HUBUNGAN ANTARA HOTSPOT (TITIK PANAS) DENGAN TIMBULNYA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU RIAU TAHUN 2007 NISA NOVITA E 14204009 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
63
Embed
HUBUNGAN ANTARA HOTSPOT (TITIK PANAS) DENGAN … · penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam kaitan dengan kebakaran hutan ini, ISPA terjadi karena pertahanan saluran pernafasan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUBUNGAN ANTARA HOTSPOT (TITIK PANAS)
DENGAN TIMBULNYA PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) AKIBAT KEBAKARAN HUTAN
DAN LAHAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU RIAU
TAHUN 2007
NISA NOVITA
E 14204009
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
HUBUNGAN ANTARA HOTSPOT (TITIK PANAS)
DENGAN TIMBULNYA PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) AKIBAT KEBAKARAN HUTAN
DAN LAHAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU RIAU
TAHUN 2007
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Nisa Novita
E14204009
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Sebuah kado kecil untuk orang yang telah membesarkan aku…..
RINGKASAN Nisa Novita. E14204009. Hubungan Antara Hotspot (Titik Panas) dengan
Timbulnya Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Akibat Kebakaran
Hutan dan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Riau Tahun 2007. Dibimbing oleh
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr
Kabupaten Indragiri Hulu merupakan salah satu wilayah di Riau yang
daerahnya rawan terhadap kejadian kebakaran hutan. Dampak kebakaran hutan
yang dibahas pada penelitian ini adalah dampak terhadap kesehatan khususnya
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Dalam kaitan dengan kebakaran hutan
ini, ISPA terjadi karena pertahanan saluran pernafasan yakni sel-sel epitel mukosa
menjadi lemah atau bahkan rusak akibat menghirup udara yang tercemar yang
sarat dengan partikel debu, sehingga kuman mudah masuk dan berkembang biak.
Dari hasil analisis statistik antara jumlah hotspot dengan jumlah pasien
ISPA mempunyai korelasi positif yang sangat kuat (r = 0.81). Jumlah pasien ISPA
dipengaruhi 65.2% oleh jumlah hotspot dengan persamaan garis Y = 220 + 26 X.
Hubungan antara jumlah hotspot dan jumlah pasien ISPA per jumlah penduduk
mempunyai korelasi positif yang kuat (r = 0.74) karena jumlah pasien ISPA per
jumlah penduduk dipengaruhi 54% oleh jumlah hotspot sebagai indikasi
Kebakaran Hutan dan Lahan. Dari hasil uji R square persamaan garis
Y = 0.0184 + 0.000483 X relevan digunakan dalam menentukan hubungan antara
peningkatan hotspot dengan peningkatan pasien ISPA per jumlah penduduk. Dari
kedua analisis diatas terlihat pengaruh antara hotspot dengan pasien ISPA dapat
dikatakan erat, baik dengan atau tanpa memperhatikan jumlah penduduk masing-
masing kecamatan.
Secara deskriptif, kelas umur terbanyak pada pasien ISPA di Indragiri
Hulu adalah kelas umur 1-5 tahun (Balita), dan dari jenis kelamin perbedaan
pasien laki-laki dengan pasien perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
ABSTRACT
Novita, N. E14204009. Correlation Between Hotspot and Acute
Respiratory Infection Because of Forest and Land Fire in Indragiri
Hulu Regency, Riau. Leaded by Prof. Dr. Ir. Bambang Hero
Saharjo, M.Agr.
Indragiri Hulu is a regency in Riau that is often happen forest and land
fire. The impact of forest fire that is discuss in this research is the impact of
healthiness especially Acute Respiratory Infections (ARI). From the result of
statistic analysis between hotspot and ARI’s patient has a strong positive
correlation (r = 0,81). ARI’s patient that 65,2% is influence by hotspot with linear
equation Y = 220 + 26 X. Correlation between hotspot and ARI’s patient/total
citizen have a strong positive correlation (r = 0,74) because ARI’s patient/total
citizen 54% is influence by forest and land fire. From the result of R square test
the linear equation Y = 0,0184 + 0,000483 X is relevan to use to estimate the
correlation between hotspot and ARI’s patient/total citizen. From this two analysis
show that the influence between hotspot and ARI’s patient is strong with or
without calculate the total patient in sub district. Descriptively, the most age class
ARI’s patient in Indragiri Hulu is 1-5 years and from the age differences, the man
or woman patient do not show the significant differences.
Keyword : Forest and Land Fire, Acute Respiratory Infections, Impact.
Judul Penelitian :HUBUNGAN ANTARA HOTSPOT (TITIK PANAS)
DENGAN TIMBULNYA PENYAKIT INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) AKIBAT
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI
KABUPATEN INDRAGIRI HULU RIAU TAHUN
2007
Nama : NISA NOVITA
NRP : E14204009
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M. Agr. NIP. 131878497
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto.M.Agr NIP. 131578788
Tanggal lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan
Antara Hotspot (Titik Panas) dengan Timbulnya Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten
Indragiri Hulu Riau Tahun 2007 adalah benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2008
Nisa Novita
NIM. E14204009
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat dan kasih sayangNya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul Timbulnya Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Akibat Kebakaran Hutan dan
Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Riau Tahun 2007. Melihat keteratan yang
kuat antara dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan
manusia diharapkan kejadian kebakaran hutan dan lahan yang disengaja dapat
dikurangi atau dihentikan sama sekali.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dan pengembangan lebih lanjut. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
1. Kedua orang tua tercinta , Ama Enimar dan Apa Syaiful yang telah
mengartikan nafas kehidupan diantara doa-doa dan cinta yang selalu diberikan
2. Albert Syaiful, Deasy Fitria tersayang. Terimakasih telah menjadikan bait-bait kosong menjadi lirik keceriaan penuh tawa selama fase 21 ini.
