-
1
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR
FERMENTASI NATA DE COCO
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Ferdyanto Juwono
NIM : 12.70.0099
Kelompok F2
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
Acara I
-
1
1. HASIL PENGAMATAN
1.1. Tabel Pengamatan Fermentasi Substrat Cair Nata de Coco
Hasil pengamatan fermentasi substrat cair Nata de Coco dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan Fermentasi Substrat Cair Fermentasi
Nata de Coco
Kel Tinggi
media awal
cm
Tinggi ketebalan nata cm Lapisan nata
0 14 0 14
F1 0,5 0 0,4 0,4 0 80 80 F2 2 0 0,2 0,2 0 10 10 F3 1,5 0 0,5 0,2
0 75 13,33 F4 1,5 0 0,3 0,3 0 20 20
F 1,5 0 0,3 0,1 0 20 6,67
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa persentase lapisan nata
pada hari ke-0 untuk
semua kelompok adalah 0% dan mengalami kenaikan pada hari ke-7.
Sedangkan, pada
hari ke-14 persentase lapisan nata mengalami penurunan pada
semua kelompok kecuali
persentase lapisan nata pada kelompok F1,F2, dan F4 yang
besarnya tetap yaitu 80%,
10% dan 20%. Semakin tinggi ketebalan nata dengan semakin
rendahnya tinggi media
awal, maka persentase lapisan nata akan semakin besar.
1.2. Tabel Pengamatan Uji Sensori Nata de Coco
Hasil pengamatan uji sensori Nata de Coco dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Sensori Nata de Coco
Kelompok Aroma Warna
F1 +++ +
F2 +++ +
F3 +++ +
F4 +++ +
F +++ + Keterangan :
Aroma Warna ++++ : Tidak asam Putih
+++ : Agak asam Putih bening
++ : Asam Putih agak bening
+ : Sangat asam Kuning
-
2
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa aroma Nata de Coco agak
asam. Warna Nata
de Coco semua kelompok yaitu kuning.
-
3
2. PEMBAHASAN
Praktikum fermentasi substrat cair fermentasi Nata de Coco
bertujuan untuk mengetahui
prinsip pembuatan Nata de Coco, memanfaatkan limbah air kelapa
sebagai bahan baku
pembuatan Nata de Coco, dan mengetahui proses fermentasi Nata de
Coco. Produk
yang dibuat pada praktikum ini adalah Nata de Coco. Nata de Coco
merupakan suatu
pertumbuhan berupa gel yang mengandung gula dan asam yang
terapung pada
permukaan medium, merupakan hasil fermentasi oleh bakteri
Acetobacter xylinum
(Hakimi & Daddy, 2006).
Nata de coco juga dapat diartikan sebagai selulosa bakterial
yang mengandung air
kurang dari 98% dan memiliki tekstur yang agak kenyal. Pada
mulanya, Nata de coco
berasal dari Filipina. Dalam 100 gram nata, terkandung 146
kalori dengan lemak
sebesar 0,2%, karbohidrat 36,1 mg, kalsium 12 mg, fosfor 2 mg,
dan Fe sebesar 0,5 mg
(Hakimi & Daddy, 2006). Oleh karena itu, nata merupakan
sumber makanan dengan
kandungan energi yang tergolong rendah sehingga cocok dikonsumsi
orang yang sedang
menjalani program diet maupun bagi penderita diabetes. Selain
itu, kandungan serat
nata yang tinggi berfungsi untuk memperlancar proses pencernaan
dalam tubuh
(Wijayanti et al., 2010).
