Top Banner
FISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT Bab 1. Pendahuluan 1.1 Sifat-Sifat Air Air memiliki sifat-sifat penting , antara lain: * Konsentrasi molar sangat tinggi * Konstanta dielektrik besar * Konstanta disosiasi sangat kecil Konsentrasi air dalam sistem biologis sangat tinggi: 55.5 Molar pada 37 o C. Ini hampir 400 kali konsentrasi zat yang paling pekat dalam tubuh (yakni [Na + ] dalam CES = 0.14M, [K + ] dalam CES = 0.15 M). Makna dari ini adalah air merupakan sumber ion hidrogen yang tidak habis-habisnya untuk tubuh Perhitungan Konsentrasi Air Berat Molekul H 2 O = (1 + 1 + 16) = 18, jadi satu mol = 18 gram Satu ml Air beratnya kira-kira 1 gram (jadi 1 liter beratnya 1000 gram) Oleh karena itu: [H 2 O] = 1000/18 = 55.5 mol/L Konstanta dielektrik besar artinya zat-zat yang molekulnya mengandung ikatan ionik akan cenderung berdisosiasi dalam air, menghasilkan larutan yang mengandung ion. Ini terjadi karena sebagai pelarut air menolak tarikan elektrostatik antara ion positif dan ion negatif yang mencegah menyatunya zat-zat ionik. Ion-ion suatu garam diikat oleh kekuatan ion yang didefinisikan sebagai Hukum Coulomb Hukum Coulomb
100

Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Jan 05, 2016

Download

Documents

SilviaOktasari

Fisiologi Cairan Dan Elektrolit
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

FISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Bab 1. Pendahuluan1.1 Sifat-Sifat Air

Air memiliki sifat-sifat penting , antara lain:

* Konsentrasi molar sangat tinggi

* Konstanta dielektrik besar

* Konstanta disosiasi sangat kecil

Konsentrasi air dalam sistem biologis sangat tinggi: 55.5 Molar pada 37 oC. Ini hampir 400 kali konsentrasi zat yang paling pekat dalam tubuh (yakni [Na+] dalam CES = 0.14M, [K+] dalam CES = 0.15 M). Makna dari ini adalah air merupakan sumber ion hidrogen yang tidak habis-habisnya untuk tubuh

Perhitungan Konsentrasi Air

Berat Molekul H2O = (1 + 1 + 16) = 18, jadi satu mol = 18 gram

Satu ml Air beratnya kira-kira 1 gram (jadi 1 liter beratnya 1000 gram)

Oleh karena itu: [H2O] = 1000/18 = 55.5 mol/L

Konstanta dielektrik besar artinya zat-zat yang molekulnya mengandung ikatan ionik akan cenderung berdisosiasi dalam air, menghasilkan larutan yang mengandung ion. Ini terjadi karena sebagai pelarut air menolak tarikan elektrostatik antara ion positif dan ion negatif yang mencegah menyatunya zat-zat ionik. Ion-ion suatu garam diikat oleh kekuatan ion yang didefinisikan sebagai Hukum Coulomb

Hukum Coulomb

F = (k.q1.q2)/D.r2

Di mana:

* F = daya antara dua muatan listrik q1 dan q2 pada jarak r

* D = konstanta dielektrik dari pelarut

Konstanta dielektrik yang besar dari air berarti daya antar ion dalam suatu garam sangat berkurang, sehingga memungkinkan ion untuk memisah. Ion-ion yang memisah ini dikelilingi oleh ujung-ujung kutup air yang bermuatan berlawanan dan menjadi terhidrasi. Penyusunan ini cenderung dilawan oleh

Page 2: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

gerakan thermal acak dari molekul-molekul. Molekul air selalu berikatan satu sama lain melalui empat ikatan hidrogen dan usunan struktur ini menahan gerakan thermal acak. Sebenarnya ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan besarnya konstanta dielektrik.

Air sendiri berdiosiasi menjadi ion tetapi konstanta disosiasi sangat kecil (kw = 4.3 x 10-16 mmol/L). Anehnya walaupun kecil, pengaruhnya terhadap sistem biologi sangat besar. Ini disebabkan disosiasi air menghasilkan proton (H+). Proton sangat reaktif dan memiliki makna biologis sekalipun konsentrasinya kecil.

Makna Fisiologis dari Sifat-Sifat Air

Sifat Makna

Kosentrasi molar tinggi Sumber H+ yang tidak habis-habis

Konstanta dielktrik besarMemungkinkan zat-zat ionik larut sehingga menghasilkan spesies bermuatan

Konstanta disosiasi sangat kecil Menghasilkan [H+] dalam jumlah sangat sedikit tetapi mempunyai efek biologis penting.

Air bersifat polar karena elektron-elektron yang bermuatan negatif yang mengikat hidrogen ke oksigen, hampir selalu berada di dekat atom oksigen. Akibatnya atom oksigen agak negatif sedangkan atom hidrogen agak positif

Di dalam air, NaCl akan terdisosiasi, di mana Cl- akan "melekat" ke atom H, sedangkan Na+ ke atom O

Page 3: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Karena massa dari H sangat kecil , maka di dalam suatu larutan selalu akan terjadi “proton jumping”. Hal ini penting dalam pembahasan Asam-Basa, di mana jika penambahan Na+ jauh lebih besar dari Cl-, maka OH- yang lebih dominan (basa), sedangkan bila Cl- jauh lebih banyak dari Na+, maka H3O+ yang lebih dominan(asam).

Page 4: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

1.2. Komposisi Elektrolit

mEq/L IntraselularEkstraselular

Plasma Darah InterstisialKation      

Na+ 15 142 144

K+ 150 4 4

Ca++ 2 5 2.5

Mg++ 27 3 1.5

Anion      

Cl- 1 103 114

HCO3- 10 27 30

HPO4= 100 2 2

SO4= 20 1 1

Asam organik - 5 5

Protein 63 16 6

Natrium

Ion natrium (Na+) merupakan ion terbanyak di cairan ekstraselular, yakni kira-kira 90% dari kation ekstraselular. Na+ sangat penting dalam imbang cairan dan elektrolit, karena jumlahnya hampir separuh dari osmolaritas cairan ekstraselular (142 dari 290 mOsmol/liter). Kadar normal 135 -145 mEq/L. Kadar Na+ yang tinggi diekstraselular dan kadar K+ yang tinggi di intraselular diatur oleh saluran ion natrium yang membuka menutup melalui perubahan voltase, serta adanya pompa Na+/K+ -ATPase. (lihat clip di bawah). Pompa ion ini bekerja mengeluarkan 3 Na+ untuk bertukar dengan 2 K+.

Page 5: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Aliran Na+ melalui saluran natrium (voltage-gated sodium channel) yang terdapat pada membran sel juga diperlukan untuk pembentukan dan penghantaran action potential di neuron dan sel otot. Kadar Na+ dalam darah diatur oleh aldosteron, ADH (antidiuretic hormone) dan ANP (atrial natriuretic peptide).

Aldosteron meningkatkan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (sedangkan K+ disekresi) (lihat gambar)

Page 6: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Sumber: Gennari FJ. Hypokalemia. NJEM. Vol 339 No 7. 451-458

Bila kadar Na+ plasma turun di bawah 135 mEq/L (hiponatremia) maka pelepasan ADH berhenti. Kekurangan ADH, pada gilirannya akan memungkinkan ekskresi air lebih banyak di dalam urin, sehingga kadar Na+ di cairan ekstraselular pulih kembali. ANP (atrial natriuretic peptide) memacu ekskresi Na+ oleh ginjal bila kadar Na+ di atas normal (hipernatremia).

Klorida

Ion klorida (Cl-) adalah anion teranyak di cairan ekstrasluler. Kadar normal 95-105 mEq/L. Cl- relatif mudah bergerak di antara kompartemen ekstra dan intraselular, karena kebanyakan membran plasma mengandung banyak Cl- leakage channel dan antiporter. Oleh karena itu, Cl- bisa membantu keseimbangan antara anion-anion dalam berbagai kompartemen cairan. Satu contoh adalah "chloride shift" yang terjadi antara sel darah merah dan plasma darah saat kadar CO2 dalam darah meningkat atau menurun, Dalam hal ini, pertukaran antiporter antara Cl- dan HCO3

- memelihara kesimbangan anion antara CES(cairan ekstrasluler) dan CIS(cairan intraselular). Ion klorida juga Juga merupakan bagian dari asam klorida yang disekresi ke dalam getah lambung. ADH membantu mengatur imbang Cl- dalam cairan tubuh karena ADH mengatur jumlah kehilangan air dalam urin. Proses yang meningkatkan atau menurunkan reabsorpsi ion natrium juga mempengaruhi reabsorpsi Cl-

Kalium

Ion Kalium atau potassium merupakan kation terbanyak di dalam sel (140 mEq/L). Kadar dalam darah 3.5- 5 mEq/L hanya mewakili 2% dari total kalium tubuh (TBK ~ 50 mEq/kgBB). K+ penting dalam memelihara potensial

Page 7: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

membran dan pada fase repolarisasi dari action potential pada neuron dan serabut otot.(lihat clip)

K+ juga membantu memelihara volume cairan intraselular. Bila K+ bergerak ke dalam atau keluar dari sel, sering bertukar dengan H+, sehingga membantu mengatur pH cairan tubuh. Sebagai contoh, pada asidosis, K+ akan keluar dari sel untuk bertukar dengan H+, sehingga kadar K+dalam plasma naik. Dalam keadaan normal, kadar K+ diatur terutama oleh aldosteron. Bila kadar K+ dalam plasma tinggi, maka aldosteron disekresi lebih banyak. Kemudian aldosteron akan merangsang sel prinsipal dari duktus koligentes untuk mensekresi lebih banyak K+. Sebaliknya bila kadar K+ dalam plasma rendah, maka sekresi aldosteron berkurang, dan lebih sedikit K+ diekskresi dalam urin. Karena K+ dibutuhkan selama fase repolarisasi dari suatu action potential, kadar abnormal (terlalu tinggi atau terlalu rendah) bisa berakibat fatal.

Bikarbonat

Ion bikarbonat (HCO3-) adalah anion ekstraselular terbanyak kedua setelah

Cl-. Kadar normal dalam plasma 22 - 26 mEq/L dalam darah arteri sistemik dan 23 - 27 mEq/L dalam darah vena sistemik. Kadar HCO3

- bertambah saat darah mengalir melalui kapiler sistemik. Ini terjadi karena CO2yang dilepaskan oleh sel-sel metabolik aktif bergabung dengan air untuk membentuk asam karbonat, yang kemudian berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3

-. Saat darah mengalir melalui kapiler paru,kadar HCO3

-menurun lagi karena CO2 diekshalasi. Cairan intrasel juga mengandung sedikit bikarbonat. Ginjal merupakan regulator utama dari kadar HCO3

-. Sel-sel interkalasi dari tubulus

Page 8: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

ginjal bisa membentuk HCO3- dan melepaskannya ke dalam darah bila kadar

darah rendah, atau mengekskresikan kelebihan HCO3-bila kadar darah tinggi.

Kalsium

Karena jumlah terbesar dari kalisum disimpan dalam tulang,, kalsium merupakan mineral terbanyak di sana. Kira-kira 90% kalsium pada orang dewasa terdapat pada tulang dan gigi, di mana kalsium bergabung dengan fosfat membentuk kristal dari garam mineral. Dalam cairan tubuh, kalsium terdapat terbanyak di ekstraselular. Kadar Ca++ bebas atau tidak berikatan dalam plasma darah adalah 4.5 - 5.5 mEq/L. Di samping itu, dalam jumlah kira-kira sama melekat ke berbagai protein plasma. Ca++ berperan untuk pembekuan darah, pelepasan neurotransmiter, pemeliharaan tonus otot dan eksitabilitas saraf dan otot. Dua regulator utama dari kadar Ca++ dalam darah adalah PTH (paratiroid) dan kalsitriol (1,25-dihidroksi vitamin D3). Kalsitritol merupakan bentuk vitamin D yang bekerja sebagai hormon.

Fosfat

Kira-kira 85% fosfat pada orang dewasa terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yang merupakan komponen struktural dari tulang dan gigi. SIsanya 15% dalam bentuk ion. Ada tiga ion fosfat (H2PO4

-, HPO42-, dan PO4

3-)yang merupakan anion intraselueler yang penting. Pada pH normal, HPO4

2- adalah bentuk terbanyak. Fosfat memberi kontribusi 100 mEq/L anion ke cairan intraselular. Konsentrasi normal dari ion fosfat dalam plasma adalah 1.7 - 2.6 mEq/L. Sebagaimana halnya kalsium, fosfat diatur oleh horon paratiroid dan kalsitriol

Magnesium

Pada orang dewasa, kira-kira 54% magnesium total tubuh merupakan matriks tulang sebagai garam magnesium. Sisanya 46% terdapat sebagai ion Mg++ dalam cairan intraselular dan 1% di ekstraselular. Mg++ adalah kofaktor untuk beberapa enzim ayang dibutuhkan utuk metabolisme karbohidrat dan protein, serta untuk Na+/K+-ATPase (pompa natrium-kalium). Mg++ esensial untuk aktivitas neuromuskular, transmisi sinaps, dan fungsi miokard. Di samping itu, sekresi PTH tergantung pada Mg++. Kadar normal dalam plasma rendah, hanya 1.3 - 2.1 mEq/L.

Bab 2. Kompartemen

2.1. Kandungan air tubuh

Pria "standar" dengan berat 70 kg mengandung 42 liter air atau 60% dari Berat badan. Wanita dewasa mengandung lebih sedikit air (55% BB), karena kandungan lemak wanita lebih besar.

Page 9: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Variasi dalam Kandungan air

Variasi karena usia: Neonatus mengandung lebih banyak air (70-80%) dibandingkan dewasa. ketika lahir, jumlah cairan interstisial secara proporsional tiga kali lebih besar dibandingkan dewasa. Menjelang usia 12 bulan, kandungan air sudah bekurang menjadi 60% yang merupakan nilai untuk dewasa. Air tubuh seagai persentase berat badan meurun secara progresif dengan bertambahnya umur. Menjelang usia 60 tahun, persentase air tubuh menjadi 50% BB karena bertambahnya proporsi jaringan lemak.

Variasi antar jaringan: Kebanyakan jaringan mengandung air. Pengecualian adalah lemak dan tulang.

Plasma: 93% air

Lemak: 10-15% air

Tulang: 20% air.

2.2. Kompartemen

Page 10: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Air tubuh dikandung dalam berbagai organ dan jaringan tubuh. Air ini bisa dikelompokkan dalam kompartemen. Pembagian utama adalah cairan intraselular (CIS: kira-kira 40% berat badan) dan Cairan Ekstraselular (CES: kira-kira 20% dari berat badan).

Cairan intraselular (CIS)

Lokasi: Perbedaan antara CIS dan CES jelas dan mudah dipahami, keduanya dipisahkan oleh membran sel.

Komposisi: CIS kaya akan ion kalium dan magnesium dan rendah natrium.

Sifat: Cairan intraselular berperilaku serupa terhadap perubahan tonisitas di CES.

Cairan ekstraselular (CES)

Page 11: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

CES dibagi lagi menjadi beberapa kompartemen yang lebih kecil (yakni plasma, cairan interstisial, cairan tulang dan jaringan ikat padat, serta cairan transelular)

Cairan interstisial(ISF =interstitial fluid)

Terletak di celah-celah jaringan tubuh. Cairan interstisial membasahi semua sel tubuh dan menjadi penghubung antara CIS dan kompartemen intravaskular. Oksigen, zat makanan dan chemical messenger semuanya melewati ISF. Karakteristik ISF hampir menyerupai CES, dengan pengecualian kandungan proteinnya lebih rendah. Cairan getah bening dianggap sebagai bagian ISF. Sistem limfatik mengembalikan protein dan kelebihan ISF ke dalam sirkulasi.

Plasma adalah kompartemen cairan yang betul-betul sebagai kumpulan cairan dalam satu lokasi. Perbedaannya dari ISF adalah kandungan protein lebih tinggi dan memiliki fungsi transpor.

Cairan tulang dan jaringan ikat padat bermakna karena mengandung kira-kira 15% dari air total tubuh. Cairan ini dimobilisasi sangat lambat sehingga tidak penting dalam penilaian efek pemberian cairan secara akut.

Cairan transelular merupakan kompartemen kecil yang mewakili semua cairan tubuh yang terbentuk dari aktivitas transpor sel. Cairan transelular dikandung dalam ruang yang dilapisi epitel. Yang termasuk cairan transelular adalah: cairan serebrospinal, cairan saluran cerna, urin dalam kandung kemih, aqueous humor dan cairan sendi. Cairan transelular penting karena memiliki fungsi khusus. Aliran cairan yang terkait dengan cairan saluran cerna sangat penting. Komposisi elektrolit dari berbagai cairan transelular tidak sama (lihat tabel):

Konsentrasi elektrolit pada Cairan transelular (dalam mmol/L)

  [Na+] [K+] [Cl-] [HCO3-]

Saliva 20-80 10-20 20-40 20-60

Getah lambung 20-100 5-10 120-160 0

Getah pankreas 120 5-10 10-60 80-120

Empedu 150 5-10 40-80 20-40

Cairan ileum 140 5 105 40

Cairan kolon 140 5 85 60

Keringat 65 8 39 16

CSF (serebrospinal) 147 3 113 25

2.3. Osmolalitas dan Tonisitas

Page 12: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Osmolalitas adalah jumlah osmol zat terlarut (solute) per kg pelarut (solvent). Tonisitas adalah osmolalitas efektif atau ‘effective osmolality’ yakni jumlah konsentrasi zat terlarut (solute) yang memiliki kekuatan menarik zat atau daya osmotik melalui membran. Untuk membedakan keduanya, mari kita bandingkan sebagai berikut:

Osmolalitas plasma = 2 x [Na+] + Glukosa (mg/dl) : 18 + Ureum (mg/dl): 2.8

Kisaran normal Osmolalitas plasma adalah 280 - 290 mOsm/kg.

Karena Ureum tidak memiliki daya osmotik,maka:

Tonisitas(osmolalitas efektif) = 2 x [Na+] + Glukosa (mg/dl) : 18

Satuan yang digunakan untuk menyatakan osmolalitas adalah mOsm/kg.

Osmolaritas adalah jumlah osmol zat terlarut per liter pelarut. Satuannya mOsm/L.

Cara menghitung mmol, mEq dan mOsm:

mmol = massa (mg) zat terlarut dalam 1 liter larutan : Berat Molekul solute

Contoh: Berapa mmol jumlah natrium dan klor dalam 1 liter NaCl 0.9% ?

Jawab: Berat Atom Na 23; Cl 35.5. NaCl 0.9% = 0.9 g/dL = 9 g/L

mmol = massa NaCl (mg) dalam 1 L larutan : BM

= 9000 : (23 + 35.5) = 154 mmol. Jadi Kandungan Na+ 154 mmol/L dan Cl- 154 mmol/L

mEq = mmol x valensi

Contoh : 154 mmol Na+ = 154 mEq Na+ (valensi Na = 1);

1.75 mmol Ca++= 3.5 mEq Ca++

mOsm = Jumlah osmol zat-zat dalam larutan. Biasanya dihitung sebagai mmol x jumlah partikel. NaCl jumlah partikel dua karena terionisasi menjadi Na dan Cl. CaCl2 jumlah partikel 3. Sebaliknya Glukosa dan ureum karena tidak berdisosiasi, maka jumlah partikel satu.

Contoh: berapa osmolaritas NaCl 0.9%?

Osmolaritas NaCl 0.9% = 154 + 154 = 308 mOsm/L

2.4. Tekanan Osmotik Koloid

Page 13: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Koloid

Koloid adalah partikel dengan berat molekul besar (normal BM > 30.000) dalam suatu larutan. Dalam plasma normal, protein plasma merupakan koloid utama. Komponen dari tekanan osmotik total yang dikontribusikan oleh koloid, dikenal sebagai tekanan osmotik koloid atau sebagai tekanan onkotik. Ini hanya kira-kira 0.5% dari tekanan osmotik total . Namun, karena koloid tidak mudah melintasi membran kapiler, tekanan onkotik sangat penting dalam dinamika cairan transkapiler.

Tekanan onkotik mudah diukur dilaboratorium dengan alat yang dinamakan onkometer. Prinsipnya, 2 kamar yang ditutupi dan dipisahkan satu sama lain oleh membran semi-permeabel, yakni permeabel terhadap air dan zat-zat dengan BM rendah, tetapi tidak bisa ditembus oleh molekul dengan BM > 30.000.

