BAB IPENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan
merupakan salah satu dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan,
selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak memberikan
kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun
2001, menurut National Center for Health Statistics, hipertensi
gestasional telah diidentifikasi pada 150.000 wanita, atau 3,7%
kehamilan. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam
kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh
etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih
ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh smua
lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan
hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua
tenaga medik.1,2Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif
selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau
memperburuk kehamilan tetap menajdi masalah yang belum terpecahkan.
Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai
dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini
umumnya timbul setelah minggu ke-2- usia kehamilan dan paling
sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida
biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes
melitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab
lainnya.1Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi
dalam kehamilan berhubungan secara langsung terhadap penurunan
aliran darah efektif pada sirkulasi uteroplasental, juga karena
terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian
janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap
solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan
janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25%
mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam
kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat,
kejang grand mal, dan kerusakan organ lainnya.1,3
BAB IIPEMBAHASAN
A. DEFINISIHipertensi dalam kehamilan didefisinikan sebagai
keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan
sistolik minimal 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik minimal
15 mmHg atau kenaikan sistolik minimal sebesar 30 mmHg. Tekanan
darah harus paling sedikit 2 kali dalam selang waktu 6 jam.4
B. KLASIFIKASIKlasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah
berdasarkan Report of The National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun
2001, yaitu:5
1. Hipertensi KronikHipertensi kronik adalah hipertensi yang
timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia-EklampsiaPreeklampsia adalah hipertensi yang
timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.
Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam
atau sama dengan 1+ dipstick.Eklampsia adalah preeklampsia yang
disertai atau ditandai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsiaHipertensi
kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik yang
disertai dengan proteinuria dan gejala-gejala seperti nyeri kepala
hebat, pandangan kabur, nyeri epigastrium.4. Hipertensi
GestasionalHipertensi gestasional (disebut juga transient
hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia
tetapi tanpa proteinuria.
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKOSampai sekarang, etiologi
hipertensi dalam kehamilan belum diketahui dengan pasti, tetapi
terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai
berikut:21. Faktor risiko maternal: Primigravida (kehamilan
pertama) Primipaternitas Usia < 18 tahun atau > 35 tahun
Riwayat preeklampsi sebelumnya dan dalam keluarga Obesitas (BMI 30)
Interval antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun.2. Faktor
risiko medikal maternal: Hipertensi kronis, khususnya sebab
sekunder hipertensi kronis. Diabetes melitus yang sedang diderita,
khususnya dengan komplikasi mikrovaskular. Penyakit ginjal
Trombofilia Penggunaan anti depresan Selective Serotonin Uptake
Inhibitor (SSRI) > trimester I.3. Faktor risiko plasental atau
fetal: Kehamilan multipel Hidrops fetalis Penyakit trofoblastik
gestasional
D. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSISDiagnosis dini harus diutamakan
bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan
anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar dicegah, tetapi
berat dan terjadinya eklampsia biasanya dapat dihindari dengan
mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara
sempurna.6
1. Preeklampsia-EklampsiaDiagnosis preeklampsia dapat ditegakkan
berdasarkan:4,7 Peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg, atau
peningkatan Mean Arterial Pressure (MAP) 20 mmHg, atau MAP > 105
mmHg. Proteinuria yang signifikan, 300 mg dalam urin selama 24 jam
atau 1 gr/ml pada sekurang-kurangnya 2 sampel urin yang diambil
dengan selang waktu 6 jam. Edema anasarka peningkatan berat badan
yang berlebihan.Bila tekanan darah mencapai atau lebih dari 160/110
mmHg, maka didiagnosis sebagai preeklampsia berat. Meskipun tekanan
darah belum mencapai 160/110 mmHg, didiagnosis seabgai preeklampsia
berat apabila terdapat gejala seperti:4,7,8 Proteinuria = 5 mg/
urin 24 jam atau 3+ pada urin kualitatif. Oliguria, disuresis <
400 ml dalam 24 jam. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan.
Nyeri epigastrium atau nyeri abdomen kaudran kanan atas atau adanya
ikterus. Edema paru atau sianosis. Trombositopenia Pertumbuhan
janin yang terhambat Adanya sindrom HELLP (hemolysis, elevated
liver enzyme, low platelet count)Diagnosis eklampsia dapat
ditegakkan berdasarkan gejala-gejala preeklampsia disertai dengan
kejang dan/atau koma.
