kombinasi perlakuan varietas Tenggo, metode hot water
blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2). Perlakuan terbaik
dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara varietas Tenggo, metode hot water
blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2) karena memiliki nilai
rata-rata flavor tertinggi.
Semakin meningkatnya konsentrasi asam askorbat maka flavor french fries
semakin enak. Hal ini diduga karena kentang merupakan sumber karbohidrat yang
mengandung gugus karboksil yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya reaksi maillard menghasilkan senyawa volatil khas produk panggang.
Menurut Winarno (1997), reaksi maillard melalui degradasi strecker akan
menghasilkan senyawa aroma yang enak akibat terbentuknya senyawa furfural
dan maltol. Flavor merupakan hasil interaksi antara aroma, rasa dan mouthfeel,
sedangkan mouthfeel itu sendiri sangat dipengaruhi oleh tekstur.
Deep fat frying merupakan proses pemasakan dan pengeringan yang
terjadi melalui kontak dengan minyak panas dan ini meliputi perpindahan panas
dan masa secara simultan. Minyak mempunyai fungsi ganda dalam penyiapan
makanan, karena minyak berfungsi sebagai media transfer panas antara makanan
dan penggorengan, minyak juga sebagai pemberi kontribusi pada tekstur dan cita
rasa bahan gorengan. Kecepatan dan efisiensi proses penggorengan tergantung
pada suhu dan kualitas minyak goreng (Ratnaningsih et al., 2007).
58
5. Kesukaan
Kesukaan sangat dipengaruhi oleh subyektivitas konsumen. Kesukaan
akan mempengaruhi apakah suatu produk dapat diterima atau tidak. Hasil uji
Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V),
metode blanching (B) dan konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh
nyata terhadap kesukaan french fries yang dihasilkan. Kesukaan french fries
dengan kombinasi perlakuan antara varietas kentang, metode blanching dan
konsentrasi asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Kesukaan panelis terhadap french fries dengan kombinasi perlakuanantara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asamaskorbat
Nilai rata-rata kesukaan terendah yaitu 2,1 (agak suka) dihasilkan dari
kombinasi perlakuan varietas Tenggo, metode steam blanching dan konsentrasi
asam askorbat 0% (V1B1A1), sedangkan nilai rata-rata kesukaan tertinggi yaitu
2,9 (mendekati suka) dihasilkan dari kombinasi perlakuan varietas Tenggo,
59
metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2).
Perlakuan terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara varietas Tenggo,
metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2)
karena memiliki nilai rata-rata kesukaan tertinggi.
Kesukaan terhadap french fries cenderung makin meningkat dengan
semakin tingginya konsentrasi asam askorbat. Peningkatan kesukaan terutama
didasarkan pada penilaian panelis terhadap warna, tekstur, dan flavor french fries.
Konsentrasi asam askorbat yang semakin tinggi menyebabkan warna french fries
mendekati kuning muda. Dalam hal ini karena laju reaksi pencoklatan semakin
berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1997) yang menyatakan
bahwa perendaman dalam larutan asam akan menghambat pencoklatan akibat
aktivitas enzim fenolase. Warna yang lebih cerah dan tekstur yang lebih renyah
akan meningkatkan kesukaan panelis terhadap french fries.
C. Pembahasan Umum
Kombinasi perlakuan terbaik dari penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan uji Indeks Efektivitas yang disajikan pada Lampiran 8. Hasil
kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan uji Indeks Efektivitas diperoleh dari
kombinasi perlakuan kentang varietas Krespo dengan metode hot water blanching
dan perlakuan perendaman dalam larutan asam askorbat 0,3% (V2B2A4). Hasil
perlakuan ini memiliki warna kuning (2,33); tekstur agak renyah (2,23); aroma
agak kuat (2); flavor mendekati enak (2,5) serta memiliki nilai kesukaan 2,4 yaitu
60
agak suka dan mengandung kadar air 45,91% bk (31,38% bb); kadar lemak
12,68% bk dan kadar abu 1,55 % bk.
Penelitian mengenai french fries juga pernah dilakukan oleh Anggraini
(2005). Hasil penelitian Anggraini (2005) menghasilkan french fries dengan
warna kuning terang-kuning keemasan, bertekstur renyah dan memiliki flavor
enak. Perbandingan variabel kimia dan sensorik hasil penelitian dengan penelitian
Anggraini (2005) disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan variabel kimia dan sensorik french fries hasil penelitiandengan penelitian Anggraini (2005)
Variabel PerbandinganHasil penelitian Penelitian Anggraini