MATA PUTIH VISUS MENURUN PERLAHAN 1. Glaukoma a. Definisi Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma ditandai dengan peninggian tekanan intraokular yang disebabkan oleh : Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan pupil) Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optic, yang dapat berakhir dengan kebutaan. b. Klasifikasi glaukoma 1) Glaukoma primer Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) Definisi Pada umumnya glaukoma sudut terbuka ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Diduga 50% penderita glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau resesif. Faktor risiko yang dapat terjadi yaitu pada diabetes mellitus, hipertensi dan myopia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MATA PUTIH VISUS MENURUN PERLAHAN
1. Glaukoma
a. Definisi
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola
mata, atrofi papil saraf optik dan menciutnya lapang
pandang. Glaukoma ditandai dengan peninggian tekanan
intraokular yang disebabkan oleh :
Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut
bilik mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan
pupil)
Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi
papil saraf optic, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
b. Klasifikasi glaukoma
1) Glaukoma primer
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
Definisi
Pada umumnya glaukoma sudut terbuka
ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.
Diduga 50% penderita glaukoma simpleks
diturunkan secara dominan atau resesif.
Faktor risiko yang dapat terjadi yaitu pada
diabetes mellitus, hipertensi dan myopia.
Patomekanisme
Glaukoma sudut terbuka terjadi karena
pembendungan terhadap aliran keluar aqueous
humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal
ini dapat memicu proses degenerasi trabecular
meshwork, termasuk pengendapan materi
ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah
lapisan endotel kanalis Schlemm.
Patogenesis naiknya tekanan intra okular
disebabkan oleh karena naiknya tahanan aliran
akuos humor di trabekular meshwork. Kematian
sel ganglion retina timbul terutama melalui
apoptosis (program kematian sel) daripada
nekrosis. Banyak faktor yang mempengaruhi
kematian sel, tetapi pendapat terbaru masih
dipertentangkan adalah kerusakan akibat
iskemik dan mekanik.
Gejala
Pada glaukoma simplek tekanan bola mata
lebih dari 20 mmHg, mata tidak merah atau
tidak terdapat keluhan yang mengakibatkan
terdapat gangguan susunan anatomis dan
fungsi tanpa disadari penderita. Akibat
tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil
disertai dengan ekskavasio glaukomatosa.
Gangguan saraf optic akan terlihat sebagai
gangguan fungsi berupa penciutan lapang
pandang.
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan
lambat sering tidak diketahui mulainya karena
keluhan pasien amat sedikit yaitu mata
sebelah terasa berat, kepala pening sebelah,
kadang-kadang penglihatan kabur. Pasien tidak
mengeluh adanya halo dan memerlukan kacamata
koreksi ntuk presbyopia lebih kuat disbanding
usianya. Kadang tajam penglihatan tetap
normal sampai keadaan glaukomanya sudah
berat.
Pemeriksaan
o Bila tekanan 21 mmHg, sebaiknya
dikontrol rasio C/D, periksa lapang
pandangan sentral, temukan titik buta
yang meluas dan skotoma sekitar titik
fiksasi.
o Bila tekanan 24-30 mmHg, kontrol lebih
ketat dan lakukan pemeriksaan diatas
bila masih dalam batas normal mungkin
satu hipertensi okuli.
Penatalaksanaan
Bila sudah ditegakkan diagnosis dengan
tekanan bola mata diatas 21 mmHg, maka
diberikan pilokarpin tetes mata 2% 3 kali
sehari. Bila pada kontrol tidak terdapat
perbaikan, ditambahkan timolol 0.25% 1-2 kali
sehari sampai 0.5%, asetazolamid 3 kali 250
mg atau epinefrin 1-2% 2kali sehari. Obat ini
dapat diberikan dalam bentuk kombinasi untuk
mendapatkan hasil yang efektif. Tujuan
pengobatan yaitu untuk memperlancar
pengeluaran cairan mata (akous humor).
Bila dalam pengobatan tekanan bola mata
masih belum terkontrol atau kerusakan papil
saraf optic berjalan terus disertai dengan
penciutan kampus progresif maka dilakukan
trabekulektomi laser atau pembedahan
trabekulektomi. Tujuan pembedahan yaitu untuk
membuat filtrasi cairan mata (akous humor)
keluar bilik mata dengan operasi Scheie,
trabekulektomi dan iridenkleisis. Bila gagal
maka mata akan buta total.
Glaukoma sudut sempit
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan
korneosklera dengan pangkal iris. Pada
keadaan fisiologis bagian ini terjadi
pengaliran keluar cairan bilik mata.
Berdekatan dengan sudut ini didapatkan
jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji
sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada
sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang
merupakan akhir perifer endotel dan membran
desemet, kanal schlemn yang menampung cairan
mata kesalurannya. Sudut filtrasi berbatas
dengan akar iris berhubungan dengan sklera
kornea dan disini ditemukan sklera spur yang
membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi serta
tempat insersi otot siliar longitudinal.
Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut
filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu
badan siliar dan uvea.
Tekanan intraokular ditentukan oleh
kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus
humor) bola mata oleh badan siliar dan
hambatan yang terjadi pada jaringan
trabekular meshwork. Akueus humor yang
dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata
belakang, kemudian melalui pupil menuju ke
bilik mata depan dan terus ke sudut bilik
mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum,
mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran
ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma akut
hambatan terjadi karena iris perifer menutup
sudut bilik depan, hingga jaringan trabekulum
tidak dapat dicapai oleh akueus.
Gejala
o Fase prodorma (fase nonkongestif)
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur,
melihat halo (gambar pelangi) sekitar lampu
atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada
mata dan kelemahan akomodasi. Keadaan ini
berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda,
mata menjadi normal kembali.
o Fase glaukoma akut (fase kongestif)
Pada stadium ini penderita tampak sangat payah,
memegangi kepalanya karena sakit hebat.
Jalannya dipapah, karena tajam penglihatannya
sangat turun dan muntah-muntah. Karenanya
sering disangka bukan menderita sakit mata,
melainkan suatu penyakit sistemik.
2) Glaukoma kongenital
Infantile : glaukoma akibat penyumbatan
pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan
sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya
kelainan kongenital. Kelainan ini akibat
terdapatnya membran kongenital yang menutupi
sudut bilik mata pada saat perkembangan bola
mata, kelainan pembentukan kanal schlemm dan
saluran keluar cairan mata yang tidak
sempurna terbentuk.
Gejala
o Bola mata membesar.
o Edema atau kornea keruh akibat endotel
kornea sobek.
o Bayi tidak tahan sinar matahari.
o Mata berair.
o Silau.
o Menjauhi sinar dengan menyembunyikan mata
3) Galukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang
diketahui penyebab yang menimbulkannya. Kelainan
mata lain dapat menimbulkan meningkatnya tekanan
bola mata. Glaukoma timbul akibat kelainan di
dalam bola mata, yang dapat disebabkan :
Perubahan lensa
Kelainan uvea
Trauma
Bedah
Rubeosis
Steroid dan lainnya
4) Glaukoma absolut
Definisi
Galukoma absolut merupakan stadium akhir
galukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi
kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut.
Gejala
Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh,
bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan
rasa sakit.
Penatalaksanaan
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan
memberikan sinar beta pada badan siliar untuk
menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata
telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tonometer
Tonometri schiotz : Tonometer Schiotz
merupakan alat yang praktis sederhana.
Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara
tidak langsung yaitu dengan teknik melihat
daya tekan alat pada kornea karena itu
dinamakan juga tonometri indentasi Schiotz.
Dengan tonometer Schiotz dilakukan indentasi
penekanan terhadap kornea. Pemeriksaan ini
dilakukan pada pasien ditidurkan dengan
posisi horizontal dan mata ditetesi dengan
obat anestesi topikal atau pantokain 0,5%.
Penderita diminta melihat lurus ke suatu
titik di langit-langit, atau penderita
diminta melihat lurus ke salah satu jarinya,
yang diacungkan, di depan hidungnya.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita.
Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata
digeser ke atas tanpa menekan bola mata; jari
kelingking tangan kanan yang memegang
tonometer, menyuai kelopak inferior. Dengan
demikian celah mata terbuka lebar. Perlahan-
lahan tonometer diletakkan di atas kornea.
Tonometer Schiotz kemudian diletakkan di atas
permukaan kornea, sedang mata yang lainnya
berfiksasi pada satu titik di langit-langit
kamar penderita. Jarum tonometer akan
menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap
angka pada skala disediakan pada tiap
tonometer.
Tonometer aplanasi : Cara mengukur tekanan
intraokular yang lebih canggih dan lebih
dapat dipercaya dan cermat bias dikerjakan
dengan Goldman atau dengan tonometer
tentengan Draeger. Pasien duduk di depan
lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan
waktu beberapa detik setelah diberi anestesi.
Yang diukur adalah gaya yang diperlukan untuk
mamapakan daerah kornea yang sempit. Setelah
mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein,
prisma tonometer aplanasi di taruh pada
kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan
tekanan pada mata sehingga gambar sepasang
setengah lingkaran yang simetris berpendar
karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan
bahwa di semua bagian kornea yang
bersinggungan dengan alat ini sudah papak
(teraplanasi). Dengan melihat melalui
mikroskop lampu celah dan dengan memutar
tombol, ujung dalam kedua setengah lingkaran
yang berpendar tersebut diatur agar bertemu
yang menunjukkan besarnya tekanan
intraokular. Dengan ini selesailah
pemeriksaan tonometer aplanasi dan hasil
pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala
mikrometer dalam mmHg.
