perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA MAHASISWA (AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG) T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Oleh: Achlish Abdillah NIM: S540809201 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
52
Embed
HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN …eprints.uns.ac.id/9010/1/189051111201110591.pdf · Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret 3.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN
BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA MAHASISWA
(AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG)
T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh:
Achlish Abdillah
NIM: S540809201
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti :
Nama : ACHLISH ABDILLAH
NIM : S 540809201
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul HUBUNGAN KEMAMPUAN
METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang telah diperoleh dari tesis
tersebut.
Surakarta, Mei 2011
Yang membuat pernyataan
Achlish Abdillah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
karunia-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Magister Kedokteran Keluarga.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan tesis
ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat
teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pascasarjana di Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret
3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr, M.Kes., MM, PAK selaku Ketua Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.
4. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah memberikan
banyak bimbingan dan pengarahan.
5. DR.Nunuk Suryani, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak
1..Planning 2.Information 3.Comprehension 4.Debugging 5.Evaluatioin Lingkungan belajar
Lingkungan belajar praktik RS Lingkungan belajar ideal
1. Jadwal praktek tepat waktu 2. Suasana nyaman saat praktik 3. Kesempatan mengembang- Kan keterampilan perorangan 4. Nyaman untuk belajar sosial 5. Suasana nyaman selama bimbingan 6. Berkonsenterasi baik selama Praktik Lingkungan belajar belum 7. Kenyamanan ruangan akan ideal
mengurangi stres 8. Suasana ruangan memotivasi pembelajar 9. Bisa bertanya selama praktik
Keterangan :
: diteliti : tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
D. Hipotesis
Hipotesa yang dapat disampaikan terkait pemikiran diatas adalah
Ada hubungan antara kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar rumah sakit dengan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik yang menggunakan
rancangan cross sectional study (studi potong lintang).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa keperawatan di Akademi keperawatan
Lumajang pada bulan Nopember-April 2011 dengan lokasi di Lingkungan Rumah sakit Dr.
Haryoto Lumajang yang tersebar di empat ruangan yaitu R. IGD, R. Interne, R. Bedah, R.
Maternitas.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa yang ada di
lokasi penelitian. Sedangkan populasi sumber adalah mahasiswa Akademi Keperawatan
Lumajang yang sedang melaksanakan praktik klinik keperawatan di RS. Dr. Haryoto
Lumajang. Jumlah mahasiswa yang menjadi populasi penelitian adalah 100 orang, sedang
jumlah sampel pada penelitian menggunakan simple random sampling sebanyak 45
responden.
Desain sampel menggunakan probabilitas dengan simple random sampling. Adapun
kriteria restriksi dalam penelitian ini sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1. Kriteria Inklusi:
a. Mahasiswa TK III.
b. berada di lokasi penelitian.
c. bersedia menjadi subyek penelitian.
Jumlah sampel tersebut dibagi pada empat lokasi ruangan dimana terdapat mahasiswa
prakatik klinik keperawatan dengan jumlah antara 11-12 responden.
D. Kerangka Penelitian
Gambar 3.1. Kerangka penelitian
Populasi Sasaran: seluruh mahasiswa keperawatan
Populasi Sumber: mahasiswa Akper Lumajang
Yang sedang praktik klinik keperawatan
Simple random sampling
Sampel 45 mahasiswa pada empat lokasi ruang yang
terpilih
Dilakukan pengukuran variabel dengan instrumen
kuesioner dengan skala likert
Analisis data menggunakan model regresi linier ganda
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Kemampuan metakognitif
Lingkungan belajar rumah sakit
2. Variabel terikat : Kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
F. Definisi Operasional Variabel
1. Kemampuan metakognitif
Kemampuan metakognitif yang terdiri tiga komponen metakognitif yang diukur,
yaitu (1) strategi umum, (2) strategi pemecahan masalah, dan (3) strategi pendukung. diukur
dengan menggunakan kuesioner Metacognitive Awareness Of Reading Strategies Inventory
(MARSI) yang telah dialih bahasakan dan dimodifikasi oleh Poncorini (2006). Jumlah butir
soal secara keseluruhan sebanyak 30 butir, kemudian dilakukan uji reliabilitas korelasi item-
total dengan hasil ada 11 butir pertanyaan dengan nilai < 0.2 yang harus dibuang yaitu butir
pernyataan nomer 6,7,8,14, 16, 17, 21, 23, 24, 29 dan 30, nilai alpha cronbach > 0.6 sehingga
hanya 19 butir yang bisa dipakai dalam penelitian ini dengan dengan strategi umum
sebanyak 8 butir, strategi pemecahan masalah sebanyak 4 butir dan strategi pendukung 7
butir.
