Page 1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................................ 1
BAB I ISI
A. Kompetensi yang Akan Dicapai………….……………………………………….……………….......…...…………......2
B. Skenario………………………………………………………………………..............................................................2
C. Unclear Term………………………………………………….………………………………...……….…......................…..2
D. Cues………………………………………………………………………………………………………….......….................… 4
E. Problem Identification……………………………………………………………………………...........................…....4
F. Hipotesis………………………………………………………………………….........................................................5
G. Learning Issues……………………………………………………………………………………………........…......….........6
H. Pembahasan Learning Issues………………………………………………………………………...........…..............6
BAB II KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Diskusi……………………………………………………………………………….....……...........…….…...27
B. Rekomendasi……………………………………………………………………………………………….............……........28
BAB III DAFTAR PUSTAKA………….…………………………………………………............................................................29
BAB IV TIM PENYUSUN……..…………………………………………………………………………………………..…......................30
BAB I
Skenario 2|Kelompok F|1
Page 2
ISI
A. KOMPETENSI YANG AKAN DICAPAI
CADE
Cade 31 dan 32. Mahasiswa mampu melakukan, mengawasi, mengkoordinir pengkajian status gizi pada
tiap pasien yang menderita penyakit umum atau tanpa komplikasi dan dengan adanya
komplikasi.
GO
1. Memahami patologi penyakit pasien dengan komplikasi.
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien.
3. Memahami jenis-jenis dan cara pengumpulan data subyektif dan obyektif sesuai dengan kondisi
pasien.
4. Memahami fungsi, kelebihan dan kekurangan masing-masing data subyektif dan obyektif.
5. Mampu mengawasi dan mengkoordinir pengumpulan data status gizi untuk memonitoring dan
evaluasi sesuai dengan kondisi.
6. Memahami cut-off, references dan klasifikasi status gizi sesuai dengan kondisi pasien.
7. Mampu menganalisa, menginterpretasi (dengan menggunakan cut-off, references yang sesuai)
B. SKENARIO
“Adik Sayang…”
Putra, mahasiswa Gizi FK UB, sedang melakukan praktek kerja lapangan di bangsal Anak Rumah Sakit Sehat
Bebestari. Setelah dilakukan screening oleh ahli gizi setempat, Putra harus melakukan nutrition assessment
dengan menggunakan data-data subjektif maupun objektif dan menegakkan nutrition diagnosis pada
pasien anak berusia 5 tahun yang menderita nephrotic syndrome.
C. DAFTAR UNCLEAR TERM
NO ISTILAH PENGERTIAN
1. Nutrition
assessment
Evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh seorang ahli gizi untuk
menentukan status gizi dengan menggunakan pendekatan medis, sejarah
social, riwayat gizi dan riwayat penggunaan obat-obatan, pemeriksaan fisik,
pengukuran/penilaian antropometri dan data laboratorium.
Sumber : Krause’s, 2008.
2. Data subjektif Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat suatu situasi dan
Skenario 2|Kelompok F|2
Page 3
kejadian.
Sumber : Nursalam, Proses Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.
3. Nephrotic
Syndrome
Keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakkan glomerulus; hasil patologis
dari berbagai faktor yang mengubah permeabilitas glomerulus.
Sumber : Cecily Lynn Betz dan Linda A. Sowden, 2004.
4. Data Objektif Data yang diperoleh dari data pemeriksaan, serta sumber lain yang dapat
diukur oleh anggota tim penilai.
Sumber : Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC
5. Nutritional
Diagnosa
Salah satu langkah dapam Nubtitional Care Process. Diagnisa gizi
merupakan jembatan antara Assessment dan rencana Intervensi. Diagnosa
gizi adalah proses identifikasi penetapan masalah yang menggambarkan
kondisi saat ini, resiko dan atau potensial terjadinya masalah giziyang dapat
ditindaklanjuti seorang dietitian secara mandiri. Komponen yang
menggambarkan kondisi tersebutlah yang dapat berpengaruh terhadap
perubahan status gizi.
Sumber : krause’s, 2008; Gibson, 2005.
6. Bangsal Rumah yang dibuat dari kayu; las; rumah besar; bedeng; barak; balai.
Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.
7. Ahli Gizi Seseorang yang mempunyai pendidikan gizi dengan ijazah minimal Sarjana
muda gizi atau D3 gizi, dan sarjana berlatarbelakang gizi yang bekerja
dalam upaya memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan,
kecerdasan, dan kesejahteraan melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan
gizi, pengembangan iptek gizi, serta ilmu-ilmu terkait.
Sumber : Kamus Gizi.
8. Pasien Orang sakit (yang dirawat oleh tenaga medis) baik itu merupakan yang
dirawat inap maupun rawat jalan.
Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.
9. Praktik Pelaksanaan secara nyata apa yang disebut teori.
Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.
10. Sehat Suatu keadaan atau kondisi badan yang bebas dari sakit; sembuh dari sakit;
baik; normal; boleh dipercaya atau masuk akal.
Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia.
D. CUES
Skenario 2|Kelompok F|3
Page 4
Ahli gizi mampu melakukan pengkajian status gizi dengan menggunakan data subjektif dan objektif pada
pasien anak berusia 5 tahun yang mengalami nephrotic syndrome, dengan tujuan akhir untuk menegakkan
diagnosa gizi.
E. PROBLEM IDENTIFICATION
1. Apakah tujuan dari nutrition assessment pada pasien nephrotic syndrome ?
2. Apa saja jenis, cara pengumpulan, fungsi, kelebihan dan kekurangan masing-masing data objektif dan
subjektif ?
3. Bagaimanakah patofisiologi, etiologi, sign dan symptom penyakit nephrotic syndrome ?
4. Bagaimanakah langkah-langkah melakukan nutrition assessment pada pasien nephrotic syndrome ?
5. Bagaimana cara menganalisis dan menginterpretasi data antropometri, biokimia, fisik/klinis, dietary,
dan ekologi dari pasien nephrotic syndrome yang berusia 5 tahun tersebut ?
6. Bagaimana diagnosa gizi dari hasil interpretasi data antropometri, biokimia, fisik/klinis, dietary, dan
ekologi pada pasien nephrotic syndrome berusia 5 tahun tersebut ?
7. Bagaimana interaksi obat dan makanan dari obat-obatan yang digunakan oleh pasien nephrotic
syndrome tersebut ?
8. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dihubungkan dengan patofisiologi, etiologi,
sign dan symptom pada penderita nephrotic syndrome ?
F. HIPOTESIS
Skenario 2|Kelompok F|4
Page 5
Skenario 2|Kelompok F|5
Patofisiologi Etiologi- nephrotic syndrome
primer idiopatik- nephrotic syndrome
sekunder akibat dari berbagai sebab, seperti : infeksi streptokokus, hepatitis B & C, HIV, Penyakit sistemik, efek samping obat, dll
Sign: edema anarsaka, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemiaSymptom : anoreksia, cepat lelah, nyeri perut, diareFaktor yang mempengaruhi status gizi : Diare, ekskresi protein meningkat,edema, ekskresi albumin meningkat,ekonomi kurang, dan tingkat pengetahuan yang menyediakan makanan pasien kurang
NEPHROTIC SYNDROME
Nutrition Assessment
Data ObjektifData Subjektif
EkologiDietary ClinicalBiokimiaAntropometri-
Diagnosa Gizi- NC-2.2 - NI-3.2- NI-5.4 - NB-1.2- NI-5.1 - NI-1.4
Perubahan hiperpermeable pada sel podosit glomerulus.
