PRESENTASI KASUS KECIL HIPERTIROID Pembimbing : dr. Mamun, Sp.PD Disusun oleh : Winda Tryani G4A013024 Istiani Danu P. G4A014001 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
PRESENTASI KASUS KECIL
HIPERTIROID
Pembimbing :
dr. Mamun, Sp.PD
Disusun oleh :
Winda Tryani G4A013024Istiani Danu P. G4A014001
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
“HIPERTIROID”
Disusun oleh :
Winda Tryani G4A013024Istiani Danu P. G4A014001
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal,
Mengetahui, Pembimbing
dr. Mamun, Sp.PD
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan.
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang dihasilkan oleh keadaan
hipertiroidisme. Tirotoksikosis berhubungan dengan suatu kompleks
fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan
respon terhadap hormon tiroid secara berlebihan yang dapat timbul
spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan, sedangkan
hipertiroidisme adalah keadaan dimana terjadi peningkatan pembentukan
dan pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Jadi hipertiroidsm adalah
tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi kelenjar tiroid (Cole, 2004).
Hipertiroid mcrupakan suatu kelompok sindrom yang disebabkan
oleh peningkatan hormon tirosin yang tidak terikat (bebas) di dalam
sirkulasi darah. Prevalensinya berkisar 1-2% dcngan perbandingan wanita
dan pria 5:1. Penyebab hipertiroid yang paling banyak adalah penyakit
grave's yang ditandai dengan pembesaran difus dari kelenjar tiroid (Cole,
2004).
Penyebab lain hipertiroid yang tergolong jarang dan yang telah
dilaporkan terjadi pada anak yaitu penyakit Plummer, karsinoma tiroid
yang hiperfungsional, thyrotoxicosis factitia dan tiroiditis supurativa akut.
Hipertiroidisme yang disebabkan oleh sekresi tirotropin yang berlebihan
jarang terjadi dan kebanyakan karena tumor hipofise yang mensekresi
TSH (Dickinson et all, 2004 )
Prevalensi hipertiroidisme diperkirakan 2% pada wanita dan 0,2%
pada pria. Hipertiroid dapat berpengaruh terhadap jantung hipertiroidisme
yang bermanifestasi dalam gagal jantung (yang terjadi pada sekitar 6%
dari pasien) dan hipertensi pulmonal. Bila regulasi hormon tiroid gagal
mengendalikan jumlah hormon tiroid maka jumlah yang berlebihan
menimbulkan stimulasi yang berlebihan terutama terhadap sistem
simpatis/ kardiovaskuler. Kurang dari 1% pasien dengan hipertiroidisme
berkembang menjadi dilatasi kardiomiopati dilatasi disfungsi sistolik
ventrikel kiri. Selain itu dalam sebuah penelitian hipertiroidisme memiliki
peningkatan risiko 44% terkena stroke iskemik dalam waktu 5 tahun.
(Ellie, 2011).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan presentasi kasus ini adalah untuk
memperoleh semua informasi ilmiah mengenai Hipertiroid
Tujuan khusus penulisan presentasi kasus ini adalah untuk
memenuhi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam.
C. Manfaat Penulisan
Penulisan presentasi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca sehingga dapat membantu dalam mempelajari materi
mengenai Hipertiroid.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. RR
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Sudah menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sokaraja Tengah Rt 03/07
Tanggal masuk : 27 Oktober 2014 (IGD RSMS Purwokerto)
Tanggal periksa : 28 Oktober 2014(Autoanamnesis- Bangsal Dahlia)
B. Anamnesa (Autoanamnesis)
1. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
a. Keluhan Utama : Bengkak pada kedua kaki
b. Onset : 2 minggu sebelum masuk RSMS
c. Keluhan Tambahan : Dada berdebar-debar, sering berkeringat
terutama tangan, tidak tahan ditempat yang panas, benjolan di leher
sejak 10 tahun yang lalu, BAB 3-4 kali/hari, kedua tangan gemetaran
dan berat badan turun.
d. Riwayat Peerjalanan Penyakit :
Pasien datang ke POLI RSMS dengan keluhan bengkak pada
kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk RS. Pasien juga
mengeluhkan dada sering berdebar-debar, sering berkeringat, BAB 3-4
kali/hari, tidak tahan di tempat yang panas, berat badan turun drastis dan
terdapat benjolan di leher sejak 10 tahun yang lalu. Tangan pasien juga
sering berkeringat dan gemetaran. Pasien juga sering merasa cepat lelah
walaupun tidak banyak beraktivitas. Pasien mengalami penurunan berat
badan sekitar 8 kg dari 2 tahun yang lalu dari BB 50 kg sampai sekarang
42 kg.
2. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
a. Riwayat dengan keluhan
sama :diakui, sejak
terdapat benjolan
b. Riwayat penyakit tiroid : benjolan dileher diakui sejak
10 tahun yang lalu dan tidak bertambah besar.
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit DM : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat operasi pemasangan pen : 2 tahun yll
i. Riwayat trauma : diakui 2 bulan yang lalu
post operasi pasang pen di regio manus sinistra.
3. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat penyakit tiroid : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit DM : ada, Bapak kandung pasien
f. Riwayat penyakit asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
4. STATUS SOSIAL EKONOMI :
a. Keluarga : Pasien tinggal bersama suami dan 2 orang anaknya
serta Kedua orang tua dari suaminya. Hubungan antara pasien
dengan keluarganya baik.
b. Lingkungan : Hubungan antara pasien dengan tetangga di
lingkungannya juga baik.
c. Tempat tinggal: Pasien tinggal di rumah sederhana yang cukup
memenuhi kriteria rumah sehat.
d. Kebiasaan Personal :Pasien sehari-hari membatasi aktivitasnya
semenjak sakit
e. Diet dan obat :Menu makan sehari-hari terdiri dari nasi,
lauk pauk tempe, tahu, sayur dan terkadang buah-buahan dan susu.
Pasien mengaku suka mengkonsumsi makan asin. Pasien mengaku
tidak pernah mengkonsumsi obat tiroid sebelumnya.
f. Ekonomi : Pasien berasal dari keluarga dengan status
ekonomi menengah ke bawah.
C. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 28 Oktober 2014)
Keadaan Umum : sedang / compos mentis
Kesadaran : E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 105 x/menit reguler-
reguler, isi dan tekanan
cukup
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 370 C
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 42 kg
Status gizi (IMT) : 17.5 kg/m2 ( kurus )
a) Status Generalis :
1. Kepala : Simetris, mesocephal, venektasi temporal
(-), rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata.
2. Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik
(+/+), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya
(+/+), eksoftalmus (+/+)
3. Hidung : Discharge (-), deviasi septum nasi (-), napas cuping
hidung (-)
4. Telinga : Simetris kanan kiri, discharge (-)
5. Mulut : bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), lidah kotor (-)
b) Status Lokalis
1. Leher :
Inspeksi : Dev. Trachea (-), JVP 5 + 4 cm H2O
Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid (+) difus, Nyeri tekan
(-)
Auskultasi : Bruit (+)
2. Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Vokal fremitus apex kanan = kiri,
Vokal fremitus basal kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru-hepar
SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi basah kasar -/-,
ronkhi basah halus -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di SIC V LMCS
Palpasi : Ictus Cordis teraba SIC V LMCS
Pulsasi epigastrik (+), pulsasi parasternal (+).
Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD
Batas kanan bawah SIC IV LPSD
Batas kiri atas SIC II LPSS
Batas kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : S1 > S2 di apeks reguler, murmur (+), gallop (-)
3. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-) , sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
4. Ekstremitas
St. Lokalis Superior InferiorInspeksi
Auskultas
Palpasi
Dekstra :
Edema(-), sianosis (-), hematom (-), tremor (+), perubahan kuku (-)
Bruit arteri brachialis (-), arteri radialis (-), arteri ulnaris (-)
Pulsasi atrteri brachialis (+), arteri radialis (-), arteri ulnaris (+) *adekuatraba (+), nyeri (+)
SinistraEdema(-), sianosis (-), hematom (+), tremor (+), perubahan warna kuku (+)Bruit arteri brachialis (-), arteri radialis (-), arteri ulnaris (-)
Pulsasi atrteri brachialis (+<), arteri radialis (+<), arteri ulnaris (+<<) *tidak adekuatraba (+), nyeri (+)
Pemeriksaan PenunjangHasil Laboratorium Tanggal 27 Oktober 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai RujukanDarah Lengkap
Hemoglobin L 7.1 g/dL 12,0 – 16,0 Leukosit L 4390 /uL 4800 – 10800 Hematokrit L 20 % 37 – 47 Eritrosit L 2.7 x 10^6/uL 4,2 – 5,4 Trombosit L 105.000 / uL 150.000 – 450.000 MCV L 74.6 fL 79 – 99 MCH L 26,5 pg 27 – 31 MCHC 35,5 % 33 – 37 RDW H 19,9 % 11,5 – 14,5 MPV - 7,2 – 11,1
Hitung Jenis Leukosit Basofil 0,2 % 0,0 – 1,0 Eosinofil L 0,5 % 2,0 – 4,0 Batang L 0.5 % 2,0 – 5,0 Segmen 57.3 % 40,0 – 70,0 Limfosit 28.7 % 25,0 – 40,0 Monosit H 12.8 % 2,0 – 8,0
Kimia Klinik SGOT H 50 U/L 15 – 37 SGPT 27 U/L 30 – 65 Ureum H 49.4 mg/dl 14.98 – 38.52
Kreatinin 0.94 mg/dl 0.60 – 1.00 Glukosa sewaktu 145 mg/dl <= 200
Hasil Laboratorium Tanggal 30 Oktober 2014Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap Hemoglobin L 9.2 g/dL 12,0 – 16,0 Leukosit L 3160 /uL 4800 – 10800 Hematokrit L 25 % 37 – 47 Eritrosit L 3.4 10^6/uL 4,2 – 5,4 Trombosit L 52.000 / uL 150.000 – 450.000 MCV 74,2 fL 79 – 99 MCH 27,0 pg 27 – 31 MCHC 36,4 % 33 – 37 RDW PT APTT
H 17.6 %H 19.9 detik H 71.9 detik
11,5 – 14,59.4-12.828.0-37.8
Hitung Jenis Leukosit Basofil 0,3 % 0,0 – 1,0 Eosinofil 0.6 % 2,0 – 4,0 Batang L 0.6 % 2,0 – 5,0 Segmen 52.9 % 40,0 – 70,0 Limfosit L 22.5 % 25,0 – 40,0 Monosit H 23.1 % 2,0 – 8,0
Hasil Laboratorium Tanggal 30 Oktober 2014Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Serologi Free T3 H 7.2 pg/mL 2,0 – 4,4 Free T4 H 4.49 ng/dL 0.93 – 1.70 TSH < 0.005 uIU/mL 0.270 – 4.20
Hasil Laboratorium Tanggal 3 November 2014Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Lengkap Hemoglobin L 11.8 g/dL 12,0 – 16,0 Leukosit 8170 /uL 4800 – 10800 Hematokrit L 31 % 37 – 47 Eritrosit L 4.2 10^6/uL 4,2 – 5,4 Trombosit L 78.000 / uL 150.000 – 450.000 MCV 73,3 fL 79 – 99 MCH 28,1 pg 27 – 31
MCHC H 38,3 % 33 – 37 RDW H 17,7 % 11,5 – 14,5 MPV fL 7,2 – 11,1
Hitung Jenis Leukosit Basofil 0,2 % 0,0 – 1,0 Eosinofil L 0.0% 2,0 – 4,0 Batang L 1.1 % 2,0 – 5,0 Segmen 60.1 % 40,0 – 70,0 Limfosit 30.4 % 25,0 – 40,0 Monosit
Kimia Klinik Ureum Darah Kreatinin Darah Glukosa Sewaktu
Elektrolit Natrium Kalium Klorida Kalsium
H 8.2 %
H 46.3 mg/dL0.84 mg/dL82 mg/dL
L 133 mmol/L2.6 mmol/L98 mmol/L
L 5.8 mg/dL
2,0 – 8,0
14.98 – 38.520.60 – 1.00
<= 200
136-1453.5-5.198-1078.4-10.2
Hasil Laboratorium Tanggal 5 November 2014Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Elektrolit Natrium L 133 mmol/L 136-145 Kalium 3.5 mmol/L 3.5-5.1 Klorida Kalsium
102 mmol/L7.5 mg/dL
98-1078.4-10.2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. KELENJAR TIROID
1. ANATOMI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan
sternohyoid, terletak di anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae.
