GAMBARAN KADAR HEMOGLOBIN DARAH PADA PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Analis Kesehatan di Politeknik Kesehatan Kendari Oleh: NURANI GAFAR NIM : P00341014025 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2017
71
Embed
GAMBARAN KADAR HEMOGLOBIN DARAH PADA PENDERITA TB … KADAR HEMO… · Cara terbaik untuk keluar dari suatu persoalan adalah memecahkannya. Kalau hari ini kita menjadi penonton bersabarlah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
GAMBARAN KADAR HEMOGLOBIN DARAHPADA PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS POASIA
KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan PendidikanDiploma III Analis Kesehatan di Politeknik Kesehatan Kendari
Oleh:
NURANI GAFARNIM : P00341014025
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN2017
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Penulis
1. Nama : Nurani Gafar
2. Tempat Tangal Lahir : Katukobari, 03 Mei 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Buton / Indonesia
6. Alamat : Anduonohu Kota Kendari
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 1 Lantongau, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 1 Mawasangka Tengah, Tahun Tamat 2011
3. SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah, Tamat Tahun 2014
4. Terdaftar sebagai Mahasiswa Poltekes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
Tahun 2014 sampai sekarang.
vi
MOTTO
Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok adalah harapan.
Hadir terlambat memang lebih baik dari pada tidak hadir sama sekali,
Tetapi bila terlambat berkali kali adalah suatu kecerobohan.
Cara terbaik untuk keluar dari suatu persoalan adalah memecahkannya.
Kalau hari ini kita menjadi penonton bersabarlah
menjadi pemain esok hari.
Kupersembahkan untuk almamaterku
Ayah dan ibunda tercinta
Keluargaku tersayang.
Doa dan nasehat untuk menunjang keberhasilan
vii
ABSTRAK
Nurani Gafar (P00341014025), “Gambaran Kadar Hemoglobin padaPenderita TB Paru di Puskesmas Poasia Kota Kendari”. Dibimbing Oleh: St.Nurahayani dan Anita Rosanty. (xii + 6 Bab VI + 51 halaman + 6 tabel + 3lampiran)Latar Belakang : Penderita TB Paru masih banyak di Indonesia termasukSulawesi Tenggara. Efek yang timbul baik yang melaksanakan pengobatanmaupun yang sementara pengobatan adalah anemia.Tujuan : Tujuan penelitian memperoleh gambaran kadar hemoglobin darah padapada penderita pada penderita TB Paru di Puskesmas Poasia Kota Kendari.Metode : Penelitian ini merupakan metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan diPuskesmas Poasia Kota Kendari pada bulan Juli 2017. Populasi dalam penelitianini adalah semua penderita TB paru yang datang berkunjung dan masihmelakukan pengobatan di Puskesmas Poasia Kota Kendari hingga April 2017sebanyak 30 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden diambilsecara total sampling.Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hemoglobin darah padapenderita TB Paru di Puskesmas Poasia Kota Kendari sebanyak 9 (30,0%) orangmemiliki kadar Hemoglobin normal dan 21 (70,0%) orang memiliki kadarHemoglobin tidak normal (anemia)Kesimpulan : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebanyak 21 (70,0%) orangmemiliki kadar Hemoglobin tidak normal (anemia)Saran : Bagi Puskesmas Poasia agar hal ini menjadi bahan Pertimbangan bagipengobatan TB Paru selanjutnya
tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu
bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian
yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta
enzim hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah
antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila
dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg
berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan
yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,
pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis,
2006).
7. Metode Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan
yang paling sederhana adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah
metode cyanmethemoglobin (Bachyar, 2008). Metode sahli merupakan
metode estimasi kadar hemoglobin yang tidak teliti, karena alat
hemoglobinometer tidak dapat distandarkan dan pembanding warna secara
visual tidak teliti. Metode sahli juga kurang teliti karena
karboxygemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin tidak dapat
diubah menjadi hematin asam (Gandasoebrata, 2010).
Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisi dengan HCl menjadi
globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi
menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk
ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna
25
cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar
(hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna
standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk.
Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa
sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang
membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat
berpengaruh. Di samping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman,
penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan.
Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai
peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode sahli ini masih
memadai dan bila pemeriksaannya telat terlatih hasilnya dapat diandalkan.
Metode yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin.
Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida menjadi
methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida membentuk
sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca
dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang
membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun,
fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga belum semua laboratorium
memilikinya.
Penentuan kadar hemoglobin dalam penelitian ini ditentukan
dengan menggunakan alat tes kadar hemoglobin dengan menggunakan
metode sahli. Alat, bahan dan cara kerjanya sebagai berikut
(Gandasoebrata, 2010):
a. Alat
1) Spuit
2) Hemometer sahli
3) Pipet pasteur
4) Kapas
5) Tisu
b. Bahan
1) Alkohol
26
2) HCL 0,1 N
3) Darah vena
c. Cara Kerja
1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Isi tabung sahli dengan HCL 0,1 N sampai tanda batas angka 2 (± 5
tetes)
3) Lakukan sterilisasi lokal dengan kapas alkohol 70 persen
4) Lakukan tusukan pada vena
5) Ambil darah dengan menggunakan pipet sahli sebanyak 20 Μl
6) Maukan segera darah tersebut pada tabung sahli yang berisi HCL
0,1 N, dicampur sampai homogen (terbentuk warna tengguli)
7) Encerkan isi tabung dengan aquadest sampai dengan menyamai
warna standar. Batang pengaduk jangan diangkat sebelum
pengenceran selesai.
8) Baca hasilnya dengan memperhatikan miniskus cairan diserahkan
pada angka skala.
Evalusia nilai hemoglobin juga perlu memperhatikan usia
penderita karena nilai normal berbeda pada bayi dan pada orang dewasa.
Nilai normal pada pemeriksaan kadar hemoglobin adalah sebagai berikut:
a. Lelaki dewasa (21-45 tahun) adalah 14-18 g/dl
b. Wanita dewasa (21-40 tahun) adalah 14-18 g/dl
c. Lelaki tua adalah 12,4-14,9 g/dl
d. Wanita tua adalah 11,7-13,8 g/dl (WHO dalam Arisman, 2007).
27
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Penderita TB Paru seringkali mengalami anemia, yang disebabkan
oleh obat-obat anti tuberkulosis (OAT). Tuberkulosis dapat menimbulkan
kelainan hematologi. Kelainan-kelainan tersebut sangat bervariasi dan
kompleks. Kelainan-kelainan hematologis ini dapat merupakan bukti yang
berharga sebagai petanda diagnosis, pentunjuk adanya komplikasi atau
merupakan komplikasi obat-obat anti tuberkulosis (OAT).
Pemeriksaan hematologi yakni pemeriksaan hemoglobin untuk
membantu mendiagnosis anemia. Sebelumnya ada 36% penderita tuberkulosis
yang sedang menjalani pengobatan pada akhir bulan ke 2 dan akhir bulan ke
enam mengalami anemia. Kelainan kelainan hematologis pada pemeriksaan
laboratorium adalah sebagai petanda diagnosis atau petunjuk adanya
komplikasi terhadap obat-obat anti tuberkulosis (OAT).
Hemoglobin (Hb) merupakan zat protein yang ditemukan dalam sel
darah merah, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas
zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Tujuan pemeriksaan hemoglobin
antara lain untuk memantau kadar hemoglobin dalam sel darah merah, untuk
membantu mendiagnosis anemia, serta untuk menentukan defisit cairan tubuh
akibat peningkatan kadar hemoglobin.