2. Superimposed PreeclampsiaKriteria diagnosis dari Superimposed
Preeclampsia adalah:4,7 Kriteria diagnosis dan gejala dari
preeklampsia berat. Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan
darah atau jumlah trombosit < 100.000/mm3 pada wanita dengan
hipertensi atau proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Disertai salah satu gejala seperti nyeri kepala yang hebat,
gangguan visus atau pandangan kabur, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif.
E. PATOFISIOLOGIWalaupun mekanisme patofisiologi yang jelas
tidak dimengerti, hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu
kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Hal ini menjelaskan
bahwa pertumbuhan plasenta yang abnormal atau kerusakan plasenta
akibat mikrotrombosis difus merupakan pusat perkembangan kelainan
ini.2Hipertensi yang terjadi pada preeklampsi adalah akibat
vasospasme, dengan konstriksi arterial dan penurunan volume
intravaskular relatif dibandingkan dengan kehamilan normal. Sistem
vaskular pada wanita hamil menunjukkan adanya penurunan respon
terhadap peptida vasoaktif seperti angiotensin II dan epinefrin.
Wanita yang mengalami preeklampsi menunjukkan hiperresponsif
terhadap hormon-hormon ini dan hal ini merupakan gangguan yang
dapat terlihat bahkan sebelum hipertensi tampak jelas. pemeliharaan
tekanan darah pada level normal dalam kehamilan tergantung pada
interaksi antara curah jantung dan resistensi vaskular perifer,
tetapi masing-masing secara signifikan terganggua dalam kehamilan.
Curah jantung meningkat 30-50% karenan peningkatan nadi dan volume
sekuncup. Walaupun angiotensin dan renin yang bersirkulasi
meningkat pada trimester II, tekanan darah cenderung untuk menurun,
menunjukkan adanya reduksi resistensi vaskular sistemik. Reduksi
diakibatkan karenan penurunan viskositas darah dan sensivitas
pembuluh darah terhadap angiotensin karena adanya prostaglandin
vasodilator.1Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun
maternal yang terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin
memiliki kontribusi terhadap perkembangan preeklamsi. Disfungsi
endotel yang luas menimbulkan manifestasi klinis berupa disfungsi
multi organ, meliputi susunan saraf pusat, hepar, pulmonal, renal,
dan sistem hematologi. Kerusakan endotel menyebabkan kebocoran
kapiler patologis yang dapat bermanifestasi pada ibu berupa
kenaikan berat badan yang cepat, edema non dependen (muka atau
tangan), edema pulmonal, dan hemokonsentrasi. Ketika plasenta ikut
terkena kelainan, janin dapat terkena dampaknya akibat penurunan
aliran darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan
manifestasi klinis seperti tes laju jantung janin yang
non-reassuring, skor rendah profil biofisik, oligohidramnion, dan
pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus yang berat.1,2Selama
kehamilan normal, tekanan darah sistolik hanya berubah sedikit,
sedangkan tekanan darah diastolik turun sekitar 10 mmHg pada usia
kehamilan muda (13-20 minggu) dan naik kembali pada trimester ke
III. Pembentukkan ruangan intervillair, yang menurunkan resistensi
vaskular, lebih lanjut akan menurunkan tekanan darah.1Patogenesis
pada konvulsi eklamsi masih menjadi subyek penelitian dan
spekulasi. Beberapa teori dan mekanisme etiologi telah dipercaya
sebagai etiologi yang paling mungkin, tetapi tidak ada satupun yang
dengan jelas terbukti. Beberapa mekanisme etiologi yang dipercaya
sebagai patogenesis dari konvulsi eklamsi meliputi vasokonstriksi
atau vasospame serebral, hipertensi ensefalopati, infark atau edema
serebral, perdarahan serebral, dan ensefalopati metabolik. Akan
tetapi, tidak ada kejelasan apakah penemuan ini merupakan sebab
atau efek akibat konvulsi.1,2
F. PENCEGAHANBeragam strategi telah digunakan dalam melakukan
pencegahan terhadap terjadinya preeklamsia dan eklamsi. Setelah
dilakukan evaluasi terhadap strategi-strategi ini, tidak ada
satupun yang terbukti efektif secara klinis.1
1. Pencegahan Preeklampsiaa. Manipulasi DietSalah satu cara yang
paling awal dalam mencegah preeklamsia adalah pembatasan garam.
