1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan herbal untuk penanganan penyakit ikan sudah menjadi tradisi masyarakat pembudidaya ikan di beberapa Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai penggunaan herbal dipercaya mampu menanggulangi penyakit ikan. Pembudidaya ikan di daerah Cangkringan mengenal penggunaan daun ketapang, batang pisang, klorosede, rondolenguk, dan sambiloto untuk penanggulangan penyakit ikan (Rosyid, komunikasi personal September 2013). Pembudidaya ikan di daerah Minggir mengenal penggunaan daun ketapang, daun johar, daun sembung, rondonoleh, dan batang pisang untuk penanggulangan penyakit ikan (Sukijo, komunikasi personal Oktober 2013). Pembudidaya ikan di daerah Sewon mengenal penanggulangan penyakit ikan menggunakan batang pisang (Sulis, komunikasi personal Oktober 2013). Pembudidaya ikan di daerah Wates mengenal penanggulangan penyakit ikan menggunakan batang pisang dan jantung pisang (Wagiran, komunikasi personal Oktober 2013). Berbagai herbal yang digunakan masyarakat dalam penanganan penyakit ikan seperti daun sembung, daun ketapang, dan batang pisang dilaporkan memiliki kandungan senyawa aktif seperti tannin, flavonoid, dan saponin. Beberapa herbal tersebut juga dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherischia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, B. cereus, dan Candida albicans. Herbal tersebutjuga digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit manusia seperti epilepsi, disentri, diarrhea, lepra, sakit mata, scabies, pusing, batuk, dan obat luka (Dalimartha, 2008; Chen et al., 2009; Jawla et al., 2012; Rakholiyaet al., 2012; Karuppiyahet al., 2013). Herbal yang digunakan masyarakat untuk menanggulangi penyakit ikan masih perlu diteliti secara ilmiah dan diuji aktivitas antibakterinya secara spesifik terhadap bakteri patogen ikan. Penelitian perlu dilakukan untuk membuktikan dan mengetahui kemampuan antibakteri terhadap bakteri patogen ikan dari herbal yang dipercayai dan masih digunakan masyarakat. Penelitian terhadap bahan herbal ini berpeluang memunculkan dan mengembangkan alternatif baru untukmenanggulangi penyakit ikan.
30
Embed
I. PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76473/potongan/S1-2014... · dapat dijumpai apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan herbal untuk penanganan penyakit ikan sudah menjadi tradisi
masyarakat pembudidaya ikan di beberapa Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai
penggunaan herbal dipercaya mampu menanggulangi penyakit ikan. Pembudidaya ikan
di daerah Cangkringan mengenal penggunaan daun ketapang, batang pisang, klorosede,
rondolenguk, dan sambiloto untuk penanggulangan penyakit ikan (Rosyid, komunikasi
personal September 2013). Pembudidaya ikan di daerah Minggir mengenal penggunaan
daun ketapang, daun johar, daun sembung, rondonoleh, dan batang pisang untuk
penanggulangan penyakit ikan (Sukijo, komunikasi personal Oktober 2013).
Pembudidaya ikan di daerah Sewon mengenal penanggulangan penyakit ikan
menggunakan batang pisang (Sulis, komunikasi personal Oktober 2013). Pembudidaya
ikan di daerah Wates mengenal penanggulangan penyakit ikan menggunakan batang
pisang dan jantung pisang (Wagiran, komunikasi personal Oktober 2013).
Berbagai herbal yang digunakan masyarakat dalam penanganan penyakit ikan
seperti daun sembung, daun ketapang, dan batang pisang dilaporkan memiliki
kandungan senyawa aktif seperti tannin, flavonoid, dan saponin. Beberapa herbal
tersebut juga dilaporkan memiliki kemampuan antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus, Escherischia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, B. cereus, dan
Candida albicans. Herbal tersebutjuga digunakan sebagai obat tradisional untuk
berbagai penyakit manusia seperti epilepsi, disentri, diarrhea, lepra, sakit mata, scabies,
pusing, batuk, dan obat luka (Dalimartha, 2008; Chen et al., 2009; Jawla et al., 2012;
Rakholiyaet al., 2012; Karuppiyahet al., 2013).