Alat pengukuran dengan kuesioner.
Skala pengukuran: katagorikal.
2. Lingkungan belajar
Lingkungan belajar adalah kondisi serta situasi lingkungan pembelajaran yang diukur
dengan kuesioner metode pengukuran kesiapan lingkungan pendidikan Dundee (DREEM)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(Roff et al., 1997) terdiri atas 50 pernyataan yang terdiri lima subkelas yaitu persepsi proses
pembelajaran ada 12 butir pernyataan, persepsi organisasi pembelajaran ada 11 butir
pernyataan, persepsi akademik ada 8 butir pernyataan, persepsi lingkungan pembelajaran ada
12 butir pernyataan serta persepsi lingkungan sosial ada 7 butir pernyataan. Sedangkan
penelitian ini menggunakan persepsi lingkungan pembelajaran dengan 12 butir pernyataan,
memakai skala likert dan setiap pernyataan dinilai: 4 untuk Sangat Setuju (SS), 3 untuk
Setuju (S), 2 untuk ragu-ragu (R), 1 untuk Tidak Setuju (TS) dan 0 untuk Sangat Tidak Setuju
(STS). Berdasarkan hasil uji reliabilitas korelasi item-total ada 3 butir perntanyaan dengan
nilai < 0.2 yaitu butir nomer 1,3 dan 8 dan, nilai alpha cronbach > 0.6 sehingga hanya ada 9
butir pernyataan yang dipakai dalam penelitian ini.
Alat pengukuran dengan kuesioner.
Skala pengukuran: katagorikal.
3. Kemampuan pemecahan masalah melalui asuhan keperawatan
Kemampuan pemecahan masalah meliputi bagaimana kemampuan pengkajian,
merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan perawatan, implementasi
tindakan keperawatan serta kemampuan evaluasi hasil tindakan keperawatan.
Alat pengukuran menggunakan data hasil nilai asuhan keperawatan (ASKEP)
mahasiswa praktik klinik keperawatan.
Skala pengukuran: kontinu.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner terdiri
dari beberapa kelompok pertanyaan yang meliputi:
1. Identitas responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Data yang diambil berupa nama, umur, jenis kelamin.
2. Instrumen metakognitif, lingkungan belajar, disusun dalam bentuk kuesioner.
3. Kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari data rekapitulasi nilai asuhan
keperawatan.
H. Teknik Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisikan pernyataan dan pertanyaan
yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data ini langsung diperoleh dari hasil
penelitian dengan melalui kuesioner dengan skala likert yaitu untuk mengukur kemampuan
metakognitif dengan menggunakan kuesioner Metacognitive Awareness Of Reading
Strategies Inventory (MARSI) yang telah dialih bahasakan dan dimodifikasi oleh Poncorini
(2006) dan data untuk mengukur lingkungan belajar yang diadopsi dari metode pengukuran
kesiapan lingkungan pendidikan Dundee (DREEM) (Roff et al.,1997) terdiri atas 9
pernyataan.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
diperoleh dari data rekapitulasi nilai mahasiswa selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
I. Tes Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS yaitu Alpha Cronbach
untuk menguji item-item kuesioner yang disebut konsistensi internal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
J. Analisis Data
Data kontinu karakteristik sampel dideskripsikan dalam mean, SD, minimum,
maksimum. Data kategorikal karakteristik sampel dideskripsikan dalam frekuensi dan persen.
Hubungan antara kemampuan metakognitif, lingkungan belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah dianalisis dengan model regresi linier ganda:
Y = a + b1X1 + b2X2
Y = kemampuan pemecahan masalah
X1 = Kemampuan metakognitif
X2 = Lingkungan belajar
b1 = koefisien regresi untuk metakognitif yaitu hubungan kemampuan
metakognitif dengan kemampuan pemecahan masalah
b2 = koefisien regresi untuk lingkungan belajar yaitu hubungan
lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan masalah
a = konstanta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal bulan
Nopember – April 2011 pada mahasiswa Akademi Keperawatan Lumajang yang sedang
praktik klinik keperawatan dengan jumlah responden 45 mahasiswa menggunakan teknik
randomisasi sampel.