Persamaan van't Hoff

Tekanan osmotik (dan juga tekanan onkotik) untuk suatu larutan yang ideal bisa dikalkulasikan dengan substitusi sesuai dari persamaan van't Hoff.

Persamaan van't Hoff

 

Tekanan osmotik = n x (c/M) x RT

di mana:

n = jumlah partikel disosiasi ( n = 1 untuk protein plasma)c= konsentrasi dalam g/LM = BM molekul. Jadi, c/M adalah kosentrasi molar dari zat tersebut. R = konstanta gas universal. T = Suhu absolut (K)

Jika nilai-nilai disubstitusi pada persamaan ini untuk sampel plasma biasa:

* T = 310 K (yaitu suhu 37 oC

* R = 0.082

* n =1

dan:

* Mengalikan dengan 0.001 untuk mengubah osmol menjadi mOsmol

* Mengalikan dengan 760 untuk mengubah hasil dari atmosfer menjadi mmHg

Page 14: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

* Mengalikan 280 untuk mengubah tekanan osmotik per mOsm/kg menjadi suatu nilai untuk plasma dengan osmolalitas 280 mOsm/kg

maka:

Tekanan osmotik total plasma adalah= 1 x 0.082 x 310 x 0.001 x 760 x 280= 5409 mmHg

Untuk osmolalitas plasma sebesar 280 mOsm/kg pada 37 oC

Tekanan osmotik total adalah kira-kira 5409 mmHg (kira-kira 7.1 atm)

Setiap mOsm/kg solute memberi kontribusi tekanan osmotik kira-kira 19.32 mmHg

Sekarang pertimbangkan protein plasma sendiri dan hitung tekanan osmotik (onkotik). Dengan menggunakan nilai-nilai biasa untuk kosentrasi dan BM protein plasma, konsentrasi protein kira-kira 0.9 mOsmol/kg yang memprediksi tekanan onkotik sebesar 17.3 mmHg (yakni 19.32 x 0.9). Pengukuran dengan onkometer menunjukkan bahwa tekanan onkotik plasma adalah kira-kira 25 mmHg yang setara dengan konsentrasi protein plasma sebesar 1.3 mmol/kg.

Bab 3. Imbang Cairan

3.1. Pergantian Air (Water turnover)

Dua hal yang perlu diketahui dalam pergantian air, yakni keseimbangan eksternal (external balance) dan aliran internal (internal fluxes)

Kesimbangan eksternal adalah perbandingan antara asupan air dan keluaran air ke lingkungan luar. Dalam setiap periode waktu, asupan = keluaran, sehingga organisme dikatakan dalam keseimbangan air.

Keseimbangan internal (internal flux) diartikan sebagai gerakan air melintasi kapiler seluruh tubuh (termasuk sekresi dan absorpsi berbagai cairan transselular) dan gerakan air antara cairan interstisial dan cairan intraselular.

Imbang eksternal

Volume air tubuh diatur secara ketat dengan mekanisme yang peka yang memberi respon terhadap perubahan osmolalitas dalam volume intravaskular. Taksiran kebutuhan air setiap hari berdasarkan atas beberapa faktor, namun yang mungkin paling akurat adalah laju metabolisme. .

Page 15: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Estimasi kebutuhan air harian

Berdasarkan laju metabolisme 80 - 110 ml/100 kcal

Berdasarkan luas permukaan tubuh 1.5 L/m2/hari

Berdasarkan berat: 30 - 40 ml/kg/hari

 Pada keadaan sakit, taksiran kebutuhan air ini menjadi tidak bisa diandalkan. Pemberian cairan harus selalu berdasarkan kondisi klinis (misal, kehilangan darah, kehilangan ciaran internal dalam rongga ketiga, gangguan hemodinamik yang membutuhkan bolus cairan, oliguria pada gagal ginjal akut). Kondisi ini di bahas di bab lain.

Air dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan harian normal, yang terdiri atas:

* Kehilangan air tak disadari (IWL atau insensible water loss)- dari kulit dan pernapasan

* Urin

* Keringat

* Tinja

Pengeluaran urin obligat terjadi karena dibutuhkan untuk membuang berbagai zat terlarut dari tubuh. Pengeluaran air dari tempat lain (misal keringat dan tinja) biasanya sedikit pada keadaan normal. Kehilangan air melalui tinja rata-rata 200 ml/hari, namun pada diare bisa massif.

Kebutuhan air harian sangat bervariasi. Jumlah air yang dibutuhkan untuk urin bergantung pada beban ekskresi solute dan pemekatan urin maksimum yang bisa dicapai. Sebagai contoh, beban solute harian biasanya 600 mOsm pada pasien dengan kemampuan pemekatan urin maksimum sebesar 1200 mOsm/kg. Ini membutuhkan volume urin minimum 500 ml untuk mengekskresikan solute ini. Jika volume urin kurang dari jumlah ini, solute akan menumpuk dan akan terjadi gagal ginjal. Pasien usia lanjut biasanya tidak bisa mencapai osmolalitas urin 1200 mOsm/kg sehingga volume urin obligat yang dibutuhkan untuk ekskresi solute bisa lebih tinggi dari 500 ml.

Jumlah kehilangan cairan minimum dari tubuh diacu sebagai kehilangan air obligat.

Komponen pengeluaran air obligat (obligatory water loss)

  Nilai tipikal

Insensible loss 800 ml

Keringat minimal 100 ml

Page 16: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Tinja 200 ml

Volume urin minimal untuk mengekskresikan solute

500 ml

Total 1600 ml

3.2. Insensible Water loss

 Istilah ini mengacu sebaga kehilangan air yang disebabkan:

* Difusi transdermal: air yang keluar dari kulit dan menguap

* Kehilangan uap air dari saluran napas

KEY POINT: Ini adalah kehilangan air murni; tidak disertai kehilangan zat terlarut (solute)

Kehilangan air tanpa zat terlarut ini berbeda dari keringat, karena keringat mengandung air serta zat terlarut. Perbedaan lain adalah keringat dihasilkan oleh kelenjar khusus dalam kulit

Insensible loss dari kulit tidak bisa dihindari. Kehilangan harian adalah kira-kira 400 ml pada dewasa.

Insensible loss dari pernapasan juga kira-kira 400 ml/hari pada dewasa yang non-stres. Kehilangan air di sini bervariasi; meningkat jika hiperventilasi dan bisa menurun jika udara inspirasi dilembabkan pada suhu 37 oC (misal pasien ventilasi mekanik di ICU).

Insensible loss minimum pada dewasa adalah kira-kira 800 ml. Ini setara dengan kehilangan panas sekitar 480 kcal/hari yang kira-kira 25% dari produksi panas basal. Pada cuaca rata-rata, aktivitas akan meningkatkan pengeluaran air dari pernapasan, sehingga total insensible loss lebih besar dari minimum. Untuk pasien rawat-inap dewasa yang tidak stres, diperkirakan 50 ml/jam.

Imbang cairan bisa diperkirakan sebagai berikut:

Page 17: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

3.3. Keringat

Keringat penting untuk pengaturan suhu tubuh, namun juga bisa sebagai sumber penting darikehilangan air dan zat terlarut (solute). Kehilangan panas bisa begitu bermakna karena kehilangan 0.58 kcal untuk setiap ml air yang menguap.

Pengeluaran keringat bisa mencapai maksimum 50 ml/menit atau 2000 ml/jam pada dewasa yang berada di lingkungan panas. Kehilangan sampai 25% air tubuh bisa menyebabkan stres berat dan bisa fatal.

Kehilangan akibat Keringat

Kehilangan Cairan- bisa besar pada lingkungan panas, atau pada kegiatan jasmani

Kehilangan solute-Berkurang jika telah ada adaptasi ke cuaca panas(aklimatisasi)

Kehilangan panas - Bisa sangat besar karena panas laten yang besar dari penguapan air; di sini berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Ada berbagai jenis keringat, namun dari segi cairan, hanya keringat dari kelenjar ekrin yang penting. Volume cairan dari kelenjar apokrin sangat rendah.

Page 18: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Kelenjar ekrin merupakan derivat kulit yang terdapat pada lebih dari 99% permukaan kulit. Kelenjar ini disarafi oleh neuron kolinergik dan simpatis. Reseptor muskarinik bisa diblok oleh atropin dan ini bisa mencegah pengeluaran keringat.

Kontrol

Pengeluaran keringat dikontrol oleh suatu pusat di daerah preoptik dan anterior hipotalamus di mana terdapat neuron-neuron thermosensitif. Fungsi pengaturan panas hipotalamus juga dipengaruhi oleh input dari reseptor suhu di kulit. Suhu kulit yang tinggi menurunkan set point hipotalamus, sehingga memacu untuk berkeringat.

Keringat bukanlah air murni; selalu terdapat solute dalam jumlah kecil ().2-1%). Bila seseorang pindah dari lingkungan dingin ke lingkungan panas, perubahan adaptif terjadi dalam mekanisme keringat. Ini disebut sebagai aklimatisasi: laju produksi maksimum dari keringat serta komposisi solutenya berkurang. Kehilangan air harian melalui keringat sangat bervariasi: dari 100 sampai 8000 ml/hari. Kehilangan solute bisa sebesar 350 mmol natrium /hari ( atau 90 mmol pada orang yang aklimatisasi) pada kondisi ekstrem. Pada iklim dingin dan tanpa olah raga, kehilangan natrium bisa sangat rendah ( kurang dari 5 mmol/hari). [Na+] dalam keringat adalah 30-65 mmol tergantung pada derajat aklimatisasi.

Perbedaan utama antara Keringat dan Insensible Water Loss

Keringat IWL

Sumber Dari kelenjar keringatDari kulit(transepitel) dan saluran napas

Kehilangan solute Ya, bervariasi Tidak ada

Peran Pengaturan suhu tubuh

Tidak bisa dicegah

Penguapan cairan insensible adalah sumber utama kehilangan panas setiap hari tidak dibarah kontrol regulasi

3.4. Getah bening

Getah bening adalah nama yang diberikan untuk cairan interstisial yang memasuki pembuluh getah bening atau limfatik. Kapiler getah bening terdapat pada hampir semua jaringan. Pengecualian adalah sistem saraf pusat dan tulang. Saluran interstisial kecil terdapat di otak dan cairan mengalir ke dalam CSF (cairan serbrospinal), untuk kemudian embali ke sirkulasi melalui villi arachnoid.

Kapiler getah bening bersifat buntu dan memiliki katup di antara sel-sel endotel limfatik yang berdampingan. Katup ini memungkinkan masuknya cairan interstisial namun mencegah kembalinya cairan ke ruang interstisial. Tekanan di dalam kapiler getah bening adalah kira-kira 1 mmHg ketika

Page 19: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

istirahat dan ketika katup menutup. Kapiler getah bening saling berhubungan dan bergabung membentuk venula getah bening, dan kemudian vena getah bening besar mengosongkan diri melalui limfonodus (kelenjar getah bening) ke dalam duktus torasikus ( di kiri) dan duktus limfatikus dekstra. Kedua lintasan ini mengalirkan getah bening ke dalam sirkulasi.

Faktor-faktor dalam aliran getah bening (limfatik)

Tidak ada pompa sentral dalam sistem limfatik Aliran maju disebabkan perbedaan (gradien) tekanan di dalam

pembuluh getah bening yang dibantu oleh katup untuk mencegah aliran balik.

Getah bening memasuki kapiler limfatik bila tekanan dalam jaringan rendah (sampai 2 mmHg) karena katup di antara sel-sel kapiler terbuka.

Cairan interstisial memasuki kapiler getah bening pada fase setelah tekanan eksternal lebih besar, karena serabut jaringan ikat cenderung membuka kapiler getah bening, membuka katup.

Bila tekanan interstisial bertambah melebihi 2 mmHg katup menutup (secara pasif karena gradien tekanan).

Sumber utama dari tekanan eksternal yang memacu aliran adalah denyut arteri dan kontraksi otot

Kedekatan pembuluh limfatik dengan arteri cenderung memudahkan aliran getah bening.

Pembuluh limfatik yang lebih besar memiliki otot polos pada dindingnya. "Kontraksi instrinsik" dari sel otot polos ini membantu aliran maju.

Pembuluh limfatik memiliki katup berdaun dua setiap beberapa mm dan ini sangat penting.

Fungsi getah bening

Mengembalikan protein dan cairan dari ISF (interstisial) ke sirkulasi untuk memelihara konsentrasi protein interstisial yang tetap rendah dan mempertahankan gradien tekanan onkotik pada membran kapiler. Edema terjadi jika tekanan onkotik ISF tidak dijaga rendah.

Peran dalam penyerapan dan transpor lemak dari usus halus Peran imunologis- Kelenjar getah bening dan sirkulasi sel-sel imun

seperti limfosit dan sel dendritik, eliminasi bakteri.

Getah bening dari kebanyakan bagian tubuh biasanya memiliki konsentrasi protein rendah. Getah bening hati berbeda karena:

Normal memiliki konsentrasi protein tinggi (karena koefisien refleksi rendah)

Kontribusi lebih dari separuh jumlah getah bening di duktus torasikus.

Oleh karena itu, konsentrasi protein getah bening rata-rata dalam duktus torasikus jauh lebih tinggi dari tempat lain.

Page 20: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Duktus torasikus membawa kira-kira 80% dari aliran getah bening total. Pada istirahat, laju aliran ini kira-kira 120 ml/jam. Jika tekanan hidrostatik interstisial meninggi (yakni menjadi kurang negatif) karena filtrasi dan akumulasi cairan berlebihan, aliran getah bening bisa meningkat tajam.

Khilus (chyle) adalah getah bening dari usus yang terlihat seperti susu karena mengandung banyak kilomikron (chylomicron). Kilomikron adalah kompleks trigliserida dg diameter 100 nm (mengandung asam lemak rantai panjang) yang diselubungi oleh selaput protein hidrofobik. Kilomikron memasuki pembuluh lakteal getah bening di villi usus, berjalan ke pembuluh limfatik, dan selanjutnya memasuki sirkulasi melalui duktus torasikus.

3.5. Cairan dan Usus

Cairan dalam lumen saluran cerna umumnya danggap sebaga bagian dari kompartemen transeluler. Perghantian cairan dalam usus sangat besar. Setiap hari, sejumlah bersih 9 sampai 10 liter cairan memasuki lumen saluran cerna

Pergantian cairan dalam usus

Air dari makanan 2000 - 3000 ml/hari

Saliva 1000 - 2000

Getah lambung 1000 - 2000

Empedu 500 - 1000

Getah pankreas 1000 - 2000

Sekresi usus 1000 - 2000

Kira-kira 98% cairan ini diserap kembali, sehingga ekskresi air melalui feses hanya kira-kira 200 ml /hari

Reabsorpsi ini tyerjadi terbanyak di jejunum dan ileum. Kira-kira 1500 ml/hari memasuki kolon dari ileum. Ini berarti lebih dari satu liter diserap di kolon.

Cairan dalam lumen usus bersifat isotonik menjelang sampai jejunum, karena air bisa bergerak keluar masuk usus sebagai respon terhadap gradien osmotik. Kehilangan berlebihan dari isi usus tidak langsung menyebabkan perubahan osmolalitas cairan tubuh. Terjadi penyerapan zat, air bergerak pasif menuju tempat yang lebih hipertonik. Kolon terlibat dalam reabsorpsi air dan elektrolit. Na+ diserap secara aktif dan air mengikuti secara pasif. Kehilangan natrium melalui feses hanya sekitar 5 mmol/hari.

Pergerakan air di usus lebih tepat dianggap sebagai siklus cairan dan bukan sebagai pergantian (turnover). Siklus cairan ini ke dalam lumen saluran cerna dan kembali ke sirkulasi dinamakan sirkulasi enterosistemik.

Kehilangan cairan melalui usus bisa internal atau eksternal. Kehilangan eksternal meliputi muntah-muntah, diare dan kehilangan melalui fistula.

Page 21: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Kehilangan internal diacu sebagai sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus sebagai bagian dari CES non-fungsional atau "rongga ketiga". Hasil langsung dari kehilangan cairan ini mengakibatkan kontraksi isotonik dari CES. Gangguan elektrolit lazim terjadi namun bervariasi sesuai kondisi dan pengaruh ginjal. Retensi air oleh ginjal terjadi pada hipovolemia dan cenderung menyebabkan hiponatremia.

Pada obstruksi usus halus, kira-kira 1500 ml cairan terkumpul cepat dalam lumen usus. Menjelang terjadi muntah, kira-kira 3000 ml sudah terkumpul dalam lumen usus. Jika pasien hipotensi, berarti kira-kira 6000 ml telah terkumpul dalam lumen usus. Resusitasi cairan intravena biasanya dibutuhkan sebelum operasi pasien dengan obstruksi usus.

Selain getah lambung, semua sekresi lain ke dalam usus bersifat alkalis dengan [HCO3

-] tinggi.

Kehilangan air abnormal dari usus menyebabkan gangguan asam-basa dan ini bisa sangat berat. Situasi tipikal adalah sebagai berikut:

Muntah-muntah menyebabkan alkalosis metabolik ("gastric alkalosis") disertai hiponatremia, hipokrloremia dan hipokalemia.

Diare akut (terutama yang disebabkan infeksi) menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik dengan anion gap normal

Diare kronik (terutama non-infeksi) bisa menyebabkan alkalosis metabolik.

Kesimpulan:

Sejumlah besar cairan bersiklus dalam usus setiap hari. (Reabsorpsi Na = 98%). Cairan usus bersifat isotonik.

Air mengalami reabsorpsi pasif mengikuti reabsorpsi aktif dari nutrien dan elektrolit. Gangguan elektrolit dan asam basa bisa terjadi pada kehilangan abnormal dari cairan usus.

3.6. Cairan Serebrospinal

 Cairan serebrospinal (CSF = cerebrospinal fluid) dianggap sebagai bagian dari cairan transeluler. CSF mengisi ventrikel dan rongga subaraknoid dan membasahi otak dan medula spinalis. CSF dikandung dalam meningen dan bekerja sebagai bantalan untuk melinsungi otak dati cedera akibat perubahan posisi atau gerakan. Diperkirakan efek "water bath" ini menambah berat efektif otak dari net hanya 50 g menjadi 1400 g.

Volume total CSF adalah 150 ml. Produksi harian adalah 550 ml/hari sehingga CSF berganti 3 sampai 4 kali per hari. CSF dibentuk oleh pleksus koroid (50%) dan langsung dari dinding ventrikel (50%). CSF mengalir melalui foramen Magendie & Luschka ke dalam rongga subaraknoid otak dan medula spinalis. Kemudian CSF diserap oleh villi araknoid (90%), dan secara langsung ke dalam venula serebral (10%).

Page 22: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Tekanan intraserebral (ICP) normal adalah 5 sampai 15 mmHg. Laju pembentukan CSF konstan dan tidak dipengaruhi ICP. Penyerapan ICP meningkat secara linier saat tekanan naik di atas 7 cm H2O. Pada tekanan sekitar 11 cm H2O, laju sekresi dan absorpsi setara.

Komposisi CSF sama dengan cairan CES otak, tetapi berbeda dari plasma. Perbedaan utama adalah (lihat juga Bab Nilai Normal):

pCO2 lebih tinggi (50 mmHg) menyebabkan pH CSF lebih rendah (7.33)

Kandungan protein biasanya sangat rendah (0.2 g/L) menghasilkan kapasitas dapar lebih rendah

Kadar glukosa lebih rendah Kadar klorida lebih tinggi Kadar kolesterol sangat rendah

Bab 4. Dinamika Cairan Kapiler

4.1 Mikrosirkulasi

 Mirkrosirkulasi diartikan sebagai pembuluh darah terkecil di dalam tubuh:

arteriol terkecil metarteriol sfingter prekapiler kapiler venula kecil

Pembuluh limfatik tidak termasuk. Arteriol mengandung otot polos dan merupakan titik utama dari resistensi vaskular sistemik. Pada otot rangka dan jaringan lain, sejumlah besar kapiler tetap menutup untuk waktu lama karena kontraksi sfingter prekapiler.Kapiler-kapiler ini berfungsi sebagai cadangan dan bisa membuka cepat sebagai respon terhadap kondisi lokal, seperti penurunan pO2 bila diperlukan aliran tambahan.

Mikrosirkulasi dari beberapa jaringan (misal kulit) memiliki hubungan AV langsung yang bekerja sebagai pintas (shunt). Aliran dalam pintas ini tidak ikut serta dalam perpindahan gas, nutrien dan zat sisa. AV shunt berada di bawah pengaturan sistem saraf. Di kulit, penutupan dan pembukaan pintas penting dalam pengaturan suhu.

