Top Banner

of 17

fikosianin_agatha putri_13.70.0126_A3_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Jan 09, 2016

Download

Documents

fikosianin merupakan pewarna alami biru yang didapatkan dari mikroalga Spirulina sp
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

FIKOSIANIN

laporan resmi praktikumTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:Nama : Agatha Putri AlgustieNIM : 13.70.0126Kelompok A3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Acara IV

1. 1

16

2. MATERI METODE2.1. Alat dan BahanAlat yang digunakan dalam praktikum fikosianin yaitu sentrifuge, pengaduk/stirrer, oven dan plate stirrer. Bahan yang digunakan yaitu biomassa spirulina, aquades dan dekstrin.

2.2. Metode3. Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)

Diaduk dengan stirrer 2 jam

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan

Supernatan diukur kadar fikosianin pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Ditambah dekstrin dengan supernatan : dekstrin = 1 : 1

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45C hingga kadar air 7%

Didapat adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

4. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Hasil pengamatan FikosianinKelBerat Jumlah Aquades Total FiltratOD 615OD 652KFYieldWarna

BioMassa Kering(g)yang ditambahkan(ml)yang diperoleh(mg/ml)(mg/ml)Sebelum diOvenSesudah diOven

A1880580,05440,02250,8195,938++++

A2880580,05690,02230,8686,293++++

A3880580,05680,02270,8626,250++++

A4880580,05690,02260,8656,271+++

A5880580,05740,02260,8746,337++++

Keterangan Warna+: Biru Muda++ : Biru+++: Biru Tua

Dari tabel hasil pengamatan di atas dapat kita ketahui berat biomassa kering, jumlah aquades yang ditambahkan dan total filtrat yang diperoleh semua kelompok memiliki hasil yang seragam. Pada pengamatan menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 615 nm nilai absorbansi tertinggi yaitu 0,0574 terdapat pada sampel kelompok A5 sedangkan terendah yaitu 0,0544 terdapat pada sampel kelompok A1. Pada pengamatan menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 652 nm nilai absorbansi tertinggi yaitu 0,0227 terdapat pada sampel kelompok A3 sedangkan terendah yaitu 0,0223 terdapat pada sampel kelompok A2. Pada penghitungan konsentrasi fikosianin dapat diamati konsentrasi tertinggi yaitu 0,874 mg/ml terdapat pada kelompok A5 sedangkan terendah yaitu 0,819 mg/ml terdapat pada sampel kelompok A1. Pada penghitungan jumlah yield dapat diamati semakin tinggi KF (konsentrasi fikosianin) maka semakin tinggi pula yield yang dihasilkan. Oleh karena itu dapat diketahui yield tertinggi terdapat pada kelompok A5 yaitu 6,337 mg/ml dan terendah terdapat pada sampel kelompok A1 yaitu 5,938 mg/ml. Dari pengamatan yield dapat diamati adanya nilai ekstrim yaitu pada kelompok A1 yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pada pengamatan warna, tidak banyak ditemukan perubahan warna antara sampel sebelum dan sesudah dioven yaitu warnanya tetap biru. Perbedaan terjadi hanya pada kelompok A4 di mana sebelum dioven warna sampel biru namun setelah dioven menjadi biru muda. Sedangkan pada kelompok A1, A2, A3 dan A5 warna sampel tidak berubah yaitu tetap biru.

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini bahan utama yang digunakan yaitu biomassa spirulina. Glazer, (1985) dalam jurnal berjudul Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction Process mengatakan Spirulina plantesis merupakan alkaliphilic halobacteria yang hidup di danau tropis dan sub tropis di Afrika dan di Amarika Selatan dan Tengah. Bakteri ini memiliki kromoprotein yang unik yang diketahui sebagai phycobilliproteins. Sedangkan dalam jurnal berjudul Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis dijelaskan bahwa spirulina merupakan alga hijau biru di mana terdapat klorofil (pigmen hijau) dan fikosianin (pigmen biru) dalam struktur selularnya. Pigmen biru fikosianin yang diekstrak dari Spirulina plantesis telah banyak digunakan dalam produk makanan dan kosmetik sebagai pewarna biru alami (Alfredo walter et al., 2011)