1. Gambaran Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian Variabel Mean SD Minimum Maksimum Kemampuan 61.9 8.5 42 78 Metakognitif Lingkungan 26.0 3.5 18 35 Belajar RS Kemampuan 72.2 4.2 62.6 80.0 Pemecahan masalah Dari table 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan metakognitif, lingkungan belajar
RS berturut-turut 61.9; 26.0 Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah asuhan
keperawatan adalah 72.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Usia n Prosentase (%) 19 1 2.2 20-21 36 80.0 22-23 8 17.8 N = 45 100.0 Jenis kelamin Laki 19 42.2 Perempuan 26 57.8 N = 45 100.0 Dari table 4.2. dapat diketahui prosentase usia 19, 20-21, 22-23 berturut-turut 2.2 Persen,
80.0 persen dan 17.8 persen, sedangkan jenis kelamin laki-laki 42.2 persen dan perempuan
sebesar 57.8 persen.
Tabel 4.3. Distribusi Pemecahan Masalah Berdasarkan Nilai Asuhan Keperawatan
No. Variabel n Mean SD Minimum Maksimum
1. Pengkajian 45 71.6 4.6 52.0 79.0
2. Diagnosa keperawatan 45 72.1 4.3 60.0 79.0
3. Rencana 45 72.6 4.0 63.0 80.0
4. Implementasi 45 72.2 4.8 62.0 82.0
5. Evaluasi 45 72.7 4.5 63.0 81.0
6. Pemecahan Masalah 45 72.2 4.2 62.6 80.0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tahapan pemecahan masalah
ASKEP mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan adalah
72.2
Garis regresi dengan rentang positif pada hubungan kemampuan
metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
digambarkan dengan diagram sebar dan regresi seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Hubungan antara kemampuan metakognisi dan pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Sedangkan garis regresi dengan rentang positif pada hubungan lingkungan belajar RS
dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan digambarkan dengan diagram
sebar dan garis regresi seperti Gambar 4.2.
2.
3. Hubungan antara kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan dijelaskan dalam hasil analisis
regresi pada table 4.3.
Analisis yang digunakan untuk menghubungkan variabel satu dengan variabel lainnya
adalah analisis regresi linier ganda dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS
(versi 17.0). Data yang akan dianalisis selengkapnya pada lampiran 10 sedangkan hasil
analisis dapat dilihat pada lampiran 11.
Di bawah ini merupakan tabel hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan
kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar rumah sakit dengan kemampuan
pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan Lumajang yang dapat
dilihat pada table 4.4. dibawah ini.
Gambar 4.2 Hubungan antara lingkungan belajar RS dan pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 4.4. Hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar RS dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan Variabel Confidence Interval (CI)
Independen Koefisien Nilai p Batas Batas regresi (b) bawah atas Kemampuan metakognitif 0.3 <0.001 0.2 0.4 Lingkungan belajar 0.4 0.002 0.2 0.7
Konstanta 45.1 <0.001 38.6 51.5 N observasi = 45 Adjusted R Square = 62.2 % P = < 0.001
Interpretasi atas hasil analisis linier ganda diatas adalah bahwa kemampuan
metakognitif memiliki hubungan positif dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan
keperawatan pada mahasiswa keperawatan. Kenaikan 1 skor kemampuan metakognitif
mahasiwa akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan sebesar
0.3 skor dengan rentang antara 0.2 sampai 0.4 (b = 0.3, CI 95 % 0.2 sampai 0.4)
Selain itu bahwa lingkungan belajar memiliki hubungan positif dengan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
Kenaikan 1 skor lingkungan belajar RS akan meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan sebesar 0.4 skor dengan rentang skor antara 0.2 sampai 0.7 (b
= 0.4, CI 95 % 0.2 sampai 0.7)
Konstanta regresi sebesar 45,1 menyatakan bahwa jika variabel kemampuan
metakognitif dan lingkungan belajar RS yang sebelumnya dianggap nol, maka rata-rata
skor kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan adalah 45,1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Sedangkan ditinjau dari nilai Adjusted R square pada persamaan regresi yang
bernilai 62.2 %. Artinya kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan diperoleh
dari variabel kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar RS, sedangkan sisanya
yaitu 37.8 % dipengaruhi oleh variabel faktor lain.
B. Pembahasan
1. Hubungan kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan
keperawatan.