Otot polos di dalam metarteriol dan sfingter prekapiler berkontraksi dan relaksasi teratur untuk menghasilkan aliran intermiten di dalam kapiler: ini dikenal sebagai vasomotion. Penurunan lokal dari pO2 merupakan faktor terpenting yang menyebabkan relaksasi sfingter prekapiler. Aliran intermiten

Page 23: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

tidak disebabkan oleh kenaikan atau penurunan siklik dari tekanan darah, karena fluktuasi ini diredam oleh arteriol.

Fungsi utama dari mikrosirkulasi adalah memungkinkan perpindahan zat antar jaringan dan sirkulasi. Perpindahan ini terjadi terutama dalam dinding kapiler, namun beberapa pertukaran terjadi juga dalam venula kecil. Zat-zat yang terlibat termasuk air, elektrolit, gas (O2, CO2), zat sisa nitrogen, glukosa,lipid dan obat.

Elektrolit dan molekul kecil lain melintasi membran melalui pori-pori. Zat-zat larut lemak (termasuk oksigen dan karbon dioksida) juga mudah menembus dinding kapiler yang tipis (1 mm). Protein memiliki molekul besar dan tidak mudah menembus pori namun sedikit perpindahan terjadi melalui pinositosis (endositosis/eksositosis).

Molekul air lebih kecil dari ukuran pori dalam kapiler sehingga mudah menembus dinding kapiler. Sel endotel kapiler pada beberapa jaringan (misal glomerulus, mukosa usus) memiliki gap besar (disebut fenestrasi) dalam sitoplasmanya. Pergerakan air melintasi kapiler ini jauh lebih cepat dibandingkan kapiler di jaringan tubuh lain yang tidak memiliki "jendela" (fenestrasi).

Perpindahan air melintasi membran kapiler terjadi dengan dua proses: difusi dan filtrasi.

Difusi

Pergantian air melintasi membran secara difusi sangat besar (bisa sampai 80.000 liter per hari) dan jauh lebih besar daripada aliran darah total melalui kapiler (curah jantung) yang sebesar 8000 liter per hari. DIfusi terjadi dua arah dan tidak menghasilkjan gerakan air bersih melintasi dinding kapiler. Ini disebabkan difusi bersih tergantung pada adanya gradien konsentrasi untuk zat-zat (Hukum Difusi Fick) dan biasanya tidak ada perbedaan konsentrasi air pada membran kapiler. Aliran difusi bersih adalah nol.

Filtrasi

Ini sebenarnya disebut ultrafiltrasi karena protein plasma tidak melewati membran plasma pada kebanyakan jaringan. Filtrasi dianggap terjadi karena ketidakimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik di sepanjang membran kapiler (Hipotesis Sterling - lihat Bagian berikutnya)

Di seluruh tubuh, ada ultrafiltrasi keluar 20 liter dan ke dalam 10 liter per hari. Selisihnya (kira-kira 2 liter/hari) dikembalikan ke sirkulasi sebagai getah bening.

Filtrasi menghasilkan gerakan air netto karena ada ketidak-imbangan atara kekuatan yang memacu aliran keluar lumen kapiler dan kekuatan yang memacu aliran ke dalam lumen kapiler. Kekuatan ini bervariasi sehingga gerakan bersih bisa kearah dalam atau ke arah luar. Kekuatan ini juga

Page 24: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

bervariasi di sepanjang kapiler dan situasi khas adalah gerakan keluar pada ujung areterial dan gerakan ke dalam pada ujung venula dari kapiler (lihat gambar berikut)

Perbandingan antara Difusi dan Filtrasi di Kapiler

Difusi:

Volume air yang terlibat BESAR Dua arah di sepanjang kapiler Gerakan air netto diatur oleh gradien konsentrasi Tekanan hidrostatik dan onkotik(daya Sterling) tidak

terlibat dalam difusi Merupakan proses yang bertanggung jawab untuk

gerakan netto dari gas, nutrien dan zat sisa (karena zat ini bergerak sesuai dengan gradien konsentrasi)

Tidak ada gerakan air netto melintasi dinding kapiler

Filtrasi:

Ultrafiltasi sejati, karena protein tidak mudah melintasi kebanyakan membran kapiler

Volume yang terlibat lebih kecil dibandingkan difusi Gerakan cairan bisa kearah dalam (absorpsi) atau ke

arah luar, tetapi tidak dua arah pada titik yang sama di sepanjang kapiler

Gerkaan netto diatur oleh keseimbangan gradien

Page 25: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

tekanan hidrostatik dan onkotik (Sterling forces) Proses ini tidak penting untuk perpindahan netto dari

gas, nutrien dan zat sisa

Perpindahan air netto penting

Hukum Difusi Fick:

Ini menyatakan bahwa jumlah difusi suatu zat (flux) melalui membran sebanding dengan perbedaan konsentrasi (C2 - C1) di kedua sisi membran dan dengan luas permukaan (A) dan berbanding terbalik dengan ketebalan (t) membran. Konstanta proporsionalitas (k) adalah ukuran permeabilitas membran terhadap zat:

Flux = k x A(C2 - C1) / t

4.2 Hipotesis Sterling

Kutipan dari Sterling (1896)

".. There must be a balance between the hydrostatic pressure of the blood in the capilaries and the osmotic attraction of the blood for the surrounding fluids."

"...and whereas capilary pressure determines transudation, the osmotic pressure of the proteins of the serum determines absorption."

Hipotesis Sterling menyatakan bahwa gerakan cairan yang disebabkan filtrasi melintasi dinding kapiler tergantung pada keseimbangan antara gradien tekanan hidrostatik dan gradien tekanan onkotik di kedua sisi kapiler.

Empat "tenaga" (forces) Sterling antara lain:

Tekanan hidrostatik dalam kapiler (Pc) Tekanan hidrostatik di interstisial (Pi) Tekanan onkotik di dalam kapiler (pc) Tekanan onkotik di interstisial (pi)

Kesimbang dari tenaga-tenaga ini memungkinkan kalkulasi kekuatan penggerak bersih (net driving pressure) untuk filtrasi.

Net driving pressure = [(Pc - Pi) - (pc -pi)]

Aliran cairan bersih sebanding dengan tekanan penggerak ini. Untuk mendapatkan persamaan untuk mengukur aliran cairan keluar dan kedalam lumen kapiler, perlu dipertimbangkan juga faktor-faktor tambahan:

Page 26: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

koefisien refleksi (reflection coefficient) Koefisien filtrasi (filtration coefficient) atau Kf

Tekanan hidrostatik makin menurun ke arah ujung venula dari kapiler, dan tekanan dorong akan berkurang (dan biasanya menjadi negatif). Sedang keempat daya Sterling lain tetap konstan di sepanjang kapiler.

Koefisien refleksi bisa dianggap sebagai faktor koreksi yang berlaku untuk gradien tekanan onkotik di dinding kapiler.

Sedikit kebocoran protein keluar dari dinding kapiler memiliki dua efek penting:

Tekanan onkotik interstisial lebih tinggi daripada seharusnya Tidak semua protein yang ada efektif dalam menahan air, sehingga

tekanan onkotik kapiler lebih rendah daripada tekanan onkotik yang diukur (begitupula halnya terdapat perbedaan antara osmolalitas dan tonisitas)

Kedua efek ini mengurangi gradien tekanan onkotik. Tekanan onkotik interstisial diperhitungkan karena nilainya dimasukkan dalam perhitungan gradien.

Koefisien refleksi (s) digunakan untuk mengkoreksi gradien yang diukur untuk memperhitungkan "tekanan onkotik efektif". Nilainya antara 0 dan 1. Sebagai contoh, CSF dan filtrat glomerulus memiliki konsentrasi protein sangat rendah dan koefisien refleksi untuk protein di dalam kapiler-kapiler ini mendekati 1. Protein melintasi dinding sinusoid hati relatif mudah dan konsentrasi protein dalam pembeluh getah bening hati sangat tinggi. Koefisien refleksi untuk protein di sinusoid rendah. Koefisien refleksi di kapiler paru berada di pertengahan: kira-kira 0.5.

Aliran bersih (net flux) yang disebabkan filtrasi melitasi dinding kapiler adalah proporsional terhadap daya dorong bersih (net driving pressure). Koefisien filtrasi (Kf) adalah kontanta proporsionalitas dalam persamaan Sterling.

Persamaan Sterling:

Aliran cairan netto = Kf x (Net Driving Pressure)

Aliran cairan netto = Kf x [(Pc - Pi) - Rc (Pc -pi) ]

di mana:

Kf adalah koefisien filtrasi

rc adalah koefisien refleksi.

Koefisien filtrasi terdiri ats dua komponen karena aliran cairan bersih tergantung pada:

Page 27: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Luas dinding kapiler dimana perpindahan terjadi Permerabilitas dinding kapiler terhadap air (Faktor permeabilitas ini

biasanya dinamakan "hydraulic conductivity"

Koefisien filtrasi adalah produk dari kedua komponen ini. Kf = Area x Hydraulic conductivity

Kapiler yang "bocor" (misal karena histamin) akan memiliki koefisien filtrasi yang tinggi. Kapiler glomerulus dianggap sangat "bocor" karena ini dperlukan untuk fungsinya. Koefisien filtrasi sangat tinggi.

Nilai Sterling forces di kapiler sistemik (mmHg)  Ujung arteriolar dari kapiler Ujung venula dari kapiler

Tekanan hidrostatik kapiler 25 10

Tekanan hidrostatik interstisial -6 -6

Tekanan Onkotik kapiler 26 26

Tekanan onkotik interstisial 5 5

Net driving pressure adalah kearah luar pada ujung arteriol dan ke arah dalam pada ujung venula dari kapiler. Perubahan ini disebabkan menurunnya tekanan kapiler di sepanjang kapiler (dari tinggi di ujung arteriol menjadi rendah di ujung venula)

Page 28: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Persamaan Sterling tidak bisa digunakan secara kuantitatif di klinik

Di klinik tidak mungkin kita mengetahui 6 parameter ini, sehingga kegunaannya tidak ada dalam perawatan pasien. Persamaan ini digunakan untuk menjelaskan observasi (misal menjelaskan edema karena hipoalbuminemia)

4.3. Glomerulus

Situasi di kapiler glomerulus sangat mencolok. Di tempat lain, kelebihan ultrafiltrasi bersih dari reabsorpsi adalah sekitar 2 sampai 4 liter per hari. Kelebihan ultrafiltrasi bersih di kapiler glomerulus dikenal sebagai laju filtrasi glomerulus (GFR) dan sebesar 180 liter/hari.

Situasi di glomerulus

Koefisien filtrasi tinggi (disebabkan oleh permeabilitas yang tinggi dan

Page 29: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

luas permukaan yang besar)

Koefisien refleksi tinggi: kira-kira 10 (yakni filtrat merupakan ultrafiltrat sejati karena kapiler glomerulus pada hakikatnya tidak permeabel terhadap protein (sehingga tekanan onkotik dalam filtrat adalah nol)

Tekanan hidrostatik dalam kapiler tinggi dan tidak berkurang banyak di sepanjang kapiler)

Karena pengeluaran air yang banyak dan membran tidak permeabel terhadap protein, tekanan onkotik dalam kapiler semakin lama semakin tinggi di sepanjang kapiler. (Tekanan onkotik yang bertambah ini penting dalam reabsorpsi dari tubulus proksimal ke kapiler peritubular).

Ada tekanan filtrasi bersih ke arah luar, yang sering sepanjang kapiler,

Nilai Sterling forces di kapiler glomerulus (mmHg)

 Ujung arteriol afferen dari kapiler

Ujung arteriol effere dari kapiler

Tekanan hidrostatik kapiler (PGC) 60 58

Tekanan hidrostatik di Kapsul Bowman (PBc)

15 15

Tekanan Onkotik kapiler (pGC) 21 33

Tekanan onkotik di kapsul Bowman (pBC)

0 0

Net Filtratiopn Pressure 24 10

Persamaan yang dibahas sebelumnya bisa disederhanakan sebagai berikut:

GFR = Kf x (PGC - PBC -pGC)

Tekanan di kapiler glomerulus dipengaruhi oleh keseimbangan antara konstriksi arteriol affere dan eferen.

 

4.4. Mikrosirkulasi paru

Pertukaran gas merupakan fungsi primer dari paru. Sirkulasi paru memindahkan darah paru untuk berdekatan dengan alveolus (pada sawar darah-gas) sehingga pertukaran gas dipermudah. Aliran yang terkait sangat besar karena aliran darah pulmoner setara dengan curah jantung. Pertukaran gas yang efisien dipermudah karena membran gas-darah tipis dengan luas permukaan besar.

Page 30: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Ciri-ciri penting dari mikrosirkulasi paru adalah: Kapiler paru (dan alveolus) memiliki dinding tipis yang meminimalkan

rintangan difusi Di dalam dinding alveolus, kapiler membentuk jaringan padat yang

dianggap mirip selaput tipis darah. Ini membuat luas permukaan kapiler besar.

Tekanan di sirkuit paru jauh lebih rendah dibanding sirkulasi sistemik, dan resistensi vaskular paru sangat rendah. Tekanan sekedar cukup untuk membasahi permukaan apex paru pada orang dewasa sehat dalam posisi tegak.

Persamaan Sterling bisa diterapkan untuk mikrosirkulasi paru sama halnya seperti jaringan kapiler lain

Nilai Sterling forces di kapiler paru(mmHg)

Tekanan hidrostatik kapiler(Pc) adalah 13 mmHg (ujung arteriol) sampai 6 mmHg (ujung venula) tetapi bisa bervariasi karena efek hidrostatik dari gravitasi, terutama pada posisi tegak.

Tekanan hidrostatik interstisial (Pi) - bervariasi tetapi kisaran mulai dari nol sampai sedikit negatif.

Tekanan onkotik kapiler = 25 mmHg (sama seperti kapiler sistemik)

Tekanan onkotik interstisial = 17 mmHg (ini taksiran menurut pengukuran pada pembuluh limfatik paru)

Page 31: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Gradien Tekanan Onkotik

Tekanan onkotik interstisial tinggi. Ini menunjukkan kebocoran protein bermakna (terutama albumin) melintasi dinding kapiler yang tipis pada keadaan normal. Koefisien refleksi diperkirakan sebesar 0.5

Dengan memandang nilai-nilai tipikal dan koefisien refleksi, bisa ditaksir bahwa gradien onkotik bersih adalah kecil, namun mengarah ke reabsorpsi.

Gradien Tekanan Hidrostatik

Kapiler paru disebut "intra-alveolar vessel" dan tekanan yang mengenai mereka adalah emndekati tekanan alveolar (yang memiliki nilai rata-rata nol). Namun, pengukuran tekanan sebenarnya di interstisium alveolus mendapatkan tekanan sedikit negatif (misal - 2 mmHg). Di dekat hilum, tekanan interstisial menjadi lebih negatif dan ini memudahkan cairan berpindah dari interstisium alveolus ke limfatik paru.

Tekanan hidrostatik kapiler bervariasi karena efek gravitasi. Pikirkan: Paru yang tegak pada dasarnya tersuspensi dalam bidang gravitasi, sehingga tekanan dalam pembuluh darah pada dasar paru lebih tinggi daripada di puncak paru. Selisih tekanan ini setara dengan kolom air statik dari dasar ke puncak. Jarak yang terlibat adalah kira-kira 30 cm, sehingga selisih tekanan adalah 30 cm H2O atau kira-kira 23 mmHg. Jika tekanan arteri pulmonalis 25, maka jelas bahwa tekanan itu hanya cukup untuk perfusi puncak paru yang tegak.

Sirkuit paru memiliki resistensi rendah dan kira-kira separuh dari resistensi ini disebabkan kapiler paru yang tidak memiliki otot polos. Tekanan hidrostatik kapiler cepat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan tekanan arteri pulmonalis dan tekanan atriuk kiri.

Efek keseluruhan

Keseimbangan tekanan-tekanan sterling pada paru umumnya memudahkan reabsorpsi . Ini dibuktikan oleh fakta klinis bahwa paru umumnya "kering" dan jelas harus memudahkan pertukaran gas. Pada kondisi normal, ada sedikit gerakan cairan bersih ke arah luar. Ini diperkirakan setara dengan laju aliran getah bening paru. Aliran biasanya kecil (misal 10 sampai 20 ml per menit) yaitu hanya 2% dari aliran darah pulmoner. Jadi, walaupun gradien tekanan hidrostatik bersih kearah luar dan koefisien refleksi tinggi membatasi keefektifan tekanan osmotik( yang membatasi gerakan cairan keluar kapiler), aliran getah bening yang rendah. Ini berarti keseimbangan daya-daya(forces) jelas untuk meminimalkan kehilangan cairan ke interstisium.

Luas permukaan dinding kapiler yang besar membantu pertukaran gas dan memudahkan filtrasi dari kapiler ke interstisial. Cairan interstisial bergerak ke arah hilum di sepanjang ruang di samping pembuluh darah dan jalan napas. Tekanan hidrostatik interstisial mungkin menjadi lebih negatif saat hilum didekati. Filtrat yang berlebih dialirkan oleh pembuluh limfatik paru. Aliran

Page 32: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

limfatik dipacu oleh kompresi eksternal yang ritmis selama siklus ventilasi dan adanya katup.

Persamaan Sterling tidak begitu berguna di klinik, karena tidak mungkin mengukur enam parameter. Apalagi, pengukuran tekanan hidrostatik interstisial dan tekanan onkotik serta koefisien refleksi tidak mungkin dilakukan. Yang bisa diketahui klinisi adalah kadar protein (sebagai indeks tekanan onkotik) dan nilai dari kateter arteri pulmonalis (tekanan baji sebagai taksiran tekanan atrium kiri dan tekanan vena pulmonalis rata-rata). Pemeriksaan klinis dan X-foto toraks jauh lebih berguna dalam menilai dan memantau edema paru.

Faktor-Faktor Pengaman untuk Mencegah Edema Paru

Untuk terjadinya edea paru, kelebihan cairan harus terlebih dulu menumpuk di interstisium (edema interstisial), kemudian harus berpindah ke alveolus (alveolar flooding). Paru relatif tidak mudah mengalami edema paru, karena da berbagai faktor:

Aliran getah bening yang meningkat: Filtrasi cairan yang bertambah menyebabkan meningkatnya aliran limfatik yang cenderung mengeringkan cairan dari interstisial

Penurunan tekanan onkotik interstisial (mekanisme oncotic buffering). Bila filtrasi meningkat, kehilangan albumin melalui filtrat menurun. Ini digabung dengan aliran limfatik yang meningkat akan membersihkan albumin dari interstisial, sehingga tekanan onkotik interstisial menurun. Perlindungan ini tidak bekerja jika membran kapiler rusak, misal oleh mediator-mediator pada sepsis.

Kelenturan(compliance) interstisial tinggi. Sejumlah besar cairan bisa berakumulasi dalam interstisium tanpa peninggian tekanan yang besar. Akhirnya, rongga interstisial menjadi penuh cairan, tekanan naik, dan alveolar flooding menyusul. Ini disebut "bathtub effect". Analoginya, bila bak mandi bisa memuat banyak air, tetapi sampai satu titik penuh, tiba-tiba terjadi tumpah.

Mekanisme pengamanan ini sangat efektif dalam mencegah edema paru yang terkait dengan peninggian tekanan hidrostatik. DIperkirakan, tekanan hidrostatik kapiler bisa naik tiga kali normal sebelum terjadi alveolar flooding (banjir di alveolus). Surfaktan juga membantu mencegah alveolar flooding.

4.5. Sawar Darah Otak

Page 33: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Dalam mempelajari hipotesis Sterling, biasanya dipikirkan kasus-kasus khusus yang penting dari glomerulus dan paru. Walaupun demikian, situasi dengan kapiler serebral sangat berbeda dan tampaknya jarang diperhatikan. Membran kapiler pada hampir seluruh tubuh bersifat permeabel terhadap zat terlarut (solute) BM rendah dalam darah tetapi agak kurang permeabel terhadap protein yang memiliki BM tinggi. Satu-satunya solute yang ada dan bisa memiliki daya osmotik di dinding kapiler adalah protein. Jadi tekanan onkotik plasma dan tekanan onkotik interstisial merupakan dua daya Sterling yang penting. Solute BM rendah mudah melintasi membran kapiler sehingga tidak memiliki efek osmotik di sel endotel kapiler.

Bagaimana perbedaan kapiler otak?

Perbedaan disebabkan oleh adanya sawar darah-otak.

