HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI PENILAIAN PROSES DAN PRODUK DALAM PEMBELAJARAN YANG BERBASIS KOMPETENSI 1 OLEH PROF Dr NYOMAN DANTES 2 1. Pendahuluan Abad Melinium yang dicirikan dengan era global telah menuntut peningkatakan daya saing dan kompetisi yang terbuka. Hal itu, telah menimbulkan orientasi baru dalam pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yang bermakna, karena dengan pendidikan yang bermakna akan dapat menolong kita, sedangkan pendidikan yang tidak bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu pembelajaran yang bermakna menjadi isu penting dalam pendidikan seperti yang telah dilaporkan oleh the International Commission on Education for the Twenty-first Century (Delors, 1995), suatu komisi yang dibentuk oleh UNESCO dan bertugas mengkaji pendidikan yang tepat untuk abad ke-21. Laporan itu mengatakan bahwa untuk memenuhi tuntutan kehidupan masa depan, pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar sepanjang hayat; baik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap maupun untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan harus bersandar pada empat pilar pendidikan, 1 Makalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara 2 Guru Besar Makropedagogik Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. 1
29
Embed
HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI … · Web viewSifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut mengindikasikan bahwa jenis tes objektif (seperti tes pilihan ganda, benar-salah, dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI PENILAIAN PROSES DAN
PRODUK DALAM PEMBELAJARAN YANG BERBASIS KOMPETENSI1
OLEH
PROF Dr NYOMAN DANTES2
1. Pendahuluan
Abad Melinium yang dicirikan dengan era global telah menuntut peningkatakan
daya saing dan kompetisi yang terbuka. Hal itu, telah menimbulkan orientasi baru dalam
pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yang
bermakna, karena dengan pendidikan yang bermakna akan dapat menolong kita,
sedangkan pendidikan yang tidak bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu
pembelajaran yang bermakna menjadi isu penting dalam pendidikan seperti yang telah
dilaporkan oleh the International Commission on Education for the Twenty-first Century
(Delors, 1995), suatu komisi yang dibentuk oleh UNESCO dan bertugas mengkaji
pendidikan yang tepat untuk abad ke-21.
Laporan itu mengatakan bahwa untuk memenuhi tuntutan kehidupan masa depan,
pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi
relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar
sepanjang hayat; baik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap maupun
untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling
ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan harus bersandar pada empat pilar
pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni peserta didik mempelajari pengetahuan, (2)
learning to do, yakni peserta didik menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan
keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik belajar menggunakan pengetahuan
dan keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni peserta didik
belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya
saling menghargai antara sesama manusia. Dengan demikian, pendidikan saat ini harus
mampu membekali setiap peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai
dan sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan
(knowledge-based) tetapi mencerminkan keempat pilar di atas. Melalui keempat pilar
itulah dapat terbentuk kompetensi.
1 Makalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara2 Guru Besar Makropedagogik Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
1
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dimiliki dan
dikuasai peserta didik yang dapat tertampilkan secara nyata dalam memecahkan
/menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupan. Jadi seseorang dikatakan kompeten apabila
padanya terbentuk suatu kemampuan yang dapat diandalkannya dalam menghadapi
tuntutan kehidupan. Dengan kata lain, kompetensi dibangun agar setiap individu dapat
survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dalam era global ini.
Pembentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat
komprehensif, dalam arti, asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Bila
pada masa yang lalu fokus pembelajaran adalah pada produk belajar, pada masa
sekarang proses dan produk mendapat porsi perhatian yang seimbang. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik.
Untuk meyakinkan hal tersebut, perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping
itu, dengan dilakukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik
untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk
terbaik.
2. Terminologi dalam Khasanah Asesmen
Dalam konteks pendidikan dewasa ini, istilah asesmen lebih banyak digunakan
dibandingkan dengan pada masa-masa yang lalu. Penggunaan istilah asesmen digunakan
bersama-sama dengan istilah evaluasi dan pengukuran. Memang, menurut Popham (1975),
pengertian pengukuran dan evaluasi berbeda. Pengukuran adalah suatu tindakan
menentukan sejauhmana (the degree to which) seseorang memiliki suatu atribut tertentu.
