Page 1
FORMULASI FOOD BAR SEBAGAI SNACK BAGI
PENDERITA DIABETES MELLITUS BERBAHAN UBI JALAR
UNGU (Ipomoea batatas L. Poir) DAN KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) PRATANAK DILIHAT DARI KADAR
AMILOSA DAN GULA REDUKSI
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaian Program Studi Stara 1 pada
Jurusan Ilmu Gizi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
HILDA CARELLA
J 310 120 068
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
Page 5
1
FORMULASI FOOD BAR SEBAGAI SNACK BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS
BERBAHAN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Poir) DAN KACANG MERAH
(Phaseolus vulgaris L.) PRATANAK DILIHAT DARI KADAR AMILOSA DAN GULA
REDUKSI
Abstrak
Makanan selingan yang tepat sesuai dengan kebutuhan bagi penderita diabetes mellitus
mutlak diperlukan dalam upaya mengendalikan kadar glukosa darah. Ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan food bar yang
menghasilkan gula darah yang rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh formulasi ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak terhadap kadar gula reduksi
dan amilosa food bar. Penelitian dilakukan menggunakan formulasi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak pada pembuatan food bar dengan variasi perlakuan yaitu 90:10;
80:20; 70:30. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh variasi rasio ubi jalar ungu
dan kacang merah pratanak terhadap kadar amilosa dan gula reduksi food bar. Kadar
amilosa dan gula reduksi tertinggi berada pada formulasi 90:10 sebesar 9,33% dan 12,58%.
Kata kunci: amilosa, food bar, gula reduksi, kacang merah pratanak, ubi jalar ungu.
Abstracts
Snacks appropriate for diabetics is needed to control blood sugar level. mellitus is absolutely
necessary in order to control blood glucose levels. Purple sweet potato and red bean
parboiled can be used as raw materials for making food bar that produces a low blood sugar.
The purpose of the study was to determine the effect of the formulation of purple sweet
potato and red bean parboiled towards reducing sugar and amylose of food bar. The research
was conducted by varying the ratio of purple sweet potato and red bean parboiled, namely
90:10, 80:20, 70:30. The results showed that there was influence the ratio variaton of purple sweet
potato and red bean parboiled on the amylose and reducing sugar of food bar. The ratio of 90:10
gave the highest amylose and reducing sugar levels, were 9.33% and 12.58%, respectively.
Keywords: amylose, food bar, reducing sugar, red beans parboiled, purple sweet potato.
1. PENDAHULUAN
Penderita diabetes mellitus diseluruh dunia telah mencapai angka 230 juta. Angka ini akan
mengalami kenaikan sebesar 3% atau bertambah 7 juta setiap tahunnya (Tandra, 2009). American
Diabetes Association (2011), menyatakan sekitar 90-95% dari angka kejadian diabetes di seluruh
dunia merupakan diabetes mellitus tipe 2. Selain dengan terapi farmakologis, terapi
nonfarmakologis melalui pengaturan diet sangat efektif dalam mengendalikan kadar glukosa
darah (Franz, 2012; Siagian, 2004).
Page 6
2
Konsumsi pangan dengan kandungan amilosa tinggi (>25%) serta IG rendah (<55)
mampu memperbaiki sensitivitas insulin penderita diabetes mellitus, menurunkan laju penyerapan
glukosa, serta bermanfaat dalam pengendalian glukosa darah sehingga dapat menurunkan risiko
komplikasi (Franz, 2012; Zhang et al., 2007; dan Riccardi, 2008). Salah satu bahan pangan yang
tinggi amilosa yaitu ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir memiliki indeks
glikemik (IG) rendah (44) (Siagian, 2004; Gropper et al., 2009). Karbohidrat utama pada ubi jalar
adalah pati, terdiri dari 30-40% amilosa (Nintami, 2012). Menurut Nisviaty (2006) dan Jawe et al.,
(2008) bahwa tingginya amilosa pada makanan dapat menurunkan daya cerna pati in vitro. Daya
cerna pati yang rendah akan menentukan aktivitas hipoglikemik, karena akan menghasilkan glukosa
lebih sedikit dan lebih lambat, sehingga insulin yang diperlukan lebih sedikit untuk mengubah
glukosa menjadi energi.