Membran kapiler di kapiler serebral relatif tidak permeabel terhadap kebanyakan solute BM rendah yang ada di dalam darah (juga terhadap

protein plasma)

Ion Na+ dan Cl- merupakan solute terbanyak. Zat-zat ini memiliki efek osmotik di membran kapiler serebral (lokasi sawar darah-otak). Oleh karena itu, daya-daya (forces) Sterling di kapiler serebral adalah:

tekanan hidrostatik di kapiler serebral tekanan hidrostatik dalam CES otak (ICP = intracranial pressure) tekanan osmotik plasma

Page 34: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

tekanan osmotik dari CES otak

Perhatikan bahwa itu merupakan tekanan osmotik total, bukan tekanan onkotik. Tekanan onkotik sangat kecil dibandingkan tekanan osmotik yang dihasilkan solute-solute kecil di kapiler serebral. Kebocoran kecil dari solute BM rendah ini bisa diperhitungkan dengan koefisien refleksi seperti halnya protein plasma di jaringan kapiler. Peningkatan satu mOsm/kg dari gradien osmotik antara darah dan cairan interstisial otak akan menghasilkan daya 17 - 20 mmHg. Pada osmolalitas 287 mOsm/kg, maka tekanan osmotik total adalah kira-kira 5400 mmHg sebagaimana bisa dikalkulasi dengan persamaan van't hoff. Sebagai pembanding, tekanan onkotik plasma sebesar 25 mmHg... sangat kecil.

Oleh karena itu perubahan kecil sekalipun dalam tonisitas plasma akan memiliki efek mencolok pada volume cairan total di kompartemen intrakranial. Bukan hanya volume intrasel dari otak, melainkan juga volume CES otak yang berkurang oleh peningkatan osmolalitas plasma. Di jaringan tubuh lain, peningkatan osmolalitas plasma akan menambah volume interstisial, tetapi mengurangi volume CIS di jaringan tersebut.

Efek Peningkatan Osmolalitas Plasma TerhadapVolume Cairan Jaringan

  Volume ISF Volume CIS Volume Cairan Total

Otak Berkurang Berkurang SELALU berkurang

Jaringan lain Bertambah BerkurangTergantung pada keseimbangan antara ISF yang meningkat dan ICF yang menurun

Pemberian infus larutan hipertonik yang mengandung solute BM rendah (misal salin hipertonik, manitol atau urea) akan mengeringkan otak. Di kapiler jaringan tubuh lain, Larutan salin hipertonik (misal NaCl 3%) dan manitol juga efektif pada membran sel dan akan menyebabkan dehidrasi seluler dari semua sel tubuh. Sedangkan, Urea bisa menembus kebanyakan membran sel dan tidak memiliki aktivitas osmotik.

Gerak cairan melintasi membran kapiler adalah proporsional dengan gradien tekanan netto (sebagaimana dinyatakan dalam persamaan Sterling. Konstanta proporsionalitas pada persamaan ini adalah koefisien filtrasi dan nilainya merupakan ukuran dari mudahnya air melintasi membran. Sebagaimana dibahas sebelumnya, koefisien filtrasi adalah produk dari luas total dinding kapiler dan hydraulic conductivity. Hydraulic conductivity merupakan ukuran permeabilitas membran terhadap air. Dibandingkan dengan kapiler tubuh lainnya, hydraulic conductivity (yakni permeabilitas air) dari kapiler otak, jauh lebih rendah. Ini sangat mengurangi jumlah air yang hilang dari otak sebagai respon terhadap perubahan tonisitas plasma, dan ini sangat untung mengingat besarnya perubahan tekanan osmotik yang bisa terjadi akibat perubahan tonisitas hanya beberapa mOsm/kg. Koefisien filtrasi

Page 35: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

yang rendah ini perlu untuk mempertahankan volume intrakranial yang konstan.

Perhatikan perbedaan antara koefisien refleksi dan koefisien filtrasi.

Koefisien refleksi memberikan ukuran sebaik apa solute melintasi membran, sedangkan koefisien filtrasi (atau lebih tepat disebut hydraulic coductivity) memberikan ukuran sebaik apa pelarut (air) melintasi membran. Perbedaan ini penting dipertimbangkan dalam otak, karena kerusakan otak tidak perlu menghasilkan perubahan setara pada setiap koefisien di daerah kerusakan. Sebagai contoh, sering dikatakan bahwa larutan manitol hipertonik kurang efektif dalam mengurangi air di kawasan otak yang abnormal atau rusak (dibandingkan pada kawasan normal), namun ini tidak benar. Kawasan yang rusak mungkin memiliki koefisien refleksi lebih rendah untuk solute BM rendah sehingga sutau peningkatan gradien osmotik yang ditimbulkan manitol menjadi kurang efektif di kawasan ini. Tetapi, kawasan yang rusak juga memiliki hydraulic conductivity lebih tinggi dan air lebih mudah meninggalkan otak di kawasan ini. Efek bersihnya adalah kawasan otak yang rusak akan dikeringkan sebanyak (atau lebih) dari kawasan yang tidak rusak.

Kesimpulan

Sawar darah-otak tidak permeabel terhadap solute BM rendah, sehingga tekanan osmotik plasma (bukan tekanan onkotik plasma) adalah daya Sterling yang diperhitungkan di sini. Untuk alasan sama, tekanan osmotik dari interstisial otak juga merupakan daya Sterling (bukan tekanan onkotik cairan interstisial).

Koefisien refleksi yang ditimbulkan solute-solute ini digunakan sebagai pengganti koefisien refleksi untuk protein. Refleksi ini sangat tinggi untuk kebanyakan solute yang larut air ini.

Persamaan Sterling juga berubah karena alasan lain: hydraulic conductivity dari kapiler serebral jauh lebih rendah dari kapiler lain. Koefisien filtrasi rendah. Ini meminimalkan dehidrasi yang terjadi sebagai respon terhadap perubahan tonisitas plasma. Penerapan persamaan Sterling pada otak berbeda dari tempat lain di tubuh. Anehnya ini jarang diperhatikan, terutama relevansi klinisnya (misal penggunaan manitol hipertonik).

Akhirnya, karena prinsip Pascal, tekanan cairan interstisial di dalam otak sama dengan tekanan CSF (yakni tekanan intrakranial)

Kapiler otak memang merupakan "kasus istimewa" dari penerapan hipotesis Sterling.

Bab 5. Pengaturan Metabolisme Air

Page 36: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

5.1. Gambaran Umum

Unsur-Unsur dari Sistem Pengaturan Sederhana

Sistem kontrol dasar untuk mengatur fisiologi terdiri atas beberapa komponen:

Sensor -- Ini adalah reseptor yang memberi respon langsung atau tidak langsung terhadap perubahan variabel yang dikendalikan

Pusat Pengatur (Central Controller)-- Ini adalah komponen koordinasi dan integrasi yang menilai input dari sensor dan memprakarsai respon

Efektor -- Ini adalah komponen yang berupaya mengubah nilai variabel, secara langsung ataupun tidak langsung.

Agar sistem kontrol berfungsi efektif, harus terdapat lengkung tertutup (closed loop). Perubahan yang diitimbulkan oleh aksi efektor harus dideteksi oleh sensor. Pemantauan oleh sensor menyediakan umpan-balik (feedback) ke Pusat Pengatur. Jenis sistem ini diacu sebagai servo-control system.

Pada keadaan normal, kebanyakan asupan air melalui air yang ditelan (sebagai air, cairan atau pada makanan). Osmoreseptor yang sensitif menyesuaikan imbang air dengan perubahan-perubahan ekskresi air yang dimediasi oleh ADH dan perubahan asupan air yang dimediasi oleh rasa haus. Mekanisme pengaturan air ini sering diacu sebagai Thirst-ADH

Page 37: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

mechanism. Bagian-bagian berikut membahas komponen-komponen sistem pengaturan dengan lebih rinci.

5.2. Sensor

Sensor-sensor utama yang terlibat dalam pengaturan imbang air tubuh adalah:

Osmoreseptor Reseptor volume (Baroreseptor tekanan rendah) Baroreseptor tekanan tinggi

Osmoreseptor

Osmoreseptor adalah sel-sel khusus di hipotalamus yang memberi respon terhadap perubahan-perubahan dalam tonisitas ekstraseluler.

Page 38: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Mekanisme tepat tidak diketahui,namun ada kemungkinan perubahan-perubahan dalam volume sel mempengaruhi konsentrasi molekul intrasl tertentu yang penting, serta mempengaruhi aktivitas saluran ion di membran sel.

Karena Na+ (dan anion obligatnya, Cl- , HCO3- & protein-) membentuk 92%

tonisitas CES, reseptor-reseptor ini (selama fisiologi normal) berfungsi memantau [Na+] ekstraseluler. Osmoreseptor ini pernah disebut sebagai "osmo-sodium receptor". Ini tidak tepat karena variabel yang disensor langsung adalah tonisitas dan ini bisa berubah tanpa tergantung [Na+] pada situasi non-fisiologis (misal infus manitol); tetapi hampir pada semua kondisi fisiologis ini bisa dianggap benar.

Osmoreseptor bersifat sangat sensitif

Osmoreseptor memberi respon terhadap perubahan sekecil 1 sampai 2% peningkatan tonisitas. Asupan air bisa sangat bervariasi, namun osmolalitas plasma bervariasi hanya satu sampai dua persen karena sistem kontrol yang efisien dan kuat, digabung dengan osmoreseptor ini.

Reseptor-reseptor ini memantau "imbang air" secara tidak langsung karena mereka memandang efek kelebihan atau defisit air berdasarkan efek tersebut terhadap tonisitas. Ini bisa menimbulkan masalah jika air CES dan solute naik bersamaan sehingga [Na+] dan tonisitas tetap konstan. Inilah yang terjadi pada pemberian infus intravena dari normal salin (yakni ekspansi isotonik dari CES). Untung, tubuh memiliki beberapa mekanisme yang mengenali perubahan dalam volume intravaskular. Ini adalah peran dari baroreseptor.

Perhatikan bahwa osmoreseptor efektif dalam merespon [Na+] ekstraseluler, dan ini juga merupakan faktor yang efektif mengendalikan distribusi air antara CIS dan CES. Jadi, [Na+] ekstraseluler menyetel volume CES dan mengendalikan penyebaran air tubuh. Oleh karena itu [Na+] CES merupakan monitor efektif dari air tubuh total.

Baroreseptor

Volume intravaskular efektif bisa dinilai secara independen oleh baroreseptor tekanan rendah (volume receptor), yang juga memberi input ke hipotalamus. Volume reseptor ini terdapat pada atrium kanan dan vena besar, serta member respon terhadap tekanan intramural di dinding pembuluh darah tersebut.

Baroreseptor kurang sensitif (tetapi lebih kuat) daripada osmoreseptor

Ambang reseptor volume untuk menyebabkan perubahan dalam sekresi ADH adalah perubahan volume darah sebesar 8 sampai 10%. Namun, bila dirangsang baroreseptor menyebabkan kadar ADH jauh lebih tinggi daripada yang terlihat degan stimulasi osmoreseptor.

Page 39: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Hipovolemia adalah stimulus yang lebih kuat untuk pelepasan ADH dibandingkan dengan hiperosmolalitas. Rangsang pelepasan ADH oleh hipovolemia akan melampaui penghambatan hipotonik dan volume akan disimpan dengan mengesampingkan tonisitas. Kadar maksimum ADH yang dicapai oleh deplesi volume bermakna (misal sebesar 20%) adalah kira-kira 40 pg/ml. Ini lebih besar dibandingkan 12 - 15 pg/ml yang dicapai dengan peningkatan osmolalitas.

Baroreseptor tekanan tinggi memberi input ke hipotalamus via lintasan adrenergik

Baroreseptor ini berlokasi di sinus karotis dan memberi respon terhadap perubahan MAP (mean arterial pressure). Input ke hipotalamus dari reseptor volume dan baroreseptor tekanan tinggi jarang konflik karena hipovolemia cenderung menyebabkan hipotensi (dan sebaliknya).

Stimulus non-osmotik lain

Di samping perubahan volume intravaskular, ada lagi faktor-faktor non-osmotik yang mempengaruhi sekresi ADH. Ini termasuk input dari pusat-pusat di otak yang lebih tinggi dan berbagai jenis obat.

5.3. Pengaturan Sentral (Central Cotroller)

Pusat Pengatur (Central Controller) untuk homeostasis air adalah hipotalamus tetapi tak ada "pusat" anatomis tunggal yang berepran untuk menghasilkan respon terpadu terhadap perubahan-perubahan dalam keseimbangan air. Banyak lintasan yang saling berhubungan dengan berbagai pusat atau kawasan di hipotalamus. Osmoreseptor terletak di

Page 40: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

kawasan yang dikenal sebagai AV3V (anteroventral 3rd ventricle). Lesi-lesi di kawasan AV3V pada tikus menyebabkan adipsia akut.

Pusat haus terletak di hipotalamus lateral. Pusat ini menerima input dari osmoreseptor di kawasan AV3V dan dari organ suformical dan organum vasculosum dari lamina terminalis (OVLT) yang merupakan tempat kerja untuk angiotensin II. OVLT terdapat di kawasan AV3V.

ADH (antidiuretic hormone) dibentuk terutama di neuron supraoptik dan nukleus paraventrikular. Inti-inti ini menerima input dari osmoreseptor dan juga dari lintasan adrenergik asenden dari baroreseptor tekanan rendah dan baroreseptor tekanan tinggi. Baru-baru ini Aquaporin A telah diidentifikasi pada sel-sel di hipotalamus, khususnya di neukleus paraventrikular dan supraoptik.

Bagian-bagian penting dari hipotalamus yang terlibat dalam imbang air adalah:

Osmoreseptor Pusat haus OVLT dan SFO atau subfornical organ (merespon terhadap

angiotensin II) Nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikular (untuk sintesis ADH)

5.4. Mekanisme Efektor

Mekanisme efektor adalah:

Haus ADH (Antidiuretic hormone)

Kontrol Asupan Air : Haus

Haus adalah mekanisme untuk menyesuaikan asupan air melalui GIT

Kontrol Keluaran Air : ADH dan Ginjal

ADH menyesuaikan keluaran air melalui ginjal. ADH sering dinamakan "Vasopressin". Istilah ini diartikan sebagai sifat vasokonstriksi pada dosis besar hormon

Haus dan ADH keduanya bisa meningkat bila air dibutuhkan tubuh. Hasil fisiologisnya adalah memperbaiki defisit air. Mekanisme efektor ini dibahas pada 2 bagian berikut. Seluruh sistem untuk pengaturan homeostasis air ini sering diacu sebagai " the thirst-ADH mechanism" walaupun ini hanya mengacu pada bagian efektor dari sistem kontrol.

5.5 Haus

Page 41: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Haus adalah dorongan fisiologis untuk minum air. Dari kajian-kajian diketahui bila subyek melaporkan sensasi hasrat yang disadari untuk minum. Pada kondisi normal, kebanyakan asupan air tidak disebabkan haus tetapi oleh faktor sosial dan kultural (minum sesudah makan atau iistirahat kerja, air dalam makanan). Haus memberikan dukungan untuk faktor-faktor perilaku ini dan terhadap respon ADH. Haus dan mekanisme ADH diatur di hipotalamus. Asupan air dianggap terdiri atas dua komponen: komponen regulatorik (karena haus) dan komponen non-regulatorik (semua asupan cair lainnya)

Rangsang terhadap Haus

4 rangsang utama untuk haus adalah:

Hipertonisitas. Dehidrasi sel bekerja melalui mekanisme osmoreseptor di hipotalamus

Hipovolemia: Volume renda dideteksi oleh baroresptor tekanan rendah di vena besar dan atrium kanan.

Hipotensi: Baroreseptor tekanan tinggi di sinus carotis dan aorta menyediakan sensor untuk input ini.

Angiotensin II: Ini dihasilkan akibat pelepasan renin oleh ginjal (misal sebagai respon terhadap hipotensi renal).

Ada bukti kuat untuk peran suatu oktapeptida Angiotensin II dalam fisiologi haus: Angiotensin II adalah perangsang haus (dipsogen) yang kuat. Kerjanya dimediasi melalui efek angiotensin II pada reseptor spesifik yang terletak di organ SFO (subfornical organ) dan organum vasculosum of the lamina terminalis (OVLT). Baik SFO dan OVLT adalah organ di sekitar ventrikel (circumventricular organs). Mereka terletak di luar sawar darah-otak sehingga memungkinkan zat-zat hematogen (dalam hal ini angiotensin II) mempengaruhi neuron. Lintasan saraf dari SFO ke hipotalamus menggunakan angiotensin II sebagai neurotransmitter. Lintasan saraf asenden yang berasal dari baroresptor tekanan rendah dan tinggi memasuki daerah yang sama di hipotalamus. Hipovolemia dan hipotensi adalah fasilitator untuk terjadinya haus.

Tidak diketahui apakah osmoreseptor yang merangsang haus itu sama atau berbeda dari osmoreseptor yang merangsang pelepasan ADH, namun semuanya terdapat dikawasan hipotalamus yang sama. Ambang osmotik untuk haus bisa disetel lebih tinggi daripada untuk pelepasan ADH, namun hal ini disanggah. Jika demikian halnya, ada kesan bahwa haus memberikan dukungan pada situasi-situasi di mana perubahan tonisitas plasma tidak dikoreksi hanya dengan perubahan ADH. Haus dan ADH saling terkait di hipotalamus melalui sambungan saraf antara kedua daerah tersebut.

Hasil

Haus menyebabkan subyek minum. Ini merupakan pertahanan kuat terhadap hiperosmolalitas. Selama minum tidak dibatasi dan seseorang sanggup minum, maka hiperosmolalitas yang bermakna tidak akan berkembang. Sebagai contoh, pasien usia lanjut dengan hiperglikemia non-ketotik, tidak

Page 42: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

menjadi hiperosmolar secara bermakna, kecuali asupan air dibatasi untuk alasan tertentu.

Minum merangsang mekanoreseptor di mulut dan faring. Reseptor-reseptor tepi ini menyediakan input ke hipotalamus dan sensasi haus mereda. Ini terjadi bahkan sebelum tonisitas plasma menurun. Ini merupakan pelindung terhadap over-ingesti air, karena ada penundaan yang tak terhindarkan sebelum air yang ditelan diserap dan siap untuk menurunkan osmolalitas plasma.

5.6 ADH di Hipotalamus dan Hipofisis Posterior

ADH disintesis di hipotalamus dan ditranspor ke hipofisis posterior.

ADH adalah suatu nonapeptida yang dibuat di nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikular dan beberapa daerah lain dari hipotalamus. Peran utamanya adalah pengaturan imbang air melalui efeknya pada ginjal. ADH dikenal juga sebagai vasopressin karena respon vasopressor terhadap dosis farmakologis hormon ini. Manusia dan kebanyakan hewan memiliki vasopressin arginin, tetapi pada babi, arginin digantikan oleh lisin.

ADH diproduksi dari protein prekursor yang jauh lebih besar (prepropresso-physin). Gen untuk prekursor ini terletak pada kromosom 20 dan terkait erat dengan gen oksitosin. Gen-gen ini mungkin berasal dari suatu gen ansestral akibat duplikasi gen kira-kira 350 juta tahun yang lalu. Protein prekursor ADH mengandung rangkaian untuk tiga peptida terpisah. Selama menuruni akson saraf ke hipofisis posterior ketiga peptida ini memisah menjadi ADH, neurophysin dan suatu glikopeptida. Peran kedua peptida terakhir belum jelas, namun neurophysin mungkin berperan sebagai pembawa atau protein pengikat di dalam granul-granul ini.

Granul-granul sekretorik yang mengandung ADH dan neurophysin bergerak menuruni akson (axonal transport) ke ujung saraf di hipofisis posterior. Dari sini, granul disekresi ke sirkulasi sistemik melalui proses eksositosis (memerlukan kalsium).

ADH intravaskular memiliki waktu paruh hanya sekitar 15 menit, dan cepat dimetabolisme di dalam hati dan ginjal menjadi produk tidak aktif.

Kerja ADH pada Ginjal

ADH bekerja pada reseptor di membran basolateral sel-sel pada duktus koligentes(collecting duct) di korteks dan medula, dan BUKAN pada membran apikal (atau luminal). Membran-membran ini memiliki sifat berbeda. Membran apikal dari sel-sel ini tidak permeabel terhadap air bila tidak ada ADH. Sebaliknya membran basolateral selalu permeabel terhadap air.

Page 43: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

ADH memulai aksi fisiologisnya dengan bergabung dengan reseptor spesifik. Ada dua jenis reseptor vasopressin: V1 dan V2. Reseptor V1 terletak di pembuluh darah dan berperan untuk aksi vasopresor.

Reseptor V2 berada pada membran basolateral dari duktus koligentes ginjal. Berbagai agonis dan antagonis pada reseptor-reseptor ini telah dikembangkan oleh para peneliti. Desamino-d-arginine vasopressin (dDAVP) adalah agonis V2 sintetik yang digunakan di klinik dalam pengobatan diabetes insipidus.