Kelenjar ini terdiri dari lobus kanan dan kiri di anterolateral dari laring
dan trakea. Kadang kala dijumpai lobus ketiga pada linea mediana dari
isthmus ke cranial, disebut lobus pyramidalis (Sloane, 2004). Kedua
lobus ini disatukan oleh bagian yang menyatu yang disebut isthmus, di
cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid dikelilingi oleh suatu
fibrous capsule tipis, yang membuat septa kedalam kelenjar. Jaringan
ikat padat menempel pada cricoid cartilage dan superior tracheal ring.
Dari external ke capsul adalah loose sheath yang dibentuk oleh visceral
portion dari lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia (Martini,
2006).
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakea sehingga gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan
terangkatnya kelenjar ke arah cranial. Berat kelenjar tiroid pada orang
dewasa sekitar 10-20 gr. Pertumbuhan ke atas dari kelenjar tiroid
dibatasi oleh perlekatan dari muskulus sternotiroid ke kartilago tiroid;
namun,pertumbuhan ke posterior dan ke bawah tak terhambat,
sehingga pembesaran tiroid seringkali akan meluas ke posterior dan
inferior atau ke substernal (Martini, 2006).
Kelenjar tiroid mempunyai suplai darah yang banyak. Arteri
tiroidea superior berpangkal pada arteri karotis eksterna dan komunis,
arteri tiroidea inferior dari arteri subclavia dan arteri tiroidea yang
kecil dari arteri brakiosefalik salah satu cabang arkus aorta. Drainase
aliran vena adalah via bcrbagai vena permukaan yang menyatu
menjadi vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke
kelenjar tiroid adalah sekitar 5 ml/gram kelenjar/menit. Pada
hipertiroidisme aliran darah ke kelenjar ini meningkat dengan nyata
sampai 1 liter/menit/gram sehingga dapat didengar menggunakan
stetoskop yang disebut ‘bruit’. Bruit dapat didengar pada permukaan
kutub bawah dari kelenjar dan dapat dirasakan pada daerah yang sama
sebagai getaran atau vibrasi. (Tjokroprawito et al, 2007).
2. HISTOLOGI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid tersusun atas dua macam sel sekretorik, yaitu :
a. Sel Folikel
Sel folikel adalah bagian kelenjar tiroid yang mengelilingi ruang
folikel yang berisi koloid, cairan yang banyak mengandung protein
terlarut. Sel folikel mensintesa protein globular yang disebut
tyroglobulin dan mensekresikanya kedalam koloid dari folikel
tiroid (Tjokroprawito et al, 2007).
b. Sel Parafolikuler (sel C)
Sel terletak diantara folikel-folikel tiroid, mensekresi
thyrocalcitonin yang berfungsi untuk membantu deposit garam-
garam calcium pada tulang dan jaringan-jaringan lain serta
cenderung menimbulkan hipokalsemia. Efek ini berlawanan
dengan efek dari glandula paratiroid (Sloane, 2004).
Gambar 2. Histologi Kelenjar Tiroid
3. FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian
besar sel dalam tubuh dengan menghasilkan dua hormon tiroid di
dalam sel folikelnya, yaitu triiodothyronin (T3) dan tetraiodohyronin
(T4) atau tirosin.
a. Sintesis dan Sekresi T3 dan T4
Regulasi hormon tiroid berawal dari hipotalamus, kemudian
hipotalamus mengeluarkan hormon TRH yang berfungsi untuk
merangsang pengeluaran TSH oleh hipofisis anterior. TRH di
sekresikan oleh hypothalamus untuk menstimulasi adenohipofisis
untuk menghasilkan hormone TSH yang kemudian akan menuju
kelenjar thyroid dan kemudian TSH ini akan aktivasi pompa iodide
dari luar kelenjar thyroid dan mengaktifkan tiroglobulin. Berikut
tahapan pembentukan hormon tiroid :
a. Trapping
Pada proses ini ion-ion iodium yang berasal dari makanan kita
yang mengandung iodium masuk kedalam tubuh kemudian ketika
sampai ke kelenjar thyroid, iodium ini menjadi iodida dan akan
terjebak masuk kedalam kelenjar throid melalui proses pompa
iodida. Pompa iodide ini diaktivasi oleh stimulasi dari TSH.
b. Binding
TSH akan merangsang kelenjar throid untuk mengaktivasi
tiroglobulin yang dihasilkan reticulum endoplasma kasar. Pada
proses ini iodida yang masuk kedalam kelenjar thyroid akan
berikatan dengan tiroglobulin.
c. Coupling
Pada proses ini tiroglobulin yang sudah mengalami proses binding
dengan iodida akan menjadi monoiodotirosin (MIT) &
diiodotirosin (DIT). Lalu DIT akan berpasangan dengan DIT dan
berubah menjadi T4. Dan DIT juga akan berikatan MIT menjadi
T3.
d. Releasing
T4 dan T3 direlease dan akan masuk kedalam koloid dan disimpan.
T4 berjumlah lebih banyak dan lebih aktif daripada T3. T4 akan
jadi aktif saat masuk ke darah perifer,sel target dan hati lalu akan
berubah menjadi T3 (Sherwood, 2001).
Gambar 3. Sintesis hormon T3 dan T4
Setiap molekul tyroglobulin berisi 30 molekul tiroksin (T4) dan
sebagian kecil T3. Sebagian T4 mengalami deiodinasi ke dalam bentuk
T3. Oleh karena itu, hormone utama yang dipakai oleh jaringan adalah
T3 (35 µg per hari). Separuh T4 dilepaskan ke jaringan sangat lambat
tiap 6 hari sedangkan T3 tiap 1 hari. Hal ini karena T4 mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap protein yang terikat plasma
(Guyton,2006)
b. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Pelepasan tirotropin (TSH) dari kelenjar pituitary anterior
distimulasi oleh kadar hormon tiroid yang rendah (umpan balik
negative) dan dibawah pengaruh Thyrothropin releasing Hormon
(TRH), somatostatin atau dopamine. Tirotrotpin kemudian berikatan
dengan reseptor TSH dipermukaan sel-sel kelenjar tiroid, dan memulai
kaskade didalam kelenjar tiroid untuk melepaskan hormon tiroid
terutama tiroksin (T4) serta sejumlah kecil Triiodotironin (T3).