Setelah beberapa tahun diselidiki, pembatasan garam tidaklah
penting. Pada penelitian yang dilakukan Knuist dan kawan-kawan,
pembatasan garam terbukti tidak efektif dalam mencegah preeklamsia
pada 361 wanita.1,2Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah
meta-analisis menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada waktu
antenatal menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah
dan insidensi preeklamsia.1,2Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Olsen dan kawan-kawan menunjukkan bahwa pemberian kapsul minyak
ikan dalam rangka memperbaiki gangguan keseimbangan prostaglandin
pada patofisiologi eklamsia tidaklah efektif.1,2Herrera dan
kawan-kawan melakukan sebuah penelitian dengan tujuan untuk
menemukan efek suplementasi kalsium plus asam linoleat
(Calcium-CLA) dalam menurunkan insidensi disfungsi endotel vaskular
pada wanita hamil berisiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian suplemen kalsium-CLA menurunkan kejadian hipertensi
dalam kehamilan dan meningkatkan fungsi endotel.1,2
b. Aspirin Dosis RendahDahulu pemberian aspirin 60 mg digunakan
untuk menurunkan insidensi preeklamsi karena bekerja dalam
mensupresi tromboksan dengan hasil dominansi dari prostasiklin
endotel. Sekarang ini, pemberian aspirin terbukti tidak efektif
dalam mencegah preeklamsi. Hal ini terbukti pada penelitian yang
dilakukan Caritis dan kawan-kawan terhadap wanita risiko tinggi dan
rendah. Hanya ada satu penelitian yang secara spesifik dilakukan
untuk menguji efek aspirin terhadap wanita hamil dengan hipertensi
kronis. Penelitian double blind placebo controlled trial dilakukan
untuk melihat efek aspirin pada hipertensi kronis yang dilakukan
pada 774 wanita. Dosis rendah aspirin, 60 mg sehari, yang dimulai
sejak masa kehamilan 26 minggu tidak menurunkan preeklampsia,
pertumbuhan janin terhambat, perdarahan post partum, dan perdarahan
interventrikuler neonatal.1,9
c. AntioksidanAntioksidan memiliki mekanisme yang mengontrol
peroksidasi lipid yang berperan dalam kerusakan endotel. Penelitian
yang dilakukan oleh Schiff dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
konsumsi vitamin E tidak berhubungan dengan preeklamsi. Mereka
menemukan bahwa peninggian plasma vitamin E pada wanita dengan
preeklamsi dan menyatakan bahwa hal ini merupakan respon terhadap
stres oksidatif. Namun hal ini masih menjadi kontroversi karena ada
penelitian lain yang menyatakan terapi dengan vitamin C / E dapat
menurunkan aktivasi endotel yang pada akhirnya akan menurunkan
preeklamsi.6. Pada penelitian lain, dengan pemberian vitamin C
sebanyak 1000 mg/hari dan vitamin E 400 IU/ hari pada usia
kehamilan 16 22 minggu berhubungan dengan rendahnya insidensi
preeklamsi. Karena itu masih perlu dilakukan penelitian sebelum
menyarankan penggunaan Vitamin C dan E untuk penggunaan secara
klinis.10
d. Suplemen KalsiumBerdasarkan penelitian secara epidemiologis,
terdapat hubungan antara asupan diet rendah kalsium dengan
terjadinya preeklamsi. Dengan pemberian suplemen kalsium sebanyak
1,5 2 g/hari telah disarankan untuk upaya pencegahan preeklamsi.
Dari hasil penelitian Cochrane, diketahui bahwa pemberian
suplementasi kalsium tidak dibutuhkan pada nulipara. Walaupun
demikian, mungkin pemberiannya bisa menguntungkan untuk mereka yang
termasuk kelompok dengan asupan kalsium yang memang kurang atau
pada kelompok risiko tinggi, seperti mereka dengan riwayat
preeklamsi berat.1
2. Pencegahan EklampsiKarena patogenesis eklamsi tidak
diketahui, strategi pencegahan eklamsi juga terbatas. Keadaan ini
membuat pencegahan eklamsi adalah dengan cara mencegah terjadinya
preeklamsi atau secara sekunder dengan penggunaan pendekatan
farmakologis untuk mencegah konvulsi pada wanita preeklamsi.