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Edema
Volume plasma
menurun
Reabsorpsi sodium meningkat,
peningkatan retensi cairan
Sekresi aldosteron meningkat, GFR meningkat
Page 6
G. LEARNING ISSUES
1. Nutritional Assessment
a. Pengertian
b. Tujuan
c. Metode
d. Dokumentasi
2. Data subjektif dan Data objektif
3. Sindrom Nefrotik
a. Patofisiologi
b. Etiologi
c. Sign dan Symptom
4. Nutritional Assessment pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik
1. Tujuan
2. Metode yang digunakan
3. Analisa dan interpretasi data
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada pasien syndrome nephrotic
5. Interaksi Obat dan Makanan Pada Pasien
a. Cefotaxime
b. Furosemide
c. Prednisone
6. Diagnosa gizi
H. PEMBAHASAN LEARNING ISSUES
1. Nutritional Assessment
Definisi Langkah awal komprehensif yang digunakan untuk
menggambarkan/menentukan status gizi dengan cara menginterpretasikan
informasi dari data antropometri, biokimia, clinical dan dietary kemudian
dilanjutkan pada nutrition diagnosis.
Tujuan 1. Mengidentifikasi individu yg membutuhkan dukungan zat gizi penuh
2. Memperbaiki dan memelihara status gizi individu
3. Mengidentifikasi NCP yang sesuai
4. Memonitor perkembangan pada intervensi yang dilakukan
Sumber
data/tools untuk
assessment
Interview pasien/klien
Survey komunitas
Data statistik
Skenario 2|Kelompok F|6
Page 7
Studi epidemiologi
Data rekam medis
Jenis data yang dikumpulkan
Nutritional adequary (dietary history/nutrient intake)
Status kesehatan ( antropometri dan biokimia, keadaan fisik klinis,
keadaan penyakit dan psikologis)
Kemampuan fungsional dan keadaan behavioral (faktor psikologis dan
emosi)
Langkah-langkah Antropometri
1. Menimbang Berat Badan
Cara menimbang B erat B adan dengan menggunakan dacin :
Periksalah dacin dengan seksama apakah masih dalam kondisi baik/tidak.
Dacin yg baik adalah apabila bandul geser berada pada posisi skala 0,0 kg,
jarum penunjuk pada posisi seimbang. Setelah alat timbang lainnya
(celana/sarung timbang) dipasang pada dacin, lakukan peneraan dengan cara
menambah beban pada ujung tangkai dacin misalnya plastik berisi pasir.
Langkah-langkah menimbang dengan dacin :
- Langkah 1 :
Gantungkan dacin pada dahan pohon/palang rumah/penyangga kaki tiga.
- Langkah 2 :
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat. Tarik batang dacing ke
bawah kuat-kuat.
- Langkah 3 :
Sebelum dipakai letakkan bandul geser pada angka 0. Batang dacin
dikaitkan dengan tali pengaman.
- Langkah 4 :
Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atausarung timbang yang
kosong pada dacin. Dan kita harus selalu mengingat bandul geser harus
selalu pada angka 0.
- Langkah 5 :
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung
timbang/kotak timbangan dengan cara memasukkan pasir pada kantong
plastik.
- Langkah 6 :
Anak ditimbang dan seimbangkan dacin.
- Langkah 7 :
Tentukan berat badan anak dengan membaca angka di ujung bandul
Skenario 2|Kelompok F|7
Page 8
geser. Pengukur harus tegak lurus dengan bandul geser agar hasil lebih
akurat dan meminimalisir adanya bias.
- Langkah 8 :
Catat hasil penimbangan tersebut di secarik kertas
- Langkah 9 :
Geserlah bandul ke angka 0, letakkan batang dacin dalam tali pengaman,
setelah itu bayi/anak dapat diturunkan.
Pada penimbangan dengan menggunakan timbangan badan :
Letakkan timbangan di tempat yang keras dan rata. Pastikan jarum
penunjuk pada timbangan mengarah ke angka 0.
Penimbangan sebaiknya dilakukan pada pagi hari, setelah bangun tidur
dan buang air kecil serta sebelum makan.
Saat dilakukan penimbangan berat badan pasien, pasien berdiri di
tengah timbangan dengan pandangan lurus ke depan, relaks dan
menggunakan pakaian seminim mungkin
Saat membaca skala, pandangan petugas penimbangan harus tegak
lurus dengan skala timbangan.
Sumber : I dewa nyoman, 2001
2. Mengukur Tinggi Badan
Posisi anak :
a. Sewaktu diukur anak tidak boleh memakai alas kaki (sepatu,sandal,
dan lain sebagainya) dan penutup kepala
b. Anak berdiri membelakangi dinding
c. Pita meteran berada di tengah bagian kepala.
d. Posisi anak tegas, bebas, tidak sikap tegap seperti tentara.
e. Tangan dibiarkan tergantung bebas menempel ke badan
f. Tumit rapat tetapi ibu jari tidak rapat
g. Kepala, punggung, pantat, betis dan tumit menempel ke dinding
h. Pandangan anak lurus ke depan
Cara penggunaan alat bantu :
a. Menggunakan alat bantu segitiga siku-siku, cara penggunaanya :
1) Satu sisi menempel di bagian tengah kepala anak, dan satu sisi lainnya
menempel di pita meteran di dinding
2) Hasil pengukuran dibaca sebelum segitiga siku-siku yang menempel di
kepala anak digerakkan
Skenario 2|Kelompok F|8
Page 9
Cara membaca angka tinggi badan :
a. Pembacaan dilakukan setelah anak selesai diukur pada skala yang ditunjuk
oleh sudut segitiga siku-siku
b. Lihat skala panjang di bawah sudut siku :
1) Baca angka dibawah sisi segitiga siku-siku tersebut yang menunjukkan
angka dalam cm.
a. Jumlah skala kecil di atas skala panjang menunjukkan mm
b. Sudut seitiga siku-siku tepat di skala panjang
Biokimia
1. Pengukuran Hb (Hemoglobin); terdapat 2 metode dalam pengukuran Hb
yaitu :
a) Metode Sahli
Metode hidrolisis Hb yang diambil dari sampel darah pasien yang
dihidrolisis dengan HCl dan menghasilkan globinferroheme.
Senyawa tersebut kemudian dioksidasi dan direaksikan dengan ion
Cl menjadi ferriheme (hematin) berwarna coklat. Warna coklat
hematin kemudian dibandingkan dengan warna hematin standar.
b) Metode Cyanmetheglobin
Metode oksidasi Hb dari sampel darah pasien yang dioksidasi
dengan kalium ferrosianida dan menghasilkan cyanmetheglobin
berwarna merah. Kemudian warna merah yang terbentuk dibaca
dengan menggunakan fotometer.
2. Pengukuran Hematokrit (HCT)
Merupakan pengukuran volume eritrosit yang telah disentrifugasi sehingga
terpisah dari plasma darah. Diukur dengan pengukuran EDTA .