3. Dede Hendry atas kesempurnaan rasa yang membuat satu mimpi di masa nanti
4. Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, masukan, dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
5. Arinana, S. Hut, M.Si dan Ir. Siswoyo, M.Si bagi selaku dosen penguji atas masukannya bagi perbaikan skripsi ini
6. Kantor Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta, khususnya Bu Ela. 7. Staf Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Bapak Wardana yang
telah memberikan bantuan dan dorongan pada penulis 8. Pak Ismail dan staf KPAP Silvikultur yang sangat baik dan telah
memberikan kemudahan dalam administrasi sebelum sidang. 9. Staf dan teman-teman di Laboratorium Sistem Informasi Geografis
Manajemen Hutan khususnya Kak Aan, Kak Iis, Kak Heru 10. Bebek dan Tuti, teman paling setia yang membuat penulis sulit
meninggalkan Bogor 11. Bu Gatot, Pak Gatot, Defna, Dandi yang telah menjadi keluarga baru
penulis di Rengat 12. Ryan Mato, atas kesediaannya menjadi guide Pekanbaru-Rengat dan
teman petualang dalam mencari data di Pematang Reba 13. Muhammad Hansari,Uncu atas powerpoint dan semangat yang diberikan 14. Lienda Omes, Rissa, Iyha, Eka, Piye, Rizal, Dwi, Uny atas bantuan,
semangat dan kebersamaannya selama ini. 15. Alaska crew dan keluarga Budidaya Hutan 41 16. Ibu Era yang setia di Laboratorium Ekologi Hutan atas doa dan
dukungannya 17. Dino kecil dahulu, besar sekarang 18. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Taram Payakumbuh Sumatera Barat pada tanggal 23
November 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Syaiful
dan Enimar.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMUN I Tilkam Bukittinggi dan pada
tahun yang sama masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan
memilih Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan dan menekuni bidang
Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Informasi dan Komunikasi Forest
Management Student Club (FMSC) pada tahun 2005-2006, staf Departemen
Informasi dan Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-E) pada tahun
yang sama. Selain itu penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan
Hutan (P3H) jalur Sancang-Kamojang dan KPH Sumedang, serta melaksankan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Hubungan Antara Hotspot (Titik Panas) dengan
Timbulnya Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Akibat
Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu Riau Tahun 2007
dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2
Pada tabel berikut ini dapat dilihat data jumlah pasien yang terinfeksi
saluran pernafasan akut dari bulan Februari sampai dengan Agustus pada tiap
kecamatan yang dianalisis.
Tabel 4. Data jumlah hotspot perbulan dan jumlah pasien ISPA Bulan
Kecamatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agus
Total
( orang)
Rengat Barat
∑ ISPA (orang) 213 296 52 225 241 215 128 1370
∑ Hotspot 5 2 1 0 7 7 13 35
Peranap
∑ ISPA (orang) 57 66 64 64 59 48 64 422
∑ Hotspot 1 2 0 3 5 1 11 23
Kelayang
∑ ISPA (orang) 155 90 56 49 126 95 130 701
∑ Hotspot 3 1 0 0 2 0 11 17
Lubuk Batu Jaya
∑ ISPA (orang) 46 71 56 39 18 43 62 335
∑ Hotspot 0 0 0 0 0 0 0 0
Sumber : KLH dan Dinas Kesehatan Inhu 2007 Untuk melakukan analisis statistik, total pasien yang terinfekasi saluran
pernafasan akut dari tiap kecamatan dihubungkan dengan jumlah hotspot dari
bulan Februari sampai dengan Agustus tahun 2007.
Tabel 5. Rekapitulasi jumlah hotspot dan jumlah pasien ISPA Kab. Indragiri Hulu Kecamatan ∑ hotspot (buah) ∑ pasien (orang)
Rengat Barat 35 1370
Peranap 23 422
Kelayang 17 701
Lubuk Batu Jaya 0 335
Sumber : KLH dan Dinas Kesehatan Inhu 2007
Pada penelitian ini, dilihat juga keterkaitan antara jumlah pasien ISPA
dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan dengan memasukkan faktor lain yaitu
jumlah penduduk. Dari tabel ini dilakukan analisis untuk megukur koefisien
korelasi dan memperoleh persamaan linear.
Tabel 6. Hubungan hotspot dengan jumlah pasien ISPA dan jumlah penduduk Kecamatan ∑ Hotspot
(buah)
∑ pasien
(orang)
Penduduk
(orang)
Pasien/Penduduk
Rengat Barat 35 1370 34.298 0,04
Peranap 23 422 24.504 0,02
Kelayang 17 701 25.428 0,03
Lubuk Batu Jaya 0 335 18.330 0,02
Sumber : KLH 2007, BPS 2006, Dinas Kesehatan Inhu 2007 Pasien yang terinfeksi penyakit ISPA dikelompokkan berdasarkan jenis
kelamin. Hal ini bertujuan untuk melihat jenis kelamin yang mana yang lebih
banyak terserang ISPA pada periode Februari sampai dengan Agustus tahun 2007
di Kabupaten Indragiri Hulu.
Tabel 7. Data Pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin Bulan
Kecamatan Feb Maret April Mei Juni Juli Agus
%ase /total
pasien
Rengat Barat
Laki-laki (orang) 107 153 26 159 146 107 70 56
Perempuan (orang) 106 143 26 66 95 108 58 44
Peranap
Laki-laki(orang) 34 35 32 32 31 36 20 52
Perempuan (orang) 23 31 32 32 28 12 44 48
Kelayang
Laki-laki(orang) 86 43 24 29 55 52 64 50
Perempuan (orang) 69 47 32 20 71 43 66 50
Lubuk Batu Jaya
Laki-laki(orang) 24 37 36 17 8 21 32 52
Perempuan (orang) 22 34 20 22 10 22 30 48
Untuk melihat rentang usia yang lebih banyak terserang ISPA, maka
pasien ISPA dikelompokkan menjadi 6 kelas umur. Pada tabel 8, 9, 10 dan 11
dapat dilihat jumlah pasien dengan masing-masing kelas umur pada 4 kecamatan
yang dianalisis.
Tabel 8. Pasien ISPA berdasarkan kelas umur di Kecamatan Rengat Barat
Bulan
<1 th
(orang)
1-5 th
(orang)
5-14 th
(orang)
15-24 th
(orang)
25-44th
(orang)
45 th +
(orang)
Februari 20 26 60 35 13 59
Maret 53 41 64 32 31 75
April 8 20 3 18 0 3
Mei 1 81 59 55 24 5
Juni 31 67 59 15 40 29
Juli 30 56 33 11 42 43
Agustus 31 41 10 7 27 12
Persentase 13% 24% 21% 13% 13% 16%
Sumber : Dinas Kesehatan Inhu 2007 Tabel 9. Pasien ISPA berdasarkan kelas umur di Kecamatan Peranap
Bulan
<1 th
(orang)
1-5 th
(orang)
5-14 th
(orang)
15-24 th
(orang)
25-44th
(orang)
45 th +
(orang)
Februari 5 17 15 10 3 7
Maret 19 17 16 12 2 0
April 18 16 16 12 2 0
Mei 18 16 16 12 2 0
Juni 16 15 16 10 2 0
Juli 19 16 7 5 1 0
Agustus 3 10 33 11 4 3
Persentase 23% 25% 28% 17% 4% 2%
Sumber : Dinas Kesehatan Inhu 2007
Tabel 10. Pasien ISPA berdasarkan kelas umur di Kecamatan Kelayang
Bulan
<1 th
(orang)
1-5 th
(orang)
5-14 th
(orang)
15-24 th
(orang)
25-44th
(orang)
45 th +
(orang)
Februari 16 38 29 21 35 16
Maret 17 23 16 9 17 8
April 7 15 16 7 9 2
Mei 5 20 8 11 4 1
Juni 9 26 19 19 50 3
Juli 6 11 16 11 31 20
Agustus 14 28 14 18 37 19
Persentase 11% 23% 17% 14% 26% 10% Sumber : Dinas Kesehatan Inhu 2007 Tabel 11. Pasien ISPA berdasarkan kelas umur di Kecamatan Lubuk batu Jaya
Bulan
<1 th
(orang)
1-5 th
(orang)
5-14 th
(orang)
15-24 th
(orang)
25-44 th
(orang)
45 th +
(orang)
Februari 0 21 15 10 0 0
Maret 0 19 26 14 12 0
April 0 8 9 27 12 0
Mei 0 8 8 16 7 0
Juni 0 8 3 5 2 0
Juli 0 10 9 15 8 1
Agustus 0 16 16 25 5 0
Persentase 0% 27% 26% 33% 14% 0% Sumber : Dinas Kesehatan Inhu 2007
Tabel dibawah ini menunjukkan rekapitulasi dari persentase kelas umur
pada masing-masing kecamatan. Data yang direkap, selanjutnya dirata-ratakan
untuk melihat perbandingan persentase dari tiap kelas umur.
Tabel 12.Rekapitulasi Pasien ISPA berdasarkan kelas umur
Kecamatan <1 th (%)
1-5 th (%)
5-14 th (%)
15-24 th (%)
25-44 th (%)
45 th + (%)
Rengat Barat 13 24 21 13 13 16
Peranap 23 25 28 17 4 2
Kelayang 11 23 17 14 26 10
Lb. Batu Jaya 0 27 26 33 14 0
Rata-rata 12 25 23 19 14 7 Sumber : Dinas Kesehatan Inhu 2007
5.2. Pembahasan 5.2.1. Sebaran Hotspot
Kabupaten Indragiri Hulu merupakan salah satu wilayah di Propinsi Riau
yang setiap tahunnya terdeteksi hotspot sebagai indikasi terjadinya kebakaran
hutan. Latar belakang Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu
adalah pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan karet yang telah
menjadi komoditas utama kabupaten ini. Api sampai saat ini masih dianggap
sebagai manajemen yang relatif murah, mudah dan praktis. Kabupaten Indragiri
Hulu memiliki 14 kecamatan dengan luas wilayah 8.198,26 km2 mempunyai
hotspot sebanyak 171 buah, akan hotspot hanya tersebar di 6 kecamatan saja yakni
kecamatan Peranap, Seberida, Kelayang, Pasir Penyu, Rengat Barat dan Rengat.
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa hotspot dalam jumlah yang
banyak tidak hanya terdeteksi pada bulan-bulan kering saja. Dengan asumsi bulan
kering dimulai Maret sampai Agustus dan bulan basah dimulai dari September
sampai dengan Februari, jumlah hotspot terbanyak terdapat pada bulan transisi
perubahan musim. Pada bulan Agustus hotspot tertinggi sebanyak 63 buah dan
dilanjutkan pada bulan Februari yang terdeteksi 28 hotspot. Tingginya jumlah
hotspot pada bulan Agustus berhubungan dengan penyiapan/pembukaan lahan
untuk mengejar musim hujan pada bulan September.
Meskipun pada kenyataannya, batasan antara bulan basah dengan bulan
kering sudah tidak jelas lagi. Curah hujan tertinggi terdapat di bulan Mei yang
termasuk ke dalam kelompok bulan kering (lampiran 4). Hal ini berhubungan
dengan perubahan iklim akibat pemanasan global yang membuat kondisi iklim
tidak menentu. Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu
khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon yang dikenal dengan gas rumah kaca
terus bertambah di udara, Karbondioksida umumnya dihasilkan oleh penggunaan
batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.
Menurut Kelompok Kerja Pemanasan Global (2002) penggundulan hutan
mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, yang menyebabkan emisi karbon
bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis,
sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.
5.2.2 Hotspot dan Penderita ISPA
Hutan yang terdiri dari makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan atau
hewan mengandung unsur-unsur organik C, H, O, N, S dan P. Sehingga dari hasil
Kebakaran Hutan dan Lahan akan menimbulkan bau karena terbakarnya berbagai
protein atau makhluk hidup yang menghasilkan berbagai polutan berupa partikel
dan gas. Menurut GTZ (2008) pada umumnya partikel dan berbagai gas yang
terlepas selama pembakaran biomasa (CO, Hidrokarbon, NOx, CH4, O3 dan lain-
lain) terdapat di garis lintang tropis terutama pada saat hutan dan ladang
dibersihkan dengan pembakaran. Gas ini berdampak terhadap kesehatan manusia
tetapi dalam penelitian ini dampak kesehatan dari gas-gas tersebut tidak dibahas.
Kebakaran hutan dan lahan yang menghasilkan asap akan menimbulkan
pencemaran udara. GTZ (2008) menyatakan bahwa kabut asap yang berasal dari
Kebakaran Hutan dan Lahan dalam skala besar ditandai dengan kadar partikel
yang tinggi yang salah satu dampaknya adalah memperkecil jarak pandang.
Dalam kebakaran hutan lebih banyak partikel yang lebih kecil sebagian partikel
yang lebih besar telah jatuh lebih dulu.
Polutan partikel padat (PM) dapat berasal dari bahan organik dan
anorganik. Partikel debu yang dapat dihirup pada pernafasan manusia berukuran
0.1-10 mikron. Partikel ini akan berada di atmosfir sebagai suspended particulate
matter dan mempunyai pengaruh besar untuk menimbulkan kerusakan jaringan
dan faal paru. Dikutip dari Bates, debu-debu berdiameter 5-10 mikron akan
tertahan dan tertimbun pada saluran nafas bagian tengah, debu yang berdiameter
1-3 mikron akan tertahan dan tertimbun pada bronkiolus terminal, sedangkan
untuk debu yang berukuran kurang dari 1 mikron akan keluar masuk mengikuti
gerak Brown (Awaloeddin 2007).
Partikel-partikel mempunyai potensi merusak sistem mukosilier (silia pada
mukosa yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing) dan merangsang proses
fibrosis (jaringan parut) paru (Awaloeddin 2007). Dalam kaitan dengan kebakaran
hutan ini, ISPA terjadi karena pertahanan saluran pernafasan yakni sel-sel epitel
mukosa menjadi lemah atau bahkan rusak akibat menghirup udara yang tercemar
yang sarat dengan partikel debu, sehingga kuman mudah masuk dan berkembang
biak.
Penyakit yang berhubungan dengan kebakaran hutan antara lain adalah
Infeksi Saluran Pernafasan Akut, pneumonia, asma, iritasi mata dan iritasi kulit.
Skema berikut menjelaskan hubungan antara kebakaran hutan dengan peningkatan
kejadian ISPA di Kabupaten Indragiri Hulu.
Gambar 2. Konsep hubungan antara Kebakaran Hutan dan Lahan dengan
Timbulnya Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
Kebakaran hutan dan lahan
(hotspot)
Pencemaran udara akibat partikel dan gas polutan. Seperti asap, debu, CO, NOx, CH4, fog, hidrokarbon,dll
Penyakit saluran pernafasan misalnya: (ISPA)
Pada kecamatan Rengat Barat jumlah pasien terbanyak terdapat di bulan
Maret dengan jumlah hotspot 2 buah. Jumlah pasien terendah terdapat di bulan
April pada saat deteksi hotspot hanya 1 saja. Perhitungan tidak dilakukan tiap
bulan karena ISPA adalah penyakit akut dengan batasan 14 hari. Misalnya pasien
bulan Maret bisa saja sudah diserang penyakit ISPA sejak bulan sebelumnya.
Bulan Agustus dengan 13 hotspot ditemukan pasien sebanyak 128 orang, jumlah
ini cukup signifikan jika dibandingkan dengan bulan Mei yang tidak ditemukan
titik panas. Dari 7 bulan (Februari – Agustus 2007) pasien ISPA di kecamatan
Rengat Barat berjumlah 1370 orang dengan deteksi 37 hotspot.
Di kecamatan Peranap hotspot terbanyak terdapat pada bulan Agustus,
sedangkan pada bulan lainnya terdeteksi tidak lebih dari 5 hotspot. Jumlah pasien
tiap bulannya tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Jumlah pasien
terbanyak terdapat pada bulan Maret dan yang paling sedikit terdapat pada bulan
Juli. Dari bulan yang dianalisis terdapat 23 buah hotspot dengan jumlah pasien
ISPA sebanyak 422 orang.
Di kecamatan Kelayang terjadi perubahan yang signifikan pada jumlah
pasien ISPA. Jumlah minimum terdapat pada bulan Mei sebanyak 49 orang dan
yang tertinggi terdapat pada bulan Februari dengan jumlah pasien ISPA sebanyak
155 orang. Selain bulan Februari, Juni dan Agustus juga menunjukkan jumlah
pasien yang cukup tinggi. Jumlah hotspot tertinggi terdapat pada bulan Agustus,
sedangkan untuk bulan lainnya dapat dikatakan sangat sedikit terdeteksi hotspot
bahkan bulan April, Mei, Juli tidak ditemukan satupun hotspot.
Kecamatan Lubuk Batu Jaya selama tahun 2007 tidak terdeteksi hotspot.
Jumlah pasien ISPA tiap bulannya tidak pernah lebih dari 75 orang. Jumlah pasien
terendah terdapat pada bulan Juni dan yang tertinggi terdapat pada bulan Maret.
Hal ini disebabkan karena pengaruh kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di
kecamatan lain.
Berdasarkan Tabel 5, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan
Minitab 14 untuk uji korelasi dan uji regresi. Uji korelasi dilakukan untuk melihat
hubungan antara jumlah hotspot dengan jumlah pasien ISPA, sedangkan uji
regresi dilakukan untuk melihat pengaruh kebakaran hutan dan lahan terhadap
kejadian penyakit ISPA , dan diperoleh hasil sebagai berikut :
r (Koefisien korelasi) = 0,81
r 2 (Koefisien determinasi) = 65,2 %
dengan persamaan garis :
dengan :
Y = jumlah pasien ISPA
X = jumlah hotspot
Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa antara jumlah hotspot dengan
jumlah pasien ISPA mempunyai korelasi positif yang sangat kuat (r = 0,81).
Jumlah pasien ISPA dipengaruhi 65,2% oleh jumlah hotspot dan 34,8% jumlah
pasien ISPA dipengaruhi oleh faktor diluar kebakaran hutan dan lahan. Persamaan
garis juga relevan karena dengan uji R square lebih besar dari 50%. Jadi
peningkatan jumlah hotspot akan diikuti oleh peningkatan pasien ISPA.
Pada kecamatan Lubuk Batu Jaya, dari koefisien korelasi yang diperoleh
dapat dikatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di satu kecamatan
tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap kesehatan di dalam kecamatan
itu sendiri. Karena pengaruh hotspot terhadap pasien sangat kuat (dilihat dari hasil
analisis statistik yang diperoleh), maka pasien ISPA di kecamatan Lubuk Batu
Jaya dipengaruhi oleh kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di kecamatan lain.
Hal ini disebabkan karena asap bergerak dan tidak selalu diam di atmosfer.
Pergerakan asap dipengaruhi oleh arah angin, kecepatan angin dan kondisi
atomosfir.
Pada keadaan atmosfir stabil, masa udara akan mengalami pengangkatan
sampai ketinggian tertentu dan akan turun kembali di daerah lain. Dalam
kebakaran hutan dan lahan skala besar, asap bias berdampak ke negara lain yang
dikenal dengan sebutan transboudary haze pollution. Pada keadaan atmosfir tidak
stabil massa udara dari permukaan mengalami pengangkatan dan massa udara
akan cenderung naik terus maka asap tidak tertahan pada lapisan troposfir bawah
dekat permukaan. Situasi seperti ini tidak membahayakan dari segi pencemaran
asap. Pada keadaan atmosfir netral massa udara akan tetap (tidak mengalami
pengangkatan dan tidak turun) maka asap yang timbul akan bertahan di daerah
asalnya sehingga juga berbahaya bagi kesehatan dan dapat menganggu aktivitas.
Y = 220 + 26 X
Arah angin selama tahun 2007 didominasi ke arah utara dan selatan. Dari
pergerakan angin dapat diasumsikan bahwa pasien ISPA pada kecamatan Lubuk
Batu Jaya dapat dipengaruhi oleh kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di
kecamatan Rengat dengan angin yang bergerak ke selatan, Kelayang dan Seberida
dengan angin yang bergerak ke utara.
Dengan memasukkan faktor lain yaitu jumlah penduduk dapat dilakukan
analisis korelasi dan regresi. Hal ini juga dapat mendeskripsikan seberapa banyak
dari jumlah penduduk total di tiap kecamatan terkena penyakit ISPA dan
hubungannya dengan kebakaran hutan dan lahan. Jumlah penduduk terbanyak
terdapat di Kecamatan Rengat Barat dan yang paling sedikit adalah kecamatan
Lubuk Batu Jaya.
Setelah dilakukan analisis statistik, diperoleh nilai korelasi ( r ) = 0,74,
koefisien determinasi ( R2) = 54 % dan persamaan garis :
dengan :
Y = Jumlah pasien ISPA/jumlah penduduk ; X = Jumlah hotspot
Antara jumlah hotspot dan jumlah pasien ISPA per jumlah penduduk
mempunyai korelasi positif yang kuat (r = 0,74) karena jumlah pasien ISPA per
jumlah penduduk dipengaruhi 54% oleh jumlah hotspot sebagai indikasi
Kebakaran Hutan dan Lahan. Dari hasil uji R square 54%, (lebih besar dari 50%)
persamaan garis Y = 0,0184 + 0,000483 X relevan digunakan dalam menentukan
hubungan antara peningkatan hotspot dengan peningkatan pasien ISPA per jumlah
penduduk.
Dari kedua analisis diatas terlihat pengaruh antara hotspot dengan pasien
ISPA dapat dikatakan erat, baik dengan atau tanpa memperhatikan jumlah
penduduk masing-masing kecamatan.
Y = 0,0184 + 0,000483 X
5.2.3. Perbandingan Pasien ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada penelitian ini, dilakukan analisis deskriptif pasien ISPA berdasarkan
jenis kelamin. Menurut Alsagaff (1989) untuk ISPA yang disebabkan oleh virus
wanita lebih rentan bila dibandingkan dengan pria namun pada waktu mensis
(haid) wanita lebih tahan terhadap infeksi virus.
Kecamatan Rengat Barat memiliki luas wilayah 921 km2 yang meliputi
11,23% total wilayah kabupaten ini. Data BPS tahun 2006, jumlah penduduk
sebanyak 34.298 jiwa dengan pembagian wanita dan laki-laki masing-masingnya
16.325 dan 17.973 jiwa. Dari Tabel 7 pasien laki-laki lebih banyak daripada
pasien perempuan dengan selisih 12%. Dari hasil tersebut tidak terlihat perbedaan
yang signifikan antara pasien ISPA apabila dilihat dari jenis kelaminnya. Pada
bulan April diperoleh angka yang sama antara pasien laki-laki dan pasien wanita.
Untuk bulan lainnya, pasien laki-laki cenderung lebih banyak dari pasien wanita.
Kecamatan Peranap membawahi 12 desa dengan luas wilayah 1700.98
km2, akan tetapi luas areal ini masih tergabung dengan Batang Peranap yang
sudah dimekarkan menjadi kecamatan baru sejak tahun 1999. Jumlah penduduk
yang menempati kecamatan ini sebanyak 24.504 jiwa dengan 14.698 penduduk
perempuan dan 9806 penduduk laki-laki. Pada bulan April dan Mei jumlah pasien
wanita dan laki-laki berbanding 1:1. Bulan Juli dan Agustus menunjukkan
perbedaan yang cukup signifikan antara pasien laki-laki dan pasien wanita. Dari
persentase total, pasien laki-laki sebesar 52% dan 48% untuk pasien perempuan.
Perbandingan perbedaan persentase pasien laki-laki dan wanita di kecamatan
Peranap lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase pasien laki-laki dan
pasien wanita di Kecamatan Rengat Barat.
Kecamatan Kelayang terdiri dari 17 desa dengan jumlah penduduk
sebanyak 25.428 jiwa dengan pembagian 14.825 perempuan dan 10.603 laki-laki.
Perbandingan antara pasien ISPA laki-laki dengan pasien ISPA perempuan
berbanding sama. Pada bulan Februari, Mei dan Juli jumlah pasien laki-laki lebih
banyak dari pada pasien perempuan.
Kecamatan Lubuk Batu Jaya membawahi 9 desa dengan jumlah penduduk
18.330 jiwa dengan pembagian 8.539 perempuan dan 9.791 laki-laki. Pada bulan
Februari, Maret, April dan Agustus, pasien laki-laki lebih banyak bila
dibandingkan dengan pasien perempuan. Dari bulan Mei ke Juni terdapat
penurunan jumlah pasien baik laki-laki maupun perempuan yang cukup
signifikan. Seperti kecamatan Rengat Barat dan kecamatan Peranap, di kecamatan
Lubuk Batu Jaya diperoleh persentase pasien laki-laki yang lebih besar
dibandingkan dengan pasien perempuan.
Dari kecamatan yang dianalisis diatas, secara umum pasien laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan pasien wanita. Hanya di satu kecamatan Kelayang
persentase pasien wanita dan laki-laki sama besar. Akan tetapi perbedaan antara
jumlah pasien laki-laki dengan pasien perempuan tidak besar. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 3. Perbandingan Pasien Laki-Laki dengan Pasien Perempuan pada
kejadian ISPA di Kab. Indragiri Hulu Pasien laki-laki lebih banyak dari pasien perempuan dapat disebabkan
dengan kebiasaan masyarakat. Laki-laki lebih banyak bekerja di ladang atau
berkebun dibandingkan dengan perempuan. Hal ini berkaitan dengan sektor utama
kabupaten ini adalah perkebunan kelapa sawit dan karet. Jadi dengan beraktivitas
di luar rumah kemungkinan terpajan udara tercemar juga akan makin besar
sehingga lebih berpeluang terinfeksi penyakit saluran pernafasan.
5.2.3. Perbandingan Pasien ISPA Berdasarkan Kelas Umur
Selain dari perbedaan jenis kelamin, pada penelitian ini dilakukan analisis
deskriptif pasien ISPA berdasarkan kelas umur. Pembagian kelas umur ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran kelas umur mana yang lebih banyak
terkena penyakit ISPA. Kelas umur dibagi atas 6 kelas, dengan pembagian :
a. Kelas umur 0 – 1 tahun
b. Kelas umur 1 – 5 tahun
c. Kelas umur 5 - 14 tahun
d. Kelas umur 15 - 24 tahun
e. Kelas umur 25 - 44 tahun
f. Kelas umur 45 tahun keatas
Pada kecamatan Rengat Barat, kelas umur 1-5 tahun memiliki jumlah
pasien yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kelas umur lain. Tiga kelas
umur yakni < 1 tahun, 15-24 tahun, 25-44 tahun mempunyai persentase jumlah
pasien yang sama sebesar 13%. Untuk kecamatan Peranap kelas umur dengan
jumlah pasien tertinggi terdapat pada kelas umur 5-14 tahun sebanyak 28%.
Tetapi angka ini tidak berbeda jauh dengan kelas umur 1-5 tahun sebesar 25%.
Kelas umur terendah terdapat pada kelas 45 tahun keatas sebesar 2%. Pada
kecamatan Kelayang, 25-44 tahun merupakan kelas umur dengan jumlah pasien
tertinggi sebesar 26%. Usia 45 tahun ke atas menjadi kelas umur dengan jumlah
pasien terendah sebesar 10% dari total penderita ISPA. Sedangkan untuk
kecamatan Lubuk Batu Jaya kelas umur 15-24 tahun adalah kelas umur dengan
pasien ISPA terbanyak sebesar 33%. Pada dua kelas umur yakni kelas umur
dibawah satu tahun dan diatas 45 tahun, tidak ditemukan pasien dengan penyakit
ISPA.
Menurut Alsagaff (1989) gambaran klinis yang disebabkan oleh infeksi
sangat tergantung pada :
1. Karakteristik inokulum,
Terdiri dari besarnya aerosol, tingkat virulensi jasad renik dan jumlah
jasad renik yang masuk.
2. Daya tahan tubuh seseorang
Terdiri dari utuhnya sel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli,
dan IgA. IgA adalah antibodi yang terdapat pada saluran pernafasan yang banyak
terdapat di mukosa.
3. Umur
Umur mempunyai pengaruh besar terutama pada ISPA saluran pernafasan
bawah anak dan bayi yang akan memberikan gambaran klinik yang lebih buruk
bila dibandingkan orang dewasa. Terutama yang disebabkan oleh infeksi pertama
oleh virus, anak dan bayi tampak lebih berat karena belum memiliki kekebalan
alamiah. Pada orang dewasa, akan memberikan gambaran klinis yang ringan
sebab telah terjadi kekebalan yang diberikan oleh infeksinya yang terdahulu.
Kelas umur yang paling banyak terserang ISPA adalah usia 1-5 tahun
(Bawah Lima Tahun) sebesar 25%. Usia 5-14 tahun merupakan kelas umur
terbanyak setelah kelas umur Balita. Hal ini disebabkan karena perbedaan
kemampuan kekebalan tubuh terhadap agen penyakit. Bayi dan anak-anak lebih
lemah dari orang dewasa. Karena gambaran klinis yang lebih berat pada anak-
anak saat diserang agen penyakit, mereka akan dibawa oleh orang tuanya ke
layanan kesehatan setempat. Sedangkan untuk orang dewasa, meskipun telah
diserang oleh jasad renik pembawa penyakit, karena gejala yang ditimbulkan tidak
berat, mereka tidak langsung mendatangi layanan kesehatan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dari hasil analisis statistik, hubungan antara jumlah hotspot dengan timbulnya
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berkorelasi positif yang
sangat kuat (r = 0,81) dan jumlah pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut
dipengaruhi 65,2% oleh jumlah hotspot. Persamaan garis linear yang
menghubungkan kedua variabel ini adalah : Y= 220 + 26 X, dengan Y =
jumlah pasien ISPA dan X = jumlah hotspot terdeteksi.
2. Dari hasil analisis statistik, hubungan antara jumlah hotspot dengan pasien
Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) per jumlah penduduk berkorelasi kuat
(r = 0,74) dan 54% dipengaruhi oleh Kebakaran Hutan dan Lahan. Persamaan
garis untuk dua variabel ini adalah : Y = 0,0184 + 0,000483 X, dengan Y =
Jumlah pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) /jumlah penduduk
dan X = Jumlah hotspot terdeteksi.
3. Balita adalah kelas umur terbanyak yang terserang penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Selain Balita, anak-anak juga mempunyai
kemungkinan besar terserang penyakit ini, hal ini berhubungan dengan sistem
kekebalan tubuh yang berbeda .
4. Meskipun selisihnya kecil, di Kabupaten Indragiri Hulu selama tahun 2007
laki-laki lebih banyak terserang penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dibandingkan perempuan.
6.2. Saran
1. Melihat eratnya hubungan antara Kebakaran Hutan dan Lahan dengan
timbulnya timbulnya Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) sebaiknya di
Kabupaten Indragiri Hulu disediakan monitoring kualitas udara, agar
masyarakat dapat memperoleh informasi tentang kualitas udara dengan baik.
2. Pelaksanaan sistem penyiapan lahan tanpa bakar untuk pengusaha perkebunan,
Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) khususnya
di Kabupaten ini terkait komoditas utamanya adalah kelapa sawit dan karet.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis dampak kejadian
kebakaran hutan dan lahan terhadap kesehatan manusia, tidak hanya terbatas
terhadap penyakit yang berhubungan dengan saluran pernafasan saja.
4. Penyediaan oksigen tidak hanya di rumah sakit saja tetapi juga di Puskesmas
sebagai upaya pertolongan pertama bagi penderita yang disebabkan karena
gangguan debu/asap.
5. Pemantauan terhadap orang yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan
secara berkelanjutan baik yang mendatangi layanan kesehatan ataupun tidak
oleh pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, W. C., IN. N. N. Suryadiputra, B. H. Saharjo dan L. Siboro. 2005.
Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest dan Peatlands in Indonesia. Bogor: Wetland International –Indonesia Programme and Wildfire habitat Canada.
Alsagaff, H., Amin, M, Saleh T. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press. Asdini, S. 2006. Tinjauan Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Terhadap Masyarakat Tradisional di Provinsi Riau. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.
Awaloeddin. 2004. Polusi Udara Karena Kebakaran Hutan. http://www.haze-
online.or.id/news.php/ID=20040525103101.[12 Desember 2007] [ASMC] ASEAN Specialised for Meteorological Centre. 2002. Fire Monitoring
and Detection by remote Sensing. http:// intranet.mssinet.gov.sg/asmc/asmc html. [12 Mei 2008]. Bapedal. 2001. Peraturan Pemerintah RI No.41 Th.1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara. Jakarta : Bapedal. Brown and Davis. 1973. Forest Fire Control and Use. New York : Mc. Graw Hill
Book Company Inc. Chandler, C. P, Cheney, P. Thomas, L. Trabaund and D. Williams. 1983. Fire in
Forestry. Volume 1. Forest Fire Behaviour and Effects. Canada and USA: Jhon Willey and Sons, Inc.
De Bano, L. F, D. G. Neary and P. F. Folliot. 1998. Fire's Effect and Ecosystems.
