Top Banner
41 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020 Alamat Korespondensi email: CONTINUING MEDICAL EDUCATION Farmakoterapi untuk Osteoporosis Esther Kristiningrum Departemen Medical PT. Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia AbstrAk Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang dengan konsekuensi tulang menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur. Di seluruh dunia, 1 dari 3 perempuan dan 1 dari 5 pria berusia di atas 50 tahun akan mengalami fraktur osteoporosis. Tujuan terapi farmakologis adalah untuk mengurangi risiko patah tulang. Obat osteoporosis dikategorikan sebagai agen antiresorptif (misalnya bisphosphonate, estrogen, calcitonin, dan denosumab) atau agen anabolik (misalnya raloxifene dan teriparatide). Pengobatan lini pertama untuk sebagian besar pasien osteoporosis pasca-menopause meliputi alendronate, risedronate, zoledronic acid, dan denosumab. kata kunci: Agen anabolik, agen antiresorpsi, fraktur, osteoporosis AbstrAct Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by low bone mass and damage to bone microarchitecture with the consequence of more fragile and more easily fractured bone. Worldwide, 1 in 3 women and 1 in 5 men over age 50 will experience osteoporotic fractures. The goal of pharmacological therapy is to reduce the risk of fractures. Medications to treat osteoporosis are categorized as antiresorptive agents (i.e., bisphosphonates, estrogen, calcitonin, and denosumab) or anabolic agents (i.e., raloxifene and teriparatide). The first-line treatment for most postmenopause osteoporosis patients includes alendronate, risedronate, zoledronic acid, and denosumab. Esther kristiningrum. Pharmacotherapy of Osteoporosis. Keywords: Anabolic agents, antiresorptive agents, fracture, osteoporosis OstEOPOrOsIs PENDAHULUAN Osteoporosis berasal dari kata “osteo” yang berarti tulang, dan “porous” yang berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis disebut juga pengeroposan tulang, yaitu penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang rendah disertai kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, sehingga tulang menjadi lebih tipis dan rapuh, sehingga cenderung mudah fraktur. 1,2 Untuk mempertahankan integritas kekuatannya, tulang terus-menerus mengalami proses pembentukan dan perombakan, yang dikenal dengan bone remodelling. Tulang yang sudah tua akan mengalami perombakan dan digantikan oleh tulang yang baru. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia pubertas, tulang makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat; puncak pembentukan tulang pada usia sekitar 25-30 tahun. Setelah usia 30 tahun, Gambar 1. Mikroarsitektur tulang normal dan tulang osteoporosis [email protected] Akreditasi PB IDI–2 SKP
8

Farmakoterapi untuk Osteoporosis

Oct 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

41CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020PB CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

Alamat Korespondensi email:

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Farmakoterapi untuk OsteoporosisEsther Kristiningrum

Departemen Medical PT. Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia

AbstrAk

Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang dengan konsekuensi tulang menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur. Di seluruh dunia, 1 dari 3 perempuan dan 1 dari 5 pria berusia di atas 50 tahun akan mengalami fraktur osteoporosis. Tujuan terapi farmakologis adalah untuk mengurangi risiko patah tulang. Obat osteoporosis dikategorikan sebagai agen antiresorptif (misalnya bisphosphonate, estrogen, calcitonin, dan denosumab) atau agen anabolik (misalnya raloxifene dan teriparatide). Pengobatan lini pertama untuk sebagian besar pasien osteoporosis pasca-menopause meliputi alendronate, risedronate, zoledronic acid, dan denosumab.

kata kunci: Agen anabolik, agen antiresorpsi, fraktur, osteoporosis

AbstrAct

Osteoporosis is a systemic skeletal disease characterized by low bone mass and damage to bone microarchitecture with the consequence of more fragile and more easily fractured bone. Worldwide, 1 in 3 women and 1 in 5 men over age 50 will experience osteoporotic fractures. The goal of pharmacological therapy is to reduce the risk of fractures. Medications to treat osteoporosis are categorized as antiresorptive agents (i.e., bisphosphonates, estrogen, calcitonin, and denosumab) or anabolic agents (i.e., raloxifene and teriparatide). The first-line treatment for most postmenopause osteoporosis patients includes alendronate, risedronate, zoledronic acid, and denosumab. Esther kristiningrum. Pharmacotherapy of Osteoporosis.

Keywords: Anabolic agents, antiresorptive agents, fracture, osteoporosis

OstEOPOrOsIsPENDAHULUANOsteoporosis berasal dari kata “osteo” yang berarti tulang, dan “porous” yang berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis disebut juga pengeroposan tulang, yaitu penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang rendah disertai kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, sehingga tulang menjadi lebih tipis dan rapuh, sehingga cenderung mudah fraktur.1,2

Untuk mempertahankan integritas kekuatannya, tulang terus-menerus mengalami proses pembentukan dan perombakan, yang dikenal dengan bone remodelling. Tulang yang sudah tua akan mengalami perombakan dan digantikan oleh tulang yang baru. Pembentukan tulang paling

cepat terjadi pada usia pubertas, tulang makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin

padat; puncak pembentukan tulang pada usia sekitar 25-30 tahun. Setelah usia 30 tahun,

Gambar 1. Mikroarsitektur tulang normal dan tulang osteoporosis

[email protected]

Akreditasi PB IDI–2 SKP

Page 2: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

4342 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

massa tulang mulai berkurang dan akan terus berkurang seiring bertambahnya usia, sehingga dapat mengakibatkan osteoporosis.1

Dalam bone remodelling, dua jenis sel yang berperan, yaitu:3

� Sel osteoblas, membentuk tulang baru (formasi tulang)

� Sel osteoklas, merombak/menghancurkan tulang (resorpsi tulang)

Ketidakseimbangan kecepatan perombakan tulang oleh osteoklas dengan pembentukan tulang baru oleh osteoblas dapat menyebabkan osteoporosis.