Herbal yang digunakan masyarakat untuk menanggulangi penyakit ikan masih
perlu diteliti secara ilmiah dan diuji aktivitas antibakterinya secara spesifik terhadap
bakteri patogen ikan. Penelitian perlu dilakukan untuk membuktikan dan mengetahui
kemampuan antibakteri terhadap bakteri patogen ikan dari herbal yang dipercayai dan
masih digunakan masyarakat. Penelitian terhadap bahan herbal ini berpeluang
memunculkan dan mengembangkan alternatif baru untukmenanggulangi penyakit ikan.
2
Beberapa bakteri patogen ikan seperti Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan
Vibrio sp. dapat menjadi bakteri uji dalam penelitian karena menurut Irianto (2005)
ketiga bakteri ini banyak menyerang berbagai jenis ikan.
B. Tujuan
1. Mengetahui aktivitas antibakteri daun ketapang, batang pisang, dan daun sembung
terhadap tiga bakteri patogen ikan yakni Aeromonas hydrophila, Streptococcus sp. dan
Vibrio sp.
2. Mengetahui ekstrak herbal yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik
3. Mengetahui golongan senyawa yang aktif menghambat bakteri
C. Manfaat
1. Memberikan gambaran tentang aktivitas antibakteri daun ketapang, batang pisang, dan
daun sembung terhadap tiga bakteri patogen ikan yakni Aeromonas hydrophila,
Streptococcus sp. dan Vibrio sp.
2. Memberikan informasi mengenai ekstrak herbal yang memiliki aktivitas antibakteri
terbaik
3. Memberikan informasi mengenai golongan senyawa yang aktif menghambat bakteri
D. WaktudanTempat
Survei sederhana mengenai berbagai herbal yang digunakan masyarakat untuk
menanggulangi penyakit ikan dilakukan pada bulan September-Oktober 2013 di
Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulonprogo. Uji kadar air, ekstraksi bahan herbal, uji
aktivitas antibakteri, uji MIC dan MBC, uji bioautografi, dan identifikasi golongan
senyawa yang menghambat bakteri dilakukan pada bulan Maret-September 2014 di
Laboratorium Hidrobiologi, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Alami, Laboratorium
Hama dan Penyakit Ikan, dan Laboratorium Teknologi Ikan Jurusan Perikanan UGM.
3
II. TINJAUAN RUJUKAN
A. Bakteri Patogen Ikan
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) beberapa bakteri patogen ikan di
antaranya adalah Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Flexibacter sp., dan Vibrio sp.
yang termasuk bakteri golongan Gram negatif. Selain itu ada juga bakteri golongan
Gram positif yang patogen atau dapat menginfeksi ikan, salah satunya adalah
Streptococcus sp.
A.1. Aeromonas hydrophila
Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam famili Pseudomonadaceae dan terdiri
dari tiga species utama, yaitu A. hydrophila, A. punctata, dan A. liuiefacieus. Bakteri
ini hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi, dengan suhu
15-30oC dan pH 5,5-9. Morfologinya berbentuk batang dengan ukuran 1-4,4x0,4-1
mikron, termasuk golongan Gram negatif, fakultatif aerobik, tidak berspora, dan
bersifat motil karena memiliki satu flagel (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Bakteri Aeromonas dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan jenis
penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering juga disebut
Hemorrhage septicemia. Serangan bakteri ini bersifat berkepanjangan sehingga baru
dapat dijumpai apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan
penurunan kualitas air, kekurangan pakan, atau penanganan yang kurang cermat.
Penularan penyakit MAS dapat berlangsung melalui air, kontak badan, kontak
peralatan, atau pemindahan ikan yang terinfeksi bakteri Aeromonas ke tempat lain.