Tonometri digital : Pemeriksaan ini adalah
untuk menentukan tekanan bola mata dengan
cepat yaitu dengan memakai ujung jari
pemeriksa tanpa memakai alat khusus
(tonometer). Dengan menekan bola mata dengan
jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan
di dalam bola mata. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
o Penderita disuruh melihat ke bawah
o Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada
kulit kelopak tarsus atas penderita
o Jari-jari lain bersandar pada dahi
penderita
o Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang
telunjuk lain menekan bola mata.
o Penilaian dilakukan dengan pengalaman
sebelumnya yang dapat menyatakan tekanan
mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang
menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih
rendah daripada normal.
Cara ini sangat baik pada kelainan mata
bila tonometer tidak dapat dipakai atau
dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea
irregular dan infeksi kornea. Cara
pemeriksaan ini memerlukan pengalaman
pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.
2) Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk
melihat sudut bilik mata dengan goniolens.
Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat
langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga
untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut
bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi
dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita
apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut
tertutup dan malahan dapat menerangkan penyebab
suatu glaukoma sekunder.
3) Oftalmoskopi
Pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat
yang dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop
dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan
dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah
mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat
secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok
saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak
ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang
diderita. Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi
dapat dilihat :
Kelainan papil saraf optik
Saraf optik pucat atau atrofi
Saraf optik tergaung
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau
atrofi akan berwarna hijau
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.
4) Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa
maupun untuk meneliti perjalanan penyakitnya, juga
bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus
selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer
dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini,
lapang pandangan perifer belum menunjukkan
kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer
juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang
dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan
bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang
dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah
melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi
buta.
5) Penatalaksanaan
Penghambat adrenergik beta : menghambat
produksi humor akueus.
o Timolol maleat 0,25% dan 0,5%
o Betaksolol 0,25% dan 0,5%
o Levobunolol 0,25% dan 0,5%
o Metipranolol 0,3%
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop,
halusinasi, kambuhnya asma, gagal jantung
kongestif.
Apraklonidin : mengurangi produksi humor
akueus.
o Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Efek samping : vasodilatasi konjungtiva
refleks, konjungtivitis folikularis, dan
reaksi alergi.
Carbon anhydrase inhibitor (penghambat
karbonanhidrase) : menghambat produksi humor
akueus.
o Asetazolamide 125-250 mg, 3 dd 1 tablet
6) Operasi
Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu
pasien dirawat dengan memberi anestesi lokal
kadang-kadang sedikit obat tidur. Dengan
memakai alat sangat halus diangkat sebagian
kecil sklera sehingga terbentuk suatu lubang.
Melalui celah sklera yang dibentuk cairan
mata akan keluar sehingga tekanan bola mata
berkurang, yang kemudian diserap di bawah
konjungtiva. Pasca bedah pasien harus memakai
penutup mata dan mata yang dibedah tidak
boleh kena air. Untuk sementara pasien
pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat.
Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah
terdapatnya hambatan filtrasi (pengeluaran)
cairan mata keluar bola mata yang tertimbun
dalam mata sehingga tekanan bola mata naik.
Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah
untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang
ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata
tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran
keluarnya dipercepat atau salurannya
diperluas. Bedah trabekulektomi membuat katup
sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk
di bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan
parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil
atau mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi
yang besar sehingga tekanan bola mata sangat
menurun. Pembedahan ini memakan waktu tidak
lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu
diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat
keadaan tekanan mata setelah pembedahan.
Bedah filtrasi dengan implan
Pada saat ini dikenal juga operasi
dengan menanam bahan penolong pengaliran
(implant urgary). Pada keadaan tertentu
adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi
secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran
buatan (artificial) yang ditanamkan ke dalam
mata untuk drainase cairan keluar. Beberapa
ahli berusaha membuat alat yang dapat
mempercepat keluarnya cairan dari bilik mata
depan. Upaya di dalam membuat ini adalah
dapat mengeluarkan cairan mata yang
berlebihan, keluarnya tidak hanya dalam
jumlah dan persentase, mengatur tekanan
maksimum, minimum optimal, seperti
hidrostat, tahan terhadap kemungkinan
penutupan, minimal terjadinya hipotensi,
desain yang menghindarkan migrasi dan
infeksi, bersifat atraumatik.
Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan
produksi cairan mata oleh badan siliar yang
masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa
cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh
pembuluh darah di badan siliar dalam bola
mata. Pada siklodestruksi dilakukan
pengrusakan sebagian badan siliar sehingga
pembentukan cairan mata berkurang. Tindakan
ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan
bedah utama adalah bedah filtrasi.