Penentuan itu dilakukan dengan memberikan angka (disebut skor) terhadap atribut
tersebut. Evaluasi adalah keseluruhan proses untuk memutuskan apakah sesuatu baik atau
tidak, bermanfaat atau tidak, dan seterusnya. Jadi, pengukuran adalah status
determination, sedangkan evaluasi adalah worth determination.
Dalam kaitannya dengan asesmen, Popham mengatakan bahwa asesmen seringkali
dimaksudkan sama dengan evaluasi. Kata asesmen dianggap lebih ‘ramah’ dibandingkan
dengan evaluasi. Setelah dua puluh tahun, Popham (1995) lebih menekankan lagi bahwa
pada hakikatnya kata asesmen maupun evaluasi secara prinsip tidaklah berbeda, dan
menggunakannya dengan makna yang sama.
Menurut Salvia dan Ysseldike (1994) asesmen adalah suatu proses mengumpulkan
data dengan tujuan agar dapat dilakukan keputusan mengenai suatu objek. Popham (1975)
mengatakan bahwa asesmen adalah suatu upaya formal untuk menentukan status objek
2
dalam berbagai aspek yang dinilai. Nitko (1996) mengatakan bahwa asesmen merupakan
suatu proses mendapatkan data yang digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai
pebelajar, program pendidikan, dan kebijakan pendidikan. Jika dikatakan ’mengases
kompetensi pebelajar’, maka itu berarti pengumpulan informasi untuk dapat ditentukan
sejauhmana seorang pebelajar telah mencapai suatu target belajar.
3. Asesmen Berbasis Kompetensi
Pendidikan adalah proses pemenusiaan manusia, maka dari itu dalam tataran yang
lebih operasioanal dapat dikatakan bahwa tuntutan pendidikan adalah terbentuknya
kompetensi pada peserta didik (terlepas dari apakah kurikulum yang sekarang tetap
digunakan atau diganti, tetapi pembentukan kompetensi adalah merupakan suatu
keharusan). Untuk itu, perlu dilakukan pembenahan dalam praktik pembelajaran di
sekolah, termasuk praktek asesmennya. Asesmen berbasis kompetensi merupakan
asesmen yang dilakukan untuk mengetahui kompetensi seseorang. Kompetensi adalah
atribut individu peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat
individual; sehingga ia disebut asesmen berbasis kelas. Untuk memastikan bahwa yang
diases tersebut benar-benar adalah kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka
asesmen harus dilakukan secara otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari).
Asesmen otentik bersifat on-going atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus
dilakukan kepada proses dan produk belajar. Dengan demikian, asesmen berbasis
kompetensi memiliki sifat otentik, berkelanjutan, dan individual.
Sifat-sifat asesmen berbasis kompetensi tersebut mengindikasikan bahwa jenis tes
objektif (seperti tes pilihan ganda, benar-salah, dan lain-lain) yang dimasa lalu
mendominasi penilaian di sekolah tidak lagi relevan saat ini. Sudah saatnya (dan secepat
mungkin) proses pembelajaran ditopang secara kukuh dengan penggunaan asesmen
otentik seperti asesmen kinerja, evaluasi diri, esai, asesmen portofolio, dan projek.
4. Implementasi Asesmen Otentik
a. Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-
tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan
dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang
ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil
yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.
3
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil
kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis
untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program
tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja
(performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring
guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas,
dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi
komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen
tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic
scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu
performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa
unsur dominan dari suatu performansi.
b. Evaluasi Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat
kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun
kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement
goal). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses dan
pencapaian tujuan belajarnya.
Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri
merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu
pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang
merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan
kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa,
ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan
tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang
lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi
(achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-
judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’?
Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’
4
Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk
membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan
bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan
self-reaction dalam model di atas. Model tersebut digambarkan dalam bagan berikut.
Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses
belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross
menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan
empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua
komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tahu
bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan
umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka
untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Guru mengajak
peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk
sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini
dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian
adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan
menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan
5
(1)Goals
(2)Effort
(3)Achievement
Self-evaluation
(4)Self-judgment
(5)Self-reaction
(6)Self-confidence
mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri
dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya.
c. Esai
(Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban, akan
tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas.
Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka
(extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung
pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau
menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka
atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1)
(4) Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri
9
c). Analisis portofolio peserta didik
(1) Mengumpulkan folder
(2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi
(3) Memadukan berbagai informasi yang ada
(4) Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati
(5) Melaporkan hasil asesmen
e. Projek
Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek (project approach) adalah
investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, peserta didik mendapat
kesempatan mengaplikasikan keterampilannya. Pelaksanaan projek dapat dianalogikan
dengan sebuah cerita, yaitu memiliki awal, pertengahan, dan akhir projek. Karena itu,
projek biasanya memiliki tiga fase utama, yaitu:
(1) Fase Perencanaan; dalam fase ini guru menyusun suatu Tugas Projek yang berisi: tema
atau topik projek, dan petunjuk tentang apa yang mesti dilakukan oleh peserta didik.
Biasanya, sebelumnya hal-hal tersebut di atas didiskusikan dulu oleh guru dengan peserta
didik.
Tugas projek dapat berbentuk pertunjukan (misalnya, drama), konstruksi
(misalnya, membangun sebuah kolam ikan), karya tulis (misalnya, KIR). Contoh tugas
projek:
1. Tema : Pertunjukan Drama
2. Petunjuk :
- Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya
- Setiap kelompok terdiri dari 5 – 10 orang peserta didik
- Pertunjukan akan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2006 di auditorium sekolah
- Lama waktu pertunjukan adalah satu jam untuk setiap kelompok, karena itu
naskah dapat dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya
(2) Fase Pengembangan; dalam fase ini peserta didik mencari bahan, memodifikasi
naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara terbimbing maupun mandiri.
(3) Fase Akhir; dalam fase ini peserta didik menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa
petunjukan drama.
10
5. Penutup
Setiap inovasi dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan
institusional baik yang bersifat lokal, regional, maupun nasional. Dalam kaitannya dengan
penggunaan asesmen otentik dalam pembelajaran, perlu ditentukan/disepakati paling tidak
dalam lingkup sekolah (peserta didik, guru, dan administratur sekolah) bagaimana
asesmen dapat dilakukan. Misalnya, untuk menilai ketiga domain belajar melalui asesmen
portofolio, guru dapat berdiskusi dengan sesama guru mengenai bobot setiap domain.
Demikian pula untuk penilaian dalam rapor, perlu dibicarakan dengan administratur
sekolah (disamping pertimbangan profesional guru itu sendiri) sejauhmanakah hasil
penilaian portofolio dapat digunakan untuk menentukan nilai rapor. Ini juga tergantung
pada kebijakan terhadap portofolio itu sendiri, apakah hanya dihargai sebagai tugas, atau
sebagai bahan penilaian formatif, dan bahkan sumatif (penulis sendiri tidak setuju jika
portofolio dihargai hanya sebagai tugas mengingat informasi dari portofolio sangat
otentik). Sebagai perbandingan, beberapa distrik di Amerika Serikat menggunakan
portofolio sebagai bahan asesmen secara menyeluruh (formatif dan sumatif); bahkan
belakangan ini santer dibicarakan agar asesmen portofolio digunakan sebagai standar
penilaian nasional.
11
Referensi
Buchori, M. (2000). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Delors, J. (1996). Learning: The Treasure Within. France: UNESCO Publishing.
Marhaeni, A. A. I. N. (2006). Menggunakan Pembelajaran Kontekstual di SMP. Makalah disampaikan dalam workshop tentang pembelajaran di SMP Negeri 1 Negara, tanggal 31 Juli 2006. Nitko A.J. (1996). Educational Assessment of Students, 2nd
Ed. Columbus Ohio : Prentice Hall.
O’Malley, J.M. & Valdez Pierce, L. (1996). Authentic Assessment for English Language Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon.
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta
Rolheiser, C. & Ross, J. A. (2005) Student Self-Evaluation: What Research Says and What Practice Shows. Internet download.
Wyaatt III, R.L. & Looper, S. (1999). So You Have to Have A Portfolio, a Teacher’s Guide to Preparation and Presentation. California: Corwin Press Inc.