3. Pengukuran serum besi
Menggunakan perosedur serum iron dengan metode destilasi ionisasi
4. Pengukuran Transferrin Saturation (TS)
Menggunakan penentuan kadar zat besi dalam darah dan menghitung rasio
TIBC (Total Iron Binding Capacity)
5. Pengukuran Free Erythrocyte Protophorphyrin (FEP)
Dengan menggunakan pengukuran FEP dengan fluorometic assay
6. Pengukuran Serum Ferritin (SF)
Mengukur kadar ferritin dengan menggunakan metode immunoradiometric
Skenario 2|Kelompok F|9
Page 10
assay (IRMA), immunoassay (IRA) atau enzyme-linked immunoassays (ELISA)
7. Pengukuran Serum Unsaturated Iron Binding Capacity (UIBC)
Dengan menggunakan reagen penyangga
8. Pengukuran status protein :
a) Albumin
Menggunakan metode dye-binding methode
b) Transthyretin
Menggunakan metode pengenceran larutan
c) Serum protein
Menggunakan protein biuret
9. Penilaian status vitamin :
a) Vitamin A
Pengukuran serum retinol dengan menggunakan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) atau dengan kolorimetri
dengan pereaksi trifuoroasetat/TFA
b) Vitamin D
Tidak dijelaskan dengan metode apa, tetapi parameter yang harus
diketahui adalah kadar kalsium serum, kadar fosforserum, kadar
fosfatase serum, sreta kadar 25-OH-vitamin D
c) Vitamin E dan vitamin C
Tidak ditemukan metodenya
d) Vitamin B1
Tidak ditemukan metode kecuali analisa subjektif sign/symptoms
e) Vitamin B2
Pengukuran riboflavin dalam urin 24 jam
f) Niasin dan piridoksin
Pengukuran kadar nimethyl nicotinamide urine (niasin) dan urinary
piridoxine (piridoxin)
10.Penilaian status mineral
Dengan menghitung kadar masing-masing mineral dalam urin 24 jam
Dietary
Melakukan single 24 H recall, repeated 24-hours recall, FFQ, Semi FFQ, 3-day
dietary
Ekologi
Melakukan interview untuk mengetahui
Skenario 2|Kelompok F|10
Page 11
Dokumentasi Dokumentasi merupakan proses selanjutnya yang dapat mendukung semua
langkah NCP
Kualitas dari dokumen yang didapatkan dari pengukuran seharusnya relevan,
akurat, tepat waktu, termasuk di dalamnya informasi yang akan menjelaskan
kualitas dari pengkajian tersebut :
Waktu dilakukannya assessment
Membandingkan data yang diperoleh dengan parameter yang ada
Persepsi pasien/klien/kelompok, nilai, dan motivasi berhubungan
dengan masalah yang ada
Tingkat perubahan pemahaman pasien/klien/kelompok, pola makan
dan lainnya
Hasil klinik yang perlu ditindaklanjuti
Alasan untuk melaksanakan/menghentikan jika sudah tepat
2. Data subjektif dan data objektif
DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF
Fungsi :
Mengetahui hubungan antara kesehatan asupan
gizi dan penyakit kronis sebagai acuan dalam
memonitoring serta identifikasi status gizi dan
dalam menegakkan diagnose maupun intervensi
gizi. (Perpustakaan Universitas Pendidikan
Indonesia,2005)
Cara Pengumpulan Data :
Dengan interview, observasi, dan pengukuran.
Info dari petugas kesehatan yang merujuk pada
rekam medis dan tes lab.
A. ANTHROPOMETRY
Fungsi :
Untuk pengukuran dimensi dan komposisi tubuh
manusia
Parameter :
BB, TB, LILA, Head Circumference, IMT, BBR
Fungsi :
Mengetahui intake makanan dan status gizi dari
kebiasaan makan.
Cara Pengumpulan Data:
Kuisioner dan Interview
(Gibson,2005)
C. DIETARY
Dietary bisa masuk objektif atau subjektif, karena
terdapat metode food weighing.
Fungsi :
1. Untuk mengetahui kualitas diet pasien dan
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
terutama ahli gizi.
2. Menyediakan info, tidak hanya jumlah dan
kualitas yang dikonsumsi tapi juga kebiasaan
makan keluarga.
Skenario 2|Kelompok F|11
Page 12
(Berat Badan Relatif), LP(Lingkar Perut), Lipatan
Trisep, LOLA (Lingkaran Otot Lengan Atas).
(Andry Hartono,2006).(Rosalind Gibson.2005).
Kelebihan :
1. Prosedurnya sederhana
2. Aman dan dapat digunakan dalam sampel
yang besar
3. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli
4. Alatnya murah dan mudah dibawa
5. Metodenya tepat dan akurat dalam
mengidentifikasi serta mengevaluasi gizi.
Sumber : Supariasa,dkk, 2002
6. Bisa mendeteksi malnutrisi sedang dan berat
7. Bisa menunjukkan informasi nutrition history
pada masa lampau.
8. Untuk mendeteksi ketidakseimbangan asupan
protein dan energy
9. Dapat menyediakan informasi gizi dan
kesehatan untuk mencegah terjadinya
kegagalan tumbuh atau kelebihan berat
badan
10. Telah diakui kebenarannya secara ilmiah,
biayanya relatif murah
11. Komponen kunci dalam penilaian status gizi
khususnya pada anak-anak yang dapat
digunakan untuk mengawasi pertumbuhan
dan perkembangan secara berkala.
Kekurangan :
1. Tidak sensitive
2. Faktor diluar gizi dapat menurunkan sensitivitas
dan spesifisitas pengukuran anthropometri
3. Adanya kesalahan saat pengumpulan data
Sumber : Supariasa,dkk, 2002
4. Tidak bisa mengidentifikasi zat gizi spesifik yang
Parameter :
Meliputi :
Nafsu makan, perubahan BB, tingkat aktifitas,
kebiasaan makan, diet khusus, pengobatan, food
aversion, intelorence, alergi, dan gejala yang
berhubungan dengan pencernaan, dan asimilasi
zat gizi (Margaret,Catherine, Judith.1995).
Didapat dr metode yaitu 24 hours recall, FFQ,
semi FFQ
Kelebihan :
1. Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi pada
tingkat pertama
2. Tidak membutuhkan peralatan yang rumit
seperti data objektif
3. Mudah dilaksanakan dan tidak memberatkan
responden.
4. Biaya murah,cepat dan simple.
Kelemahan :
1. Bisa overestimate atau underestimate pada
pengisian metode
2. Tergantung pada skill interviewer
3. Tergantung pada persepsi dan pengalaman
interviewer
4. Hanya mengandalkan ingatan individu
5. Bias bila responden tidak jujur
6. Tergantung ingatan pasien
Sumber : Rosalind Gibson, 2005
Skenario 2|Kelompok F|12
Page 13
mengalami defisiensi.
5. Dapat terjadi kesalahan karena pengukuran ,
perubahan hasil pengukuran, atau kesalahan
alat.
6. Kesalahan juga bisa terjadi pada pengukur.
B. BIOKIMIA
Fungsi :
Pemeriksaan specimen yang diuji secara
laboratories pada berbagai macam jaringan
tubuh.
Parameter :
Kolesterol, Hb, Leukosit, Albumin, Protein,
Bilirubin, Ureum, kreatinin, SGOT,SGPT, Bilirubin
total, Bilirubin direct, dll.
Kelebihan :
1. Pengukuran lebih akurat
2. Lebih mudah mendeteksi penyakit secara
spesifik
3. Waktu efisien
Sumber : Supariasa,dkk, 2002
4. Bisa mengidentifikasi zat gizi mana yg
defesiensi
5. Gejala spesifik dapat diketahui karena
penentuan kimia faali dapat menolong untuk
menentukan kekurangan zat gizi yg lebih
spesifik.
6. Mampu mendiagnosis overdosis suplemen dan
mampu memeriksa validitas food intake
Kekurangan :
1. Mahal
2. Membutuhkan banyak peralatan
E. ECOLOGY
Kelebihan :
Beberapa variabel non gizi bisa berhubungan
dengan erat pada malnutrisi dan bisa digunakan
melihat resiko individu
Kelemahan :
Tergantung pada skill interviewer
F. CLIENT HISTORY
Client history terdiri dari :
1. Social history
Meliputi:
Social ekonomi, sosial dan medical support,
kepercayaan , budaya situasi rumah, dan
hubungan sosial.