28
B. Kerangka Konsep
Kerangka Konsep Penelitian
Penderita TB Paru Kadar HemoglobinDarah
29
C. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Penderita TB Paru
Penderita TB Paru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pasien yang datang berkunjung ke Puskesmas Poasia yang didiagnosa oleh
dokter menderita TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Kadar Hemoglobin Darah
Kadar haemoglobin darah yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah jumlah haemoglobin dalam sel darah merah per 100 ml darah yang
diukur dengan menggunakan metode sahli. Dalam penelitian ini
pemeriksaan kadar haemoglobin dibagi menjadi dua yakni laki-laki dan
wanita dengan kriteria objektif:
a. Laki-Laki
Normal Jika nilai Hb yang diperoleh 14-16 g/dl
Tidak Normal Jika nilai Hb yang diperoleh < 14 g/dl
b. Wanita
Normal Jika nilai Hb yang diperoleh 12-14 g/dl
Tidak Normal Jika nilai Hb yang diperoleh < 12 g/dl
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui
gambaran kadar hemoglobin darah pada penderita TB Paru di Puskesmas
Poasia Kota Kendari Tahun 2017.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Tanggal 21- 24 Juli 2017.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru yang
datang berkunjung dan masih melakukan pengobatan di Puskesmas Poasia
Kota Kendari hingga April 2016 ditetapkan sebanyak 30 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dari objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru sebanyak 30 orang
yang telah melakukan terapi OAT paket dan menjalankan pengobatan
pada akhir bulan ke II dan akhir bulan ke VI serta melakukan pemeriksaan
hematologi.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik total sampling, dimana mengambil semua penderita yang telah
melakukan terapi OAT paket dan menjalankan pengobatan pada akhir
bulan ke II dan akhir bulan ke VI serta melakukan pemeriksaan
hematologi untuk dijadikan sampel penelitian.
37
31
D. Instrumen Penelitian
Penentuan kadar hemoglobin dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan alat tes kadar hemoglobin dengan menggunakan metode sahli.
Dalam proses penelitian ini, ada tiga tahapan dalam proses pengukuran kadar
hemoglobin darah pada penderita TB Paru, yakni (Gandasoebrata, 2010):
1. Pra Analitik
a. Persiapan menentukan penderita TB Paru sebagai responden penelitian
b. Persiapan sampel darah kapiler yang diperoleh melalui vena penderita
TB Paru
c. Persiapan alat
1) Spuit
2) Hemometer sahli
3) Pipet pasteur
4) Kapas
5) Tisu
d. Persiapan bahan-bahan
1) Alkohol
2) HCL 0,1 N
3) Darah vena
2. Analitik (Proses Kerja)
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Isi tabung sahli dengan HCL 0,1 N sampai tanda batas angka 2 (± 5
tetes)
c. Lakukan sterilisasi lokal dengan kapas alkohol 70 persen
d. Lakukan tusukan pada vena
e. Ambil darah dengan menggunakan pipet sahli sebanyak 20 μl
f. Masukan segera darah tersebut pada tabung sahli yang berisi HCL 0,1
N, dicampur sampai homogen (terbentuk warna tengguli)
g. Encerkan isi tabung dengan aquadest sampai dengan menyamai warna
standar. Batang pengaduk jangan diangkat sebelum pengenceran
selesai.
32
h. Baca hasilnya dengan memperhatikan miniskus cairan diserahkan pada
angka skala.
3. Pasca Analitik (Evaluasi)
Evaluasi nilai hemoglobin juga perlu memperhatikan usia
penderita karena nilai normal berbeda pada bayi dan pada orang dewasa.
Nilai normal pada pemeriksaan kadar hemoglobin adalah sebagai berikut:
a. Lelaki dewasa (21-45 tahun) adalah 14-18 g/dl
b. Wanita dewasa (21-40 tahun) adalah 14-18 g/dl
c. Lelaki tua adalah 12,4-14,9 g/dl
d. Wanita tua adalah 11,7-13,8 g/dl (WHO dalam Arisman, 2007).
E. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari responden berupa
pengambilan sampel darah responden. Sedangkan data sekunder yakni data
yang bersumber dari lokasi penelitian dan instansi terkait lainnya yang berupa
gambaran umum puskesmas, jumlah kasus TB Paru dan data dokumentasi
lainnya.
F. Analisis Data
Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan
kalkulator, kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi disertai
penjelasan-penjelasan. Sedangkan dalam pengolahan data maka digunakan
rumus:
%100N
fP
Keterangan:
f : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Number Of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu)
P : Angka persentase (Sugiyono, 2008).
33
G. Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti disertai dengan narasi secukupnya.
H. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapatkan rekomendasi izin
penelitian dari Institusi Pendidikan Poltekkes Kendari. Setelah mendapatkan
persetujuan/rekomendasi kemudian melakukan penelitian dengan menekankan
masalah etika yang meliputi:
1. Informed concent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti
dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subyek menolak
maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati
hak-hak subyek.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden pada sampel darah, tetapi pada sampel darah tersebut
diberikan kode responden.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
34
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Sejarah Berdirinya Puskesmas Poasia
Puskesmas Poasia didirikan pada tahun 1970-an tepatnya bulan
Juli 1973 di atas tanah seluas 4.032 m2, dikepalai oleh seorang Dokter
yang belum kami ketahui namanya dan beberapa staf yang berfungsi
melaksanakan pemeriksaan pasien rawat jalan sebagaimana mestinya.
Puskesmas Poasia pada tahun 1978 Kepala Puskesmas Poasia
adalah Thomas Yusuf Malaka, dia adalah seorang perawat kemudian
pada tahun 1981 Kepala Puskesmas Poasia diserah terimakan kepada
dr. Sukmawati kemudian pada tahun 1984 Kepala Puskesmas Poasia
diserah terimakan kepada dr. Ferdinan J. Laihad kemudian pada tahun
1987 Kepala Puskesmas Poasia diserah terimakan kepada dr. Lubis
dan pada tahun 1990 diserah terimakan kepada dr. Jerry Siahaan.
Puskesmas Poasia mempunyai wilayah kerja pada tahun
tersebut sebanyak 19 kelurahan dengan Kepala Puskesmas Poasia dr.
Jerry Siahaan dari tahun 1990 sampai tahun 2002 Puskesmas Poasia
dimekarkan menjadi tiga Puskesmas Induk yang dikenal saat ini yaitu
Puskesmas Poasia, Puskesmas Abeli dan Puskesmas Mokoau.
Begitu pula dengan Kelurahan yang ada juga ikut dimekarkan
menjadi tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Poasia, Kecamatan Abeli
dan Kecamatan Kambu sehingga Puskesmas Poasia sisa mempunyai
wilayah kerja hanya empat Kelurahan yaitu Anduonohu, Rahandouna,
Anggoeya dan Mata Bubu yang berada di wilayah Kecamatan Poasia
selebihnya berada di dua Kecamatan Abeli dan Kecamatan Kambu.
Pada Bulan Maret tahun 2002 Kepala Puskesmas Poasia dr.
Jerry Siahaan kemudian di serah terimakan oleh dr. Hj. Asridah
Mukaddim M.Kes dan tahun 2003 Puskesmas Poasia mulai membuka
35
rawat Inap dengan 10 tempat tidur dan UGD untuk pasien buka 24
jam, pada tahun 2008 Puskesmas Poasia mendapat gelar Citra
Pelayanan Prima dari Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono
sebagai Puskesmas terbaik untuk Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pada Bulan Maret tahun 2009 Kepala Puskesmas Poasia dari dr.
