-
FORMULASI KEBIJAKAN
INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH
KE SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
MENUJU UNIVERSAL HEALTH COVERAGE
RINGKASAN DISERTASI
untuk memperoleh
Derajat Doktor dalam Ilmu Kedokteran dan Kesehatan pada
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta
Oleh:
SUPRIYANTORO
09/302532/SKU/00348
PROGRAM DOKTOR
ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
-
Disertasi untuk memperoleh
Derajat Doktor dalam Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
pada
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta
Dipertahankan pada Ujian Terbuka dihadapan
Dewan Penguji Program Doktor
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta
Pada tanggal 25 Nopember 2014
Promotor :
Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD
Co promotor :
Prof. dr. Hari Kusnanto. SU, Dr.PH
Dewan Penguji :
Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K). Onk.
Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., PhD
Prof. dr. Hari Kusnanto. SU, Dr.PH
Prof. dr. Mohammad Hakimi, SpOG(K)., Ph.D
Dr. Fitri Haryanti, SKp., M.Kes
Prof. dr. Budi Mulyono, MM., Sp.PK(K)
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D
Prof. Budi Hidayat, SKM., MPPM., Ph.D
Oleh:
Supriyantoro
Nopember 2014
-
iii
PROMOSI DOKTOR
P-pada dasarnya manusia hidup bagaikan melakukan suatu
perjalanan
R-rahim Ibu kita merupakan awal dimana kita menyiapkan bekal
O-oleh perjalanan waktu, detik demi detik proses perjalanan khan
berlalu
M-mungkin ada yang menempuh perjalanan singkat, atau ada yang
lama
O-rang tua, istri/suami, anak, saudara, serta semua
kerabat,sahabat dan mitra
S-semuanya menyayangi dengan restu, doa dan peran sertanya
I-insya Allah dilalui atas berkah, rahmat,taufiq serta
hidayahNya
D-dari TK, SD, SMP,SMA, S1, S2 sampai Alhamdulillah di jenjang
S3
O-ohbetapa luar biasa karunia yang telah aku terima dariNya
K-kulalui perjalanan karir dan hidup ini dengan limpahan sukses
dan bahagia
T-tapi kusadari sepenuhnya, apa yang kubaktikan belum ada
apa-apanya
O-oleh karena ituijinkan saya dengan segala kerendahan diri ,
mengungkapkan rasa.
R-rasa terima kasih dan syukur kepada Allah swt serta semuanya
yang telah berjasa..
Yogyakarta, akhir Nopember 2014
Supriyantoro
-
iv
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt atas segala limpahan
rahmat,
nikmat dan karuniaNya yang tiada tara, sehingga penulis dapat
menyelesaikan
penelitian dan penyusunan disertasi ini.
Penelitian ini dilakukan seiring dengan di berlakukannya Sistem
Jaminan
Sosial Nasional di bidang Kesehatan sejak 1 januari 2014, yang
antara lain
mewajibkan seluruh Jaminan Kesehatan Daerah secara bertahap ,
harus
terintegrasi ke dalam satu sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
Namun karena
dalam perkembangannya program jaminan kesehatan yang selama
ini
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, telah berkembang dengan
pelbagai
variasi, serta dihadapkan pada kapasitas fiskal daerah yang
kemampuannya juga
bervariasi, maka diperlukan suatu formulasi kebijakan yang di
satu sisi harus
sesuai dengan amanat UU SJSN 40/2014 dan UU BPJS 24/2011, namun
disisi
lain juga harus mengakomodasi kewenangan daerah dalam kerangka
otonomi
daerah melalui desentralisasi.
Penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan dapat
diselesaikan, tanpa
dukungan dari pelbagai pihak. Oleh karena Itu, dalam kesempatan
ini, ijinkan
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi
kepada yang
saya hormati:
1. Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph,D, selaku promoter
utama yang telah memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk, dorongan
moril dan
semangat, serta memberikan akses maupun referensi yang sangat
berguna
dalam melaksanakan penelitian serta menyelesaikan penyusunan
disertasi
ini.
2. Prof. dr. Hari Kusnanto. SU., Dr.PH, selaku co promotor yang
telah memberikan bimbingan, nasehat, petunjuk, dorongan moril dan
semangat,
serta memberikan referensi yang sangat berguna dalam
melaksanakan
penelitian serta menyelesaikan penyusunan disertasi ini.
3. Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K). Onk, selaku Ketua Tim
Penguji, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan dan
koreksi
selama berlangsungnya ujian , sehingga penulis dapat lebih
menyempurnakan penyusunan disertasi ini.
4. Prof. dr. Mohammad Hakimi, SpOG(K)., Ph.D, selaku Ketua Tim
Penilai dan Tim Penguji yang telah memberikan bimbingan, koreksi,
referensi
serta memimpin tim penilai sehingga penulis memperoleh
kesempatan
untuk meneruskan tahapan dalam proses penyusunan disertasi ini
dapat
diselesaikan.
5. Prof. dr. Budi Mulyono, Sp.PK(K), selaku Tim Penilai dan Tim
Penguji yang telah melakukan penilaian terhadap kelayakan disertasi
ini dan
memberikan koreksi serta saran dalam proses perbaikan disertasi
ini.
6. Dr. Fitri Haryanti, SKp., M.Kes, selaku Tim Penilai dan Tim
Penguji yang telah melakukan penilaian terhadap kelayakan disertasi
ini dan
memberikan koreksi serta saran untuk perbaikan disertasi
ini.
-
v
7. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D, selaku Tim
Penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi selama proses
ujian guna
perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
8. Prof. Budi Hidayat, SKM., MPPM., Ph.D, selaku Tim Penguji
yang telah memberikan masukan dan koreksi selama proses ujian
guna
perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
9. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D, selaku Tim
Penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi selama proses
ujian guna
perbaikan dan penyempurnaan disertasi ini.
10. Prof. dr. Sofia Mubarika, M.Med.Sc, PhD, selaku Ketua
pengelola program S3 FK-UGM, yang telah banyak memberikan petunjuk,
arahan ,
koreksi serta dukungan moril, sehingga penulis mampu
melaksanakan
penelitian dan menyusun disertasi ini hingga dapat
diselesaikan.
11. Dr. Med. dr. Indwiani Astuti dan seluruh staf pengelola
program S3 FK-UGM, yang telah banyak memberikan dukungan
adminsitrasi,
komunikasi dan informasi pelbagai persyaratan dan kelengkapan
dalam
mempersiapkan disertasi ini, termasuk juga pada penyiapan
sarana
prasarana dalam setiap tahapan proses pendidikan ini.
12. Almarhumah dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH dan
dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, selaku Menteri Kesehatan RI pada saat
itu,
beserta seluruh pejabat terkait di Kemenkes RI (khususnya
Wamenkes
dan para pejabat Eselon 1-4) yang telah mengijinkan penelitian
dan
pengambilan data , serta memberikan dukunagan moril selama
penulis
melaksanakan tugas di Kemenkes RI, sehingga mampu
menyelesaikan
disertasi ini.
13. Para Gubernur, Bupati/Walikota dan para Kadinkes Provinsi/
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yang telah mendukung
ketersediaan
data dan pelbagai informasi khususnya dalam pelaksanaan Jamkesda
di
daerah masing masing sehingga sangat bermanfaat bagi penulis
dalam
menyelesaikan penelitian ini.
14. Semua institusi antara lain pimpinan/anggota/staf DJSN dan
BPJS, yang telah memberikan dukungan dan kelengkapan data serta
serta pelbagai
informasi guna penyusunan hasil penelitian serta disertasi
ini.
15. Redaksi Bulletin Penelitian Sistem Kesehatan dan Redaksi
Jurnal Ekologi Kesehatan, dan secara khusus kepada Prof.dr. Agus
Suwandono, MPH,
Dr.PH, Dr.Dede Anwar Musadad, SKM, Drg. Agus Suprapto,
M.Kes,
yang telah mendukung dan memberi kesempatan mempublikasikan
hasil
penelitian ini di bulletin dan jurnal tersebut.
16. Dr. dr. Harimat Hendarwan, MKes, Dr. dr. Yout Savithri MARS
dan Tb. Adi Satria, SE, ME beserta tim pendukungnya, yang telah
banyak
membantu dalam proses pengumpulan data dari seluruh Indonesia
serta
proses administrasinya sehingga pelaksanaan penelitian dan
penyusunan
disertasi ini dapat diselesaikan.
17. Almarhum Ayahanda R.Suratto, Ibunda Ny. R. Indarsih yang
telah membesarkan ,mendidik,membiayai, memberikan doa restu serta
banyak
-
vi
hal lainnya yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Karena jasa
beliau
yang tak ternilailah, maka sukses ini dapat tercapai.
18. Istri Ny. Lien Waspaningsih, anak-anak Deta-Bayu,
Rezama-Meutia, Sesa Shendi beserta para cucu, kakak-adik, saudara
dan para sahabat/rekan/
mitra yang sangat banyak dan tidak bisa disebut satu persatu,
yang telah
turut mendoakan, mendukung serta memberikan simpati serta
perhatiannya sejak awal sampai dengan terlaksananya ujian
terbuka
Doktor di FK-UGM .
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna dan
masih
ada kelemahan/kekurangan, oleh karena keterbatasan penulis
selaku mahkluk
Allah swt baik dalam pengetahuan maupun kemampuan penulisannya.
Untuk itu
penulis mohon maaf serta mengharapkan koreksi dan saran dari
semua pihak,
guna perbaikan disertasi ini. Semoga hasil penelitian dalam
disertasi ini dapat
bermanfaat khususnya dalam mensukseskan pelaksanaan Sistem
Jaminan Sosial
Nasional Bidang Kesehatan menuju pencapaian Universal Health
Coverage, serta
dapat mendorong dan mengilhami peneliti lain untuk melakukan
kajian yang lebih
dalam dan spesifik.
Demikian prakata dari penulis, atas perhatian dan dukungan Bapak
Ibu,
sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya.
Yogyakarta, November 2014
Penulis
Supriyantoro
-
vii
DAFTAR ISI
Abstrak
.......................................................................................................
ii
Promosi Doktor
...........................................................................................
iii
Prakata
.........................................................................................................
iv
Daftar isi
......................................................................................................
vii
Daftar tabel
..................................................................................................
ix
Daftar
gambar..............................................................................................
x
Daftar singkatan
..........................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN
........................................................................
1 1.1. Latar Belakang
..............................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah
......................................................................
2
1.3. Tujuan Penelitian
.........................................................................
2
1.3.1. Tujukan umum
....................................................................
2
1.3.2. Tujukan khusus
...................................................................
2
1.4. Keaslian Penelitian
........................................................................
4
1.5. Manfaat Penelitaian
......................................................................
5
1.5.1. Manfaat praktis
...................................................................