Berikut ini diberikan contoh penggunaan asesmen portofolio dalam pembelajaran Bidang Studi Bahasa Indonesia. Kemampuan bahasa yang terlibat secara terpadu adalah membaca, menulis, dan apresiasi (sastra).
mampu membuat ringkasan sepanjang 3 – 5 kalimat tentang isi bacaanmampu menjawab sejumlah pertanyaan tentang isi bacaan secara keseluruhanmenunjukkan minat untuk membaca wacana naratifmampu melakukan perbaikan terhadap draf karangan yang dibuatmampu membuat sebuah karangan pendek dengan isi, organisasi, dan tata bahasa yang baikmenunjukkan minat terhadap aktivitas mengarang utamanya naratifmampu menampilkan suatu drama pendek dalam kelompok (sepanjang 5-7 menit)menunjukkan kerjasama dalam persiapan drama pendek
2. Materi : Wacana naratif dari kesusastraan Indonesia Modern dengan topik Kasih Sayang.3. Kegiatan belajar Mengajar (sesuai dengan kompetensi dasar, seperti aktivitas belajar mandiri,
kelompok, dan klasikal): 4. Asesmen : Portofolio
4.1 Proses (kompetensi dasar 2.1, 2.3, 2.4, 2.6, dan 2.8)4.2 Produk (kompetensi dasar 2.2, 2.5, dan 2.7)
2. Pengembangan Instrumen Portofolioa. Yang memfasilitasi proses
Kompetensi dasar 2.1 : membuat ringkasan (membaca mandiri)
Jurnal MembacaJudul Buku: ………..Tanggal mulai : Tanggal selesai:NO. TGL. HALAMAN RINGKASAN KOMENTAR
(misalnya, hal. 1 – 15)
(tentang isi yang dibaca) (perasaan/pendapat tentang alur/topik/tokoh, dll).
Tidak1. Saya suka membaca cerita apapun, terutama kisah-kisah orang terkenal2. Saya lebih banyak membaca cerita untuk waktu luang saya3. Saya tidak sabar untuk mengetahui akhir dari kisah yang saya baca4. Banyak hal yang menarik dalam cerita-cerita yang saya baca5. Saya sering melihat kehidupan dalam cerita-cerita
13
6. Dst……..
Kompetensi Dasar 2.4: Proses Menulis
Ceklis untuk Isi dan Organisasi Tulisan/KaranganNo. Deskripsi Cek1. Topik karangan cukup spesifik2. Ide-ide utamanya baik3. Setiap ide dikembangkan dengan detail cocok yang cukup4. Detail untuk setiap ide seimbang5. Ada paragraf pembuka dan penutup6. Ada keserasian antara ide-ide sehingga menjadi suatu kesatuan (unity)7. Ide-ide dikembangkan dengan lancar (koherensi/coherence)
Ceklis untuk Kosakata (termasuk gaya pengungkapan)No. Deskripsi Cek1. Pemilihan kata tepat dan bervariasi2. Menggunakan sinonim, dan antonim untuk menghindari pengulangan3. Menggunakan kata-kata yang sesuai dengan audience4. Kalimat-kalimat yang digunakan cocok dengan registernya (misalnya, naratif)5. Ada variasi panjang-pendeknya kalimat6. Bentuk-bentuk kalimat bervariasi7. Menggunakan kalimat-kalimat efektif8. Meniru gaya bercerita dari apa yang telah dibaca9. Menggunakan kamus
Ceklis Untuk Mekanika (aturan-aturan penulisan)No. Deskripsi Cek1. Menggunakan tanda-tanda baca dengan tepat2. Permulaan paragraf menjorok kedalam3. Menggunakan haruf besar untuk nama4. Menggunakan huruf pada setiap awal kalimat5. Menggunakan ejaan kata dengan baik6. Menggunakan prefiks, infiks, dan sufiks dangan tepat7. Ada jarak yang cukup antar kata8. Garis pinggir (margin) 2 cm keliling9. Menulis nama sendiri pada sudut kanan atas kertas10. Membaca ulang karangan sendiri
Catatan: Guru dapat menggunakan ceklis-ceklis ini dalam proses menulis, dapat pula mengembangkan
ceklis baru sesuai keperluan. Guru juga perlu mempertimbangkan tingkat kelas peserta didik, untuk cocok tidaknya ceklis ini digunakan. Berdasarkan pertimbangan tertentu, guru dapat juga hanya memberikan umpan balik secara umum kepada tulisan peserta didik (pada saat konferensi peserta didik-guru), untuk selanjutnya peserta didik melakukan perbaikan.