Hj. Asridah Mukaddim, M.Kes diserah terimakan kepada dr. H. Juriadi
Paddo, M.Kes., sampai saat ini tahun 2013 sudah mempunyai 15
tempat tidur dan UGD 24 jam serta mempunyai ruang Persalinan
tersendiri (Poned) dengan tiga tempat tidur, Klinik Psikologi, Klinik
Aquprussur, Klinik KTPA dan Klinik Ahli Penyakit Dalam, Klinik
Ahli Anak dan Klinik Ahli Kandungan yang dilaksanakan 2 kali
seminggu serta mempunyai Laboratorium.
Puskesmas Poasia menjalankan program puskesmas pada tahun
berdirinya puskesmas adalah 18 program kemudian saat ini berubah
menjadi 6 program dengan sebutan pola pelayanan minimal demikian
sekilas latar belakang Puskesmas Poasia.
Puskesmas poasia dibangun bertujuan sesuai yang terdapat
dalam Undang-Undang Kesehatan RI No 23 Tahun 1992, yaitu
tercapainya derajat kesehatan secara optimal bagi seluruh penduduk.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan nasional, karena kesehatan menyentuh
hampir semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu membangun
suatu masyarakat atau manusia harus dipandang secara holistik sebagai
manusia yang utuh untuk memenuhi berbagai aspek kebutuhannya
agar tetap hidup secara seimbang lahir dan bathin. Tanpa ada
keseimbangan maka akan berpengaruh terhadap interaksi hidupnya
yang dapat mengakibatkan jatuh sakit.
b. Keadaan Geografis
Puskesmas Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota Kendari,
sekitar 9 km dari ibukota provinsi serta memiliki kondisi geografis
daerah daratan rendah yang berbatasan dengan:
36
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari
2) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo
4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli
Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175 Ha atau
44,75 km2 atau 15,12% dari luas daratan Kota Kendari yang terdiri
dari 4 kelurahan definitif, yaitu Anduonoohu seluas 1.200 Ha,
Rahandouna seluas 1.275 Ha, Anggoeya seluas 1.400 Ha dan
Matabubu seluas 300 Ha. Dengan 82 RW/RT dan jumlah penduduk
sebanyak 19.433 jiwa serta tingkat kepadatan penduduk 46 orang/m2
atau 465 orang/km2, dengan tingkat kepadatan hunian rumah rata-rata
5 orang/rumah.
c. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sarana Kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas
Poasia terdiri dari:
1) Sarana Kesehatan Pemerintah
a) Puskesmas Induk 1 unit yang merupakan puskesmas
perawatan yang menyelenggarakan rawat jalan, rawat inap,
rawat umum dan kebidanan serta unit gawat darurat 24 jam
yang berlokasi di Kecamatan Poasia.
b) Puskesmas pembantu 2 unit, masing-masing terletak di
Kelurahan Anggoea dan Kelurahan Batumarupa.
2) Sarana Kesehatan
a) Rumah bersalin 1 unit, yang berlokasi di Kelurahan Poasia.
b) Pondok bidan bersalin sebanyak 2 unit, berlokasi di Kelurahan
Andonoohu dan Kelurahan Matabubu.
Sarana dan prasarana lainnya antara lain: kendaraan roda 4
sebanyak 2 unit, kendaraan roda dua sebanyak 14 unit, Posyandu aktif
sebanyak 16 unit, Posyandu Usia Lanjut sebanyak 4 unit, Dukun
terlatih sebanyak 4 orang, Kader posyandu sebanyak 75 orang, dan
Toko obat berizin sebanyak 4 buah.
37
d. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang berkerja di Puskesmas Poasia adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Poasia
No Jumlah tenaga Status Jumlah
PNS Honorer
1 Dokter Umum 3 - 3
2 Dokter Gigi 2 - 2
3 Sarjana Keperawatan 5 3 8
4 Kesehatan Masyarakat 4 2 6
5 Akademi Perawat 16 4 20
6 Perawat SPK 2 - 2
7 Perawat Gigi 2 1 3
8 Bidan Puskesmas 15 5 20
9 Tenaga Gizi 5 2 7
10 Sanitarian 4 1 5
11 SMA/SPPM 2 1 3
12 Apoteker 3 2 5
13 Laboran 3 1 4
14 Asisten Apoteker - 2 2
Sumber: Data Sekunder, Tahun 2017.