5
1.5.2. Manfaat teoritis
...................................................................
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
............................................................. 6
2.1. Kerangka Pemikiran
......................................................................
6
2.2. Hipotesis
.......................................................................................
9
BAB III. METODE PENILITIAN
......................................................... 10 3.1.
Desain Penelitian
..........................................................................
10
3.2. Waktu Penelitian
...........................................................................
11
3.3. Keterbatasan Penelitian
.................................................................
11
3.4. Pengumpulan Data
........................................................................
11
3.5. Langkah-langka Penelitian
............................................................ 12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
................................................ 16
4.1. Gambaran hasil pemetaan kondisi di 33 provinsi
......................... 16
4.1.1. Kapasitas Fiskal Daerah
...................................................... 16
4.1.2. Anggaran
.............................................................................
19
4.1.3. Pelaksanaan Jamkesda di Daerah Terpencil, Perbatasan
dan Kepulauan (DTPK)
....................................................... 22
4.2. Aspek Pengelolaan
........................................................................
24
4.3. Aspek Manfaat
..............................................................................
26
4.4. Penerima Bantuan Iuran
................................................................
28
4.5. Analisi Pola Manajemen Pengelolaan, Paket Manfaat, dan
Sasaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Daerah ......
34
4.5.1. Kebijakan pola manajemen pembiayaan
............................ 35
4.5.2. Kebijakan pola paket manfaat
............................................. 37
-
viii
4.5.3. Kebijakan pola sasaran penerima bantuan iuran
................. 39
4.6. Analisis perbandingan karakteristik dan kelayakan
kebijakan
jamkesda di 6 provinsi terpilih
...................................................... 40
4.7. Perbandungan sistem jaminan kesehaan bebarapa negara
............ 43
4.7.1. Perbandingan jaminan kesehatan Amerika Serikat dengan
Indonesia.............................................................................
43
4.7.2. Perbandingan sistem jaminan kesehatan Filipina dengan
Indonesia.............................................................................
45
4.8. Formulasi Kebijakan integrasi Jamkesda Ke dalam JKN
............. 46
4.8.1. Dasar Penyusunan Skenario Formulasi Kebijakan
............. 47
4.8.2. Formulasi Kebijkanan Sentralisasi Dinamis
....................... 48
4.8.3. Agenda Setting penerapan model Integrasi sentralisasi
dinamis
...............................................................................
53
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
........................................................ 59
5.1. Simpulan
......................................................................................
59
5.1.1. Gambaran hasil pemetaan kondisi di 33 provinsi
............... 59
5.1.2. Aspek Pengelolaan
..............................................................
59
5.1.3. Aspek manfaat
....................................................................
60
5.1.4. Aspek penerima bantuan
iuran............................................ 60
5.1.5. Formulasi kebijakan integrasi
............................................. 61
5.2. Saran
............................................................................................
61
5.2.1. Aspek teoritis (keilmuan)
.................................................... 61
5.2.2. Aspek praktis (guna laksana)
.............................................. 62
-
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Matriks informan penelitian
..................................................... 12
Tabel 3.2. Alur Langkah
Penelitian...........................................................
15
Tabel 4.1. Klasifikasi provinsi berdasarkan indeks kapasitas
fiskal ......... 18
Tabel 4.2. Persentase Kab/kota berdasarkan pengelompokan
kapasitas
fiskal (N=242)
..........................................................................
19
Tabel 4.3. Karakteristik anggaran kesehatan dalam APBD
Provinsi
berdasarkan Klasifikasi kapasitas fiskal
................................... 21
Tabel 4.4. Karakteristik Anggaran APBD Provinsi dari 6 provinsi
yang
di analisa
khusus.......................................................................
22
Tabel 4.5. Persentasse kabupaten./kota berdasarkan
pengelenggaraan
jaminan kesehatan daerah, 2013 (N=240)
................................ 25
Tabel 4.6. Persentase kabupaten/kota berdasarkan manfaat
jaminan
kesehatan daerah (N = 240)
...................................................... 27
Tabel 4.7. Distribusi kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi
pengelenggaran jaminan kesehatan daerah
.............................. 27
Tabel 4.8. Distribusi kabupaten/kota berdasarkan manfaat
jaminan
kesehatan daerah, tahun
2013................................................... 28
Tabel 4.9. Jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan usulan
daerah
yang tidak sesuai kuota PBI
..................................................... 29
Tabel 4.10. Cakupan kepesertaan jamkesda per provinsi tahun 2014
........ 31
Tabel 4.11. Pola Pembiayaan Jamkesda di enam
provinsi.......................... 35
Tabel 4.12. Nilai Karakteristik Kebijakan Jamkesda di beberapa
provinsi 41
Tabel 4.13. Perbandungan Pola JKN saat ini dengan jaminan
kesehatan di
AS dan
Philipina.......................................................................
45
Tabel 4.14. Skema Perbandingan pola JKN saat ini dan model
sentralisasi
Dinamis
..........................................................................
50
-
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Teori
...................................................................
8
Gambar 2.2. Kerangka konsep
.................................................................
9
Gambar 3.1. Desain studi kasus penelitian : studi multikasus
terjalin
(Diolah dari : Yi, 2008)
....................................................... 11
Gambar 4.1. Proporsi provinsi menurut indeks kapasitas fiskal
.............. 17
Gambar 4.2. Proporsi kabupaten/kota menurut indeks kapasitas
fiskal ... 18
Gambar 4.3. Persentase anggaran kesehatan berbangdingan
total
APBD provinsi dan kabupaten/kota di masing-masing
pronvinsi, tahun 2013
.......................................................... 19
Gambar 4.4. Anggaran kesehatan APBD 2013 perkapita per provinsi
.... 20
Gambar 4.5. Anggaran kesehatan APBD 2013 perkapitas 6
provinsi
yang dianalisa khusus
.......................................................... 21
Gambar 4.6. Persentase anggaran kesehatan berbanding total
APBD
provinsi di 6 provinsi yang dianalisa khusus
...................... 22
Gambar 4.7. Proporsi Provinsi menurur pengelolaan pembayaran
(pembiayaan dan cost sharing)
............................................ 26
Gambar 4.8. Proporsi provinsi menurut besaran pembayaran
iuran
Jamkesda
..........................................................................
32
Gambar 4.9. Proporsi provinsi menurut cara pembayaran klaim
Layanan
dasar dan layanan rujukan
................................................... 32
Gambar 4.10. Pola Jamkesda di 33 provinsi
.............................................. 33
Gambar 4.11. Formulasi kebijakan sentralisasi dinamis dalam
integrasi
Jamkesda ke JKN
................................................................
49
Gambar 4.12. Skema Perbandingan model sentralisasi dinamis dan
model
desentralisasi
terintegrasi.....................................................
52
Gambar 4.13. Skema Time Frame integrasi Jamkesda Dalam JKN
........ 53
-
xi
DAFTAR SINGKATAN
A
ADB = Asian Development Bank
AIDS = Acquired Imunodeficiency Syndrome
APBA = Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
ASABRI = Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
Askes = Asuransi Kesehatan
Askeskin = Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional
B
Bappenas = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BHP = Bahan Habis Pakai
BKKBN = Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
BPJKD = Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan Daerah
BPKKD = Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah
BPS = Badan Pusat Statistik
BUK = Bina Upaya Kesehatan
BUMN = Badan Usaha Milik Negara
D
DBK = Daerah Bermasalah Kesehatan
Depkes = Departemen Kesehatan
Depnaker = Departemen Tenaga Kerja
DI = Daerah Istimewa
DKI = Daerah Khusus Ibukota
-
xii
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DTPK = Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan
DUKM = Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
F
Faskes = Fasilitas Kesehatan
G
GSIS = Government Service Insurance System
H
HIV = Human Imunno Deficiency Virus
I
ICCU = Intensive Cardiac Care Unit
ICU = Intesive Care Unit
IGD = Instalasi Gawat Darurat
ILO = International Labour Organization
INA-CBGs = Indonesia Case Base Groups
IOL = Intra Ocular Lens
IT = informasi dan teknologi
J
Jamkesda = Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jamkesmasda = Jaminan Kesehatan Masyarakat Daerah
Jampersal = Jaminan Persalinan
Jamsoskes = Jaminan Sosial Kesehatan
-
xiii
Jamsostek = Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JamkesProv = Jaminan Kesehatan Provinsi
Jamkesta = Jaminan Kesehatan Semesta
Jamsosda = Jaminan Sosial Daerah
JKA = Jaminan Kesehatan Aceh
JKN = Jaminan Kesehatan Nasional
JKS = Jaminan Kesehatan Sosial
JKSS = Jaminan Kesehatan Serumpun Sebalai
JPK = Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
JPK Gakin = Jaminan Perlindungan Kesehatan Keluarga Miskin
JPKM = Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
JPKMM = Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
JPS-BK = Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan
JKBM = Jaminan Kesehatan Bali Mandara
K
KB = Keluarga Berencana
Kemenkes = Kementerian Kesehatan
Kepri = Kepulauan Riau
KfW = Kreditanststalt fur Wiederaufbau
KIA = Kesehatan Ibu dan Anak
KK = Kartu Keluarga
KKI = Konsil Kedokteran Indonesia
KLB = Kejadian Luar Biasa
KTP = Kartu Tanda Penduduk
M
Manlak = Pedoman Pelaksanaan
MDGs = Millenium Development Goals
Menaker = Menteri Tenaga Kerja
Menkes = Menteri Kesehatan
-
xiv
MKRI = Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
MoU = Memorandum of Understanding
MTBS = Manajemen Terpadu Balita Sehat
N
NAPZA = Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
NHIP = National Health Insurance of the Philippines
NHS = National Health System
NICU = Neonatal Intensive Care Unit
NTB = Nusa Tenggara Barat
O
OWWA = Overseas Workers Welfare Administration
P
PBI = Penerima Bantuan Iuran
PDB = Produk Domestik Bruto
PDT = Percepatan Daerah Tertinggal
Pemda = Pemerintah Daerah
PerBup = Peraturan Bupati
Perda = Peraturan Daerah
PerGub = Peraturan Gubernur
Perwali = Peraturan Walikota
PHB = Perum Husada Bhakti
PICU = Pediatric Intensive Care Unit
PKH = Program Keluarga Harapan
PKTK = Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja
PMS = Penyakit Menular Seksual
PNS = Pegawai Negeri Sipil
Polri = Kepolisian Republik Indonesia
-
xv
PP = Peraturan Pemerintah
P2JK = Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan
PPK = Pemberi Pelayanan Kesehatan
PPK BLU = Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
PTT = Pegawai Tidak Tetap
R
RBF = Result-Based Financing
RITL = Rawat Inap Tingkat Lanjut
RJTL = Rawat Jalan Tingkat Lanjut
RJTP = Rawat Jalan Tingkat Pertama
RITP = Rawat Inap Tingkat Pertama
RPJM = Rencana Pembangunan Jamngka Menengah
RPJMD = Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RS = Rumah Sakit
RSD = Rumah Sakit Daerah
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
S
Sakernas = Survei Angkatan Kerja Nasional
Samisake = Satu Miliar Satu Kecamatan
Satgas = Satuan Tugas
SDM = Sumber Daya Manusia
SJKD = Sistem Jaminan Kesehatan Daerah
SJSN = Sistem Jaminan Sosial Nasional
SK = Surat Keputusan
SKB = Surat Keputusan Bersama
SKN = Sistem Kesehatan Nasional
SKPD = Satuan Kerja Pemerintah Daerah
-
xvi
SSS = Social Security System
SKTM = Surat Keteranagan Tidak Mampu
Sumbar = Sumatera Barat
Sumsel = Sumatera Selatan
Susenas = Sensus Sosial Ekonomi Nasional
T
Taspen = Tabungan dan Asuransi Pensiun
THT = Telinga Hidung Tenggorok
TNI = Tentara Nasional Indonesia
U
UHC = Universal Health Coverage
UKP = Upaya Kesehatan Perorangan
UMP = Upah Minimum Provinsi
UP = Unit Pelaksana
UPTD = Unit Pelaksana Teknis Daerah
USG = Ultra Sono Grafi
UU = Undang-Undang
UUD 1945 = Undang-Undang Dasar 1945
W
WHO = World Health Organization
KB = Keluarga Berencana
Y
Yandas = Pelayanan Dasar
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
WHO telah menyepakati tercapainya Universal Health Coverage
(UHC) di tahun
2014. Universal Health Coverage merupakan sistem kesehatan yang
memastikan setiap
warga di dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap
pelayanan kesehatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bermutu
dengan biaya yang terjangkau.