2. Personal history
Meliputi :
Pekerjaan , umur, hubungan keluarga, pendidikan
3. Medical history
Meliputi :
Ada tidaknya penyakit, riwayat penyakit keluarga,
riwayat bedah, penyakit kronis, resiko komplikasi
4. Medication dan supplement history
Meliputi :
Resep dan jumlah obat yang dikonsumsi,
Skenario 2|Kelompok F|13
Page 14
3. Membutuhkan banyak tenaga professional
Sumber : Supariasa,dkk, 2002
4. Hasilnya terkadang sulit untuk
diinterperetasikan karena kurangnya cut off
yang jelas
5. Membutuhkan tenaga yang terampil
suplemen diet
Sumber : IDNT,2008
C. Fisik klinis
Fungsi :
Untuk mendeteksi gejala dan tanda yang
dihubungkan dengan malnutrisi (Gibson,2005)
Parameter :
Meliputi kemampuan menelan, makanan yg
digemari atau dihindari, keadaan nafsu makan,
serta masalah saluran pencernaan.
Kelebihan :
1. Dapat berdasarkan perubahan yang terjadi,
dihubungkan ketidakcukupan zat gizi secara
menyeluruh.
2. Lebih menuju pada gejala dan tanda pada
malnutrisi karena pada manifestasi klinik
terjadi tidak secaraspesifik
3. Tidak selalu membutuhkan tenaga khusus tapi
dapat dilakukan oleh tenaga paramedis yang
terlatih.
4. Biasanya digunakan survey klinis secara cepat.
5. Mengetahui tingkat status gizi seseorang pada
sign dan symptom (Supariasa,2002).
6. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
Kekurangan :
1. Pemeriksaan yang tidak konsisten jadi sumber
error
Skenario 2|Kelompok F|14
Page 15
2. Ada beberapa gejala klinis yang sulit dideteksi
3. Adanya variasi dari gejala klinis yang timbul
4. Memerlukan banyak tenaga ahli
5. Membutuhkan tenaga professional
3. Sindrom Nefrotik
a. Patofisiologi
Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan hiperkolesterolemia, dan lipiduria
(Prodjosudjadi, 2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu
sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari sindrom
nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang
siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5 tahun. Selain itu
kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan anak
perempuan. (Gunawan, 2006)
Dinding kapiler glomerular terdiri dari 3 barrier permiable yang selektif, yaitu : sel endotel yang
terpisah satu sama lain oleh fenestra, membran dasar glomerular yang terdiri dari matriks protein dan
sel epitel khusus (podosit) yang terhubung satu sama lain oleh adanya celah diafragma di antara
selnya. Secara histologis, sel-sel podosit pada pasien penderita Neprhrotic Syndrome Idiopatik akan
menyatu sehingga morfologis sel berubah walaupun belum ditemukan penyebab pastinya. Namun ada
beberapa petunjuk bagaimana sindrom nefrotik dapat terjadi sesuai dengan studi yang dilakukan oleh
peneliti. Petunjuk utama terjadinya idiopatik Nephrotic Syndrome berkaitan dengan adanya mutasi gen
pada protein penyusun ekspresi podosit pada pasien dengan riwayat Nephrotic Syndrome pada
keluarganya. Permeabilitas glomerular dapat berubah, khususnya pada pasien dengan steroid-
resistant. Petunjuk selanjutnya yaitu perubahan sel limfosit T yang berujung pada perubahan ekspresi
dan fungsi sel-sel podosit dan menyebabkan protein banyak yang terbuang melalui urin (proteinuria).
Petunjuk selanjutnya yakni terjadinya polimorfism gen tertentu pada pasien dengan riwayat keluarga
nephrotic syndrome. Tetapi pada beberapa studi yang dilakukan pada pasien anak penderita sindrom
nefrotik, ditemukan adanya mutasi gen yang mengkode protein sel podosit, sehingga mutasi dianggap
menjadi penyebab utama nefrotik sindrom pada anak-anak.
Dasar terjadinya nefrotik sindrom juga dikaitkan dengan adanya kelainan sistem imun di dalam
tubuh penderita. Pada sebuah studi, telah ditemukan bahwa sel T yang telah dikultur yang berasal dari
penderita nefrotik sindrom berkembang memproduksi faktor X yang mempromosikan terjadinya
proteinuria (selanjutnya dikenal sebagai faktor permiable yang menyebabkan permeabilitas
glomerular berubah) dan memproduksi glikosaminoglikan yang dapat melemahkan atau merusak sel
podosit pada glomerular. Sebuah penelitian lain yang mendukung adanya faktor imunologis pada
Skenario 2|Kelompok F|15
Page 16
nefrotik sindrom menunjukkan penderita HIV nefropati dapat menjadi asal penderita menjadi pasien
nefrotik sindrom, diikuti oleh adanya beberapa virus lain seperti parvovirus 19, SV 40 dan Hepatitis B
dan C.
b. Etiologi
Sindrom nefrotik pertama kali dideskripsikan pada abad ke-15. Sindrom nefrotik didefinisikan
sebagai salah satu penyakit yang terklasifikasi dalam penyakit renal bilateral. Penyakit ini bersifat
idiopatik, yaitu penyakit yang tidak diketahui penyebab terjadinya. Ada 3 pengklasifikasian sindroma
nefrotik secara histologis, yaitu :
1) Minimal Change Nephrotic Syndrome (MCNS)
2) Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)
3) Membraneous nephropathy
MCNS dan FSGS merupakan 2 jenis sindroma nefrotik yang sering terjadi pada anak-anak. Kasus
FSGS meningkat pada anak-anak dan dewasa pada tiga dekade terakhir. Sebanyak 70% penderita
MCNS berusia kurang dari 5 tahun, dimana 20-30% orang dewasa yang memiliki nefrotik sindroma
merupakan penderita dengan jenis MCNS. Sedangkan FSGS berkembang pada anak usia 6 tahun.
Tidak semua kasus MCNS dan FSGS bersifat idiopatik. MCNS dapat timbul akibat tumor limfoid atau
obat-obatan immunomodulator, sedangkan FSGS dapat terjadi pada pasien yang menderita HIV
Nefropati. Kerusakan renal yang serupa dengan idiopatik FSGS juga terjadi pada pasien proteinuria
seperti kerusakan ginjal primer, contohnya gromerulonefritis kronis, nefropatis reflux dan
oligomegaphronia.
c. Sign dan Symptom
Sign :
1) Terdapat edema sebagai akibat manifestasi adanya kandungan protein di dalam urin dalam
jumlah yang banyak (proteinuria). Proteinuria menyebabkan kadar albumin di dalam serum
berkurang sehingga terjadi hipoalbuminemia. Berkurangnya kadar albumin di dalam tubuh
mengakibatkan berkurangnya tekanan onkotik intravaskular sehingga terjadi translokasi cairan
plasma ke dalam ruangan interstisiel sel
2) Menurunnya GFR (Glomerular Filtration Rate)
3) Meningkatnya konsentrasi renin dan aldosteron sebagai manifestasi edema. Edema
menyebabkan cairan yang beredar di sirkulasi berkurang, sehingga merangsang tubuh mensekresi
aldosteron. Kadar aldosteron menjadi tinggi menyebabkan retensi sodium dan cairan di dalam
tubuh meningkat, sehingga memperparah edema (Krause’s Food and Nutrition Therapy, 2008)
4) Terdapat retensi sodium
Skenario 2|Kelompok F|16
Page 17
5) Hiperlipidemia (secara spesifik, kolesterol dan trigliserida) sebagai manifestasi terjadinya
peningkatan lipoprotein di hepar akibat penurunan tekanan osmotik plasma, serta perubahan
enzimatis yang mengubah biosintesis serta degradasi lipid
Symptom :
Anoreksia, cepat merasa lelah, nyeri perut, dan diare
Sumber : Ilmu Kesehatan Anak Nelson, 2000
4. Nutritional Assessment pada Anak Dengan Sindrom Nefrotik
1. Tujuan
Untuk mengumpulkan dan menginterpretasikan data pasien yang relevan baik data subjektif
maupun objektif untuk mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan gizi sebagai akibat dari
sindrom nefrotik yang diderita oleh pasien.