EpidemiologiOsteoporosis dipertimbangkan sebagai masalah kesehatan publik yang serius. Saat ini, diperkirakan bahwa sekitar 200 juta orang di dunia menderita penyakit ini.4 Prevalensi osteoporosis pada perempuan 4 kali lebih tinggi dibanding pada pria.2

Data Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006 menunjukkan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% dan prevalensi osteopenia sebesar 41,7%, berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko osteoporosis.5,8 Menurut data “Indonesia White Paper” PEROSI, prevalensi osteoporosis pada tahun 2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk perempuan.6,8 Penelitian Departemen Kesehatan (Depkes) menunjukkan bahwa prevalensi osteoporosis adalah 19,7%, sedangkan prevalensi osteopenia di Indonesia mencapai 41,7%.7,8

Osteoporosis menyebabkan 8,9 juta fraktur setiap tahun (kejadian fraktur setiap 3 detik).9 Sebanyak 1 dari 3 perempuan dan 1 dari 5 pria osteoporosis berusia di atas 50 tahun mengalami fraktur.10 Pada perempuan usia di atas 45 tahun, osteoporosis menyumbang lebih banyak hari dirawat di rumah sakit dibanding penyakit lain termasuk diabetes, infark miokardium, dan kanker payudara.4

JENIs OstEOPOrOsIsOsteoporosis dibagi menjadi tiga jenis menurut penyebabnya, yaitu:2

1. Osteoporosis Primer, yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan penyakit (proses alamiah). Termasuk osteoporosis primer adalah:

� Osteoporosis primer tipe 1, yaitu

osteoporosis akibat kekurangan estrogen pada perempuan pasca-menopause, dan akibat kekurangan testosteron pada pria andropause.

� Osteoporosis primer tipe 2, yaitu osteoporosis akibat penuaan, disebut juga osteoporosis senil.

2. Osteoporosis Sekunder, yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai kondisi klinis/penyakit, seperti infeksi tulang, tumor tulang, pemakaian obat tertentu, dan immobilitas lama.3. Osteoporosis Idiopatik, yaitu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, ditemukan pada usia kanak-kanak (juvenil), usia remaja, dan pria usia pertengahan.

GEJALA DAN kOMPLIkAsIOsteoporosis merupakan “silent disease” karena tidak memiliki tanda dan gejala kecuali jika terjadi fraktur. Fraktur dapat berakibat rasa nyeri, deformitas tulang, kecacatan, bahkan kematian.2,8

Gambar 2. Komplikasi osteoporosis

Fraktur osteoporosis paling sering di tulang belakang, tulang panggul, dan tulang pergelangan tangan.

PAtOGENEsIsEtiopatogenesis utama osteoporosis pada perempuan pasca-menopause adalah defisiensi estrogen yang menyebabkan percepatan turnover tulang, sedangkan pada pria dan perempuan pre-menopause adalah karena insufisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme.10

Kombinasi faktor genetik, endokrin, dan nutrisi dapat mengubah keseimbangan antara resorpsi tulang dan deposisi tulang melalui stimulasi aktivitas osteoklas dan penghambatan aktivitas osteoblas dan osteosit. Faktor endokrin utama dalam terjadinya osteoporosis adalah hormon

paratiroid (PTH), vitamin D, calcitonin, dan estrogen. PTH memicu absorpsi kalsium dari ginjal, tulang, dan usus, memicu aktivitas osteoklas, serta mengaktivasi vitamin D menjadi calcitriol yang memicu absorpsi kalsium dari usus. Peran PTH dan vitamin D berlawanan dengan calcitonin, yang secara reversibel menghambat fungsi osteoklas, sehingga menghambat resorpsi tulang. Estrogen juga menghambat resorpsi tulang dengan mengikat reseptor spesifik, reseptor estrogen a (Era) dan reseptor estrogen b (Erb) untuk meningkatkan apoptosis osteoklas. Penurunan produksi estrogen pada perempuan pasca-menopause merupakan salah satu faktor kejadian osteoporosis lebih tinggi pada populasi ini.10

Faktor lain yang berperan dalam resorpsi tulang adalah faktor fisik, seperti kerusakan mikro berulang mengakibatkan RANKL (receptor activator of nuclear factor kappa-B ligand) berikatan dengan reseptornya (RANK) yang diekspresikan pada pra-osteoklas,

menyebabkan aktivasi osteoklas.10 Selain itu, stres oksidatif juga menyebabkan pelepasan sitokin dan prostaglandin yang dapat meningkatkan osteoklastogenesis melalui upregulation RANKL dan downregulation osteoprotegerin, protein yang secara normal menghambat ikatan RANKL pada RANK.11

Faktor risiko2,12

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah/dimodifikasi:

� Usia lanjutSeiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi organ tubuh termasuk penyerapan kalsium oleh usus; penurunan estrogen atau testosteron akibat penuaan juga meningkatkan risiko osteoporosis. Selain itu, pada usia lanjut terjadi peningkatan hormon paratiroid.

� Jenis kelamin, di mana risiko pada perempuan lebih tinggiOsteoporosis lebih banyak pada perempuan karena pengaruh penurunan estrogen yang sudah dimulai sejak usia 35 tahun. Perempuan hamil juga berisiko osteoporosis karena proses pembentukan janin yang membutuhkan banyak kalsium.

� Riwayat osteoporosis keluarga kandung (genetik)

� RasRas Asia dan Kaukasia atau orang kulit putih

Page 3: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

43CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.202042 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

memiliki risiko lebih besar untuk mengalami osteoporosis, karena secara umum konsumsi kalsiumnya rendah, intoleransi laktosa, dan menghindari produk hewan. Sedangkan ras kulit hitam dan Hispanik memiliki risiko mengalami osteoporosis yang lebih rendah.