Cakupan universal mengandung dua elemen inti yakni akses
pelayanan kesehatan yang
adil dan bermutu bagi setiap warga, dan perlindungan risiko
finansial ketika warga
menggunakan pelayanan kesehatan.
Indonesia pada saat ini sedang berada dalam masa transisi menuju
cakupan
pelayanan kesehatan semesta. Undang-Undang Nomor No.40 Tahun
2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional ( UU SJSN) telah menjawab prinsip dasar
UHC dengan
mewajibkan setiap penduduk memiliki akses pelayanan kesehatan
komprehensif yang
dibutuhkan melalui sistem pra-upaya.
Pengembangan arah sistem pembiayaan kesehatan seperti yang
dimaksud UU
SJSN, bukan hanya meliputi peran pemerintah pusat tetapi juga
pemerintah daerah
(provinsi dan kabupaten/kota). Hal ini dapat dilihat dalam pasal
22 Undang-undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa
pemerintah
daerah berkewajiban mengembangkan sistem jaminan sosial yang di
dalamnya termaktub
sistem jaminan kesehatan. Peran pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan sistem
jaminan sosial semakin kuat dengan dikabulkannya judicial review
atas UU No. 24 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Mahkamah
Konstitusi
Republik Indonesia. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi RI
dan untuk
menindaklanjuti amanat tersebut, telah ditetapkan kewajiban
daerah dan prioritas
belanjanya untuk mengembangkan sistem jaminan sosial berdasarkan
Pasal 22 huruf h
dan Pasal 167 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Upaya mengembangkan sistem jaminan sosial di daerah untuk
mewujudkan cakupan
terlindunginya semua penduduk, hendaknya disadari sebagai
pelaksanaan kewajiban
konstitusional.
Berdasarkan dasar hukum tersebut di atas, banyak pemerintahan
daerah yang
telah berinisiatif untuk mengembangkan sistem pembiayaan
kesehatan berupa Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Sampai dengan tahun 2010,
Kementerian Kesehatan telah
-
2
mencatat ada 352 kabupaten/kota dan 33 provinsi yang telah
mengembangkan Jamkesda.
Persentase penduduk yang dijamin melalui pelbagai program
perlindungan kesehatan,
sampai dengan Desember 2012 mencapai 59% dari jumlah penduduk di
Indonesia
(Kemenkes RI, 2011). Dengan demikian, masih ada 41% penduduk
Indonesia yang
belum memiliki jaminan kesehatan.
Kajian yang dilakukan Gani dkk. (2008) menemukan bahwa model
Jamkesda
yang dikembangkan di kabupaten/kota dan provinsi sangat
bervariasi. Variasi yang terjadi
meliputi berbagai aspek seperti badan pengelola, paket manfaat,
manajemen kepesertaan,
pembiayaan, iuran, dan pooling of resource. Penelitian tersebut
merekomendasikan
bahwa jika ditinjau dari perspektif luas dan diversitas antar
wilayah Indonesia,
pengembangan Jamkesda yang bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan kemampuan
daerah memang seharusnya terjadi dalam era desentralisasi
kesehatan.
Dari segi manajemen pengelolaan, di akhir tahun 2011 telah
disahkan Undang-
undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (UU BPJS)
untuk menjalankan amanah konstitusi UU No 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan jaminan kesehatan secara
nasional
dilaksanakan oleh BPJS, seperti telah diamanatkan oleh pasal 1
ayat (1) UU BPJS yang
menyatakan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan
program jaminan sosial. Menurut Pasal 2 UU BPJS, BPJS bertugas
menyelenggarakan
Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan asas kemanusiaan,
manfaat, dan keadilan
sosial bagi semua rakyat Indonesia. Dalam hal ini jelas bahwa
semua bentuk
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan
secara nasional oleh
BPJS, termasuk jaminan kesehatan didalamnya. Hal ini diperkuat
oleh Pasal 6 UU BPJS
yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan menyelenggarakan program
jaminan kesehatan.
Menghadapi hal tersebut pemerintah telah menyusun roadmap
menuju
pencapaian UHC, temasuk integrasi Jamkesda kedalam Jaminan
Kesehatan Nasional
(JKN) yang dimulai pada 1 Januari 2014. Namun dalam
mengintegrasikan Jamkesda tsb,
Pemerintah menghadapi kendala karena sangat bervariasinya
Jamkesda yang ada di level
Provinsi, Kabupaten dan Kota, dihadapkan pada berbagai faktor
antara lain kemampuan
fiskal daerah, komitmen pimpinan daerah serta penyesuaian dengan
regulasi yang ada
baik di daerah maupun di pusat.. Hal ini menuntut perhatian
pemerintah pusat untuk
dapat menyusun skenario kebijakan terbaik sekaligus menerapkan
best practices
berdasarkan pelaksanaan Jamkesda sehingga pelaksanaan BPJS akan
sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Pengintegrasian manajemen pengelolaan yang
tepat akan
mencegah terjadinya tumpang tindih (overlapping) wewenang dan
tanggung jawab, baik
pada pemerintah pusat, daerah maupun BPJS.
Selain manajemen pengelolaan, isu lain yang perlu diperhatikan
dalam
pengintegrasian sistem Jamkesda ke dalam Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN)
adalah paket manfaat. Paket manfaat Jamkesda saat ini masih
sangat bervariasi,
tergantung pada kemampuan APBD dan komitmen pimpinan daerah
terhadap masalah
kesehatan. Paket manfaat ini menjadi isu penting mengingat pada
saat pelaksanaan
-
3
integrasi Jamkesda kedalam JKN, jaminan kesehatan tsb mencakup
semua yang indikasi
medis.
Isu lainnya adalah mengenai sasaran penerima bantuan iuran.
Program Jamkesda
diselenggarakan bagi masyarakat miskin dan masyarakat tidak
mampu yang belum
menjadi peserta Jamkesmas. Besaran bantuan iuran, antara daerah
satu dengan yang lain
menjadi sangat bervariasi. Beberapa pemerintah daerah, khususnya
karena terkait dengan
janji politik, telah membuat kebijakan yang melebihi kemampuan
fiskal di daerahnya.
Akibatnya, beberapa rumah sakit terutama RSUD terbebani piutang
Jamkesda yang sulit
ditagih. Dalam jangka panjang kondisi ini akan berdampak pada
terganggunya cash flow
rumah sakit. Pemerintah daerah secara nasional telah menambah
31,6 juta (41,4 %)
peserta program jaminan kesehatan. Besarnya jumlah tersebut dan
beragamnya model
pengelolaan Jamkesda, tentu akan berdampak pada sulitnya
penyeragaman besaran iuran
dan sasaran penerima bantuan iuran Jamkesda kedalam mekanisme
JKN.
Pemerintah pusat memainkan peranan penting dalam menentukan
berbagai
alternatif kebijakan terbaik untuk pelaksanaan sistem jaminan
kesehatan secara nasional.
Dihadapkan pada pelbagai isu tersebut diatas, maka untuk
tercapainya integrasi Jamkesda
ke JKN, diperlukan suatu formula kebijakan yang mampu
mengintegrasikan
penyelenggaraan Jamkesda kabupaten/kota dan provinsi dalam skema
integrasi JKN, baik
dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun besaran
iuran.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pemetaan pola Jamkesda yang berjalan selama ini di
33 provinsi di
Indonesia , termasuk dalam hubungannya dengan kemampuan
fiskalnya?
2. Bagaimana karakteristik Jamkesda dalam hal manajemen
pengelolaan, paket
manfaat maupun sasaran penerima bantuan iuran?
3. Bagaimana formulasi dalam mengintegrasikan Jamkesda ke
program JKN,
khususnya dari aspek manajemen pengelolaan, paket manfaat dan
penerima
bantuan iuran?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum:
Diperolehnya formulasi kebijakan integrasi Jamkesda ke program
JKN dalam menuju
pencapaian Universal Health Coverage, khususnya dari sisi
manajemen pengelolaan,
paket manfaat maupun penerima bantuan, yang dapat
diimplementasikan dalam kerangka
desentralisasi.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Diperolehnya peta berbagai pola Jamkesda yang berjalan selama
ini di 33
provinsi di Indonesia, termasuk dalam hubungannya dengan
kapasitas fiskal
daerah.
-
4
2. Diperolehnya karakteristik berbagai perbedaan dalam
pengembangan Jamkesda,
khususnya dalam hal manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun
penerima
bantuan iuran.
3. Diperolehnya formulasi kebijakan pengintegrasian Jamkesda
kedalam JKN,
khususnya dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun
penerima
bantuan iuran, yang menyeimbangkan peran pusat dan daerah dalam
kerangka
desentralisasi.
1.4. Keaslian Penelitian
Penelitian yang terkait dengan pola dan kebijakan integrasi
Jamkesda serta ke
dalam sistem jaminan kesehatan nasional sudah pernah dilakukan
oleh peneliti lain,
namun belum dikaitkan dengan regulasi program JKN. Penelitian
ini, disamping
melakukan pemetaan pola Jamkesda pada kondisi terakhir ( tahun
2013 ), serta
memformulasikan kebijakan integrasi Jamkesda dikaitkan dengan
regulasi yang berlaku,
dengan tetap mengacu pada regulasi/ kebijakan dalam kerangka
desentralisasi maupun
sentralisasi secara komprehensif.