Peningkatan hormon ini memberikan umpan balik ke hipotalamus dan
kelenjar pituitary anterior, sehingga sintesis TSH menurun. Reseptor
TSH merupakan suatu kelompok protein pada membrane sel yang
disebut G-Protein Coupled Reseptor. Reseptor ini mengandung suatu
dominan ekstraseluler yang bekerja melalui sistem second messenger
protein G untuk mengaktivasi adenil siklase tiroid, yang kemudian
menghasilkan AMP siklik. Efek dari TSH dimediase sebagian besar
oleh sistem second messenger ini (Firdaus, 2007). TSH merupakan
salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik
terhadap kelenjar tiroid:
a. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan
dalam folikel, dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-
hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan berkurangnya subtansi
folikel tersebut.
b. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang
meningkatkan kecepatan proses trapping iodida di dalam sel-sel
kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali
normal.
c. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon
tiroid.
d. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
e. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan
perubahan sel kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan
banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan
menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini terutama
dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis anterior
(Price, 2005).
Gambar 4. Regulasi Hormon Tiroid
c. Karakteristik T3 dan T4 ; (Sherwood, 2011)
T3 T4
Produksi : 26-39 mg/hr 80-100 mg/hr
Kadar bebas: 0,25 % dari total 0,35 % dari total
Ikatan: kurang kuat Kuat
Efek hormone : kuat Kurang kuat
Turn over: lebih cepat Lebih lambat
Waktu paruh: 24-30 jam 6 hari
Bentuk: hormone aktif Bisa dikonversi jadi T3
Fungsi:
Metabolisme
Merangsang konsumsi O2, panas
Stimulus:
peningkatan kontraksi otot miokard
peningkatan tonus diastole
naiknya curah jantung dan takikardi
Pertumbuhan fetus
Mempercepat sintesis
kolesterol
B. HIPERTIROID
1. DEFINISI
Hipertiroid mcrupakan suatu kelompok sindrom yang
disebabkan oleh peningkatan hormon tirosin yang tidak terikat (bebas)
di dalam sirkulasi darah. Prevalensinya berkisar 1-2% dcngan
perbandingan wanita dan pria 5:1. Penyebab hipertiroid yang paling
banyak adalah penyakit grave's yang ditandai dengan pembesaran difus
dari kelenjar tiroid (Cole, 2004).
2. EPIDEMIOLOGI
Grave disease adalah penyebab paling banyak hipertiroid di
Amerika Serikat, menyebabkan sekitar 60-80% dari kasus tiroksikosis.
Kejadian tahunan graves disease ditemukan 0,5 kasus per 1000
penduduk selama periode 20 tahun, dengan puncaknya pada orang
berusia 20-40 tahun (Davies, 2003). Toxic multinodular goiter (15 -
20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah- daerah kurang
yodium. Kebanyakan orang Amerika Serikat menerima cukup yodium,
dan kejadian gondok multinodular toksik pada populasi AS lebih
rendah dibandingkan di daerah-daerah di dunia dengan kekurangan
yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5 % kasus
tirotoksikosis (Davies, 2003).
Insidensi Graves disease dan toxic multinodular goiter
dipengaruhi oleh asupan yodium. Dibandingkan dengan wilayah
dengan asupan yodium yang kurang, Amerika Serikat memiliki lebih
banyak aksus graves disease dan lebih sedikit memliki kasus toxic
multinodular goiter. Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi
yang sama di daerah Kaukasia, Hispanik, dan Asia tetapi pada tingkat
yang lebih rendah pada orang Afrika dan Amerika. Semua Penyakit
tiroid lebih sering terjadi pada wanita dbandingkan pada pria. Graves
disease pada laki-laki dan perempuan perbandinganya 1:5-10.
Sedangkan rasio toxic multinodular goiter pada laki-laki dengan
perempuan perbandingannya 1:2-4 (Davies, 2003).
Penyakit tiroid autoimun memiliki insidensi puncak pada orang
berusia 20-40 tahun. Toxic multinodular goiter terjadi pad apasien
yang biasanya memiliki riwayat nontoxic goiter dan oleh karena itu
biasanya toxic multinodular goiter timbul pada saat usia 50 tahun.
Pasien dengan adenoma toxic hadir lebih muda disbandingkan dengan
pasien dengan multinodular goiter toxic (Davies, 2003).
3. ETIOLOGI
Graves disease merupakan penyebab hipertiroid yang paling
banyak. Penyakit autoimun kelenjar tiroid dimana autoantibody
dikirim dari sistem kekebalan tubuh menyebabkan stimulasi berlebihan
produksi hormone tiroid. Pasien denagn graves disease yang
mengalami peradangan kelenjar tiroid dan pembesaran tiroid disebut
toxic diffuse goiter (Rebecca et al, 2011) ;
4. PATOFISIOLOGI
Hipertiroid
Toleransi glukosa tergangguPeningkatan aktivitas metabolik jaringan
hipermetabolisme Peningkatan absorbs glukosa di usus
Peningkatan degradasi insulin
Peningkatan BMR
Peningkatan degradasi protein jaringan
Peningkatan produksi
panas tubuh
Peningkatan konsumsi oksigen
jaringan
Peningkatan proses oksidatif
di dalam sel
Peningkatan beban sirkulasi
Intoleransi suasana panas
Peningkatan suhu tubuh
Peningkatan keringat
Peningkatan degradasi lipid
Tangan hangat, eritema palmaris
Vasodilatasi kulit
Penurunan kolesterol plasma, LDL, TG
Bagan 1. Patofisilogi Hipertiroid
HIPERTIROID
Cardiostimulatory action Peningkatan degradasi
skeletal muclcle
fiber
Mempengaruhi fungsi usus
Peningkatan ekskresi Ca dan fosfor dalam urin dan feses
Peningkatan aktivitas adrenergik
Demineralisasi tulang
Peningkatan sensivitas jantung thdp katekolamin
Resistensi vascular perifer
Peningkatan tekatan sistolik
Sistem saraf pusat
kelemahan
Peningkatan peristaltik
usus
Fraktur
Perubahan protein kontraktil (myosin)
atau dalam fungsi
Retikulum
sarkoplasma Peningkatan
frekuensi BAB
Peningkatan konsumsi oksigen di cardiomios
it
Tekanan nadi
melebar
Peningkatan kerja jantung
Tirotoksik cardiomio
pati
Sinus takikardi, palpitasi
Penurunan tekanan darah
diastolik
Peningkatan SV dan HR
Vasodilatasi perifer
Peningkatan CO
CHF
Aritmia
Gelisah, cepat
marah, cemas, emosi labil,
hiperaktif
Bagan 2. Patofisiologi hipertiroid
5. PATOGENESIS HIPERTIROID
Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan gangguan sekresi
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dimana terjadi peningkatan produksi
atau pengeluaran hormon tiroid. Hipertiroid ini paling banyak
disebabkan oleh penyakit Graves, meskipun hipertiroid dapat
disebabkan beberapa penyebab selain penyakit Graves (Lalg, 2007).