Aksi pada reseptor V2 mengaktifkan adenilat siklase untuk membentuk siklik AMP (cAMP= messenger kedua). cAMP mencetuskan serangkaian peristiwa yang menyebabkan vesikel spesifik di dalam sitoplasma bergerak dan menyatu dengan membran apikal. Vesikel-vesikel ini mengandung saluran air (aquaporin 2) yang sekarang diselipkan ke membran apikal (yakni luminal), sehingga membuat membran apikal(luminal) menjadi permeabel terhadap air.

Efek Aldosteron tanpa ADH di duktus koligentes. Membran luminal (apikal) tidak permeabel terhadap air tanpa adanya ADH. Perhatikan pompa Na-K-ATP ase di membran basalis, menukar 3 molekul ke intestisial dengan 2 molekul K ke arah lumen.

Page 44: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Efek Aldosteron dengan ADH di duktus koligentes. Membran luminal (apikal) menjadi permeabel terhadap air karena saluran air (aquaporin 2) diselipkan pada membran luminal (apikal).

Air bergerak ke dalam sel melalui saluran-saluran ini sebagai respon terhadap gradien osmotik. Kemudian air masuk ke sirkulasi dengan melintasi membran basolateral. Membran basolateral selalu permeabel terhadap air, sedangkan membran apikal bersifat permeabel hanya bila saluran air diselipkan. Bila kadar cAMP intraseluler menurun, saluran air lepas dari membran dan berubah bentuk lagi sebagai vesikel.

Siklus penyelipan (insersi) saluran air dan kemudian pelepasan dari membran luminal diacu sebagai vesicular trafficking, dan ini merupakan mediator akhir dari permeabilitas air yang bergantung pada ADH di duktus koligentes.

Page 45: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Aquaporin 3 & 4 adalah saluran air yang berlokasi di membran basolateral. Permeabilitasnya terhadap air tidak diubah oleh aksi ADH dan keberadaannya berarti membran basilar terus-menerus permeabel terhadap air.

Temuan-temuan lain yang menarik di bidang ini adalah:

Diuretik merkuri berikatan dengan titik spesifik pada aquaporin 2 dan menghambat reabsorpsi air. Ini merupakan mekanisme kerja diuretik

Bentuk autosomal dominan dari diebets insipidus nefrogenik disebabkan mutasi pada gen aquaporin 2

Bentuk X-linked dari diabetes nefrogenik disebabkan oleh mutasi pada gen untuk reseptor vasopressin V2 (gen reseptor ini berada pada kromosom X)

Lithium menyebabkan regulasi-kebawah yang mencolok dari ekspresi aquaporin 2 dan menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik yang akuisita.

Efek global terhadap Ginjal

Bila tidak ada ADH, membran apikal dari duktus koligentes memiliki permeabilitas sangat rendah terhadap air. Sejumlah besar urin hipotonik diproduksi. Sampai 12% beban filtrasi 180 L/hari diekskresi (volume urin sampai 23 liter/hari).

Jika ada ADH, sel jauh lebih permeabel terhadap air. Pada kadar ADH maksimal, kurang dari 1% air filtrasi diekskresi (volume urin 500 ml/hari)

Lengkung umpan-balik: Reabsorpsi air mengurangi [Na+'] dan ini didteksi oleh osoreseptor di hipotalamus. Ini memungkinkan kontrol umpan-balik yang sensitif terhadap sekresi ADH. (Aquaporin 4 ditemukan pada sel-sel pusat haus di hipotalamus dan mungkin terlibat dala mekanisme yang memantau tonisitas plasma)

5.7 Osmoreseptor dan Ginjal

Peran osmoreseptor hipotalamus dalam pengaturan homeostasis air telah diukur secara eksperimental dan aspek-aspek kuantitatif dari fungsinya dibahas di sini.

Di bawah osmolalitas 280 mOsm/L, kadar ADH sangat rendah Kurve mulai naik tajam dan linier pada osmolalitas di atas 280

mOsm/L.

Nilai 280 mOsm/L adalah nilai ambang (atau set point) dari osmoreseptor.

[ADH] = 0.38 x (POsm - 280)

Page 46: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Di mana: [ADH] adalah konsentrasi ADH dan POsm adalah osmolalitas plasma.

Kepekaan adalah 0.38 pg ADH/ml per mOsm/kg. [ADH] akan meningkat sebesar 0.38 pg/ml untuk setiap kenaikan 1 mOsm/kg osmolalitas plasma. Kepekaan osmoreseptor bisa dinilai lebih baik jika ini dinyatakan sebagai berikut: Setiap peningkatan osmolalitas plasma sebesar 1% ( 2.9 mOsm/kg) akan meningkatkan kadar [ADH] sebesar 1 pg/mL. Peningkatan ini memiliki efek bermakna terhadap osmolalitas urin.

Langkah berikutnya adalah memperhitungkan hubungan antara [ADH] dan osmolalitas urin. Saat [ADH] meningkat efek antidiuretik bertambah dan osmolalitas urin naik sampai batas yang disesuaikan oleh kemampuan pemekatan maksimal ginjal. Untuk dewasa muda, osmolalitas urin maksimum berkisar antara 1200 sampai 1400 mOsm/kg.

UOsm = 250x ( [ADH] - 0.25)

di mana: [ADH] adalah konsnetrasi ADH plasma, dan UOSm adalah osmolalitas urin.

250 adalah kepekaan mekanisme ginjal yang merespon terhadap ADH. Ambang [ADH] adalah 0.25 pg/mL. Dengan kata lain: Setiap peningkatan [ADH] 1 pg/mL akan menyebabkan osmolalitas urin meningkat sebesar 250 mOsm/kg. Respon ginjal sangat sensitif.

Kepekaan sistem ini dalam mengendalikan osmolalitas plasma dan imbang air dapat disebut sebagai keuntungan dari sistem. Keuntungan besar karena ada mekanisme yang peka terhadap perubahan osmolalitas plasma yang digabung dengan mekanisme sensitif untuk mengubah osmolalitas urin sebagai respon terhadap perubahan [ADH].

Kepekaan osmoreseptor (0.38) adalah sedemikian rupa sehingga kenaikan osmolalitas sebesar 2.63 mOsm/kg (yakni 1/0.38) akan mengakibatkan kenaikan 1 pg/mL dari [ADH].. Kepekaan respon ginjal adalah 250.

Dengan demikian setiap peningkatan osmolalitas plasma sebesar 1 mOsm/kg akan menghasilkan kenaikan osmolalitas urin sebesar = 250 : 2.63 = 95 mOsm/kg.

Ingat dua batasan pada sistem ini:

Ambang osmoreseptor adalah 280 mOsm/kg Pemekatan urin maksimum oleh ginjal (1200 - 1400 mOsm/kg pada

dewasa muda)

[ADH] pada ambang osoreseptor adalah 0.5 pg/mL. [ADH] pada konsentrasi urin maksimum adalah 5 pg/mL. Osmolalitas plasma pada orang dewasa sehat adalah rata-rata 287 mOsm/kg dan ini diasosiasikan dengan [ADH] sebesar 2 sampai 2.5 pg/mL.

Page 47: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Antidiuresis maksimal terjadi pada osmolalitas plasma 294 mOsm/kg. Ini adalah osmolalitas rata-rata di mana mekanisme haus diaktifkan. Ini melukiskan interaksi antara ADH dan mekanisme haus untuk pengaturan imbang air. Ambang haus untuk rangsang osmotik memiliki set point lebih tinggi daripada untuk pelepasan ADH; oleh sebagian ahli haus dianggap sebagai mekanisme pendukung jika perubahan ADH tidak memadai untuk memelihara osmolalitas.

Pada ambang osmoreseptor (280 mOsm/kg), [ADH] lebih kecil dari 0.5 pg/ml dan osmolalitas urin berada pada nilai minimum. Rumus ini meramalkan osmolalitas urin minimal sekitar 60 mOsm/kg {yakni 250 x (0.5-0.25)} jika[ADH basal 0.5 pg/mL. Osmolalitas urin minimum pada dewasa muda berkisar antara 40 sampai 100 mOsm/kg.

Untuk mengekskresi beban solute harian sebesar 600 mOsm pada osmolalitas urin minimum 60 mOsm/kg membutuhkan volume urin sebanyak 10 liter (lebih dari 400 ml/hari). Kepentingan dari ini dalah produksi urin bisa meningkat sebanyak itu bila [ADH] rendah. Oleh karena itu, hiponatremia hipotonik tidak bisa menetap, jika kemampuan ginjal mengekskresi urin normal.

Respon osmoreseptor bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor lain:

Volume intravaskular Laju perubahan osmolalitas Jenis solute (zat terlarut) yang ada dalam darah

Respon osmoreseptor bersifat agak rate-dependent: peninggian cepat dari osmolalitas plasma akan menghasilkan peningkatan [ADH] jauh lebih tinggi pada permulaannya, dibandingkan jika kenaikan osmolalitas plasma perlahan-lahan. Efek ini lebih jelas jika osmolalitas plasma meningkat dengan laju > 2% per jam.

Beberapa zat terlarut (solute) dalam darah tidak begitu efektif dalam merangsang osmoreseptor. Natrium dan pasangan anionnya memberi kontribusi 92% dari tonisitas plasma. Jadi pada kondisi normal, osmoreseptor merespon terhadap perubahan konsentrasi natrium. Glukosa dan urea juga memberi kontribusi terhadap osmolalitas plasma, namun keduanya mudah menembus membran sel dan merupakan solute yang 'tidak efektif' memberikan kontribusi terhadap tonisitas plasma. Peningkatan kadar urea bisa memiliki efek mencolok pada osmolalitas plasma tetapi tidak terhadap tonisitas darah, sehingga tidak mempengaruhi [ADH]. Osmoreseptor mendeteksi tonisitas darah tetapi bukan osmolalitas darah. Jika da insulin, glukosa bisa memasukiu sel osmoreseptor dan merupakan osmol yang tidak efektif. Pada kasus hiperglikemia karena defisiensi insulin, glukosa tidak memasuki sel jadi sekarang ia efektif mengubah tonisitas plasma dan bisa menyebabkan pelepasan ADH.

5.8 Interaksi antara Pengaturan Volume dan Osmolalitas

Page 48: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Perubahan volume darah atau tekanan darah memiliki efek penting terhadap fungsi osmoreseptor. Ambang dan kepekaan osmoreseptor keduanya bisa berubah. Secara umum, perubahan terjadi sedemikian rupa, sehingga cenderung memperbaiki gangguan (tentu saja bila ginjal bisa merespon terhadap perubahan [ADH]). Eksperimen pada manusia memperlihatkan bahwa perubahan-perubahan volume darah tidak menimbulkan efek sampai perubahan tersebut mencapai sebesar 7 sampai 10%. Perubahan-perubahan dalam tekanan darah memiliki efek serupa. Ini diduga dideteksi melalui mekanisme baroreseptor karotis.

Hipovolemia meningkatkan respon ADH terhadap osmolalitas tertentu. Ini menyebabkan retensi air oleh ginjal untuk membantu mengoreksi hipovolemia, tetapi ini terjadi dengan mempertahankan osmolalitas normal plasma. Hipovolemia mengganggu ekskresi air dan cenderung menyebabkan hiponatremia hipotonik.

5.9 Penanganan Air oleh Ginjal

Ada mekanisme renal lainnya yang bisa memiliki efek penting terhadap ekskresi air dan mekanisme ini bekerja tanpa tergantung pada sistem efektor Haus-ADH. Ini adalah mekanisme efektor tambahan yang penting dan semuanya bekerja mengubah ekskresi air dan natrium melalui ginjal.

Mekanisme tambahan utama yang bekerja di tingkat ginjal antara lain:

Keseimbangan glomerulus Autoregulasi Sistem kontrol Tekanan-Volume Intrinsik Peptida natriuretik

Keseimbangan Glomerulus

Keseimbangan glomerulus adalah mekanisme renal yang betul-betul bersifat lokal. Tubulus proksimal cenderung menyerap suatu proporsi konstan dari filtrat glomerulus. Efek ini adalah untuk meminimalkan efek perubahan GFR terhadap ekskresi natrium dan air.

Bagaimana mekanisme ini bekerja? Ini tidak dipahami lengkap, tetapi mungkin ada beberapa faktor terlibat. Perubahan-perubahan dalam tekanan onkotik sangat penting. Perubahan tekanan hidrostatik dan pengangkutan solute ke tubulus proksimal mungkin terlibat.

Bila GFR meningkat, konsentrasi protein (& tekanan onkotik) pada arteriol eferen segera meningkat sehingga menyebabkan tekanan onkotik di kapiler peritubular meningkat. Ini menghasilkan bertambahnya gradien yang lebih memihak ke reabsorpsi dan melawan ("mengimbangi") efek GFR yang meningkat terhadap volume cairan yang meninggalkan tubulus proksimal. Ini adalah mekansime autoregulasi yang bekerja lokal. Pengaruhnya adalah terhadap ekskresi air, jika tekanan onkotik plasma merendah

Page 49: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Autoregulasi Aliran Darah Ginjal

Autoegulasi aliran darah ginjal adalah mekanisme lokal lain yang mempengaruhi ekskresi air. Jika tekanan perfusi ginjal meningkat, arteriol aferen mengalami vasokonstriksi sehingga aliran plasma ke ginjal (RPF) dan GFR dipelihara konstan. Mekanisme autoregulasi tekanan ini tidak dipahami, tetapi mungkin disebabkan respon miogenik lokal (yakni otot polos arteriol aferen dapat merespon terhadap regangan yang bertambah, dengan cara berkontraksi dan meningkatkan resistensi arteriol aferen).

RPF dan GFR diautoregulasi dan dijaga konstan untuk meminimalkan efek perubahan tekanan darah terhadap keluaran urin. Walaupun demikian, aliran urin tidak diautoregulasi. Peninggian tekanan darah akan menyebabkan meningkatnya aliran urin walaupun GFR dipengaruhi sedikit. Mengapa demikian? Peningkatan GFR kecil tetapi masih bisa menghasilkan peningkatan aliran urin, walaupun efek peninggian GFR diibangi oleh mekanisme glomerulotubular. Mekanisme lokal ini penting dalam menjaga volume intravaskular. Tekanan darah yang berubah juga akan mempengaruhi sekresi ADH melalui input baroreseptor karotis dan ini akan mempengaruhi ekskresi air dengan arah sama seperti mekanisme lokal di ginjal

5.10 Kesimpulan

Page 50: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Ginjal merupakan organ terpenting dalam pengaturan imbang air di dalam tubuh. Pada keadaan normal, osmoreseptor yang sensitif di hipotalamus mendeteksi setiap perubahan dalam tonisitas ekstraseluler dan merespon dengan mengubah sekresi ADH dari hipofisis posterior. Reseptor volume jauh kurang sensitif, dan sebenarnya berfungsi sebagai sensor pendukung. Kebanyakan asupan air tidak disebabkan oleh haus. Mekanisme haus berfungsi sebagai mekanisme efektor pendukung.

Ginjal adalah organ efektor untuk homeostasis air tubuh

Laju filtrasi glomerulus (GFR) sangat besar (180 L/hari) dibandingkan dengan jumlah urin. Kebanyakan air di dalam filtrat diserap kembali oleh proses renal yang tidak tergantung pada kerja ADH.

Pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus

Jenis Pengaturan Stimulus UtamaMekanisme dan Tempat Kerja

Efek terhadap GFR

Autoregulasi Ginjal   

Mekanisme miogenik

Peregangan serabut otot polos dinding arteriol aferen karena peninggian tekanan darah

Serabut otot polos yang teregang berkontraksi, sehingga menyempitkan lumen arteriol aferen

Mengurangi

Tubuloglomerular feedback

Transpor cepat ion Na dan Cl ke makula densa karena tekanan darah sistemik meninggi

Bekurangnya pelepasan nitric oxide (NO) oleh aparatus juxtaglomerulus menyebabkan konstriksi arteriol aferen

Mengurangi

Regulasi sarafPeningkatan aktivtas simpatis ginjal melepaskan epinefrin

Konstriksi arteriol aferen melalui aktivasi reseptor alfa-1 dan meningkatkan pelepasan renin

Mengurangi

Regulasi hormonal

Angiotensin II

Penurunan volume darah atau tekanan darah merangsang produksi angiotensin II

Konstriksi arteriol aferen dan arteriol eferen

Mengurangi

Atrial natriuretic peptide (ANP)

Peregangan atrium jantung merangsang sekresi ANP

Relaksasi sel mesangial dalam glomerulus meningkatkan luas permukaan kapiler yang tersedia untuk filtrasi

Meningkatkan

Zat-Zat yang Menjalani Filtrasi. Reabsorpsi dan Eskresi dalam Urin

ZatFiltrasi * (memasuki kapsul Bowman per hari)

Reabsorpsi(kembali ke sirkulasi darah per hari

Urin (ekskresi per hari

Air 180 liter 178-179 liter 1-2 liter

Protein 2.0 g 1.9 g 0.1 g

Page 51: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Ion natrium (Na+)579 g 575 g  4 g

Ion klorida (Cl-)640 g 633.7 g 6.3 g

Ion bikarbonat (HCO3-) 275 g 275 g 0.03 g

Glukosa 162 g 162 g 0 g

Urea 54 g 24 g 30 g

Ion kalium (K+) 29.6 g 29.6 g 2 g

Asam urat 8.5 g 7.7 g 0.8 g

Kreatinin 1.6 g 0 g 1.7 g

* Dengan asumsi GFR 180 liter per hari. Di samping mengalami filtrasi danm reabsorpsi, urea juga disekresi. Setelah hampir semua K diserap kembali di tubulus proksimal dan lengkung Henle, sejumlah K disekresi oleh principal cell di duktus koligentes.

Referensi:

Tortora & Grabowski Principles of Anatomy & Physiology. John Wiley & Sons. Inc 10th edition p. 964.

Bab 6. Pengaturan Volume Kompartemen

6.1 Definisi

Osmosis diartikan sebagai aliran air melintasi membran ke tempat yang memiliki konsentrasi zat terlarut (solute) lebih tinggi, sedangkan membran tidak permeabel terhadap solute tersebut.

Semua kompartemen cairan tubuh adalah isotonik karena gerakan air melintasi membran terjadi dengan cepat dan mudah. Distribusi air yang dihasilkan antara kompartemen pada hakikatnya adalah gerakan air melintasi membran.

Apa yang menentukan distribusi air tubuh total di antara CIS dan CES?

Untuk sementara dianggap bahwa sel memiliki jumlah zat terlarut (solute) yang konstan yang memberikan tonisitas tertentu ke Cairan intraseluler (CIS). Air mudah menembus membran sel, jadi:

Tonisitas intraseluler harus selalau sama dengan tonisitas CES.

Jika kadar solute konstan maka tonisitas CES (yang dapat bervariasi) menentukan berapa banyak air akan memasuki sel. Air memasuki sel sampai

Page 52: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

gradien osmolar hilang (tidak ada perbedaan osmol antara CIS dan CES). Tonisitas ekstraseluler menentukan distribusi relatif dari total air tubuh antara CIS dan CES. Jika tonisitas CES meningkat, maka air akan bergerak keluar sel dan volume ekstraseluler akan bertambah dengan "mengorbankan" volume intraseluler. Ini merupakan dasar dari penggunaan infus hipertonik seperti manitol 20% untuk mengurangi volume intraseluler: efek ini akan terjadi pada semua sel, namun organ sasaran biasanya otak. Jika tonisitas CES menurun, maka berlaku situasi sebaliknya.

Apa yang menentukan tonisitas CES? Na+ dan anion pasangannya memberi kontribusi 92% dari tonisitas CES. Na+ merupakan osmol efektif pada membran sel karena permeabilitas membran yang rendah terhadapnya serta adanya pompa natrium yang bersama-sama "mengusir" Na+ dari CIS. Volume relatif (yakni distribusi) air antara CIS dan CES bisa dianggap ditentukan oleh Na+ ekstraseluler.

Oleh karena itu, jika kandungan solute intraseluler konstan, maka:

Distribusi air tubuh antara CES dan CIS ditentukan oleh [Na+] CES

Sebagai contoh, jika [Na+ ] meningkat (pada jumlah air tubuh yang konstan), maka volume CES bertambah (dan volume CIS berkurang dalam jumlah sama)

Apa yang menentukan distribusi CES antara intravaskular dan interstisial?

Membran kapiler adalah membran semipermeabel yang relevan di sini. Air dan elektrolit semuanya bisa menembus membran ini. Semua elektrolit dan spesies molekul ayng lebih kecil tidak efektif dalam menimbulkan daya osmosis pada membran ini.