Di level nasional, kajian yang dilakukan Gani (2008) dalam
Laporan Kajian
Sistem Pembiayaan Kesehatan di Beberapa Kabupaten Dan
Kotamenemukan bahwa
model Jamkesda yang dikembangkan di kabupaten/kota dan provinsi
sangat bervariasi,
tidak ada satupun daerah yang memiliki model yang sama. Variasi
yang terjadi meliputi
berbagai aspek seperti badan pengelola, paket manfaat, manajemen
kepesertaan,
pembiayaan, iuran, dan pooling of resource. Penelitian tersebut
merekomendasikan
bahwa jika ditinjau dari perspektif luas dan diversitas antar
wilayah Indonesia,
pengembangan Jamkesda yang bervariasi sesuai dengan
karakteristik dan kemampuan
daerah memang seharusnya terjadi dalam era desentralisasi
kesehatan. Penelitian ini
memprediksi bahwa beban manajemen akan sangat berat jika skema
sistem jaminan
dilakukan sentralistis.
Berbeda dengan sudut pandang Gani (2008), penelitian ini
berupaya melihat sisi
lain dari proses kebijakan pembiayaan kesehatan karena tuntutan
UU BPJS adalah justru
resentralisasi pembiayaan kesehatan,dan justru Jamkesda dituntut
terintegrasi ke dalam
BPJS. Dengan demikian penelitian ini akan memberikan dimensi
perspektif yang berbeda
dalam memandang isu pembiayaan kesehatan terkini.
Penelitian ini juga berupaya memodifikasi model desentralisasi
terintegrasi yang
dikaji oleh Mukti & Moertjahjo (2008) dalam buku Sistem
jaminan kesehatan : konsep
desentralisasi terintegrasi yang menurut kajian terkait dalam
mengupayakan
pembiayaan kesehatan secara nasional, daerah dapat mengelola
dengan mekanisme
tersendiri dan atau membentuk sendiri badan pengelola namun
tetap wajib berkoordinasi
dengan pusat selaku penanggung jawab risk equalization. Hal ini
sulit untuk terjadi
mengingat amanat UU BPJS tidak memperkenankan daerah untuk
mengelola pembiayaan
kesehatan dengan mekanisme tersendiri.
-
5
Penelitian ini menjadi berbeda karena berupaya memberikan jalan
keluar agar
dalam proses integrasi Jamkesda ke JKN , disamping menjadi
tanggung jawab
Pemerintah Pusat ( sentralisasi), juga secara dinamis memberikan
peluang peran
Pemerintah Daerah ( Desentralisasi) sesuai dengan kewenangannya
dalam rangka
otonomi daerah, khususnya dalam hal pengelolaan, paket manfaat
dan cakupan PBI.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan
panduan dalam
menetapkan kebijakan untuk integrasi Jamkesda ke JKN di level
kabupaten/kota dan
provinsi di Indonesia, khususnya dalam aspek manajemen
pengolaan, paket manfaat
dan besaran iuran.
b. Memberikan masukan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan
lain
(stakeholders) terkait dengan pelaksanaan JKN tentang :
1) Model skema sistem JKN, yang mampu beradaptasi dengan
karakteristik wilayah
dan kesenjangan antar wilayah Indonesia.
2) Best practices skema JKN dalam era otonomi daerah dan
desentralisasi kesehatan
khususnya dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun
penerima
bantuan iuran.
3) Pemecahan persoalan dalam suatu formulasi kebijakan untuk
melaksanakan JKN
sebagai upaya mempercepat pencapaian Universal Health Coverage
dengan tetap
mengedepankan peran daerah dalam kerangka desentralisasi
kebijakan.
1.5.2.Manfaat Teoritis
a. Teori pengembangan sistem pembiayaan kesehatan nasional di
negara dengan
karakteristik wilayah dan diversitas yang luas antar
wilayah.
b. Teori pengembangan sistem jaminan kesehatan nasional yang
tersentralisasi
dengan pendekatan peran daerah dalam konteks otonomi daerah/
Dsentralisasi.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Pemikiran
Murti (2010) menguraikan bahwa implementasi sistem pelayanan
kesehatan
universal bervariasi di berbagai negara, tergantung pada sejauh
mana keterlibatan
pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan asuransi
kesehatan. Hal ini
sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia, yaitu dimensi
desentralisasi sangat
tampak dalam pembiayaan kesehatan, terbukti dari beragamnya
model pengelolaan
Jamkesda yang ada di Indonesia.
Menurut Casasnovas dkk (2009),desentralisasi organisasi
merupakan mekanisme
potensial untuk memfasilitasi perubahan pada aktivitas dari
semua level organisasi
termasuk pelayanan kesehatan, yang nantinya dapat mendukung
peningkatan efisiensi
organisasi tersebut. Desentralisasi ini akan mengambil alih
tempat melalui peningkatan
derajat inovasi kebijakan dan dinamisme sistem, dan juga level
transparasi yang lebih
besar. Namun, tetap akan ada transaksi biaya tambahan
(additional transaction costs)
yang terkait dengan mengecilnya level kekuasaan pusat dan
meningkatnya kebutuhan
koordinasi dan kerjasama secara sukarela. Sistem jaminan sosial
nasional sebagai sistem
nasional harus tetap mampu menjawab tantangan desentralisasi
ini, yaitu level kekuasaan
pusat tidak besar namun kemampuan koordinasi harus dapat
dikembangkan secara
sinergis dan efektif.
Disisi lain menelitian Regmi dkk. (2010) menunjukkan bahwa
desentralisasi
sangat bergantung pada prasyarat tertentu karena tidak selamanya
memiliki efek yang
diharapkan.Penelitian yang dilakukan Bossert, Bowser dan Amenyah
(2007) di Ghana
dan Guatemala serta Bossert dkk. (2003) di Columbia dan Chili
juga menunjukkan bahwa
tidak semua kewenangan hasilnya akan lebih baik jika
didesentralisasikan.
Dalam beberapa focus group discussion terhadap pemangku
kepentingan yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, berbagai materi substantif
yang diperlukan tidak
hanya dapat dituangkan dalam regulasi begitu saja tetapi harus
mengintegrasikan
berbagai pola jaminan kesehatan yang telah berjalan di daerah.
Fokus penyiapan SJSN
saat ini adalah untuk pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) di tahun
2014. BPJS akan difokuskan pada kewenangan pembiayaan kesehatan
seperti
diamanatkan oleh undang-undang. Oleh karenanya, untuk mencegah
tumpang tindih
antara pusat, daerah maupun BPJS, pembiayaan jaminan kesehatan
harus diintegrasikan
terlebih dahulu, sehingga tidak ada celah dalam wewenang dan
tanggung jawab
pemerintah.
Dimensi ketepatan kebijakan dan dimensi perumusan rekomendasi
kebijakan
digunakan untuk menilai alternatif pola pengelolaan Jamkesda
saat ini khususnya dari sisi
-
7
manajemen pengelolaan, paket manfaat serta bantuan iuran beserta
permasalahan dan
tantangannya. Selain itu, digunakan pula untuk menilai
alternatif best practices pola
pengelolaan Jamkesda yang telah berjalan serta menurut pola
rencana strategis
pengelolaan Jamkesda berdasarkan perspektif pemerintah daerah
(kabupaten/kota dan
provinsi) maupun berdasarkan perspektif pusat.
Banyaknya teori yang melandasi penentuan kebijakan yang tepat
maka akan
menghasilkan pilihan alternatif strategi yang tidak sedikit, hal
ini memerlukan ketepatan
pembuat kebijakan dalam memilih strategi yang terbaik. Menurut
Abidin (2004), terdapat
beberapa kriteria yang biasa di gunakan dalam mengukur ketepatan
suatu formulasi
kebijakan publik, antara lain : kelayakan politik, kelayakan
ekonomi, kelayakan
keuangan/biaya, kelayakan administrasi, kelayakan teknologi,
kelayakan sosial budaya,
dan kelayakan-kelayakan lain sesuai dengan kriteria yang dibuat
secara khusus.
Atas dasar pilihan formulasi kebijakan yang terbaik dari
alternatif yang ada, perlu
disusun hasil rekomendasi kebijakan akhir yang akan
diimplementasikan kemudian oleh
pembuat kebijakan. Dunn mengemukakan 4 karakteristik yang harus
dipertimbangkan
dalam menyusun suatu rekomendasi kebijakan, antara lain:
1. Action focus, rekomendasi harus memuat aksi yang diperlukan
agar kondisi yang
sebaiknya terjadi dapat terwujud oleh kebijakan tersebut.Future
oriented,
rekomendasi harus menjelaskan keadaan sebelum adanya kebijakan
dan keadaan
yang akan terjadi sesudah ada kebijakan.
2. Fact-value interdependence, rekomendasi harus mampu
mengkaitkan fakta dan
nilai, sehingga rekomendasi tidak sebatas aksi melainkan juga
berkenaan dengan
penerimaan dari nilai-nilai yang ada termasuk di masyarakat.
3. Value duality, dimana rekomendasi kebijakan harus mampu
menggambarkan
nilai intrinsik yang menjadi tujuan akhir dari kebijakan dan
nilai ekstrinsik
sebagai sasaran antara sebagai jalan menuju tujuan akhir.
Untuk memilih alternatif kebijakan yang layak, perlu
dipertimbangkan ketepatan
kebijakan tersebut melalui dimensi-dimensi kelayakan sepertiyang
dikutip dari
Abidin,(2004). Atas dasar penilaian kelayakan tersebut maka
dapat dipilih best practices
terbaik dari alternatif yang ada untuk kemudian diformulasikan
menjadi suatu
rekomendasi kebijakan akhir dengan mempertimbangkan 4 (empat)
karakteristik
(William Dunn) yang harus ada dalam rekomendasi kebijakan.
-
8
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(sumber: Diolah Sendiri)
Amanat UUD 1945
SJSN
JAMKESDA JKN
Formula si
kebijakan
Integrasi
Jamkesda
ke JKN
POLA
PENGELOLA
AN JAMKESDA
Dimensi Ketepatan Kebijakan
Abidin (2004)
Kelayakan politik
Kelayakan
ekonomi
Kelayakan
keu/biaya
Kelayakanadminis
t.
kelayakan lain dgn
kriteria khusus.