Akibat sekresi produksi atau pengeluaran simpanan hormon tiroid
yaitu Triiodotironin (T3) dan Tetraiodotironin (T4) oleh sel-sel
kelenjar tiroid maka sel-sel ini akan mengalami penambahan jumlah
sel atau hyperplasia, sehingga penderita hipertiroid ini sebagian besar
kelenjar tiroidnya menjadi goiter atau pembesaran kelenjar tiroid.
Berikut ini mekanisme terjadinya hipertiroid berdasarkan beberapa
etiologinya (Cooper, 2007);
a. Penyakit Graves
Penyebab paling umum dari tirotoksikosis adalah penyakit Graves
(50-60% kasus). Penyakit Graves adalah gangguan autoimun
organ-spesifik ditandai dengan berbagai antibodi, termasuk
antibodi autoimun yang umum, serta anti-TPO dan anti-TG
antibodi. Hipertiroid akibat penyakit ini disebabkan karena T
limfosit (TS) yang mengenali antigen didalam kelenjar tiroid akibat
hipersensitivitas, dengan memicu T limfosit (TH) untuk
menstimulasi B limfosit untuk menghasilkan antibodi stimulasi
hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin
(TSI) ini akan berinteraksi dengan reseptor tiroid di membran
epitel folikel tiroid sehingga merangsang sel-sel folikel tiroid untuk
memproduksi atau mensekresi simpanan hormon tiroid (T3 dan
T4), hal ini karena reseptor tiroid tersebut mengenali TSH-Ab
sebagai TSH, yang sebenarnya bukan merupakan TSH yang
dikeluarkan oleh hipofisis anterior. Penyakit Graves ini selain
mempengaruhi kelenjar tiroid juga mempengaruhi mata, karena sel
T sitotoksik mengenali antigen fibroblast-tiroid di mata akibat
hipersensitivitas sehingga memicu sel T sitotoksik menghasilkan
antibodi sitotoksik, yang mengakibatkan inflamasi fibroblast
orbital dan extraokular otot mata yang berakibat bola mata menjadi
terlalu menonjol keluar yang disebut exophtalmus. Selain itu
penyakit graves juga mengakibatkan goiter, sehingga pada
penyakit graves dikenal adanya “trias graves” yaitu hipertiroid,
exophtalmus, dan goiter. Selain “trias graves” penyakit graves
ditandai dengan palpitasi, tremor halus, kelemahan otot proksimal,
dispneau, nafsu makan meningkat, intoleransi panas, konsentrasi
menurun, mudah lelah, labilitas, hiperdefekasi, berat badan
menurun, takikardi, atrium fibrilasi.
b. Goiter Nodular Toksik
Penyebab hipertiroid ini paling sering ditemukan pada usia lanjut
sebagai komplikasi goiter nodular kronis. Pada penyakit ini
ditemukan goiter yang multinodular dan berbeda dengan goiter
difus pada penyakit graves. Goiter nodular toksik ini ditandai oleh
mata melotot, pelebaran fissure palpebra, kedipan mata berkurang
akibat simpatis yang berlebihan.
c. Adenoma hipofisis
Adenoma hipofisis merupakan salah satu penyebab hipertiroid,
karena adenoma jenis ini paling banyak terjadi yang menimbulkan
sekresi hormon prolaktin yang berlebih. Sekresi prolaktin ini
merangsang pengeluaran TRH dari hypothalamus karena TRH
merupakan faktor yang poten mengeluarkan prolaktin, yang
mendorong keluarnya prolaktin pada ambang jumlah yang sama
untuk stimulasi pengeluaran TSH. Sehingga terjadi pengeluaran
hormon tiroid yang berlebihan dan akibatnya terjadi hipertiroid
dimana disebabkan rangsangan yang berlebihan oleh TSH yang
dikeluarkan lebih dari kadar normalnya. Adenoma hipofisis
prolaktin ini ditandai galaktorea dan amenorrhea karena
penghambatan prolaktin terhadap gonadotropin releasing hormon
(GnRH) sehingga terjadi penurunan dari FSH dan LH akibatnya
penurunan hormon testosterone pada pria dan estrogen-progesteron
pada wanita.
d. Iatrogenik
Iatogenik juga dapat menyebabkan hipertiroid atau tirotoksiktosis
dan penyebab paling banyak pada penggunaan obat antiaritnia
yaitu amiodaron. Amiodaron merupakan obat antiaritmia yang
mengandung 37,3% yodium dan amiodaron ini karena
mengandung yodium sehingga menyerupai hormon tiroid, dan
amiodaron dapat terikat pada reseptor sel tiroid maka dapat
memicu sekresi hormon tiroid pada kelenjar tiroid sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya hipertiroid.
e. Adenoma toksik
Merupakan adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan T4
sehingga menyebabkan hipertiroid. Lesi mulanya nodul fungsional
yang kecil timbul dengan sendirinya, kemudian secara perlahan
bertambah ukurannya dalam memproduksi jumlah hormon tiroid.