Sumber : IDNT, 2008
2. Metode dan Parameter yang digunakan
Anthropometri
Parameter yang biasa digunakan pada pasien anak umur 5 tahun dengan sindorm nefrotik antara
lain dengan menggunakan berat badan koreksi pada edema dan tinggi badan. Pengukuran tebal
lemak kurang merepresentasikan keadaan gizi sebenarnya akibat adanya edema pada pasien.
Biokimia
Data biokimia yang biasa diambil pada penderita sindrom nefrotik antara lain : albumin, serum
creatinin, protein total, kadar kolesterol, hemoglobin, dan urin tampung pasien
Dietary
Pengumpulan data yang biasa digunakan untuk pasien anak dengan sindrom nefrotik antara lain :
24 hours recall, food 3-day dietary
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pasien anak dengan sindrom nefrotik antara lain :
pemeriksaan adanya edema, tekanan darah, suhu tubuh, kesadaran, nadi,dan frekuensi pernafasan
Ecology
Cara mengumpulkan data dengan wawancara kepada keluarga pasien dengan menanyakan
ekonomi keluarga, pendidikan terakhir ibu atau yang menyiapkan makanan, riwayat penyakit
keluarga, serta riwayat penyakit anak itu sendiri.
3. Analisa dan interpretasi data
Data Dasar Cut off Analisis Interpretasi
AntropometriSkenario 2|Kelompok F|17
Page 18
BB = 23 kg dengan
edema
Koreksi BB pada edema :
- Ringan (bengkak pada
tangan / kaki) = 10%
- Sedang (bengkak pada
wajah dan tangan atau
kaki) = 20%
- Berat (bengkak pada
wajah,tangan dan kaki)
= 30%
BB koreksi = BB
saat ini – koreksi
oedema 23 –
(30%x23) = 16,1
kg
Menggunakan perhitungan WHO
Antro, status gizi pasien menurut
BB/U, Z Score : -0,85 SD
(Menunjukan status gizi baik )
TB/U , Z Score : +0,12 SD
(menunjukan status gizi baik)
BB/TB, Z Scor : -1,58 SD
(Menunjukan resiko mengalami
gizi kurang)
TB = 130 cm 1 tahun lalu
TB Ideal untuk anak usia 4-6 tahun adalah 110
TB = 110 Cm
Biokimia
Total kolesterol 517 mg/dl 108 – 187 mg/dl ( cut off
anak umur 4-6 thn)
Kolesterol ↑↑ Peningkatan kolesterol yang
tinggi menunjukan indikasi
adanya nefrotik sindrom
Hemoglobin 15,4 g/dl 10,7 – 12,7 g/dl (cut off
anak umur 2-6 thn, jemis
kelamin perempuan)
Hb ↑ Manifestasi klinis dehidrasi,
polisitemian, penyakit paru
obstruktif menahun seperti
enfisema dan asma, GJK (gagal
jantung kongestif)
Leukosit 7500 4 – 10 ribu Normal Tidak ada manifestasi klinik
Bilirubin (-) Urin bilirubin : negatif Normal Tidak ada manifestasi klinik
Albumin 2,2 mmol/L 3,5 – 5,2 g/dl (cut off
anak umur 4-6 thn)
Albumin ↓ Penurunan serum albumin akan
mengakibatkan cairan dari
pembuluh vaskuler keluar ke
jaringan-jaringan menyebabkan
edema
Total protein (5,45 g/dl ) 5,9 – 8,0 g/dl (cut off
anak umur >4 thn)
Total protein ↓ Penurunan total protein
mengindikasikan adanya
malnutrisi, kelaparan, gagal
ginjal kronis
Protein (+2 ) Negative Dalam urin
terdapat protein
Indikasi terjadinya proteinuria,
proteinuria merupakan sign and
symptom dari nefrotik sindrom
Ureum (51) 5-18 mg/dl pada anak- Kadar ureum ↑↑ Indikasi ureum tinggi merupakan Skenario 2|Kelompok F|18
Page 19
anak manifestasi dari kerusakan ginjal
Urine tampung (650 cc) 250-750 cc Normal Tidak ada manifestasi klinik
Creatinin (1,05 ) 0,3-1,0 mg/dl pada anak-
anak
Normal Tidak ada manifestasi klinik
SGOT (58 )U/L 7-24 IU/L pada anak-anak SGOT ↑↑ Indikasi kerusakan hati
SGPT ( 35 )U/L 4-25 IU/L pada anak-anak SGPT ↑ Indikasi kerusakan hati
Bilirubin total (o,34)mg/dl 0,2-1,4 mg/dl Normal Tidak ada manifestasi klinik
Bilirubin direct (o.17 )
mg/dl
0-0,4 mg/dl Normal Tidak ada manifestasi klinik
Fisik klinis
-Keadaan umum : cukup Tidak ada manifestasi klinik
-Kesadran : CM Tidak ada manifestasi klinik
-TD =120/90 Sistole 95-110 mmHg,
diastole 60-75 mmHg
(anak usia 3-6 th)
Tek. Darah ↑ Menurunnya tekanan onkotic
menyebabkan edema
generalisata akibat cairan yg
berpindah dari system vaskuler
ke dalam cairan ekstraseluler.
Penurunan sirkulasi volume
darah mengaktifkan system
immune angiotensin,
menyebabkan retensi natrium
sehingga tekanan darah naik.
-RR =20 x/ menit 20-25 x/menit (usia 3-6
tahun)
Normal Tidak ada manifestasi klinik
-N =98x/menit 60-95/menit (usia 3-6
tahun)
Normal Tidak ada manifestasi klinik
-Suhu = 36.5 C Suhu pengukuran
tergantung tempat
pemasangan
thermometer yaitu,
Oral : 35,50 – 37,50 C
Rectal : 36,60 – 380 C
Armpit : 35,80 – 36,60 C
Ear : 36,10 – 37,70 C
Normal Tidak ada manifestasi klinik
-Palpebra ka/ki oedem
-Tangan dan kaki ka/ki
Negative Oedema (+) Menurunnya tekanan onkotic
menyebabkan edema
Skenario 2|Kelompok F|19
Page 20
oedem
-Pitting oedem (+)
generalisata akibat cairan yg
berpindah dari system vaskuler
ke dalam cairan ekstraseluler.
-Perut membesar lingkar
perut 80 cm curiga asites
45,1 – 60,4 (Untuk anak
perempuan usia 5 tahun)
Dicurigai Asites Karena adanya
hipoalbuminemia, cairan keluar
ke ruang intersisiel di daerah
lingkar abdomen sehingga perut
terlihat besar
Dietary History
a. Riwayat gizi dahulu :
- Makan 3x sehari
- Nasi 1 centong (100 gr)
- Sayur : kangkung,
bayam, wortel, sawi,
suka sayur berkuah
(100 gr)
- Lauk nabati : tempe
( hampir setiap kali
makan) 1 potong
sedang
- Lauk hewani : ayam 1
potong sedang (2x/
minggu), daging sapi 1
potong sedang
(1x/bulan), telur ayam
tidak pernah karena
alergi
- Minuman : susu setiap
pagi 1 gelas belimbing,
air putih
- Snack : gorengan
setiap hari (yang paling
sering dikonsumsi
adalah pisang goreng
dan weci), kripik,
Pola pasien 3X sehari dengan
porsi nasi 100 gr dan sayur 100
gr sudah baik, namun pasien
memiliki kebiasaan
mengkonsumsi snack, keripik,
gorengan dan makanan kemasan
setiap hari, hal inilah yang
membuat kadar kolesterol
pasien sangat tinggi. Selain itu
pasien tidak pernah
mengkonsumsi telur ayam
karena alergi, hal ini
menyebabkan kadar albuminnya
rendah dihubungkan dengan
nefrotik sindrom yang diderita
pasien.