Kelayakan
teknologi
Kelayakan Sosbud
MANAJEMEN
PENGELOLA
AN
PAKET MANFAAT
Cakupan PBI
Action focus
Future oriented
Fact value inter
dependence
Value duality
William Dunn:
karakteristik Rekomendasi
Kebijakan
-
9
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
(sumber: Diolah Sendiri)
2.2. Hipotesis
Atas dasar uraian kerangka pemikiran di atas, maka diambil
hipotesis bahwa:
Besarnya manfaat jaminan kesehatan yang diberikan oleh daerah
tergantung
kepada tinggi rendahnya tingkat kapasitas fiskal suatu
daerah.
Untuk mengintegrasikan sistem Jamkesda di berbagai Provinsi
kedalam JKN
adalah melalui formulasi kebijakan yang mampu mengintegrasikan
sisi
manajemen pengelolaan, paket manfaat, dan pola kepesertaan
penerima bantuan
iuran secara nasional dengan tetap berlandaskan pada kerangka
desentralisasi.
-
10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk menggunakan pendekatan penelitian
mixed
methods. Dalamrancangan penelitian mixed methods ini, peneliti
menggabungkan metode
survei (kuantitatif) dengan studi kasus (kualitatif) seperti
contoh yang ditunjukkan oleh
Gable (1994) dan keduanya saling melengkapi (komplementer). Hal
ini pun sejalan
dengan uraian Creswell (2009) bahwa studi mixed methods diawali
dengan survei
kuantitatif secara luas yang ditujukan untuk menggeneralisasi
suatu hasil dalam populasi,
kemudian penelitian difokuskan pada fase kedua, yakni pendekatan
kualitatif secara
detail dengan wawancara terbuka untuk mengumpulkan pandangan
rinci dari partisipan.
Dalam penelitian ini, fase kedua yang diuraikan Creswell
tersebut dilakukan dengan
pendekatan studi kasus.
Studi kasus dipilih karena metode ini dapat mempelajari satu
unit kelompok
tertentu untuk tujuan memahami kelompok yang lebih besar.
Gerring
(2007)menyebutkancase study sebagaian intensive study of a
single unit for the purpose
of understanding a larger class of (similar) units.
Karakteristik permasalahan jaminan
kesehatan daerah memiliki fenomena yang serupa dan kasus yang
serupa antar daerah
sehingga dapat diteliti menggunakan case study.
Rancangan studi kasus yang dilakukan berupa disain multikasus
terjalin
(embedded multiple case design). Menurut Yin (2008), disain
multikasus terjalin
merupakan study case yang terdiri dari beberapa kasus dan
beberapa unit analisis.
Penelitian multi kasus ini dianggap terjalin (embedded) karena
banyaknya kasus
(33 Provinsi dan 6 Provinsi terpilih) dengan unit analisis
mencakup pembuat kebijakan,
pengelola dan masyarakat. Studi kasus Jamkesda di masing-masing
provinsi dilakukan
dalam konteks pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Masing-masing studi kasus
tersebut memberikan gambaran pelaksanaan Jamkesda Provinsi
ditinjau dari sisi
manajemen pengelolaan, paket manfaat dan penerima bantuan
iuran.
Penelitian studi kasus ini dilakukan melaluipendekatan
eksploratif dengan
melakukan pengumpulan data primer berupa In-depth interviewdan
focus group
discussion serta menggunakan beberapa pendekatan dalam
metodologi case study
interpretatif (memahami fenomena melalui pemaknaan dari
orang-orang yang terlibat
didalamnya).
-
11
Gbr. 3.1.
Disain Studi Kasus Penelitian: Studi Multikasus Terjalin
(Diolah dari : Yin, 2008)
3.2. Waktu Penelitian
Penelitian dan penulisan laporan dilakukan pada tahun
2013-2014
3.3. Keterbatasan Penelitian
Karena luasnya dimensi penelitian ini, maka tidak dilakukan
pendalaman pada
dimensi pembiayaan kesehatan secara spesifik sampai ke seluruh
tingkat kabupaten/kota,
melainkan dilakukan secara lebih fokus pada aspek manajemen
pengelolaan, paket
manfaat dan cakupan bantuan iuran di tingkat Provinsi.
3.4. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder.
Data primer
dikumpulkan melalui self administered questionnaire, pengamatan
partisipatif,
wawancara, dan diskusi mendalam. Data sekunder dikumpulkan
melalui studi literatur,
observasi dokumen,dan sebagainya. Kedua jenis data ini digunakan
untuk bahan analisis
dan interpretasi.
Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi fakta
dan proses pelaksanaan kebijakan Jamkesda dimulai dari
perencanaan, analisis
kebutuhan, implementasi pelayanan dan hasil yang didapat dari
pelaksanaan, diantaranya
Multikasus Terjalin (Embedded Multiple-Case)
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Studi Kasus:
Jamkesda Provinsi X1 Manajemen Pengelolaan
Paket Manfaat
Penerima Bantuan iuran
Unit of Analysis:
Pembuat Kebijakan
Pengelola
Masyarakat
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Studi Kasus:
Jamkesda Provinsi Xn Manajemen Pengelolaan
Paket Manfaat
Penerima Bantuan iuran
Unit of Analysis:
Pembuat Kebijakan
Pengelola
Masyarakat
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Studi Kasus:
Jamkesda Provinsi X33 Manajemen Pengelolaan
Paket Manfaat
Penerima Bantuan iuran
Unit of Analysis:
Pembuat Kebijakan
Pengelola
Masyarakat
-
12
data tentang pemenuhan hak peserta dalam pelaksanaan program,
perencanaan dari
pemerintah pusat, monitoring danevaluasi dari program yang
berjalan terkait pelayanan.
Rincian data yang digunakan untuk dijadikan batasan dalam
mengembangkan materi
pengamatan ketikaa melakukan observasi, wawancara dan diskusi
kelompok terfokus
(focus group discussion).
Tabel 3.1
Matriks informan penelitian
No Informan
Metode
pengumpulan
data
1 Tingkat pusat
1.1 Pelaku kebijakan di
kementerian kesehatan
Kepala Pusat Pembiayaan
Jaminan Kesehatan
Wawancara
mendalam/ FGD
1.2 Pimpinan Dewan
Jaminan Sosial Nasional
Ketua Dewan Jaminan Sosial
Nasional
(Chazali Situmorang)
Wawancara
mendalam/ FGD
1.3 Pakar dalam jaminan
sosial
Direktur Operasional BPJS Wawancara
mendalam
2 Tingkat daerah
2.1 Kepala dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota
Kepala dinas kesehatan di 6
provinsi (Provinsi Kepri,
Provinsi Aceh, Sumatera Barat,
DKI Jakarta, Gorontalo dan
NTT)
Wawancara
mendalam/FGD
2.2 Kepala Bappeda
provinsi/kabupaten/kota
Kepala BAPEDA di 6 provinsi
(Provinsi Kepri, Provinsi Aceh,
Sumatera Barat, DKI Jakarta,
Gorontalo dan NTT)
Wawancara
mendalam
2.3 Pengelola Jamkesda Kepala bidang yang mengelola
program jamkesda di 6 provinsi
Wawancara
mendalam/FGD
2.4 Pimpinan RSU
pemerintah setempat
Kepala RS Pemerintah Wawancara
mendalam/FGD
2.5 Staf RSU pemerintah
setempat
Karyawan dan Tenaga Medis di
RS Pemerintah
Wawancara
mendalam/FGD
2.7 Pengelola puskesmas Kepala dan Staf serta Tenaga
Medis di Puskesmas
Wawancara
mendalam/FGD
2.6 Masyarakat pengguna
Jamkesda
Pasien di pelayanan kesehatan
yang menggunakan Jamkesda
Wawancara
mendalam
3.5. Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui 4 tahap. Tahap pertama:
penelitian dilakukan
secara survei terhadap seluruh provinsi di Indonesia yang sudah
memiliki Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) untuk mengetahui pola jamkesda yang
kemudian disajikan
melalui studi kasus di 33 provinsi. Dari pengelompokan pola
jamkesda akan ditemukan
matriks pengelolaannya.
-
13
Tahap kedua, peneliti menyusun hasil studi kasus dengan
menyimpulkan
keberagaman proses pengelolaan Jamkesda. Untuk itudilakukan
:
1. Identifikasi 33 provinsi sesuai dengan tingkat kemiskinan
Indonesia (berdasarkan
data Susenas tahun 2012), yang membandingkan kesenjangan
proporsi penduduk
miskin di desa dan di kota.
2. Cakupan kepesertaan Jamkesda di setiap provinsi,
membandingkan persentase nilai
jumlah peserta jamkesda di provinsi dibandingkan dengan jumlah
total penduduk tiap
provinsi tersebut.
3. Grouping klasifikasi kapasitas fiskal menjadi 4 kelompok
(kapasitas fiskal rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi) sesuai dengan kapasitas
fiskal daerah yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Peta
Kapasitas Fiskal No
226 Tahun 2012.
4. Pengelompokan anggaran belanja daerah bidang kesehatan
dibandingkan dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu 10%
dari APBD
provinsi, dan anggaran kesehatan per kapita di masing-masing
provinsi.
Setelah mengetahui melalui studi kasus ke 33 provinsi, dilakukan
re-grouping
terhadap klasifikasi indeks kapasitas fiskal dalam bentuk
matriks tabel 2x2, dari semula 4
kelompok (kapasitas fiskal rendah, sedang, tinggi, dan sangat
tinggi), menjadi 2
kelompok (rendah dan tinggi).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 245/2010 tentang
Peta
Kapasitas Fiskal Daerah, kapasitas fiskal di definisikan sebagai
gambaran kemampuan
keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui
penerimaan umum APBD
(tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, Dana Pinjaman
Lama dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai
pengeluaran tertentu)
untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja
pegawai dan dikaitkan
dengan jumlah penduduk miskin. Penghitungan kapasitas fiskal
menurut Peraturan
Menteri Keuangan tersebut mencakup indikator pendapatan asli
daerah (PAD), dana bagi
hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), pendapatan daerah yang
sah, belanja pegawai,
dan jumlah penduduk miskin. Data penduduk miskin mengacu pada
data BPS dan data
lainnya mengacu pada realisasi APBN/D pada tahun terkait.
Penghitungan indeks
kapasitas fiskal daerah pada tingkat provinsi seperti yang
digunakan sebagai data
sekunder dalam disertasi ini dilakukan dengan menghitung
kapasitas fiskal masing-
masing provinsi dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal semua
daerah provinsi sesuai
dengan Pasal 4 (4) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 245/2010
tentang Kapasitas
Fiskal Daerah.