2.1.Pembuatan Media
Bahan yang digunakan dalam pembuatan media Nata de Coco yaitu
air kelapa, gula
pasir, asam cuka glasial 95%, dan ammonium sulfat. Air kelapa
yang cocok digunakan
sebagai bahan baku Nata de Coco adalah air kelapa murni (tanpa
campuran air) yang
berasal dari kelapa tua (Hakimi & Daddy, 2006). Penambahan
substrat yang sesuai akan
meningkatkan laju fermentasi dan menghasilkan nata dengan
ketebalan maksimal. Air
kelapa pada umumnya mengandung karbohidrat sebesar 4%, lemak
0,1%, kalsium
0,02%, fosfor 0,01%, besi, garam-garam mineral, nitrogen,
vitamin C, dan protein
(Wijayanti et al., 2010). Pada umumnya, setiap 1 liter air
kelapa akan mengahasilkan
Nata de Coco sebanyak 1 kg (Hakimi & Daddy, 2006).
-
4
Air kelapa adalah minuman yang diambil dari bagian dalam buah
kelapa. Air kelapa
mengandung gula berupa sukrosa, sorbitol, glukosa, fruktosa,
galaktosa xilosa, dan
manosa. Selain itu, terkandung mineral sebanyak 0,4-1% dari air
kelapa berupa
potassium, klorida, zat besi, dan sulfur. Asam-asam amino di
dalam air kelapa antara
lain alanin, arginin, sistein, dan serin (Prades et al.,
2011).
Gambar 1. Proses Penyaringan Air Kelapa
Media dapat dibuat dengan cara air kelapa sebanyak 1 liter
disaring menggunakan kain
saring dengan tujuan memisahkan kotoran. Setelah itu, air kelapa
ditambahkan gula
pasir sebanyak 10% dari air kelapa tersebut lalu diaduk hingga
larut. Penambahan gula
pasir dilakukan karena gula pasir (sukrosa) merupakan sumber
karbon yang paling
berpotensi menghasilkan selulosa pada proses fermentasi Nata de
Coco oleh bakteri
Acetobacter xylinum. Pemilihan sukrosa pada praktikum ini
dilatarbelakangi dengan
alasan sukrosa dapat tersedia dalam jumlah banyak dan harganya
terjangkau (Wijayanti
et al., 2010).
Gambar 2. Proses Penambahan Gula
Berdasarkan teori Hayati (2003), konsentrasi gula optimum yang
ditambahkan dalam
pembuatan Nata de Coco adalah sebesar 10% dari air kelapa yang
digunakan. Hal ini
menunjukkan bahwa praktikum yang dilakukan telah sesuai dengan
teori. Gula dapat
berfungsi mengawetkan, memberikan tekstur, memperbaiki
penampakan, dan memberi
-
5
flavor pada Nata de Coco. Menurut Sunarso (1982), apabila jumlah
gula yang
ditambahkan terlalu banyak, bakteri Acetobacter xylinum tidak
dapat memanfaatkannya
secara optimal.
Gambar 3. Pengukuran pH Larutan
Tahap selanjutnya adalah larutan air kelapa dan gula kemudian
ditambah dengan
ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari larutan, setelah itu
ditambahkan asam cuka
glasial hingga pH larutan menjadi 4-5, kemudian dipanaskan untuk
membuat gula larut
dan dilakukan penyaringan kembali. Penambahan asam bertujuan
untuk mengatur
keasaman agar sehingga mencapai kondisi keasaman yang
dikehendaki, hal ini
disebabkan karena pH optimum pembuatan nata adalah pada pH 4,
dan pembentukan
nata dapat terjadi pada kisaran pH 3,5 (Wijayanti et al., 2010).
Padahal, pH air kelapa
pada mulanya adalah 5,6. Penambahan ammonium sulfat sebagai
nitrogen anorganik
berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi bakteri Acetobacter
xylinum dan untuk
membersihkan air kelapa dari kotoran maupun bahan-bahan
pencampur dalam
pembuatan starter dan Nata de Coco. Dalam pembuatan Nata de
Coco, media yang
digunakan tidak boleh tercampur oleh garam karena bakteri
Acetobacter xylinum tidak
dapat tumbuh pada media yang asin (tidak tahan garam) (Hakimi
& Daddy, 2006).