Skenario 2|Kelompok F|20
Page 21
makanan kemasan
- Alergi telur ayam
b. Riwayat gizi sekarang
Setlah masuk RS diet
yang diberikan adalah
nasi TPRG. Asupan zat
gizi pasien tanggal 29
agustus 2012. Energi
(80,59 %), protein
(89,6%), lemak (75,7%),
karbohidrat (72,4%),
cairan 800 cc
Dari data 24 hour recall dapat di
interpretasikan bahwa pasien
kekurangan intake energy,
protein, karbohidrat, dan lemak.
Karena dari prosentase tersebut
tidak mencapai total kebutuhan
pasien (100%).
Data riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit dahulu
: thypus saat usia 4
tahun
Ada hubungan antara demam
tifoid dengan sindrom nefrotik
secara fisiologi. Demam tifoid
dapat menajdi komplikasi
sindrom nefrotis ketika penyakit
demam tifoid tersebut tidak
tertangani dalam jangka waktu
yang lama atau mengkonsumsi
obat dalam jumlah yang banyak
(multidrugs). Sedangkan dalam
kasus ini tidak dijelaskan berapa
lama pasien menderita demam
tifoid dan obat apa saja yang
dikonsumsi. Sehingga
diasumsikan demam tifoid yang
dialami oleh pasien 1 tahun yang
lalu sudah tertangani. Dan ini
menunjukkan tidak ada
hubungan antara penyakit tipus
pasien 1 tahun yang lalu dengan
sindrom nefrotik yang dialami
pasien sekarang.
Skenario 2|Kelompok F|21
Page 22
b. Riwayat penyakit
sekarang :
Seorang anak berusia 5
tahun datang dengan
keluhan bengkak pada
seluruh tubuh sejak 2
minggu SMRS. Pasien
merasa bengkak
terutama pada kelopak
mata, pipi, perut,
tangan, dan kaki.
Bengkak pada kelopak
mata disarankan
terutama saat bangun
tidur, dan bengkak tidak
berkurang pada siang
dan sore hari, bengkak
pada tangan dan kaki
juga tidak berkurang
Manifestasi dari nefrotik sindrom
b. Riwayat penyakit
keluarga : ayah
menderita gagal ginjal
akut sejak 1 tahun
yang lalu karena
kecelakaan
Riwayat penyakit keluarga yaitu
ayah menderita gagal ginjal akut
sejak 1 tahun yang lalu bukan
merupakan etiologi yang
mendasari terjadinya nefrotik
syndrome kepada anak karena
penyakit GGA yang diderita ayah
pasien disebabkan trauma
berat / kecelakaan
Sosial ekonomi
Skenario 2|Kelompok F|22
Page 23
- Penghasilan orang tua : Rp
800.000 – 1.000.000/bulan
- Jumlah anggota keluarga : 5 orang
terdiri : ayah, ibu, 3 orang anak
- Tinggal dengan orang tua dan 2
orang kakak (kakak pertama
perempuan sekolah SMA, kakak
kedua laki – laki sekolah kelas 4
SD)
- Pekerjaan orang tua : Ayah
sopir angkut, Ibu ibu rumah
tangga dan menjual gorengan di
depan rumah
- Pendidikan orang tua : Ayah
SMA, Ibu SMP
- Yang menyediakan makan di
rumah : ibu dan kakak pertama
- Ayah bekerja dari jam 06.00 –
20.00, cenderung memanjakan
anak – anaknya, Ibu sangat peduli
dengan kesehatan anak –
anaknya, bersikap tegas
- Pengasilan keluarga rendah
- Tingkat pendidikan ibu yang
rendah mengakibatkan
rendahnya pengetahuan
terkait penyediaan makanan
pada keluarga
- Ibu yang berprofesi sebagai
penjual gorengan
menyebabkan anak memiliki
kebiasaan mengkonsumsi
makanan (gorengan ) tinggi
karena selalu tersedia di
rumah
- Pola asuh yang kurang benar
( ayah selalu memanjakan
anak ) sehingga segala
permintaan anak selalu
dituruti termasuk membeli
snack keripik dan makanan
kemasan
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada pasien sindrom nefrotik
- Gangguan fungsi ginjal
Adanya gangguan pada fungsi ginjal dapat menyebabkan terjadinya kebocoran protein pada urin
sehingga mengalami proteinuria. Kehilangan protein dalam jumlah banyak dalam waktu yang lama
dapat mempengaruhi statu gizi terutama pada anak. Karena fungsi dari protein tersebut sebagai
pertumbuhan. Jika protein banyak yang terbuang dan pasien mengalami defisiensi protein, maka
dapat menyebabkan terjadinya masalah gizi kurang dan gangguan pertumbuhan (stunting).
- Infeksi, diare, dan anoreksia
Pada pasien dengan sindrom nefrotik snagat beresiko terkena infeksi yang dapat mempengaruhi
status gizi pasien. Pada pasien dengan sindrom nefrotik akan mengalami gejala berupa diare dan
anoreksia. Hal ini mempengaruhi kemampuan intake makan pasien dan penyerapan gizi pasien
menjadi berkurang. Jika hal tersebut terjadi, maka dapat menyebabkan terjadinay malnutrisi gizi
kurnag (underweight).
Skenario 2|Kelompok F|23
Page 24
- Ekonomi kurang
Penghasilan keluarga pasien yang kurang (800.000 – 1.000.000 dengan 5 anggota kelaurga)
berpengaruh terhadap kemampuan akses makanan dan ketersediaan pangan rumah bekurang
dimana hal ini akan berpengaruh langsung pada intake makanan pasien yang kurang baik dari
kuantitas maupun kualitas. Intake makanan yang kurang baik dari segi kualitas dan kauntitias akan
berpengaruh terhadap status gizzi pasien.
- Pengetahuan yang kurang
Pengetahuan yang menyediakan makanan pasien kurang ditandai dengan pendidikan terakhir Ibu
adalah SMP dan kakak masih SMA, dapat menyebabkan secara langsung terhadap pola makan
pasien. Pola makan pasien yang salah dapat mempengaruhi status gizinya.
- Adanya alergi telur
Karena adanya sindrom nefrotik yang diderita oleh pasien, membuat pasien membutuhkan asupan
protein yang lebih banyak daripada kebutuhan normal dengan protein yang mudah cerna. Protein
yang mudah cerna berasal dari protein hewani. Sedangkan pasien berasal dari keluarga yang
tingkat ekonominya rendah dimana jarang mengkonsumsi daging dan ayam. Sebagai pengganti
daging dan ayam, bahan makanan yang murah dan mengandung asam amino yang lengkap serta
mudah cerna sebagai pengganti daging dan ayam adalah telur. Dengan adanya alergi telur pada
pasien akan mempengaruhi intake protein pada pasien. Ketidakcukupan intake protein dapat
mempengaruhi status gizi pasien.