2. Katarak
a. Definisi
Katarak dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata
dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.
b. Epidemiologi
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan
terbesar di seluruh dunia. Katarak menyebabkan kebutaan
pada 18 juta orang diseluruh dunia dan diperkirakan
akan mecapai angka 40 juta orang pada tahun 2020.
Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang
menderita katarak, atau 1 dari 6 orang dengan usia di
atas 40 tahun menderita katarak (American Academy
Ophthalmology, 2007).
c. Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia
lanjut, tetapi dapat juga diakibatkan oleh :
1) Penyakit
Glaukoma
Ablasi
Uveitis
Retinitis pigmentosa
2) Bahan toksik khusus : bahan kimia dan fisik
3) Keracunan obat
Eserin (0.25% – 0.5%)
Kortikosteroid
Ergot
Antikolinesterase topical
4) Kelainan sistemik atau metabolik
Diabetes mellitus
Diabetes dapat menyebabkan perubahan
metabolisme lensa. Tingginya kadar gula
darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol
lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik lensa sehingga lensa menjadi
sangat terhidrasi dan timbul katarak.
Galaktosemi
Distrofi miotonik
5) Katarak yang ditemukan tanpa adanya kelainan mata
atau sistemik (katarak senil, juvenile dan
herediter) atau kelainan kongenital mata. Katarak
bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik
Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan
mengalami penuaan juga. Keistimewaan lensa
adalah terus menerus tumbuh dan membentuk
serat lensa dengan arah pertumbuhannya yang
konsentris. Tidak ada sel yang mati ataupun
terbuang karena lensa tertutupi oleh serat
lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua
berada di pusat lensa (nukleus) dan serat
lensa yang paling muda berada tepat di bawah
kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan
usia, lensa pun bertambah berat, tebal, dan
keras terutama bagian nukleus. Pengerasan
nukleus lensa disebut dengan nuklear
sklerosis. Selain itu, seiring dengan
pertambahan usia, protein lensa pun
mengalami perubahan kimia. Fraksi protein
lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak
larut air dan beragregasi membentuk protein
dengan berat molekul yang besar. Hal ini
menyebabkan transparansi lensa berkurang
sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya
tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa
menjadi tidak tembus cahaya.
d. Gejala
1) Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan
yang menurun secara progresif.
2) Pupil berwarna putih atau abu-abu.
3) Kekeruhan pada lensa seperti pada bagian korteks
dan nukleus.
4) Fotofobia
5) Seperti ada titik gelap di depan mata dan bisa
terjadi penglihatan ganda
e. Pemeriksaan
1) Sinar celah (slitlamp)
2) Funduskopi
3) Tajam penglihatan
f. Klasifikasi katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1) Katarak kongenital
a) Definisi
Katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang
dari 1 tahun.
b) Etiologi
Hampir 50% katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya.
Riwayat prenatal pada ibu yang
terinfeksi : rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakaian obat
selama kehamilan.
Ibu hamil dengan riwayat kejang, tetani,
ikterus atau hepatosplenomegali.
c) Bentuk katarak kongenital
Katarak piramidalis atau polaris
anterior : Gangguan terjadi pada saat
kornea belum seluruhnya melepaskan lensa
dalam perkembangan embrional. Hal ini
juga mengakibatkan terlambatnya
pembentukan bilik mata depan pada
perkembangan embrional. Pada kelainan
yang terdapat di dalam bilik mata depan
yang menuju kornea sehingga
memperlihatkan bentuk kekeruhan seperti
piramid. Katarak polaris anterior
berjalan tidak progresif.
Katarak piramidalis atau polaris
posterior : Katarak polaris posterior
disebabkan menetapnya selubung vaskular
lensa. Kadang-kadang terdapat arteri
hialoid yang menetap sehingga
mengakibatkan kekeruhan pada lensa
bagian belakang.
Katarak zonularis atau lamelaris :
Katarak zonular terlihat segera sesudah
bayi lahir. Kekeruhan dapat menutupi
seluruh celah pupil, bila tidak
dilakukan dilatasi pupil sering dapat
mengganggu penglihatan.
Katarak subkapsular anterior
d) Penatalaksanaan
Tindakan bedah pada katarak kongenital
yang umum dikenal adalah disisio lensa,
ekstraksi linear, ekstraksi dengan aspirasi.
Pengobatan katarak kongenital bergantung pada
:
Katarak total bilateral : dilakukan
pembedahan secepatnya, segera setelah
katarak terlihat.
Katarak total unilateral : dilakukan
pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera dan sebelum terjadinya juling.
Katarak total atau kongenital unilateral
: dilakukan pembedahan secepat mungkin,
karena memiliki prognosis yang buruk
sehingga mudah sekali terjadinya
ambliopia dan diberikan kacamata segera
dengan latihan bebat mata.