Secara berangsur-angsur menekan sekresi endogen TSH, hasilnya
terjadi pengurangan fungsi kontralateral lobus kelenjar tiroid.
Adenoma toksik ini mempunyai symptom berat badan turun,
takikardi, intoleransi panas, TSH yang menurun, peningkatan T3
dan T4 serta nodul pada adenoma ini bertipe panas atau hot, dan
yang paling menonjol yaitu hilangnya fungsi kontralateral lobus
kelenjar tiroid terhadap lobus yang terjadi adenoma toksik.
f. Goiter Multinodular Toksik
Goiter multinodular toksik atau dikenal dengan Plummer’s disease
menyumbang 15-20% dari tirotoksikosis. Goiter multinodular
toksik biasanya terjadi pada usia lanjut dengan euthyroid
multinodular goiter yang menetap. Kelebihan hormon tiroid
berjalan sangat lambat dari waktu ke waktu dan seringnya hanya
sedikit meningkat pada saat diagnosis. Ditandai dengan takikardia,
gagal jantung, atau arritmia dan terkadang kehilangan berat badan,
cemas, lemah, tremor, dan berkeringat. Pemeriksaaan fisik
didapatkan goiter multinodular yang kecil atau cukup besar dan
kadang sampai pada substernal. Laboratorium menunjukkan
penekanan TSH dan elevasi T3 serum dan sedikit elevasi T4
serum. Hipertiroid pada pasien dengan goiter multinodular yang
lama bisa dipicu dengan penggunaan obat-obatan yang
mengandung iodine. Patofisiologi iodine memicu hipertiroid belum
diketahui tetapi diduga mengakibatkan ketidakmampuan beberapa
nodul tiroid untuk mengambil iodide yang ada dengan
menghasilkan hormon yang berlebih.
g. Tirotoksikosis Faktitia
Merupakan gangguan psikoneurotik pada pasien yang secara diam-
diam menghasilkan kadar T4 berlebih atau simpanan hormon
tiroid, biasanya untuk tujuan mengontrol berat badan. Secara
individual, biasanya wanita, yang dihubungkan dengan lingkungan
pengobatan yang mudah mendapatkan obat-obatan tiroid. Ciri-ciri
tirotoksikosis, termasuk kehilangan berat badan, cemas, palpitasi,
takikardi, dan tremor, tapi goiter dan tanda mata tidak ada.
Karakteristik, TSH rendah, serum FT4 dan T3 meningkat, serum
tiroglobulin rendah, dan RAIU nol. Selain beberapa etiologi
hipertiroid diatas, juga terdapat etiologi hipertiroid atau
tirotoksikosis yang jarang yaitu struma ovarii, thyroid karsinoma,
mola hidatidosa dan koriokarsinoma, sindroma sekresi TSH yang
tidak tepat.
Nodul tiroid toxic
Adenoma toxic
Mutasi somatic reseptor TSH dan
G α protein
Mengubah aktifitas konstitutif menjadi kaskade CAM dari jalur
inostol phosphate
Hiperfungsi kelenjar tiroid
Peningkatan konsumsi iodium
Peningkatan kerja tiroid
Graves Disease
Limfosit T (reaksi hipersensivitas)
Stimulasi limfosit B
goitrogenik
Menghasilkan TSHab/TSI
Akumulasi cairan, pembengkakan otot, peningkatan TIO
TSH-R di orbita
Peningkatan produksi intraceluler cyclic AMP dan aktivitas phospolipasi A
Peningkatan glikosaminoglikan
oleh fibroblas
TSH-R di preorbita
goiter
Peningkatan T4 dan T3
Berinteraksi dengan TSH-R ditiroid
Perkembangan jaringan ikat kuiit
Rangsangan produksi dan sekresi hormone tiroid
Aktivitas sel T di otot
ekstraokuler dan jaringan ikat orbital
Mengubah tekanan osmotik
Gangguan fungsi otot ekstraokuler dan drainase vena dari mata
HIPERTIROID
Aktivitas sitokin inflamasi dan fibrolas (IL4, IL10
Penebalan kulit
6. DIAGNOSIS HIPERTIROID
Gejala hipertiroid dapat di tegakan dengan peningkatan kadar
hormon tiroid dalam darah. Manifestasi klinik dapat ditandai oleh
periode eksaserbasi dan remisi. Pada pasien dapat dijumpai keadaan
hipotiroid sebagai hasil dari pengobatan hipertiroid (Sudowo, 2009).
Grave’s disease adalah penyakit autoimmune, pada banyak kasus
diagnosa dapat mudah di tegakkan hanya dilihat dari gejala yang
timbul. Kebanyakan pada pasien dengan tirotoksikosis terdapat
peningkatan kadar T3 dan T4, dan penurunan kadar TSH.
Tirotoksikosis dapat juga dijumpai kadar T4 yang normal sedangkan
kadar T3 yang meningkat (T3 toksikosis).
1) Gejala dan Tanda
Bagan 3. Patofisiologi Hipertiroid
Pada penderita hipertiroidism dapat ditemukan gejala-gejala
takikardia, gelisah, suhu tubuh meningkat, BB menurun, kelelahan,
pandangan berkunang-kunang, dan muka yang memerah, kulit terasa
hangat, berkeringat banyak. Untuk menentukan hipertiroid dapat pula
menggunakan index wayne. Gejala dan tanda hipertiroid pada orang
dewasa tidak spesifik, sebagian orang hanya mengalami penurunan
berat badan dan peningkatan reaksi iritabilitas tanpa mengalami
pembesaran kelenjar tiroid, tachicardi, tremor ataupun exopthalmus
(Kusrini, 2010). Gejala dan tanda hipertiroid pada orang dewasa tidak
spesifik, sebagian orang hanya mengalami penurunan berat badan dan
peningkatan reaksi iritabilitas tanpa mengalami pembesaran kelenjar
tiroid, tachicardi, tremor ataupun exopthalmus (Kusrini, 2010).
Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik
untuk hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne
dan New Castle sangat membantu diagnosis hipertiroid. Penegakan
diagnosis yang pasti adalah dengan pemeriksaan kadar hormon tiroid
dalam darah. Serum yang diperiksa yakni kadar tiroksin bebas (FT4),
TSH, dan TRH yang akan memastikan keadaan dan lokalisasi masalah
di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid (Kusrini, 2010).
Tabel 1. Indeks Wayne dan Indeks New Castle untuk Penegakan
Diagnosis
Indeks Wayne
No Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau
Bertambah Berat Nilai
1 Sesak saat kerja +1 2 Berdebar +2 3 Kelelahan +2
4 Suka udara panas -5 5 Suka udara dingin +5 6 Keringat berlebihan +3 7 Gugup +2 8 Nafsu makan naik +3 9 Nafsu makan turun -3 10 Berat badan naik -3 11 Berat badan turun +3
Jika skor index wayne ≥ 20 hipertiroid
Jika skor index wayne < 10 tidak ada hipertiroid klinis
Jika skor index wayne 10-19 meragukan
NEW CASTLE INDEX
Item Grade ScoreAge of onset (year) 15-24 0
25-34 +435-44 +845-54 +12>55 +16
Psychological precipitant
PresentAbsent
-50
Frequent cheking PresentAbsent
-30
Severe anticipatory anxiety
PresentAbsent
-30
Increased appetite PresentAbsent
+50
Goiter Present Absent
+30
Thyroid bruit Present Absent
+180
Exophthalmos PresentAbsent
+90
Lid retraction Present Absent
+20
Hyperkinesis Present Absent
+40
Fine finger tremor Present Absent
+70
Pulse rate > 90/min80-90 > min
< 80/min
+16+80
Hipertiroid +40 s/d +80
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakan diagnisis hipertiroid yaitu :
a. Autoantibodi tiroid, TgAb, dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada
penyakit Graves’ maupun tiroiditis Hashimoto, namun TSH-R Ab
lebih spesifik pada penyakit Graves’. Artinya, bila T3 dan T4
rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika
kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan
penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu
disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH
sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik,
dapat diperiksa kadar T4 bebas (free T4/FT4) (Rubenstein, 2013).
b. Yodium tiroid scan akan menunjukkan jika penyebabnya adalah
nodul tunggal atau seluruh kelenjar (Tandra, 2011).
c. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau
solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan
dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat
disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya lebih kecil
(Tandra, 2011).
d. Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai
tanda yang boleh dipegang (Tandra, 2011).
Gambar 5. Tes Laboratorium untuk tes diagnosis differensial hipertiroid
Pemeriksaan Penunjang lainnya :
1. Radiologi
Gambaran radiologi umumnya normal, kadang-kadang dijumpai
pembesaran aorta asenden atau desenden, penonjolan segmen
pulmonal dan pada kasus yang berat dijumpai pula pembesaran
jantung.
2. Elektrokardiografi
Pada EKG sering ditemui gangguan irama atau gangguan hantaran.
Biasanya dengan sinus takikardi, atrium fibrilasi ditemui 10-20 %
kasus. Pada kasus berat bisa ditemui pembesaran ventrikel kiri,
kadang-kadang ditemui pelebaran dan pemanjangan gelombang P
dan pemanjangan PR interval, gelombang T yang prominen,
peninggian voltase, perubahan gelombang ST-T dan pemendekan
interval QT.
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan jantung dapat menggunakan beberapa instrument
salah satunya dengan ekokardiografi. Pada ekokardiografi ini
dilengkapi dengan adanya Dopler dengan prinsip transmisi
gelombang suara oleh eritrosit, sehingga dapat diukur kecepatan
(velositas) dan aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.
Jenis-jenis ekokardiografi ada beberapa macam, tetapi dalam
praktek sehari-hari yang digunakan yaitu Ekokardiografi M-mode,
Ekokardiografi 2 dimensi, Ekokardiografi warna, Ekokardiografi
dopler sederhana, dan Ekokardiografi Trans-Esofageal (Ghanie,
2009).
1. Ekokardiografi M-Mode
Ekokardiografi M-mode ini didapatkan informasi tentang
keadaan jantung, yaitu (1). Pengukuran dimensi ventrikel, tebal
dinding ventrikel atau septum, atrium, aorta ; (2). Pengukuran
fungsi jantung dengan fraksi ejeksi ; (3). Estimasi massa
ventrikel kiri dengan formula ; (4). Gambaran pericardium,
kejadian waktu di jantung, seta menentukan gambaran aliran
bersama dengan ekokardiografi warna.
2. Ekokardiografi 2 dimensi
Ekokardiografi ini didapatkan informasi yaitu (1).
Mencerminkan gerakan dan anatomi jantung ; (2). Pengukuran
ventrikel kiri dan tebal dinding pada keadaan dimana M-mode
tidak memenuhi syarat ; (3). Pengukuran isi sekuncup ; (4).
Pengukuran fraksi ejeksi dan volume ; (5). Pengukuran area
mitral dengan planimetri.
3. Ekokardiografi Dopler
Ekokardiografi ini menggunakan prinsip menangkap pantulan
gelombang suara yang dipantulkan oleh eritrosit, sehingga dapat
ditentukan adanya aliran darah, arah, kecepatan, dan
karakteristik aliran. Ada 2 macam ekokardiografi dopler yaitu
Dopler spectrum yang terdiri dari pulsed wave dopler dapat
memberikan informasi yaitu pengukuran fungsi diastolic, area
mitral atau orifisium aorta, isi sekuncup dan curah jantung, serta
mengukur besarnya shunt. Continuous wave dopler, e
kokardiografi ini bermanfaat untuk menangkap sinyal dari aliran
frekuensi tinggi seperti stenosis katup, dan pengukuran semi
kuantitatif dari regurgitasi.
4. Ekokardiografi Trans-Esofageal (ETE) Ekokardiografi ini
merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan
ekokardiografi trans-torakal tetapi dengan memasukkan
transduser melalui esophagus seperti pemeriksaan esofago-
gastroskopi. Ekokardiografi ini dapat dilakukan ekokardiografi
color dan dopler untuk melihat dan mengukur flow (Makmun,
2009).
