1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana telah diketahui bahwa perkembangan yang sedang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dilaksanakan dalam segenap bidang kehidupan. Oleh karena itu, pembangunan tidak saja dilaksanakan dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang industri, baik industri besar maupun industri kecil. Pembangunan industri yang semakin cepat akan diikuti dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, rekayasa teknologi harus disesuaikan dengan manusia itu sendiri dan jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan bagi kehidupan manusia itu sendiri. Seiring penggunaan teknologi yang maju akan menghasilkan suatu hasil sisa yang biasa disebut dengan limbah. Limbah merupakan buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah diketahui bahwa perkembangan yang sedang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dilaksanakan dalam segenap bidang
kehidupan. Oleh karena itu, pembangunan tidak saja dilaksanakan dalam
bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang industri, baik industri besar
maupun industri kecil. Pembangunan industri yang semakin cepat akan
diikuti dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, rekayasa teknologi
harus disesuaikan dengan manusia itu sendiri dan jangan sampai
menimbulkan gangguan kesehatan bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Seiring penggunaan teknologi yang maju akan menghasilkan suatu
hasil sisa yang biasa disebut dengan limbah. Limbah merupakan buangan
yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki
lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung
bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya.
Beberapa kriteria dari limbah berbahaya dan beracun telah
ditetapkan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan
reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk
dan lain-lain. Dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya
dapat merusakkan kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan
lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam
lingkungan.
Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya
pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang
batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh
lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan ataupun pemakai.
2
Karena itu untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan
nilai ambang batasnya.
Salah satu media pencemar limbah gas adalah Udara. Limbah gas
atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara
alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan
lain-lain. Penambahan gas ke dalam udara melampaui kandungan alami
akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara.
Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian
yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih rnungkin
terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut, dan fume.
Sedangkan pencemaran berbentuk gas tanya dapat dirasakan melalui
penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini antara
lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon dan lain-lain. Untuk beberapa bahan
tertentu zat pencemar ini berbentuk padat dan cair. Karena suatu kondisi
temperatur ataupun tekanan tertentu bahan padat atau cair itu dapat berubah
menjadi gas. Baik partikel maupun gas membawa akibat terutama bagi
kesehatan, manusia seperti debu batubara, asbes, semen, belerang, asap
pembakaran, uap air, gas sulfida, uap amoniak, dan lain-lain.
Kenaikan konsentrasi partikel dan gas dalam udara di beberapa kota
besar dan daerah industri banyak menimbulkan pengaruh, misalnya gangguan
jarak pandang oleh asap kendaraan bermotor, gangguan pernafasan dan
timbulnya beberapa jenis penyakit tertentu. Sumber pencemaran udara dapat
pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang berupa asap. Menurut
beberapa penelitian pencemaran udara yang bersumber dari dapur telah
memberikan kontribusi yang besar terhadap penyakit ISPA. Dari hasil
penelitian pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan yang dilakukan
oleh FKM UI tahun 1987 terhadap spesimen darah pekerja jalan tol Jagorawi,
menunjukkan kadar Timah Hitam adalah 3,92-7,59 ug/dl. Kemudian pada
pengemudi dan petugas polantas diatas 40 ug/dl. Sedangkan kadar timah
hitam di udara kota Jakarta berkisar antara 0,2-1,8 ug/m3. Diperkirakan 1
3
ug/dl timbal di udara sudah dapat menyebabkan tercemarnya darah oleh
timbal sekitar 2,5- 5,3 ud/dl.
Jika tenaga kerja bekerja pada industri yang lingkungannya
mengandung gas yang bersifat polutan dan beracun, maka resiko terkena
gangguan fungsi paru-paru pada tenaga kerja sangat tinggi. Gangguan fungsi
paru-paru dapat mengakibaykan penurunan produktifitas pekerja yang akan
berdampak pada kelangsungan kegiatan produksi suatu perusahaan. Oleh
karena itu, gas di lingkungan kerja harus dikendalikan.
Jenis parameter pencemar udara berdasarkan baku mutu udara
ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, yang meliputi :
Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2),
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran.”
2. SE Menaker No. SE-01/MEN/1997 tentang NAB Faktor Kimia di Udara
Lingkungan Kerja.
3. SE Menaker No. SE-02/MEN/1978 tentang NAB Bahan Kimia di
Tempat Kerja.