Kandungan lain pada ubi jalar dimana terdapat gula pereduksi seperti fruktosa, glukosa
dan rafinosa (Margareth, 2006; Anggita W, 2008). Gula pereduksi akan berikatan dengan asam
amino akan menghasilkan senyawa yang dapat menguap, sehingga dapat menyebabkan
penurunan kadar protein pada makanan (Muchtadi, 2010), karena itu perlu ditambahkan kacang
merah untuk meningkatkan kandungan protein pada food bar.
Konsumsi protein bernilai biologis tinggi meningkatkan penyerapan dan penggunan
nitrogen, sehingga mengurangi sisa hasil metabolisme protein dalam tubuh dan tidak memperberat
ginjal penderita DM. Selain itu kacang merah berkontribusi positif terhadap efek fisiologis
penurunan gula darah (Pomeranz, 1991) karena kandungan senyawa aktifnya seperti arginin, yaitu
600mg/100g (Audu dan Aremu, 2011). Arginin berperan sebagai anti-diabetik yaitu regenerasi sel β
pankreas untuk meningkatkan stimulasi sekresi insulin (Monti et al., 2013).
Metode pengolahan yang tepat dapat meningkatkan mutu bahan pangan. Pratanak
merupakan salah satu alternatif metode untuk memperpendek waktu pemasakan kacang-kacangan.
Penerapan proses instanisasi ini akan mengurangi waktu pemasakan, meningkatkan sifat
organoleptik dan berpengaruh pada sifat fungsional kacang merah sebagai bahan pangan kaya akan
kandungan amilosa dan pati resisten (Syndr dan Kwon,1987 dalam Mustikaningrum, 2011).
Produk makanan yang dapat praktis namun kaya akan gizi yang adalah food bars. Menurut
Ladamay (2014) food bars awalnya merupakan pangan darurat untuk bencana alam dengan
komposisi cukup energi dan nutrisi bersifat ready to eat yang dapat dikembangkan dengan
kecukupan kalori, protein, lemak dan nutrisi lainnya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan
fungsional.
Page 7
3
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh formulasi ubi jalar ungu dan
kacang merah pratanak terhadap kadar gula reduksi dan amilosa food bar.
2. METODE
2.1 Bahan
Bahan utama pembutan biskuit yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu, kacang
merah, air, gula jagung (sorbitol), susu skim bubuk, butter, minyak sayur dan telur. Ubi jalar ungu,
kacang merah, susu skim dan telur diperoleh dari pasar tradisional Surakarta, sedangkan gula
jagung, butter, minyak sayur diperoleh dari supermarket Kartasura. Bahan kimia yang digunakan
untuk analisis kadar gula reduksi diantaranya adalah reagen Nelson A dan B, arsenomolibdat,
aquades, glukosa standar, sedangkan kadar amilosa menggunakan Etanol 95%, NaOH 1N dan
aquades.
2.2 Alat
Peralatan yang digunakan terbagi atas dua kelompok, yaitu alat pengolahan dan alat analisis. Alat
untuk pengolahan antara lain timbangan digital analitik, baskom, loyang, microwave, pengaduk,
grinder, ayakan 80 mesh, panci kukusan, baskom. Alat untuk analisis kadar gula reduksi antara lain
spektrofotometer, erlenmeyer,gelas beker, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, vortex, tabung reaksi
dan kertas saring sedangkan untuk analisis kadar amilosa menggunakan spektrofotometer, tabung
reaksi, labu takar, pipet ukur, timbangan analitik dan kompor listrik.
2.3 Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu
Pembuatan tepung ubi jalar ungu mengikuti prosedur Hartoyo (1999) dan Hardoko et al., (2010).
Ubi jalar dikupas dan dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya ubi jalar diiris tipis, dibalching
selama 2,5 menit dan dikeringkan dengan sinar matahari selama 40 jam. Irisan ubi jalar kering
kemudian digiling, lalu diayak 80 mesh.