Berdasarkan pengalaman penulis, cukup sulit bagi peserta didik untuk membangun kebiasaan baru menggunakan ceklis evaluasi-diri ini. Karena itu, pada awal-awal menggunakan asesmen portofolio, guru harus berbicara dengan peserta didik tentang maksud asesmen tersebut, menjelaskan cara-cara melakukan kegiatan asesmen, menolong mereka melakukannya, dan membangun rasa percaya diri peserta didik untuk bisa menerima kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang pebelajar.
14
Kompetensi Dasar 2.6: Minat Menulis/Mengarang
Minat MenulisNama Peserta didik: ____________________________________ Saya suka/tidaksuka*) membuat karangan karena ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………Bagi saya, pelajaran menulis/mengarang penting/tidakpenting*) karena………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………*) pilih salahsatu
Kerjasama dalam KelompokKelompok:Tugas:Nama Peserta didik Inisiatif Saling
menghargaiDisiplin Penilaian guru
(deskriptif)Ayu Tika HandayaniGede Damar SastraIndra WirabrataDst…..
Catatan: Berikan tanda cek untuk setiap aspek yang muncul.
b. Yang memfasilitasi produk: Kriteria Penilaian
Kompetensi Dasar 2.2: Kemampuan Membaca
Kisi-kisi jawaban atas pertanyaan yang diberikan tentang isi bacaan (esai)No. Soal Poin yang harus ada Kriteria Penilaian1. 5 poin (……,……,……,…..,……) Setiap poin nilai 202. 4 poin (….......,………..,………,……..) Setiap poin nilai 25
Dst….
Rekap Nilai Kemampuan MembacaNo. Nama Peserta didik Nilai untuk Soal No. : Jumlah Rerata
1 2 3 4 51. Ayu Tika H 60 75 Dst.2. G. Damar Sastra.3. Indra Wirabrata
Dst…
15
Kompetensi Dasar 2.5: Kemampuan Menulis
Asesmen KinerjaContoh dalam Bidang Studi Bahasa
Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis
NO. Komponen Bobot skor (1 – 5)
Indikator
1. Isi Karangan 3 Relevansi topik dengan substansi tugas, Pengembangan thesis statement, Wawasan tentang topik
2. Organisasi Ide 2 Susunan ide-ide, Pengungkapan ide-ide3. Penggunaan Kosakata 2 Kompleksitas dan efektivitas kalimat,
Akurasi penggunaan tatabahasa4. Penggunaan Tatabahasa 2 Keluasan kosakata, Ketepatan
penggunaan kata dan idiom, Ketepatan bentuk-bentuk kata
5. Penggunaan Mekanika (ejaan dan tandabaca)
1 Kepatuhan pada konvensi/aturan-aturan penulisan, Ketepatan penggunaan tanda-tanda baca dan huruf besar, Kebenaran ejaan
Rekap Nilai Kemampuan MenulisNo. Nama Peserta
didik Komponen Kemampuan Menulis Jml Rerata
1. Ayu Tika H. Isi Org. Kskt. Ttbhs. Mknk.2. Damar S.3. Dst….
Kompetensi Dasar 2.7: Penampilan dalam Drama Pendek
Performansi dalam Drama PendekKelompok:Anggota kelompok: 1.
Folder PortofolioFolder portofolio adalah sekumpulan bukti proses dan hasil belajar yang disimpan dalam suatu
folder yang terbuat dari kantong plastik, amplop besar atau yang lain. Instrumen-instrumen portofolio di atas mengumpulkan informasi dari berbagai kegiatan kebahasaan yang telah dilakukan, dan disimpan dalam folder portofolio peserta didik. Informasi itu mencakup domain kognitif (menjawab pertanyaan bacaan secara esai, membuat ringkasan dari apa yang dibaca, dan lain-lain), domain afektif (minat, kerjasama), dan psikomotor (karangan dan drama pendek).
Pada akhir masa pembelajaran ini, peserta didik akan menyetorkan foldernya kepada guru. Isi folder portofolio tersusun berturut-turut dari atas ke bawah adalah:
16
1) Kata pengantar yang isinya penilaian peserta didik terhadap kelebihan dan kekurangan dari portofolionya, dan dirinya sebagai pebelajar bahasa.