5. Interaksi Obat dan Makanan Pada Pasien
a. Cefotaxime
Cefotaxime merupakan obat antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai khasiat
bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Cefotaxime sangat stabil
terhadap hidrolisis beta laktamase dan aktivitas spektrumnya lebih luas. Aktivitasnya lebih besar
terhadap bateri gram negatif, sedangkan aktivitas terhadap bakteri gram positif lebih kecil, tetapi
beberapa streptococci sangat sensitif terhadap cefotaxime. Cefotaxime dapat membunuh bakteri
baik karena jangkauan spektrumnya yang luas. Cefotaxime dapat diberikan secara IV dan IM. Masa
paruh eliminasi pendek, diberikan tiap 12 jam dan mencapai dalam waktu 10 jam. Dosis untuk
sensitifitas gram negatif dan gram positif untuk anak 50 mg/kg BB/8-12 jam. Untuk mengurangi
infeksi diberikan setiap 6 jam. Apabila pasien menderita sensitif terhadap Cefotaxime diberikan
pasien dg diet rendah garam. Pemberian dosis perlu diperhatikan karena bisa toksik. Interaksi yang
ditemukan sementara ini adalah interaksi dengan obat yaitu pemberian bersama dengan
probenecid menyebabkan konsentrasi plasma cefotaxime dan metabolit desacetyl menjadi lebih
tinggi dan bertahan lebih lama.
Skenario 2|Kelompok F|24
Page 25
b. Furosemide
Furosemid adalah obat yang digunakan untuk mengurangi bengkak atau edema dan
penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam masalah kesehatan, termasuk penyakit
jantung dan hati, juga digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Furosemid bekerja dengan memblocking absorbsi garam dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga
menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh. Furosemid mengatasi edema
anasarka dengan 1-2 mg/kg BB sebanyak 2x sehari via oral. Bila edema menetap maka diberikan
albumin IVFD 0,5-1 gr/kg BB atau plasam 10-20 ml/kg BB/hari kemudian dilanjutkan dengan
furosemide intravena 1 mg/kg BB/kali. Interaksi sesama obat dengan cefotaxime dapat
meningkatkan toksiksitas furosemide dengan reaksi farmakodinamik.
Interaksi yang ditemukan adalah interaksi dengan makanan, yaitu konsentrasi furosemid akan
menurun dengan adanya makanan sehingga bioavalibilitas menurun, hal ini juga secara langsung
menurunkan efek diuretiknya. Bahan makanan yang harus dihindari antara lain dong quai, efedra,
yohimbe, ginseng (memperparah hipotensi), bawang putih (dapat meningkatkan efek hipertensi)
dan batasi juga penggunaan licorice. Dosis untuk anak-anak dengan oral adalah sebesar 0,5-2
mg/kg BB, diminum sebanyak 2-3 kali sehari. Maksimun 12 mg/KG BB atau = 80 mg/hari. Furosemid
juga dapat menurunkan kadar kalsium, Mg, K, Vit B1, B6, C jika dikonsumsi melampaui batas dosis
yang ditentukan. Disarankan diet tinggi Kalium dengan makan buah-buahan seperti pisang ,
kentang dan jeruk. Dan jika dilakukan pemberian bersama suplemen karkoal maka dapat
menurunkan absorpsi.
Furosemid merupakan obat diuretik. Diuretik yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi
dan volume darah dalam sirkulasi menurun dan mungkin juga menyebabkan terjadinya trombosis
dan emboli. Pasien yang akan diberikan terapi furosemid harus diobservasi untuk tanda atau gejala
atau ketidakseimbangan elektrolit, selain itu kenaikan gula darah juga harus diobservasi. Dengan
adanya efektifitas diuretik, maka deplesi elektrolit dapat terjadi selama terapi furosemid,
khususnya pada pasien yang menerima dosis tinggi.
c. Prednisone
Prednison merupakan pengobatan sindrom nefrotik idiopatik pertama sesuai anjuran ISKDC.
Pemberian prednison pada pasien sindrom nefrotik anak terbukti menurunkan tingkat kematian
penderita sindrom nefrotik hingga 35%. Hal ini disebabkan prednison mampu menurunkan
kemungkinan terjadinya infeksi serius. Interaksi dengan kalsium dapat menyebabkan defisiensi
kalsium, sedangkan pasien mengkonsumsi susu setiap hari. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara kadar kolesterol total darah sebelum dan sesudah terapi
prednison dosis penuh pada anak-anak yang menderita sindrom nefrotik sensitif steroid. Pada
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa rerata kadar kolesterol total darah anak penderita
Skenario 2|Kelompok F|25
Page 26
sindrom nefrotik mengalami penurunan. Dalam jangka panjang prednisone bisa merubah komposisi
tubuh, dan jaringan adiposa meningkat. Dapat pulan menyebabkan osteoporosis dan gangguan
ginjal. Hindari tinggi gula, tinggi lemak atau asam dan tinggi protein.
6. Diagnosa gizi
NI-1.4 Ketidakcukupan intake energi dihubungkan dengan kurangnya asupan makan pada awal masuk
rumah sakit dibuktikan dengan hasil 24 hour recall energinya sekitar 80,5% sedangkan kebutuhan
energi 2152,8 kkal, protein 89,6% sedangkan kebutuhan protein 34,5 gr, lemak 75,7% sedangkan
kebutuhan lemak 59,8 gr, karbohidrat 72,4% sedangkan kebutuhan karbohidrat 332,92 gr.
NC-2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi yang dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal
dibuktikan dengan penurunan kadar albumin yaitu 2,2 gr/dl, penurunan kadar protein total 5,45
g/dl,adanya edema, riwayat penyakit pasien yaitu sindrom nefrotik.
NI-5.4 Penurunan kebutuhan zat gizi tertentu yaitu natrium dihubungkan dengan kegagalan fungsi ginjal
yang disebabkan nefrotik sindrom yang dibuktikan dengan adanya oedem.
NI-5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi spesifik yaitu albumin dan protein dihubungkan dengan gangguan
fungsi ginjal dibuktikan dengan penurunan kadar albumin 2,2 gr/dl dan penurunan kadar total
protein 5,45 gr/dl, serta diagnose medis pasien yaitu sindrom nefrotik.
NI-3.2 Kelebihan intake cairan dihubungkan dengan adanya sindrom nefrotik dibuktikan dengan adanya
edema.
NB-1.2 Kebiasaan makanan yang salah dihubungkan dengan kurangnya pengetahuan dibuktikan dengan
pasien sering mengonsumsi gorengan dan pendidikan terakhir yang menyiapkan makanan pasien
adalah SMP.
Skenario 2|Kelompok F|26
Page 27
BAB II
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
a. Nutritional Assessment adalah langkah awal yang komprehensif dan digunakan untuk
menggambarkan/menentukan status gizi dengan cara menginterpretasikan informasi dari data
antropometri, biokimia, clinical dan dietary kemudian dilanjutkan pada nutrition diagnosis. Tujuan
dari nutritional assessment adalah :
a) Mengidentifikasi individu yg membutuhkan dukungan zat gizi penuh
b) Memperbaiki dan memelihara status gizi individu
c) Mengidentifikasi NCP yang sesuai
d) Memonitor perkembangan pada intervensi yang dilakukan
Jenis data yang dikumpulkan dalam proses nutritional assessment antara lain :
a) Nutritional adequary (dietary history/nutrient intake)
b) Status kesehatan ( antropometri dan biokimia, keadaan fisik klinis, keadaan penyakit dan
psikologis)
b. Data objektik adalah data yang diperoleh dari data pemeriksaan, serta sumber lain yang dapat
diukur oleh anggota tim penilai.
a) Fungsi dari data objektif adalah mengetahui hubungan antara kesehatan asupan gizi dan
penyakit kronis sebagai acuan dalam memonitoring serta identifikasi status gizi dan dalam
penegakkan diagnose maupun intervensi gizi
b) Cara pengumpulan data adalah dengan interview, observasi, dan pengukuran. Info dari
petugas kesehatan yang merujuk pada rekam medic dan tes lab
c) Yang termasuk dalam data objektif adalah antropometri, biokimia, fisik/klinis
c. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat atas situasi dan
kejadian.
a) Fungsi dari sata subjekti adalah mengetahui intake makanan dan status gizi dari kebiasaan
makan
b) Cara Pengumpulan Data : Kuisioner dan Interview
d. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala akibat gangguan ginjal. Gangguan tersebut
diakibatkan hiperpermeabilitas sel pododit glomerular akibat mutasi. Penyebab mutasi sel
podosit rata-rata idiopatik pada anak. Hiperpermeabilitas menyebabkan kebocoran protein
dalam urea (proteinuria), penurunan kadar albumin (hipoalbuminemia), hiperkolesterolemia,
dan edema. Gejala yang dirasakan oleh pasien sindrom nefrotik antara lain : nyeri perut, cepat
merasa lelah, anoreksia, dan anemia.