Pencegahan dapat bersifat tersier dengan mencegah konvulsi
berikutnya pada wanita dengan eklamsi. Sampai sekarang belum ada
terapi pencegahan untuk eklamsi. Selama beberapa dekade belakangan
ini, beberapa penelitian acak telah melaporkan hasil penelitiannya
tentang penggunaan restriksi protein atau garam, magnesium,
suplementasi minyak ikan, aspirin dosis rendah, kalsium, dan
vitamin C & E pada wanita dengan variasi faktor risiko untuk
menurunkan angka kejadian atau beratnya preeklamsi. Secara umum,
hasil-hasil dari penelitian ini memiliki keuntungan minimal atau
malah tidak ada terhadap penurunan preeklamsi. Bahkan pada
penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian preeklamsi,
tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.1,2Penanganan
yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklamsi adalah deteksi dini
serta terapi preventif hipertensi gestasional atau preeklamsi.
Beberapa rekomendasi terapi pencegahan meliputi observasi ketat,
penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah
maternal melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis
magnesium sulfat selama persalinan dan segera postpartum pada
pasien yang dicurigai mengalami preeklamsi.1,2Semua wanita dengan
hipertensi gestasional ringan dapat ditangani secara aman dengan
rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa tidak
direkomendasikan penggunaan anti hipertensi pada wanita dengan
hipertensi gestasional ringan atau preeklamsi. Profilaksis
magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat
dengan diagnosis preeklamsi. Magnesium sulfat diberikan selama
persalinan dan 12-24 jam postpartum. Namun tidak ada data yang
mendukung pemberian profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan
hipertensi ringan.1,2
G. PENANGANANTujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat dan eklampsia, kemudian melahirkan janin hidup
dan melahirkan janin dengan trauma yang sekecil-kecilnya.2Pada
pasien rawat jalan, dapat dianjurkan untuk istirahat baring 2 jam
siang hari dan tidur lebih dari 8 jam pada malam hari, diet cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. Bila sukar tidur
dapat diberikan sedativa ringan seperti phenobarbital 3 x 30 mg per
oral selama 7 hari atau tablet diazepam 3 x 2 mg per oral, selama 7
hari. Dapat juga diberikan roborantia dan pasien dianjurkan untuk
melakukan kunjungan ulang tiap 1 minggu.2 Bila pasien tidak ada
perbaikan dalam 2 minggu rawat jalan, dalam hal ini terjadi
peningkatan berat badan berlebihan (> 1 kg/minggu, selama 2 kali
berturut-turut) atau tampak tanda-tanda preeklampsia berat, maka
pasien harus dirawat inap.2Pada preeklampsia ringan yang dirawat,
bila kehamilan preterm ( 37 minggu. Pada kehamilan aterm (>37
minggu), penanganannya adalah dengan menunggu persalinan spontan
atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada
taksiran tanggal persalinan. Cara persalinan dapat dilakukan secara
spontan, atau bila perlu memperpendek kala II dengan bantuan bedah
obstetri.6Penanganan preeklampsia berat adalah dengan merawat
segera dan menentukan jenis tindakan aktif atau konservatif.