� Penurunan hormon estrogen atau testosteron akibat penuaan

2. Faktor risiko yang dapat diubah/dimodifikasi:

� Berat badan yang rendah dan struktur tulang yang kecil

� Kurang aktivitas fisikKurangnya aktivitas fisik dapat menghambat aktivitas osteoblas sehingga densitas tulang akan berkurang.

� Kurang paparan sinar matahari

� Kurang asupan kalsiumJika asupan kalsium kurang, tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk tulang.

� MerokokZat nikotin dalam rokok bisa mempercepat resorpsi tulang dan menurunkan kadar dan aktivitas estrogen, sehingga meningkatkan

risiko osteoporosis.

� Konsumsi minuman tinggi kafein dan alkoholKafein dan alkohol dapat menghambat proses pembentukan massa tulang dan menyebabkan terbuangnya kalsium bersama urin, sehingga menyebabkan pengeroposan tulang

� Penggunaan obat tertentu jangka panjang (kortikosteroid, antikejang, antikoagulan, methotrexate)Kortikosteroid dapat menghambat aktivitas osteoblas sehingga meningkatkan risiko osteoporosis.

DIAGNOsIsDiagnosis osteoporosis memerlukan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Penapisan awal sebaiknya dimulai pada usia 50 tahun untuk memaksimalkan manfaat pencegahan fraktur.13 Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan penyebab penyakit, seperti disfungsi tiroid dan paratiroid serta hipomagnesemia.10

Densitas mineral tulang dipertimbangkan menjadi pengukuran standar untuk diagnosis osteoporosis dan penilaian risiko fraktur.14

Kebanyakan fraktur terjadi pada pasien dengan densitas mineral tulang dalam kisaran osteopenik (skor T antara -1 dan -2,5).14

Dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA) merupakan teknik diagnostik standar emas untuk mengukur densitas mineral tulang (BMD) karena absorpsi sinar X secara langsung berkaitan dengan kandungan kalsium.10,15 Dikatakan osteoporosis jika skor T pasien kurang atau sama dengan -2,5, osteopenia jika skor T pasien antara -2,5 dan -1. Keterbatasan DEXA dilaporkan pada pasien dengan riwayat fraktur, osteoartritis, osteomalasia, dan implan logam; kerugian metode ini adalah kecenderungan perbedaan pengumpulan dan interpretasi hasil.10,16

Computed tomography kuantitatif dapat memenuhi beberapa keterbatasan DEXA, dapat menghasilkan pengukuran densitas tulang yang benar dengan alat diagnostik tunggal. Namun, metode ini memerlukan dosis radiasi lebih besar, lebih mahal, dan kontrol kualitas karena memerlukan computed tomography scanner untuk kalibrasi setiap pengukuran. Kombinasi skor FRAX (Fracture Risk Assessment Tool) dan ultrasonografi dapat diadopsi untuk diagnosis osteoporosis karena tidak memerlukan radiasi dan lebih hemat biaya.17

Pemeriksaan BMD perlu dilakukan pada perempuan berusia 65 tahun atau lebih, pria berusia 70 tahun atau lebih, perempuan lebih muda pasca-menopause dan pria berusia 50-69 tahun yang mempunyai faktor risiko osteoporosis, orang dewasa yang mengalami fraktur setelah usia 50 tahun, dan orang dewasa dengan kondisi (seperti artritis rematoid) atau mengonsumsi obat-obatan (seperti glukokortikoid) yang dikaitkan dengan penurunan massa tulang.16

PENcEGAHANPencegahan osteoporosis harus dimulai sedini mungkin, bahkan sejak di dalam rahim, untuk mencapai massa tulang semaksimal mungkin, serta penurunan massa tulang seminimal mungkin. Beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu:2,17

� Cukupi kebutuhan nutrisi, seperti kalsium dan vitamin D. Kebutuhan kalsium 80-1500 mg/hari dan vitamin D 800-1000 IU/hari.

� Olahraga atau aktivitas fisik yang cukup, skema. Algoritma penatalaksanaan osteoporosis.20

Page 4: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

4544 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

misalnya banyak berjalan kaki � Hindari merokok dan minum alkohol � Kurangi konsumsi kafein dan soda � Pemeriksaan dini osteoporosis, terutama

saat menopause

tAtALAksANAOsteoporosis tidak bisa disembuhkan, namun perlu mendapat penatalaksanaan untuk meningkatkan BMD, menghambat pengeroposan tulang, dan mencegah atau menurunkan risiko fraktur.18

Meskipun telah tersedia terapi yang efektif, namun osteoporosis sering kurang terdiagnosis dan kurang mendapat terapi optimal, selain itu tingkat kepatuhan pasien terhadap terapi dan kontrol yang masih rendah.19

Dalam algoritma penatalaksanaan osteoporosis pasca-menopause, penentuan risiko fraktur mencakup pengukuran BMD tulang belakang lumbal dan tulang panggul, serta memasukkan nilai BMD panggul atau leher tulang paha ke dalam FRAX tool. Dengan algoritma FRAX tersebut, risiko dikategorikan sebagai berikut:20

� Risiko rendah, jika tidak ada fraktur tulang panggul atau tulang belakang sebelumnya, skor T BMD tulang panggul dan tulang belakang > -1,0, dan risiko fraktur tulang panggul 10 tahun <3% dan risiko fraktur osteoporosis utama 10 tahun <20%.

� Risiko sedang, jika tidak ada fraktur tulang panggul atau tulang belakang sebelumnya, skor T BMD tulang panggul dan tulang belakang > -2,5, atau risiko fraktur tulang panggul 10 tahun <3% atau risiko fraktur osteoporosis utama 10 tahun <20%.

� Risiko tinggi, jika ada fraktur tulang panggul atau tulang belakang sebelumnya, atau skor T BMD tulang panggul dan tulang belakang ≤ -2,5 atau risiko fraktur tulang panggul 10 tahun ≥3% atau risiko fraktur osteoporosis utama 10 tahun ≥20%.