2. Karakteristik Responden
a. Umur Responden
Umur penderita TB Paru di Puskesmas Poasia Kota Kendari
disajikan pada tabel berikut:
38
Tabel 4.2. Distribusi Umur Penderita TB Paru di PuskesmasPoasia Kota Kendari Menurut Depkes RI ( 2009)
No Umur (Tahun) Frekuensi (f) Persentase (%)
1 26 – 35 5 16,66
2 36 – 45 5 16,66
3 46 – 55 6 20,00
4 56 -65 9 30,00
5 >65 5 16,66
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagian
besar berumur 46 – 65 tahun, yakni sebanyak 14 orang (46,7%), dan
yang paling sedikit berumur > 65 tahun sebanyak 6 orang (20,0%).
b. Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin penderita TB Paru di Puskesmas Poasia Kota
Kendari disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Jenis Kelamin Penderita TB Paru diPuskesmas Poasia Kota Kendari
No Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Perempuan 10 33,3
2 Laki-Laki 20 66,7
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki, yakni sebanyak 20 orang (66,7%), dan
yang paling sedikit berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang
(33,3%).
3. Analisis Variabel Penelitian
Kadar Hemoglobin penderita TB Paru di Puskesmas Poasia Kota
Kendari disajikan pada tabel berikut:
39
Tabel 4.4. Distribusi Kadar Hemoglobin Penderita TB Paru diPuskesmas Poasia Kota Kendari
No Kadar Hemoglobin
(g/dl)
Frekuensi (n) Persentase (%)
1 Normal 9 30,0
2 Tidak Normal/Anemia 21 70,0
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2017.
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagian besar
memiliki kadar hemoglobin tidak normal atau mengalami anemia, yakni
sebanyak 21 orang (70,0%) dan responden yang memiliki kadar
hemoglobin normal atau tidak anemia sebanyak 9 orang (30,0%)
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hemoglobin darah pada
penderita TB Paru dengan menggunakan metode sahli di Puskesmas Poasia
Kota Kendari Tahun 2017 berkisar antara 9,7 hingga 15,1 g/dl, dimana dari 30
responden sebagian besar memiliki kadar hemoglobin tidak normal sebanyak
21 orang (70,0%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lasut (2014) bahwa kadar hemoglobin pada penderita TB paru ditemukan
terbanyak dengan kadar Hb yang rendah atau anemia.
Rendahnya kadar Hb pada penderita TB Paru tersebut disebabkan
karena keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, vitamin, zat besi yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Orang dengan TB Paru aktif
sering kekurangan gizi dan mengalami defisiensi makronutrien serta
penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan. Selain itu, akibat
pemakaian Obat Anti Tiberkolusis yang mengakibatkan terjadinya anemia
pada penderita. Hal ini sejalan dengan pendapat Widoyono (2008), bahwa
dalam pemakaian obat-obatan anti tuberkulosis tidak jarang ditemukan efek
samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) ini dapat menimbulkan banyak efek samping kelainan hematologis
40
diantaranya adalah anemia, trombositosis, trombositopenia, leukositosis,
leukopenia dan eosinofilia.
Berdasarkan jenis kelamin, anemia pada penderita TB Paru banyak
dialami oleh penderita dengan jenis kelamin laki-laki, yakni sebanyak 17
orang (56,7%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan
oleh Sei Won Lee dkk, dari 281 pasien (31,9%) yang didapati anemia, 133
pasien (28,2%) adalah laki-laki dan 148 pasien (36,3%) adalah perempuan.