Plasma mengandung sedikit partikel dengan berat molekul besar (koloid, terutama protein) yang memberi kontribusi hanya kira-kira 0.5 % dari osmolalitas total plasma. Protein-protein ini memiliki permeabilitas yang sangat terbatas melintasi membran kapiler. Karena protein merupakan satu-satunya senyawa yang bisa menimbulkan daya osmotik di membran kapiler, protein berperan dalam mengusahakan seluruh daya osmotik pada membran ini. Fakta bahwa konsentrasi protein ISF (interstitial fluid) lebih rendah berarti ada gradien osmotik pada membran kapiler. Gradien ini biasanya diacu sebagai "gradien tekanan onkotik" Istilah tonisitas jarang digunakan dalam konteks ini, karena bisa membingungkan dan tonisitas biasanya dibahas dalam kaitan dengan membran sel. Gradien onkotik ini bersama-sama dengan gradien tekanan hidrostatik adalah penentu utama dari distribusi relatif CES antara plasma dan interstisial. Konsep ini diacu sebagai Hipotesis Sterling.

Kesimpulan: Beberapa kaidah dalam pengaturan air tubuh

1. Air mudah melintasi (kebanyakan) membran sel

Page 53: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

2. Osmolalitas intraseluler harus selalu sama dengan osmolalitas ekstraseluler

3. Osmolalitas ekstraseluler ditentukan oleh [Na+]

4. [Na+] ekstraseluler menentukan volume CIS

5. Pengaturan osmolalitas oleh osmoreseptor bersifat sensitif dan kuat sehingga [Na+] ekstraseluler dijaga konstan.

5. Total solute tubuh relatif konstan.

6.2 Pengaturan Volume Sel

Kebanyakan membran sel permeabel terhadap air

Karena kebanyakan membran sel permeabel terhadap air dan tidak memiliki pompa air dalam membran selnya, sel-sel akan mengerut atau membegkak sebagai respon terhadap perubahan tonisitas CES. Keadaan ini umumnya tidak diingnkan karena kebanyakan sel membutuhkan volume air yang konstan untuk memelihara fungsi optimum.

Ada sedikit pengecualian dari kaidah ini, antara lain epitel kandung kemih dan beberapa sel dan segmen tertentu di tubulus ginjal.

Bagaimana sel merespon stres osmotik ekstraselular ini dan memelihara volume konstan?

Sel mengandung konsentrasi bermakna dari koloid anion yang memiliki berat molekul besar (terutama protein dan fosfat organik) yang tidak bsa melintasdi membran sel. Sebaliknya, cairan interstisial umumnya memiliki konsentrasi protein rendah. Konsentrasi intraselular yang tinggi dari anion "non-diffusable" ini mengarah ke keseimbanghan Gibss-Donnan pada membran sel. Pada ekuilibrium (jika terjadi), netralitas elektron (electroneutrality) akan dipertahankan pada kedua sisi membran, namun akan lebih banyak partikel (osmolalitas lebih tinggi) di dalam sel. Air akan memasuki sel dan sel cenderung membengkak. Ini akan mengacaukan ekuilibrium Gibbs-Donnan dan lebih banyak partikel solute akan memasuki sel ... dan seterusnya. Ini merupakan keadaan tak-stabil yang jika tidak dilawan akan menyebabkan sel pecah.

Bagaimana bisa terjadi sementara kita tahu bahwa volume sel cenderung sangat stabil? Mekanisme apa yang mencegah pembengkakan dan ruptur sel? Jawabannya adalah pompa natrium (Na+-K+-ATPase) dalam membran sel. Keberadaan pompa dan permeabilitas membran yang rendah terhadap natrium efektif encegah natrium memasuki sel. Natrium menjadi kation ekstraselular.

Page 54: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Secara umum,situasi ekuilibrium adalah efek Gibbs-Donnan yang disebabkan natrium ekstraselular yang tidak bisa menembus membran akan mengimbangi efek Gibbs-Donnan yang disebabkan oleh koloid intrasel yang tidak bisa menembus membran. Efek Donnan ganda ini menstabilkan volume sel.

Jika pompa natrium diblok (misal oleh obat-obatan), natrium akan memasuki sel dan air akan mengikuti sampai sel pecah. Pompa natrium penting dalam menstabilkan volume sel di samping peran pentingnya dalam membentuk potensial mebran dalam istirahat (resting membran potential).

Kesimpulan sejauh ini:

Koloid intraselular (terutama protein dan fosfat organbik) tidak bisa melintasi membran sel. Anion-anion ini mempengaruhi distribusi ion menurut efek Gibbs-Donnan

Pompa natrium membuat membran tidak permeabel terhadap natrium: ini menyusun kembali ekuilibrium Gibbs-Donnan yang memiliki efek berlawanan dengan poin pertama

Keseimbangan antara kedua efek ini memungkinkan sel mempertahankan volume normal.

Apa yang terjadi pada volume sel bila sel dihadapkan pada perubahan tonisitas CES?

Air mudah menembus membran, sehingga perubahan tonisitas akan memiliki efek cepat (beberapa menit) pada volume sel. CES hipertonik akan menyebabkan sel menciut; CES yang hipotonik akan menyebabkan sel membengkak. Ini tidak dikehendaki untuk fungsi sel normal dan sangat merugikan khususnya bagi otak.

Pada paparan akut ke CES hipotonik, sel memang membengkak dalam beberapa menit, namun volume nya mulai berkurang menuju normal. Penurunan ini dinamakan penurunan volume regulasi dan disebabkan oleh keluarnya solute intraselular, khususnya kalium.

Pada CES hipertonik, ukuran sel mengecil tetapi bisa memulih; ini dinamakan peningkatan volume regulasi dan bisa terjadi akut karena kebocoran solute (kebanyakan Na+ dan Cl-) kedalam sel.

Jika tonisitas CES hanya berubah perlahan-lahan, maka respon sel berbeda. Sel bisa beradaptasi saat tonisitas berubah. Sel bisa meminimalkan setiap perubahan volume sel sekalipun osmolalitas bervariasi lebar. Ini terjadi karena sel bisa kehilangan atau memperoleh solute yang hampir mengimbangi efek perubahan tonisitas.

Jika sel yang telah pulih sebagian menuju volume normal tiba-tiba kembali ke situasi tonisitas CES normal, maka efek kebalikan terjadi. MIsalnya sel yang membengkak telah kehilangan solute dan mengurangi volumenya akan

Page 55: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

menciut tiba-tiba jika kembali ke tonisitas CES normal. Ini adalah hasil yang bisa diramal berdasarkan tonisitas intrasel yang menurun.

Contoh dari ini adalah perbedaan gejala hiponatremia akut versus hiponatremia kronik. Untuk [Na+ ] absolut yang sama, hiponatremia kronik ditoleransi jauh lebih baik dibandingkan hiponatremia akut. Sel otak pada hiponatremia kronik telah mengurangi volume sel nya dan secara bermakna memulihkan fungsi normalnya. Kebalikannya berlaku untuk koreksi hiponatremia secara cepat. Normalisasi tonisitas CES secara cepat pada hiponatremia kronik bisa mengakibatkan penurunan mencolok dari ukuran sel; di lain pihak, koreksi cepat dari hiponatremia akut mungkin ditoleransi lebih baik.

Idiogenic osmole

Bagi banyak jenis sel, terdapat mekanisme tambahan yang sangat penting. Perhatikan otak yang telah terpapar ke CES hipertonik. Sel otak mungkin telah mendapat solute (terutama Na+ dan Cl-) dari lingkungan ekstraselular dan mengembalikan volume nya menuju normal. Walaupun demikian, sel otak bisa menambah tonisitas nya dengan memperoleh solute malalui mekanisme lain. Sel otak bisa memproduksi partikel tambahan dari metabolisme selular. Zat-zat ini dikenal sebagai idiogenic osmole (atau osmolit), antara lain: taurin, glisin, glutamin, sorbitol dan inositol. Peningkatan jumlah osmol idiogenik ini telah dideteksi dalam sel otak sedini 4 jam setelah paparan hipertonik akut (acute hypertonic challenge).

Produksi osmol ekstra di dalam sel sangat penting. Kesulitan mengambil ion anorganik seperti Na+ dan Cl- dari CES adalah konsentrasi ion-ion ini yang jauh lebih tinggi dari normal ini akan memiliki efek buruk terhadap sistem enzim intraselular. Kesulitan mengatasi dehidrasi intraselular merupakan masalah umum bagi banyak hewan. Respon evolusioner adalah memungkinkan sel membentuk osmol ekstra di dalam sel melalui produksi senyawa-senyawa tertentu yang tidak merusak sistem enzim. Osmol idiogenik juga dinamakan osmol kompatibel karena efeknya relatif tidak merugikan protein intraselular.

Pokok-pokok penting:

Ginjal merupakan regulator utama dari tonisitas CES (sebagai respon terhadap osmoreseptor dan aktivitas ADH)

Pada keadaan normal, tonisitas CES relatif konstan, dan ini memelihara volume semua sel tubuh (jadi menentukan volume total intraselular dan distribusi air tubuh antara CIS dan CES)

Semua sel memiliki mekanisme lokal sendiri untuk menjaga volume sel (pompa natrium penting untuk menjaga konsentrasi natrium tetap rendah di dalam sel)

Pada stres osmotik, sel menceba memulihkan volumenya ke normal dengan mennambah atau mengurangi solute intraselular

Page 56: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Solute intraselular tambahan (ekstra) dapat berasal dari solute CES (lebih merugikan terhadap fungsi enzim) atau dari pembentukan solute idiogenik tambahan (lebih kompatibel dengan fungsi sel)

Proses regulasi volume ini bekerja pada tingkat sel dan melindungi sel dari perubaha volume yang bisa terjadi akibat perubahan tonisitas atau [Na+] CES

Kejadian-kejadian selular ini sangat penting jika dilakukan koreksi cepat dari gangguan osmolar kronik. Normalisasi cepat dati hiponatremia kronik bisa mengakibatkan gejala-gejala neurologis.

Ingat juga bahwa [Na+] plasma merupakan indeks imbang air ketimbang imbang natrium dan ini diatur oleh proses yang mengatur imbang air.

Bab 7. Cairan Intravena

7.1 Klasifikasi Cairan Intravena

Menurut indikasinya dalam terapi cairan, airan intravena bisa diklasifikasikan ke dalam:

1. Cairan Pengganti

2. Cairan Rumatan

3. Cairan Koreksi

Cairan Pengganti:

Cairan pengganti umumnya merupakan kristaloid isotonik, yang mengandung Na+ di atas 100 mEq/L. Contoh tipikal adalah Ringer Laktat, Ringer Asetat dan NaCl 0.9% (disebut juga normal saline). Cairan ini diindikasikan untuk resusitasi cairan pada keadaan-keadaan emergensi, seperti misal syok karena dehidrasi berat dan perdarahan. Bila satu liter cairan ini diinfus cepat (misal 20-30 ml/kg/jam) maka dalam waktu setengah sampai satu jam, air akan tersebar di intravaskular dan interstisial (dan belum ke interstisial). Pada diare dengan dehidrasi berat cairan infus yang dianjurkan untuk resusitasi adalah ringer asetat atau ringer laktat. Sedang pada kasus dehidrasi karena muntah-muntah, yang dianjurkan adalah normal saline. Pada syok karena perdarahan ketiga jenis kristaloid bisa diberikan sebagai garis pertama.

Page 57: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Cairan Rumatan

Cairan rumatan sering disebut juga kristaloid hipotonik, karena walaupun invitro bersifat isosmolar, cairan rumatan mengandung glukosa yang cepat ditangkap sel dan dimetabolisme. Maka di dalam tubuh osmol yang dikontribusikan oleh glukosa bisa diabaikan. Contoh tipikal adalah KAEN3B dan KAEN3A. Sebagai ilustrasi Cairan KAEN3B memiliki osmolaritas 290 mOsm/L. Ini dikontribusikan oleh glukosa 150 mOsm/L, Na+ 50, Cl- 50, K+20 dan laktat- 20. Laktat dan glukosa cepat dimetabolisme, sehingga net osmol yang efektif adalah hanya 120 mOsm/L. (ini sebanding dangan NaCl 0.45% yang memiliki osmolaritas 154 mOsm/L).Kandungan natrium dalam cairan rumatan lebih rendah dari kristaloid isotonik, dan sesuai untuk kebutuhan harian. Indikasinya adalah untuk pasien rawat-inap.

Cairan Koreksi

Cairan koreksi diindikasikan untuk memperbaiki kalainan komposisi elektrolit plasma. Contoh: KCL 7.46%, Manitol 20%, NaCl 3%.

Di bawah ini adalah skema umum dari terapi cairan

Page 58: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Contoh-contoh sediaan infus diberikan di bawah ini

SEDIAAN PENGGANTI

SEDIAAN RUMATAN

Page 59: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

SEDIAAN KOREKSI

7.2 Kristaloid

Mengapa digunakan kristaloid?

Keunggulan-keunggulan kristaloid adalah:

murah mudah disimpan dan tahan lama ada di mana-mana

Page 60: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

insiden efek samping rendah tersedia berbagai formulasi efektif untuk cairan pengganti dan rumatan tidak diperlukan uji kompatibilitas khusus tidak ada keberatan agama untuk pemakaiannya (catatan: saksi

Yehova menentang penggunaan produk darah)

Larutan kristaloid diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok berdasarkan indikasinya (lihat 7.1)

Larutan Pengganti

Larutan ini digunakan untuk menggantikan cairan ekstraseluler. Faktor kunci adalah larutan ini mengandung [Na+] serupa dengan cairan ekstraseluler yang efektif membatasi distribusinya hanya di CES. Cairan tersebar antara ISF dan plasma sesuai proporsi. Cairan intraseluler tidak berubah. Jika digunakan untuk mengganti kehilangan darah, dibutuhkan 3 sampai 4 kali volume darah yang hilang, karena hanya 1/3 sampai 1/4 yang bertahan dalam pembuluh darah. Pada dewasa sehat dengan kadar hemoglobin awal normal, sampai 20% kehilangan volume darah (kira-kira 1000 ml) bisa aman digantikan dengan 3000-4000 ml infus larutan pengganti tanpa efek samping.

Larutan Hartmann atau Ringer laktat mengandung laktat sebagai prekursor bikarbonat. Metabolisme laktat di hati menghasilkan produksi bikarbonat dalam jumlah ekuivalen. Serupa halnya, Asering® atau Ringer asetat mengandung asetat sebagai prekursor bikarbonat, namun produksi bikarbonat lebih cepat dan sebagian besar terjadi di otot. Anion-anion ini (laktat dan asetat) merupakan basa konyugat ke asam yang bersangkutan(misal asam laktat) dan tidak menyebabkan asidosis karena mereka diberikan bersama Na+ bukan dengan H+ sebagai kationnya. Pada pasien-pasien dengan kondisi pH sebelumnya normal atau asidosis, ringer asetat dan ringer laktat lebih fisiologis jika digunakan sebagai cairan resusitasi, dibandingkan dengan normal saline yang berpotensi menyebabkan atau memperburuk asidosis hiperkloremik.

Catatan: reaksi menggigil sering dijumpai pada pemberian kristaloid untuk resusitasi. Ini lebih disebabkan suhu cairan infus yang "dingin" menyebabkan tubuh dengan suhu normal atau demam kaget dan bereaksi menggigil. Oleh karena itu, sebelum memberikan infus cepat, sebaiknya cairan dihangatkan dulu atau disimpan dalam lemari hangat (yang diberi bola lampu)

Larutan Rumatan

Ketika diberikan cairan ini bersifat isoosmotik dan tidak menyebabkan hemolisis. Setelah diberikan, glukosa cepat ditangkap oleh sel sehingga efek bersih adalah pemberian air murni. Dekstrosa 5% tidak mengandung Na+, sehingga tersebar di seluruh kompartemen secara proporsional. K+ bisa ditambahkan sesuai kebutuhan, namun sebaiknya gunakan cairan rumatan yang sudah mengandung K+ di dalamnya untuk menghindari risiko kontaminasi (Sebaga contoh KAEN3B® yang mengandung 20 mEq/L, di samping Na+ 50 mEq/L, Cl- 50 mEq/L, laktat- 20 mEq/L dan glukosa 27 g/L).

Page 61: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Larutan khusus (koreksi)

Beberapa larutan kristaloid digunakan untuk tujua khusus dan dikelompokkan di sini, sebagai contoh:

1. NaCl hipertonik (3%). Sering digunakan untuk koreksi hiponatremia berat (< 115 mEq/L) atau mengatasi edema serebral pada trauma kapitis.

2. NaCL hipotonik (0.45%) untuk diabetes ketoasidosis setelah rehidrasi awal dengan NaCl 0.9%. (Catatan: di Indonesia tidak ada)

3. Meylon (bikarbonat 8.4%) diindikasikan untuk base deficit acidosis dan hiperkalemia.

4. Manitol 20% untuk mengatasi edema serebral.

7.3 Koloid

Koloid adalah zat yang memiliki berat molekul besar ( BM > 10.000 Da). Dalam plasma normal, protein plasma merupakan koloid utama yang ada. Koloid penting dalam dinamika kapiler, karena mereka satu-satunya konstituen yang efektif menimbulkan daya osmotik pada membran kapiler. Larutan albumin diproduksi secara komersial untuk digunakan sebagai koloid. Di samping itu terdapat berbagai larutan lain yang mengandung koloid sintetik. Masalah utama dengan koloid adalah:

harga lebih mahal insiden efek samping (misal reaksi anafilaktoid)

Larutan koloid yang ideal

Sifat-sifat larutan koloid ideal untuk digunakan sebagai plasma expander dimuat pada tabel berikut. Tekanan onkotik mirip plasma akan memungkinkan penggantian volume plasma tanpa penyebaran ke kompartemen lain dan ini adalah unsur penting dalam pembuatan koloid.yang tidak mudah berdifusi melalui membran kapiler. Zat-zat ini digunakan terutama untuk mengembangkan volume intravaskular dan meningkatkan tekanan osmotik koloid atau onkotik kembali ke normal. Koloid yang tersering digunakan sekarang mencakup albumin, dextran, hydroxy ethyl starch (HES), pentastarch, gelatin dan plasma beku segar.