� Risiko sangat tinggi, jika ada fraktur tulang belakang multipel dan T-skor BMD tulang panggul atau tulang belakang≤ -2,5.

terapi FarmakologiTerapi farmakologi sebaiknya dimulai pada:10,14,20

� Pasien dengan osteopenia � Pasien dengan riwayat fraktur osteoporotik

pada panggul atau spinal

� Pasien dengan T-score ≤ -2,5 � Pasien dengan T-score antara -1 dan -2,5

jika probabilitas 10 tahun FRAX® (Fracture Risk Assessment Tool) untuk fraktur panggul ≥3% dan osteoporotik mayor ≥20%.

Berdasarkan cara kerjanya, obat osteoporosis terdiri dari:17

� Antiresorptive agentMerupakan obat yang menurunkan kehilangan massa tulang.Contoh: bisphosphonate, calcitonin, strontium ranelate, denosumab

� Anabolic agentMerupakan obat yang meningkatkan massa tulang: estrogen atau terapi sulih hormon, selective estrogen receptor modulator (misal: raloxifene), teriparatide

Pemberian obat anti-osteoporosis sebaiknya tetap disertai asupan kalsium dan vitamin D yang cukup serta menghindari faktor risiko

osteoporosis seperti tidak merokok dan tidak minum alkohol, serta olahraga yang cukup dan menghindari risiko terjatuh atau fraktur.10

BisphosphonateBisphosphonate oral merupakan obat yang efektif, terjangkau, dengan data keamanan jangka panjang untuk sebagian besar senyawa. Jika tidak ada kontraindikasi spesifik, bisphosphonate oral dipertimbangkan sebagai terapi farmakologi lini pertama untuk perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur, dan telah disetujui FDA untuk osteoporosis yang disebabkan oleh glucocorticoid. Bisphosphonate bekerja mempengaruhi jalur intraseluler spesifik pada osteoklas yang menyebabkan toksisitas seluler. Secara spesifik, obat ini mengikat hidroksiapatit dan menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas melalui beberapa cara, yaitu sitotoksik atau injuri metabolik pada osteoklas matur, menghambat penempelan

tabel 1. Obat untuk osteoporosis yang telah disetujui oleh FDA16

Obat

Indikasi

Osteoporosis Pasca-menopause Osteoporosis akibat Glucocorticoid Osteoporosis pada Pria

Pencegahan Pengobatan Pencegahan Pengobatan

Estrogen √

Calcitonin √

Raloxifene √ √

Ibandronate √ √

Alendronate √ √ √ √

Risedronate √ √ √ √ √

Zoledronate √ √ √ √ √

Denosumab √ √

Teriparatide √ √ √

tabel 2. Efek penurunan kejadian yang telah terbukti16

Obat Fraktur Vertebra Fraktur Non-vertebra Fraktur Panggul

Calcitonin √ Tidak menunjukkan efek Tidak menunjukkan efek

Raloxifene √ Tidak menunjukkan efek Tidak menunjukkan efek

Ibandronate √ Tidak menunjukkan efek Tidak menunjukkan efek

Alendronate √ * √

Risedronate √ √ *

Zoledronate √ √ √

Denosumab √ √ √

Teriparatide √ √ Tidak menunjukkan efek

*Terbukti memberikan efek, namun indikasinya belum disetujui FDA

tabel 3. Sediaan bisphosphonate16

Obat Dosis Oral Harian Dosis Oral Mingguan Dosis Oral bulanan IV

Alendronate 5 mg, 10 mg 35 mg, 70 mg

Risedronate 5 mg 35 mg 150 mg

Ibandronate 2,5 mg 150 mg 3 mg/3 bulan

Zoledronate 5 mg/tahun

Minodronate 1 mg

Page 5: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

45CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.202044 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

osteoklas pada tulang, menghambat diferensiasi dan rekrutmen osteoklas, serta mempengaruhi struktur osteoklas yang diperlukan untuk resorpsi tulang (komponen sitoskeleton).10

Jenis bisphosphonate berdasarkan generasinya:21

1. Generasi pertama: etidronate, clodronate2. Generasi kedua: alendronate, pamidronate3. Generasi ketiga: risedronate, ibandronate,

zoledronate, minodronate

Terdapat 2 subkelas bisphosphonate:10,22

1. Nitrogen containing bisphosphonate (NBP; misal: alendronate, ibandronate, pamidronate, risedronate, zoledronate)NBP menghambat enzim farnesyl pyrophosphate synthase (FPPS) pada jalur metabolik mevalonic acid yang terlibat dalam pembentukan dan fungsi osteoklas, sehingga osteoklas tidak aktif dan menginduksi apoptosis osteoklas.

2. Non-nitrogen containing bisphosphonate (NNBP; misal: etidronate).NNBP bekerja melalui pembentukan metabolit yang membentuk analog ATP toksik yang menginduksi apoptosis osteoklas.

Bisphosphonate memiliki keterbatasan, yaitu:10,16

1. Dikontraindikasikan pada pasien dengan hipokalsemia, kelainan esofagus, atau tidak bisa bertahan dalam posisi tegak (tidak berbaring) minimal selama 30 menit (pada pemberian oral), dan jika GFR <30-35 mL/menit (pada pemberian intravena).

2. Dapat menyebabkan efek samping iritasi esofagus, hipokalsemia, nyeri muskuloskeletal, dan fraktur atipikal yang mungkin disebabkan oversupresi turnover tulang.

3. Penggunaan jangka panjang NBP terus-menerus dapat menyebabkan osteonecrosis of the jaw, khususnya pada pasien yang baru menjalani operasi maksilofasial atau rongga mulut, sehingga dianjurkan:

� Pasien dengan risiko rendah fraktur, obat dihentikan (“drug holiday”) setelah terapi 3-5 tahun.