Pemanasan media bertujuan selain untuk melarutkan gula yaitu
untuk membunuh
mikroorganisme kontaminan sehingga pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum tidak
terganggu (Astawan & Astawan, 1991). Penambahan bahan-bahan
pembuatan media
telah sesuai dengan teori Jagannath et al. (2008) yang
mengatakan bahwa konsentrasi
sukrosa pada 10% dan ammonium sulfat 0,5% dengan pH 4,0 dapat
menghasilkan
ketebalan nata paling maksimal.
-
6
2.2. Fermentasi
Tahapan fermentasi Nata de Coco yaitu sebanyak 100 ml dari
larutan (media steril)
dimasukkan ke dalam wadah plastik bening lalu ditutup rapat
dengan kertas sampul
coklat kemudian starter ditambahkan ke dalam media sebanyak 10%
dari media secara
aseptis dan dikocok perlahan hingga seluruh starter tercampur
homogen. Larutan
campuran media dan starter diinkubasi selama 2 minggu pada suhu
ruang. Starter yang
ditambahkan dalam media berperan menggumpalkan air kelapa
sehingga dapat
dihasilkan Nata de Coco (Hakimi & Daddy, 2006). Dalam
pembuatan Nata de Coco,
starter yang digunakan merupakan bakteri Acetobacter xylinum
(Wijayanti et al., 2010).
Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang bersifat
aerob dan dapat
mensintesa selulosa secara ekstraseluler (Melliawati, 2008).
Bakteri Acetobacter
xylinum akan mengubah gula di dalam media menjadi suatu
substansi menyerupai gel di
permukaan media (Wijayanti et al., 2010). Penambahan starter ke
dalam media harus
dilakukan secara aseptis dengan tujuan mencegah kontaminasi yang
mungkin terjadi
dari lingkungan sekitar starter sehingga starter hanya berupa
biakan murni. Biakan
murni dapat diartikan sebagai biakan yang terdiri dari satu
spesies tunggal (Wijayanti et
al., 2010).
Gambar 4. Proses Penambahan Starter
Inkubasi dilakukan pada suhu ruang karena suhu optimum yang
memungkinkan untuk
fermentasi nata yaitu pada suhu 28-30oC (suhu ruang) (Wijayanti
et al., 2010).
Berdasarkan teori dari Rahayu et al (1993), apabila suhu
inkubasi yang digunakan
terlalu tinggi akan mengakibatkan sebagian bakteri mati. Namun
apabila suhu inkubasi
terlalu rendah, akan dihasilkan Nata de Coco yang lunak atau
bahkan sama sekali tidak
terbentuk lapisan Nata de Coco.
-
7
Gambar 5. Proses Inkubasi
Sesuai dengan teori Santosa et al. (2012), inkubasi pada proses
fermentasi Nata de Coco
dilakukan selama 2 minggu. Selama inkubasi, wadah plastik tidak
boleh tergoyang
supaya lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Nata de Coco
dapat terbentuk
karena ada enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri
Acetobacter xylinum selama
waktu inkubasi. Enzim ekstraseluler akan mempolimerisasi gula
menjadi rantai selulosa
sejumlah ribuan dan akan membentuk jaringan mikrofibril yang
panjang dalam cairan
fermentasi. Proses fermentasi Nata de Coco juga akan
menghasilkan gas
karbondioksida yang melekat pada jaringan selulosa dan jaringan
selulosa ini akan
terangkat ke permukaan cairan. Setelah proses fermentasi
berlangsung dalam kurun
waktu tertentu, akan tumbuh jutaan mikroorganisme pada media
tersebut dan
membentuk lembaran benang-benang selulosa. Lembaran-lembaran
benang selulosa
tersebut akan memadat dan menjadi berwarna putih atau
transparan, disebut nata
(Pambayun, 2002 & Palungkun, 1996). Pengamatan terhadap Nata
de Coco meliputi
terbentuknya lapisan di permukaan cairan dan ketebalan lapisan
Nata de Coco pada hari
ke-7 dan ke-14. Setelah Nata de Coco jadi, Nata de Coco kemudian
dicuci dengan air
mengalir dan dimasak dengan air gula sesuai dengan kesepakatan
kelompok.