Ciri-Ciri Koloid yang Ideal

Umum

Terdistribusi hanya pada kompartemen intravaskular Mudah didapat Tahan penyimpanan lama Tidak mahal Tidak diperlukan penyimpanan khusus Tidak ada batasan jumlah yang boleh diinfus

Page 62: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Tidak mengganggu uji-silang darah

Diterima oleh semua pasien dan tak ada keberatan agama Sifat-sifat Fisik

Iso-onkotik dengan plasma Isotonik Viskositas rendah

Kontaminasi mudah dideteksi Sifat-sifat Farmakokinetik

Waktu-paruh sebaiknya 6 - 12 jam

Harus dimetabolisme atau diekskresi dan tidak disimpan dalam tubuh

Tidak toksik dan tak ada efek samping

Tidak menggangu fungsi organ sekalipun pada pemberian ulangan

Non-pirogenik, non-alergenik & non-antigenik Tidak interferensi dengan hemostasis atau pembekuan darah Tidak menyebabkan aglutinasi atau merusak sel darah Tidak mempengaruhi fungsi imun Tidak mempengaruhi hemopoiesis Tidak menyebabkan gangguan asam basa

Tidak menyebabkan atau memacu infeksi (bakteri, virus atau protozoa)

Page 63: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Albumin

Albumin bisa sangat efektif dalam memulihkan volume darah dengan cepat pada deplesi volume intravaskular, khususnya jika kadar protein plasma sangat rendah. Namun indikasi klinisnya membuahkan silang pendapat, dan biaya jauh lebih besar dari plasma expander lain. Harga albumin paling sedikit 30 kali kristaloid untuk menghasilkan ekspansi volume yang sama.BM rata-rata dari albumin endogen adalah 65000. Normal, 12 sampai 14 g dibuat oleh hati setiap hari. Albumin merupakan protein utama yang memiliki efek onkotik, jadi kira-kira 80% dari tekanan onkotik koloid plasma. Seorang dewasa memiliki 4 sampai 5 g albumin per kg BB di cairan ekstraselular., namun hanya 30 – 40% berada di kompartemen intravaskular. Waktu-paruh albumin kira-kira 20 sampai 22 hari. Pada cedera atau stres berat, sintesis albumin di hati menurun tajam, dan produksi reaktan fase akut (seperti misal fibrinogen dan C-reactive protein) meningkat secara mencolok.Albumin cepat terdistribusi di seluruh ruang ekstraselular. Waktu-paruh albumin eksogen biasanya 12 sampai 16 jam. Namun pada syok berat dan sepsis, laju menghilangnya albumin eksogen meningkat dari 7 – 8% per jam menjadi > 30% per jam.Di pasaran albumin tersedia sebagai larutan 5% atau 25% dalam saline isotonik. Produk ini disediakan dengan memisahkan darah dari donor sehat dan memanaskannya sampai 60 oC selama 10 jam. Ini membunuh virus hepatitis dan HIV. Larutan 5% mengandung 50 g albumin per liter dalam normal saline, dan memiliki tekanan onkotik kira-kira 20 mmHg. Jadi, 1 g albumin intravaskular bisa mengikat 18 ml air dengan aktivitas onkotiknya. Tetapi, efek albumin 5% terhadap ekspansi volume plasma tidak seluruhnya bisa diramalkan. Ekspansi volume plasma setelah infus 500 ml albumin 5% berkisar antara 250 sampai 750 ml. Perbedaan ini disebabkan variasi dari defisit volume, tekanan onkotik awal, permeabilitas pembuluh darah, dan kecukupan resusitasi volume itu sendiri.Larutan Albumin 25% mengandung 12.5 g albumin dalam 50 ml larutan dapar yang mengandung Na+ sekitar 130 sampai 160 mEq /liter. . Tekanan onkotik dari albumin 25% adalah kira-kira 100 mmHg. Bila 100 ml larutan albumin 25% diinfus, volume intravaskular bertambah sebesar 300 sampai 600 ml (rata-rata 450 ml) dalam 30 – 60 menit.Albumin umumnya digunakan pada pasien sakit kritis dengan kadar protein sangat rendah. Tujuannya adalah meningkatkan aktivitas onkotik. Karena larutan albumin 25% sangat mahal, larutan albumin 5% yang digunakan untuk resusitasi syok hipovolemik. Larutan 25% (yang lebih pekat) biasanya dicadangkan untuk pasien di mana konsentrasi albumin sangat rendah. Pasien pasca bedah atau luka bakar, setelah resusitasi awal, bisa memperoleh manfaat dari infusi albumin 25%. Koloid ini bisa mengembangkan volume plasma total dengan pergerakan transkapiler cairan dari interstisial ke ruang intravaskular.Selain efek ekspansi plasma, albumin mungkin memiliki sifat-sifat unik lain yang berguna di klinik. Ini mencakup pengikatan dan inaktivasi produk toksik

Page 64: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

seperti enzim proteolitik; memelihara permeabilitas mikrovaskular terhadap protein, dan anti radikal-bebas.Walaupun albumin umumnya aman, banyak kajian telah melaporkan sejumlah efek samping.Pasien trauma dengan hipovolemia yang diresusitasi dengan albumin telah dilaporkan membutuhkan lebih banyak volume resusitasi total maupun darah, dan memiliki kecenderungan gagal jantung dan paru.Pada sepsis, permeabilitas kapiler paru yang meningkat memungkinkan bertambahnya albumin yang masuk ke ruang interstisial dan bertahan di situ sehingga meningkatkan tekanan osmotik interstisial. Ini merupakan kontributor dari penambahan air ekstravaskular di paru. Walaupun demikian, tekanan kapiler paru jauh lebnih penting dari tekanan osmotik koloid. Juga jelas bahwa volume total cairan yang digunakan untuk resusitasi dan ada tidaknya sepsis lebih mempengaruhi fungsi paru ketimbang jenis cairan resusitasi.Pasien trauma yang mendapat resusitasi dengan sejumlah besar albumin mungkin memiliki volume urin setiap jam yang rendah. Ini memberi kesan bahwa penggunaan albumin dapat memperpanjang cedera ginjal dengan cara mempertahankan volume intravaskular, dengan mengorbankan volume interstisial. Suatu kanjian memperlihatkan bahwa pasien cedera berat ysang mendapat terapi albumin mengalami ekspansi plasma dan aliran darah ginjal yang efektif , namun secara paradoks terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Mungkin ini disebabkan meningkatnya tekanan onkotik di dalam glomerulus dan pembuluh peritubular, yang menyebabkan berkurangnya ekskresi natrium dan air selama fase dini dari sekuestrasi cairan ekstravaskular.Setiap gram albumin mengikat 1 mg kalsium dan bisa mengurangi kadar ion Ca++ untuk sementara. Ini menyebabkan efek inotropik negatif terhadap miokardium. Pada suatu kajian pasien trauma, resusitasi dengan albumin dalam jumlah besar, kadar albumin serum dipertahankan normal dan kadar total kalsium tinggi, namun kadar ion Ca++ rendah secara bermakna. Oleh karena itu, dengan mengikat kalsium ion, albumin tampaknya menekan fungsi miokard.Albumin kadang-kadang menyebabkan reaksi alergi ringan. Kekerapan urtikaria, demam, menggigil dan nausea berkisar antara 0.5 sampai 1.5 %. Namun, perubahan tekanan darah, heart rate dan pernapasan sangat jarang.Pasien syok hipovolemik yang mendapat resusitasi dengan albumin telah ditunjukkan memiliki kadar imunoglobulin yang berkurang dan respon imun terhadap toxoid tetanus melemah, dibandingkan dengan resusitasi dengan kristaloid. Kadar imunoglobulin yang menurun mungkin disebabkan pengikatan non-spesifik dengan albumin, yang disusul dengan ekstravasasi kompleks albumin-imunoglobulin.Albumin dapat mengurangi konsentrasi berbagai protein pembekuan. Mekanisme untuk ini tidak jelas.Produksi albumin hati bisa diregulasi oleh konsentrasi albumin di ruang interstisial hati. Albumin eksogen dapat meninggikan kadar ini, sehingga mengakibatkan supresi produksi albumin endogen.Tekanan osmotik koloid 20 mmHg atau lebih albumin serum > 2.5 g/dl atau protein total serum > 5 g/dl menunjukkan aktivitas onkotik plasma adekuat untuk banyak situasi klinik.

Page 65: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Albumin bisa dibuat sebagai normal serum albumin (NSA) 5% dan 25% dan PPF (purified protein fraction). Kandungan protein dari sediaan NSA adalah 96% albumin, dan kandungan natrium 145 + 15 mEq/L. Sediaan PPF mengandung hanya 83% albumin, dan sisanya alfa-globulin dan beta-globulin. Penggunaan PPF kadang-kadang disertai hipotensi yang diduga sekunder terhadap aktivitas kinin atau prekallikrein activator yang terdapat dalam larutan.

Dextran

Ada dua formulasi dextran : Dextran 40 dan Dextran 70. Dextran 70 memiliki masa kerja 6 sampai 8 jam. Interferensi dengan uji-silang darah bisa terjadi, sehingga dianjurkan digunakan sebelum sampel darah diambil. Karena ada interferensi dengan hemostasis, rekomendasi dosis maksimal adalah 20 ml/kg (kira-kira 1500 ml pada dewasa. dextran 40 selain digunakan pada syok perdarahan atau demam berdarah dengue, juga digunakan untuk memperbaiki aliran mikrosirkulasi yang terkait dengan prosedur tertentu (misal reimplantasi bedah mikro). Reaksi anafilaktoid pernah dilaporkan.Dextran adalah polimer glukosa dengan ikatan 1,6-glukosidik alamiah, dextran merupakan polisakarida bercabang dari kira-kira 200000 unit glukosa. Hidrolisis primer menghasilkan polisakarida ukuran kecil, yang tersedia sebagai sediaan dengan berat molekul rata-rata 40000 (Dextran-40) atau 70000 (Dextran-70).Molekul-molekul dextran cepat mengalami ekuilibrium di ruang ekstraselular. Partikel dengan BM di bawah 15000 cepat difiltrasi ginjal dan 50 sampai 75% akan diekskresikan dalam urin dalam 15 sampai 30 menit; namun selama berada di dalam sirkulasi partikel-partikel ini memiliki aktivitas osmotik.Sampai 60 -70% dari D-40, dan 30 -40% dari D-70 a dibersihkan dari plasma ke dalam urin atau cairan interstisial dalam 12 jam. Setelah 24 jam, partikel-partikel yang tinggal di dalam sirkulasi memiliki berat molekul rata-rata di atas 80000. Partikel-partikel ini perlahan-lahan ditangkap oleh sistem retikuloendotelial dan didegradasi secara enzimatik menjadi glukosa dengan kecepatan 70 sampai 90 mg/kg per hari, serta dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air. Sebagian dari molekul dextran yang besar juga diekskresikan melalui usus.Infus dextran meningkatkan volume intravaskular sebesar jumlah yang sama atau lebih dari volume yang diinfus; bolus 500 ml D-40 dapat menghasilkan ekspansi volume plasma sebesar 750 ml pada satu jam dan 1050 ml pada 2 jam. Ekspansi volume ini dapat bertahan sampai 8 jam pada pasien hipovolemik; tetapi, diuresis osmotik membatasi durasi dari ekspansi volume. Aliran urin juga dapat bertambah karena resusitasi dextran diikuti dengan peningkatan aliran plasma dan penurunan kadar ADH plasma.Dextran cenderung memperbaiki aliran darah di mikrosirkulasi dengan melapisi permukaan endotel dan sel darah, menurunkan viskositas dan mencegah gumpalan sel darah merah(sludging) di mikrosirkulasi. Dextran juga mengurangi perlengketan dan degranulasi trombosit, serta mengurangi platelet factor 3. Perubahan-perubahan ini mengurangi aktivasi reaksi pembekuan dan membatasi pembentukan trombus. Insiden reaksi anafilaktoid terhadap dextran sebelum tahun 1977 adalah antara 0.34 dan 5.3 %. Namun sejak saat itu, dengan adanya metode

Page 66: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

pengujian antigen yang membaik, serta proses produksi dextran dengan molekul yang lebih linier serta sifat-sifat antigen yang lebih rendah, kekerapan reaksi alergi menurun drastis. Dextran bisa mengacaukan hasil uji silang darah. Masalah ini diatasi dengan cara mengambil sampel darah terlebih dulu sebelum memberikan infus dextran. Jika uji silang dilakukan setelah pemberian dextran, petugas bank darah harus diberitahu sehingga sel darah merah bisa dicuci/ dipisahkan dari dextran. Efek terhadap gangguan pembekuan darah biasanya tidak dijumpai jika dosis diberikan < 20 ml/kg/hari.Pasien yang mendapat dextran juga perlu diberikan kristaloid yang cukup. Untuk pemulihan volume darah pada syok, kira-kira 1000 ml 10% D-40 (untuk berat 70 kg) dapat diberikan bolus bersamaan dengan kristaloid.

Gelatin

Gelatin disediakan dengan hidrolisis kolagen sapi.Larutan untuk penggunaan klinik memiliki kisaran berat molekul yang agak besar, namun rata-rata di bawah 100000.Larutan gelatin tidak tersedia di Amerika Utara. Walaupun semula diklaim bahwa gelatin generasi baru bersifat non-antigenik, semua jenis telah dilaporkan bisa menyebabkan reaksi alergi. Pelepasan histamin dan aktivasi kompelemen juga bisa terjadi. Gelatin juga bisa memperpanjang depresi kadar fibronektin plasma pada pasien pasca bedah. Walaupun ada pengenceran faktor pembekuan yang tergantung-dosis, gelatin generasi baru tidak mengganggu hemostasis atau uji silang.

HES (hydroxyethyl starch)

HES atau hetastarch adalah molekul pati sintetik yang berasal dari pati lilin yang tersusun hampir semuanya oleh amilopektin. Produksinya melibatkan penggabungan gugus hidroksietil eter ke unit glukosa dari pati untuk menunda degradasi oleh amilase serum.Ekspansi volume plasma setelah pemberian infus hetastarch adalah kira-kira 100 sampai 170% dari volume HES yang diinfus. Ini setara dengan D-40 atau sedikit lebih besar dari ekspansi volume yang dihasilkan D-70 atau albumin 5%, dan waktu retensi dalam plasma sedikit lebih panjang, berkisar antara 12 dan 48 jam. Peningkatan tekanan koloid serupa dengan yang terlihat pada pemberian albumin.Kekurangan utama dari HES adalah efeknya terhadap pembekuan darah. Efek ini berlaku untuk HES 200, sedangkan HES 130 dilaporkan tidak menimbulkan defek hemostasis. Mekanisme dari defek hemostasis tidak jelas. Insiden reaksi anafilaktoid lebih rendah dibandingkan dextran (walaupun akhir-akhir ini juga hampir tidak pernah dilaporkan reaksi anafilaktoid pada pemakaian dextran) , namun sejumlah reaksi seperti menggigil, gatal, demam ringan, pembesaran kelenjar submaksila dan parotis , serta eritema multiforme telah dilaporkan.HES (hydroxyethylstarch) memiliki efek ekspansi volume sekuat dextran 40. Reaksi anafilaktoid juga bisa terjadi pada 0.09% kasus. HES juga mengganggu koagulasi. Dosis maksimum yang dianjurkan 20 ml/kg, jadi penggunaannya untuk resusitasi mayor juga terbatas.Kendala penggunaan HES adalah harganya yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dextran,

Page 67: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

sementara keunggulan klinis dibandingkan dextran atau kristaloid tidak bermakna sehingga pemakaian di negara berkembang sangat terbatas.

Efek berbagai koloid dan larutan hipertonik pada mikrosirkulasi

Perubahan-perubahan permeabilitas kapiler bisa mengubah volume plasma dan mempengaruhi derajat edema. Kinetika kristaloid dan koloid yang dibahas sebelumnya mengacu pada pembuluh darah yang utuh. Pada penyakit-penyakit dengan permeabilitas kapiler yang meningkat, terapi cairan yang adekuat sangat penting untuk mencegah hipovolemia. Mekanisme perbedaan-perbedaan dalam efektivitas berbagai plasma expander untuk memulihkan volume plasma yang rendah dan gangguan mikrosirkulasi masih belum dipahami dengan jelas. Hollbeck Staffan dari Lund University Hospital melakukan eksperimen pada tahun 2001 yang menganalisis koloid dan plasma expander hipertonik, mengenai efek-efek cairan-cairan tersebut terhadap pertukaran cairan transvaskular dan permeabilitas otot rangka selama dan setelah pemberian infus. Di samping itu, efek terhadap permeabilitas dianalisis pada otot rangka menyusul infus endotoksin. Pengukuran koefisien filtrasi kapiler memperlihatkan bahwa permeabilitas cairan dikurangi oleh albumin dan dextran, tidak berubah dengan HES (hetastarch) dan bertambah dengan gelatin. Pengukuran terhadap koefisien refleksi untuk albumin memperlihatkan dextran, gelatin dan HES tidak mempengaruhi permeabilitas kapiler terhadap albumin. NaCl hipertonik meningkatkan permeabilitas cairan, sedangkan manitol dan urea tidak. Volume otot berkurang 20% albumin; tidak berubah dengan 6% dextran 70 dan 6% HES 200/0.5, serta meningkat dengan 3.5% gelatin. Gelatin dan HES, (tetapi tidak dextran dan albumin) menginduksi rebound filtration. Ini menunjukkan akumulasi molekul gelatin dan HES di interstisial. NaCl hipertonik memiliki kapasitas osmotik lebih kuat dibandingkan manitol dan urea. Mannitol dan urea (tetapi tidak NaCl hipertonik) memperlihatkan rebound filtration yang menunjukkan akumulasi manitol dan urea di dalam intraselular. Selama endotoksemia, baik permeabilitas cairan dan albumin meningkat pada otot rangka, dan hipovolemia terlihat mencolok. Tidak ada perbedaan terlihat antara albumin, dextran, dan hydroxyethyl starch dalam efektivitasnya memulihkan perfusi usus selama endotoksemia.

Referensi:

1. Geller E.R. Shock and Resuscitation. MacGraw-Hill, Inc 1993. pp 220-227

2. Holbeck S, Grände P-O: Effects on capillary fluid permeability and fluid exchange of albumin, dextran, gelatin, and hydroxyethyl starch in cat skeletal muscle. Critical Care Medicine 2000; 28: 1089-1095.

3. Martin GS Shock Resuscitation and Fluid Management: What's the Solution? Medscape April 2004.

Bab 8. Aplikasi Pemberian infus

8.1 Pemberian Cairan Isosmolar

Page 68: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Sebagai latihan dalam fisiologi terapan adalah membandingkan distribusi dan ekskresi berbagai jenis cairan yang diinfus cepat dengan volume 1000 ml.

Air dalam jaringan ikat dan tulang memiliki volume bermakna (kira-kira 15% air tubuh total), tetapi merupakan kompartemen dengan kinetika lambat, sehingga tidak penting dalam perhitungan distribusi cairan jangka pendek. Cairan transelular memiliki volume kecil dan biasanya juga dikeluarkan dari analisis klinik.

Oleh karena itu, tinggal tiga kompartemen besar:

Cairan intraselular (55% TBW , 23 liter) Cairan interstisial (20% TBW, 8.4 liter) Cairan intravaskular (Plasma 7.5% TBW, 3.2 liter dan Volume eritrosit

1.8 liter).

Volume intravaskular adalah volume darah dengan total 5 liter. Volume sel darah merah adalah bagian CIS tetapi juga bagian dari volume darah.

Ratio CIS: CES adalah 23 : 11.6 (kira-kira 2:1). Ratio ISF : volume plasma adalah 8.4:3.2 dan ini dibulatkan sebagai kira-kira 3 : 1. Pembahasan hanya memperhitungkan bagian-bagian air tubuh yang cepat mengalami ekuilibrium. Inilah komponen-komponen yang harus dipertimbangkan dalam perubahan cairan secara akut.

Asumsi-asumsi untuk analisis sederhana

TBW terdiri atas CES 1/3 dan CIS 2/3 CES terdiri atas plasma 1/4 dan ISF 3/4 Ambang reseptor volume adalah perubahan volume darah

sebesar 7 - 10% Osmoreseptor sensitif terhadap perubahan 1 - 2% dalam

osmolalitas

Osmolalitas plasma dianggap normal sebelum pemberian infus (kira-kira 287 - 290 mOsm/kg)

 

Bandingkan pemberian bolus 1000 ml cairan-cairan berikut: Dekstrosa 5%, NaCl 0.9% dan larutan protein plasma.

1. Bagaimana distribusi berbagai cairan ini di dalam tubuh? 2. Bagaimana pengaruhnya terhadap tonisitas dan volume intravaskular? 3. Mekanisme apa yang digunakan tubuh untuk mengekskresikan cairan

ini? 4. Mana yang diekskresi paling cepat?

Dekstrosa 5%

Page 69: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Dekstrosa 5% adalah "Caran Rumatan"(maintenance). D5 bersifat isosmotik dan tidak menyebabkan hemolisis. Glukosa cepat ditangkap oleh sel. Efek bersihnya adalah air murni, jadi distribusi di seluruh air tubuh. Setiap kompartemen menerima cairan dengan proporsi sesuai kontribusi masing kompartemen (yakni 2/3 ke CIS dan 1/3 ke CES; CES tersebar 1/4 ke plasma dan 3/4 ke ISF)

Distribusi 1000 ml dekstrosa 5% adalah:

CIS 670 ml CES 330 ml (dengan ISF 250 ml dan plasma 80 ml)

Volume intravaskular bertambah dari 5000 menjadi 5080 ml. Penambahan volume ini adalah 2% dan tidak akan dideteksi oleh reseptor volume (karena dibawah ambang 7 -10%).

Osmolalitas plasma (3200 ml) akan menurun sebesar: [287 -(287 x 3.2/3.28)] yakni kira-kira 7 mOsmol/L atau penurunan 2.5%. Ini cukup terdeteksi oleh osmoreseptor. Pelepasan ADH akan menurun dan ekskresi air oleh ginjal akan meningkat. Terjadi penundaan karena perubahan harus dideteksi di pusat dan kadar ADH memerlukan 3 waktu-paruh untuk mencapai kadar mantap (steady state) yang baru.

Page 70: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Normal saline (NaCl 0.9%)

Normal saline adalah "Cairan Pengganti CES". Kandungan Na+ nya serupa dengan cairan ekstraselular, dan ini efektif membatasi penyebarannya hanya pada CES (tersebar antara ISF dan plasma dalam proporsi 3:1). Walaupun sebelumnya dianggap bahwa normal saline merupakan cairan yang tercepat diekskresikan, bukti terakhir menyatakan sebaliknya!