2.4 Pembuatan Tepung Kacang Merah Pratanak
Pembuatan tepung kacang merah pratanak dimodifikasi dari Chakraborty et al., (2006). Kacang
merah dicuci dengan air mengalir hingga bersih dan ditiriskan, kemudian dilakukan perendaman
menggunakan larutan aquades selama 16 jam dengan perbandingan 1:2. Selanjutnya kacang merah
dikukus pada suhu 100OC selama 15 menit dan dijemur dengan sinar matahari selama 40 jam.
Kacang merah kemudian digiling lalu diayak 80 mesh.
2.5 Pembuatan Food bar
Pembuatan food bar dimodifikasi dari Amalia (2011). Sebanyak 3g gula jagung, 15g telur, 20g susu
skim, 10g butter, 15g minyak sayur dan 20g air diaduk hingga tercampur rata. Kemudian
ditambahkan 100g campuran tepung ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak hingga menjadi
Page 8
4
adonan yang kalis. Adonan dicetak dalam bentuk batangan dan dipanggang pada suhu 230OC
selama 30 menit.
2.6 Analisis Daya Terima
Variasi daya terima yang diuji yaitu warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan. Pengujian
didasarkan pada lima skala hedonik 1-5, yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak suka,
4=suka, 5=sangat suka. Pengujian dilakukan oleh 15 orang panelis mahasiswa Program Studi Gizi
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2.7 Analisis Kadar Gula Reduksi
Analisis kadar gula reduksi mengikuti prosedur Sudarmadji et al., (1997). Food bar yang telah
dihaluskan ditimbang sebanyak 1g kemudian dimasukan dalam beker gelas 100 ml dan
ditambahkan 30 ml aquades, dan beberapa tetes Pb-asetat sehingga larutan tidak keruh. Selanjutnya
dimasukan dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan aquades sampai tanda garis. Larutan disaring
dan ditambahkan beberapa tetes Na-oksalat sebanyak penambahan Pb-asetat. Larutan ini disimpan
untuk dipersiapkan jika perlu dilakukan pengenceran dan diambil 1 ml larutan sempel, lalu
dimasukan kedalam tabung reaksi setelah itu ditambahkan 1 ml reagensia Nelson, 1 ml reagen
asenomolibdat, dan 7 ml aquades.
2.8 Analisis Kadar Amilosa
Analisis kadar gula reduksi mengikuti prosedur Apriyantono et al., (1998). Sebanyak 100mg food
bar dalam bentuk tepung (sampel sebagian besar terdiri dari pati, jika banyak mengandung
komponen lainnya, ekstrak dulu patinya baru analisa kadar amilosanya), masukkan kedalam tabung.
Tambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Panaskan dalam air mendidih (water bath)
selama kurang lebih 10 menit sampai terbentuk gel. Pindahkan seluruh gel kedalam labu takar 100
ml, kocok, tepatkan sampai tanda tera dengan air. Pipet 5 ml larutan tersebut, masukkan kedalam
labu takar 100 ml. Tambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Tepatkan sampai tanda
tera dengan air kocok, diamkan selama 20 menit. Ukur intensitas warna yang terbentuk dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Hitung kadar amilosa dan sampel .
2.9 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 (tiga) perlakuan perbedaan
formulasi ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak dengan perbandingan 90%:10%; 80%:20%;
70%:30%. Kadar gula reduksi menggunakan metode Nelson-Somogyi dan amilosa dengan metode
spektrofotometer. Data analisis kadar gula reduksi dan amilosa menggunakan uji one way anova,
jika terdapat perbedaan dilanjutkan uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.
Page 9
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Daya Terima Food bar
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada pengaruh formulasi food bar ubi jalar ungu dan kacang
merah pratanak terhadap daya terima warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan. Daya terima food
bar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Hasil Uji Daya Terima Panelis terhadap Food bar
Formulasi Warna±SD Aroma±SD Rasa±SD Tekstur±SD Keseluruhan±SD
80:20 3,80±0,41 4,07±0,45 4,00±0,37 3,93±0,45 4,07±0,25
60:40 3,80±0,41 3,73±0,45 3,73±0,59 3,73±0,59 3,80±0,41
Nilai p 1,000 0,056 0,153 0,310 0,043
Hasil uji daya terima panelis menunjukan food bar dengan formulasi 80%:20% lebih
disukai panelis sehingga formulasi yang digunakan untuk melakukan penelitian utama yaitu
90%:10%, 80%:20% dan 70%:30%.