2.3. Fermentasi Substrat Cair Fermentasi Nata de Coco
Kualitas Nata de Coco ditentukan oleh kualitas media yang
digunakan dan proses
fermentasinya. Apabila rasio penambahan karbon dan nitrogen
diatur dengan optimal
dan proses fermentasi berlangsung baik, maka semua cairan kelapa
akan berubah
menjadi nata tanpa menghasilkan residu (Wijayanti et al., 2010).
Oleh karena itu, dalam
-
8
praktikum ini ditambahkan gula sebagai sumber karbon dan
ammonium sulfat sebagai
sumber nitrogen dengan rasio tertentu terhadap air kelapa yang
digunakan.
Berdasarkan teori Wijayanti et al (2010), semakin tinggi
kandungan nitrogen dalam
bahan media akan meningkatkan laju fermentasi sehingga
meningkatkan hasil
biosintesa dan menghasilkan nata yang semakin tinggi. Selain
itu, semakin banyak
sukrosa yang ditambahkan akan menyebabkan terjadinya peningkatan
pH, dan dengan
meningkatnya pH maka rendemen nata yang dihasilkan akan semakin
banyak.
Meskipun peningkatan pH menghasilkan rendemen nata yang tinggi,
namun nata yang
dihasilkan pada kondisi pH yang terlalu tinggi akan memiliki
tekstur yang lunak. pH
optimum untuk pembuatan nata adalah pada pH 4.
Ketebalan nata akan memberikan pengaruh terhadap rendemen nata.
Ketika nata
semakin tebal, maka rendemen nata akan semakin besar (Wijayanti
et al., 2010). Hasil
pengamatan yang dilakukan oleh kelompok F1 sampai F5 telah
sesuai dengan teori
tersebut yaitu ketinggian nata berbanding lurus dengan
persentase lapisan nata.
Menurut Wijayanti et al (2010), apabila rendemen nata semakin
besar, maka
ketersediaan oksigen dalam medium menjadi lebih banyak. Oksigen
sangat dibutuhkan
dalam proses metabolisme dan pembentukan pelikel nata oleh
bakteri Acetobacter
xylinum. Ketika kandungan oksigen dalam nata banyak, maka
petumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum akan berlangsung pesat dan nata yang
dihasilkan akan memiliki
ketinggian maksimal.
Menurut Seumahu et al. (2007), nata yang baik adalah nata dengan
ketinggian 1,5-2 cm
dengan selulosa gel homogen dan memiliki transparansi tinggi.
Sedangkan nata dengan
ketinggian kurang dari 0,5 cm dan berwarna putih pucat
dikategorikan tidak baik.
Berdasarkan teori Seumahu et al. (2007), setelah dilakukan
inkubasi selama 2 minggu
dihasilkan nata yang kurang baik karena kelompok F1 sampai F5
memiliki ketinggian
yang kurang dari 0,5 cm. Masing-masing kelompok memiliki
ketinggian Nata de Coco
yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh panjang dan lebar
wadah yang digunakan
serta ketinggian media awalnya.
-
9
Media fermentasi yang terlalu pekat akan menyebabkan proses
pembentukan selulosa
oleh Acetobacter xylinum berjalan semakin lambat akibat
meningkatnya tekanan
osmosis sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri.
Sedangkan
penambahan substrat yang sesuai akan meningkatkan laju reaksi
sehingga ketebalan
nata akan semakin meningkat. Semakin baik kualitas nata, kadar
air yang terkandung
dalam nata akan semakin sedikit (Wijayanti et al., 2010).
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data bahwa persentase
lapisan nata semua
kelompok meningkat pada hari ke-7. Namun, pada hari ke-14,
persentase lapisan nata
pada kelompok F3 dan F5 justru menurun yaitu pada kelompok F3
persentase lapisan
nata menurun sebesar 13,33%; pada kelompok F5 terjadi penurunan
persentase lapisan
nata sebesar 6,67%. Penurunan lapisan Nata de Coco dapat
disebabkan karena terjadi
goyangan atau gangguan pada saat proses fermentasi Nata de Coco
berlangsung yang
kemungkinan terjadi ketika pengamatan nata di hari ke-7 sehingga
mengakibatkan
permukaan cairan nata menurun pada hari ke-14 (Pambayun, 2002
& Palungkun, 1996).