� Pasien dengan risiko tinggi fraktur, terapi diteruskan selama 10 tahun, kemudian “drug holiday” selama 1-2 tahun.

Pilihan pertama terapi bisphosphonate adalah regimen oral alendronate atau risedronate diminum sekali seminggu saat perut kosong pada pagi hari dengan minimal 240 mL air untuk meningkatkan absorpsi; pasien harus dalam posisi tegak dan tidak makan atau minum selama minimal 30 menit setelah minum obat untuk mengurangi efek samping gastrointestinal. Jika ada kontraindikasi atau kurang ditoleransi, dapat diberikan zoledronic acid atau ibandronate intravena. Bisphosphonate sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah fraktur dan tidak dihentikan pada pasien fraktur osteopatik yang mendapat obat kurang dari 5 tahun karena berpotensi memperlambat penyembuhan.10

Di antara bisphosphonate, potensi antiresorpsi/penghambatan PFFS clodronate < etidronate < pamidronate < alendronate < ibandronate < risedronate < zoledronate = minodronate. Sedangkan afinitas terhadap hydroxyapatite : risedronate < minodronate < zoledronate < alendronate. Namun, hasil meta-analisis menunjukkan bahwa manfaat menurunkan risiko fraktur vertebra antara alendronate, risedronate, ibandronate, dan zoledronic acid tidak berbeda bermakna.23

CalcitoninCalcitonin menghambat resorpsi tulang dengan meningkatkan aktivitas osteoblas dan dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua jika obat lini pertama tidak dapat ditoleransi atau tidak efektif.10 Studi menunjukkan bahwa calcitonin meningkatkan BMD lumbal dan menurunkan petanda biologi turnover tulang, namun tidak mencegah fraktur baru tulang vertebra, non-vertebra, dan panggul.24 Calcitonin tersedia dalam bentuk injeksi dan intranasal dengan dosis 100 IU subkutan 2 hari sekali atau 200 IU intranasal sekali sehari.10

Strontium RanelateObat ini menghambat fungsi osteoklas dan memicu diferensiasi dan proliferasi osteoblas melalui calcium sensing receptor (CaSR) yang menyebabkan peningkatan BMD, meskipun tidak terkait erat dengan penurunan bermakna risiko fraktur.25 Obat ini telah disetujui di Eropa untuk terapi pada pria dan perempuan pasca-menopause dengan osteporosis berat yang tidak bisa mentoleransi obat lain.10 Efek samping paling sering adalah kejadian kardiovaskular, tromboembolisme, infark miokardium, gangguan gastrointestinal, dan

gangguan saraf seperti sakit kepala, kejang, dan gangguan memori.10 Karena berisiko tinggi pada kardiovaskular, strontium ranelate dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua untuk osteoporosis, hanya jika obat lain tidak cocok dan tidak ada kontraindiaksi.26

DenosumabDenosumab merupakan fully human monoclonal antibody pertama yang secara spesifik mengikat RANKL untuk menghambat pembentukan dan aktivasi osteoklas, yang menghambat resorpsi tulang. Denosumab telah disetujui untuk terapi osteoporosis pada perempuan pasca-menopause dan pria risiko tinggi fraktur karena memiliki efikasi tinggi dalam menurunkan fraktur tulang belakang dan tulang panggul.10 Pemberian denosumab subkutan setiap 6 bulan dapat menekan resorpsi tulang sebesar 80-90%.27 Denosumab bisa digunakan sebagai terapi lini pertama pada pasien yang tidak toleran terhadap bisphosphonate oral atau pasien gagal ginjal. Denosumab ditoleransi dengan baik dan tidak menyebabkan osteonecrosis of the jaw dan fibrilasi arteri, namun kondisi hipokalsemia dan defisiensi vitamin D harus diatasi terlebih dahulu sebelum mulai dan selama terapi denosumab.10

Denosumab subkutan dua kali setahun selama 36 bulan dikaitkan dengan penurunan risiko fraktur tulang vertebra, non-vertebra, dan panggul pada perempuan dengan osteoporosis.28 Hasil studi DECIDE (Determining Efficacy: Comparison of Initiating DEnosumab versus Alendronate) juga menunjukkan bahwa denosumab SC 60 mg/6 bulan lebih efektif meningkatkan BMD dibandingkan alendronate oral 70 mg/minggu.29

Peralihan ke denosumab dapat ditoleransi dengan baik dan lebih efektif meningkatkan BMD dan menurunkan turnover tulang dibandingkan risedronate pada perempuan pasca-menopause yang sebelumnya diterapi alendronate dengan kepatuhan suboptimal.30 Denosumab sebanding dengan zoledronic acid dalam efektivitas (menurunkan risiko fraktur non-vertebra) dan keamanan (risiko infeksi serius dan CVD) dalam 1 tahun terapi.31

Denosumab tidak direkomendasikan untuk terapi preventif osteoporosis perempuan pra-menopause dan anak-anak, dan tidak digunakan dalam kombinasi dengan obat

Page 6: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

4746 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

osteoporosis lainnya.10 Karena denosumab menghambat ikatan RANKL pada RANK, yang diekspresikan pada limfosit T, limfosit B, dan sel dendritik selain pra-osteoklas, pernah dilaporkan peningkatan risiko infeksi.10