3.2 Kadar Amilosa
Hasil analisis menunjukan formulasi tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah pratanak
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar amilosa yang dihasilkan. Rata-rata kadar amilosa pada
food bar dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kadar Amilosa Food bar
Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kadar amilosa food bar tertinggi dengan
formulasi tepung dari ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak sebesar 90%:10% yaitu 9,33%. Hal
ini terjadi karena kadar pati tepung ubi jalar ungu lebih besar bila dibandingkan dengan kadar pati
kacang merah pratanak. Menurut Nindyarani (2011), kadar pati yang terdapat pada tepung ubi jalar
ungu sebesar 74,57% atau sekitar 30%-40% kadar amilosa pada pati ubi jalar ungu (Widowati,
2009), sedangkan kadar pati pada tepung kacang merah sebesar 25,49% atau sekitar 34,0%-41%
7,10 a 7,88 b
9,33 c
0
2
4
6
8
10
70% : 30% 80% : 20 % 90% : 10%■ K
ad
ar
Am
ilo
sa (
%)
Tepung Ubi Jalar Ungu dan Kacang Merah Pratanak
Page 10
6
amilosa berasal dari pati kacang merah (Ratnaningsih dan Marsono, 2013). Semakin tinggi kadar
pati, diduga kadar amilosa pati juga semakin tinggi (Anindyasari, 2012).
Kadar amilosa yang tinggi mudah mengalami retrogradasi (Powel et al.,2002). Pati yang
teretrogradasi, khususnya amilosa merupakan jenis pati resisten yang paling stabil (Hodsagi, 2011)
dikarenakan rantai amilosa yang lurus mudah tergradasi dan ketika rantai amilosa bergabung
kembali (retrogradasi) akan membentuk sebuah polimer yang kompak dan sulit untuk dihidrolisi
enzim pencernaan (Shamai et al., 2003).
Mengonsumsi makanan dengan kadar pati resisten yang tinggi dapat mengontrol kenaikan
kadar glukosa darah akibat pelepasan glukosa yang lambat (5-7jam). Hal tersebut dapat
menurunkan respon insulin tubuh dan menormalkan kembali kadar gula darah (Haub et al.,2010;
Robertson et al., 2005).
Berdasarkan klasifikasi dari IRRI (International Rice Research Institute), kadar amilosa
bahan berpati digolongkan menjadi tiga, yaitu amilosa rendah (< 20%), amilosa sedang (20-25%)
dan amilosa tinggi (>25%). Berdasarkan penggolongan tersebut, maka seluruh food bar tergolong
pangan beramilosa rendah (Margareth, 2006). Penelitian yang dilakukan Margareth (2006) analisis
terhadap tiga jenis makanan goreng yaitu kue biji ketapang, donat dan kue bawang yang
mempunyai kadar amilosa masing-masing sebesar 15,38%, 19,79%, dan 20,94% setelah itu
dilanjutkan dengan pengujian indeks glikemiks dengan memilih dua jenis makanan yang
sebelumnya telah dianalisis kandungan kimia pada bahan pangan tersebut. Pengujian indeks
glikemik menggunakan sampel biji ketapang dan kue bawang karena menurut Ragnhild et al.,
(2004) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi IG suatu bahan pangan adalah daya cerna pati,
interaksi antara pati dengan protein, jumlah dan jenis asam lemak, kadar serat pangan, cara
pengolahan, anti-gizi pangan, bentuk fisik dari bahan pangan dan amilosa (Margareth, 2006).
Dibandingkan kue biji ketapang dan kue bawang, kadar lemak donat paling rendah, daya cerna
patinya paling tinggi, dan total serat pangan paling rendah. Berdasarkan hasil analisis didapati
bahwa IG kedua snack tersebut tergolong rendah, kue biji ketapang 49 dan kue bawang sebesar 32.