4. PMP No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan dan
Penerangan di Tempat Kerja.
5. Kepmenaker No. Kep-187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.
6. Permenaker No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Kimia di Tempat Kerja
16
BAB III
HASIL
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran
1. Gambar Alat
CO Meter GCO-2008
Fungsi : mengukur kadar gas CO pada ruangan tertentu
Keterangan :
a. Sensor = untuk mendeteksi adanya gas CO.
b. Power = untuk menghidupkan dan mematikan alat.
c. Hold Esc = untuk menghentikan hasil pengukuran.
d. Rec Enter = untuk merekam hasil pengukuran dan mengetahui nilai
max dan min hasil pengukuran.
e. Set = untuk menyeting ketika akan digunakan untuk
mengukur gas lain.
17
f. Alarm = untuk menyeting waktu alarm ketika untuk
pengukuran.
2. Cara Kerja
CO Meter GCO-2008
a. Tekan tombol Power untuk mengaktifkan alat.
b. Seluruh instrumen aktif ditandai munculnya segmen digital pada
display.
c. Tekan tombol rec enter untuk merekam hasil pengukuran.
d. Tunggu selama 5 menit untuk mendapatkan hasil pengukuran.
e. Tekan tombol esc hold setelah itu catat hasil pengukuran.
f. Tekan tombol rec enter untuk mengetahuii hasil minimal
pengukuran.
g. Tekan tombol power untuk menonaktifkan alat.
3. Prosedur Pengukuran
a. Kalibrasi alat.
b. Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik.
B. Hasil Pengukuran
Berdasarkan pengukuran gas CO di Lampu Lalu Lintas Jalan Kolonel
Sutarto Solo pada tanggal 15 April 2014 pada pukul 13.35-13.40 WIB
didapatkan kadar CO max adalah 28 ppm, dan CO min adalah 0 ppm, pada
suhu 37,3 oC.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengukuran gas CO di Lampu Lalu Lintas Jalan Kolonel
Sutarto Solo pada tanggal 15 April 2014 pada pukul 13.35-13.40 WIB didapatkan
kadar CO max adalah 28 ppm, dan kadar CO min adalah 0 ppm, pada suhu 37,3 oC.
1. Perbandingan dengan NAB (Nilai Ambang Batas)
Kadar ini belum melebihi NAB yang ada. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang
batas faktor fisika dan kimia di tempat kerja bahwa NAB gas karbon
monoksida (CO) adalah 25 bds atau 29 ppm. Jadi sudah jelas bahwa tampat
pengambilan sampel kadar gas CO belum melebihi NAB. Namun angka yang
ditunjukkan CO Meter hampir sama dengan NAB, sehingga diperkirakan
dapat melebihi NAB apabila dilakukan selama 8 jam kerja. Oleh sebab itu,
perlu adanya penangan segera mengenai bagaimana caranya agar pekerja
yang bekerja di sekitar tempat pengambilan sampel tidak mengalami
keracunan Gas CO. Apabila pekerja mengalami sesak nafas segera untuk
dilakukan tindakan pertolongan pertama secara medis agar tidak terjadi
kematian.
2. Gejala Keracunan
a. 100 bds : dapat menyebabkan pusing, sakit kepala, kelelahan.
250 bds : kehilangan kesadaran.
1000 bds : kematian cepat.
Di udara,karbon monoksida (CO) terdapat dalam jumlah yang sangat
sedikit, hanya sekitar 0,1 ppm. Di perkotaan dengan lalu lintas yang
padat konsentrasi gas CO antara 10-15 ppm. Sudah sejak lama diketahui
bahwa gas CO dalam jumlah banyak (konsentrasi tinggi) dapat
menyebabkan gangguan pada ekosistem dan lingkungan kita. Pada
hewan, dampak dari kadar karbon monoksida yang berlebihan hamper
19
menyerupai dampak yang terjadi pada manusia, dapat menyebabkan
kematian. Bagi Tumbuhan, kadar CO 100ppm pengaruhnya hamper tidak
ada khususnya tumbuhan tingkat tinggi. Kadar CO 200ppm dengan
waktu kontak 24 jam dapat mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen
oleh bakteri bebas terutama yang terdapat pada akar tumbuhan. Pada
material, dampak pencemaran udara oleh karbon monoksida adalah
menghitamnya benda-benda pada daerah yang telah tercemar oleh karbon
monoksida.
b. Pada penderita jantung dapat beresiko tinggi keracunan CO dapat
meyebabkan jantung tidak dapat beradaptasi cepat saat kekurangan O2.
c. Reaksi CO dengan Hb dalam darah dapat menyebabkan afinitas CO
terhadap Hb 200 kali lebih besar dari O2 dan pengaruh CO ditentukan
oleh konsentrasi COHb.
d. Menghirup udara mengandung CO rendah (5-6 bds) dalam jangka waktu
lama dengan gejala :
1) Sakit kepala, pening, berkunang-kunang.