RomosuzumabObat ini merupakan antibodi terhadap sclerostin yang memperlambat pembentukan tulang baru dan telah disetujui untuk terapi osteoporosis pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur. Romosuzumab merupakan satu-satunya obat yang punya efek meningkatkan pembentukan tulang dan menurunkan resorpsi tulang, sehingga menurunkan risiko fraktur dengan cepat. Studi menunjukkan bahwa risiko fraktur vertebra, lengan, atau tungkai lebih rendah pada penggunaan romosuzumab dibandingkan alendronate setelah 12 bulan terapi, dengan efek samping sebanding.32

terapi sulih EstrogenReseptor estrogen α dan β berperan dalam apoptosis osteoklas, sehingga terapi sulih hormon estrogen progestin dengan tibolone efektif mencegah osteoporosis pada perempuan pasca-menopause. Studi menunjukkan perubahan BMD tulang lumbal, panggul, leher femur, dan menurunkan petanda turnover tulang setelah 2 tahun terapi.33 Namun, karena berpotensi meningkatkan risiko gangguan tromboemboli, kanker payudara, cardiac event, stroke, dan kanker endometrium, terapi sulih estrogen tidak untuk terapi preventif osteoporosis lini pertama, dan harus diberikan dengan dosis efektif terendah dalam periode singkat, serta tidak dihentikan mendadak karena meningkatkan risiko fraktur osteoporotik.10

sErMSelective estrogen receptor modulator merupakan obat sintetik non-steroidal dengan efek yang sama seperti estrogen pada tulang dan kardiovaskular, tetapi tanpa efek buruk pada payudara dan endometrium.10 Obat SERM yang paling sering untuk pencegahan osteoporosis perempuan pascamenopause adalah raloxifene, lasofoxifene, dan bazedoxifene, yang saat ini telah disetujui FDA. Obat ini secara tipikal digunakan dalam kombinasi dengan estrogen terkonjugasi.34 SERM menurunkan fraktur vertebra pada perempuan osteoporosis dengan meningkatkan massa tulang trabekular

pada skeleton aksial, tetapi secara statistik tidak bermakna dalam menurunkan risiko fraktur non-vertebra atau tulang panggul dibandingkan plasebo. Lebih lanjut, raloxifene juga meningkatkan porositas kortikal.35 Selain osteoporosis, SERM juga efektif mencegah dan mengobati kanker payudara perempuan pramenopause tetapi meningkatkan risiko stroke, tromboembolisme, kram tungkai, dan gejala vasomotorik pada perempuan pasca-menopause.11 Oleh karena itu, SERM dikontraindikasikan untuk pencegahan dan terapi osteoporosis pada perempuan pra-menopause, namun sebagai terapi lini pertama untuk pencegahan osteoporosis pada perempuan pasca-menopause.10

Teriparatide Teriparatide merupakan recombinant human parathyroid hormone yang disebut PTH peptide dan satu-satunya obat anabolik yang saat ini disetujui untuk terapi osteoporosis yang menstimulasi pembentukan tulang osteoblastik, sehingga memperbaiki kualitas dan massa tulang.36 Obat ini mengaktivasi osteoblas dengan mengikat reseptor PTH/PTHrP tipe 1, sehingga secara langsung menstimulasi pembentukan tulang pada lokasi remodelling aktif dan permukaan tulang yang tidak aktif sebelumnya, serta menginisiasi lokasi remodelling baru.10 Studi menunjukkan peningkatan petanda biokimia pembentukan tulang yang cepat selama bulan pertama terapi teriparatide tanpa disertai peningkatan resorpsi tulang.37 Teriparatide diberikan secara injeksi subkutan 20 mcg/hari.10

Studi menunjukkan bahwa teriparatide lebih efektif menurunkan risiko fraktur vertebra dan meningkatkan BMD lumbal dan columna femoris dalam jangka panjang pada perempuan pasca-menopause dengan osteoporosis dibanding bisphosphonate.38 Selain itu, teriparatide juga lebih efektif menurunkan risiko fraktur vertebra dan meningkatkan BMD lumbal, collumna femoris, dan panggul pasien osteoporosis akibat glukokortikoid dibanding bisphosphonate, namun tidak menurunkan risiko fraktur non-vertebra jika dibandingkan bisphosphonate.39

AbaloparatideAbaloparatide merupakan 34-amino acid peptide yang secara selektif mengikat konformasi RG dari reseptor PTH tipe 1 dan menunjukkan efek poten pada aktivitas

anabolik yang menyebabkan resorpsi tulang yang lebih rendah dibanding teriparatide.40-42 Studi fase 2 pada 222 perempuan pasca-menopause dengan osteoporosis selama 24 minggu menunjukkan bahwa abaloparatide 80 mcg/hari dikaitkan dengan peningkatan BMD secara bermakna pada tulang panggul total, leher tulang paha, dan tulang lumbal dibandingkan dengan plasebo. Peningkatan BMD pada tulang panggul total 2,6% dengan abaloparatide 80 mcg/hari yang secara bermakna lebih tinggi dibanding teriparatide (0,5%, p=0,006).42 Studi ACTIVE (Abaloparatide Comparator Trial in Vertebral Endpoints) fase 3 selama 18 bulan menunjukkan bahwa abaloparatide meningkatkan BMD dan menurunkan risiko fraktur vertebra dan non-vertebra dibandingkan plasebo. Abaloparatide juga meningkatkan BMD non-vertebra dan menurunkan risiko fraktur osteoporotik mayor dibandingkan dengan teriparatide.40

kalsium dan Vitamin DSuplementasi kalsium dan vitamin D berperan penting dalam tatalaksana osteoporosis, tetapi tidak cukup untuk menurunkan risiko fraktur. Rekomendasi asupan vitamin D berdasarkan manfaat kombinasi kalsium dan vitamin D untuk kesehatan skeletal. Secara umum, asupan harian yang direkomendasikan pada perempuan osteoporosis pasca-menopause adalah 1200 mg kalsium (asupan total dari makanan dan suplemen) dan 800 IU vitamin D.10

PANDUAN tErAPI20

� Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur: bisphosphonate (alendronate, risedronate, zoledronic acid, ibandronate) dan denosumab sebagai terapi awal alternatif

� Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko sangat tinggi fraktur (fraktur vertebra berat/multipel): teriparatide atau abaloparatide

� Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur, risiko DVT rendah dan tidak cocok dengan bisphosphonate atau denosumab, atau dengan risiko tinggi kanker payudara: raloxifene atau bazedoxifene

� Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur dengan histerektomi, usia ≤ 60 tahun, 10 tahun menopause, risiko DVT rendah, tidak cocok dengan bisphosphonate atau denosumab,

Page 7: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

47CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.202046 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

dengan gejala vasomotor/klimaterik, tanpa MI/stroke/kanker payudara: estrogen atau tibolone

� Pada perempuan pasca-menopause dengan risiko tinggi fraktur, tidak bisa mentoleransi/tidak cocok dengan raloxifene, bisphosphonate, estrogen, tibolone, denosumab, abaloparatide, atau teriparatide: calcitonin

� Kalsium 1000-1200 mg/hari dan vitamin D 1000 IU/hari sebagai adjuvan terapi osteoporosis

sIMPULANOsteoporosis ditandai dengan massa tulang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan, sehingga tulang menjadi lebih rapuh dan lebih mudah fraktur. Bisphosphonate oral

dengan suplementasi kalsium dan vitamin D masih merupakan pilihan pertama terapi farmakologi osteoporosis. Teriparatide, denosumab, dan SERM bisa diberikan setelah terapi bisphosphonate atau pasien risiko tinggi fraktur. Pemilihan terapi hendaknya juga memperhatikan kepatuhan terapi.

DAFtAr PUstAkA:

1. Tandra H. Osteoporosis. Mengenal, mengatasi, dan mencegah tulang keropos. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009.

2. Data dan kondisi penyakit osteoporosis di Indonesia. Pencegahan dan pengobatan. Infodatin. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015.

3. Chen X, Wang Z, Duan N, Zhu G, Schwarz EM, Xie C. Osteoblast-osteoclast interactions. Connect Tissue Res. 2018;59(2):99-107. doi: 10.1080/03008207.2017. 1290085.

4. International Osteoporosis Foundation. Facts and statistics [Internet]. 2017 [cited 2019 May 20]. Available from: https://www.iofbonehealth.org/facts-statistics

5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian osteoporosis. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1142/MENKES/SK/XII/2008.

6. Junaedi I. Osteoporosis. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer; 2007.

7. Trihapsari E. Faktor-faktor yang berhubungan engan densitas mineral tulang perempuan ≥ 45 tahun di Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat Tahun 2009 [Skripsi]. Jakarta; Universitas Indonesia; 2009.

8. Hi’miyah DA, Martini S. Hubungan antara obesitas dengan osteoporosis studi di Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi 2013;1(2):172-81.

9. Johnell O, Kanis JA. An estimate of the worldwide prevalence and disability associated with osteoporotic fractures. Osteoporos Int. 2006;17:1726.

10. Pavone V, Testa G, Giardina SMC, Vescio A, Restivo DA, Sessa G. Pharmacological therapy of osteoporosis: A systematic current review of literature. Frontiers in Pharmacology 2017;8:1-7.

11. Tabatabaei-Malazy O, Salari P, Khashayar P, Larijani B. New horizons in treatment of osteoporosis. DARU Journal of Pharmaceutical Sciences 2017;25:2.

12. Osteoporosis [Internet]. 2019 [cited 2019 May 20]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/osteoporosis/symptoms-causes/syc-20351968.

13. Gillespie CW, Morin PE. Trends and disparities in osteoporosis screening among women in the United States, 2008-2014. Am J Med. 2017;130:306–16. doi: 10.1016/j.amjmed.2016.10.018.

14. Unnanuntana A, Gladnick BP, Donnelly E, Lane JM. The assessment of fracture risk. J Bone Joint Surg Am. 2010;92(3):743-53. doi: 10.2106/JBJS.I.00919.

15. Compston J, Cooper A, Cooper C, Gittoes N, Gregson C, Harvey N, et al. UK clinical guideline for the prevention and treatment of osteoporosis.Arch. Osteoporos. 2017;12:43. doi: 10.1007/s11657-017-0324-5.

16. Watts NB. Emerging trends in postmenopausal osteoporosis [Internet]. 2019 [cited 2019 May 20]. Available from:https://www.acponline.org/system/files/documents/about_acp/ chapters/oh/13-watts.pdf

17. American College of Rheumatology. Osteoporosis [Internet]. 2019 [cited 2019 May 20]. Available from: https://www.rheumatology.org/I-Am-A/Patient-Caregiver/Diseases-Conditions/Osteoporosis

18. Wąsowski M, Proniewska-Sadowska M, Budzińska U. Bisphosphonates and denosumab-the efficacy in the fracture prevention. Post N Med. 2017;XXX(01):37-42.

19. Lewiecki EM. Managing osteoporosis: Challenges and strategies. Cleveland Clinic Journal of Medicine.2009;76(8):457-66.

20. Eastell R, Rosen CJ, Black DM, Cheung AM, Murad H, Shoback D. Pharmacological management of osteoporosis in postmenopausal women: An Endocrine Society. Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab. 2019;104(5):1595–622.

21. Watts NB. Treatment of osteoporosis with bisphosphonates. Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 1998;27(2):419-39.

22. Watts NB, Diab DL. Long-term use of bisphosphonates in osteoporosis. J Clin Endocrinol Metab. 2010;95(4):1555-65. doi: 10.1210/jc.2009-1947.

23. Crandall CJ, Newberry SJ, Diamant A, Lim YW, Gellad WF, Booth MJ, et al. Comparative effectiveness of pharmacologic treatments to prevent fractures: An updated systematic review. Ann Intern Med. 2014;161(10):711-23. doi: 10.7326/M14-0317.