Katarak bilateral partial : pengobatan
konservatif, sementara dapat dicoba
dengan kacamata atau midriatika. Bila
terjadi kekeruhan yang progresif
disertai dengan mulainya tanda-tanda
juling dan ambliopia maka dilakukan
pembedahan.
2) Katarak juvenile
a) Definisi
Katarak yang lembek dan terdapat pada
orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia
kurang dari 9 tahun atau lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenile biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital.
b) Etiologi
Katarak juvenile biasanya disebabkan
adanya penyakit sistemik ataupun metabolik
dan penyakit lainnya :
Katarak metabolik
o Katarak diabetik dan galaktosemik
(gula)
o Katarak hipokalsemik (tatanik)
o Katarak defisiensi gizi
o Katarak aminoasiduri (termasuk
sindrom Lowe dan homosistinuria)
o Penyakit Wilson
Otot : distrofi miotonik (umur 20 – 30
tahun)
Katarak traumatik
Katarak komplikata
o Kelainan kongenital dan herediter
(siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid
persisten, heterokromia iridis)
o Katarak degenaritif (dengan myopia
dan distrofi vitreoretinal),
o Katarak anosia
o Toksik (kortikosteroid sistemik
atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol,triparanol (MER-29),
anticholinesterase, klopromazin,
miotik, klorpromazin, busulfan)
o Kelainan kongenital disertai dengan
kelainan kulit (sindermatik),
tulang ( disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans
kongenital pungtata) dan kromosom
o Katarak radiasi
3) Katarak sensil
a) Definisi
Katarak yang terdapat pada usia lanjut
yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada
katarak senilis adalah katarak kortikal,
katarak nuklear, dan katarak subkapsular
posterior:
Katarak Nuklear : Inti lensa dewasa selama
hidup bertambah besar dan menjadi
sklerotik. Lama kelamaan inti lensa yang
mulanya menjadi putih kekuningan menjadi
cokelat dan kemudian menjadi kehitaman.
Keadaan ini disebut katarak brunesen atau
nigra.
Katarak Kortikal : Pada katarak kortikal
terjadi penyerapan air sehingga lensa
menjadi cembung dan terjadi miopisasi
akibat perubahan indeks refraksi lensa.
Pada keadaan ini penderita seakan-akan
mendapatkan kekuatan baru untuk melihat
dekat pada usia yang bertambah.
Katarak subkapsular posterior: Katarak ini
dapat terlihat pada stadium dini katarak
kortikal atau nuklear. Kekeruhan dapat
terlihat di lapis korteks posterior dan
dapat memberikan gambaran piring. Makin
dekat letaknya terhadap kapsul makin cepat
bertambahnya katarak. Katarak ini sering
sukar dibedakan dengan katarak komplikata.
b) Stadium pada katarak senil :
Keteran
gan
Insip
ien
Imatur Matu
r
Hiperma
turKekeruh
an
Ringa
n
Sebagi
an
Selu
ruh
Masif
Cairan
lensa
Norma
l
Bertam
bah
air
masuk
Norm
al
Berkura
ng (air
+masa
lensa
keluar)Iris Norma
l
Terdor
ong
Norm
al
Tremula
ns
Bilik
mata
depan
Norma
l
Dangka
l
Norm
al
Dalam
Shadow
test
Negat
if
Sempit Norm
al
Terbuka
Penyuli
t
- Glauko
ma
- Uveitis
+
glaukom
a Katarak insipien : kekeruhan mulai dari
tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks.
Katarak Imatur : ditandai dengan kekeruhan
sebagian lensa dan belum mengenai seluruh
lapisan lensa. Pada katarak imatur volume
lensa akan dapat bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Katarak Matur : pada keadaan matur
kekeruhan telah mengenai seluruh massa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat
deposisi ion kalsium yang menyeluruh.
Lensa berwarna putih keruh. Bila katarak
imatur atau intumesen tidak dikeluarkan
maka cairan lensa akan keluar, sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal.
Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang
bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Kedalaman bilik mata depan normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif.
Katarak Hipermatur : katarak yang
mengalami proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari
kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi
kendur. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal
maka korteks yang berdegenerasi dan cair
tidak dapat keluar. Korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong
susu disertai dengan nukleus yang terbenam
di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
c) Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap katarak adalah
pembedahan, pembedahan dilakukan apabila
tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan sehari-hari atau bila sudah
menumbulkan penyulit seperti glaukoma
dan uveitis.
4) Katarak Komplikata
Merupakan katarak akibat penyakit mata lain
seperti radang dan proses degenerasi seperti
ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma,
tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis
anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma
dan pasca bedah mata.
Bisa juga disebabkan oleh penyakit sistemik
endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid,
galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan
obat (tiotepa intra vena, steroid local lama,
steroid sistemik dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata terdapat 2 bentuk yaitu
bentuk yang disebabkan kelainan pada polus
posterior (akibat penyakit koroiditis, retinitis
pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan
myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan
kaca) dan kelainan pada polus anterior bola mata
(diakibatkan oleh kelainan kornea berat,
iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma).
