INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDAI. PENDAHULUAN
Karbon monoksida adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak berasa yang merupakan hasil pembakaran yang tidak
sempurna dari material karbon.1,2Konsentrasi CO di atmosfer
biasanya kurang dari 0,001%, di mana konsentrasinya di daerah
perkotaan lebih tinggi bila dibandingkan daerah pedesaan. CO
utamanya bersumber dari asap kendaraan bermotor, pemanas ruangan
atau air, dan asap yang terinhalasi. Asap tembakau merupakan sumber
CO yang penting. Kadar karboksihemoglobin dalam darah perokok
mencapai 10% bahkan dapat melebihi 15%, dibandingkan dengan
nonperokok yang hanya 1-3%. Salah satu sumber intoksikasi CO yang
sering diabaikan yaitu metilen klorida yang dikandung dalam pelarut
cat. Metilen klorida dalam bentuk uap langsung diabsorbsi melalui
kulit dan paru-paru, masuk dalam sirkulasi, dan dimetabolisme di
hati menjadi CO. Selain berasal dari lingkungan (eksogen), CO juga
dihasilkan dalam tubuh (endogen) sebagai komponen dari proses
biokimia normal melalui katabolisme hemoglobin.3,4
Secara umum bentuk karbon monoksida menunjukkan banyaknya karbon
dioksida yang direduksi oleh oksigen selama proses pembakaran.
Karbon monoksida memiliki beberapa kemiripan yang signifikan dengan
bahan bakar, mudah terbakar di udara dengan karakteristik blue
flame, menghasilkan karbon dioksida. Meskipun merupakan racun yang
berbahaya, karbon monoksida memiliki peranan penting dalam
teknologi moderen, menjadi prekursor untuk beberapa produk seperti
kimia pukal (bulk chemical), CO dapat dihirogenasi menjadi bahan
bakar hidrokarbon cair sehingga Teknologi ini mengijinkan batu bara
dikonversikan menjadi bensin, selain itu karbon monoksidadapat
bereaksi dengan metanol dengan keberadaan katalis rodium homogen
dan HI sehingga menghasilkan asam asetat, serta Karbon monoksida
merupakan komponen dasar dari syngas yang sering digunakan untuk
tenaga industri pada proses pemurnian nikel.2Racun ialah suatu zat
yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan faali, yang dalam dosis
toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal mana dapat
berakhir dengan penyakit atau kematian. Racun dapat masuk ke dalam
tubuh melalui ingesti, inhalasi, injeksi, penyerapan melalui kulit
dan pervaginam atau perektal.5
Intoksikasi merupakan suatu keadaan dimana fungsi tubuh menjadi
tidak normal yang disebabkan oleh suatu jenis racun atau bahan
toksik lain. Intoksikasi karbon monoksida adalah suatu keadaan
toksik sebagai akibat dari terhirup dan terserapnya gas karbon
monoksida, dimana karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin dan
menggantikan oksigen dalam darah.6Karena sifat dan gejala klinis
tersebut yang tidak khas, intoksikasi CO sulit dideteksi dan dapat
menyerupai penyakit lain. Oleh karena itu, kejadian yang sebenarnya
dari kasus intoksikasi karbon monoksida sering tidak diketahui
dengan pasti. Suatu lingkungan dapat disebut telah terpapar karbon
monoksida ketika lebih dari satu orang dan binatang yang terkena,
setalah ada peristiwa kebakaran, adanya perapian atau alat-alat
pembakaran, atau dengan paparan kerja, dan timbulnya gejala-gejala
intoksikasi CO.1II. SENYAWA KARBON MONOKSIDAA. SIFAT
KIMIAWIDiantara sifat-sifat Karbonmonoksida adalah : 2 Gas yang
tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa tidak menyebabkan
iritasi, beracun dan berbahaya Tidak mudah larut dalam air
Perbandingan berat terhadap udara (1 atm derajat C) 0.967 Mudah
terbakar dan menghasilkan lidah api berwarna biru Karbon monoksida
terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan
satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen
dan satu ikatan kovalen koordinasi atara atom karbon dan oksigen.
Molekul CO memiliki panjang ikat 0,1128 nm. Alasannya adalah
orbital molekul yang terpenuhi paling tinggi memiliki energi yang
lebih dekat dengan orbital p karbon, yang berarti bahwa terdapat
rapatan elektron yang lebih besar dekat karbon. Dan sifat ke
elektro negativan karbon yang lebih rendah menghasilkan awan
elektron yang lebih baur, sehingga menambah momen dipol. Hal ini
juga merupakan alasan mengapa kebanyakan reaksi kimia yang
melibatkan karbon monoksida terjadi pada atom karbon, bukan pada
atom oksigen. 2B. AFINITASAfinitas hemoglobin terhadap CO 210 kali
dari afinitasnya terhadap O2. CO dapat dengan mudah memindahkan
oksigen yang terikat pada hemoglobin. Di sisi lain, CO-Hb yang
sudah berikatan, sangat sulit dan lambat untuk melepaskan CO.
kecepatan pengikatan CO oleh hemoglobin adalah 1/10 x kecepatan
oksigen, kecepatan disosiasinya adalah 1/2100 x kecepatan oksigen.
OLeh kaarena itu afinitas hemoglobin terhadap CO lebih besar
daripada terhadap oksigen, yaitu 1/10 x 2100 = 210 x afinitas
terhadap oksigen. 2,3,4C. RUMUS KIMIAKarbon monoksida, rumus kimia
CO terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan
dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan
kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan
oksigen, Molekul CO memiliki panjang ikat 0,1128 nm, Panjang ikatan
molekul karbon monoksida sesuai dengan ikatan rangkap tiga
parsialnya. Molekul ini memiliki momen dipol ikatan yang kecil dan
dapat diwakili dengan tiga struktur resonansi: 2
Gambar 1: Rumus Kimia Karbon monoksida(dikutip dari referensi
no.2)
D. SEJARAH KARBON MONOKSIDA 2Karbon monoksida pertama kali
dihasilkan oleh kimiawan Perancis de Lassone pada tahun 1776 dengan
memanaskan seng oksida dengan kokas. Dia menyimpulkan bahwa gas
yang dihasilkan adalah hidrogen karena ketika dibakar ia
menghasilkan lidah api berwarna biru. Gas ini kemudian
diidentifikasi sebagai senyawa yang mengandung karbon dan oksigen
oleh kimiawan Inggris William Cumberland Cruikshank pada tahun
1800. 2Sifat-sifat CO yang beracun pertama kali diinvestigasi
secara seksama oleh fisiolog Perancis Claude Bernard sekitar tahun
1846. Dia meracuni beberapa anjing dengan gas tersebut, dan
mendapatkan bahwa darah anjing-anjing tersebut berwarna lebih merah
di seluruh pembuluh darah. 2Selama Perang Dunia II, karbon
monoksida digunakan untuk menjaga kendaraan bermotor tetap berjalan
di daerah-daerah yang kekurangan bensin. Pembakar batu-bara atau
kayu dipasangkan, dan karbon monoksida yang diproduksi dengan
gasifikasi dialirkan ke karburetor. CO dalam kasus ini dikenal
sebagai "gas kayu". Karbon monoksida juga dilaporkan digunakan
dalam skala kecil selama Holocaust di beberapa kamp eksterminasi
Nazi dan di program "eutanasia" Aksi T4. 2E. SUMBER KARBON
MONOKSIDA 1,2,3,4Karbon monoksida (CO) dapat ditemukan pada hasil
pembakaran yang tidak sempurna dari karbon dan bahan-bahan organik
yang mengandung karbon. Dalam jumlah yang kecil karbon monoksida
juga diproduksi secara endogen.1,31. Sumber Endogen
Secara endogen karbon monoksida diproduksi dari hasil degradasi
heme menjadi pigmen empedu, hasil katalisasi dari oksigenasi heme.
Jumlah karbon monoksida di dalam darah berkisar 1-3% bagi yang
bukan perokok dan 10-15% bagi perokok. Karbon monoksida endogen
yang dihasilkan ini berfungsi sebagai molekul yang terlibat dalam
beberapa fungsi seluler, seperti proses inflamasi, proliferasi, dan
apoptosis. Gas ini juga memiliki efek sitoprotektif termasuk
induksi dari vasorelaksan, degradasi agregasi trombosit, dan
menghambat fenotip pro-inflamasi monosit dan makrofag. Karbon
monoksida, seperti nitrit oksida, juga berfungsi sebagai
neurotransmitter dalam sistem saraf pusat (SSP).12. Sumber
EksogenJumlah karbon monoksida setiap tahunnya di dunia
diperkirakan sekitar 2600 juta ton, dimana sekitar 60% berasal dari
kegiatan manusia dan sekitar 40% dari proses alami. Emisi
antropogenik manusia terutama berasal dari pembakaran tidak
sempurna bahan karbon. Proporsi terbesar dari emisi ini diproduksi
pada knalpot kendaraan, terutama oleh kendaraan bermotor dengan
bahan bakar bensin, karena campuran bahan yang terbakar mengandung
bahan bakar yang lebih banyak daripada udara sehingga gas yang
dikeluarkan mengandung 3-7% CO.1,3Sumber lainnya berasal dari
berbagai proses industri, pembangkit listrik yang menggunakan
batubara, dan insinerator limbah. Emisi yang berasal dari petroleum
sangat meningkat selama beberapa tahun terakhir. Beberapa sumber
nonbiologik dan biologik tersebar alami, seperti tanaman, lautan
dan oksidasi hidrokarbon.1 Gas alam jarang sekali mengandung CO,
tetapi pembakaran gas alam yang tidak sempurna tetap akan
menghasilkan CO. Pada kebakaran juga akan terbentuk CO. Selain itu,
asap rokok dalam orofaring juga menyebabkan konsentrasi CO yang
diinhalasi sebesar 500 ppm.1,4Pada alat pemanas air berbahan bakar
gas, jelaga yang tidak dibersihkan pada pipa air yang dibakar akan
memudahkan terbentuknya produksi gas CO yang berlebihan.4Karbon
monoksida yang berasal dari kendaraan bermotor dapat menyebabkan
kematian tidak hanya pada ruangan tertutup tetapi juga pada ruangan
semi tertutup. Hal ini menandakan bahwa ventilasi pasif belum
adekuat dalam menurunkan risiko keracunan karbon monoksida. Dalam
ruangan atau garasi tertutup, konsentrasi letal karboksihemoglobin
dapat dicapai dalam waktu sepuluh menit.3,4III.
PATOMEKANISME/PATOGENESIS INTOKSIKASI CO 3,4,7,8Efek toksik dari
karbon monoksida disebabkan pengikatannya oleh hemoglobin, dengan
membentuk kompleks carboxy-hemoglobin. Dalam bentuk baru ini,
hemoglobin tidak dapat lagi melakukan fungsinya untuk transportasi
oksigen ke jaringan tubuh.(Hemoglobin dapat mengikat molekul CO
sama banyak seperti pada pengikatan oksigen. Kedua gas ini diikat
pada gugus yang samadalam molekul hemoglobin, bereaksi dengan besi
dalam gugus porphiria).3,4,7,8Dengan cara yang sama, selain pada
hemoglobin, CO juga dapat bereaksi dengan myoglobin, cytochrome
oxidase serta cytochrome P-450. Meskipun kecepatan pengikatan CO
oleh hemoglobin adalah 1/10 x kecepatan oksigen, kecepatan
disosiasinya adalah 1/2100 x kecepatan oksigen. OLeh kaarena itu
afinitas hemoglobin terhadap CO lebih besar daripada terhadap
oksigen, yaitu 1/10 x 2100 = 210 x afinitas terhadap oksigen. Bila
seorang menghirup gas CO ini, maka dengan cepat CO ini pindah dari
plasma ke sel-sel darah merah untuk bergabung dengan hemoglobin.
Pembentukan COHb yang cepat dan terus-menerus ini, menyebabkan Pco
plasma tetap rendah, sehingga CO dari alveolus selalu mengalir
dengan cepat ke dalam darah di paru-paru.3,4,7,8Seperti halnya
dengan HbO2, COHb ini selalu berada dalam keadaan disosiasi sebagai
berikut :
HbCO + O2 HbO2 + CO
Jika expose dengan CO ini terhenti maka COHb akan diuraikan
menjadi HbO2 dan CO kembali, dan selanjutnya CO ini akan larut
dalam plasma dan dikeluarkan melalui paru-paru. Reaksi toksik yang
timbul setelah menghirup CO Pada dasarnya disebabkan oleh hipoksia
jaringan karena darah tidak cukup mengandung O2. 4Jumlah CO-Hb yang
terbentuk tergantung pada lamanya paparan CO, konsentrasi CO pada
udara yang dihirup saat inspirasi, dan ventilasi alveolar. Meskipun
CO bersifat toksik bagi sitokrom, secara klinis dampak yang
ditimbulkan tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena
jumlah CO yang dibutuhkan untuk sifat toksik pada sitokrom adalah
1000 kali lebih tinggi dari kadar CO-Hb yang mematikan.5CO terikat
pada mioglobin intraseluler dalam miokard dan mengganggu suplai
oksigen ke mitokondria. Hal ini menimbulkan dampak buruk pada
fosforilasi oksidatif dan sumber energi otot jantung. Pasien dengan
penyakit jantung, beresiko mengalami kematian akibat timbulnya
aritmia dan serangan jantung. Namun, nyeri dada sebagai gejala
iskemik miokard dapat terjadi meskipun tidak terdapat penyakit
arteri koroner. Sebagai contoh, 2 minggu setelah terpapar CO dengan
kadar 34% akibat kecelakaan, sekelompok tentara di Swiss mengalami
nyeri dada.5Setelah paparan CO, serangan angina, aritmia, dan
peningkatan kadar enzim jantung sering terjadi. Hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan morfologi terutama karena miokard mengikat CO
lebih banyak daripada yang diikat oleh otot rangka. Lesi
ultramikroskopik dapat timbul, tetapi hipoksia jaringan dan
toksisitas CO spesifik belum diketahui. Selain CO-Hb, ikatan CO
terhadap sitokrom juga signifikan dan dianggap berperan dalam
menimbulkan toksisitas sel. Dari suatu gabungan penelitian
ultra-struktural dan sitokimia, telah didapatkan kemungkinan
terjadinya diferensiasi antara keadaan toksik, hipoksia, dan
gabungan keduanya (toksik dan hipoksia). Hal ini ditandai dengan
terjadinya penurunan sitokrom oksidase dalam studi eksperimental
yang menunjukkan adanya efek toksik langsung akibat paparan CO. 5
Selain itu, terdapat mekanisme toksisitas lainnya akibat paparan
CO. CO yang menyebabkan hipoksia jaringan dapat diikuti oleh
kegagalan reoksigenasi ke sistem saraf pusat (SSP). Hiperoksigenasi
memicu berkurangnya produksi oksigen, yang selanjutnya dapat
mengoksidasi protein esensial dan asam nukleat, yang mengakibatkan
kegagalan reperfusi. Selain itu, paparan CO telah terbukti
menyebabkan peroksigenasi lipid, yaitu degradasi asam lemak tak
jenuh yang menyebabkan demielinasi lipid yang reversibel pada SSP.
Paparan CO juga menimbulkan stres oksidatif pada sel, dengan
produksi oksigen radikal yang dihasilkan dengan konversi
dehidrogenase xanthine dari oksidase xanthine. Nekrosis serat
miokard digambarkan pada pasien berusia 26 tahun yang mengalami
intoksikasi CO akibat kecelakaan dan memiliki konsentrasi CO-Hb
dalam darah sebesar 46,6%.5Gangguan fungsi otak lebih banyak
terjadi pada intoksikasi CO akut. Efek neurologis lanjutan juga
dapat terjadi. Hipoksia jaringan adalah hasil akhir dari
intoksikasi CO dengan berbagai agen fisik dan kimia yang
menyertainya. Beberapa bagian otak peka terhadap hipoksia seperti
korteks serebral, terutama lapisan kedua dan ketiga, white matter,
inti basal, dan sel-sel Purkinje serebellum. 5Sifat dan distribusi
lesi tergantung pada tingkat keparahan, paparan yang tiba-tiba atau
tidak, dan lamanya waktu kekurangan oksigen, serta mekanisme yang
terjadi (hipoksemia atau iskemia) bukan pada penyebabnya. Daerah
dengan vaskularisasi yang rendah dan daerah "watershed" antara dua
sumber suplai darah, seperti globus pallidus, mungkin lebih rentan,
khususnya selama keadaan hipotensi.5Keadaan neuropatologi akibat
toksisitas CO telah dijelaskan dalam penelitian postmortem. Pada
kasus akut, berupa perdarahan peteki pada white matter yang
melibatkan corpus callosum. Dalam kasus yang sudah lebih dari 48
jam, terdapat nekrosis multifokal pada globus pallidus, hipokampus,
pars retikularis dari substantia nigra, nekrosis laminar pada
korteks, dan hilangnya sel Purkinje di otak kecil bersamaan dengan
timbulnya lesi pada white matter. Lesi pallidum khas, terdapat
gambaran infark makroskopik bilateral pada globus pallidus,
biasanya asimetris, dan meluas ke bagian anterior, superior, atau
ke kapsula interna. Kadang-kadang, hanya nekrosis fokus linear
kecil yang ditemukan di persimpangan dari kapsula interna dan inti
globus pallidus interna. Intoksikasi CO juga biasanya berdampak
pada hipotalamus, dinding ventrikel ketiga, talamus, striatum, dan
batang otak. 5
Kerusakan mielin terjadi pada fokus perivaskular dalam korpus
kallosum, kapsula interna dan eksterna, serta optic tracts biasanya
terlihat pada pasien koma yang meninggal dalam waktu 1 minggu,
dengan demielinasi periventrikular yang luas dan kerusakan aksonal
yang diamati pada keadaan koma yang lama menyebabkan pembentukan
plak demielinasi.5 Gambar 1. Di paru-paru, CO berdifusi dengan
cepat ke dalam darah dan menyebabkan cedera dan respon adaptif yang
berlanjut setelah kadar CO-Hb telah kembali normal. CO menyebabkan
hipoksemia melalui pembentukan CO-Hb dan pergeseran kurva disosiasi
O2Hb ke kiri. CO mengikat protein heme seperti sitokrom c oksidase
(CCO), merusak fungsi mitokondria, sehingga menyebabkan hipoksia.
Hipoksia otak merangsang peningkatan kadar asam amino, meningkatkan
kadar nitrit otak, dan menyebabkan kerusakan berikutnya. Hipoksia
otak menyebabkan stres oksidatif, nekrosis, dan apoptosis,
berkontribusi terhadap inflamasi dan cedera. CO juga menyebabkan
inflamasi oleh peningkatan kadar heme sitosol dan heme oxygenase-1
(HO-1), yang mengakibatkan stres oksidatif intraseluler. CO
mengikat protein heme trombosit, menyebabkan pelepasan NO.
Kelebihan NO menghasilkan peroksinitrit (ONOO-), merusak fungsi
mitokondria, yang memberikan kontribusi terhadap hipoksia. CO
menyebabkan agregasi platelet-neutrofil dan degranulasi neutrofil,
yang melibatkan pelepasan atau produksi dari myeloperoxidase (MPO),
protease, dan oksigen reaktif yang menyebabkan stres oksidatif,
peroksidasi lipid, dan apoptosis. Protease berinteraksi dengan
xanthine dehidrogenase (XD) dalam sel endotel, membentuk xanthine
oxidase (XO), yang menghambat mekanisme endogen terhadap stres
oksidatif. Produk peroksidasi lipid terbentuk acak dengan protein
dasar mielin, mengubah strukturnya, memicu respon kekebalan
limfositik, meningkatkan aktivasi dan aktivitas mikroglia, dan
menyebabkan efek neuropatologik. Akhirnya, CO menginduksi respon
stres seluler seperti aktivasi hipoksia-inducible factor 1 (HIF-1),
yang dapat menginduksi regulasi gen. Regulasi gen ini dapat menjadi
pelindung atau dapat mengakibatkan cedera. NMDA menandakan
N-metil-D- aspartat, dan nNOS (neuronal sintase oksida).
Gambar 2 : Patomekanisme intoksikasi Karbon Monoksida
Dikutip dari kepustakaan 6PATOGENESIS INTOKSIKASI
KARBONMONOKSIDA4,8,9,10a. Intoksikasi Akut4Perubahan patologik yang
terjadi pada intoksikasi akut CO yang disebabkan oleh hipoksia.
Oleh karena itu, beratnya kelainan ditentukan oleh lama serta
derajat hipoksia ini. Yang terkena terutama ialah jaringan yang
paling peka terhadap pengurangan O2, seperti susunan saraf pusat,
jantung dan sebagainya. FINK K (1966) mempelajari perubahan
perubahan patologik pada 351 kasus kematian yang disebabkan
intoksikasi CO. Didapatkan tiga kelainan patologik, yaitu :1.
Edema/kongesti pada : paru-paru (66%), otak (25%), jantung (2%),
viscera (7%)
2. Petechiae pada : otak (10%), jantung (33%).
3. Hemorrhagi pada : paru-paru (7%), pleura (1%), otak 2%).
Susunan saraf Pusat
Pada kasus-kasus fatal yang akut, ditemukan kongesti serta
hemorrhagi pada semua organ. Sedang pada kasus-kasus fatal subakut,
lesi yang ditimbulkan sebanding dengan lamanya pingsan yang timbul
akibat hipoksia. CO dapat menyebabkan gangguan fungsi pada
pusat-pusat luhur di susunan saraf pusat, terutama pada
daerah-daerah di otak yang mengontrol kemampuan kognitif dan
psikomotor. Gangguan ini dapat terjadi pada kadar COHB kurang dari
5%.
Jantung
Jantung merupakan organ kedua yang peka terhadap hipoksia.
Sebagian kasus menunjukkan tanda-tanda klinis terkenanya
miokardium, tetapi sebagian yang lain tidak memperlihatkan
gejala-gejala ini. Kelainan pada EKG ditemukan pada sebagian besar
(hampir semua) kasus.Lain-lain
Dapat timbul eritema, edema dan blister/bulla pada kulit. PO2
merendah, terjadi asidosis metabolik, hematokrit meninggi.
b. Intoksikasi Kronik4Yang dimaksud disini ialah intoksikasi
yang terjadi setelah paparan berulang-ulang dengan CO yang berkadar
rendah atau sedang.
Perubahan perubahan patofisiologi yang terjadi :
1. Pembuluh darah
CO mempunyai efek merusak dinding arteri sehingga menyebabkan
permeabilitas terhadap macam-macam komponen plasma meningkat.
Pemberian kolesterol pada saat ini akan menyebabkan penimbunan
lemak pada pembuluh darah. ASTRUP menemukan kadar COHb yang tinggi
pada perokok-perokok berat, terutama pada perokok yang menderita
arteriosklerosis perifer.
2. Ginjal
GFR bertambah sampai 50%. Ini mungkin disebabkan oleh
bertambahnya permeabilitas vaskuler.
3. Darah
Akibat hipoksia yang kronik, terjadi aklimatisasi. Eritrosit
bertambah jumlahnya (polisitemia).
4. Jantung
Afinitas CO terhadap mioglobin lebih besar daripada terhadap
hemoglobin. Ini dapat mengganggu fungsi transpor O2 dari mioglobin,
serta dapat memperberat iskemia miokardium.
Karbon monoksida juga menimbulkan efek toksik langsung pada
tingkat seluler dengan menghambat respirasi mitokondrial akibat
terikatnya karbon monoksida dengan sitokrom oksidase. Akibatnya
selain produksi energi terhambat, juga terjadi pembentukan radikal
bebas yang semakin memperberat kerusakan jaringan Berbeda dengan
hemoglobin, afinitas sitokrom oksidase terhadap oksigen lebih besar
dibandingkan terhadap karbon monoksida . Namun, adanya keadaan
anoksia sel akan memudahkan interaksi antara sitokrom oksidase dan
karbon monoksidaMekanisme lain yang dianggap berpengaruh secara
signifikan terhadap munculnya efek lanjut meliputi pelepasan
mediator-mediator kimia yang menyebabkan peroksidasi lipid otak.
Karbon monoksida menyebabkan sel endotel dan platelet melepaskan
nitrit oksida dan pembentukan radikal bebas oksigen termasuk
peroksinitrit. Pada otak, hal ini menyebabkan disfungsi lebih
lanjut dari mitokondria, kebocoran kapiler, sekuestrasi leukosit
dan apoptosis. Hasil akhirnya berupa peroksidasi lipid ( degradasi
asam lemak tak jenuh ) yang menyebabkan demielinisasi reversibel
dari substansia alba sistem saraf pusat, dan dapat menyebabkan
edema dan nekrosis fokal dalam otak.IV. MANIFESTASI KLINIS
8,10,11,12,13,14,15Gejala intoksikasi karbon monoksida dapat
bersifat ringan (gejala konstitusional) sampai berat (koma, depresi
pernapasan, dan hipotensi). Gejala intoksikasi mulai muncul pada
kadar COHb sekitar 20%, dan jika konsentrasi meningkat (20-30%)
muncul gejala sesak napas. Aritmia dan gangguan konduksi
ventrikular terjadi pada kadar COHb 30-40%. Kadar COHb di atas 40%
akan menyebabkan syok kardiogenik, depresi pernapasan dan pusat
vasomotor, sementara kematian seringkali terjadi pada kadar COHb
50-70%. Gejala-gejala yang timbul adalah gejala-gejala yang
disebabkan oleh hipoksia. Gejala ini sebanding dengan kadar COHb
dalam darah. Hubungan antara gejala-gejala dengan COHB darah dapat
dilihat pada tabel di bawah.%COHbGejala klinis
0-10Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20Rasa berat dikepala, sedikit sakit kepala, pelebaran
pembuluh adarah kulit
20-30Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, pandangan jadi kabur,
mausea, muntah-muntah
40-50Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang
yang intermitten
60-70Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan
pernafasan
70-80Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan
meninggal dalam beberapa jam
80-90Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
>90Meninggal dalam beberapa menit
Tabel 1 : Gejala klinis Intoksikasi Co sesuai persentase CO
Dikutip dari Referensi no. 8
Akan tetapi perlu diketahui bahwa untuk beberapa kasus, kadar
COHb tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan gejala. Pada orang
tua dan pada mereka yang menderita penyakit berat seperti penyakit
arteri koroner atau penyakit paru obstruktif kronik, kadar COHb
20-30% sudah dapat bersifat fatal. Selain itu, pada studi yang
dilakukan terhadap binatang, transfusi darah dengan kadar COHb yang
tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal tidak menghasilkan
gejala klinis atau gejalanya minimal.. Hal ini mengindikasikan
bahwa adanya CO bebas yang terlarut dalam plasma berperan penting
dalam menimbulkan gejala pada intoksikasi karbon monoksida.
Temuan otopsi pada kematian akibat intoksikasi karbon monoksida
cukup khas. Pada ras Kaukasus, kesan pertama yang diperoleh saat
mengamati mayat, yaitu bahwa orang tersebut tampak sangat sehat.
Kulit berwarna merah muda disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh
COHb, dengan karakteristik gambaran cherry-red atau bright-pink
yang dapat dilihat pada jaringan. Ditemukannya lebam mayat
cherry-red dapat meyakinkan diagnosis meskipun belum dilakukan
otopsi. Pada orang berkulit gelap, perubahan warna ini tampak
menonjol pada konjungtiva dan mukosa bibir.Pada pemeriksaan dalam,
otot-otot dan visera tampak berwarna cherry-red. Pewarnaan pada
visera akan tetap tampak meskipun jaringan dikeluarkan dan
dimasukkan dalam larutan formaldehid. Darah yang diambil dari
pembuluh darah juga akan menampakkan warna khas ini. Otak merupakan
organ yang paling sensitif terhadap efek yang ditimbulkan oleh
karbon monoksida. Kerusakan otak berlokasi pada area-area tertentu.
Karbon monoksida menyebabkan jejas selektif pada substansia grisea
otak. Nekrosis bilateral pada globus pallidus merupakan lesi yang
paling khas, meskipun juga ditemukan pada korteks cerebri,
hippocampus, cerebellum, dan substansia nigra.Lebam cherry-red pada
kulit, membran mukosa, visera, dan darah dapat sulit dideteksi.
DiMaio dan DiMaio melaporkan sebuah kasus di mana seseorang
meninggal akibat intoksikasi karbon monoksida dengan saturasi
karbon monoksida dalam darah 45% tanpa ditemukan adanya lebam
cherry-red. Carson dan Esslinger bahkan melaporkan kasus kematian
akibat intoksikasi karbon monoksida dengan saturasi dalam darah
yang jauh lebih tinggi, yaitu 86%, juga tanpa ditemukan lebam
cherry-red.
V. DIAGNOSIS FORENSIK MEDIKOLEGAL PADA KORBAN AKIBAT INTOKSIKASI
KARBON MONOKSIDA 5,91. Kriteria Diagnosis
Pada pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan gejala
winter flu like syndrome harus dicurigai terpapar oleh karbon
monoksida sekitar 324%. Riwayat dari paparan CO juga harus
dibuktikan dari riwayat lingkungan, aktivitas, atau penggunaan alat
yang menghasilkan CO sehingga dapat memberikan paparan CO kepada
manusia.
Kriteria diagnostik pada kasus keracunan meliputi analisis kimia
atau pemeriksaan toksikologi dimana harus dapat dibuktikan adanya
racun serta metabolitnya dalam tubuh atau cairan tubuh korban.
Selain itu, dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau
kelainan yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga, serta
dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebab kematian
yang lain.5
Intoksikasi karbon monoksida dapat bersifat disengaja (bunuh
diri/pembunuhan) atau tidak disengaja (kecelakaan). Pada kasus
bunuh diri, diagnosis dapat segera ditegakkan di tempat kejadian.
Korban biasanya ditemukan baik dalam garasi atau dalam mobil dengan
keadaan mesin menyala. Sebelumnya korban sudah menghubungkan
knalpot dangan menggunakan pipa yang diarahkan ke dalam mobil. Pada
kasus kecelakaan, kematian dapat disebabkan karena masuknya karbon
monoksida melalui celah pada mobil. Kadang-kadang seseorang mencoba
untuk malakukan bunuh diri yang tampak seperti kecelakaan. Orang
tersebut ditemukan di dalam garasi dengan pintu tertutup, mesin
mobil menyala, kap mobil terbuka, dan ditemukan perkakas reparasi
di sekitarnya, di mana ia ingin meninggalkan kesan bahwa ia
meninggal akibat menghirup asap kendaraan pada saat sedang
memperbaiki kendaraannya. Namun, kasus-kasus tersebut selalu
merupakan bunuh diri. Hal ini disebabkan oleh karena jika seseorang
menyalakan mesin mobilnya dalam garasi tertutup, maka dalam waktu
2-3 menit udara sudah akan sangat beracun dan mengiritasi sistem
pernapasan, sehingga mustahil seseorang dapat melakukan reparasi
kendaraannya sedikit pun. Selain itu seseorang juga akan merasa
perlu untuk memadamkan dulu mesin kendaraannya dan membuka pintu
garasi agar asap kendaraannya bisa keluar.122. Temuan Otopsi
Temuan otopsi pada kematian akibat intoksikasi CO cukup khas.
Pada ras Kaukasoid, gambaran pertama yang dapat dilihat pada tubuh
korban adalah bahwa orang tersebut terlihat sangat sehat. Warna
merah muda pada kulit disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh
karboksihemoglobin, yang memiliki penampilan cherry-red atau merah
muda terang.
Cherry-red livor mortis menunjukkan diagnosis intoksikasi CO
bahkan sebelum proses otopsi dimulai. Namun demikian, harus
diketahui bahwa warna ini dapat disamarkan atau dibiaskan oleh
paparan tubuh yang lama terhadap lingkungan dingin (baik di tempat
kejadian atau dalam pendingan kamar mayat) atau pada kasus-kasus
keracunan sianida. Pada orang-orang berkulit hitam, warna merah
muda terang menonjol pada konjungtiva, nailbeds, dan mukosa
bibir.9
Gambar 3 : Warna merah muda (cherry-red) pada kulit disebabkan
oleh pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin, yang memiliki
penampilan cherry-red atau merah muda terang.Dikutip dari
kepustakaan 10
Pada pemeriksaan organ dalam, otot-otot dan organ dalam akan
berwarna merah cerah. Warna pada organ tersebut tetap bertahan
meskipun jaringan dipindahkan dan ditempatkan dalam larutan
formalin (formaldehida). Begitupun dengan pengawetan juga tidak
akan mengubah warna organ tersebut. Darah yang diambil dari
pembuluh darah juga akan memiliki warna yang khas seperti ini.9
Pada beberapa orang, intoksikasi karboksihemoglobin tidak
langsung menyebabkan kematian. Dalam kasus tersebut, jika produksi
karbon monoksida berhenti setelah timbulnya koma, individu akan
secara bertahap menghilangkan karbon monoksida dari tubuh, meskipun
kerusakan irreversibel telah terjadi. Dengan demikian, dapat
ditemukan orang-orang yang meninggal akibat keracunan
karboksihemoglobin memiliki kadar karboksihemoglobin yang rendah
atau bahkan negatif pada otopsi. Diagnosis tersebut dibuat atas
dasar penyelidikan. Sebagai contoh, seorang pria ditemukan tewas di
sebuah mobil yang diparkir. Tidak ada kunci mobil yang masih
terpasang dan tangki bensin kosong. Sebuah otopsi dan analisis
toksikologi lengkap gagal untuk mengungkapkan penyebab
kematian.9
Karbon monoksida dapat masuk dari ibu ke darah janin.
Konsentrasi karboksihemoglobin (COHb) pada janin tergantung pada
kadar hemoglobin dan CO ibu. CO-Hb akhir janin adalah 10% lebih
tinggi dari kadar CO-Hb ibu. Karbon monoksida dapat menghasilkan
kematian intrauterin meskipun ibu mungkin tetap bertahan
hidup.9
Otak adalah organ yang paling sensitif terhadap karbon
monoksida. Jika kematian tidak terjadi segera, kerusakan
bagian-bagian otak dapat meningkat dalam hitungan jam dan hari.
Karbon monoksida menghasilkan kerusakan selektif pada gray matter.
Nekrosis bilateral dari globus pallidus merupakan lesi paling khas,
meskipun bagian lain yang terkena dampak termasuk korteks serebral,
hippokampus, otak kecil, dan substantia nigra.9 Lesi dalam globus
pallidus, sebenarnya tidak spesifik dan dapat dilihat juga pada
overdosis narkoba.9
Gejala sisa neurologis yang disebabkan oleh intoksikasi CO dapat
berkembang selama fase akut. Dalam situasi ini, setelah jangka
waktu asimtomatik, pasien dapat mengalami sakit kepala parah,
demam, kaku kuduk, dan gejala neuropsikiatri. Kebutaan kortikal
sementara dan cacat memori yang umum. Selain itu, bisa ada afasia,
apati, disorientasi, halusinasi, inkontinensia, gerakan lambat, dan
kekakuan otot. Gejala sisa permanen intoksikasi CO seperti
demensia, sindrom amnestik, psikosis, kelumpuhan, korea, kebutaan
kortikal, neuropati perifer, dan inkontinensia.9
Dalam sebuah penelitian, 11,8 % dari individu yang membutuhkan
rawat inap akibat intoksikasi karbon monoksida memiliki gejala sisa
berupa kerusakan dan gangguan neurologis. Hampir semua menunjukkan
gangguan mental, dengan mayoritas memiliki inkontinensia dan
gangguan gaya berjalan. Usia rata-rata dari orang-orang yang
menunjukkan gejala sisa lebih tua daripada kelompok rumah sakit
secara keseluruhan. Sebuah lucid interval 2-4 minggu biasanya
mendahului terjadinya gejala sisa neurologis. Tiga-perempat dari
pasien sembuh dalam waktu satu tahun, meskipun beberapa orang
menunjukkan kerusakan neurologis ringan yang menetap.9
Telah ditunjukkan bahwa beberapa sel, misalnya, sel piramidal
CAI di hippokampus, dapat berfungsi kembali setelah terpapar karbon
monoksida. Hipotesis yang dianut bahwa timbulnya gejala sisa
disebabkan oleh terjadinya kegagalam reperfusi pasca iskemik dan
efek CO pada endotel pembuluh darah dan oksigen radikal yang
dimediasi oleh oksigen otak dari proses reoksigenasi.93.
Toksikologi Forensik 1,2
Pemeriksaan toksikologi diperlukan pada keadaan-keadaan kasus
kematian mendadak, kematian mendadak yang terjadi pada sekelompok
orang, pada kecelakaan transportasi, kasus penganiayaan atau
pembunuhan, kasus yang memang diketahui atau patut diduga menelan
racun dan pada kematian setelah tindakan medis. Berikut adalah Tes
diagnostik untuk intoksikasi karbon monoksida dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis diantaranya:a) Pemeriksaan Kadar
Karboksi-Hemoglobin (CO-Hb)Kadar serum CO-Hb dalam darah pasien
yang dicurigai terpapar CO harus diperiksa, pada orang yang tidak
merokok kadar CO-Hb normalnya < 2% dan pada perokok berkisar
5-13%. Kadar CO-Hb yang rendah < 15% menimbulkan gejala klinis
yang ringan. Dan jika kadar CO-Hb meningkat bahkan sampai > 60%
dapat memberikan prognosis yang buruk.1,2
Kadar CO-Hb tidak hanya tergantung pada banyaknya kadar CO namun
juga lamanya paparan CO terhadap tubuh. Tubuh dapat mentoleransi
kadar CO-Hb sebesar 2,5%. Sebagaimana menurut WHO, paparan CO
terhadap tubuh harus sesuai kadar dan waktu paparannya agar aman
bagi tubuh yaitu 87.1 ppm (100 mg/m3) selama 15 menit, 52,3 ppm
(60mg/m3) selama 30 menit, 26,1 ppm (30 mg/m3) selama 60 menit, dan
8,7 ppm (10 mg/m3) selama 8 menit. Paparan yang melebihi 100 ppm
dan dalam waktu yang lama sangat berbahaya bagi tubuh.1b)
Pemeriksaan Pulse OksimetriSaat ini para dokter sepakat dengan
kewaspadaan menggunakan pulse oxymetry pada pasien yang dicurigai
keracunan karbon monoksida karena merupakan metode kolometrik,
metode ini tidak dapat diandalkan sebagai metode diagnosa
intoksikasi CO sebab tidak dapat membedakan oksihemoglobin dan
CO-Hb.1,2c) Pemeriksaan NeuropsikometrikNeuropsikometrik tes
merupakan perkembangan pemeriksaan yang dapat menggambarkan
kemampuan kogntif seseorang yang biasanya sangat buruk atau
memiliki nilai yang kurang pada pasien dengan intoksikasi CO. Namun
demikian, buruk atau kurangnya nilai hasil tes neuropsikometrik ini
tidak bisa dipastikan bahwa orang tersebut mengalami keracunan CO,
karena intoksikasi CO hanya salah satu penyebab dari berbagai
penyebab penurunan fungsi kognitif.1d) CT-SCANGambaran pada CT scan
orang yang terpapar CO berat menunjukkan gambaran hipoksisa serebri
sekunder, iskemia, dan hipotensi yang disebabkan oleh paparan CO.