24. Henriksen K, Byrjalsen I, Andersen JR, Bihlet AR, Russo L A, Alexandersen P, et al. A randomized, double-blind, multicenter, placebo-controlled study to evaluate the efficacy and safety of oral salmon calcitonin in the treatment of osteoporosis in postmenopausal women taking calcium and vitamin D. Bone 2016;91:122-9. doi: 10.1016/j.bone.2016.07.019.

25. Italian Society of Osteoporosis, Mineral Metabolism and Skeletal Diseases (SIOMMMS), Italian Society of Rheumatology (SIR), Varenna M, Bertoldo F, Di Monaco M, Giusti A, et al. Safety profile of drugs used in thetreatment of osteoporosis: A systematical review of the literature. Reumatismo 2013;65:143-66. doi: 10.4081/reumatismo.2013.143.

26. O’Donnell S, Cranney A, Wells GA, Adachi JD, Reginster JY. Strontium ranelate for preventing and treating postmenopausal osteoporosis.Cochrane Database Syst. Rev. 2006;4:CD005326. doi: 10.1002/14651858.CD005326.pub3.

27. Suzuki T, Nakamura Y, Kato H. Changes of bone-related mineralsduring denosumab administration in post-menopausal osteoporotic patients. Nutrients 2017;9:871. doi: 10.3390/nu9080871.

28. Cummings SR, San Martin J, McClung MR, Siris ES, Eastell R, Reid IR, et al. FREEDOM Trial. Denosumab for prevention of fractures in postmenopausal women with osteoporosis. N Engl J Med. 2009;361(8):756-65. doi: 10.1056/NEJMoa0809493.

29. Brown JP, Prince RL, Deal C, Recker RR, Kiel DP, de Gregorio LH, et al. Comparison of the effect of denosumab and alendronate on BMD and biochemical markers of bone turnover in postmenopausal women with low bone mass: A randomized, blinded, phase 3 trial. J Bone Miner Res. 2009;24(1):153-61. doi: 10.1359/jbmr.080901.

30. Roux C, Hofbauer LC, Ho PR, Wark JD, Zillikens MC, Fahrleitner-Pammer A, et al. Denosumab compared with risedronate in postmenopausal women suboptimally adherent to alendronate therapy: Efficacy and safety results from a randomized open-label study. Bone 2014;58:48-54. doi: 10.1016/j.bone.2013.10.006.

Page 8: Farmakoterapi untuk Osteoporosis

4948 CDK Edisi Khusus CME-2/Vol. 47, th.2020

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

31. Anastasilakis AD, Polyzos SA, Efstathiadou ZA, Savvidis M, Sakellariou GT, Papatheodorou A, et al. Denosumab in treatment-naïve and pre-treated with zoledronic acid postmenopausal women with low bone mass: Effect on bone mineral density and bone turnover markers. Metabolism. 2015;64(10):1291-7. doi: 10.1016/j.metabol.2015.06.018.

32. New class drug significantly reduces spine fracture risk in postmenopausal women with osteoporosis [Internet]. 2017 [cited 2019 May 20]. Available from: https://www.sciencedaily.com/releases/2017/06/170614112901.htm

33. Cartwright B, Robinson J, Seed PT, Fogelman I, Rymer J. Hormone replacement therapy versus the combined oral contraceptive pill in premature ovarian failure: A randomized controlled trial of the effects on bone mineral density. J Clin Endocrinol Metab. 2016;101:3497-505. doi: 10.1210/jc.2015-4063

34. Qaseem A, Forciea MA, McLean RM, Denberg TD, Clinical Guidelines Committee of the American College of Physicians. Treatment of low bone density or osteoporosis to prevent fractures in men and women: A clinical practice guideline update from the american college of physicians. Ann Intern Med. 2017;166:818-39. doi: 10.7326/M15-1361.

35. Börjesson AE, Farman HH, Movérare-Skrtic S, Engdahl C, Antal MC, Koskela A, et al. SERMs have substance-specific effects on bone,and these effects are mediated via ERaAF-1 in female mice. Am J Physiol Endocrinol Metab. 2016;310:912-8. doi: 10.1152/ajpendo.00488.2015.

36. Lindsay R, Krege JH, Marin F, Jin L, Stepan JJ. Teriparatide for osteoporosis: Importance of the full course. Osteoporos Int. 2016;27:2395-410. doi: 10.1007/s00198-016-3534-6.

37. Lindsay R, Krege JH, Marin F, Jin L, Stepan JJ. Teriparatide for osteoporosis: Importance of the full course. 2016;27:2395-410. doi: 10.1007/s00198-016-3534-6.

38. Yuan F, Peng W, Yang C, Zheng. Teriparatide versus bisphosphonates for treatment of postmenopausal osteoporosis: A meta-analysis. Int J Surg. 2019;66:1-11. doi: 10.1016/j.ijsu.2019.03.004.

39. Liu CL, Lee HC, Chen CC, Cho DY. Head-to-head comparisons of bisphosphonates and teriparatide in osteoporosis: A meta-analysis. Clin Invest Med. 2017;40(3):146-57. doi: 10.25011/cim.v40i3.28394.

40. Miller PD, Hattersley G, Lau E, Fitzpatrick LA, Harris AG, Williams GC, et al. Bone mineral density response rates are greater in patients treated with abaloparatide compared with those treated with placebo or teriparatide: Results from the ACTIVE phase 3 trial. Bone 2018;120:137-40.

41. Hattersley G, Dean T, Corbin BA, Bahar H, Gardella TJ. Binding selectivity of abaloparatide for pth-type-1-receptor conformations and effects on downstream signaling. Endocrinology. 2016;157(1):141-9. doi: 10.1210/en.2015-1726.

42. Leder BZ, O’Dea LS, Zanchetta JR, Kumar P, Banks K, McKay K, et al. Effects of abaloparatide, a human parathyroid hormone-related peptide analog, on bone mineral density in postmenopausal women with osteoporosis. J Clin Endocrinol Metab. 2015;100:697-706.