Skenario 2|Kelompok F|27
Page 28
e. Parameter nutritional assessment yang tepat pada pasien anak dengan mengalami sindrom
nefrotik antara lain :
1. Anthropometri : pengukuran berat badan dan tinggi badan dimana perhitungan berat badan
dengan menggunakan berat badan koreksi. Kemudian menghitung status gizi dengan
menggunakan BB/U, TB.U, PB/U
2. Biokimia : mengukur kadar albumin, serum creatinin, total protein, protein urin, ureum, dan
kadar kolesterol.
3. Fisik/klinis : Adanya edema, tekanan darah, RR, nadi, suhu, dan kesadaran pasien
4. Dietary : dengan menggunakan 24 hours recall
5. Ecology : mengetahui riwayat penyakit keluarga pasien, penghasilan, riwayat penyakit
pasien dulu, dan pengetahuan yang meneyediakan makanan pasien
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pasien : adanya infeksi, diare, anoreksia, gangguan
pada ginjal, ekonomi keluarga, pengetahuan yang menyediakan makanan, dan alergi telur.
g. Obat-obat yang dikonsumsi oleh pasien (cefotaxime, prednisone, dan furosemide) memiliki
interaksi dengan makanan sehingga perlu diperhatikan dalam pemberian dietnya.
h. Diagnosa gizi : NI-1.4
NC-2.2
NI-5.4
NI-5.1
NI-3.2
NB-1.2
B. REKOMENDASI
Skenario dalam PBL week satu ini dapat menambah dan memperdalam pengetahuan sehingga
mahasiswa tidak terlalu kesulitan dalam pembahasannya. Selain itu mampu melatih mahasiswa untuk
berpikir kritis. Namun, terdapat beberapa mahasiswa yang merasa kebingungan jika terdapat istilah
yang kurang dimengerti karena masing-masing sumber memiliki definisi yang berbeda-beda.
Diharapkan skenario selanjutnya dapat dipertahankan mengenai tujuan pembelajaran yang lebih
spesifisik.
Skenario 2|Kelompok F|28
Page 29
BAB IIIDAFTAR PUSTAKA
Adisty, Cyntia. 2012. Asuhan gizi Nutrition Care Process. Jakarta : Graha Ilmu
Agrawal, Susan. 2008. Normal vital sign in children: Heart RATE, Respirations, Temperature, and Blood Pressure. Complex Child E-Magazine
Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.
Bell F. 2002. Assessment and Management of the Child with Nephrotic Syndrome. Pediatric Nursing. 14, 1, 37-
42. London, Middlesex University
Gibson, Rosalind. 2005. Principle of Nutrition Assessment Second Edition. Oxford University Press : New York.
Halaman 814-816
Gunawan Baskoro, Adhi. 2011. Kadar Kolesterol Darah Anak Penderita Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
Sebelum dan Sesudah Terapi Prednison Dosis Penuh.Semarang, Universitas Diponegoro
Handayani, Irda. 2007. Gambaran Kadar Kolesterol, Albumin dan Sedimen Urin Penderita Anak Aindroma
Nefrotik. Makasar, Universitas Hasanudin
International Dietetics and Nutrition Terminology (IDNT) Reference Manual : Standardized Language for the
Nutritional Care Process. 2008.
Kevin Loughling, et al. 2006. The Guide off-Label Prescription Drugs. New York : The Philip Lief Group, Inc.
klieyman, Robert M,etc. 2007. Nelson teksbook of pediatrics 18th edition. Elsevier:USA
L. Kathleen Mahan, MS, RD, CDE and Sylvia Escott-Stump, MA, RD, LDN. 2008. Krause’s Food and Nutrient
Therapy.
Nyoman Putra Arcana. 1999. Infeksi Saluran Kemih pada Sindrom Nefrotik. Semarang, Universitas Diponegoro
Supariasa I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.
S. Gipson, Debby ; et al. 2009. Management of Childhood Onset Nephrotic Syndrome, Official Journal of the
American Academy of Pediatrics. America, University of North Carolina
Scientific Affairs and Research. International Dietitian and Nutrition Terminology (IDNT). Reference Manual :
American Dietetics Association ; 2008.
Skenario 2|Kelompok F|29
Page 30
BAB IVTIM PENYUSUN
KETUA : Melisa Purnamasari (105070300111028)
SEKRETARIS 1 : Olga Lona Magdalena (105070300111032)
SEKRETARIS 2 : Puji Lestari (105070300111059)
ANGGOTA : Meilina Sari (105070300111027)
Yeny Kusuma W (105070300111030)
Devina Yudianti (105070300111060)
Mifa Indra (105070300111061)
Cynthia Herdiana (105070300111062)
Intrida Anggi P (105070301111024)
Apriliana Ratna (105070301111027)
Titis Auliyana (105070301111029)
Alivia Bimantari (105070303111001)
Nur Pratiwi H (105070307111011)
Zahrina Tresna W (105070307111015)
FASILITATOR : Linggar
PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
- Mengarahkan mahasiwa dengan baik dan tepat pada waktunya apabila topik yang dibicarakan melenceng
dari pembahasan yang sebelumnya
- Tidak memihak kepada pendapat mahasiswa, jadi bersikap netral
- Mampu memberikan arahan yang tepat pada waktunya
- Mampu membimbing dengan baik sehingga mahasiswa menjadi terlatih dan bersungguh-sungguh dalam
mengikuti pembelajaran
2. KOMPETENSI/HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
- Mahasiswa memahami jenis-jenis data, cara pengumpulannya, fungsinya, serta kelemahan dan kelebihan
dari masing-masing jenis data tersebut
- Mahasiswa mampu memahami patofisiologi, etiologi, serta sign dan symptom dari penyakit
- Mahasiswa mampu melakukan nutritional assessment yang tepat pada pasien anak umur 5 tahun dengan
mengalami sindrom nefrotik
- Mahasiswa mampu melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara benar pada pasien anak
umur 5 tahun dengan menderita sindrom nefrotik
Skenario 2|Kelompok F|30
Page 31
- Mahasiswa mampu menganalisa dan menginterpretasikan data-data yang dimiliki oleh pasien dengan
menggunakan cut off point yang sudah dibakukan
- Mahasiswa mengetahui faktor-faktor yang memepengaruhi status gizi pada pasien anak dengan sindrom
nefrotik
- Mahasiswa mampu menegakkan diagnose gizi dari pasien anak umur 5 tahun dengan mengalami sindrom
nefrotik.
Skenario 2|Kelompok F|31
Page 32
Skenario 2|Kelompok F|32