Kategorisasi indeks kapasitas fiskal dibagi dalam 4 kelompok
kapasitas fiskal
yaitu: indeks kapasitas fiskal sangat tinggi, tinggi, sedang dan
rendah. Daerah yang
dikategorikan indeks kapasitas fiskal sangat tinggi merupakan
daerah dengan indeks lebih
atau sama dengan 2. Daerah dengan indeks sama dengan 1 sampai
kurang dari 2 masuk
dalam kategori fiskal tinggi. Daerah dengan indeks kapasitas
fiskal sedang adalah daerah
dengan indeks lebih dari 0,5 sampai kurang dari 1. Daerah dengan
indeks kapasitas fiskal
-
14
rendah mencakup daerah dengan indeks kurang dari atau sama
dengan 0,5. Daerah
dengan kapasitas fiskal rendah dan kapasitas fiskal sedang
disatukan ke dalam klasifikasi
baru, yakni kapasitas fiskal rendah. Sebaliknya, daerah dengan
kapasitas fiskal tinggi dan
sangat tinggi disatukan ke dalam klasifikasi kapasitas fiskal
tinggi.
Dilakukan analisis menggunakan analisis bivariabeldengan
menggunakan uji kai
kuadrat (chi square) untuk menunjukkan ada atau tidak adanya
hubungan yang signifikan
secara statistik antara kapasitas fiskal dengan penyelenggaradan
manfaat Jaminan
Kesehatan Daerah. Besarnya pengaruh dapat dinilai berdasarkan
perhitungan Mantel-
Haenszel Common Odds Ratio Estimates.
Tahap ketiga, menyusun rekomendasi dan kategorisasi kebijakan.
Dalam
menyusun rekomendasi kebijakan akan diberikan penilaian
kelayakan kebijakan
berdasarkan data primer kualitatif yang diperoleh dilapangan
yaitu terhadap 6 provinsi
terpilih (berdasarkan pemilihan dari kategorisasi kelompok
kapasitas fiskal).
Pemilihan provinsi ini dilakukan secara proporsional menggunakan
teknik
purposive random sampling atau mengambil beberapa sampel secara
random dari target
populasi tertentu yang lebih luas. Dalam konteks operasional
jumlah provinsi yang
terpilih secara random diambil dari masing-masing kelompok
kapasitas fiskal yang telah
ditentukan sebelumnya. Jumlah provinsi yang dipilih disesuaikan
bobot jumlahnya
dengan total jumlah provinsi yang terdapat di dalam
masing-masing kelompok kapasitas
fiskal. Terdapat 6 provinsi yang dipilih secara acak berdasarkan
klasifikasi kelompok
kapasitas fiskal yaitu: Provinsi Aceh, Gorontalo, NTT (kapasitas
fiskal rendah), Provinsi
Sumatera Barat (kapasitas fiskal sedang), Provinsi Kepulauan
Riau (kapasitas fiskal
tinggi) dan Provinsi DKI Jakarta (kapasitas fiskal sangat
tinggi).
Kemudian dilakukan kategorisasi berdasarkan ketepatan
rekomendasi kebijakan
disusun. Ketepatan rekomendasi mengacu kepada kriteria
karakteristik yang harus
dipertimbangkan dalam menyusun suatu rekomendasi kebijakan
(Dunn), antara lain
action focus, future oriented, fact-value interdependence, dan
value duality.
Selain itu dilakukan pula kategorisasi berdasarkan kelayakan
kebijakan yang
dikembangkan dari Abidin (2004) untuk mengukur kelayakan suatu
formulasi kebijakan
publik, antara lain : kelayakan sosial dan politik, kelayakan
ekonomi dan keuangan,
kelayakan administrasi, dan kelayakan teknologi.
Dalam analisis data studi lebih lanjut berupa komparasi
dilakukan pengumpulan
data lapangan lanjutan (triangulasi dan verifikasi hasil
penilaian kelayakan kebijakan).
Untuk memverifikasi dan mentriangulasi hasil penilaian kelayakan
kebijakan pada 6
lokus provinsi, yaitu : Provinsi Aceh, Sumatera Barat, DKI
Jakarta, Kepulauan Riau,
Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur yang paling layak untuk
diiintegrasikan kedalam
Jamkesda. Triangulasi difokuskan pada kemampuan Jamkesda
terpilih dalam hal :
1. Manajemen pengelolaan
2. Paket manfaat
3. Kepesertaan penerima bantuan iuran
-
15
Untuk tahapan ini dilakukan kembali wawancara mendalam/FGD
dengan
informan terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah terkait,
khususnya untuk
melakukancek, re-check dan cross check hasil penilaian agar
dapat dianalisis dan
diinterpretasi.Atas dasar kebutuhan tersebut, penelitian ini
menggunakan beberapa tools
pendekatan kualitatif berupa wawancara mendalam, diskusi
kelompok terfokus maupun
observasi lapangan yang dilakukan dengan tujuan lebih memahami
suatu situasi sosial,
peristiwa, peran dam interaksi kelompok. Dalam hal ini didapat
gambaran secara lebih
mendalam mengenai jaminan kesehatan daerah di 33 provinsi.
Tahap keempat , berdasarkan hasil-hasil tersebut diatas,
kemudian disusun
formulasi kebijakan integrasi Jamkesda ke JKN, serta pentahapan
dan skema
implementasinya.
Gambar 3.2. Alur Langkah Penelitian
(sumber: diolah sendiri)
TAHAP IV Penyusunan formulasi
kebijakan integrasi
TAHAP III Penyusunan
Rekomendasi & Kategorisasi kebijakan
TAHAP II Studi kasus 33 provinsi
TAHAP I: Survei
33 provinsi
Kategorisasi
berdasarkan
kapasitas
fiskal
Tingkat kemiskinan
Cakupan kepesertaan Jamskesda
APBD sektor kesehatan
kapasitas fiskal
Analisa bivariabel
pendalaman studi 6 provinsi terpilih
Penilaian kelayakan dan karakteristik kebijakan
Triangulasi dan verifikasi lapangan
Pemilihan provinsi berd. kap fiskal
Perbandingan LN
Rumusan integrasi
Action Plan Penentuan tahapan
&skema implementasi
Action Plan
-
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran hasil pemetaan kondisi di 33 Provinsi :
Terdapat 4 provinsi yang sudah mencapai Universal Health
Coverage.
Jumlah provinsi yang hanya menjamin peserta penduduk miskin non
Jamkesmas
mencapai 27 provinsi (81,81%), serta 2 provinsi (6,06%) yang
menggunakan
SKTM. Gambaran diatas menunjukkan bahwa pemahaman dan
kemampuan
daerah dalam pengelolaan Jamkesda masih berbeda satu dengan yang
lain,
khususnya dalam rangka mencapai Universal Health Coverage.
Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik dan kelayakan
kebijakan
Jamkesda di 6 provinsi , tergambar beberapa hal yang harus
dipertimbangkan
dalam penyusunan formulasi kebijakan integrasi sebagai
berikut:
1) Keberadaan regulasi dan atau rencana aksi di tingkat provinsi
akan
menentukan sejauh mana proses integrasi Jamkesda dapat berjalan
dengan
baik.
2) Komitmen politik pemimpin daerah pada umumnya sudah
visioner
dalam hal penyiapan jaminan kesehatan
3) Persoalan kesiapan lapangan juga menjadi kunci yang harus
disiapkan
selama proses integrasi Jamkesda ke dalam JKN, antara lain
:keterbatasan
akses, ketersediaan fasiltas pelayanan kesehatan maupun
organisasi BPJS
di daerah yg tersebar merata dan kualitas standar, serta
tingkat
pengetahuan/ kesadaran masyarakat.
4) Kemampuan daerah untuk menyesuaikan kebijakan Jamkesda
yang disusun dengan indikator kinerja RPJMD menjadi penting
dalam
proses integrasi, karena rencana proses integrasi Jamkesda
harus
mempertimbangkan penyesuaian terhadap capaian RPJMD masing-
masing daerah.
5) Faktor ekonomi dan keuangan, khususnya kesiapan anggaran
daerah
sangat menentukan kesiapan daerah dalam berintegrasi
6) Result base financing dapat membantu menjembatani perbedaan
sistem
yang ada dan meningkatkan kinerja baik dari sisi penawaran
dan
permintaan dari sistem kesehatan yang mengupayakan untuk
mencapai
Universal Health Coverage.
4.1.1. Kapasitas Fiskal Daerah
Berdasarkan tabel lampiran peta kapasitas fiskal daerah
(Lampiran
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 226/PMK.07/2012)
didapatkan
-
17
gambaran kemampuan fiskal provinsi di Indonesia. Dalam tabel
indeks fiskal
tersebut diperoleh gambaran bahwa terdapat provinsi dengan
kriteria kapasitas
fiskal rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Provinsi dengan
kriteria indeks
kapasitas fiskal rendah merupakan yang terbanyak, yaitu sebanyak
18 provinsi
(54,55%), diikuti kriteria sedang 7 propinsi (21,21%), tinggi 5
propinsi (15,15%)
dan kriteria sangat tinggi 3 provinsi (9,09%) . Jika ditinjau
dari tingkat kapasitas
fiskal kabupaten/kota, terbanyak kategori kapasitas fiskal
rendah, yaitu sebanyak
289 kabupaten/kota (58,98%), kategori sedang sebayak 86
kabupaten/kota
(17,55%), kategori tinggi 61 kabupaten/kota (12,45%) dan sangat
tinggi sebanyak
54 kabupaten/kota (11,02%). Masing masing indeks kapasitas
fiskal propinsi tsb
akan dikaitkan dengan proporsi alokasi anggaran kesehatan, untuk
melihat sejauh
mana korelasinya. Dengan demikian akan memberi gambaran,apakah
kebijakan
Jamkesda di tingkat Propinsi sudah sesuai dengan kondisi
kapasitas fiskal
daerahnya.
Gambar 4.1. Proporsi provinsi menurut indeks kapasitas
fiskal
(Diolah sendiri dari sumber Peraturan Menteri Keuangan /PMK-RI
226/2012 )
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
15,15%
54,55%
9,09%
21,21%
-
18
Tabel 4.1. Klasifikasi provinsi berdasarkan indeks kapasitas
fiskal
Indeks kapasitas fiskal
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Aceh
Sumut
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Jabar
Jateng
Jatim
DI Yogyakarta
Sulteng
Sulsel
Sultra
NTT
NTB
Maluku
Papua
Gorontalo
Sulbar
Sumbar
Jambi
Kalbar
Sulut
Maluku Utara
Banten
Papua Barat
Riau
Kalteng
Kalsel
Bali
Kepri
DKI Jakarta
Kaltim
Babel
(Diolah sendiri dari sumber Lampiran Peraturan Menteri Keuangan/
PMK-RI 226/PMK.07/2012)
Gambar 4.2. Proporsi kabupaten/kota menurut indeks kapasitas
fiskal
( Diolah sendiri dari sumber Peraturan Menteri Keuangan /PMK-RI
226/2012)
Dari data 242 kabupaten/kota yang menyelenggarakan Jaminan
Kesehatan
Daerah yang dapat diolah, terdapat 152 kabupaten/kota yang
dikategorikan
sebagai daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah (62,8%), 30
kabupaten/kota
dengan kapasitas fiskal sedang (12,4%), 25 kabupaten/kota dengan
kapasitas
fiskal tinggi (10,3%), dan 35 kabupaten/kota dengan kapasitas
fiskal sangat tinggi
(14,5%).Klasifikasi kapasitas fiskal ditetapkan berdasarkan
Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 226/PMK.07/2012 tentang Peta
Kapasitas
Fiskal Daerah.