Fikosianin yang memiliki pigmen biru alami memiliki banyak manfaat dalam bidang makanan, produk kosmetik dan kesehatan, namun fikosisanin sangat sensitif terhadap temperatur dan perubahan pH di lingkungan karena subunit polypeptida yang dimiliki. Metode isolasi fikosianin dari phycobilliprotein dalam S.plantesis saat ini memiliki banyak kelemahan seperti inaktivasi karena denaturasi dan kerusakan fikosianin, waktu isolasi yang lama serta biaya yang tinggi (Sarada et al., 1999)

Ripka et al., (1979) dalam jurnal berjudul Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems mengatakan Cyanobacteirum jenis Spirulina plantesis banyak digunakan untuk penelitian bioteknologi karena sifatnya yang ekonomis, ekologis dan kandungan nutrisi. Mikroalga jenis ini memiliki potensi yang sangat baik pada produksi makanan dan hal-hal terkait dengan kandungan nutrisinya seperti digunakan untuk pewarna, vitamin, asam linolenat gamma dan enzim.

Protein yang terdapat dalam Spirulina plantesis merupakan phycobiliproteins yang bersifat hidrofilik dan merupakan pewarna yang baik dan stabil (Abalde, 1998). Chaneva et al., (2007) dalam jurnal berjudul Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina plantesis for Phycocyanin, Allophycocianin and Phycoerythrin Accumulation menjelaskan bahwa phycobilliproteins merupakan protein yang larut air dan memiliki warna yang kuat, sangat stabil pada pH fisiologis. Phycobilliproteins merupakan pewarna yang penting dan lebih aman dari pewarna sintetik karena bersifan non toxic dan non karsinogenik. Dari phycobilliproteins yang dapat dihasilkan dari S. plantesis, yang paling banyak yaitu phycocyanin (PC), yang memiliki pigment biru dan memiliki peranan penting karena manfaatnya di bidang biologi maupun farmasi seperti antioksidan, anti virus, anti kanker, neuro-protective, anti tumor, anti-inflammatory dll (Osman & Sheekh, 2012)

Hirata et al.(1996) dan El-Baky (2003), mengatakan pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar seperti air. Pemanfaatan pigmen fikosianin sebagai bahan pewarna alami pada bahan makanan telah lama dilakukan. Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka yang mungkin mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen (Romay et al., 1998).

Gambar 1. Gambar struktur fikosianin (O Carra & O Heocha, 1976).

Langkah kerja yang dilakukan yaitu mula-mula biomasa spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan 1:10. Akuades merupakan pelarut polar, dan fikosianin hanya dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Oleh karena itu akuades digunakan dalam melarutkan fikosianin pada spirulina (Tri Panji et al., 1996). Teori ini didukung Walter, et al. (2011) yang menyatakan bahwa dalam mengekstrak fikosianin dari Spirulina perlu digunakan pelarut polar yang pHnya netral, salah satunya adalah dengan aquades. Selanjutnya dilakukan pengadukan menggunakan stirrer selama 2 jam. Proses pengadukan bertujuan untuk homogenisasi spirulina dengan penambahan akuades sehingga memaksimalkan proses ekstraksi pigmen fikosianin yang sedang terjadi (Silveira et al., 2007)

Larutan kemudian di-sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm hingga diperoleh endapan dan supernatant yang merupakan cairan yang mengandung fikosianin. Silveira et al. (2007) menambahkan bahwa proses sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan padatan dan cairan fikosianin yang terekstrak sehingga proses pengukuran absorbansi yang akan dilakukan tidak terganggu dan mendapatkan hasil yang tepat.

Kadar fikosianin dalam supernatant tersebut kemudian diukur menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 615 dan 652 nm. Prabuthas et al (2011) mengatakan bahwa kemurnian fikosianin dapat dievaluasi dengan rasio absorbansi. Penggunaan 2 macam gelombang ini (615 dan 652 nm) sudah tepat untuk mengukur warna dari fikosianin yaitu biru-hijau, dimana pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm merupakan warna komplementer hijau kebiruan (Petrucci & Suminar, 1992).

Supernatant yang terbentuk juga ditambahkan dekstrin dengan perbandingan supernatan:dekstrin = 1:1. Tujuan penambahan dekstrin menurut Arief (1987) yaitu untuk menekan kehilangan komponen volatile selama proses pengolahan. Ribut dan Kumalaningsih (2004) menambahkan bahwa dekstrin biasanya berfungsi sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor dan pewarna yang memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk. Pengertian dari dektrin sendiri dijelaskan oleh Reynold (1982), yang mengatakan bahwa dekstrin adalah polisakarida dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam, memiliki warna putih sampai kuning. Dekstrin bersifat larut air, lebih cepat terdispersi, tidak kental dan lebih stabil daripada pati. struktur molekul dekstrin berbentuk spiral, sehingga molekul- molekul flavor yang terperangkap di dalam struktur spiral helix. Dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin memiliki sifat dapat larut dalam air, lebih stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi dalam hal ini adalah untuk melindungi fikosianin (Fenema, 1976)

Setelah tercampur rata kemudian dituangkan ke dalam wadah yang digunakan sebagai alas untuk proses pengeringan. Selanjutnya dimasukkan dalam oven bersuhu 45oC hingga kering dan mencapai kada air kurang lebih sekitar 7%. Pengeringan ini merupakan metode pengeringan sesuai dengan teori dari Desmorieux & Decaen (2006), yang mengatakan bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan pemanasan yang dirancang sedemikian rupa hingga suhu berkisar antara 40-60C. Apabila pengeringan fikosianin dilakukan dengan suhu >60oC akan mendegradasi fikosianin dan menyebabkan reaksi maillard. Adanya proses pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi kadar air bebas, yang dapat digunakan bakteri yang dapat merusak pigmen fikosianin. Setelah dikeringkan, proses selanjutnya adalah dilakukan penumbukan hingga terbentuk powder. Setelah dikeringkan maka akan membentuk adonan kering yang gempal sehingga perlu dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk serbuk.

Menurut Fox (1991), Optical density atau absorbansi sangat dipengaruhi oleh kejernihan larutan. Oleh karena itu dapat diartikan semakin tinggi padatan terlarut atau larutan semakin pekat dan keruh, maka hasil absorbansi juga akan semakin tinggi. Pada hasil pengamatan dapat diamati meskipun dilakukan dengan panjang gelombang yang sama namun menghasilkan nilai absorbansi atau OD yang berbeda-beda namun hasil yang diperoleh pun tidak berbeda jauh yaitu antara 0,0544-0,0574 pada panjang gelombang 615 nm dan antara 0,0223-0,0227 pada panjang gelombang 652 nm. Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Pomeranz & Meloan (1994), perbedaan nilai absorbansi pada masing-masing kelompok dapat terjadi dikarenakan pengukuran absorbansi dilakukan beberapa kali, dimana pengulangan pada pengukuran bertujuan untuk memperoleh hasil yang tepat. Pomeranz & Meloan (1994) menambahkan bahwa pengukuran absorbansi dengan metode spektrofotometri dapat menimbulkan beberapa kesalahan yang disebabkan karena kuvet kotor atau tergores, penempatan kuvet yang tidak tepat, adanya gelembung udara dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang tertera pada alat, dan kurang sempurna dalam penyiapan larutan sampel. Karena nilai absorbansi yang berbeda-beda maka KF yang terhitung pada masing-masing kelompok pun berbeda yang menyebabkan terdapat perbedaan pula terhadap yield. Yield yang dihasilkan pada percobaan ini berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang dihasilkan maka yield yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan, secara keseluruhan warna fikosianin sebelum di oven adalah biru dan tidak ditemukan adanya perubahan warna fikosianin setelah dioven. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Wiyono (2007), yang mengatakan bahwa penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan membuat bubuk fikosianin menjadi pudar/ cenderung cerah, karena warna dekstrin adalah putih sehingga dengan adanya penambahan dekstrin yang terlalu banyak akan membuat bubuk fikosianin memudar. Pada praktikum ini hanya sampel dari kelompok A4 saja yang sesuai dengan teori Wiyono karena warna yang teramati sebelum dioven adalah biru dan setelah dioven menjadi biru muda. Ketidaksesuaian dalam uji warna ini dapat terjadi antara lain karena metode sensori secara organoleptik memiliki kelemahan yaitu bersifat subjektif (Merit et al., 1982).

Dalam jurnal berjudul Thermal Stability improvement of Blue Colorant C-Phycocianin from Spirulina plantesis for Food Industry dapat kita ketahui meskipun C-phycocyanin banyak digunakan untuk pewarna biru namun warna biru ini tidak stabil terhadap panas sehingga tidak dapat digunakan untuk makanan yang diproses menggunakan suhu tinggi seperti pemasakan ataupun sterilisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan kondisi yang mampu meningkatkan stabilitas thermal dari C-phycocyanin dengan tujuan unutk menghambat hilangnya warna selama proses pembuatan bahan makanan yang menggunakan suhu tinggi. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa konsentrasi gula yang tinggi mampu meningkatkan stabilitas thermal dari C-fikosianin dan menyebabkan fikosianin cocok untuk digunakan pada industri seperti confectionery dan pastry. C-fikosianin memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap cahaya, pH, temperatur dan oksigen yang dapat menyebabkan hingga 90% kehilangan warna birunya maka penambahan gula konsentrasi tinggi selama pemrosesan menjadi bahan pangan menjadi langkah yang penting untuk meningkatkan umur simpan serta meminimalisir kontaminasi bakteri.

Dalam jurnal berjudul Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis juga dijelaskan bahwa metode ekstraksi pada umumnya merupakan faktor utama untuk pemulihan phycobiliproteins dalan kondisi natural alga. Ekstraksi ini meliputi pemecahan biomasa sel untuk mengekstrak protein dari sel (Hemlata et al., 2011). Cyanobacteria sangat resisten terhadap pemecahan dinding sel, oleh karena itu penggunaan berbagai vairasi tekanan osmotis, kondisi abrasive, perlakuan kimia, freezing thawing, sonikasi dan buffer sodium fosfat (Ranchen Duangsee et al, 2009). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh dari metode yang berbeda dalam menghasilkan fikosianin dari Spirulina plantesis.

4. 5. KESIMPULAN

Spirulina merupakan alga hijau biru di mana terdapat klorofil (pigmen hijau) dan fikosianin (pigmen biru) dalam struktur selularnya. Mikroalga jenis Spirulina sp memiliki potensi yang sangat baik pada produksi makanan dan hal-hal terkait dengan kandungan nutrisinya seperti digunakan untuk pewarna, vitamin, asam linolenat gamma dan enzim Protein yang terdapat dalam Spirulina plantesis merupakan phycobiliproteins yang bersifat hidrofilik dan merupakan pewarna yang baik dan stabil Phycobilliproteins bersifat non toxic dan non karsinogenik Fikosianin yang memiliki pigmen biru alami memiliki banyak manfaat dalam bidang makanan, produk kosmetik dan kesehatan, namun fikosisanin sangat sensitif terhadap temperatur dan perubahan pH di lingkungan karena subunit polypeptida yang dimiliki. Pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar seperti air. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan padatan dan cairan fikosianin yang terekstrak sehingga proses pengukuran absorbansi mendapatkan hasil yang tepat. Kadar fikosianin diukur menggunakan spektofotometer dengan panjang gelombang 615 dan 652 nm di mana pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm merupakan warna komplementer hijau kebiruan Dekstrin adalah polisakarida dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam, memiliki warna putih sampai kuning. Dekstrin berfungsi sebagai pembawa bahan pangan yang aktif dan memerlukan sifat mudah larut air dan bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk Dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah Pengeringan fikosianin yang dilakukan dengan suhu >60oC akan mendegradasi fikosianin dan menyebabkan reaksi maillard Yield yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan membuat bubuk fikosianin menjadi pudar/ cenderung cerah, karena warna dekstrin adalah putih sehingga dengan adanya penambahan dekstrin yang terlalu banyak akan membuat bubuk fikosianin memudar

Semarang, 23 September 2015Praktikan,Asisten Dosen,- Deanna Suntoro- Ferdyanto Juwono

Agatha Putri Algustie13.70.01266. 7. DAFTAR PUSTAKA

Abalde, J.; Betancourt, L.; Torres, E.; Cid, A.; Barwell, C.; Plant. Sci. 1998, 136, 109. Alfredo walter,Julio Cesar De Carvalho,Vanete Thomaz Soccol,Ana Barbara Bisinella De Faria,Fanessa Ghiggi and Carlos Ricardo Soccol , 2011. Study of phycocyanin production from Spirulina platensis under different light spectra, Braz.Arch.Biol.Technol.,54:675-682.Ayehunie S, Belay A, Baba TW, Ruprecht RM (1998) Inhibition of HIV-1 replication by an aqueous extract of Spirulina platensis (Arthrospira platensis). J Acquir Immune Defic Syndr Hum Retrovirol 18: 7-12.Chaneva G, Furnadzhieva S, Minkova K, Lukavsky J (2007) Effect of light and temperature on the cyanobacterium Arthronema africanum- a prospective phycobiliprotein-producing strain. J Appl Phycol 19: 537-544.Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.El-Baky HHA. (2003). Over production of phycocyanin pigment in blue green alga Spirulina sp. and its Inhibitory effect on growth of Ehrlich Aschites Carcinoma Cells Journal Medical Science 3(4):314-324.Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.Glazer, A.N. Light harvesting by phycobilisomes. Ann. Rev. Biophys. Chem. 1985, 14, 4777.Hemlata ,Gunjan Pandey,Fareha Bano and Tanseem Fatma. 2011. Studies on Anabaena sp.NCCU-9 with special reference to phycocyanin, J.Algal Biomass Utl.,2:30-51.Merit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, dan I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majestys Stationery Office. Edinburgh. Carra, P., dan hEocha, C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371.Petrucci, R. H. dan Suminar. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan. Modern Edisi Keempat. Jilid Kedua. Erlangga. Jakarta.Prabuthas, P et al. (2011). Standardization of Rapid and Economical Method for Neutraceuticals Extraction from Algae. Journal of Stored Products and Postharvest Research. India.Rachen Duangsee,Natapas Phoopat and Suwayd Ningsanond.2009. Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature,As. J.Food Ag- Ind.,2:819-826.Reynolds, J.E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth. The Pharmacentical Press. London.Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.Rippka, R.; Deruelles, J.; Waterbury, J. B.; Herdman, M., Stanier, R. Y.; J. Chem. Microbiol. 1979, 111, 1.Sarada, R.; Pillai, M.G.; Ravishankar, G.A. Phycocyanin from Spirulina sp: Influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process Biochem. 1999, 34, 795801.Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

8. LAMPIRAN

8.1. PerhitunganRumus:KF(mg/ml)=

Yield (mg/g)=

Kelompok A1KF(mg/ml)= = 0,819mg/ml

Yield (mg/g)= = 5,938 mg/g

Kelompok A2KF(mg/ml)= = 0,868mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,293 mg/g

Kelompok A3KF(mg/ml)= = 0,862mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,250 mg/g

Kelompok A4 KF(mg/ml)= = 0,865mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,271 mg/g

Kelompok A5KF(mg/ml)= = 0,874mg/ml

Yield (mg/g)= = 6,337 mg/g

8.2. Laporan Sementara8.3. Diagram Alir8.4. Abstrak Jurnal

18