Klasifikasi bahan pangan berdasarkan nilai IG adalah sebagai berikut : (1) bahan pangan dengan IG
rendah (<55), (2) bahan pangan dengan IG sedang (55-69), dan (3) bahan pangan dengan IG tinggi
(>70) (Powell et al., 2002). Meskipun kadar amilosa kedua bahan pangan tergolong rendah tetapi
mampu memberikan IG rendah pada bahan pangan tersebut. Hal ini menegaskan meskipun amilosa
pada food bar ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak cenderung rendah bukan berarti IG pangan
tersebut tinggi, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Avianty dan Ayustaningwarno (2014)
pada snack bar ubi jalar ungu dan kedelai mempunyai IG pangan rendah sebesar 21,54.
Page 11
7
3.3 Kadar Gula Reduksi
Hasil analisis annova pada taraf 5%, formulasi tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang merah
pratanak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar gula reduksi yang dihasilkan. Rata-rata kadar
gula reduksi pada food bar dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kadar Gula Reduksi Food bar
Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar gula reduksi food bar tertinggi
dengan formulasi tepung dari ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak sebesar 90%:10% yaitu
12,58%. Sedangkan kadar food bar terendah dengan formulasi sebesar 70%:30% yaitu 9,68%.
Semakin meningkat proporsi tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan maka semakin
meningkat kadar gula reduksi food bar. Hal ini terjadi karena kadar gula reduksi tepung ubi jalar
ungu lebih besar bila dibandingkan dengan kadar gula reduksi kacang merah pratanak. Menurut
Nindyarani et al., (2011), kandungan gula reduksi yang terdapat pada tepung ubi jalar ungu sebesar
3,15%, sedangkan gula reduksi pada pati kacang merah 0,02% (Alam, 2006), proporsi tersebut yang
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula reduksi food bar.
Analisa gula reduksi pada food bar diketahui bahwa terjadi peningkatan seiring dengan
penambahan proporsi tepung ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak 70%:30%; 80%:20%;
90%:10% berturut-turut sebesar 9,68%, 11,64% dan 12,58%. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Asmara (2014), metode pemanasan dapat mempengaruhi karakteristik ubi jalar
ungu. Ubi jalar ungu dengan perlakuan pengukusan dan microwave dapat meningkatan kadar gula
reduksi dari 0,19% menjadi 0,21% pada pengukusan dan 0,27% dengan menggunakan microwave.
Ketika diproses lanjut menjadi pasta hidrolisat, kadar gula pereduksinya meningkat signifikan
hingga 2,66 – 3 kali lipat.
Hasil penelitian Sawai et al., (2009), menyatakan bahwa proses microwave ubi jalar
menghasilkan banyak gula pereduksi secara linear seiring waktu pemanasan dan dalam waktu lebih
0
2
4
6
8
10
12
14
70% : 30% 80% : 20 % 90% : 10%
Kad
ar
Gu
la R
ed
uk
si (
%)
9,68a
11,64b 12,58c
Tepung Ubi Jalar Ungu dan Kacang Merah Pratanak
Page 12
8
singkat dari pemanasan konvensional, dengan gula dominan yang dihasilkan adalah maltosa. Martin
(1986) melaporkan tingkat konversi pati ke maltosa sebanyak 54% pada varietas ubi jalar berkadar
air rendah, dan 63 – 69% pada varietas berkadar air tinggi. Menurut Kunlan et al. (2011) dalam
Sunarti et al. (2012), kecepatan reaksi hidrolisis pati menjadi glukosa lebih cepat 100 kali lipat
dalam iradiasi microwave dibandingkan pemanasan konvensional. Hal lain yang menyebabkan
peningkatan gula reduksi seperti proses pratanak pada kacang merah, seperti yang dikemukakan
oleh Margareth (2006), gelatinisasi yang terjadi akibat pemanasan akan menghidrolisis pati menjadi
gula pereduksi.
Gula pereduksi tersebut akan berikatan dengan asam amino pada kacang merah dan
menghasilkan senyawa yang dapat menguap, sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar protein
pada makanan (Muchtadi D, 2010). Mutu protein pada produk pangan selain dilihat dari jumlah
protein, juga dilihat dari kandungan asam amino esensial. Penambahan kacang merah mampu
meningkatkan asam amino essensial food. Semakin lengkap kandungan asam amino esensialnya,
semakin tinggi nilai biologis protein. Protein berperan dalam pembentukan jaringan yang rusak dan
membantu pertumbuhan sel (Gallagher ML, 2012). Konsumsi protein bernilai biologis tinggi dapat
meningkatkan penyerapan dan penggunan nitrogen, sehingga mengurangi sisa hasil metabolisme
protein dalam tubuh dan tidak memperberat ginjal penderita DM tipe 2 (Franz MJ, 2012).