2.4. Uji Sensori Nata de Coco
Berdasarkan hasil pengamatan, aroma Nata de Coco kelompok F1
sampai F5 memiliki
aroma agak asam. Menurut Fardiaz (1992), aroma yang asam pada
Nata de Coco
disebabkan oleh asam cuka glasial yang ditambahkan saat
pembuatan media dan juga
disebabkan karena asam asetat yang dihasilkan oleh bakteri
Acetobacter xylinum selama
proses fermentasi berlangsung. Rahman (1992) menambahkan bahwa
aroma asam pada
Nata de Coco sangat dipengaruhi ketika proses pencucian dan
perendaman.
Berdasarkan teori tersebut, berarti proses pencucian dan
perendaman Nata de Coco
tidak berlangsung sempurna sehingga asam masih tersisa dan
menimbulkan aroma agak
asam pada Nata de Coco.
Warna Nata de Coco semua kelompok yaitu kuning. Hal ini tidak
sesuai dengan teori
Pambayun (2002) yang mengatakan bahwa lembaran benang-benang
selulosa yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum akan tampak berwarna
putih hingga
transparan dan berbentuk padat. Menurut Wijayanti et al. (2010),
semakin tinggi serat
-
10
kasar nata akan menghasilkan warna nata yang semakin cerah. Hal
ini disebabkan
karena serat kasar yang tinggi menunjukkan pori-pori nata yang
semakin kecil dan rapat
sehingga akan memantulkan sinar yang lebih banyak dan
menghasilkan nata dengan
tingkat kecerahan yang tinggi atau berwarna lebih putih. Untuk
menghasilkan warna
nata yang baik (putih) sebaiknya digunakan sukrosa putih.
Kesalahan yang terjadi
karena tidak terdapatnya serat kasar sehingga warna nata
berwarna kuning. Hasil yang
kurang sesuai dapat terjadi karena kultur Acetobacter xylinum
telah terkontaminasi atau
tidak mampu memanfaatkan nutrisi pada subtarat.
Gambar 6. Nata De Coco Setelah Inkubasi Selama 14 Hari
Nata de Coco banyak didistribusikan dalam bentuk minuman instan
dalam kemasan.
Supaya minuman instan tersebut tidak mudah rusak, perlu
ditambahkan penstabil
berupa CMC (Carboxy Methyl Cellulosa), gum arabic, atau gelatin.
Tujuan
penambahan penstabil tersebut adalah untuk membentuk cairan Nata
de Coco dengan
viskositas yang stabil dan homogen dalam waktu lama. CMC
merupakan penstabil yang
paling efektif dibandingkan gum arabic maupun gelatin.
Persentase penambahan CMC
yang tepat adalah sekitar 0,5-3% untuk menstabilkan suspensi
(Santosa et al., 2012).
Penambahan dekstrin pada produk minuman instan, termasuk Nata de
Coco akan
menghasilkan warna yang cerah. Semakin banyak dekstrin dan CMC
yang ditambahkan
pada produk akan menyebabkan warna produk lebih stabil. Selain
itu, penambahan
CMC juga berfungsi untuk menjaga tekstur dan mengikat komponen
flavor dari Nata de
Coco (Santosa et al., 2012).
-
11
3. KESIMPULAN
Nata de Coco merupakan hasil fermentasi Acetobacter xylinum
Air kelapa tua sesuai sebagai bahan baku Nata de Coco.
Gula pasir merupakan sumber karbon bagi Acetobacter xylinum.
Asam berfungsi untuk mengatur keasaman agar.
Ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen anorganik bagi
Acetobacter xylinum.