2) Daftar isi Portofolio3) Entri/karya (termasuk karya terbaik hasil pilihan peserta didik dengan temannya, dan atau
dengan guru), baik berupa naskah, rekaman, foto, dll.4) Draf-draf untuk mencapai karya-karya tersebut di atas5) lembar evaluasi diri (misalnya, ceklis minat membaca)6) Catatan-catatan guru (termasuk penilaian guru terhadap portofolio tersebut).
Analisis dan PelaporanContoh-contoh instrumen di atas menunjukkan bahwa penilaian guru terhadap perkembangan dan
prestasi peserta didik diberikan berupa skor (angka) maupun deskripsi. Tetapi pada dasarnya, semua penilaian tersebut bersifat deskriptif karena skor-skor yang diberikan merupakan refleksi dari komponen-komponen dengan deskripsi yang jelas (dalam instrumen di atas ditunjukkan hanya komponennya saja). Hal ini sangat berbeda dengan pemberian skor dalam tes objektif (misalnya, jawaban benar diberi skor 1, jawaban salah disekor 0).
Untuk menilai suatu portofolio, Tierney, Carter, dan Desai (1991) menyarankan agar portofolio dinilai secara kontinum (dari sangat baik hingga sangat kurang baik), dan dikomentari secara deskriptif. Komentar deskriptif tersebut berisi antara lain pujian atas hal-hal baik dari portofolio tersebut, dan saran-saran untuk perbaikan hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian untuk nilai raport, guru akan memiliki nilai dari setiap entri, setiap folder, dan ulangan (bila tetap diadakan, baik ulangan formatif maupun sumatif). Dapat dibayangkan banyaknya informasi (nilai) yang dimiliki oleh guru. Oleh karena itu, perlu ditentukan bobot untuk portofolio, ulangan formatif, dan sumatif (folder portofolio dapat digunakan sebagai bahan penilaian formatif maupun sumatif). Di dalam portofolio itu sendiri, perlu ditetapkan porsi/bobot untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Penentuan bobot tersebut harus disesuaikan dengan tujuan/kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Contoh Asesmen projek
Asesmen ProjekBidang Studi Sejarah
Tema : Peninggalan Purbakala di BaliTugas Projek : Buatlah sebuah laporan tentang salahsatu peninggalan sejarah di Bali.Kriteria :
Laporan harus memenuhi beberapa kriteria berikut inia. Ada artefak tiruan dari peninggalan tersebut (berupa foto, gambar, miniatur, tiga dimensi)b. Ada deskripsi dari artefak tersebutc. Ada laporan kunjungan ke museum atau lokasi penyimpanan artefakd. Ada materi sumber/referensi tertulis seperti buku teks, lontar, majalah, dsb.
Kondisi :a. Projek ini merupakan tugas kelompok 5-8 orang untuk setiap kelompok.b. Lama waktu pengerjaan projek adalah satu bulan. Laporan akan ditampilkan dalam seminar
kelas pada tanggal 27 Agutus 2006.c. Laporan berupa makalah meliputi pendahuluan, laporan kunjungan, deskripsi artefak,
pembahasan, dan penutup/simpulan.d. Panjang laporan 8-12 halaman tidak termasuk artefak gambar atau foto bila ada.
17
Penilaian :Rubrik Penilaian Projek Peninggalan Purbakala
No. Dimensi Bobot Skor Deskriptor1. Artefak 2 4 3 2 1 Jelas dan sangat mendekati artefak
aslinya meskipun berupa miniaturnya2. Deskripsi artefak 2 4 3 2 1 Deskripsi jelas dan mudah ditelusuri
sesuai dengan artefak yang diamati3. Isi Laporan 4 4 3 2 1 Laporan kunjungan detail dan nyata,
deskripsi ada, pendahuluan, pembahasan, dan penutup tersusun secara sistematis dan tepat
4. Penggunaan Bahasa 2 4 3 2 1 Penggunaan tatabahasa, ejaan, dan tanda baca tepat, tulisan rapi, bersih, dan sesuai dengan format makalah
18
HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI PENILAIAN PROSES DAN PRODUK DALAM PEMBELAJARAN YANG
BERBASIS KOMPETENSIMakalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara