Textbook Reading FISIOLOGI KARDIOVASKULER DAN ANESTESI Morgan.EG, Mikhail.MS, Murray.MJ Clinical Anesthesilogy 4 th ED 2006; 27:413 Konsep Dasar Dibandingkan dengan potensial aksi pada serabut saraf, puncak dari potensial aksi pada jantung diikuti oleh adanya fase plateau yang berlangsung sekitar 0,2-0,3 detik. Jika pada potensial aksi otot skelet dan saraf ditandai oleh terbukanya fast sodium channel pada membran sel, pada otot jantung ditandai tidak hanya oleh terbukanya fast sodium channel (spike) saja tapi juga oleh pembukaan slow sodium channel (plateau). Halotan, enflurane, dan isoflurane menekan otomatisitas dari simpul sinoatrial (SA). Obat-obat tersebut juga memberikan pengaruh secara langsung pada simpul atrioventrikuler (AV), memperpanjang masa konduksi dan masa refrakter. Kombinasi efek semacam ini dapat menjelaskan sering terjadinya takikardia pada pemberian antikolinergik untuk pasien dengan sinus bradikardia selama pemberian anestesi inhalasi dimana perjalanan impuls dari pacemakers lebih banyak dipercepat pada simpul SA. Hasil studi menduga bahwa seluruh anestesi volatile dapat menekan kontraktilitas jantung dengan menekan masuknya ion Ca 2+ ke dalam sel selama depolarisasi (lebih sering terjadi Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Textbook Reading
FISIOLOGI KARDIOVASKULER DAN ANESTESI
Morgan.EG, Mikhail.MS, Murray.MJ
Clinical Anesthesilogy 4th ED 2006; 27:413
Konsep DasarDibandingkan dengan potensial aksi pada serabut saraf, puncak dari potensial aksi pada
jantung diikuti oleh adanya fase plateau yang berlangsung sekitar 0,2-0,3 detik. Jika pada
potensial aksi otot skelet dan saraf ditandai oleh terbukanya fast sodium channel pada
membran sel, pada otot jantung ditandai tidak hanya oleh terbukanya fast sodium channel
(spike) saja tapi juga oleh pembukaan slow sodium channel (plateau).
Halotan, enflurane, dan isoflurane menekan otomatisitas dari simpul sinoatrial (SA).
Obat-obat tersebut juga memberikan pengaruh secara langsung pada simpul
atrioventrikuler (AV), memperpanjang masa konduksi dan masa refrakter. Kombinasi
efek semacam ini dapat menjelaskan sering terjadinya takikardia pada pemberian
antikolinergik untuk pasien dengan sinus bradikardia selama pemberian anestesi
inhalasi dimana perjalanan impuls dari pacemakers lebih banyak dipercepat pada simpul
SA.
Hasil studi menduga bahwa seluruh anestesi volatile dapat menekan kontraktilitas jantung
dengan menekan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel selama depolarisasi (lebih sering terjadi
pada tipe T dan L pada kalsium channel), mempengaruhi pergerakan dari ion Ca 2+ ,
kemudian membawanya ke Retikulum Sarkoplasma, juga dapat menekan sensitivitas dari
protein kontraktil ke kalsium.
Karena Cardiac Indeks (CI) yang normal mempunyai range yang luas, maka hal ini secara
relatif tidak sensitif untuk mengetahui ukuran ventrikel. Meski demikian kelainan pada CI
sebagian besar menggambarkan kelainan pada ventrikel.
Tekanan oksigen pada vena (saturasi) adalah cara pengukuran yang tepat untuk
mengetahui besarnya curah jantung, terutama pada hipoksia dan anemia berat.
Karena peranan dari atrium pada pengisian ventrikel penting untuk menjaga tekanan
diastolik ventrikel yang lambat, maka pada pasien yang mengalami penurunan komplians
dari ventrikel akan cenderung mengalami waktu sistole atrium yang tidak normal.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 1
Textbook Reading
Curah jantung pada pasien dengan gagal ventrikel kanan atau kiri sensitif terhadap
peningkatan curah jantung secara akut pada afterload.
Fraksi ejeksi ventrikel, fraksi dari volume akhir diastolik ventrikel banyak digunakan di
klinik untuk mengetahui fungsi sistolik.
Fungsi diastolik pada ventrikel kiri dapat diketahui secara klinis dengan menggunakan
Elekrokardiografi Doppler secara transthoracic atau transesophageal.
Karena endocardium mempunyai peranan paling penting untuk menjaga tekanan di dalam
otot selama sistole, maka sangatlah penting untuk menjaga agar tidak terjadi iskemia pada
saat terjadi penurunan tekanan perfusi pada a.koroner.
Gagal jantung dapat meningkat tergantung sirkulasi katekolamin. Hal ini terlihat pada
pengaruh saraf simpatis atau penurunan sirkulasi katekolamin yang terjadi setelah induksi
anestesi dimana hal tersebut dapat menyebabkan decompensasi kordis akut.
Seorang ahli anestesi harus memahami fisiologi kardiovaskuler untuk mengetahui
secara spesifik dasar sains dari pemberian anestesi dan prakteknya pada penatalaksanaan
modern anestesi. Bab ini akan membahas ulang faal jantung dan sistem sirkulasi sistemik
serta patofisiologi dari gagal jantung. Sirkulasi pulmonal dan faal darah serta pertukaran
nutrisi akan dibahas pada bab 22 dan 28 secara terinci.
Sistem sirkulasi terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah itu sendiri.
Fungsinya untuk menyediakan oksigen dan nutrisi jaringan dan mengeluarkannya sebagai
produk metabolisme. Jantung mengalirkan darah melalui dua sistem pembuluh darah yang
tersusun secara seri. Pada sirkulasi pulmonal, aliran darah melalui membran kapiler alveoler,
membawa oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Pada sistem sirkulasi sistemik, oksigen
darah akan dipompa ke jaringan metabolik dan keluar sebagai produk metabolisme untuk
dibawa keluar melalui paru, ginjal dan hati.
JantungMeskipun secara anatomis jantung hanya sebuah organ, tapi secara fungsional
jantung dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kiri dan bagian kanan yang mana setiap
bagian terdiri dari sebuah atrium dan sebuah ventrikel. Atrium merupakan saluran dan pompa
pertama ke ventrikel, sementara ventrikel sendiri berfungsi sebagai pompa utama. Ventrikel
kanan menerima darah dari vena sistemik (yang miskin oksigen) dan memompanya ke
sirkulasi pulmonal, sementara ventrikel kiri menerima darah dari vena pulmonal (yang kaya
oksigen) dan memompanya ke sirkulasi sistemik. Katup-katup jantung mengalirkan darah
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 2
Textbook Reading
secara langsung ke tiap-tiap bagian jantung. Kerja dari pompa jantung adalah kesatuan kerja
yang berlangsung secara elektrik dan mekanik.
Jantung terdiri dari otot-otot stria yang secara khusus dilindungi oleh jaringan
konektif dan tulang. Otot-otot jantung dibagi menjadi atrium, ventrikel dan pacemaker serta
sel-sel konduktif. Rangsangan secara alamiah dari otot-otot jantung itu sendiri serta struktur
yang unik membuat jantung berfungsi sebagai pompa yang sangat efisien. Resistensi yang
lambat terjadi berturut-turut (antar disk) antara sel-sel otot jantung itu sendiri yang kemudian
menjadi cepat dan menghantarkan aktifitas listrik pada setiap bagian jantung. Aktifitas listrik
jantung mulai dihantarkan dari sebuah atrium ke atrium yang lain dan dari satu ventrikel ke
ventrikel yang lain melalui sebuah jalur konduksi spesifik. Tidak adanya hubungan langsung
antara atrium dan ventrikel kecuali melalui simpul Atrioventrikuler (AV) memperlambat
konduksi dan membuat kontraksi atrium lebih dahulu terjadi daripada ventrikel.
Potensial Aksi JantungMembran sel otot-otot jantung secara normal permeabel untuk K+ tapi relatif
impermeabel untuk Na+. Sebuah membran mengandung Na+-K+ Adenosine Triphosphate
(ATP) yang mengandung K+ dengan konsentrasi di dalam sel lebih tinggi dan melakukan
pertukaran dengan Na+ yang lebih banyak berada di luar sel. Konsentrasi sodium dalam sel
dijaga agar tetap rendah, sedang konsentrasi potassium di dalam sel dijaga agar tetap tinggi
dibandingkan pada ruang ekstraseluler. Impermeabilitas relatif dari membran untuk kalsium
juga dijaga agar tetap tinggi diruang ekstrasel untuk ke sitoplasma. Perpindahan K+ keluar sel
dan penurunan konsentrasinya dalam sel membuat keadaan dalam sel menjadi kurang positif.
Sebuah potensial aksi listrik terjadi melintasi membran, dimana keadaan dalam sel menjadi
lebih negatif dibanding keadaan di luar sel, karena keluarnya anion K+. Sehingga, potensial
istirahat membran menggambarkan keseimbangan antara dua ruang tersebut dimana
perpindahan K+ menurunkan konsentrasi K+ dalam sel dan aktifitas listrik yang negatif dari
ruang intraseluler menjadi positif hanya dengan ion potassium.
Potensial istirahat dari membran sel-sel ventrikel secara normal adalah -80 sampai dengan
-90 mV. Dibanding dengan jaringan yang lain (otot skelet dan saraf) ketika potensial
membran sel menjadi negatif dan menghasilkan nilai yang rendah, sebuah potensial aksi
yang lebih karakteristik (depolarisasi) terjadi. (Tabel 19-1 dan Gambar 19-1) Potensial
aksi yang segera terjadi pada membran sel otot-otot jantung menjadi + 20 mV.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 3
Textbook Reading
Dibandingkan dengan potensial aksi pada serabut saraf, puncak dari potensial aksi pada
jantung diikuti oleh adanya fase plateau yang berlangsung sekitar 0,2-0,3 detik. Jika pada
potensial aksi otot skelet dan saraf ditandai oleh terbukanya fast sodium channel pada
membran sel, pada otot jantung ditandai tidak hanya oleh terbukanya fast sodium channel
(spike) saja tapi juga oleh pembukaan slow sodium channel (plateau).
Depolarisasi juga terjadi melalui penurunan yang cepat pada permeabilitas
potassium. Dengan mengembalikan permeabilitas potassium pada keadaan normal dan
menutup sodium serta kalsium channel maka hal tersebut dapat membuat keadaan potensial
membran sel menjadi normal kembali.
Tabel 19.1 Potensial Aksi Jantung
Fase Nama Peristiwa yang terjadi Perpindahan ion sel
0 Aktivasi Aktivasi cepat (pembukaan) Na+
channel
Na+ masuk dan menurunkan
permeabilitas
1 Awal
repolarisasi cepat
Inaktivasi dari Na+ channel dan
peningkatan permeabilitas dari K+
K+ keluar (IT0)
2 Plateau Aktivasi lambat pada Ca2+ channel Ca2+ masuk
3 Akhir
repolarisasi
Inaktivasi dari Ca2+ channel dan
peningkatan permeabilitas K+
K+ keluar
4 Potensial
istirahat atau
repolarisasi
diastolik
Permeabilitas menjadi normal kembali
(sel-sel atrium dan ventrikel).
Keluarnya ion intrinsik dari sodium
secara lambat atau mungkin juga Ca2+
kedalam sel sehingga terjadilah
depolarisasi spontan
K+ keluar, Na+ masuk ? Ca2+
masuk
Setelah depolarisasi, sel-sel secara tipikal menjadi refrakter sehingga normal
kembali lewat perangsangan depolarisasi sampai fase 4. Masa refrakter yang efektif adalah
waktu minimum diantara 2 impuls depolarisasi yang terjadi pada konduksi cepat otot-otot
jantung, periode ini secara umum tidak berhubungan dengan lamanya aksi potensial.
Sebaliknya, masa refrakter yang efektif pada konduksi lambat sel otot jantung dapat
menyebabkan berakhirnya durasi dari potensial aksi.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 4
Textbook Reading
Gambar 19-1. Aksi potensial jantung. A: Karakteristik aksi potensial dari bagian yang berbeda pada jantung B: Sel-sel pacemaker pada simpul SA dalam fase yang sama pada atrium dan ventrikel dan tampak adanya penonjolan pada depolarisasi diastolik spontan. Lihat tabel 19-1. Untuk penjelasan tentang fase-fase pada potensial aksi.
(Modified and reproduced, with permission, from Ganong WF: Review of Medical Physiology, 20th ed. McGraw-Hill, 2001.)
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 5
Textbook Reading
Tabel 19-2 Ion Channel Jantung
Voltage-gate
Na+
T Ca2+
L Ca2+
K+
Keluar sementara
Seimbang kembali
Seimbang kembali dengan lambat
Ligand-gate K+ channel
Aktivasi Ca2+
Aktivasi Na+
ATP-sensitif
Aktivasi acetylcholine
Aktivasi asam arakhidonat
ATP = Adenosine Triphosphate
Tabel 19-2 berisi tipe-tipe dari ion channel pada membran otot jantung. Beberapa
diantaranya diaktivasi dari tegangan listrik membran sel yang berubah-ubah, sementara yang
lainnya karena ligand. Voltase-gate dari Na Channel mempunyai pintu luar (m) yang
membuka pada -60 sampai dengan -70 mV dan pintu dalam yang menutup pada -30 mV.
Tipe T (transient) voltase-gate kalsium channel berada pada fase 0 depolarisasi. Selama fase
plateau (fase 2), masuknya kalsium terjadi melalui tipe L, voltase-gate kalsium channel. Tiga
tipe utama dari K+ channel bertanggungjawab terhadap repolarisasi. Hasilnya adalah pertama
keluarnya potassium, kedua bertanggungjawab untuk reaktivasi pendek (IKr) dan ketiga
memproduksi reaktivasi aktin secara lambat sehingga menyebabkan potensial membran sel
menjadi normal kembali.
Inisiasi Dan Konduksi Dari Impuls JantungImpuls jantung secara normal berasal dari simpul atrioventrikuler, sekelompok sel-
sel pacemaker yang berada pada sulkus terminalis, di sebelah posterior dari saluran yang
menghubungkan antara atrium kanan dan vena cava superior. Sel-sel ini mirip dengan lapisan
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 6
Textbook Reading
luar membran yang rendah sodium (dan mungkin juga kalsium). Masuknya sodium secara
lambat membuat keadaan menjadi lebih negatif, membran potensial istirahat (-50 s/d -60
mV) mempunyai tiga konsekuensi penting ; inaktivasi konstan dari sodium channel dengan
cepat, pada aksi potensial dengan nilai ambang -40 mV secara primer dapat melintasi kalsium
channel dengan lambat dan terjadi depolarisasi spontan yang teratur. Selama siklus ini,
pengeluaran sodium dari membran sel secara progressif membuat keadaan menjadi negatif,
ketika nilai ambang potensial telah dapat dicapai, kalsium channel akan terbuka,
permeabilitas potassium menurun dan mulailah aksi potensial. Untuk mengembalikan
permeabilitas potassium ke nilai normal pada simpul SA adalah membuat keadaan menjadi
seperti pada membran potensial istirahat
Rangsangan menyeluruh pada simpul SA secara normal berlangsung dengan cepat
melintasi atrium dan menuju ke simpul AV. Serabut otot-otot atrium secara khusus
berhubungan dengan cepat ke atrium kiri dan simpul AV. Simpul AV, berlokasi pada dinding
septum , dari atrium kanan sebelah anterior menuju ke sinus koronaria yang terbuka dan
berpindah ke septum dari katup trikuspid, yang terdiri dari 3 area yang berhubungan ; regio
atas (AN), regio tengah (N) dan regio bawah (NH). Meskipun regio atas tidak mendapat
aktifitas intrinsik secara spontan (otomatisitas) tapi regio lain mendapatkannya. Normalnya,
nilai terendah dari depolarisasi spontan pada area simpul AV rata-rata 40-60 x/menit setelah
kerja dari simpul SA untuk mengontrol denyut jantung. Banyak faktor yang dapat
menurunkan depolarisasi dari simpul SA atau meningkatkan otomatisitas dari area AV
setelah area SA yang berfungsi sebagai pacemaker untuk jantung.
Impuls-impuls yang berasal dari simpul SA pada keadaan normal berlanjut ke
simpul AV setelah sekitar 0,04 detik kemudian berlanjut setelah 0,51 detik. Perlambatan ini
menghasilkan konduksi yang lambat pada serabut-serabut kecil dari otot jantung pada simpul
AV dimana hal ini bergantung pada terbukanya slow kalsium channel pada potensial aksi.
Sebaliknya, konduksi dari impuls diantara sel-sel pada atrium dan ventrikel secara primer
akan mengaktifkan atau menginaktifkan fast sodium channel. Serabut-serabut bawah dari
simpul AV bergabung membentuk berkas HIS. Kelompok khusus dari serabut-serabut ini
melintasi sekat antar ventrikel sebelum terbagi menjadi cabang kiri dan kanan membentuk
kesatuan jaringan kerja yang disebut serabut Purkinje yang akan mendepolarisasi kedua
ventrikel. Sebaliknya pada jaringan simpul AV, serabut HIS-Purkinje memiliki kecepatan
konduksi yang cepat dari jantung, menghasilkan depolarisasi simultan yang berdekatan dari
endokardium pada kedua ventrikel (secara normal sekitar 0,03 detik). Perjalanan impuls dari
endokardium ke epikardium melalui otot-otot ventrikel berlangsung 0,03 detik. Walaupun
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 7
Textbook Reading
demikian, impuls yang berasal dari simpul SA, normalnya kurang dari 0,2 detik untuk
mendepolarisasi jantung.
Halothane, enflurane, dan isoflurane menekan otomatisitas dari simpul sinoatrial (SA).
Obat-obat tersebut juga memberikan pengaruh secara langsung pada simpul atrioventrikuler
(AV), memperpanjang masa konduksi dan masa refrakter. Kombinasi efek semacam ini dapat
menjelaskan sering terjadinya takikardia pada pemberian antikolinergik untuk pasien dengan
sinus bradikardia selama pemberian anestesi inhalasi dimana perjalanan impuls dari
pacemakers lebih banyak dipercepat pada simpul SA.
Efek elektrofisiologik komponen obat-obat anestesi volatile dari otot-otot ventrikel
bekerjasama secara otonom dengan kompleks. Keduanya baik antiaritmia maupun
antiaritmogenik dapat digambarkan. Bentuknya dapat mengarah pada penekanan secara
langsung dari masuknya ion Ca2+, setelah itu terjadi penekanan potensiasi dari katekolamin
(lihat bab VII). Efek aritmogenik dapat mengaktifkan reseptor dan β-adrenergik. Obat-obat
induksi intravena memiliki efek elektrofisiologik yang terbatas dalam penggunaan dosisnya
di klinik. Opiat, khususnya fentanyl dan sufentanil, dapat menekan konduksi jantung,
meningkatkan konduksi pada simpul AV dan masa refrakter dengan memperpanjang lamanya
aksi potensial dari serabut purkinje.
Anestesi lokal mempunyai pengaruh elektrofisiologik yang penting pada jantung
terutama pada konsentrasi darah dan secara umum berhubungan dengan toksisitas sistemik.
Pada kasus lidocaine, efek elektrofisiologik pada konsentrasi rendah dalam darah dapat
berfungsi terapeutik (lihat bab 48). Pada konsentrasi tinggi, lidocaine dapat juga menekan
simpul SA. Obat anestesi lokal yang memiliki potensiasi terbesar - bupivacaine dan
potensiasi yang terkecil –etidocaine dan rapivacaine- memiliki efek yang terbesar pada
jantung, khususnya pada serabut purkinje dan otot-otot jantung. Bupivacaine yang terikat
dalam darah dapat menginaktifkan sodium channel dengan cepat dan disosiasinya akan
menurun. Hal ini dapat memicu terjadinya sinus bradikardia dan henti jantung pada simpul
sinus seperti halnya pada aritmia ventrikel yang berat.
Penghambat kalsium channel adalah komponen organik yang dapat memblok
masuknya kalsium melalui tipe L tapi tidak melalui tipe T channel. Penghambat
dihydropyridine seperti nifedipine secara sederhana dapat menutup channel, sementara obat-
obat yang lain seperti verapamil dan derivat yang lain, diltiazem secara khusus terikat pada
channel dalam menginaktifkan fase depolarisasi (penggunaannya tergantung blokade).
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 8
Textbook Reading
Mekanisme KontraksiKontraksi dari sel-sel otot jantung adalah hasil interaksi dari dua overlapping
protein kontraktil yang kaku, aktin dan miosin. Protein-protein ini terikat pada posisinya
masing-masing dimana setiap sel berperan pada saat kontraksi maupun relaksasi. Sel-sel
memendek terjadi ketika dua protein berinteraksi secara penuh dan menutupi satu sama lain.
(Gambar 19-2) Interaksi ini secara normal dicegah oleh dua regulasi protein, troponin dan
tropomiosin ; troponin terdiri dari 3 subunit, tropinin I, troponin C dan troponin T. Troponin
mempengaruhi kerja aktin pada interval yang teratur, sedangkan tropomiosin mempengaruhi
pusat dari struktur aktin. Peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel (dari 10 -7 menjadi 10-5
mol/L), meningkatkan kontraksi ion kalsium yang terikat pada troponin C. Hasil perubahan
yang sesuai dalam regulasi protein ini mengeluarkan bagian aktif dari aktin yang menyertai
interaksi dari jembatan miosin (terjadi overlapping). Bagian aktif dari fungsi miosin sebagai
magnesium yang bergantung pada ATP-ase dimana aktifitasnya meningkat melalui
peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel. Waktu terjadinya berlangsung secara berturut-
turut dan terjadi pelepasan pada jembatan miosin melalui bagian aktif pada aktin. Adenosin
Triphosphate (ATP) digunakan selama waktu tersebut. Relaksasi terjadi jika kalsium secara
aktif dipompa kembali ke dalam Retikulum Sarkoplasma melalui Ca2+-Mg2+ ATPase,
hasilnya akan menurunkan konsentrasi kalsium dalam sel bersamaan dengan kompleks
Troponin-Tropomiosin untuk mencegah interaksi antara aktin dan miosin.
Rangkaian Eksitasi-KontraksiSejumlah kalsium dapat memicu kontraksi dimana kalsium masuk ke dalam sel
melalui slow channel selama fase 2. Sejumlah kecil kalsium yang memasuki slow channel
memicu pelepasan kalsium dalam jumlah yang besar dari tempat penyimpanannya dalam sel
(Calcium dependent-calcium release) dalam sisterna Retikulum Sarkoplasma.
Aksi potensial dari depolarisasi sel-sel otot dari T system memperluas tubulus dari
membran sel yang melintang pada sel dalam perkiraan yang sempit. Untuk serat-serat otot,
melalui reseptor dihydropyridine (voltage-gated channel). Permulaan potensial aksi ini akan
meningkatkan Ca2+ pada keadaan dimana sejumlah besar kalsium masuk melalui reseptor
Tyanodine, sebuah kalsium channel yang tidak bergantung voltage, dalam retikulum
sarkoplasma. Kekuatan kontraksi ini secara langsung bergantung pada besarnya masukan
awal dari kalsium. Selama relaksasi, ketika slow channel menutup, sebuah membran yang
terikat ATP mengaktifkan masuknya kembali kalsium ke dalam Retikulum Sarkoplasma.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 9
Textbook Reading
Gambar 19.2. Rangkaian eksitasi-kontraksi dan interaksi antara aktin dan myosin. A : depolarisasi dari
membran sel bersamaan dengan masuknya kalsium ke dalam sel dan pelepasan kalsium dari
penyimpanannya dalam Retikulum Sarkoplasma. B : Struktur Kompleks Aktin-Miosin. C : Kalsium terikat
troponin bersamaan dengan interaksi antara aktin dan myosin (Modified and reproduced, from Katz AM,
Smith VE : Horp Pract 1969, and from Braunwald E : The Myocardium Failure and Infarction, HP
Publishing, 1974)
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 10
Textbook Reading
Kalsium juga dikeluarkan dari ruang ekstraseluler melalui pertukaran kalsium intrasel ke
ekstrasel yang mengandung banyak sodium melalui enzim ATPase pada membran sel. Jadi,
relaksasi jantung juga bergantung pada ATP.
Kuantitas dari kalsium intrasel, transport dan hal-hal yang mempengaruhi
perpindahan ion kalsium, tekanan maksimum yang dihasilkan, jumlah yang dapat
menghasilkan kontraksi dan jumlah yang dapat menghasilkan relaksasi penting untuk
diperhatikan. Stimulasi simpatis meningkatkan sejumlah kontraksi melalui peningkatan
konsentrasi kalsium pada peningkatan konsentrasi di reseptor β-1 adrenergik dalam siklus
adenosine Monophosphate (c AMP) dalam sel (lihat bab 12) melalui kerja dari perangsangan
G-protein (lihat bab 18). Peningkatan cAMP dapat segera membuka kalsium channel.
Terlebih lagi, agonis adrenergik meningkatkan relaksasi melalui peningkatan kalsium yang
dibawa melalui Retikulum sarkoplasma. Penghambat phosphatesterase, seperti teofilin,
amrinone, amilrinone, memproduksi efek yang serupa dengan jalan mencegah menurunnya
cAMP dalam sel. Digitalis meningkatkan konsentrasi kalsium dalam sel dengan jalan
menghambat ikatan membran dengan Na+-K+ ATPase ; hasilnya adalah peningkatan kecil Na+
intrasel bersama dengan masuknya Ca2+ melalui mekanisme pertukaran Na+-Ca2+. Glukagon
meningkatkan kontraktilitas melalui peningkatan level cAMP dengan jalan mengaktivasi
reseptor spesifik noradrenergik. Sebaliknya, pelepasan dari Acetylcholine diikuti oleh
stimulasi vagal yang menekan kontraktilitas melalui peningkatan siklus guanosine
Monophosphate (cGMP) dan menghambat adenylcyclase ; efek ini dimediasi oleh
penghambat G-protein. Asidofil memblok slow calsium channel dan hal ini juga akan
menurunkan kontraktilitas jantung dengan jalan mengubah kinetik dari kalsium transeluler.
Hasil studi menduga bahwa seluruh anestesi volatile dapat menekan kontraktilitas jantung
dengan menekan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel selama depolarisasi (lebih sering terjadi
pada tipe T dan L pada kalsium channel), mempengaruhi pergerakan dari ion Ca2+ , kemudian
membawanya ke Retikulum Sarkoplasma, juga dapat menekan sensitivitas dari protein
kontraktil ke kalsium.
Halothane dan enflurane menekan kontraktilitas lebih besar daripada isoflurane,
sevoflurane dan desflurane. Induksi anestesi menekan potensiasi jantung dalam keadaan
hipokalsemia ; menghambat β-1 adrenergik dan menghambat Ca channel. Dosis nitrous
oksida juga bergantung pada penurunan kontraktilitas karena adanya penurunan Ca2+ intrasel
pada saat kontraksi. Mekanisme kontraksi yang diperoleh dari anestesi intravena secara
langsung belum dapat dibuktikan dengan baik. Cara kerjanya hampir mirip. Seluruh obat-
obat induksi intravena yang utama, seperti Ketamin secara langsung memberikan efek pada
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 11
Textbook Reading
kontraktilitas. Obat-obat anestesi lokal juga menurunkan kontraktilitas jantung melalui
masuknya ion kalsium dan pelepasan dosis biasa. Bupivacaine, tetracaine dan ropivacaine
menyebabkan penekanan yang besar terhadap lidocaine dan chloroprocaine.
Innervasi JantungSerabut saraf parasimpatis mempersarafi atrium dan jaringan konduksi.
Acetylcholine bekerja pada reseptor spesifik pada jantung yaitu Reseptor Muskarinik (M2)
untuk memproduksi efek kronotropik negatif, dromotropik dan inotropik. Sebaliknya, serat
saraf simpatis berasal dari chorda spinalis Thoracic (T1-T4) dan berjalan ke jantung melalui
ganglia cervicalis (stellata) kemudian berjalan kembali sebagai saraf-saraf jantung. Pelepasan
norepinefrin menyebabkan efek kronotropik positif, dromotropik dan inotropik secara primer
melalui pengaktifan dari reseptor β1-adrenergik. Reseptor β1-adrenergik berada pada jumlah
yang stabil dan sebagian besar ditemukan pada atrium, aktivasinya meningkatkan denyut
jantung dan kontraktilitas. Reseptor β1-adrenergik mempunyai efek kronotropik positif.
Sistem persarafan otonom memiliki sisi yang jelas karena simpatis kanan dan
nervus vagus kanan secara primer mempengaruhi simpul SA sementara simpatis kiri dan
nervus vagus mempengaruhi simpul AV. Refleks vagal sering terjadi karena onset dan
resolusi yang sangat cepat, sementara simpatis mempengaruhi secara umum karena onset
lebih cepat dan disipasi secara berangsur-angsur. Sinus aritmia adalah variasi siklik pada
denyut jantung yang berhubungan dengan pernafasan (meningkat selama inspirasi dan
menurun selama ekspirasi) berhubungan dengan perubahan secara siklik pada vagal.
Siklus JantungSiklus jantung didefenisikan sebagai hasil kesatuan kerja elektrik dan mekanik.
(gambar 19-3). Sistole mengacu kepada kontraksi, sedang diastole mengacu kepada relaksasi.
Pengisian terbesar pada masa diastolik terjadi secara pasif sebelum kontraksi atrium.
Kontraksi atrium secara normal hanya berperan 20-30 % pada pengisian ventrikel. Tiga
gelombang secara umum diidentifikasi sebagai gambaran pada tekanan atrium (gambar
19-3). Gelombang a mengikuti systole atrium, gelombang c mengikuti kontraksi ventrikel
dan dapat dikatakan menyebabkan penonjolan katup AV ke dalam atrium. Gelombang v
mengacu pada tekanan yang dibuat oleh aliran balik vena sebelum katup AV membuka
kembali. Penurunan x adalah penurunan pada tekanan diantara gelombang c dan v dan dapat
dikatakan mengisi atrium melalui kontraksi ventrikel. Inkompetensi dari katup AV pada
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 12
Textbook Reading
bagian lain dari jantung mengakhiri penurunan x pada sisi tersebut,menghasilkan penonjolan
gelombang CV.
Gambar 19.3. Siklus Normal Jantung. Catatan bahwa terjadi korespondensi antara kerja elektrik dan
mekanik. (Modified and reproduced, with permission, From Ganong WF ; Revie of Medical Phsiology,
McGraw-Hill, 2001).
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 13
Textbook Reading
Penurunan y mengikuti gelombang v dan tampak menurun pada tekanan atrium sebagai
pembukaan katup AV. Simpul AV, pada akhir tekanan aorta berbentuk insisura dan
menggambarkan aliran balik segera ke dalam ventrikel kiri sebelum katup aorta menutup.
Hal-Hal yang Menentukan Keadaan VentrikelDiskusi tentang fungsi ventrikel biasanya mengacu kepada ventrikel kiri, beberapa
konsep digunakan juga untuk ventrikel kanan. Meskipun ventrikel kiri dan kanan fungsinya
seringkali dibicarakan secara terpisah, namun keduanya tidak saling terpisah satu sama lain.
Bagaimanapun, faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistolik dan diastolik dapat
dibedakan. Fungsi sistolik meliputi ejeksi ventrikel, sementara fungsi diastolik berhubungan
dengan pengisian ventrikel.
Fungsi sistolik ventrikel berhubungan erat dengan curah jantung yang dapat
didefenisikan sebagai jumlah darah yang dipompakan oleh jantung per menit. Disamping
fungsi kedua ventrikel secara berurutan, keluaran ventrikel secara normal juga seimbang.
Curah jantung dapat digambarkan sebagai berikut :
Cardiac output = Stroke Volume x Heart Rate
Dimana SV adalah stroke volume atau isi sekuncup (volume yang dipompakan oleh
jantung pada saat kontraksi) dan HR adalah denyut jantung. Untuk mengkompensasi variasi
ini menurut ukuran tubuh kita, curah jantung digambarkan dengan total permukaan tubuh :
CI = CO BSA
Dimana CI adalah Cardiac Indeks dan BSA adalah total dari permukaan tubuh. BSA
biasanya digunakan berdasarkan BB dan TB. (Gambar 19-4) Normal CI adalah 2,5-4,2
liter/menit/m2. Karena Cardiac Indeks (CI) yang normal mempunyai range yang luas, maka
hal ini secara relatif tidak sensitif untuk mengetahui ukuran ventrikel. Meski demikian
kelainan pada CI sebagian besar menggambarkan kelainan pada ventrikel.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 14
Textbook Reading
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 15
Textbook Reading
Gambar 19-4. Nomogram untuk mengukur area permukaan tubuh pada dewasa (A) dan anak (B)
(From the formula of Du Bois and Du Bois: Arch Intern Med 1916;17:863. Copyright 1916, American Medical Association. Reprinted with permission.)
Ukuran yang akurat dapat digunakan jika respon dari curah jantung untuk latihan dapat
dievaluasi. Dalam kondisi seperti ini, jika terjadi gagal jantung, kita meningkatkan dan
menjaga saturasi oksigen (lihat bab 22). Penurunan dari saturasi oksigen divena-vena
memberikan respon dengan meningkatnya kebutuhan dimana hal ini biasanya
menggambarkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Jadi pada keadaan dimana terjadi
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 16
Textbook Reading
hipoksia atau anemia, tekanan oksigen vena-vena (saturasi oksigen) adalah pengukuran yang
tepat untuk menggambarkan keadaan curah jantung yang adekuat.
Denyut Jantung
Curah jantung secara umum berhubungan secara langsung dengan denyut jantung
(gambar 19-5). Denyut jantung adalah fungsi intrinsik dari sinyal AV (depolarisasi spontan),
dimodifikasi dari faktor otonom, humoral dan lokal. Nilai normal intrinsik dari simpul SA
pada orang dewasa muda adalah 90-100 kali/menit, tapi menurun seiring dengan
pertambahan usia mengikuti rumus :
Gambar 19-5. Hubungan antara denyut jantung dan Cardiac Indeks
(Reproduced, with permission, from Wetsel RC : Critical Care : State of the Art 1981. Society of
Critical Care Medicine, 1981)
Terjadinya aktifitas vagal memperlambat denyut jantung dengan jalan merangsang
reseptor kolinergik M2, sementara aktifitas simpatis meningkatkan denyut jantung utamanya
melalui aktivasi reseptor β-1 adrenergik dan reseptor β-2 adrenergik. (lihat diatas).
Isi Sekuncup
Isi Sekuncup secara normal ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu preload,
afterload dan kontraktilitas. Analisa ini analog dengan hasil observasi laboratorium pada
preparat otot skelet. Preload adalah panjang otot terutama pada saat kontraksi, sedangkan
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 17
Textbook Reading
afterload adalah tekanan yang berlawanan dengan otot yang seharusnya berkontraksi .
Kontraktilitas adalah suatu keadaan intrinsik pada otot yang berhubungan dengan
kemampuan untuk berkontraksi tapi tidak bergantung pada keduanya baik preload maupun
afterload. Sejak diketahui bahwa jantung terdiri dari tiga dimensi dengan banyak ruang untuk
pompa, keduanya baik bentuk geometrik ventrikel dan disfungsi ventrikel juga dapat
mempengaruhi isi sekuncup (tabel 19-3).
Tabel 19-3. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi Isi Sekuncup Jantung
Preload
Afterload
Kontraktilitas
Abnormalitas pergerakan membran
Disfungsi Katup
PreloadPreload adalah volume akhir diastolik, dimana secara umum bergantung pada
pengisian ventrikel. Hubungan antara curah jantung dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
dikenal dengan Hukum Starling pada Jantung (gambar 19-6). Sebagai catatan bahwa denyut
jantung adalah konstan, maka curah jantung secara langsung langsung proporsinya
berhubungan dengan preload, dibawah volume akhir diastolik dimana jangkauannya terlalu
luas. Sementara itu, curah jantung tidak mengalami perubahan-atau mungkin malah
mengalami penurunan. Pemanjangan yang berlebihan dari ventrikel yang lain menyebabkan
dilatasi berlebihan dan inkompetensi dari katup-katup AV.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 18
Textbook Reading
Gambar 19-6. Hukum Starling Pada Jantung
Hal-Hal yang Berhubungan Dengan Pengisian Ventrikel
Pengisian ventrikel dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor (tabel 19-4)
dimana faktor yang paling penting adalah aliran balik vena. Karena sebagian besar faktor-
faktor lain yang mempengaruhi aliran balik vena besarnya konstan, maka tekanan vena
adalah faktor yang paling utama. Peningkatan aktifitas metabolik mempengaruhi tekanan
vena, jadi aliran balik vena meningkatkan sebagian volume dari kapasitansi vena yang
menurun. Perubahan dari volume darah dan aliran balik vena penting karena dalam operasi
maupun setelah operasi terjadi perubahan dalam pengisian ventrikel dan curah jantung.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan pengisian ventrikel dan curah jantung secara
normal dapat menjamin gradient pada vena-vena kecil untuk memberikan aliran darah balik
ke jantung yang mempengaruhi pengisian jantung. Beberapa faktor yang mengalami
perubahan termasuk didalamnya adalah tekanan intrathorakal, postur (perubahan posisi
selama operasi) dan tekanan pericardial (pada penyakit-penyakit perikardial).
Tabel 19-4 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Preload ventrikel
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 19
Textbook Reading
Aliran balik Vena
Volume Darah
Distribusi dari aliran darah
Posisi Tubuh
Tekanan intratorakal
Tekanan Perikardial
Irama Vena
Ritme (Kontraksi atrium)
Denyut Jantung
Hal-hal yang paling penting terutama yang berperan pada preload ventrikel kanan
adalah aliran balik vena. Pada keadaan dimana aliran berkurang pada paru adalah
disfungsi ventrikel kanan, aliran balik vena juga adalah faktor utama yang berperan
pada preload ventrikel. Secara normal, volume akhir diastolik yang dihasilkan dari kedua
ventrikel hampir sama.
Baik denyut jantung maupun irama jantung dapat mempengaruhi preload ventrikel.
Peningkatan denyut jantung berhubungan dengan jumlah terbesar penurunan pada diastole
atau sistole. Pengisian ventrikel disini secara progresif mengalami penurunan pada
peningkatan denyut jantung ( lebih dari 120 kali/menit pada orang dewasa). Menurunnya
dari pembuluh darah koroner secara umum kecil dan menurunkan vasodilatasi.
Keseimbangan Oksigen Otot Jantung
Kebutuhan oksigen otot jantung secara normal adalah faktor yang paling
menentukan dari aliran darah miocard. Kontribusinya pada kebutuhan oksigen meliputi
kebutuhan basal (20%), aktifitas listrik (1%), volume kerja (15 %), dan tekanan kerja (64%).
Miocard secara normal membutuhkan 65 % oksigen pada pembuluh darah arteri dibanding
organ yang lainnya (lihat bab 22). Saturasi oksigen sinus koronaria secara normal 30 %. Jadi
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 38
Textbook Reading
miocard dan jaringan lainnya tidak dapat mengkompensasi reduksi aliran darah melalui
ekstraksi lebih banyak oksigen dari hemoglobin. Peningkatan pada kebutuhan metabolisme
miocardium dapat dijumpai melalui peningkatan aliran darah koronaria. Tabel 19-6 berisi
faktor-faktor yang lebih penting dalam penyediaan dan kebutuhan oksigen miocard. Sebagai
catatan bahwa denyut jantung dan faktor lain, tekanan akhir diastolik ventrikel adalah faktor-
faktor yang paling penting dari penyediaan kebutuhan tersebut.
Tabel 19-6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen otot jantung
Suplai
Denyut Jantung
Waktu diastolik
Tekanan perfusi koroner
Tekanan diastolik aorta
Tekanan akhir diastolik ventrikel
Pemenuhan Oksigen Arteri
Tekanan oksigen arteri
Konsentrasi Hemoglobin
Diameter pembuluh darah koroner
Kebutuhan
Kebutuhan basal
Denyut Jantung
Tekanan dinding
Preload (jari-jari ventrikel)
Afterload
Kontraktilitas
Efek-efek obat-obat anestesiHampir semua obat-obat anestesi volatile adalah vasodilator arteri koronaria.
Efeknya pada aliran koroner bervariasi sebagai efek vasodilatasi obat-obat tersebut,
menurunkan kebutuhan metabolik miocard (dan secara sekunder menurunkan autoregulasi),
dan efeknya pada tekanan darah arteri. Meskipun mekanismenya tidak jelas, tapi dapat
mengaktivasi ATP-sensitif K+ channel dan menstimulasi reseptor adenosine. Halothan dan
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 39
Textbook Reading
isofluran efeknya paling besar ; secara primer bentuknya mempengaruhi pembuluh darah
koroner yang besar. Sedang efeknya yang lebih besar lebih banyak pada pembuluh darah
yang kecil. Vasodilatasi lebih banyak diakibatkan oleh desflurane yang mendekati secara
primer secara otonom, dimana sevoflurane menyebabkan vasodilatasi arteri koronaria.Untuk
mengakhiri pembeian obat, dosis tergantung dari otoregulasi yang lebih besar pada
isoflaurane. Dipercayai bahwa anestesi volatil menyebabkan fenomena steal koronaria pada
manusia menjadi berkurang.
Komponen obat-obat volatile memiliki efek yang menguntungkan dalam terjadinya
iskemia miocard dan infark. Obat-obat ini tidak hanya menurunkan kebutuhan oksigen tapi
juga memproteksi terhadap jejas reperfusi ; efek ini dimediasi oleh pengaktifan ATP-sensitif
K+ channel. Beberapa kepercayaan juga menduga bahwa anestesi volatile meningkatkan
pemulihan « stunned » miocard. Selebihnya pada beberapa kejadian, obat-obat ini
menurunkan kontraktilitas miocard, obat-obat tersebut secara potensial mempunyai
keuntungan pada pasien dengan gagal jantung karena dapat menurunkan preload dan
afterload.
Patofisiologi Gagal JantungGagal jantung terjadi karena kegagalan jantung untuk memompa sejumlah darah
sesuai dengan kebutuhan metabolik yang diperlukan diseluruh tubuh. Manifestasi klinisnya
biasanya mencerminkan efek dari penurunan curah jantung pada jaringan (misalnya lelah,
kekurangan oksigen, oksidasi), peningkatan tekanan darah disertai gagal ventrikel (terjadi
kongesti vena sistemik atau pulmonal) atau keduanya. Ventrikel kiri paling sering mengalami
kegagalan, biasanya juga terjadi sebagai efek sekunder dari kegagalan pada ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kanan dapat terjadi pada keadaan penyakit-penyakit parenkim paru atau
pemuluh darah paru. Gagal ventrikel kiri biasanya terjadi karena disfungsi miocard (biasanya
dari penyakit arteri koranaria) tapi juga dapat berasal dari disfungsi katup, aritmia atau
penyakit jantung.
Disfungsi diastolik dapat menyebabkan gejala-gejala gagal jantung sebagai hasil
dari hipertensi arteri (gambar 19-15). Penyebabnya meliputi hipertensi, Penyakit arteri
koroner Kardiomiopati hipertropik, dan penyakit perikardial. Disfungsi diastolik dapat
memberikan gejala-gejala gagal jantung yang terjadi dari fungsi sistolik normal, fungsi
sistolik dan diastolik keduanya berhubungan. Curah jantung menurun pada sebagian besar
gagal jantung. Oksigen tidak adekuat untuk disuplai ke jaringan yang mencerminkan tekanan
oksigen vena yang lambat dan peningkatan dari oksigen arteri vena mengalami perbedaan
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 40
Textbook Reading
(lihat bab 22). Pada kompensasi akibat gagal jantung, Perbedaan arteriole-vena normal dalam
keadaan istirahat, tapi menjadi cepat jika terjadi stress atau aktifitas.
Gambar 19-15. Volume tekanan ventrikel dalam hubungannya dengan isolated sistolik dan disfungsi diastolik
(Modified and reproduced, with permission, from Zile MR : Mod Concepts Cardiovasc Disc 1990 : 59 :1)
Gagal jantung menurun berhubungan dengan peningkatan curah jantung. Bentuk
dari gagal jantung biasanya terjadi sepsis atau keadaan hipermetabolik lainnya yang secara
tipikal berhubungan dengan SVR.
Mekanisme KompensasiMekanisme kompensasi utama secara umum terjadi pada pasien dengan gagal
jantung yang meliputi peningkatan preload, peningkatan aktifitas simpatis, aktivasi dari
sistem renin-Angiotensin-Aldosterone, pengeluaran AVP, dan hipertropi ventrikel. Meskipun
mekanisme ini dapat secara awal berkompensasi untuk keadaan ringan sampai sedang dari
disfungsi miocard, disertai peningkatan keadaan disfungsi menjadi berat hal ini secara aktual
dapat berkontribusi pada keadaan gagal jantung.
Peningkatan preloadPeningkatan ukuran ventrikel tidak hanya mencerminkan keadaan ketidakmampuan
aliran balik vena tapi juag penyediaan secara maksimal isi sekuncup melalui peningkatan
kurva starling pada jantung. (lihat gambar 19-6). Keadaan dimana EF mengalami penurunan,
peningkatan dari volume akhir diastolik dapat menjaga isi sekuncup tetap normal. Konegsti
vena dapat disebabkan oleh bendungan dari darah yang dapat menyertai gagal ventrikel dan
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 41
Textbook Reading
peningkatan dilatasi ventrikel secara cepat pada memburuknya keadaan klinis. Gagal
ventrikel kiri dapat terjadi dari kongesti vena pulmonal dan transudasi progressif dari cairan,
pertama masuk ke dalam intersitiel paru, kemudian ke alveoli (edema paru). Gagal ventrikel
kanan terjadi pada keadaan hipertensi vena, yang terjadi dari edema perifer, kongesti dan
disfungsi hepar dan asites. Dilatasi dari annulus katup AV lainnya menyebabkan regurgitasi
katup, yang mempengaruhi keadaan ventrikel yang buruk.
Peningkatan aktifitas simpatisAktivasi simpatis meningkatkan pelepasan norepinefrin dari akhiran sarah di
jantung dan sekresi epinefrin dari adrenal ke dalam sirkulasi. Level katekolamin plasma
umumnya secara langsung proposional terhadap tingkat disfungsi dari ventrikel kiri.
Meskipun peningkatan aliran simpatis dapat diawali dengan menjaga curah jantung melalui
peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas, jika terjadi penurunan fungsi dari ventrikel
menyebabkan peningkatan derjat vasokonstriksi dalam upaya menjaga tekanan darah arteri.
Hubungannya dengan peningkatan afterload, menurunkan curah jantung dan menyebabkan
meluasnya kegagalan ventrikel.
Aktivasi kronis simpatis pada pasien dengan gagal jantung sering menurunkan respon
reseptor adrenergik (menurunnya regulasi jumlah reseptor dan cadangan katekolamin
jantung). Gagal jantung dapat meningkat bergantung pada sirkulasi katekolamin. Hal ini
terlihat pada pengaruh saraf simpatis atau penurunan pada sirkulasi katekolamin yang terjadi
setelah induksi anestesi sehingga hal ini dapat menyebabkan decompensasi kordis akut.
Bagaimanapun, gagal jantung meningkat bergantung pada sirkulasi katekolamin.
Pengambilan kembali pada aliran simpatis atau penurunan level sirkulasi katekolamin seperti
pada keadaan-keadaan berikut pada induksi anestesia dapat menyebabkan dekompensasi akut
pada jantung. Penurunan densitas dari reseptor M2 juga menurunkan pengaruh parasimpatis
pada jantung.
Aktivasi simpatis meredistribusi kembali aliran darah sistemik melalui kulit, usus,
ginjal dan otot skelet ke jantung dan otak. Peningkatan perfusi ginjal bersamaan dengan
aktivasi dari reseptor β1 adrenergik pada apparatus jukstaglomerular yang mengaktivasi
sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (lihat bab 36) yang menyebabkan retensi sodium
daerah interstitial. Sehingga, vasokonstriksi sekunder dalam meningkatkan level Angiotensin
II dapat pula meningkatkan afterload dari ventrikel kiri menyebabkan penurunan dari fungsi
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 42
Textbook Reading
sistolik yang dapat dihitung untuk enzym inhibitor angiotensin pada gagal jantung. Simpatis
juga meningkat pada beberapa pasien dengan blokade reseptor β-adrenergik.
Level sirkulasi AVP kadang dua kali lebih normal pada gagal jantung yang berat.
Peningkatan AVP meningkatkan afterload ventrikel dan bertanggung jawab pada defek
pembersihan air melalui hubungannya dengan hiponatremia (lihat bab 28).
Atrial Natriuretic Peptide ditemukan predominan pada atrium. Hormon ini dilepaskan
pada keadaan dsitensi atrium dan memperbaiki keadaan gagal jantung. Komponen ini adalah
vasodilator yang poten dan memiliki efek angiotensin, aldosteron dan AV.
Hipertropi VentrikelHipertropi ventrikel dapat terjadi dengan atau tanpa dilatasi, bergantung pada tipe
stress pada ventrikel. Ketika jantung melakukan tekanan atau terjadi volume yang berlebihan,
respon awalnya dalh meningkatkan pemanjangan sarkomer dan secara optimal terjadi
overlapping antara aktin dan miosin. Seiring dengan itu, massa otot ventrikel dapat
meningkatkan respon terhadap stress abnormal.
Pada volume berlebihan dari ventrikel kemungkinan adalah peningkatan pada stess
dinding sistolik.Peningkatan massa otot ventrikel hanya kompensasi dalam peningkatan
diameter. Rasio dari jari-jari ventrikel pada perubahan penebalan dinding tidak mengalami
perubahan. Pemanjangan sarkomer untuk indikasinya, hasilnya adalah hipertropi eksenstrik
meskipun EF ventrikel tertekan, peningkatan volume akhir diastolik dapat menjaga curah
jantung tetap normal (dan curah jantung).
Masalah pada tekanan ventrikel yang berlebih atau peningkatan stress pada dinding
sistole sarkomer dalam kasus ini umumnya bereplikasi secara paralel, hasilnya adalah
hipertropi konsentrik. Hipertropi adalah rasio dari penebalan dinding ventrikel dengan jari-
jari ventrikel. Dapat kita lihat pada hukum Laplace, dinding ventrikel dapat menjadi
normal .Hipertropi ventrikel khususnya dapat disebabkan oleh tekanan yang berlebihan
biasanya menyebabkan disfungsi progressif diastolik.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 43
Textbook Reading
Diskusi Kasus Pasien dengan interval P-R yang pendekSeorang laki-laki umur 38 tahun dijadualkan untuk bedah sinus endoskopik karena
keluhan sakit kepala. Dari anamnesis didapatkan sakit kepala dialami setiap kali selama
keluhan ini. Pada EKG preoperatif didapatkan keadaan normal, kecuali interval P-R 0.116
detik dengan gelombang P normal.
Apa Signifikansi dari pendeknya interval P-R?
Interval P-R adalah pengukuran yang didapatkan dari permulaan depolarisasi atrium
(gelombang P) ke permulaan depolarisasi ventrikel (kompleks QRS) normalnya terlihat dari
waktu depolarisasi keduanya, atrium dan simpul atrioventrikuler (AV) dan serabut His-
Purkinya. Meskipun interval P-R dapat bervariasi pada denyut jantung, normal durasinya
adalah 0,2 detik. Pada keadaan abnormal, pendeknya interval P-R dapat terlihat dari
lambatnya atrium (untuk konduksi AV) irama atau fenomena preeksitasi. Dua yang biasanya
berbeda dari morfologi gelombang P ; dapat menurunkan irama atrium dan depolarisasi atau
retrograde hasilnya adalah peningkatan gelombang P diikuti II, III dan avF dengan preeksitasi
, gelombang P normal selama sinus ritme. Jika pacemaker berasal dari fokus konduksi AV
bawah, gelombang P dapat hilang pada kompleks QRS atau mengikuti QRS.
Apa itu preeksitasi ?
Preeksitasi biasanya mengarah ke depolarisasi awal dari ventrikel melalui jalur
konduksi abnormal dari atrium. Sangat jarang, lebih dari satu jalur diketemukan. Sebagian
besar preeksitasi berasal dari keadaan jalur akesoris (bundle of Kent) yang menghubungkan
antara satu atrium dengan satu ventrikel. Hubungan abnormal ini antara atrium dan ventrikel
diikuti oleh impuls melalui simpul AV bypass (karena itu istilahnya adalah saluran bypass).
Kemampuan konduksi impuls dapat intermitten atau kadang dependent. Saluran bypass dapat
menghubungkan secara langsung keduanya, hanya retrograde (ventrikel ke atrium) atau
sangat jarang hanya anterograde (atrium ke ventrikel). Nama Wolf-Parkinsin-White (WPW)
sindrome sering digunakan untuk preeksitasi ventrikel yang berhubungan dengan takiaritmia.
Bagaimana preeksitasi dapat memendek pada interval P-R ?
Pada pasien dengan preeksitasi, impuls normal jantung berasal dari simpul sinoatrial
(SA) yang menghubungkan secara simultan melalui simpul AV yang normal dan jalur yang
menyimpang dari biasanya (traktus bypass). Karena konduksi lebih cepat pada jalur lain
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 44
Textbook Reading
daripada jalur simpul AV, impuls jantung meningkat lebih cepat dan depolarisasi dari
ventrikel dapat digambarkan dengan pemendekan dari interval P-R dan awal turunnya
defleksi (gelombang delta) pada kompleks QRS. Penyebaran impuls lainnya ke keadaan
istirahat ventrikel akan lambat karena harus dihubungkan melalui otot ventrikel, tidak melalui
system purkinye yang lebih cepat. Sisa dari ventrikel atau terdepolarisasinya impuls normal
dari sinyal AV sebagai pegangan untuk preeksitasi. Meskipun interval P-R memendek, hasil
QRS adalah dapat memanjang dan dilihat dari penggabungan kompleks depolarisasi normal
dan abnormal ventrikel.
Interval P-R pada pasien dengan preeksitasi bergantung pada waktu konduksi relative
antara jalur simpul AV dan jalur bypass. Jika konduksi yang melalui bentuk ini cepat ;
preeksitasi (dan gelombang delta) kurang menonjol, dan QRS secara relative akan normal.
Jika konduksi melambat pada jalur simpul AV, preeksitasi lebih menonjol dan ventrikel kiri
akan lebih terdepolarisasi melalui konduksi impuls abnormal. Ketika jalur simpul AV telah
terblok secara lengkap, ventrikel selanjutnya akan mengalami depolarisasi melalui jalur
bypass, hasilnya adalah interval P-R yang lebih pendek, penonjolan gelombang delta dan
kompleks QRS. Faktor-faktor lain dapat mempengaruhi derajat preeksitasi meliputi waktu
konduksi antar atrium, jarak dari akhir atrium dari tratus bypass dari simpul SA dari irama
otonom. Interval P-R seringkali normal atau hanya memendek dengan traktus bypass lateral
kiri (sebagian besar lokasinya bersama). Preeksitasi dapat lebih jelas terlihat pada denyut
jantung yang cepat karena konduksi yang lambat melalui simpul AV dengan peningkatan
denyut jantung. Segmen sekunder dan perubahan gelombang T juga karena depolarisasi
abnormal ventrikel.
Apa gejala klinis yang signifikan dari preeksitasi?
Preeksitasi terjadi diperkirakan 0,3 % dari populasi secara umum. Diperkirakan 20-
50 % pada orang-orang yang dipengaruhi meningkatkan paroksismal takiaritmia, secara
typikal paroksismal supraventrikel takikardia (PSPT). Meskipun sebagian besar pasien
normal, preeksitasi dapat dihubungkan dengan anomali jantung yang lain, meskipun anomali
Ebstein, prolaps katup mitral dan kardiomiopati. Bergantung pada konduksinya, traktus
bypass pada beberapa pasien dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya takiaritmia dan
kematian secara mendadak. Takiaritmia meliputi PSVT, atrial fibrilasi dan penurunan, atrial
flutter. Fibrilasi ventrikel dapat menjadi preeksitasi melalui waktu, rute kritis atrial prematur
berjalan ke bawah traktus bypass dan ventrikel pada priode yang penting. Aternatifnya,
konduksi impuls yang lebih cepat ke ventrikel melalui traktus bypass selama fibrilasi atrial
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 45
Textbook Reading
dapat lebih cepat untuk iskemia otot jantung, hipoperfusi dan hipoksia dan mencapai puncak
pada fibrilasi ventrikel. Pengenalan dari fenomena preeksitasi juga penting karena morfologi
QRS pada penurunan ECG dapat memperlihatkan blokade bundle branch, hipertropi ventrikel
kanan, iskemia, infark miokard dan takikardia ventrikel (selama atrial fibrilasi).
Apa yang menjadi signifikansi dari riwayat sinkope pada pasien ini ?
Pasien seharusnya dievaluasi preoperatif melalui ahli kardiologi untuk
kemungkinan studi elektrofisiologik, ablasi radiofrekuensi kuratif dari traktus bypass dan
kebutuhan untuk terapi preoperatif. Beberapa study mengidentifikasi lokasi dari traktus
bypass, beralasan untuk memprediksi potensial untuk atrium berat melalui program yang
cepat dan mengukur efikasi dari terapi antiaritmik jika ablasi kuratif tidak mungkin ; ablasi
dilaporkan menjadi kuratif pada lebih dari 90 % pasien. Riwayat sincope dapat menyimpang
karena hal ini dapat berindikasi mampu untuk menghubungkan impuls lebih cepat melalui
traktus bypass, menyebabkan hipoperfusi sistemik dan kadang sebagai predisposisi untuk
kematian mendadak. Pasien dengan hanya kadang-kadang tidak bergejala takiaritmia secara
umum dibuktikan dengan investigasi dan terapi profilaksis. Episode frekuensi dengan gejala
signifikan untuk terapi dan evalusi tertutup.
Bagaimana takiaritmia secara umum dapat terjadi ?
Takiaritmia dapat terjadi sebagai hasil dari formasi impuls atau normal atau
propagasi impuls abnormal (reer\ntry). Impuls abnormal dapat berasal dari peningkatan
automatisitas, otomatisitas abnormal atau peningkatan aktifitas. Secara normal, hanya impuls
dari simpul AV, khususnya konduksi jalur atrial, area konduksi simpul AV dan depolarisasi
sistem His-Purkinye secara spontan. Karena repolarisasi diastolik (fase 4) lebih cepat pada
simpul SA, otomatisitas daerah ini tertekan.
Peningkatan otomatisitas abnormal pada area, bagaimanapun dapat mengambil
alih fungsi prematur dari simpul SA dan menyebabkan takiaritmia. Puncak aktifitas adalah
hasil dari depolarisasi lebih awal dari depolarisasi (fase 2 atau 3) atau repolarisasi atrial
lambat (setelah fase 3). Hal ini terjadi dari depolarisasi amplitudo dapat diikuti potensial aksi
pada beberapa kondisi di atrium, ventrikel dan alur His-Purkinye jika setelah depolarisasi ini
meningkatkan potensial aksi ; hal tersebut dapat menyebabkan ekstrasistole atau menyokong
kembali untuk terjadinya takiaritmia. Faktor yang dpat meningkatkan bentuk impuls
abnormal meliputi peningkatan level katekolamin, kelainan elektrolit seperti hipokalemia,
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 46
Textbook Reading
hiperkalemia, hipercalcemia,hipokasemia, hipoksia, stress mekanik dan keracunan obat
(khususnya digoksin).
Gambar 19-16. Mekanisme reentry (lihat deskripsi berikut)
Mekanisme utama untuk terjadinya aritmia adalah reentry. Empat kondisi yang
diperlukan adalah permulaan dan reentry (gambar 19-16) ; (1) dua area pada myocardium
berbeda konduktivitasnya atau refrakrenya dan dapat menyebabkan rangkaian tertutup. (2)
Jalur yang berhubungan secara tidak langsung (gambar 19-16A dan 16B)Konduksi yang
lambat atau cepat pada sirkuit dapat memulihkan blok konduksi pada jalur (gambar 19-16C)
dan eksitasi dari awal blockade jalur untuk rangkaian komplit (gambar 19-16D) Reentry
biasanya dipresipitasi dari impuls premature jantung.
Apa mekanisme dari PSVT pasien dengan WPW syndrome?
Jika traktus bypass mengalami masa refrakter selama fase konduksi dari impuls
jantung, secara kritis waktu kontraksi prematur dari atrium dan impuls dihubungkan dengan
konduksi dari simpul AV dan impuls yang serupa dihubungkan secara retrograde dari
ventrikel kembali ke dalam atrium melalui traktus bypass. Impuls retrograde dapat
mendepolarissai atrium dan berjalan ke bawah jalur simpul AV kembali, meningkatkan
sirkuit kontinyu kembali (perpindahan sirkuit). Impuls yang terjadi antara jalur simpul AV
dan traktus bypass. Istilah konduksi yang tersembunyi digunakan karena hilangnya
preeksitasi selama aritmia dengan hasil QRS yang normal dengan gelombang delta.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 47
Textbook Reading
Perpindahan sirkus meningkatkan konduksi anterograde melalui traktus by pass dan
konduksi retrograde melalui jalur simpul AV. Pada keadaan lain ; QRS memiliki gelombang
delta dan secara komplit abnormal ; arimia dapat hilang untuk takikardia ventrikuler.
Apa mekanisme lain yang bertanggungjawab pada PSVT ?
Pada keadaan WPW sindrome, PSVT dapat digunakan melalui reentry takikardia,
simpul AV rentri takikardia dan simpul AV serta atrium reentrant takikardia. Pasien dengan
reentrant takikardia mempunyai ekstranodal melalui traktus bypass ke WPW syndome., tapi
traktus bypass menghubungkan hanya retrograde ; preeksitasi dan gelombang delta hilang.
PSVT dapat diawali melalui APC atau kontraksi premur ventrikel (VPC). Retrograde
gelombang P biasanya dilihat dari depolarisasi atrial yang selalu mengikuti depolarisasi
ventrikel.
Fungsi yang berbeda pada konduksi dan refrakter dapat terjadi dengan simpul AV,
simpul SA atau atrium ; traktus bypass yang berlebihan tidak diperlukan. Jadi pergerakan
sirkus dapat terjadi melalui skala yang kecil dengan simpul AV, simpul SA atau atrium.
PSVT selalu meliputi induksi selama reentry simpul AV melalui APC dengan pemanjangan
interval P-R ; retrograde gelombang P yang hilang atau menjalar ke kompleks QRS. APC
yang lain dapat mengakhir takiaritmia.
PSVT berhubungan dengan simpul SA atau reentry atrium yang selalu meningkat
melalui APC. Gelombang P biasanya terlihat dan mengalami pemanjangan awal dari interval
P-R. Morfologinya normal dengan reentry simpul SA dan abnormal dengan reentry atrial.
Bagaimana atrial fibrilasi pada pasien dengan WPW syndrome berbeda dari aritmia
pada pasien yang lain?
Atrial fibrilasi dapat terjadi ketika impuls jantung ihubungkan dengan cepat secara
retrograde ke dalam atrium dan tiba untuk mendapatkan bagian yang berbeda dari atrium ke
fase pemulihan dari impuls. Sekali atrial fibrilasi meningkat, konduksi ke dalam ventrikel
sebagian besar terjadi melalui traktus bypass karena jalur aksesory dapat berhubungan
dengan cepat (tidak seperti pada jalur simpul AV), angka ventrikel secara tipikal sangat cepat
(180-300 x/ menit). Sebagian besar kompleks QRS adalah ganjil, tapi konduksi periodic
sebuah impuls melalui jalur simpul AV nmenghasilkan kpmpleks QRS yang normal.
Sehingga, impuls selama atrial fibrilasi dapat dihubungkan secara garis besar melalui jalur
simpul AV (yang menghasilkan sebagian besar kompleks QRS yang normal) atau melaui
kedua traktus bypass atau jalur simpuls AV (menghasilkan gabungan dari normal, fusi dan
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 48
Textbook Reading
kompleks QRS). Sebagai tahap awal, atrial fibrilasi pada pasien dengan WPW syndrome
adalah aritmia yang sangat berbahaya.
Apa obat anestesi yang aman digunakan pada pasien dengan preeksitasi?
Sejumlah kecil data membandingkan penggunaan komponen anestesi yang berbeda
atau teknik pada pasien dengan preeksitasi. Hampir sebagian besar obat intravena dapat
digunakan dengan baik. Anestesi volatile meningkatkan refrakter anterograde pada keadaan
normal dan jalur aksesori (enflurane lebih besar isoflurane lebih besar dari halothane) dan
meningkatkan interval coupling (pengukuran dari kemampuan dari ekstrasistole untuk
menginduksi takikardia. Propofol, opiod dan benzodiazepine mempunyai efek
elektrofisiologik yang kecil. Faktor yang dapat menyebabkan stimulasi simpatis dan
meningkatkan otomatisitas jantung adalah tidak diinginkan. Premedikasi dengan
benzodiazepin menurunkan aktivitas simpatis preoperative. Komponen ini meningkatkan
aktifitas simpatis seperti ketamin dan kadang pankuronium dengan dosis bolus yang lebar,
seharusnya secara umum dapat dicegah. Antikolinergik digunakan untuk sebab-sebab
tertentu; glicopyrolate dapat menjadi pengganti atropine. (lihat bab 11). Intubasi endotrakeal
seharusnya dilakukan dengan anestesi dalam (lihat bab 31). Sebelum pengobatan dengan
penghambat β-adrenergik seperti esmolol dapat digunakan. Pemberian anesthesia,
hiperkapnia, asidosis dan hipoksia transient akan mengaktivasi system simpatis. Ekstubasi
yang yang dalam dan posisi yang baik selama analgesia (dengan asidosis respiratorik) dapat
mencegah onset aritmia. Ketika pasien dengan preeksitasi teranestesi untuk study fsiolok dan
bedah ablasi, diberikan propofol dan benzodiazepine dapat menyebabkan karakteristik
konduksi yang meningkat.
Apa obat-obat antiaritmia yang selektif untuk takiaritmia?
Sebagian besar obat antiaritmia bekerja melalui peningkatan konduksi otot jantung
(fase 0), repolarisasi (fase 3) atau otomatisitas (fase 4). Pemanjangan dari repolarisasi
meningkatkan rekfrakter dari sel. Banyak obat antiaritmia dapat berpengaruh secara langsung
atau tidak langsung. Ketika obat antiaritmia secara umum diklasifikasikan berdasarkan
mekanisme kerja atau efek elektrofisiologik (table 19-7). Sebagian besar system klasifikasi
digunakan tidak sempurna karena beberapa macam obat memiliki lebih dari satu mekanisme
kerja. Selebihnya, obat-obat yang baru mempunyai cara kerja yang spesifik dan unik ;
sebagai contoh, kerja defotilide pada kalsium channel dapat melambat.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 49
Textbook Reading
Tabel 19-7. Klasifikasi obat-obat antiaritmiaKelas Mekanisme Kerja Obat-obat Dosis awal intravena
I Blokade fast sodium channel ; menurunkan
dari fase 0 (Vmax)
Ia Depresi sedang dari Vmax memperpanjang
ADP
Quinidine1-3
Procainamide1-3
Disopyramide1-3
NR
5-10 mg/kg
NA
Ib Efek minimal dari Vmax memperpendek ADP Lidocaine
Phenytoin
Tocainide
Mexiletine
Moricizine
1-2 mg/kg
5-15 mg/kg
NA
NA
NA
Ic Tanda depresi dari Vmax meminimalkan efek
daro ADP
Flecainide
Propafenone
NA
NA
II Blokade reseptor β-adrenergik Propanolol
Esmolol
Metoprolol
1-3 mg
0,5 mg/kg
5-10 mg
III Memperpanjang repolarisasi Amiodarone4-6
Bretylium7
Sotalol 8
Ibutilide
Dofetilide
150 mg
5-10 mg/kg
NA
1 mg
NA
IV Blokade slow kalsium channel Verapamil
Diltiazem
2,5-10 mg
0,25-0,35 mg/kg
V Variasi (bermacam-macam obat) Digoxin
Adenosine
0,5-0,75 mg
6-12 mg
Vmax = kecepatan maksimum ; ADP = action potential duration (lamanya aksi potensial) ; NR = Not recommended (tidak
direkomendasikan) ; NA = not available for IV use (cara pemberian tidak dapat secara intravena)1 Mempunyai efek antimuskarinik (aktifitas vagolitik)2 Blokade reseptor -adrenergik3 Memperpanjang repolarisasi4 Terikat fast sodium channel yang terinaktivasi5 Dapat menyebabkan blokade nonkompetitif reseptor dan β6 Blokade slow calcium channel7 Pelepasan cadangan katekolamin dari akhiran saraf8 Mempunyai aktifitas blok nonselektif β-adrenergik
Obat-obat yang selektif untuk antiaritmia secara umum bergantung pada aritmia dari
ventrikel atau supraventrikuler dan mengontrol secara akut atau kronik terapinya. Obat-obat
intravena biasanya digunakan untuk penatalaksanaan aritmia, dimana obat-obat oral
digunakan untuk terapi kronis. (Tabel-8)
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 50
Textbook Reading
Tabel 19-8. Farmakologi klinik dari obat-obat antiaritmia
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 51
Textbook Reading
Obat-obat apa yang biasa digunakan untuk takiaritmia pada pasien dengan WPW
syndrome?
Kardioversion (lihat bab 48) adalah pilihan pengobatan pada pasien dengan
hemodinamik yang baik. Adenosine adalah obat pilihan untuk PSVT karena durasinya
singkat. Sejumlah kecil dosis dari fenilepinefrin (100 µg) bersama dengan maneuver vagal
(pengurutan carotid) membantu meningkatkan tekanan darah dan mengakhiri aritmia.
Penggunaan obat-obat farmakologik seperti kelas 1 a khususnya procainamide. Obat-obat ini
meningkatkan waktu refrakter dan menurunkan konduksi dari jalur aksesoris. Selebihnya,
kelas I a sering mengakhiri dan dapat menekan rekurensi PSVT dan fibrilasi atrium. Kelas Ia
dan amiodarone juga digunakan karena konduksi yang lambat dan pemanjangan masa
refrakter pada simpul AV serta jalur aksesori. Obat-obat penghambat β-adrenergik juga
digunakan khususnya untuk mengontrol nilai ventrikel sekali terjadi peningkatan ritme.
Verapamil dan digoksin adalah kontraindikasi selama atrial fibrilasi atau flutter pada pasien
ini karena obat-obat ini berbahaya untuk mengakselerasi respon ventrikel. Kedua tipe obat-
obat tersebut menurunkan konduksi melalui simpul AV, mempersiapkan konduksi impuls ke
bawah melalui jalur aksesori. Traktus bypass dapat diguakan untuk konduksi impuls ke
ventrikel lebih cepat daripada jalur simpul AV. Digoksin juga meningkatkan respon ventrikel
melalui pemendekan masa refrakter dan meningkatkan konduksi pada jalur aksesori.
Meskipun verapamil dapat mengakhiri PSVT, dapat juga digunakan untuk mensetting dapat
berbahaya karena pasien dengan atrial fibrilasi tidak dapat dibedakan dari takikardia ventrikel
pada pasien jika Takikardia dengan QRS melebar. Prokainamide dapat dipersiapkan seperti
lidokaine karena bentuknya secara umum efektif pada aritmia.
Fisiologi Kardiovaskuler dan anestesi 52
Textbook Reading
Daftar Pustaka
Balser JR : The Rational Use of intravenous Amiodarone in the perioperative period,
Anesthesiology 1997 ; 86:974
Colson P, Ryckwaert, Coriat P : Renin angiotensin system antagonist and anesthesia.
Anesthesia Analgesia 1999 ; 89 : 1143
Ganong, WF : Review of Medical Physiology, 20th ed. McGraw-Hill, 2001