Lobo dkk melaporkan dalam kajian tersamar ganda dan silang (double-blind crossover study), efek infusi bolus normal saline (NaCl 0.9% ) dan larutan Hartmann (RL) terhadap albumin serum, hematokrit dan biokimia serum serta urin pada subyek sehat. Sembilan relawan pria dewasa sehat mendapat 2 liter NaCl 0.9% dan RL pada waktu terpisah secara acak. Masing-masing bolus diberikan dalam 1 jam. Berat badan, hematokrit dan biokimia serum diukur sebelum pemberian infus dan setiap 1 jam selama 6 jam. Analisis biokimia dilakukan pada urin yang dikumpulkan setelah infus diberikan. Ekspansi volume darah dan plasma yang ditaksir dengan efek pengenceran terhadap hematokrit dan albumin serum, lebih besar setelah saline dibandingkan setelah RL (P<0.01). Pada 6 jam, pengukuran berat badan mengesankan bahwa 56% dari NaCl yang diinfus mengalami retensi , sebaliknya hanya 30% dari RL. Subyek berkemih lebih banyak (median: 1000 versus 450ml) dengan kandungan natrium lebih tinggi (median: 122 versus 73 mmol) setelah RL dibandingkan NaCl 0.9%(keduanya P = 0.049), walaupun kandungan Na pada Normal saline lebih tinggi daripada RL. . Waktu mikturisi pertama setelah RL lebih cepat dibandingkan setelah Normal saline.(median: 70 versus 185 menit; P = 0.008). Tidak ada perbedaan bermakna antara efek kedua larutan terhadap natrium, kalium dan urea atau osmolalitas. Setelah saline, semua subyek mengalami hiperkloremia (>105mmol/l), yang bertahan selama >6 jam, sedangkan kadar klorida serum tetap normal setelah RL (P<0.001 ). Bikarbonat serum secara bermakna lebih rendah setelah saline dibandingkan setelah RL. (P = 0.008). Dengan demikian, ekskresi air dan natrium lebih lambat setelah pemberian bolus 2 liter NaCl 0.9% dibandingkan setelah 2 L Ringer laktat. Ini disebabkan ratio [Na+]/[C-] pada RL lebih fisiologis (1.18:1) dibandingkan pada (1:1)dan karena hiperkloremia yang disebabkan saline. Pada kajian sebelumnya, kebanyakan air telah diekskresi dalam waktu satu jam setelah infus dektrosa 5% selesai.

Referensi :Fiona REID, Dileep N. LOBO, Robert N. WILLIAMS, Brian J. ROWLANDSand Simon P. ALLISON (Ab)normal saline and physiological Hartmann's solution: a randomized double-blind crossover study Clinical Science (2003) 104, (17–24)

Larutan Protein Plasma

Larutan protein plasma adalah suatu koloid dan tersebar hanya d intravaskular. Tonisitas tidak berubah. Volume darah bertambah dari 5000 ml menjadi 6000 ml; naik 20%. Ini di atas ambang 7 - 10% untuk reseptor volume. Hasilnya adalah penurunan kadar ADH dan ekskresi kelebihan air dimulai.

Page 71: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Pengeluaran air ini cenderung meningkatkan tekanan onkotik plasma dan air bergerak dari ISF ke Intravaskular. Refleks vaskular juga penting dalam menyebabkan venous pooling dan penurunan volume sirkulasi "efektif'. Mekanisme ini cenderung memperlambat ekskresi beban air. Albumin perlahan-lahan tersebar ke ISF dan dimetabolisme. Perubahan-perubahan ini berjalan lambat, sehingga efek infus protein plasma terhadap volume darah lebih mencolok dan bertahan lebih lama.

8.2 Pemberian Cairan NaCl Hipertonik (NaCl 3%)

NaCl hipertonik (3%) memiliki osmolalitas tiga kali plasma (kira-kira 900 mOsm/L). Perpindahan cairan (fluid shift) dan perubahan osmolar yang terjadi setelah pemberian infus bisa diprediksi.

Air mudah melintasi membran sel dan tersebar secara pasif sebagai respon terhadap gradien osmolar. Kandungan Na dari cairan membatasi distribusi cairan hanya pada CES. Larutan hipertonik juga akan menarik air keluar sel sehingga mengurangi volume cairan intraselular.

Sebagai contoh, pemberian bolus 1000 ml NaCl 3% ke subyek 70 kg dengan total air tubuh 42 liter (CIS: 23 liter; CES: 19 liter).

Tepat sebelum infus:

Kandungan solute tubuh = 42 x 290 = 12180 mOsm Kandungan solute CES = 19 x 290 = 5510 mOsm Kandungan solute CIS = 23 x 290 = 6670 mOsm

Segera setelah infus:

Air tubuh total = 42 + 1 = 43 liter Kandungan solute tubuh = 12180 + 900 = 13080 Kandungan solute CES = 5510 + 900 = 6410 mOsm Kandungan solute CIS = 6670 mOsm (tidak berubah)

Prediksinya adalah:

Osmolalitas akhir = 13080/43 = 304 mOsm/L Volume CES = 6410/304 = 21.1 liter Volume CIS = 6670/304 = 21.9 liter

Apakah peningkatan osmolalitas cukup untuk terdeteksi oleh osmoreseptor?

Ya. Penambahan volume CES 2.1 liter dengan kira-kira seperempat nya (misal 500 ml) intravaskular. Osmolalitas plasma meningkat sebesar 4.8% dan ini di atas ambang (1-2%) osmoreseptor hipotalamus.

Page 72: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Apakah penambahan volume darah cukup untuk dideteksi baroreseptor tekanan rendah (volume receptor)?

Ya. Volume darah telah bertambah sebesar kira-kira 10%. Reseptor volume merespon perubahan di atas kira-kira 7% sampai 10%.

Peningkatan osmolalitas akan dideteksi oleh osmoreseptor di hipotalamus dan ini merupakan rangsang kuat untuk sekresi ADH untuk retensi air di ginjal. Rasa haus juga akan timbul. Peningkatan volume darah berada di bawah tingkat kepekaan reseptor volume. Efek melalui reseptor volume adalah menghambat sekresi ADH untuk memungkinkan ekskresi air. Umumnya rangsang volume kurang sensitif tetapi lebih kuat dari rangsang osmotik.

Juga akan ada efek terhadap ekskresi Na. Ekspansi volume akan merangsang sekresi ANF (atrial natriuretic factor). Sekresi aldosteron akan dihambat karena penurunan produksi renin dan angiotensin II. ANF juga menghambat sekresi renin.

Hasil akhir dari perubahan-perubahan ini adalah natriuresis dan ekskresi kelebihan air. Peningkatan osmolalitas menyebabkan peningkatan ADH dan ini cenderung mencegah ekskresi air yang terlalu cepat.

Pada orang normal, penurunan volume CIS akan menyebabkan dehidrasi dan hipertonisitas otak dengan gejala kebingungan dan kebuntuan mental. Oleh karena itu, pemberian NaCl 3% harus hati-hati pada pasien hiponatremia (lihat Bab Natrium)

8.3 Pemberian HCL

Mungkin aneh, tetapi pemberian infus HCL kadang-kadang digunakan di di ICU pada pasien dengan asidosis respiratorik kronik dan kadar bikarbonat plasma tinggi, sebagai cara cepat untuk memulihkan kadar bikarbonat ke tingkat normal.Sebagai contoh, pikirkan pemberian 100 ml larutan asam klorida 1N pada orang dewasa sehat melalui vena sentral. Ini mewakili beban asam secara akut sebesar 100 mmol H+ yang cukup untuk menimbulkan asidosis metabolic. Pertahanan terhadap perubahan [H+] melibatkan buffering (aksi dapar), kompensasi dan koreksi.

Buffering

Buffering adalah proses fisikokimia yang cepat dan melibatkan itrasi asam oleh dapar ekstraselular (terutama bikarbonat). Anggap [HCO3

-] 24 mmols/l dan volume ekstraselular 19 liter. Ini mencerminkan pool bikarbonat CES sebesar kira-kira 450 mmol. Beban asam sebesar 100mmol [H+] akan mengencerkan dapar bikarbonat sampai kira-kira 18.7 mmol/l (yaitu 350/450 x 24) dengan asumsi semua aksi dapar dilakukan oleh bikarbonat.

Page 73: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

Kompensasi

Asidosis metabolik akan merangsang khemoreseptor tepi dan meningkatkan laju ventilasi. Hipokapnia yang terjadi merupakan respon kompensasi fisiologis untuk mengembalikan pH ke normal. Respon ini mulai dini tetapi bisa berlangsung 12 sampai 24 jam untuk mencapai derajat maksimum.. Kompensasi tidak akan memulihkan pH ke normal secara sempurna. pCO2 yang diharapkan (expected) pada kompensasi maksimum adalah:

Expected pCO2 = 1.5 x [HCO3-] + 8

di mana pCO2 adalah pCO2 arteri dalam mmHg dan [HCO3-] adalah

bicarbonate arteri (dalam mmol/l) yang dikalkulasi dari analisis gas darah arteri.

Koreksi

Ginjal akan mengekskresikan anion asam yang berlebih (Cl-) dan ini ekuivalen dengan reabsorpsi bikarbonat & ekskresi asam. Status asam-basa normal akan pulih.

Efek-efek fisiologis lain

Ini mencakup:• Kurve disosiasi oksigen akan bergeser ke kanan oleh asidosis.

Penurunan afinitas oksigen ini akan membantu pelepasan oksigen di perifer(unloading). Kemudian, asidosis menyebabkan penurunan sintesis 2,3 DPG (difosfogliserat) dan ODC (oxygen dissociation curve) bergeser ke kiri• Anion gap tidak akan berubah dan asidosis cenderung sebagai asidosis metabolic hiperkloremik• Asam-asam metabolik tidak melintasi sawar darah-otak sehingga efek terhadap otak tidak signifikan.. (Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pusat pernapasan akan dirangsang sekunder terhadap perangsangan khemoreseptor perifer)

Page 74: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

• Hiperkalemia terjadi karena pertukaran H+-Cl- melintasi membran sel dan kehilangan K+ melalui urin meningkat (Hiperkalemia kurang lazim bila asidosis metabolic melibatkan anion organik, misal laktat- karena anion cenderung melintasi membran dengan H+ dan pertukaran bersih dengan K+ selular tidak banyak).

8.4 Pemberian Bikarbonat

Sebagai contoh, pikirkan pemberian larutan NaHCO3 8.4%(Meylon). Ini merupakan larutan dg tonisitas tinggi.. Disosiasi menjadi dua partikel menghasilkan larutan dengan osmolalitas 2000 mOsm/kg. Ini kira-kira 7 kali osmolalitas plasma!

Pemberian infus larutan ini memiliki pengaruh karena:

• Hipertonik (2,000 mOsm/l) dengan [Na+] tinggi• Alkalinisasi [meningkatkan SID (strong ion difference)].

Kadar natrium yang tinggi membatasi distribusi larutan pada CES. Sifat hipertonik dari larutan menarik air keluar sel sampai tonisitas CES dan CIS sama. Penambahan volume CES lebih besar dari volume larutan itu sendiri.[Na+] CES akan meningkat tanpa tergantung pada jumlah larutan yang diberikan, namun air yang ditarik dari sel cenderung meminimalkan peningkatan kadar Na+. Larutan Bic Nat kadang-kadang direkomendasikan untuk tatalaksana darurat dari hiponatremia akut, khususnya bila dirasakan ada manfaat dari alkalosis.

[HCO3-] CES akan bertambah dan pemberian eksogen dari basa ini akan

menyebabkan alkalosis metabolik Ini menyebabkan K+ masuk ke dalam sel dan [K+] CES akan menurun. Ini merupakan dasar penggunaan larutan NaHCO3 untuk tatalaksana darurat dari hiperkalemia.

Pada keadaan normal, jika bikarbonat plasma naik di atas 27 mmol/l maka HCO3

- cepat diekskresikan dalam urin. Alkalosis metabolic cepat terkoreksi kecuali jika ada faktor tambahan. Karena alkalosis terjadi singkat, hipoventilasi kompensasi bersifat minimal.

Ada pengaruh controversial terhadap kadar ADH :• Peningkatan tonisitas ekstraselular sebesar 1 sampai 2% atau lebih akan meningkatkan kadar ADH (efek melalui osmoreseptor hipotalamus)• Peningkatan volume darah 7 sampai 10% atau lebih akan mengurangi kadar ADH (efek melalui baroreseptor tekanan rendah).

Penurunan ADH akan menambah ekskresi air. Penambahan volume darah yang disebabkan infus NaHCO3 akan menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan reabsorpsi air di tubulus proksimal akan menurun sedikit akibat ketidak-imbangan glomerulotubular.Peningkatan tonisitas dan volume darah bisa ditaksir dari volume larutan yang diberikan

Page 75: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

8.5 Pemberian Infus Manitol

Indikasi Manitol

Larutan manitol hipertonik digunakan di klinik untuk:• Dehidrasi serebral – menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi• Proteksi ginjal – melindungi terhadap gagal ginjal melalui efek diuresis osmotik pada beberapa situasi klinik (misal dengan rhabdomyolysis)Hipertonisitas menyebabkan pergerakan pasif air melintasi sawar lipid sebagai respon terhadap gradien osmotik.

Efek Infusi manitol

Manitol adalah monosakarida yang mudah diproduksi dan stabil di dalam larutan. Ia digunakan di klinik dalam kisaran dosis 0.25 sampai 1.5 g/kg berat badan. Di klinik terdapat larutan manitol 10% dan 20%..

Efek serebral

Manitol tidak melintasi sawar darah-otak sehingga osmolalitas plasma yang meninggi karena infus manitol hipertonik efektif untuk menarik air dari otak. Ini dinamakan 'mannitol osmotherapy'. Dulu larutan hipertonik lain (misal hypertonic urea solution) telah digunakan dan akhir-akhir ini di beberapa tempat larutan gliserol hipertonik tersedia sebagai alternatif manitol.Pemberian infus manitol digunakan untuk secara akut menurunkan tekanan intrkranial yang meninggi akibat lesi desak ruang (intracranial space occupying lesion). Penggunaan tipikal adalah pasien dengan hematoma intraserebral karena trauma kapitis akut. Mula kerja sangat cepat (beberapa menit) namun hanya sementara (karena manitol diekskresi) tetapi penggunaannya berguna dalam mengulur waktu terapi definitif (misal evakuasi hematoma dengan pembedahan dan hemostasis bedah). Dosis lazim pada dewasa adalah 0.5-1.5g/kg diberikan sebagai larutan 20%. Dosis ulangan manitol memiliki efek lebih ringan dan karena sebagian masuk ke dalam otak secara perlahan-lahan, ada risiko hipertensi intrakranial pantulan( rebound intracranial hypertension). Karena sawar darah-otak bisa "bocor" pada kawasan otak yang rusak, manitol mungkin kurang efektif di sini dan juga ada kemungkinan memasuki otak. Namun, efek terapi tidak tergantung pada aksi spesifik di kawasan otak yang rusak, melainkan efek global dalam menurunkan volume cairan intrakranial. Jadi, ini memiliki relevansi sedikit untuk dosis pertama manitol, dan khususnya jika terapi bedah definitif berhasil. Yang jauh lebih problematik adalah pengunaan dosis ulangan pada pasien ICU dengan hipertensi kranial traumatik di mana tak ada sebab yang bisa dikoreksi dengan operasi. Penggunaan demikian biasanya sia-sia. Sel-sel otak juga mengkompensasi adanya hipertonisitas berlanjut dengan memproduksi osmol idiogenik. Efeknya adalah meningkatkan tonisitas intraselular dan memungkinkan volume sel otak kembali ke normal, dan dengan perbaikan fungsi intraselular walaupun hipertonisitas tidak mereda. Penggunaan infus manitol lazim selama operasi pada prosedur bedah saraf. Tujuannya adalah menurunkan tekanan intrakranial dan memproduksi 'slack

Page 76: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

brain' untuk memudahkan akses bedah. Manitol tidak menembus membran sel jadi volume sel dari kebanyakan sel tubuh juga berkurang.

Efek renal

Di glomerulus, manitol difiltrasi bebas. Manitol tidak disekresi atau direabsorpsi oleh tubulus. Pada dosis yang digunakan di klinik, manitol mengikat air di dalam tubulus dan menyebabkan diuresis osmotik. Aliran yang cepat dalam tubulus cenderung memiliki efek membilas Efek ini berguna dalam manajemen rhabdomyolysis. Tujuannya adalah “mencuci” mioglobin keluar dari tubulus dan mencegah presipitasinya yang bisa mengakibatkan obstruksi dan gagal ginjal akut. Efek manitol untuk indikasi ini dibantu oleh pemeliharaan volume intravaskular yang adekuat dan alkalinisasi urin (dengan pemberian IV sodium bicarbonate).

Efek terhadap volume intravaskular

Perhatian terhadap status volume intravaskular penting selama penggunaan manitol di kllinik. Status volume intravaskular penting diperhatikan selama pemakaian manitol. Pada permulaan, efek mengeringkan jaringan akan meningkatkan volume intravaskular dengan risiko mencetuskan kelebihan beban volume dan hipertensi/dan atau gagal jantung bendungan. Berikutnya, efek diuresis dapat menyebabkan hipovolemia (dan hipernatremia). Furosemid (diuretic lengkung Henle) mungkin berguna sebagai tambahan pada beberapa kasus untuk meminimalkan hipervolemia awal.

Efek lain

Volume air intravaskular yang meningkat mengurangi konsentrasi sel darah merah (hematokrit menurun) dengan akibat viskositas darah berkurang. Ini mungkin memperbaiki aliran dan hantaran oksigen ke daerah tertentu.. Menitol memiliki sifat menelan radikal bebas (free radical scavenging properties) dan ini merupakan kontribusi terhadap efek terapinya (walaupun belum pasti).

Efek-Efek Mannitol

Efek-efek osmotik(karena hipertonisitas)

• Dehidrasi intraslular• Ekspansi volume CES (kecuali CES otak)• Hemodilusi• Diuresis karena efek osmotim dan ekspansi CES

Efek-efek non-osmotik

• Menurunkan viskositas darah (dengan perbaikan aliran darah ke jaringan)• Mungkin memiliki efek sitoprotektif karena efek anti radikal bebas( free radical scavenging)

Page 77: Fisiologi Cairan Dan Elektrolit

• Efek kardiovaskular sekunder dari ekspansi volume intravaskular (misal peningkatan curah jantung, hipertensi, gagal jantung dan edema paru)

Evidence-Based Medicine

Efek manitol terhadap outcome neurologis dan mortalitas telah dikaji pada tiga uji klinik acak yang didesain dengan baik. Uji acak tersamar ganda dan prosepektif dilakukan oleh Sayre dkk yang membandingkan pemberian pra-rumah sakit 5 ml/kg manitol 20% selama 5 menit, dibandingkan dengan 5 ml/kg normal saline pada 41 pasien dengan trauma kepala moderat sampai berat. Tidak ada data dilaporkan data untuk ICP (tekanan intrakranial) atau disabilitas, namun relative risk (RR) untuk kematian pada 2 jam adalah 1.75 (95% CI 0.48 -6.38). Kajian ini gagal memperlihatkan manfaat manitol dan juga gagal mengesampingkan efek merugikan terhadap prognosis. Smith dkk melakukan uji tersamar ganda acak dan prospektif, membandingkan pemberian manitol pada 77 pasien dengan trauma kepala berat. Kajian ini juga gagal memperlihatkan manfaat terapi manitol dengan RR kematian pada satu tahun pasca trauma 0.83 (95% CI 0.47-1.46). Schwarz dkk dengan desain uji klinik seperti d atas membandingkan 1 g /kg manitol 20% ditambah bolus ekstra dibandingkan dengan 1 g/kg manitol 20% plus infus kontinyu pentobarbital pada 59 pasien dengan trauma kepala berat. Sekali lagi trial ini gagal memperlihatkan manfaat manitol terhadap mortalitas ( RR 0.85 ; 95% CI 0.52-1.38).

Metanalisis Cochrane memastikan terdapat data yang tidak adekuat untuk menyingkirkan efek merugikan maupun manfaat manitol terhadap mortalitas. Jadi, walaupun penurunan akut dari ICP (tekanan intrakranial) dan perbaikan CBF (aliran darah otak), manitol belum dibuktikan memperbaiki outcome neurologis atau menurunkan mortalitas.

Untuk tatalaksana peninggian tekanan intrakranial, dosis bolus adalah 0.25 - 1.0 g/kg. Manitol bisa diberikan tanpa pemantauan ICP jika ada tanda-tanda herniasi transtentorial atau kemunduran neurologis secara progresif yang tidak disebabkan patologi sistemik. Osmolaritas serum harus dijaga di bawah 320 mOsm/kg dan penggantian cairan yang adekuat harus diberikan untuk mempertahankan volume darah normal.

Ref: Slavik R.S, Rhoney DH. Pharmacological Managment of Severe Traumatic Brain Injury: An Evidence-Based Review. J Inform Pharmacother 2000;3:309-335