2) Lemah dan ngilu persendian.
3) Mual dan muntah-muntah.
4) Sesak nafas, terutama pada waktu olah raga.
3. Patofisiologis (Cara Masuk ke Tubuh)
CO atau karbon monoksida adalah gas yang paling berbahaya bila
masuk ke tubuh dan bereaksi dengan darah. CO masuk ke dalam tubuh
melalui pernafasan atau inhalasi. Jika kadar CO sudah terakumulasi di dalam
alveoli maka CO akan ikut mengalir di pembuluh darah dan terakumulasi
juga bercampur dengan darah. CO akan mengikat hemoglobin darah sehingga
darah sudah tidak bisa mengikat O2. Reaksi CO dengan hemoglobin disebut
karboksihemoglobin. Afinitas CO terhadap Hb 200 kali lebih besar dari O2.
Pengaruh CO ditentukan oleh konsentrasi COHb. Jika terakumulasi di dalam
darah telah melebihi batas dapat menimbulkan kematian karena tubuh
kekurangan O2.
20
No
.
Konsentrasi
COHb dalam %
Pengaruh terhadap kesehatan
1. 0 – 10 Tidak ada gejala
2. 10 – 20 Leher seperti tercekik, sedikit sakit kepala
3. 20 – 30 Sakit kepala dan pening
4. 30 – 40 Sakit kepala yang sangat, lemah, mual, kolaps
5. 40 – 50 Kolaps sangat pasti, denyut nadi cepat
6. 50 – 60 Pulsus nadi dan respirasi meningkat
7. 60 – 70 Koma, mungkin kematian
8. 70 – 80 Nadi lemah, kematian dalam beberapa jam
9. 80 – 90 Kematian dalam waktu 1 jam
10. > 90 Kematian dalam waktu beberapa menit
Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi COHb dalam % Terhadap Kesehatan
4. Penanganan Secara Khusus
a. Reaksi atmosfer menghilangkan 0,1% CO yang ada per jam.
b. Aktivitas mikroorganisme dalam tanah pada percobaan pot diisi tanah 2,8
kg ditempatkan dalam ruangan dengan waktu 120 bds CO, ternyata
dalam waktu 3 jam semua CO hilang di udara.
c. Mengontrol emisi CO
1) Modifikasi mesin pembakar.
2) Pengembangan reactor system exhaust.
3) Subtitusi bahan bakar untuk bensin.
4) Pengembangan sumber tenaga rendah polusi untuk menggantikan
mesin pembakaran yang ada.
5. Penanganan Lingkungan Untuk Mencegah Emisi Gas CO atau Korban
Pengendalian dan pencegahan terhadap pencemaran oleh gas karbon
monoksida dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Sumber bergerak.
1) Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi baik.
2) Melakukan pengujian emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
3) Memasang filter pada knalpot.
21
b. Sumber tidak bergerak.
1) Memasang scruber pada cerobong asap.
2) Merawat mesin industri agar tetap baik dan lakukan pengujian secara
berkala.
3) Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar
Sulfur rendah.
4) Ventilasi umum.
c. Bahan baku.
1) Pengelolaan bahan baku CO sesuai dengan prosedur pengamanan.
2) Subtitusi bahan baku.
d. Manusia
Apabila kadar CO dalam udara ambien telah melebihi Baku Mutu
(365mg/Nm3 udara dengan rata-rata waktu pengukuran 24 jam) maka
untuk mencegah dampak kesehatan, dilakukan upaya-upaya:
1) Menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker gas dan
respirator.
a) Respirator yang memurnikan udara.
Dipakai dengan canisfer yang sesuai, untuk menghilangkan
kontaminan-kontaminan tertentu, tergantung jenis kontaminan
dalam udara (ditandai warna canisfer).
b) Respirator yang dihubungkan dengan supply udara.