Hasil analisis regresi linier ganda hubungan kemampuan metakognitif dan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan menunjukkan setiap kenaikan 1 skor
kemampuan metakognitif akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sebesar 0.3
Hasil ini mendukung penelitian Imel (2002) yang menyebutkan bahwa kesadaran
pebelajar secara metakognitif adalah lebih strategis dan memberi hasil yang lebih baik dari
pada pebelajar yang tidak mempunyai kesadaran metakognisi. Dukungan metakognisi yang
kuat tersebut adalah pengetahuan dan pengaturan metakognisi itu sendiri, dengan
demikian ada hubungan kuat antara kemampuan metakognisi dengan kemandirian siswa
dalam belajar.
Pada temuan penelitian Pamungkasari (2007) menunjukkan makin tinggi
kemampuan metakognitif seseorang maka makin tinggi juga kemampuan pemecahan
masalah.
Selain itu hasil penelitian ini sejalan pendapat Toccasu Project (2008) mengatakan
bahwa metakognitif pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar
dengan mempertimbangkan salah satunya berperan serta dalam pemecahan suatu masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pada penelitian ini fokus pemecahan masalah didasarkan pada pemberian pelayanan
asuhan keperawatan ketika mahasiswa melakukan praktik klinik keperawatan sesuai dengan
konsep keperawatan menurut Kozier (1997) bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada klien dalam bentuk asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah klien
sesuai dengan 14 kebutuhan dasar manusia (Hendersen,1964).
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Hsu LL (2010) yang
menyimpulkan bahwa kemampuan keterampilan metakognitif pada mahasiswa
keperawatan di Taiwan dapat berkembang baik di kelas maupun di tempat praktik klinik
keperawatan. Hal ini juga sejalan hasil penelitian Kuiper (2005) yang mengatakan
penggunaan metode pembelajaran self regulation di lingkungan praktik dapat merangsang
aktivitas metakognitif terutama pengalaman klinik dan ketrampilan berfikir kritis dalam
pemecahan masalah keperawatan.
Di dalam praktik pemberian pelayanan asuhan keperawatan menurut Nursalam
(2003) hasil akhir yang diharapkan mahasiswa praktik profesi adalah memiliki kemampuan
professional salah satunya dapat melaksanakan asuhan keperawatan dari masalah yang
sederhana sampai yang kompleks secara tuntas melalui tahapan pengkajian, merumuskan
diagnose keperawatan (masalah keperawatan), merencanakan tindakan keperawatan,
melakukan implementasi (pelaksanaan) tindakan keperawatan dan terakhir tahapan
evaluasi terhadap apa yang sudah dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan masalah keperawatan dapat diatasi (problem solving). Pernyataan di atas juga
mendukung hasil penelitian Pesut (1992) yang mengatakan bahwa kemampuan ketrampilan
metakognitif berpengaruh pada pembelajaran di klinik terutama dalam menemukan masalah
keperawatan karena kemampuan keterampilan metakognitif dapat digunakan untuk tahapan
observasi, analisis, perencanaan dan evaluasi proses keperawatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Bila mahasiswa memiliki dasar kemampuan metakognitif yang cukup diharapkan
mahasiswa akan mampu melakukan kegiatan asuhan keperawatan mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan, implementasi tindakan keperawatan serta
evaluasi dengan berhasil.
Hal itu dapat dijelaskan menurut Flavel (Livingston,1997) bahwa metakognisi
memiliki dua macam yaitu pertama pengetahuan metakognisi itu sendiri dan kedua regulasi
metakognisi. Selain itu menurut (OLRC News, 2004) masing-masing kedua metakognisi
terbagi beberapa sub kemampuan metakognisi antara lain: pengetahuan tentang metakognisi
terdiri declarative knowledge yaitu pengetahuan tentang dirinya sebagai pebelajar serta
strategi, ketrampilan dan sumber belajar yang dibutuhkan. Yang kedua procedural knowledge
yaitu pengetahuan bagaimana menggunakan apa saja yang telah diketahui dalam declarative
knowledge dalam aktivitas belajarnya serta conditional knowledge yaitu pengetahuan
bilamana menggunakan suatu prosedur, ketrampilan atau strategi dan bilamana hal-hal
tersebut tidak digunakan, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur-prosedur yang
lain.
Untuk regulasi metakognisi terdiri sub kemampuan planning atau perencanaan,
information management strategies yaitu kemampuan strategi mengelola informasi
berkenaan dengan proses belajar, comprehension monitoring yaitu kemampuan dalam
memonitor proses belajarnya, debugging yaitu kemampuan strategi yang digunakan untuk
membetulkan tindakan yang salah dalam belajar, serta sub komponen evaluation yaitu
kemampuan mengevaluasi keefektifan strategi belajarnya apakah ia akan mengubah
strateginya, menyerah atau mengakhiri kegiatan tersebut.