Konsentrasi sukrosa 10%, ammonium sulfat 0,5%, dan pH 4,0 akan
menghasilkan
ketebalan nata paling maksimal.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri gram negatif yang bersifat
aerob dan dapat
mensintesa selulosa secara ekstraseluler.
Penambahan starter harus dilakukan secara aseptis dengan tujuan
mencegah
kontaminasi.
Inkubasi pada suhu ruang (28-30oC) merupakan suhu optimum untuk
fermentasi
nata.
Inkubasi paling optimum pada fermentasi Nata de Coco yaitu
selama 2 minggu.
Nata de Coco dapat terbentuk karena ada enzim ekstraseluler yang
dihasilkan oleh
Acetobacter xylinum selama inkubasi.
Semakin tebal nata, maka rendemen akan semakin besar.
Nata yang baik memiliki ketinggian 1,5-2 cm, selulosa gel
homogen dengan
transparansi tinggi.
Penurunan lapisan Nata de Coco disebabkan karena terjadi
gangguan ketika proses
fermentasi
Pencucian dan perendaman Nata de Coco bertujuan untuk membuang
asam dalam
nata.
Penambahan air gula bertujuan untuk memberi rasa manis dan
sebagai pengawet.
Aroma asam pada Nata de Coco disebabkan adanya asam cuka glasial
dan asam
asetat.
Nata de Coco akan berwarna putih hingga transparan.
CMC sering ditambahkan pada minuman instan Nata de Coco sebagai
penstabil dan
pengikat flavor, sedangkan dekstrin untuk menghasilkan warna
yang cerah.
-
12
Semarang, 10 Juli 2015 Asisten Dosen,
- Wulan Apriliana
- Nies Mayangsari
Ferdyanto Juwono
12.70.0099
-
13
4. DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan
Nabati Tepat Guna
Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia.
Jakarta.
Hakimi, R dan Daddy B. (2006). Aplikasi Produksi Bersih (Cleaner
Production) pada
Industri Nata de Coco. Jurnal Teknik Mesin 3(2) : 89-98.
Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa.
Yogyakarta.
Jagannath, Kalaiselvan S. S, Manjunatha P. S, Raju A. S. Bawa.
(2008). The effect of
pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the
production of
bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World
J Microbiol
Biotechnol (2008) 24:25932599.
Melliawati, R. (2008). Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan
Kualitas Inokulum
Pasta Nata de Coco. Biodiversitas 9(4) : 255-258.
Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de coco.
Kanisius. Yogyakarta.
Prades, A., M. Dornier, N. Diop, and J. P. Pain. (2011). Coconut
Water Uses,
Composition and Properties: a Review. Fruits Journal vol. 67, p.
87-107.
Rahayu, E. S.; R. Indriati; T. Utami; E. Harmayanti & M. N.
Cahyanto. (1993). Bahan
Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar
Universitas Pangan
dan Gizi IPB. Bandung.
Santosa B; Ahmadi K; dan Teque D. (2012). Dextrin Concentration
and Carboxy
Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Beverage
from Nata
de Coco. International Journal of Science and Technology (IJSTE)
1(1) : 6-11.
Seumahu, Cecilia Anna, Antonius Suwanto, Debora Hadisusanto, dan
Maggy
Thenawijaya Suhartono. (2007). The Dynamics of Bacterial
Communities
During Traditional Nata de Coco Fermentation. Microbiology
Indonesia,
August 2007, p 65-68.
-
14
Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap
Ketebalan Pelikel
pada Pembuatan Nata de coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.
Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan
Sukrosa dan Asam Asetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey
Tahu dan Substrat Air Kelapa.
Jurnal Industria 1(2) : 86-93.
-
15
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Perhitungan Lapisan Nata
Kelompok F1
Hari ke-
Hari ke-14
Kelompok F2
Hari ke-7
Hari ke-14
Kelompok F3
Hari ke-
Hari ke-14
-
16
Kelompok F4
Hari ke-
Hari ke-14
Kelompok F5
Hari ke-
Hari ke-14
x 100 = 6,67
5.2. Report Viper
5.3. Abstrak Jurnal
5.4.Laporan Sementara