Gejala yang akan timbul berupa warna tubuh yang berubah menjadi gelap, kulit
menjadi kasat, dan timbul pendarahan yang akan menjadi hemorrhage, kemampuan
berenang menurun dan sering megap-megap di permukaan air karena insang rusak,
sering terjadi pendarahan pada organ dalam, perut terlihat kembung, seluruh siripnya
rusak, insang menjadi keputih-putihan, serta mata rusak dan agak menonjol (Afrianto
dan Liviawaty, 1992).
A.2. Streptococcus sp.
Salah satu bakteri yang dapat menyerang ikan adalah Streptococcus sp.
sehingga penyakitnya disebut Streptococciasis. Penyakit ini menyerang beberapa ikan
4
budidaya air tawar maupun laut di beberapa negara dan cukup berbahaya karena
menyebabkan kematian ikan. Penyakit ini dapat menyerang ikan nila, stripped bass,
rabbitfish, rainbow trout, dan barramundi (Evans et al., 2000). Bakteri Streptococcus
sp. termasuk ke dalam famili Streptococcaceae. Bakteri ini termasuk golongan Gram
positif, berbentuk bulat hingga lonjong, diameter ≤ 2 µm, dan dapat melakukan
pembelahan sel (Kuntaman, 2007).
A.3. Vibrio sp.
Bakteri Vibrio sp. merupakan penyebab penyakit Vibriosis pada ikan. Ikan yang
terinfeksi akan menunjukkan gejala berupa kehilangan nafsu makan, kulit menjadi
gelap, insang pucat, sering muncul bisul yang mengeluarkan cairan bewarna kuning
kemerahan, dan terjadi pendarahan pada dinding perut serta permukaan jantung. Jika
dilakukan pembedahan maka akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada hati,
ginjal, dan limpa (Ghufron dan Kordi, 2013).
B. Kemampuan Antibakteri Daun Ketapang
Ketapang memiliki nama ilmiah Terminalia catappa L. Ketapang dalam bahasa
Inggris disebut Indian almond atau Singapore almond. Ketapang berasal dari Asia
Tenggara dan sudah dikenal secara umum di Indonesia. Ketapang ditanam di Australia
Utara, Polinesia, Pakistan, India, Afrika Timur dan Barat, Madagaskar, serta dataran
rendah Amerika Selatan dan Tengah. Ketapang tumbuh alami pada pantai berpasir atau
berbatu. Pohon ketapang berukuran moderat, mudah gugur, bentuk seperti pagoda,
terutama bila pohon masih muda. Batang sering berbanir pada pangkal, pepagan coklat
abu-abu tua, merekah, sementara cabang tersusun dalam deretan bertingkat dan
melintang. Daun berseling, bertangkai pendek, mengumpul pada ujung cabang,
biasanya membundar telur sungsang, kadang-kadang agak menjorong, mengertas
sampai menjangat tipis, dan mengkilap. Bunga berbulir tumbuh pada ketiak daun,
sebagian besar adalah bunga jantan, bunga biseksual terdapat ke arah pangkal, sangat
sedikit, warna putih-kehijauan dengan cakram berjanggut. Buah pelok membulat telur
atau menjorong, agak pipih, hijau-kekuningan dan berwarna merah saat matang. Buah
batu dikelilingi lapisan daging berair setebal 3-6 mm. Jenis ini dapat dikenali langsung
5
dari cabangnya yang kaku dan daun-daun besarnya yang tersusun dalam roset (Prohati,
2013).
Daun ketapang digunakan secara luas sebagai obat tradisional di Asia Tenggara
untuk dermatosis dan hepatitis. Banyak studi farmakologi melaporkan bahwa ekstrak
daun dan buah ketapang memiliki kemampuan antikanker, antioksidan, anti-HIV-
reserve-transcriptase, anti-inflammantory, anti-diabetic dan memiliki aktivitas
hepatoprotektif (Jing et al., 2004). Ketapang juga dikenal sebagai obat tradisional
dalam mencegah hepatitis dan hepatoma di Taiwan (Chen et al., 2000). Ketapang juga
digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi demam dan disentri di wilayah
hutan Amazon (Watson, 2008).