5) Katarak Trauma
Kekeruhan lensa akibat ruda paksa atau
katarak trauma dapat terjadi akibat ruda paksa
tumpul atau tajam. Ruda paksa ini dapat
mengkibatkan katarak pada satu mata atau monokular
katarak.
Pengobatan pada katarak trauma bila tidak
terdapat penyulit dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Penyulit yang dapat terjadi dapat
dalam bentuk glaukoma lensa yang mencembung atau
uveitis akibat lensa keluar melalui kapsul lensa.
6) Katarak Diabetes
Katarak diabetik merupakan katarak yang
terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus.
Katarak ini dapat terjadi dalam 3 bentuk :
a) Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan
hiperglikemia nyata (keadaan hiperglikemia
terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa
didalam lensa) pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa
berkerut. Kekeruhan akan hilang bila terjadi
rehidrasi dan kadar gula normal.
b) Pasien diabetes juvenil dan tua tidak
terkontrol, dimana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat
snow flake atau bentuk piring subkalpular.
c) Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana
gambaran secara histologik dan biokimia sama
dengan katarak pasien nondiabetik.
7) Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya
jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal,
paling cepat keadan ini terlihat sesudah 2 hari
ekstraksi katarak ektrak kapsular (EKEK) atau
sesudah suatu trauma yang memecah lensa. Katarak
sekunder terjadi akibat proliferasi epitel lensa
berupa mutiara elsching dan cincin Soemmering.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah
besar oleh karena daya regenerasi epotel yang
terdapat di dalamnya. Cincin Sommering terjadi
akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi kea
rah pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior
dan meninggalkan daerah jernih di tengah dan
membentuk gambaran cincin. pada cincin ini
tertimbun serabut lensa epitel yang
berfroliferasi.
g. Penatalaksanaan bedah
1) Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan
mengangkat lensa yang katarak, yaitu dapat
dilakukan dengan :
a) Operasi katarak ekstrakapsular atau
ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak
dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut, kemudian dikeluarkan melalui
insisi 9-10 mm, lensa intraokular
diletakkan pada kapsul posterior.
b) Operasi katarak intrakapsular atau
ekstraksi katarak intra kapsular (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh
lensa bersama kapsul. Pada pembedahan ini
tidak akan terjadi katarak sekunder,
pembedahan ini dilakukan dengan
menggunakan mikroskop dan pemakaian alat
khusus sehingga minim terjadi penyulit.
Kontraindikasi pada pembedahan ini yaitu
usia pasien kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligament hialoidea
kapsular.
2) Fakoemulsifikasi
Pembedahan dengan menggunakan vibrator
ultrasonik untuk menghancurkan nucleus yang
kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5 – 3mm dan
kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat
dilipat.
keuntungan pembedahan ini yaitu pemulihan
visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat
operasi minimal, komplikasi dan inflamasi pasca
bedah minimal.
3. Retinopati
a. Definisi
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang
tidak disebabkan radang. Biasanya terdapat pada
hipertensi, retinopati diabetes, penyakit
kolagen,anemia, penyakit Hodgkin dan keracunan
monooksida.
b. Klasifikasi retinopati
c. Klasifikasi retinopati
1) Retinopati anemia
Pada anemia dapat terlihat perubahan
perdarahan dalam dan superfisial, termasuk edema
papil. Gejala retina ini diakibatkan anoksia berat
yang terjadi pada anemia. Anoksia akan
mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang
ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas. makin
berat anemia maka akan terjadi kelainan retina
yang berat.
2) Retinopati diabetes mellitus
Definisi
Retinopati Diabetik adalah kelainan retina
(retinopati) yang ditemukan pada penderita
diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes
mellitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak.
Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya RD pada pasien DM
belum diketahui sampai saat ini. Namun, terdapat
beberapa teori yang dipercaya dapat menjelaskan
perjalanan penyakit ini secara lebih detail.
Aldose Reductase
Enzim ini merubah gula menjadi alkohol (glukosa
menjadi sorbitol, dan galaktosa menjadi
galactitol). Karena sorbitol dan galactitol
tidak dapat menembus sel, konsentrasinya
intraseluler akan meningkat. Tekanan osmotik
kemudian akan menyebabkan air berdifusi ke
dalam sel, menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. Akibat proses ini pada sel epitel
lensa, yang memiliki konsentrasi aldose reductase
tinggi, adalah munculnya katarak pada anak,
hewan percobaab dengan galaktosemia, dan hewan
percobaan dengan DM. Karena enzim ini juga
ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi di
perisit retina dan sel Schwann, beberapa
peneliti beranggapan bahwa RD dan neuropati
mungkin disebabkan oleh kerusakan sel akibat
aldose reductase.