Sehingga dalam perencanaan pelaksanaan pemecahan masalah asuhan keperawatan
ada keterkaitan kemampuan metakognitif karena masing-masing sub kemampuan dari
metakognisi menjadi dasar dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pada tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, kegiatan ini adalah
upaya melakukan pengkajian secara komprehensif data dari klien sehingga pada akhirnya
dapat ditemukan masalah keperawatan yang muncul pada klien sesuai dengan 14
kebutuhan dasar manusia menurut Henderson (1964).
Untuk mencapai keberhasilan tahap pengkajian dan rumusan diagnosa keperawatan
kemampuan metakognitif yang dimiliki akan menggunakan landasan sub komampuan
declarative knowledge, procedural knowledge, conditional knowledge yaitu mahasiswa akan
menggunakan strategi serta menggunakan prosedur, ketrampilan yang tepat untuk menggali
data klien dengan harapan bisa merumuskan masalah keperawatan klien.
Pada tahap perencanaan dan tahap implementasi keperawatan, untuk memperoleh
keberhasilan tahap-tahap ini diharapkan menggunakan subkemampuan regulasi
metakognitif jenis planning, information management, comprehension monitoring dan
debugging. Pada tahap-tahap ini dibutuhkan kemampuan suatu perencanaan yang dapat
diterapkan untuk mengatasi masalah klien sehingga bila mahasiswa memiliki kemampuan
perencanaan, pengelolaan informasi data pengkajian atau analisis data, kemampuan
memonitir perkembangan data klien serta kemampuan memilih strategi tindakan
keperawatan yang tepat maka akan menunjang keberhasilan pada pemecahan masalah
klien.
Sedangkan pada tahap evaluasi yaitu diharapkan mahasiswa mampu melakukan
proses evaluasi sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Untuk menunjang keberhasilan
proses tahapan evaluasi maka dibutuhkan kemampuan metakognitif yang berlandasan
evaluation karena mahasiswa akan berfikir strategi yang paling tepat tindakan untuk
mengatasi masalah klien atau pemecahan masalah klien berdasarkan data perkembangan
klien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Hubungan lingkungan belajar rumah sakit dan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan.
Hasil analisis regresi terhadap hubungan antara lingkungan belajar rumah sakit dan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan menunjukkan bahwa setiap 1 skor
lingkungan belajar rumah sakit akan meningkatkan skor kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan sebesar 0.4
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Hattie (2005) yang menyimpulkan bahwa
lingkungan belajar dapat memperkuat pencapaian belajar, kepuasan dan kesuksesan
belajar dikarenakan lingkungan belajar akan secara teratur memberi umpan balik bagi
mahasiwa melalui pengalaman belajarnya.
Selain itu hasil penelitian lain oleh Abraham et al. (2008) menyatakan bahwa
mahasiwa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar yang positif, namun juga
dikatakan area masalah dari lingkungan pembelajaran pada sekolah keperawatan yang
memungkinkan kita untuk mengadopsi pengukuran-pengukuran demi perbaikan dalam
pembelajaran.
Berdasarkan kaitan diatas maka perlu adanya lingkungan belajar yang mendorong
motivasi mahasiwa untuk belajar. Menurut Nursalam (2003 harapan proses belajar
mengajar keperawatan dapat disusun dan dikembangkan secara terarah yang dapat
menumbuhkan ketrampilan professional yaitu kontekstual, ketrampilan teknis, serta
ketrampilan interpersonal.
Selanjutnya menurut Hamid dikutip Nursalam (2003) fasilitas pelayanan rumah sakit
dapat digunakan sebagai sumber pendidikan yang cukup kondusif sehingga lingkungan
belajar seperti rumah sakit dapat dijadikan sebagai salah satu lingkungan belajar untuk
mencapai pengalaman belajar di klinik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Untuk menunjang lingkungan belajar di rumah sakit agar dapat kondusif ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga menjadikan lingkungan belajar rumah
sakit menjadi ideal menurut Nursalam (2003) antara lain: tersedia pelayanan memadai,
jumlah kasus memadai, fasilitas cukup untuk pembelajaran, memiliki perpustakaan, situasi
pendukung yang kondusif, sistem manajemen pelayanan keperawatan, ada kegiatan
penelitian, ada tenaga terpilih sebagai fasilitator, ada sistem pencatatan dan pelaporan
memadai serta sistem ketenagaan yang ada efisien.