4. PENUTUP
Terdapat pengaruh formulasi food bar ubi jalar ungu dan kacang merah pratanak terhadap kadar
gula reduksi dan amilosa. Formulasi food bar 90%:10% memiliki kadar gula reduksi dan amilosa
yaitu sebersar 12,58% dan 9,33%.
DAFTAR PUSTAKA
ADA, American Dietetic Assosiation.2011. Nutrition Recommendation and Interventions for
Diabetes (Position Statement). Diabetes Care.31(1):S61.
Alam Nur. 2006. Potensi Batang Kacang merah Sebagai Sumber Pati untuk Instant Starch Noodle.
Fakultas Teknologi Pertanian UNTAD.
Amalia, R. 2011. Kajian Karakteristik Fisikokimia Dan Organoleptik Snack Bar Dengan Bhan
Dasar Tepung Tempe Dan Buah Nagka Kering Sebagai Alternatif Pangan CFGF. Skripsi.
Surakarta: UNS
Anggita W. 2008. Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) dengan Karakteristik
Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Bogor:IPB
Page 13
9
Anindyasari, Y. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Dengan Ragi Roti Terhadap Sifat Fisik, Kimia
dan Organoleptik Tepung Kimpul. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1998. Petunjuk
Laboratorium Anlisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi-IPB. Bogor.
Asmara VT. 2014. Peningkatan Kualitas Pasta Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) Varietas
Ayamurasaki Melalui Proses Hidrolisis Enzimatis. Skripsi. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor
Audu SS, and MO Aremu.2011. Effect of Processing on Chemical Composition of Red Kidney
Bean ( Phaseolus vulgaris L .) Flour. Pakistan J Nutr. 10(11):1069–75.
Avianty S dan Ayustaningwarno F. 2014. Indeks Glikemik Snack Bar Ubi Jalar Kedelai Hitam
sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 3 (3)
Chakraborty,S.K ,Kumbhar ,B.K,Sarkar,B.C,2006.Process Parameter Optimization For Instant
Pigeonpea Dhal Using Response Surface Methodology. Journals Of Food Engineering.
Departement Of Post Harvest Process And Food Engineering, Govind Ballabh Pant
University Of Agriculture And Technology, Pantnagar, Uttaranchal, India.
Franz M. 2012. Medical Nutrition Therapy for Diabetes Mellitus and Hypoglicemia of Nondiabetic
Origin. In: Mahan LK, Escott-stump S, Janice LR, editors. Krause’s Food, Nutrition, and
Diet Therapy 13th Edition. Philadelphia: WB Saunders Company. p. 675-708
Gallagher ML. The Nutrient and Their Metabolism. In: Mahan LK, Stump SE, editors. Krause’s
Food and the Nutrition Care Process 13th edition. Philadelphia: WB Saunders Company;
2012. p. 32-41
Gropper SS, Smith JL, Groff JL. 2009. Carbohydrates. Advanced Nutrition and Human Metabolism
5 th edition. Canada: Wadsworth. p. 69-77.
Hardoko, Liana Hendarto,dan Tagor MS. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu (Ipomeabatatas L.
Poir) Sebagai Pengganti Sebagian Tepung Terigu dan Sumber Antioksi dan Pada Roti
Tawar. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XXI (1): 25-32
Hartoyo, A. 1999. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya Pro Vitamin A.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor
Haub, Mark D et al. 2010. Different Types of Resistant Starch Elicit Different Glocose Resposes in
Human. Jurnal of Nutritionand Metabolism
Hodsagi, M. 2011.Recent Result of Investigation of Resistant Starches. Thesisis Budapest:
Departement of Applied Biotechnology and Food Sciences. Budapest University og
Technologi and Economics
Ladamay, Nidha Arfa et al., (2014). Pemanfaatan Bahan Lokal Dalam Pembuatan Foodbars (Kajian
Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau Dan Proporsi Cmc). Malang: Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, FTP, Universitas Brawijaya Malang
Page 14
10
Margareth J. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Klon BB00105.10 Sebagai
Bahan Dasar Produk Olahan Goreng Serta Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya.