Vasoproliferative Factors
Vascular endothelial growth factor (VEGF), yang menghambat
pertumbuhan endotel retina secara in vitro,
dilibatkan dalam patogenesis RD. VEGF dianggap
memiliki hubungan langsung terhadap munculnya
abnormalitas vascular retina seperti yang
ditemukan pada kasus diabetes. Pada hewan
percobaan, tampak bahwa ekspresi VEGF
berhubungan dengan pembentukan dan regresi
neovaskularisasi. Konsentrasi VEGF di vitreus
lebih tinggi pada pasien PDR daripada NPDR.
Platelets and Blood Viscosity
Abnormalitas trombosit atau perubahan
viskositas darah pada kasus DM kemungkinan
berhubungan dengan kejadian RD dengan
menyebabkan oklusi kapiler fokal dan iskemia
fokal pada retina. Intinya adalah bahwa DR
merupakan mikroangiopati yang secara langsung
mempengaruhi arteriol, kapiler, dan venula yang
mengakibatkan kondisi sebagai berikut :
Oklusi mikrovaskular
Kebocoran mikrovaskular
Gejala
Mikroaneurismata, merupakan penonjolan
dinding kapiler, terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang
terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior. Mikroanerismata merupakan
kelainan diabetes mellitus dini pada mata.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis
dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurismata di polus posterior.
Perdarahan terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau
karena pecahnya pembuluh darah.
Dilatasi pembuluh darah balik dengan
lumennya irregular dan berkelok. Hal ini
terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang
disertai kelainan endotel dan eksudasi
palsma.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid
kedalam retina. gambaran khusus yaitu
irregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan
eksudat pungtata membesar dan bergabung.
Pada mulanya tampak pada gambaran angiografi
fluorescein sebagai kebocoran fluorescein di
luar pembuluh darah. Kelainan ini teutama
terdiri atas bahan-bahan lipid terutama
banyak ditemukan pada keadaan
hiperlipoproteinemia.
Soft exudate disebut dengan cotton wool patches
merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan
oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih.
Biasanya terletak di bagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia
retina.
Pembuluh darah baru pada retina terletak di
permukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi
akibat proliferasi sel endotel pembuluh
darah. Tampak sebagai pembuluh darah yang
berkelok-kelok, dalam kelompok dan bentuknya
irregular. Mula-mula terletak didalam
jaringan retina, kemudian berkembang ke
daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, perdarahan
subhialoid (preretinal), maupun perdarahan
badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran
retina terutama daerah macula sehingga
sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.
Hiperlipedimia yaitu suatu keadaan yang
sanagt jarang tanda ini akan segera hilang
bila diberikan pengobatan.
Keadaan yang dapat memperberat retinopati
Pada diabetes juvenilis yang insulin
dependent dan kehamilan dapat merangsang
timbulnya perdarahan dan proliferasi.
Arteriosclerosis dan proses menua pembuluh-
pembuluh darah memperburuk prognosis.
Hiperlipoproteinemia diduga mempercepat
perjalanan dan progresifitas kelainan dengan
cara mempengaruhi arteriosclerosis dan
kelainan hemodinamik.
Hipertensi arteri
Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan
perdarahan retina yang mendadak.
Klasifikasi retinopati diabetes
Derajat I : terdapat mikroaneurisma dengan
atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
Derajat II : terdapat mikroaneurisma,
perdarahan bintik dan bercak dengan atau
tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.
Derajat III : terdapat mikroaneurisma,
perdarahan bintik dan bercak terdapat
neovaskularisasi dan proliferasi pada fudus
okuli.
Bila gambaran fundus mata kiri tidak sama
beratnya dengan mata kanan maka digolongkan
pada derajat yang lebih berat.
Stadium pada retinopati
Retinopati Nonproliferatif
Retinopati nonprliferatif merupakan
stadium awal dari proses penyakit ini. Selama
menderita DM, keadaan ini menyebabkan dinding
pembuluh darah kecil pada mata melemah
sehingga dapat menimbulkan tonjolan kecil
(mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat mudah
pecah dan mengalirkan cairan dan sejumlah
protein ke dalam retina sehingga menimbulkan
bercak berwarna abu-abu atau putih. Endapan
lemak protein yang berawarna putih kekuningan
juga terbentuk pada retina. Perubahan ini
mungkin tidak mempengaruhi penglihatan
kecuali cairan dan protein dari pembuluh
darah yang rusak dapat menyebabkan
pembengkakan pada pusat retina (makula).
Retinopati proliferatif
Diawali dengan terdapatnya pertumbuhan
abnormal pembuluh darah baru pada permukaan
retina sebagai bentuk kompensasi iskemia yang
terjadi pada retina. Pembuluh darah yang
abnormal ini mudah pecah sehingga dapat
menyebabkan perdarahan pada pertengahan bola
mata, atau sering disebut dengan istilah
perdarahan vitreus, yang dapat menghalangi
penglihatan.