Uji antibakteri dari ekstrak metanol daun ketapang yang dilakukan oleh
Rakholiya dan Chanda (2012) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Micrococcus
Flavus, Bacillus megaterium, Staphylococcus aureus, S. epidermidis, Proteus
morganii, P. vulgaris, P. mirabilis, Klebsiella pneumoniae, dan Enterobacter aeorgenes
dengan zona hambat antara 9-15 mm. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun
ketapang yang dilakukan oleh Kloucek et al., (2005) menunjukkan aktivitas antibakteri
terhadap Bacillus cereus, B. subtilis, Bacteroides fragilis, Enterococcus faecalis,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, S. epidermidis,
dan Streptococcus pyogenes dengan minimum inhibitory concentration (MIC) antara
0,25 mg/ml hingga 16 mg/ml.
Uji aktivitas antimikrobia dari ekstrak N,N-dihylformamide, acetone, dan
metanol Terminalia catappa sudah diuji melawan 91 strain mikrobia yang penting
secara klinis yang terdiri dari 20 bakteri Gram positif, 55 strain bakteri Gram negatif
dan 16 strain fungi, termasuk 19 strain dari spesies bakteri Pseudomonas. Hasil uji
tersebut menunjukkan ketiga ekstrak Terminalia catappa aktif melawan 70% dari
semua bakteri Gram positif, 63% dari semua bakteri Gram negatif, dan 25% dari
semua strain fungi yang diuji (Chanda, 2011). Kemampuan antibakteri daun ketapang
terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus
Enterobacteraerogenes juga diujikan oleh Neelavathi (2012) dengan hasil yang sangat
efektif dibandingkan dengan antibiotik Ciprofloxacin.
6
Hasil analisis fitokimia kualitatif dari daun ketapang yang dilakukan Neelavathi
(2012) menjelaskan bahwa daun ketapang mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
tannin, saponin, senyawa fenol, triterpenoid, fitosterol, protein, karbohidrat dan
glikosida, resin, lemak dan fixed oil.Kandungan senyawa flavonoid pada ketapang
sudah diisolasi dan diuji aktivitas antibakterinya oleh Ariyanti dkk. (2013) dengan zona
hambat yang dihasilkan terhadap Staphylococcus epidermidis berkisar antara 11 mm
hingga 23 mm dan terhadap Pseudomonas aeroginosa berkisar antara 10 mm hingga
29 mm.
C. Kemampuan Antibakteri Batang Pisang
Buah, daun, kulit, akar, dan batang pisang (Musa sp.) sudah digunakan sebagai
obat untuk penyakit diarrhea dan disentri, intestinal colitis, antilithic, inflamasi, luka
dan gigitan ular, protein abolic disorder, antimikrobia, antiulcerogenic, antihelmintic,
hypoglycemic, dan antioksidan (Jawla et al., 2012).Berdasarkan uji fitokimia yang
dilakukan oleh Suarsa (2011) ekstrak etanol, aseton, dan n-heksana dari batang pisang
kepok dan pisang susu mengandung tannin dan flavonoid. Kandungan dari pisang yang
diperkirakan memiliki kemampuan antibakteri adalah alkaloid, tannin, flavonoid,
saponin, dan steroid (Zafar, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Hastari (2012) menyimpulkan bahwa ekstrak
batang dan pelepah pisang (Musa acuminata) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Penambahan ekstrak batang dan pelepah pisang
dengan konsentrasi 6,25 %, 12,5 %, dan 25 % menunjukkan adanya pengaruh
penurunan koloni bakteri S. aureus. Rerata jumlah koloni bakteri pada kontrol tanpa
ekstrak berjumlah 537,33 koloni, sedangkan rerata jumlah koloni pada ekstrak batang