Skripsi. Bogor: Institute Pertanian Bogor.
Martin N- Carron, Garcia-Alonso, A., A. Jimenez-Escrig, L. Bravo, and F. Saura-Calixto. 1999.
Assessment of Some Parameters Involved In the Gelatinization and Retrogradation of
Starch. Food Chem. 66: 181–187.
Monti LD, MC Casiraghi, E Setola, E Galluccio, MA Pagani, L Quaglia, et al,. 2013. L-Arginin
Enriched Biscuit Improve Endothelial Function and Glucose Metabolism: A Pilot Study in
Healthy Subjects and A Cross-over Study in Subjects with Impaired Glucose Tolerance
and Metabolic Syndrome. Metabolism Clinical and Experimental. 62: 255-264.
Muchtadi D. 2010.Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta:Bandung
Mustikaningrum, F. 2011. Pengaruh Pratanak Kacang Kapri (Pisum sativum axiphium L)
Terhadap Kadar Serat Pangan dan Pati Resisten serta Sifat Hipoglikemiknya Pada Tikus
Diabetik Induksi Alloksan. Thesis. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan
Ilmu-Ilmu Pertanian Program Paska Sarjana UGM. Yogyakarta
Nindyarani AK et al .2011. Karakteristik Kimia, Fisik dan Inderawi Tepung Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L Poir) Dan Produk Olahannya. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. 3 (21)
Nintami AL, Rusanti N.2012. Kadar serat, aktivitas Antioksidan, Amilosa dan Uji Kesukaan Mi
Basah dengan Subtitusi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas var Ayumurasaki) bagi
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal of Nutrition College. 1:486-504.
Nisviaty A. 2006. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai Bahan Dasar
Produk Olahan Kukus Serta Mutu Gizi dan Indeks Glikemiknya.Skripsi. IPB
Powel, K.F., S.H.A. Holt and J.C.B. Miller. 2002. International Table of Index and Glikemic Load
Value.Am J Clin Nutr. 6:5-56
Riccardi G, al e.2008. Role of glycemic Index and Glycemic Load in the Healthy State, in
Prediabetes, and in Diabetes. Am J Clin Nurt. 87:269S.
Robertson M Denise, Alex S Bickerton, A Louise Dennis, Hubert Vidal. Insulin-Sensitizing Effect
Of Dietary Resistant Starch And Effect On Skeletal Muscel And Adipose Tissue
Metabolism. Am J Clin Nurt 2005. 82:59-67
Sawai, J., T. Nakai, dan M. Shimizu. 2009. Reducing Sugar Production in Sweet Potatoes Heated
by Electromagnetic Radiation. Food Sci Technol Int (15) : 89.
Shamai K., Blanco-Peled H., Shimoni E. Polymorphism of resistant starch type III. 2003. Carboh.
Polym., 54:363–369.
Shills et.al. 2006. Modern Nutrition, 10th
edition. North Carolina (USA): Lippincott Williams &
Wilkins.
Page 15
11
Siagian RA. 2004. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan, Indeks Glikemik
dan Beban Glikemik Beberapa Jenis Pangan Indeks Glikemik Pangan: Cara Mudah
Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta: Penebar Swadaya p. 33-40, 105-12.
Snyder, H.E. dan Kwon, T.W. 1987. Soybean Utilization An. Avi Book Published by Van Nostrand
Reinhold Company: New York
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sunarti, T.C., M. Dwikoa, V. Derosya, dan A. Meryandini. 2012. Effect of Microwave Treatment
on Acid and Enzymes Susceptibilities of Sago Pith. Procedia Chem 4: 301 – 307
Tandra H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Widowati. 2009. Tepung Aneka Umbi sebuah Solusi Ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jakarta
Zhang WQ, Wang HW, Zhang YM, Yang YX. 2007. Effects ff Resistant Starch on Insulin
Resistance ff Type 2 Diabetes Mellitus Patients. 41(2):101-4