Supresi eritropoiesis oleh media inflamasi adalah faktor penyebab anemia dan
defisiensi nutrisi dapat memperburuk anemia. Menurut Hiswani (2009) yang
dikutip dari WHO, penderita TB paru cenderung lebih tinggi daripada laki-
laki dibandingkan perempuan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih
tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga menurunkan
sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar agen penyebab TB
paru.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global dan penyebab
kematian tersering oleh infeksi setelah HIV. Penurunan kadar hemoglobin
dibawah nilai normal didefinisikan sebagai anemia, anemia sendiri adalah fitur
utama pada pasien dengan infeksi bakteri. Kadar Hemoglobin merupakan
indikator untuk menentukan seseorang menderita anemia atau tidak.
Untuk meningkatkan kadar hemoglobin penderita TB Paru di
Puskesmas Poasia, pihak puskesmas memberikan suplemen penambah darah
yaitu sangobion. Setiap kapsul sangobion mengandung Ferous Gluconate,
Manganese Sulphate, dan Cooper Sulfate yang merupakan zat pembentuk sel
darah merah yang cepat. Dilengkapi dengan Vitamin C yang berfungsi
meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh, Vitamin B12 dalam
pembentukan sel-sel darah merah dan Asam Folat yang baik untuk
perkembangan janin dalam kandungan berperan penting, serta Sorbitol yang
bermanfaat untuk meningkatkan absorbsi zat besi dan mencegah susah buang
air besar yang umumnya terjadi pada suplementasi zat besi.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penderita TB
Paru yang mengalami anemia selain melalui pemberian tablet tambah darah
41
dan transfusi darah, namun juga dapat dilakukan dengan pemberian asupan
makanan yang telah diperhitungkan nilai gizinya. Salah satu zat gizi yang
berfungsi sebagai pembentukan hemoglobin baru adalah zat besi, selain itu zat
besi juga berfungsi untuk mengembalikan kadar hemoglobin ke nilai normal
setelah terjadi perdarahan dan menggantikan kehilangan zat besi lewat darah.
Namun, di dalam tubuh, zat besi tidak terdapat bebas, tetapi berasosiasi
dengan molekul protein. Protein berperan dalam proses hemopoiesis atau
pembentukan sel darah merah yaitu dalam sintesa hemoglobin. Sedangkan
tablet tambah darah dan transfusi akan diberikan apabila sudah diberi
intervensi melalui perbaikan gizi namun kadar hemoglobin penderita TB Paru
tidak mengalami peningkatan (Sediaoetama, 2008).
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang
berfungsi sebagai media transportasi oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-
paru. Kandungan zat besi dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.
Hemoglobin merupakan unsur terpenting dalam sel darah merah. Molekul
hemoglobin terdiri dari globin, protoporfirin dan besi. Hemoglobin adalah
parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia.
Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah
(Supariasa, 2010).
Kandungan hemoglobin yang rendah dapat mengakibatkan
berkurangnya kadar oksigen di dalam paru-paru, sehingga dapat menyebabkan
sesak nafas atau dispnea yang merupakan salah satu gejalan TB. Anemia yang
berarti kadar Hb berada di bawah normal merupakan salah satu kelainan
hematologi. Tuberkulosisi dapat menimbulkan kelainan hematologi, baik sel-
sel hematopoiesis maupun komponen plasma. Kelainan-kelainan hematologis
ini dapat merupakan bukti yang berharga sebagai petanda diagnosis, petunjuak
adanya komplikasi atau merupakan komplikasi obat-obat anti tuberkulosis
(OAT). Jenis dan dosis pengobatan TB Paru adalah ianisid, rimfapisin,
pirasinamid, steptomicin dan embutol, keseluruhan obat TB tersebut bersifat
bakterisid yang berfungsi untuk membunuh populasi bakteri. Pada umumnya
42
tuberkulosis menimbulkan peningkatan atau penurunan jumlah komponen seri
hematopoiesis. Tuberkulosis dapat memberikan kelainan-kelainan hematologi
yang sangat berfariasi dan dapat mengenai seri eritrosit, lekosit, trombosit
serta gangguan pada sumsum tulang. Kelainan hematologi pada seorang
penderita TB Paru dapat disebabkan karena proses infeksi TB, efek samping
OAT atau kelainan dasar hematologis yang sudah ada sebelumnya. Kelainan-
kelainan hematologis tersebut merupakan pertimbangan dalam pemilihan
OAT, pemantauan aktivitas penyakit serta sebagai pemeriksaan penunjang
untuk menilai respon pengobatan (Oehadian, 2009).