Temuan gambaran hipodens pada globus pallidus (gambar 4),
substansia nigra, ganglia basalis, hipokampus, dan korteks serebri
berhubungan dengan aliran darah lokal di tempat yang mengalami
lesi, asidosis metabolik, dan hipotensi akibat hipoksia setelah
intoksikasi. Namun lesi yang terjadi bukan merupakan gambaran
patognomonis karena gejala ini sama dengan gejala stroke ataupun
gejala hipoksia lainnya akibat oklusi pembulu darah.1e) MRIPada
gambaran MRI sama seperti tanda atau gambaran hipoksia pada
jaringan otak berupa lesi simetris pada white matter, lesi
predominan pada paraventikuler, ganglia basalis, hipokampus, dan
dari jaringan yang hipoksia. Jika terjadi abnormalitas pada
neuroimaging dapat menjadi hasil yang buruk dan disfungsi
neurologis yang irreversible.1Gambar 4: Lesi hipodens bilateral
globus pallidus pada pasien dengan intoksikasi CODikutip dari
kepustakaan 1
f) Tes Diagnostik LainnyaPemeriksaan lainnya untuk mendiagnosis
intoksikasi CO tergantung dari gejala klinisnya yang termasuk dari
pemeriksaan analisa gas darah, elektrolit, cardiac marker, kadar
urea dan nitrogen dalam darah (BUN), kreatinin, kreatin
fosfokinase, EKG, ECG yang menunjukkkan tanda-tanda hipoksia,
asidosis metabolik, metabolisme seluler yang terhambat, dan
ketergantungan metabolisme organ terhadap sel yang berhubungan
dengan paparan dan kadar CO pada pasien yang dicurigai intoksikasi
CO. Walaupun gambaran ini tidak pasti mengalami intoksikasi
CO.1,2.4. Diagnosis BandingPada kasus kematian akibat intoksikasi
karbon monoksida akan memberikan gambaran lebam mayat berwarna
cherry-red. Namun, harus disadari bahwa warna ini juga dapat muncul
akibat paparan tubuh yang lama terhadap lingkungan bersuhu dingin
atau keracunan sianida namun jika keracunan sianida memiliki ciri
bau yang khas.12Selain itu Intoksikasi CO juga dapat di diferensial
diagnosiskan dengan beberapa penyakit yang bergejala sama yaitu :
Respiratory Distress Syndrome akut, Ketoasidosis diabetik,
enchepalitis, gastroenteritis, Hypothyroidism dan Myxedema Coma,
labyrinthitis, laktat Asidosis, meningitis, methemoglobinemia
migrain, Hipoglikemia, intoksikasi Alkohol dan intoksikasi
Narkotika. 12VI. MCOD INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA DAN ASPEK
MEDIKOLEGAL
Gambar 5 : Multiple Cause of Desease dari intoksikasi Karbon
monoksida
Berdasarkan tujuannya, pemeriksaan forensik pada kasus keracunan
dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu untuk mencari penyebab
kematian dan untuk mengetahui bagaimana suatu peristiwa dapat
terjadi. Dengan demikin pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas
diri korban diharapkan dapat ditemukan racun atau obat dalam dosis
mematikan. Sedangkan pada tujuan kedua bermaksud untuk membuat
suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai
sejauh mana racun atau obat tersebut berperan sehingga suatu
peristiwa dapat terjadi. Mengenai racun diatur dalam Pasal 133 (1)
KUHAP yang berbunyi: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya; pengertian atau
batasan dari racun itu sendiri tidak dijelaskan, dengan demikian
dipakai pengertian racun yang telah disepakati oleh para ahliDAFTAR
PUSTAKA
1. Shochat G. Toxicity. Carbon Monoxide. [online] 2007 Jan 8
[cited 2008 August 28]; [31 screens]. Available from: URL:
http//www.emedicine.com2. Chatani, N.; Murai, S. "Carbon Monoxide"
in Encyclopedia of Reagents for Organic Synthesis (Ed: L. Paquette)
2004, J. Wiley & Sons, New York. DOI:10.1002/047084289
3. Ramsay, DA.Shkrum, MJ. Post mortem changes.The Forensic
Pathology of Trauma.2007.p32-4,65-6,124,148,150-3,181-3.
4. Mashabi,A. Intoksikasi CO.Cermin Dunia Kedokteran No 11.Hal
16-20. Available from :
www.portalkalbe/files/cdk/files/06intoksikasi CO 011.pdf5. Idries
AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, edisi 1. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1997.
6. Rajiah, K., et al. 2011. Clinical Manifestation, Effects,
Diagnosis, Monitoring of Carbon Monoxide Poisoning and Toxicity.
African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 5 (2). Page:
259-264.
7. Cope, W.G. 2004. Exposure Classes, Toxicants in Air, Water,
Soil, Domestic and Occupational Settings in: A Textbook of Modern
Toxicology. Third Edition. Edited By Ernest Hodgson. Department of
Environmental and Biochemical Toxicology North Carolina State
University. Page: 34-7; 287.
8. Calaluce,R.Dix,J.Forensic
Pathology.1999.p45,69,89,93,185-8.
9. Hodgson,E. A textbook of Modern Toxicology.Third
Edition.2004.p34-7,287.
10. Harper A, Croft-Baker J. Carbon monoxide poisoning:
undetected by both patients and their doctors. British Geriatrics
Society, Age and Ageing 2004;33:105-109.
11. Anonymous. Carbon monoxide. Available from: URL:
http//www.sdpoison.org/
12. DiMaio VJ, DiMaio D. Carbon monoxide poisoning, In: Di Maio
VJ, DiMaio D (editors), Forensic Pathology, 2nd edition.
13. Weaver, L.K., et al. 2009. Carbon Monoxide Poisoning.
Department of Hyperbaric Medicine, University of Utah, School of
Medicine and Department of Hyperbaric Medicine, Intermountain
Medical Center, Murray, Utah. N Engl J Med 2009; 360: 1217-25.
14. Potocka-Banas B, Majdanik S, Borowiak K, Janus T. Carbon
monoxide intoxication is still an important issue in forensic
medicine. Problems of Forensic Medicine 2004;58:121-126.
15. Carson HJ, Esslinger K. Carbon monoxide poisoning without
cherry-red livor. The American Journal of Forensic Medicine and
Pathology 2001;22(3):233-235.16. Iqbal, S., et al. 2012. A Review
of Disaster-Related Carbon Monoxide Poisoning: Surveillance,
Epidemiology, and Oppurtinities for Prevention. American Journal of
Public Health. Vol. 102, No.10: Oktober 2012.17. Diaz, J. 2006.
Carbon Monoxide (CO) Poisoning in Chapter 22: Industrial Exposure;
in Text Book: Color Atlas and Human Poisoning and Envenoming. USA:
CRC Press. Page: 405-406.18. DiMaio, V.J., et al. 2001. Forensic
Pathology 2end ed. Practical Aspects of Criminal and Forensic
Investigation. USA: CRC Press LLC. Page: 385-394.19. Dix, J., et
al. 2000. Thermal Injuries in Text Book: Color Atlas of Forensic
Pathology. USA: CRC Press LLC. Page: 115-123.20. Oehmichen, M., et
al. 2006. Forensic Neuropathology and Associated Neurology.
Germany: Springer-Verlag Berlin Heldelberg. Page: 347-351.PAGE
7