New York : Jhon Willey and Sons, Inc.. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2002. Titik Panas (Hotspot) dan Kebakaran. http://www.dephut.go.id/informasi/humas/2002/790_02.html.[12 Mei 2008] [Depkes] Departemen Kesehatan. 2004. Info Penyakit Menular. http ://www.
depkes.go.id/detil_asp.htm. [12 Mei 2008]. Effendi, Y H dan Effendi A T. 2002. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap
Gangguan Kesehatan Masyarakat. Disampaikan dalam Pelatihan Penilaian Kerusakan Hutan Akibat Pembakaran Hutan dan Lahan BIOTROP. Bogor : 22-31 Juli 2002
German Technical Cooperation (GTZ). 1998. Haze Guide, versi #2. Jakarta.
Hoffman, A. A. 2000. Pendeteksian Kebakaran NOAA-AVHRR di Proyek IFFM. http://www.iffm.or.id/noaa.htm. [13 Mei 2008]
Kelompok Kerja Pemanasan Global. 2002. Pemanasan Global dan Perubahan
Iklim. Roma. Kusnoputranto, H. 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: FKM-UI. Suratmo, F. G. A. Husaeni dan N. S. Jaya. 2003. Pengetahuan Dasar Pengendalian
Kebakaran Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB Sukmawati, A. 2006. Hubungan Antara Curah Hujan dengan Titik Panas
(Hotspot) sebagai Indikator Terjadinya Kebkaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Pontianak Provinsi Kalimantan Barat. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.
Tristiyenny, P. 2003. Dampak Kesehatan Masyarakat dan Estimasi Kerugian
Ekonomi Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2002. [Tesis]. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Walpole, E. R. 1993. Pengantar Statistika Edisi 3. Bambang Sumantri,
penerjemah. Jakarta : Gramedia. Terjemahan dari : Introduction to Statistics 3rd Edition
Wardhana, W. A. 1994. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Offset. WHO/UNICEF. 1986. Basic Principles for Control of Acute Respiratory
Infectiom in Children in Developing Countries. Geneva : 18 hlm. WHO. 1987. Air Quality Guidelines for Europe. WHO Regional Publication
European Series no.23. Wibowo, A. 2003. Permasalahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan di
Indonesia. Bogor : Pusat penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
LAMPIRAN
44
TABEL LAMPIRAN 1 SEBARAN HOTSPOT DI KECAMATAN RENGAT BARAT TAHUN 2007
Lintang Bujur Bulan Minggu Tanggal Desa 102.42 -0.24 1 2 8-Jan-07 REDANG 102.405 -0.235 2 2 11-Feb-07 REDANG 102.462 -0.296 2 2 11-Feb-07 RANTAU BAKUNG 102.42 -0.29 2 2 12-Feb-07 REDANG 102.395 -0.23 2 2 12-Feb-07 REDANG 102.453 -0.293 2 2 12-Feb-07 PEKAN HERAN 102.4 -0.24 3 1 8-Mar-07 REDANG
TABEL LAMPIRAN 4 UNSUR IKLIM BULANAN KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN 2007 BULAN
Unsur iklim
Jan
Feb
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
Curah hujan (mm)
146.6
191.9
225.3
207.8
354.9
65.2
121.3
118.0
250.1
130.9
216.6
251.8
Penguapan(mm)
4.7
3.6
3.8
4.2
4.0
4.3
3.8
3.6
5.0
3.9
2.8
5.3
Rata-rata
25.9
26.2
26.8
27.0
27.0
27.1
26.5
26.3
26.3
26.5
26.3
25.7
Maks
30.8
31.6
32.5
32.9
32.8
33.2
32.0
31.9
32.2
32.6
31.7
31.0
Suhu Udara (°C)
Min
23.0
22.4
22.5
23.0
23.0
23.1
22.6
22.3
22.5
22.8
22.6
21.9
Penyinaran matahari (%)
37.0
51.0
53.0
56.0
61.0
68.0
45.0
45.0
47.0
46.0
32.0
27.0
Kelembaban udara (%)
87
84
84
85
85
84
85
84
85
86
86
87
Kecepatan angin (Knots)
06
07
05
05
06
06
08
06
06
06
05
06
Arah angin
N
N
NW
N
SE
S
S
SE
S
S
NW
NW
Sumber data BMG Japura Rengat 2007
48
TABEL LAMPIRAN 5 WILAYAH KEHUTANAN KAB.INDRAGIRI HULU TAHUN 2007
No. Wilayah hutan Jenis hutan Jumlah lahan Kehutanan
1 Kuala Cenaku HP.Keritang, HPT Sungai Bayas 43.960 Ha 2 Rengat HP.Keritang, SM Kerumutan 45.650 Ha 3 Rengat Barat HPT.Sungai Gaung, HP.Sungai Sago, SM Kerumutan 40.610 Ha 4 Lirik HPT.Sungai Gaung, HP.Sungai Sago 6.024 Ha 5 Lubuk Batu Jaya TN.Tesso Nilo 533 Ha 6 Kelayang HPT.Tesso Nilo, TN.Tesso Nilo 9.059 Ha 7 Peranap HPT.Tesso Nilo, HPT.Serangge Sengkilo, HL.Bukit Betabuh 42.910 Ha 8 Batang Peranap HPT. Sungai Peranap, HPT.Serangge Sengkilo, HL.Bukit Betabuh 46.020 Ha 9 Batang Gangsal HPT.Sungai Keritang Sungai Gangsal, TN.Bukit Tiga Puluh 102.100 Ha 10 Siberida HPT.Sungai Keritang Sungai Gangsal 1.090 Ha 11 Batang Cenaku HPT.Serangge Sengkilo, HL.Bukit Betabuh, TN.Bukit Tiga Puluh 39.980 Ha 12 Rakit Kulim HPT.Serangge Sengkilo 25.060 Ha JUMLAH 402.996 Ha Sumber data : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab.Indragiri Hulu 2007 Keterangan : HP : Hutan Produksi HPT : Hutan Produksi Terbatas SM : Suaka Margasatwa TN : Taman Nasional HL : Hutan Lindung