43
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka
penulis menarik kesimpulan bahwa kadar hemoglobin darah pada penderita
TB Paru dengan menggunakan metode sahli di Puskesmas Poasia Kota
Kendari Tahun 2017 berkisar antara 9,7 hingga 15,1 g/dl, dimana dari 30
responden sebagian besar memiliki kadar hemoglobin tidak normal sebanyak
21 orang (70,0%).
B. Saran
1. Bagi Puskesmas Poasia agar hasil penelitian ini menjadi bahan
Pertimbangan bagi pengobatan TB Paru selanjutnya
2. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
tambahan informasi pengetahuan khususnya mengenai kadar hemoglobin
darah pada penderita TB Paru dalam pencegahan anemia.
3. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti
mengenai gambaran kadar Hemoglobin darah pada penderita TB Paru di
puskesmas Poasia Kota Kendari
4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai
gambaran kadar Hemoglobin darah pada Penderita TB berdasarkan lama
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. 2006. Tuberkulosis Paru (Masalah dan Penanggulangannya). Jakarta:Universitas Indonesia.
Alvian, Fenty, 2007. Faktor Risiko Tuberculosis. Jurnal Tubercolosis Indonesia. Vol.5. Oktober 2008. Jakarta.
Amir & Bahar, 2009. Tuberkulosis Paru; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan I.Jakarta: Interna Publishing.
Arisman, 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan; Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
Bakta I Made, 2006. Hematologi Klinik Ringkasan. Jakarta: EGC.
Depkes RI, 2009. Hematologi. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Depkes RI, 2015. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta: DepkesRI.
Dinkes Prov. Sultra, 2014. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2014.Kendari: Dinkes Prov. Sultra.
Dinkes Prov. Sultra, 2015. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara Tahun 2015.Kendari: Dinkes Prov. Sultra.
Guntur, H. 2008. Sepsis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Guyton. A.C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Handayani dan Haribowo, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien DenganGangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Herawati, V., 2016. Gambaran Kadar Hemoglobin pada Penderita Tuberculosisyang Menjalani Pengobatan Akhir Bulan Kedua dan Akhir Bulan Keempat diRSUD Ciamis Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah. Ciamis: STIKMuhammadiyah.
Kemenkes RI, 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI, 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI, 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kemenkes RI.
Lasut, N.M., 2014. Gambaran Kadar Hemoglobin dan Trombosit pada PasienTubercolusis Paru di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado PeriodeJanuari-Desember 2014. Ringkasan Penelitian. Manado: Universitas SamRatulangi.
Misnadiarly. 2006. Mengenal, Mencegah, Menanggulangi TBC Paru, Ekstra Paru,Anak, dan pada Kehamilan. Jakarta: Populer Obor.
Oehadian, 2009. Aspek Hematologi Tuberkulosis. Http://www.repository.unpad.ac.id.Diakses Tanggal 27 Mei 2017.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: GramediaPustaka.
Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Kanal Media.
Sadikin, M., 2007. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.
Sudoyo. 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Depertemen Ilmu PenyakitDalam. Fakultas Kedokteran.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Alfa Beta.
Sylvia, A dan M. Wilson, 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam Patofisiologi KonsepKlinis Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Widayanti, 2008. Analisis Kadar Hemoglobin Pada Anak Buah Kapal PT. SalamPacific Indonesia Lines di Belawan Tahun 2007. Skripsi. FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.