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah58,98%
11,02%
12,45%
17,55%
-
19
Tabel 4.2. Persentase kab/kota berdasarkan pengelompokan
kapasitas
fiskal (N = 242)
No Klasifikasi Kapasitas
Fiskal
n %
1 Rendah 152 62,8
2 Sedang 30 12,4
3 Tinggi 25 10,3
4 Sangat tinggi 35 14,5
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provins tahun
2013)
4.1.2. Anggaran
Bila dibandingkan antara anggaran kesehatan dalam APBD 2013
dengan
total APBD provinsi, maka secara nasional sudah mencapai 9,56%.
Provinsi Bali
dan kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalokasikan 12,7%
anggarannya untuk
kesehatan, hampir sama dengan Provinsi Bali. Sebaliknya,
Provinsi Riau dan
kabupaten/kota di Provinsi Riau mengalokasikan sekitar 6,57%
dari APBD-nya
untuk kesehatan ( Gambar 4.3).
Gambar 4.3. Persentase anggaran kesehatan berbanding total
APBD
provinsi dan kabupaten/kota di masing-masing provinsi, tahun
2013
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi
2013)
6,57
12,7
0
2
4
6
8
10
12
14
Pro
v. R
iau
Pro
v. L
amp
un
g
Pro
v. P
apu
a B
arat
Pro
v. S
um
ater
a Se
lata
n
Pro
v. S
ula
wes
i Bar
at
Pro
v. K
alim
anta
n T
imu
r
Pro
v. M
alu
ku U
tara
Pro
v. P
apu
a
Pro
v. M
alu
ku
Pro
v. S
ula
wes
i Uta
ra
Pro
v. K
alim
anta
n T
enga
h
Pro
v. S
ula
wes
i Ten
ggar
a
Pro
v. K
epu
lau
an R
iau
Pro
v. J
amb
i
Pro
v. S
um
ater
a U
tara
Pro
v. K
alim
anta
n B
arat
Pro
v. J
awa
Bar
at
Pro
v. N
usa
Ten
ggar
a B
arat
Pro
v. G
oro
nta
lo
Pro
v. S
um
ater
a B
arat
Pro
v. N
usa
Ten
ggar
a Ti
mu
r
Pro
v. S
ula
wes
i Sel
atan
Pro
v. D
KI J
akar
ta
Pro
v. A
ceh
Pro
v. B
engk
ulu
Pro
v. B
angk
a B
elit
un
g
Pro
v. S
ula
wes
i Ten
gah
Pro
v. D
I Yo
gyak
arta
Pro
v. B
ante
n
Pro
v. J
awa
Ten
gah
Pro
v. K
alim
anta
n S
elat
an
Pro
v. J
awa
Tim
ur
Pro
v. B
ali
-
20
Gambar 4.4. Anggaran kesehatan APBD 2013 per kapita per
provinsi
(Sumber: Diolah sendiri dari data APBD berbagai Provinsi)
Secara nasional, anggaran kesehatan per kapita semua provinsi
dan
kabupaten/kota adalah sebesar Rp. 286.655,-. Provinsi Papua
Barat dan
kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat mengalokasikan anggaran
yang tertinggi,
sebesar Rp. 1.076.089,-. Provinsi Jawa Barat, Lampung, dan
Banten merupakan
tiga provinsi dengan anggaran kesehatan perkapita yang terendah
( Gambar 4.4).
Khusus untuk APBD provinsi, komposisi jumlah provinsi yang
mengalokasikan < 10% dari APBD-nya untuk kesehatan dengan
provinsi yang
mengalokasikan 10% terbagi merata untuk masing-masing
klasifikasi kapasitas
fiskal. Rata-rata persentase anggaran kesehatan berbanding
anggaran total APBD
pada provinsi yang berada dalan klasifikasi kapasitas fiskal
rendah adalah 9,58%,
tidak berbeda jauh dengan provinsi yang berada dalam kategori
kapasitas fiskal
sedang (9,67%). Provinsi yang berada dalam klasifikasi kapasitas
fiskal tinggi dan
sangat tinggi telah mengalokasikan anggaran kesehatan sesuai
dengan amanat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, yakni 10%. (Tabel 4.4).
Provinsi
dengan anggaran kesehatan perkapita terkecil adalah Provinsi
Nusa Tenggara
Timur dengan anggaran sebesar Rp. 304.262,-/jiwa/tahun.
146.239
1.076.089
286.665
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000P
rov.
Jaw
a B
arat
Pro
v. L
amp
un
g
Pro
v. B
ante
n
Pro
v. J
awa
Ten
gah
Pro
v. N
usa
Ten
ggar
a B
arat
Pro
v. J
awa
Tim
ur
Pro
v. S
um
ater
a Se
lata
n
Pro
v. S
ula
wes
i Bar
at
Pro
v. S
um
ater
a U
tara
Pro
v. D
I Yo
gyak
arta
Pro
v. N
usa
Ten
ggar
a Ti
mu
r
Pro
v. S
ula
wes
i Sel
atan
Pro
v. K
alim
anta
n B
arat
Pro
v. J
amb
i
Pro
v. S
um
ater
a B
arat
Pro
v. R
iau
Pro
v. S
ula
wes
i Uta
ra
Pro
v. S
ula
wes
i Ten
ggar
a
Pro
v. G
oro
nta
lo
Pro
v. S
ula
wes
i Ten
gah
Pro
v. M
alu
ku
Pro
v. B
engk
ulu
Pro
v. D
KI J
akar
ta
Pro
v. B
ali
Pro
v. K
epu
lau
an R
iau
Pro
v. M
alu
ku U
tara
Pro
v. B
angk
a B
elit
un
g
Pro
v. K
alim
anta
n T
enga
h
Pro
v. K
alim
anta
n S
elat
an
Pro
v. A
ceh
Pro
v. P
apu
a
Pro
v. K
alim
anta
n T
imu
r
Pro
v. P
apu
a B
arat
IND
ON
ESIA
-
21
Tabel 4.3. Karakteristik anggaran kesehatan dalam APBD
provinsi
berdasarkan klasifikasi kapasitas fiskal
Kapasitas Fiskal
Kategori Anggaran Rata-rata Persentase
anggaran Kesehatan
dalam APBD (%) < 10% 10%
Rendah 10 9 9,58
Sedang 3 3 9,67
Tinggi 3 2 13,4
Sangat Tinggi 1 2 10,67
(Sumber: Diolah sendiri dari data APBD berbagai Provinsi)
Gambar 4.5 Anggaran kesehatan APBD 2013 per kapita 6
provinsi
yang dianalisis khusus
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013
Bila dibandingkan antara anggaran kesehatan dalam APBD 2013
dengan
total APBD provinsi, maka rata-rata di 6 provinsi mencapai
9,94%. Provinsi Aceh
dan kabupaten/kota di Provinsi Aceh mengalokasikan 10,29%
anggarannya untuk
kesehatan, Provinsi Kepulauan Riau dan kabupaten/kota di
Provinsi Kepulauan
Riau mengalokasikan sekitar 8,7% dari APBD-nya untuk
kesehatan.
304.262 341.513 400.938 464.465
491.895 591.366
-
200.000
400.000
600.000
800.000
Prov. NusaTenggara
Timur
Prov.Sumatera
Barat
Prov.Gorontalo
Prov. DKIJakarta
Prov.Kepulauan
Riau
Prov. Aceh
-
22
Gambar 4.6 Persentase anggaran kesehatan berbanding
total APBD Provinsi di 6 provinsi yang dianalisis khusus
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013)
Tidak otomatis provinsi dengan kapasitas fiskal rendah akan
mengalokasikan anggaran kesehatan perkapita yang lebih kecil
bila dibandingkan
provinsi dengan kelas kapasitas fiskal di atasnya. Demikian pula
hubungan
kapasitas fiskal dengan persentase anggaran kesehatan berbanding
total APBD.
Tabel 4.4. Karakteristik Anggaran APBD Provinsi dari 6
Provinsi
yang dianalisa khusus
No Daerah Kesehatan Kapasitas
Fiskal
Kesehatan
per Kapita
% anggaran
kesehatan
1 2 3 4 5 6
1 Prov. Aceh 886.579 Rendah 185603 10
2 Prov. Sumatera Barat 354.437 Sedang 70806 14
3 Prov. Kepulauan Riau 125.661 tinggi 64090 6
4 Prov. DKI Jakarta 4.634.051 Sangat tinggi 464465 15
5
Prov. Nusa Tenggara
Timur 177.060 Rendah 35695 9
6 Prov. Gorontalo 54.612 Rendah 49652 7
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013)
4.1.3. Pelaksanaan Jamkesda di daerah terpencil, Perbatasan dan
kepulauan
(DTPK)
Semua provinsi DTPK menghadapi berbagai masalah yang hampir
sama,
antara lain kesulitan akses masyarakat untuk mengakses pelayanan
kesehatan
dasar dan rujukan yang dikarenakan hambatan geografis;
ketiadaan,
8,70
9,65 9,75 9,87
10,17 10,29
7,50
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
10,50
Prov.Kepulauan
Riau
Prov.Gorontalo
Prov.Sumatera
Barat
Prov. NusaTenggara
Timur
Prov. DKIJakarta
Prov. Aceh
-
23
ketidakcukupan, ketidakmerataan dan lemahnya kapasitas SDM
kesehatan yang
dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal, baik
di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar maupun di fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan; serta
kurang memadainya sarana dan prasarana kesehatan.
Provinsi dengan kapasitas fiskal rendah mengalami kesulitan
untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam monitoring dan
evaluasi kesiapan
Jaminan Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan,
beberapa informan dari beberapa kabupaten/kota mengharapkan
dukungan yang
lebih besar dari pemerintah pusat untuk membantu mengatasi
kekurangan tenaga
dan minimnya fasilitas kesehatan di wilayahnya.
Menurut laporan kajian LPEM FEUI (2014), secara umum sektor
informal
di Indonesia mengeluarkan dana 1,13 kali lebih tinggi
dibandingkan pengeluaran
biaya kesehatan perkapita setiap bulannya untuk membayar premi
kelas tiga BPJS
Kesehatan. Pada kenyataannya di Provinsi Maluku, Gorontalo dan
NTT, iuran
yang dibayarkan mencapai lebih dari dua kali lipat lebih tinggi
dari pengeluaran
kesehatan perkapita di masing-masing Provinsi tersebut. Sebagai
ilustrasi,
Provinsi Gorontalo, pengeluaran sektor informal untuk premi
kelas tiga memiliki
rasio 2,53 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pengeluaran
kesehatan perkapita
setiap bulannya di Provinsi tersebut Sementara di Provinsi
Banten dan DKI
Jakarta, iuran premi yang harus dibayar hanya mencapai rasio
0,92 dan 0,33 kali
lipat lebih tinggi dari total pengeluaran kesehatan per kapita
di masing-masing
provinsi tersebut.