Alat Pelindung Diri (APD) ini sangat penting untuk mengatasi
kemungkinan adanya kekurangan oksigen.
c) Respirator dengan supply oksigen.
Alat Pelindung Diri (APD) ini hampir sama dengan respirator
udara, demikian juga kegunaannya. Namun, oksigen untuk
pernafasan disediakan dari tabung yang berisi oksigen yang
dimampatkan atau oksigen cair.
d) Memakai masker.
22
Menggunakan masker dangan benar. Lebih baik lagi bila
menggunakan masker yang memiliki ketelitian tertentu.
2) Mengurangi aktifitas di luar rumah.
Sedangkan cara-cara penanggulangannya terhadap pencemaran oleh gas
karbon monoksida dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1) Memperbaiki alat yang rusak.
2) Penggantian saringan atau filter.
3) Bila terjadi ataujatuh korban, maka lakukan:
a) Pindahkan korban ke tempat aman atau udara bersih.
b) Berikan pengobatan atau pernafasan buatan.
c) Kirim segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.
4) Dalam keadaan darurat, pelembagaan prosedur pertolongan pertama
dan mengirim korban untuk mendapat pertolongan pertama atau
bantuan medis perlu dilengkapi. Apabila gas karbon monoksida
mengenai mata, cucilah mata dengan segera dengan air yang
secukupnya, diusahakan agar pelupuk mata sering dibuka dan
ditutup. Usahakan secepatnya untuk mendapatkan pengobatan.
Lensa kontak agar tidak dipakai apabila sedang atau menangani
bahan-bahan kimia ini. Bila tenaga kerja menghirup sejumlah besar
karbon dioksida, pindahkan dengan segera tenaga kerja tersebut
ditempat yang yang berudara segar. Apabila pernafasan berhenti,
segera usahakan dengan pernafasan buatan. Jaga agar tenaga kerja
yang terpapar tersebut tetap hangat dan pada keadaan istirahat.
Usahakan pengobatan dengan segera.
BAB V
23
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikuum pengamatan dan pengukuran kadar gas CO di
tempat kerja dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Menurut Permenaker Nomor. Per.13/X/MEN/2011 tentang faktor fisika
dan kimia di tempat kerja NAB dari Gas CO selama paparan 8 jam kerja
perhari adalah 29 ppm atau 25 bds.
2. Alat untuk mengukur kadar Gas CO di tempat kerja adalah CO Meter
GCO-2008.
3. Hasil praktikum pengukuran kadar Gas CO di Lampu Lalu Lintas Jalan
Kolonel Sutarto Solo pada tanggal 15 April 2014 jam 13.35-13.40 kadar
max adalah 28 ppm, sedangkan kadar min adalah 0 ppm pada suhu 37,3 oC.
4. Bahaya penyakit yang ditimbulkan akibat kadar gas CO yang tinggi di
udara adalah sesak nafas, asfiksian, dan keracunan akibat gas CO yang
berikatan dengan Hb. Pencegahannya dapat dilakukan mulai dari sumber
emisi gas CO, lingkungannyya dengan reboisasi, bahan baku, dan
pekerjanya.
B. Saran
Adapun penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penguukuran secara berkala mengenai kadar gas CO
pada lokasi sampel tersebut untuk mengetahui validitas suatu hasil
pengukuran.
2. Perlu adanya pembinaan kepada para pekerja atau masyarakat yang
berada di sekitar area lokas sampel apabila kadar gas CO melebihi NAB.
3. Perlu adanya pengukuran kadar gas beracun lain yang ada di udara
seperti gas Nox, dan Sox sehingga diketahui kadar pencemaran udara di
sekitar area sampel.
24
4. Perlu adanya tindak lanjut pengendalian dari pemerintah setempat untuk
mengurangi kadar gas CO di sekitar lokasi sampel, seperti reboisasi atau
penambahan zona hijau.
DAFTAR PUSTAKA
25
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2011. Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2011 tentang NAB Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. Jakarta: Depnaker RI.
Santoso. 2012. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: UNS Press.
Suma’mur, Dr. P.K., M.Sc. 1996. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Cetakan ke-3. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
Tim Penyusun. 2014. Buku Pedoman Praktikum Semester IV. Surakarta : Program D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja FK UNS.