Pada fundus dapat ditemui kelainan-
kelainan seperti :
o Mikroaneurisma
o Perdarahan retina
o Neovaskularisasi retina
o Jaringan proliferasi di retina atau
badan kaca
Penatalaksanaan
Mengontrol diabetes mellitus dengan diet dan
obat-obatan diabetes.
Fotokoagulasi : pada daerah retina iskemia
dengan laser dan xenon.
3) Retinopati hipotensi
Pada penurunan tekanan darah dapat terjadi
kelainan retina berupa dilatasi arteriol dan vena
retina, iskemia saraf optic, retina dan koroid
akibat hipoperfusi. Dan dapat terjadi
neovaskularisasi, glaucoma dan retinitis
proliferan pada hipotensi kronik.
4) Retinopati hipertensi
Merupakan kelainan retina dan pembuluh darah
akibat peningkatan tekanan darah. hipertensi
memberikan kelainan pada retina berupa retinopati
hipertensi dengan arteri yang besarnya tidak
teratur, eksudat pada retina, edema retina dan
perdarahan retina.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa
penyempitan umum atau setempat seperti arteriol
retina yang berwarna lebih pucat, caliber pembuluh
darah yang menjadi lebih kecil atau irregular dan
percabangan arteriol yang tajam, fenomena crossing
(elevasi, deviasi atau kompresi) atau sklerose
pembuluh darah (reflex copper wire, reflex silver
wire, sheating).
Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan
atau eksudat retina yang pada daerah macula dapat
memberikan gambaran seperti bintang (star
figure) :
Cotton wool patches yang merupakan edema
serat saraf retina akibat mikroinfark
sesudah penyembuhan arteriole, biasanya
terletak sekitar 2-3 diameter papil didekat
kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
Eksudat pungtata yang tersebar.
Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu
dan luas.
Klasifikasi retinopati hipertensi
Tipe 1 :
Fundus hipertensi dengan atau tanpa
retinopati, tidak ada sklerose dan terdapat
pada orang muda.
Funduskopi : arteri meyempit dan pucat,
arteri meregang dan percabangan tajam,
perdarahan ada atau tidak ada, eksudat ada
atau tidak ada.
Tipe 2:
Fundus hipertensi dengan atau tanpa
retinopati sklerose senil, terdapat pada
orang tua
Funduskopi : pembuluh darah tampak mengalami
penyempitan, pelebaran dan sheating setempat.
Tipe 3 :
Fundus dengan retinopati hipertensi dengan
arteriosclerosis, terdapat pada orang muda.
Funduskopi : penyempitan arteri, kelokan
bertambah fenomena crossing perdarahan
multiple, cotton wool patches, macula star
figure.
Tipe 4 : Hipertensi yang progresif
Funduskopi : edema papil, cotton wool
patches, hard eksudat dan star figure exudate
yang nyata.
Klasifikasi Retinopati hipertensi menurut Scheie :
Stadium I : terdapat penciutan setempat pada
pembuluh darah kecil.
Stadium 2 : penciutan pembuluh darah arteri
menyeluruh, dengan penciutan setempat sampai
seperti benang, pembuluh darah arteri tegang,
membentuk cabang keras.
Stadium 3 : lanjutan stadium 2, dengan
eksudat Cotton, dengan perdarahan yang
terjadi akibat diastole di atas 120 mmHg,
kadang-kadang terdapat keluhan berkurangnya
penglihatan.
Stadium 4 : seperti stadium 3 dengan edema
pupil dengan eksudat star figure, disertai
keluhan penglihatan menurun dengan tekanan
diastole kira-kira 150 mmHg.
Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan retinopati hipertensi,
mengobati faktor primer adalah sangat penting jika
ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati
arterial. Tekanan darah penderita retinopati
hipertensi harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg.
Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat
arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat
diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan
percobaan klinik telah menunjukan bahwa tanda-
tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan
mengontrol kadar tekanan darah.
5) Retinopati leukemia
Dapat terjadi akibat leukemia bentuk apapun,
dengan tanda seperti vena yang melebar, berkelok-
kelok dan memberi reflex yang mengkilat sehingga
sukar dibedakan arteri dengan vena.
Gejala
Perdarahn konjungtiva, dan badan kaca,
infiltasi dapat ditemukan pada konjungtiva,
koroid, sklera, belokan vascular retina, lobang
macula dan mikroaneurisma. Pada retina juga dapat
terlihat eksudat cotton wool dan waxy hard, yang
juga terjadinya bergantung pada bertanya anemia.
Kelainan lebih lanjut tampak sebagai perdarahan
berbentuk nyala api dengan bintik outih di daerah
polus posterior, gejala ini biasanya terdapat pada