Perbedaan rasio antar provinsi ini menunjukkan bahwa penerapan
premi
tunggal saat ini berpotensi menyebabkan terciptanya kesenjangan
layanan
kesehatan antar wilayah di Indonesia. Kesenjangan ini
menggambarkan terjadinya
subsidi silang antar wilayah yang dengan pengeluaran kesehatan
per kapita yang
lebih kecil kepada wilayah dengan pengeluaran kesehatan per
kapita lebih besar.
Kondisi ini menunjukkan perlunya dilakukan regionalisasi tarif
premi atau iuran
BPJS Kesehatan sehingga kesenjangan antara iuran dan paket
manfaat yang
diperoleh di beberapa kawasan khususnya di DTPK dapat diatasi.
Selain
melakukan regionalisasi iuran yang harus dilakukan oleh pusat,
setiap daerah
dituntut untuk tetap memenuhi kemampuan penyediaan layanan
kesehatannya
sesuai dengan standar paket manfaat nasional. Dalam hal ini
beberapa persoalan
dan hambatan mendasar telah diatasi oleh masing-masing
daerah.
Provinsi kepulauan dengan kapasitas fiskal rendah mengalami
kesulitan
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Keterbatasan anggaran
pemerintah
kabupaten/kota menjadi hambatan dalam pemberian manfaat bagi
peserta
jamkesda kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Bahkan,
sebagian kabupaten/kota di Provinsi Maluku tidak
menyelenggarakan jaminan
kesehatan daerah.
-
24
4.2. Aspek pengelolaan :
Dalam aspek pengelolaan, sesuai amanat Undang Undang BPJS
24/2011,
diselenggarakan secara terpusat oleh BPJS. Dari hasil penelitian
ini, menunjukkan
adanya perbedaan pengelolaan Jamkesda , sebagai berikut:
a. pada umumnya Jaminan Kesehatan Daerah (64,6%)
diselenggarakan
oleh pemerintah daerah , 33,8% dikelola oleh PT. Askes atau
Pihak
ke 3, dan 1,7% gabungan antara pemerintah daerah dan PT
Askes.
Dengan berubahnya PT Askes menjadi BPJS pada 1 Januri 2014,
maka
semua daerah yang selama ini sudah bekerja sama dengan PT
Askes,
akan lebih mudah ( bila kemampuan fiskal daerahnya memungkinkan
)
bila langsung berintegrasi ke JKN, karena bila tidak langsung
integrasi
ke JKN, maka daerah tersebut harus segera membuat badan/unit
pengelola Jamkesda baru.
b. Terdapat 14 provinsi (42, 42%) yang besarannya ditanggung
sepenuhnya oleh kabupaten/kota masing-masing, dan hanya 1
provinsi
(3, 03%) yang 100% ditanggung oleh provinsi. Besaran cost
sharing
yang porsinya lebih besar ditanggung provinsi daripada
kabupaten/kota sebanyak 6 provinsi (18, 18%), sementara yang
porsinya lebih kecil ditanggung provinsi sebanyak 8 provinsi
(24,
24%), sisanya 4 provinsi (12, 12%) membagi porsi jumlah cost
sharing
secara berimbang antara provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan demikian terdapat potensi perbedaan kepentingan antara
propinsi
dan kabupaten/kota pada saat pengintegrasian Jamkesda. Hal ini
memiliki beban
politis yang harus diatasi dan dipersiapkan mekanismenya agar
mampu mengatasi
perbedaan kepentingan tersebut.
Berdasarkan Tabel 4.5, pada umumnya Jaminan Kesehatan Daerah
(64,6%)
diselenggarakan oleh pemerintah daerah, baik oleh dinas
kesehatan
kabupaten/kota, dinas sosial maupun Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD),
33,8% oleh PT. Askes atau Pihak ke 3, dan 1,7% gabungan antara
pemerintah
daerah dan PT Askes. Dikatakan penyelenggaraan gabungan antara
lain jika
penyelenggaraan untuk pelayanan kesehatan dasar adalah dinas
kesehatan
kabupaten/kota (pemerintah daerah), sedangkan pelayanan
kesehatan rujukan
(lanjutan) diselenggarakan oleh PT. Askes.
-
25
Tabel 4.5. Persentase kabupaten/kota berdasarkan
penyelenggara
Jaminan Kesehatan Daerah, 2013 (N=240)
No Penyelenggara N %
1 PT. Askes dan Pihak ke 3 81 33,8
2 Pemerintah daerah (Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, UPTD)
155 64,6
3 Gabungan (Pemda dan PT Askes) 4 1,7
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013)
Menurut Mukti (2008) dalam rangka desentralisasi fiskal,
pemerintah
daerah sudah memasukkan pembiayaan kesehatan masyarakatnya dan
untuk
mendukung pembangunan daerah ke dalam RPJP-Daerah (RPJPD).
RPJPD
merupakan dokumen perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20
tahunan.
RPJPD harus selaras dan menyesuaikan dengan RPJPN dengan
mempertimbangkan kebutuhan, kondisi dan prioritas pembangunan
pemerintah
daerah setempat.
Oleh karenanya sudah seharusnya pengelolaan Jaminan
kesehatan,
menurut Mukti dan Moertjahjo (2008), menggunakan pendekatan
penyelenggaraan dengan prinsip managed care, yaitu menggunakan
pendekatan
terintegrasinya pembiayaan dan pelayanan kesehatan melalui
penerapan kendali
mutu dan kendali biaya yang bertujuan mengurangi biaya pelayanan
yang tidak
perlu dengan cara meningkatkan kelayakan dan efisiensi
pelayanan, sehingga
dengan secara praupaya (pre-payment) dengan mengelaborasi semua
pendanaan
yang termobilisasi dari masyarakat. Disinilah urgensi integrasi
Jamkesda kedalam
JKN tergambarkan.
Berdasarkan gambaran cost sharing pembiayaan antara
pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota, diketahui bahwa terdapat provinsi
yang telah
menyiapkan dana talangan dan yang tidak menyiapkan dana
talangan. Sebanyak
16 provinsi (48, 48%) menyiapkan dana talangan.
Terdapat lima pola cost sharing, yaitu:
1) Ditanggung oleh kabupaten/kota semuanya (100%)
2) Ditanggung oleh provinsi semuanya (100%)
3) Cost sharing provinsi > kabupaten/kota
4) Cost sharing provinsi < kabupaten/kota
5) Cost sharing berimbang antara provinsi dan
kabupaten/kota.
Terdapat 14 provinsi (42, 42%) yang besarannya ditanggung
sepenuhnya
oleh kabupaten/kota masing-masing, dan hanya 1 provinsi (3, 03%)
yang 100%
ditanggung oleh provinsi. Besaran cost sharing yang porsinya
lebih besar
ditanggung provinsi daripada kabupaten/kota sebanyak 6 provinsi
(18, 18%),
-
26
sementara yang porsinya lebih kecil ditanggung provinsi sebanyak
8 provinsi (24,
24%), sisanya 4 provinsi (12, 12%) membagi porsi jumlah cost
sharing secara
berimbang antara provinsi dan kabupaten/kota.
Gambar 4.7 Proporsi provinsi menurut pengelolaan pembiayaan
(pembiayaan dan cost sharing)
5.1.4. Manfaat Layanan
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013)
4.3. Aspek Manfaat
Berdasarkan pola paket manfaat yang didapatkan peserta
Jamkesda,
sebanyak 15 provinsi (45,45%) mengatur sendiri manfaat yang akan
diperoleh
melalui peraturan daerah dan sebanyak 18 provinsi (54, 54%)
mengacu pada paket
manfaat yang diberikan oleh Jaminan Kesehatan Nasional.
Masih terdapatnya provinsi yang mengatur sendiri paket manfaat
tersebut
dapat disebabkan oleh dua hal, yakni : 1) Provinsi terkait belum
memiliki
kemampuan untuk menjamin sesuai dengan paket manfaat yang
ditentukan pusat
dalam Jamkesmas. dan2) Provinsi menganggap lebih mampu menjamin
paket
manfaat yang lebih baik bagi penduduknya dari pada hanya mengacu
pada paket
manfaat yang dijamin. Sekitar 59,6% kabupaten/kota memberikan
manfaat
Jamkesda yang sama dengan Jamkesmas, dan 37,5% memberikan paket
manfaat
yang tidak sesuai (kurang) dibandingkan dengan paket yang
diberikan
Jamkesmas. Beberapa kabupaten/kota hanya memberikan penggantian
seadanya.
Terdapat 7 kabupaten/kota (2,9%) yang memberikan lebih dari
paket
Jamkesmas. Ke 7 kabupaten/kota ini berasal dari provinsi yang
sama, yakni
Provinsi Kepulauan Riau, semuanya memiliki kapasitas fiskal
dengan kategori
tinggi dan sangat tinggi.Paket manfaat yang diberikan tidak
hanya berupa paket
manfaat yang sesuai dengan Jamkesmas, tetapi juga ditambah
dengan biaya
penginapan, makan dan minum, serta transportasi.
-
27
Tabel 4.6. Persentase kabupaten/kota berdasarkan manfaat
Jaminan Kesehatan Daerah (N = 240)
No Manfaat N %
1 Sama dengan Jamkesmas 143 59,6
2 Lebih dari Jamkesmas 7 2,9
3 Kurang dari Jamkesmas 90 37,5
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013)
Analisis bivariabed dengan menggunakan uji kai kuadrat (chi
square)
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara
statistik antara
tingginya kapasitas fiskal dengan penyelenggara Jaminan
Kesehatan Daerah
(p value continuity correction = 0,581). Artinya, tidak ada
kecenderungan
kabupaten/kota dalam kelompok kapasitas fiskal tertentu akan
memiliki pola
penyelenggaraan tertentu, menggunakan PT. Askes atau
menyelenggarakan
sendiri.
Tabel 4.7. Distribusi kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi
penyelenggara
Jaminan Kesehatan daerah
Klasifikasi kapasitas fiskal Klasifikasi Penyelenggara
Askes Pemda
Kapasitas fiskal tinggi 18 (30%) 42 (70%)
Kapasitas fiskal rendah 63 (35%) 117 (65%)
(Diolah sendiri dari sumber data APBD berbagai Provinsi tahun
2013)
Bila menggunakan nilai potong (cut off) p value 0,05 seb