Tindakan aktif berarti kehamilan segera diakhiri bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinal, sedangkan pengobatan konservatif
berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medisinal. Pengobatan medisinal antara lain: Segera
masuk rumah sakit Tirah baring miring ke satu sisi (kiri) Infus
dekstrosa 5 % yang tiap liternya diselingi larutan ringer laktat
500 cc (60-125 cc/jam) Antasida Diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam Pemberian obat anti kejang: MgSO4
Tindakan aktif dilakukan bila terdapat satu atau lebih keadaan
berikut: Kehamilan > 37 minggu Adanya tanda-tanda gejala
impending eklampsia Kegagalan terapi pada perawatan konservatif:
Dalam waktu atau setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal
terjadi kenaikan tekanan darah Setelah 24 jam sejak dimulainya
perawatan medisinal, tidak ada perbaikan. Adanya tanda-tanda fetal
distress Adanya tanda-tanda IUGR Adanya HELLP syndromeCara
mengakhiri kehamilan pada tindakan aktif adalah dengan induksi
persalinan dengan amniotomi atau oksitosin drips bila skor bishop
lebih dari 5. Seksio sesaria dilakukan bila syarat oksitosin drips
tidak dipenuhi atau dalam 12 jam sejak dimulainya oksitosis drips
pada pasien yang belum inpartu, pasien belum juga masuk dalam fase
aktif; atau bila pasien telah inpartu kala I laten, setelah 6 jam
pemberian oksitosin drips belum masuk fase aktif, dan bila pasien
dengan inpartu kala I aktif setelah 6 jam amniotomi belum juga
masuk kala II. Bila pasien telah berada dalam kala II, terminasi
kehamilan dilakukan dengan cara ekstraksi vakum atau forsep.2Tujuan
pengobatan eklampsia adalah menghentikan atau mencegah kejang,
mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia/asidosis,
kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan,
serta mencegah atau mengatasi penyulit khususnya krisis hipertensi,
sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin.3Pengobtan medisinal pada eklampsia sama dengan pada
preeklampsia berat, hanya dosis MgSO4 dapat ditambah 2 gr intavena
satu kali pemberian bila timbul kejang-kejang lagi. Selama kejang,
sebaiknya pasien dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup,
masukkan sundip lidah kedalam mulut pasien, daerah orofaring
dihisap dan badan difiksasi pada tempat tidur secukupnya. Bila
pasien koma, perlu dimonitoring kesadaran pasien, perhatikan
pencegahan dekubitus dan bila perlu dapat diberikan nutrisi lewat
NGT. Sikap dasar pada penanganan eklampsia adalah semua kehamilan
dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin dan dengan cara seperti pada preeklampsia
berat.3,6
Gambar 1. Cara Pemberian MgSO4
H. KOMPLIKASIKomplikasi preeklampsia/eklampsia dapat berupa
atonia uteri, sindroma HELLP, ablasia retina, DIC (disseminated
intravascular coagulation), gagal ginjal, perdarahan otak, edema
paru, gagal jantung, syok hingga kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensiuteroplasental,
misalnya pertumbuhan janin terhambat atau prematuritas.2,5
BAB IIIPENUTUP
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 dibagi menjadi 4 tipe,
yaitu hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik
dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional.
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
faktor risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor
risiko plasental atau fetal.Sebab potensial yang mungkin menjadi
penyebab preeklamsi adalah invasi trofoblastik abnormal pembuluh
darah uterus, intoleransi imunologis antara jaringan plasenta ibu
dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau
inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan pengaruh
genetik. Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai
110 mmHg. Tujuan utama pemberian obat anti hipertensi adalah
menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100 mmHg. Semakin cepat
mendiagnosis dan melakukan penanganan terhadap hipertensi dalam
kehamilan, maka akan mengurangi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L,
Wenstrom K. Hypertensive Disorders in Pregnancy. Dalam William
Obstetrics Edisi 22. New York. McGraw-Hill;2005:761-808.2. Dikman
AM. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam Ilmu Kebidanan Edisi 4.
Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010:530.3. Seely E,
Maxwell C. Chronic hypertension in pregnancy. 2007. Diakses tanggal
28 Februari 2015 dari
http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115.4. Pritchard JA,
McDonald PC, Gant NF. Williams Obstetri, edisi 17. Surabaya:
Airlangga University Press, 1991.5. Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy. Am Fam Physician. 2001;64:263-70.6. Mose J,
Gestosis, dalam Obstetri Patologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi,
edisi ke-2, Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F,
penyunting, Jakarta : EGC, 2003 : 68-82.7. Hipertensi selama
kehamilan. Dalam: Kapita selekta kedaruratan obstetri dan
ginekologi. Jakarta: EGC, 1994: 235-45.8. Pengurus Besar POGI.
Gestosis. Dalam: Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi,
bagian I. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2000; 1-8.9. Gibson P,
Carson M, Hypertension and Pregnancy, 30 Juli 2009, diakses tanggal
28 Februari 2015 dari
http://emedicine.medscape.com/article/261435.10. National Heart,
Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure, dalam The Seventh Report of the
Joint National Committee, NIH publication, 2004:49-52.