Apabila lingkungan belajar di rumah sakit bisa memenuhi persyaratan diatas
diharapkan lingkungan belajar di rumah sakit tersebut akan meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa.
Pada akhirnya mahasiswa yang menjalani praktik klinik keperawatan terutama
dalam memberikan asuhan keperawatan keberhasilan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan tergantung juga kondisi lingkungan belajar di rumah sakit misalnya
keberadaan kasus penyakit, pelayanan, fasilitas sarana pendukung, jumlah tenaga perawat,
termasuk jumlah tenaga CI (clinical instructor), harus seimbang dengan jumlah mahasiswa.
Semua itu bagian faktor lingkungan yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan proses
pembelajaran di klinik keperawatan. Ini mendukung penelitian McBrien (2006) yang
mengatakan tidak diragukan bila jumlah pebelajar meningkat, jumlah staf terbatas dan
kekurangan pembimbing klinik keperawatan sehingga harus ada upaya analisis strategi yang
dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran di klinik keperawatan.
Sehingga setiap saat lingkungan belajar di rumah sakit harus sering diperbarui sejalan
dengan hasil penelitian Abraham et al. (2008) masih ditemukan permasalahan dari
lingkungan pembelajaran pada sekolah keperawatan yang memungkinkan kita untuk
mengadopsi pengukuran-pengukuran demi perbaikan dalam proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
3. Keterbatasan Penelitian
Peneliti dalam menerapkan penelitian ini sudah berupaya semaksimal mungkin
dengan harapan agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berbagai upaya peneliti telah lakukan untuk
mendapatkan hasil maksimal, minimal menghindari terjadinya bias.
Penyeleksian sampel dilakukan dengan ketat dengan cara memilih teknik sampling
yang sesuai dengan menggunakan randomisasi sampel serta penentuan kriteria inklusi
sedimikian rupa untuk mencegah terjadinya bias hasil akibat pengaruh dari karakteristik
yang dimiliki oleh masing-masing sampel.
Peneliti kembali melakukan uji homogenitas sampel untuk kembali memastikan
bahwa hasil yang diperoleh memang benar-benar dari hasil penelitian, bukan karena
perbedaan karakteristik responden. Selain itu untuk menghindari terjadinya perbedaan
persepsi dari isi kuesioner yang ada, peneliti mendampingi responden selama pengisian
instrumen kuesioner sampai selesai , serta untuk menjaga bias hasil kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan peneliti sudah melakukan pendampingan sambil melakukan
observasi selama mahasiswa melakukan proses pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan melihat tata cara penilaian asuhan keperawatan seperti pada lampiran 4 tentang
format penilaian Askep.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil
penelitian antara lain:
1. Alat ukur
Salah satu alat ukur pemecahan masalah pada penelitan ini adalah nilai
asuhan keperawatan yang dinilai dengan melihat daftar masing-masing isi tahapan
Askep yang terkadang berbenturan dengan fasilitas atau sarana pendukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
lingkungan belajar di rumah sakit belum sepenuhnya ada sehingga memungkinkan
nilai tidak dapat dicapai secara maksimal.
2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 45 responden.
Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan
kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar.
3. Isi kuesioner
Butir pernyataaan kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar ada
beberapa butir pernyataan yang dihilangkan berdasarkan hasil uji reliabilitas sehingga
mempengaruhi validitas isi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan
antara kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
pada mahasiswa keperawatan, semakin tinggi kemampuan metakognitif pebelajar,
semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.3, CI 95
% 0.2 sampai 0.4)
Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara lingkungan belajar dan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan, semakin ideal atau baik lingkungan
belajar,semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada
mahasiswa keperawatan (b = 0.4, CI 95 % 0.2 sampai 0.7)
B. Implikasi
1. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa tingkat kemampuan metakognisi
seseorang dapat digunakan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan.
2. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa lingkungan belajar di rumah sakit dapat
digunakan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan.
3. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bagi institusi di Akademi Keperawatan Lumajang
adalah perlu diimplementasikan teknik pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan
metakognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
4. Kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar rumah sakit yang ideal akan
meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan pada klien.
C. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan dengan variabel-variabel lain seperti motivasi, tingkat
emosional pebelajar, metode pembelajaran, karakteristik ruangan.
2. Institusi rumah sakit khususnya ruang tempat praktik perlu dikelola tidak hanya sekedar
sebagai tempat praktik tetapi sekaligus menjadikan sebagai lingkungan belajar yang ideal