pisang dengankonsentrasi 6,25 % berjumlah 69,33 koloni, konsentrasi 12,5 %
berjumlah 6,67 koloni, dan konsentrasi 25 % berjumlah 5 koloni. Rerata jumlah koloni
pada ekstrak pelepah pisang dengan konsentrasi 6,25 % berjumlah 17,67 koloni,
konsentrasi 12,5 % berjumlah 13,33 koloni, dan konsentrasi 25 % berjumlah 2,6
koloni. Bhattacharjee dkk. (2013) melakukan uji antibakteri terhadap ekstrak aseton,
etanol, dan akuades dari batang pisang dengan konsentrasi 2 mg/ml terhadap bakteri
patogen seperti Aeromonas hydrophila, Bacillus licheniformis, B. mycoides, B. niacini,
7
B. subtilis, Escherichia coli, Geobacillus thermodenitrificans, Klebsiella pneumoniae,
Paenibacillus koreensis, P. larvae larvae, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa,
P. flourescens, P. putida danStaphylocccus aureus. Hasilnya ekstrak aseton terlihat
memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila,
Bacillus niacini, dan Geobacillus thermodenitrificans dengan rerata diameter zona
hambat 9,67 ± 6,24 mm, ekstrak akuades terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap
semua bakteri kecuali Aeromonas hydrophila, Bacillus mycoides, B. niacini, dan
Geobacillus thermodenitrificans dengan rerata diameter zona hambat 9 ± 5,29 mm, dan
ekstrak etanol terlihat memiliki aktifitas antibakteri terhadap semua bakteri kecuali
Aeromonas hydrophila dan Bacillus niacini dengan rerata diameter zona hambat 10,46
± 7,07 mm.Hasil ujiminimum inhibitory concentration (MIC) dari ekstrak etanol
batang pisang terhadap Aeromonas hydrophila, Bacillus licheniformis, B. mycoides, B.
niacini, B. subtilis, Escherichia coli, Geobacillus thermodenitrificans, Klebsiella
pneumoniae, Paenibacillus koreensis, P. larvae, Proteus vulgaris, Pseudomonas
aeruginosa, P. flourescens, P. putida, dan Staphylococcus aureus berkisar antara 10
mg/ml dan 30 mg/ml.
D. Kemampuan Antibakteri Daun Sembung
Sembung atau Blumea balsamifera berasal dari Nepal. Tumbuhan ini hidup di
tempat terbuka hingga agak terlindung di tepi sungai dan lahan pertanian. Sembung
dapat tumbuh di tanah berpasir atau tanah yang agak basah pada ketinggian hingga
2.200 m dpl. Sembung merupakan jenis perdu, tumbuh tegak, tinggi mencapai 4 m,
memiliki percabangan pada ujungnya, berambut halus, dan berbau kamfer jika bagian
tumbuhannya diremas. Sembung memiliki daun tunggal, di bagian bawah bertangkai,
bagian atas merupakan daun duduk, letak berseling, dan terdapat 2-3 daun tambahan
pada tangkai daunnya. Helaian daun sembung berbentuk bundar telur hingga lonjong,
pangkal dan ujung runcing, tepi bergerigi atau bergigi, permukaan atas berambut agak
kasar, permukaan bawah berambut rapat dan halus seperti beludru, pertulangan
menyirip, panjang 8-40 cm, dan lebar 2-20 cm. Perbungaan majemuk berbentuk malai,
keluar di ujung tangkai, dan berwarna kuning. Buah kotak berbentuk silindris, beriga
8-10, panjang 1 mm, dan berambut. Perbanyakan tumbuhan menggunakan biji atau
8
pemisahan tunas akar. Sembung bersifat pedas, sedikit pahit, hangat, dan baunya
seperti rempah (Dalimartha, 2008).
Daun sembung (Blumea balsamifera) digunakan dalam pengobatan tradisional
Thailand dan China untuk luka dan infeksi (Sakeeet al., 2011). Sembung berkhasiat
sebagai antibakteri, melancarkan peredaran darah, menghilangkan bekuan darah dan