7. TATALAKSANA HIPERTIROID
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia
pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan,
situasi pasien, resiko pengobatan, dan sebagainya. Pengobatan
tirotoksikosis dikelompokkan dalam:
1. Tirostatiska: kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5
mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg), dan darivat
tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg)
2. Tiroidektomi: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien
eutiroid, klinis maupun biokimiawi.
3. Yodium radioaktif (Sudoyo, 2009).
a. Obat antitiroid.
Digunakan dengan indikasi :
1) Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi
yang menetap,pada pasien muda dengan struma ringan sampai
sedang dan tirotoksikosis.
2) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang
mendapat yodium radioaktif.
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5) Pasien dengan krisis tiroid.
Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme
lalu diberikan dosis rendah untuk mempertahankan eutiroidisme.
Table 2. Obat antitiroid yang sering digunakan
Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Metilmazol 30-60 5-20
Propiltiourasil 300-600 50-200
Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat
menurunkan konsentrasi thyroid stimulating antibody (TSAb) yang
bekerja pada sel tiroid. Obat-obatan ini umumnya diberikan sekitar 18-
24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping
berupa hipersensitivitas dan agranulositosis. Apabila timbul
hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi bila timbul agranulositosis
maka obat dihentikan
Tabel 3. Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolahan
tirotoksikosis.
Kelompok Obat Efeknya Indikasi
Obat Anti Tiroid
Propiltiourasil (PTU)
Metilmazol (MMI)
Karbimazol (CMZ
MMI)
Antagonis adrenergic-β
Menghambat sintesis
hormone tiroid dan berefek
imunosupresif (PTU juga
menghambat konversi T4
T3
Pengobatan lini
pertama pada
Graves. Obat jangka
pendek
prabedah/pra-RAI
B-adrenergic-antagonis
Propanolol
Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Mengurangi dampak
hormone tiroid pada jaringan
Obat tambahan
kadang sebagai obat
tunggal pada
tiroiditis
Bahan mengandung Iodine
Kalium iodida
Solusi Lugol
Natrium Ipodat
Asam Iopanoat
Menghambat keluarnya T4
dan T3.
Menghambat T4 dan T3 serta
produksi T3 ekstratiroidal
Persiapan
tiroidektomi. Pada
krisis tiroid bukan
untuk penggunaan
rutin.
Obat lainnya
Kalium perklorat
Litium karbonat
Glukokortikoids
Menghambat transport
yodium, sintesis dan
keluarnya hormone.
Memperbaiki efek hormone
di jaringan dan sifat
imunologis
Bukan indikasi rutin
pada subakut
tiroiditis berat, dan
krisis tiroid.
Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan
dosis serendah mungkin yaitu 200mg/hari atau lebih lagi.
b. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
1) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.
2) Gagal mancapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
dalam jangka waktu panjang.
3) Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat anti
tiroid, misalnya karena efek samping dari obat anti tiroid
seperti agranulositosis dan disfungsi hati yang disebabkan oleh
obat thionamid
4) Adenoma toksis, goiter multinodular toksik.
Pengobatan ini berhasil mencapai euthyroid jangka panjang
atau hipotiroid pada kira-kira 90% pasien setelah dosis tunggal
antara 400-600MBq setelah 1 tahun. Kontraindikasi mutlak pada
kehamilan dan menyusui dan kehamilan harus dihindari selama 6
bulan setelah pengobatan. (King, 2012).
c. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi operasi adalah (King, 2012):
1) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar.
2) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif.
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
8. KOMPLIKASI
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa
adalah krisis tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang
secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama
pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang
tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang
sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia
(sampai 1060F), dan, apabila tidak diobati, menyebabkan kematian,
Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves,
infeksi (Semiardji, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Cole DJ, Schlunt M, Preoperative Evaluation and Testing, Adult Perioperative
Anesthesia The Requisites in Anethesiology, Elseivier Mosby, 2004,p
71-73
Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam : Gardner
DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology.
Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007
Davies TF, Larsen PR. Thyrotoxicosis. In: Larsen PR et al, eds. Williams
Textbook of Endocrinology. 10th ed. Philadelphia: Saunders; 2003:374-
421.
Dickinson AJ, Vaidya B, Miller M, Coulthard A, Perros P, Baister E, et all.
Double blind, placebo, controlled trial of octreotide long acting
repeatable (LAR) in thyroid associated opthalmopathy. J Clin.
Endocrinol 2004; 89 (12): 5908-5909
Elie Traube, Neil L. Coplan. 2011. Embolic Risk in Atrial Fibrillation that
Arises from Hyperthyroidism. Tex Heart Inst J ; 38(3): 225–228
Firdaus, Isman. 2007. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme,
Patogenesis dan Tatalaksana. Jurnal Kardiologi Indonesia. 28:375-386
Ghanie A. Penyakit Katup Trikuspid. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
Guyton,A.C, Hall,JE. Text book of Medical Physiology, 11th ed. Elsevier
Saunders,Philadelphia,2006
King, R. Ajjan, R.A. 2012. Treatment Modalitas In Thyroid Disfunction. Endocrinology and Metabolism.
Kusrini, I. Kumorowulan, S. 2010. Nilai Diagnostik Indeks Wayne Dan Indeks
Newcastle Untuk Penapisan kasus Hipertiroid. Balai Penelitian dan
Pengembangan GAKI, Kementrian kesehatan RI.
Makmun LH. Ekokardiografi Trans Esofageal (ETE). Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
Martini FH, The Endocrine System, Fundamentals of Anatomy & Physiology,
seventh edition, Pearson Benjamin Curmmings, 2006, p 590-611
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rebecca S. Bahn (Cahir). Henry B. Burch. David S. Cooper et al. Hyperthyroidsm
and Other Causes of Thyrotoxicosis; Management Guidelines of The
American Association of Clinical Endocrinologists. Endocr Pract. May
2011.
Rubenstein, D. Wayne D. Bradley. 2013. Lecture Note on Clinical Medicine.
Blackwell Science Ltd
Semiardji, Gatut. 2003. Penyakit Kelenjar Tiroid. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Tandra, Hans. 2011. Penyakit Tiroid. Jakarta: Gramedia
Tjokroprawito A et.al, Hipertiroid, Buku ajar Ilmu penyakit dalam Fakultas
kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya, 2007, p 86-92