Page 1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NILAI
KAPASITAS VITAL PARU PADA OPERATOR STASIUN
PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI KECAMATAN CIPUTAT
TAHUN 2014
Skripsi
Disusun Oleh:
Pikih Pratama
109101000060
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
Page 3
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, 19 Agustus 2014
Pikih Pratama, NIM: 109101000060
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kapasitas Vital Paru pada
Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
(Xvii + 100 halaman, 12 tabel, 3 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK
Dengan adanya urbanisasi dan peningkatan jumlah kendaraan yang terjadi begitu
pesat terutama di kota-kota besar dapat menimbulkan polusi udara di lingkungan. Dilihat
dari sumbernya pencemaran udara terbesar berasal dari asap buang kendaraan. Efek dari
emisi kendaraan bermotor dapat menyebabkan masalah kesehatan yang mengurangi
kemampuan paru-paru, salah satunya terhadap operator SPBU. Oleh karena itu
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik yang bertujuan melihat
hubungan antara variabel dependent dan independent dengan menggunakan desain cross
sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2014. Sampel pada
penelitian ini adalah semua operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat yang bersedia
menjadi sampel, yakni 42 orang. Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner,
timbangan, microtoise, EPAM 505, dan Spirometer.
Hasil penelitian ini menunjukan operator SPBU yang mengalami penurunan
KVP sebanyak 30 dengan persentase (71, 4%). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui
bahwa variabel yang berhubungan dengan KVP adalah variabel debu total (P-value
0,000), jenis kelamin (P-value 0,008), kebiasaan merokok (P-value 0,035), dan masa
kerja (P-value 0,019). Sedangkan untuk variabel umur, kebiasaan olahraga, status gizi,
riwayat penyakit tidak berhubungan dengan KVP.
Untuk mencegah terjadinya penurunan KVP pada operator SPBU disarankan
agar perusahaan mewajibkan dan menyediakan masker kepada pekerja, pekerja mulai
membiasakan diri rutin berolahraga, dan pekerja membiasakan diri untuk tidak merokok.
Daftar bacaan: 62 (1990-2013)
Kata kunci: Operator SPBU, Kapasitas Vital Paru (KVP), debu total, merokok.
Page 4
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduate Thesis, 19
th August 2014
Pikih Pratama, NIM: 109101000060
Factors Associated With Genesis Vital Lung Capacity Of Gas Station Operator in the
District Of Ciputat 2014
(Xvii + 100 pages, 12 tables, 3 images, 2 attachments)
ABSTRACT
Both the urbanization and increasing the number of vehicles that occur so rapidly, especially in
big cities can cause air pollution in the environment. The largest source of air pollution is from
vehicle emission. The effect of motor vehicle emissions can cause health problems that reduce
the ability of the lungs, one of them is to the operator of gas stations.
Therefore, this study was conducted to determine the factors associated with Vital Lung
Capacity.
This study was an analytic epidemiologic study aimed to see the relationship between the
dependent and independent variables using a cross sectional design. It was conducted in March-
July 2014. Samples in this study were all operator stations in the District of Ciputat who were
willing to become sample, they are 42 operators. The instrument in this study was a
questionnaire, scales, microtoise, EPAM 505, and spirometer.
These results indicated that gas station operators had decreased 30 percentage Vital Lung
Capacity (71, 4%). Based on the results of statistical tests known that variables related to Vital
Lung Capacity was total dust (P-value 0.000), gender (P-value 0.008), smoking (P-value 0.035),
and tenure (P-value 0.019). As for the variables of age, exercise habits, nutritional status, disease
history were not associated with Vital Lung Capacity.
To prevent a decrease in Vital Lung Caapacity gas station operators it is recommended that the
company obliged and provides masks to the workers. They alsonshould start to do regular
exercise and stop smoking.
Reading list: 62 (1990-2013)
Keyword: Operators of gas stations, Vital Lung Capacity, total dust, smoking
Page 7
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Pikih Pratama
Tempat, tanggal lahit : 17 Oktober 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Belum menikah
Nomor Handphone : 085717202324
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : - 1996-1997 TK Al-Istiqomah
- 1997-2003 SDN Cempaka Baru I
- 2003-2006 Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Jakarta
- 2006-2009 Madrasa Aliyah Negeri 4 Model Jakarta
- 2009-sekarang S1 – Jurusan Kesehatan Masyarakat,
peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi dan Pelatihan : 1. OSIS Periode 2004-2006 (Mts N 3 Jakarta)
2. OSIS Periode 2006-2008 (MAN 4 Model
Jakarta
3. BEM Jurusan Anggota Kesenian dan
Olahraga 2009-2010 (UIN SH Jakarta)
4. BEM Jurusan Staff Ahli Kesenian dan
Olahraga 2010-2011 (UIN SH Jakarta)
5. Pelatihan OHSAS 18001 Manajemen Risiko
2012
Page 8
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan ke hadirat Allah SWT,
Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah-NYA jualah maka penulis
mampu merampungkan laporan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun
2014”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah
SAW, yang atas perkenan ALLAH, telah menghantarkan umat manusia ke pintu
gerbang pengetahuan Allah yang Maha Luas.
Selama penulisan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri,
banyak orang-orang disekitar yang telah membantu baik moril ataupun materil.
Sekiranya patut saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang begitu tak
terhingga, tak mengenal waktu bekerja demi anakmu ini. Do’a yang selalu
tercurah disepanjang waktu, dan dorongan semangat demi kelak bisa menjadi
anak yang berbakti serta membanggakan Bapak dan Ibu. Adik kandung penulis
Muhammad Hady Fahlefy semoga sukses di bidang pendidikan. Kepada alm.
Farhan Fadjrin yang telah tenang di surga nya Allah SWT bersama Rasulullah
SAW dan para Nabi. Aamiin.
2. Buat nyai tersayang terimakasih buat do’a-do’anya. Mudah-mudahan dipelihara
kesehatannya, semakin taat ibadahnya. Aamiin.
Page 9
viii
3. Buat seorang guru (pengajar) yang luar biasa bagi kami, rendah hatinya, luas
senyumannya. Pendidik bagi kami khususnya mahasiswa/i peminatan K3 Ibu
Iting Shofwati, ST., MKKK. Makasih teruntuk semangat dan ilmunya kepada
kami. Awal pertama ketemu mudah-mudah2n akan membuat saya selalu ingat
ibu. Dipelihara kesehatan bersama keluarga dan anak-anakknya yang saleh dan
shaleha.
4. Buat ibu Dewi Utami Iriani, Ph. D selaku dosen pembimbing terimakasih untuk
kemudahan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi. Mudah-
mudahan ibu beserta keluarga sehat selalu.
5. Fazar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan
Masyarakat yang selalu berusaha dengan ikhlas untuk memajukan Kesmas
6. Bapak Ir. Bambang, SP, MKKK terimakasih untuk ilmu dan kebaikannya
bersama keluarga kepada kami. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK terimakasih
juga untuk ilmu dan kebaikannya.
7. Ibu DR. Ela Laelasari, M. Kes selaku dosen penguji, terimakasih untuk
pengertiannya dan perhatiannya kepada kami yang sedang berjuang
mengerjakan skripsi. Mudah-mudah ibu sehat beserta keluarga.
8. Bapak dr. Yuli P Satar, MARS selaku dosen penguji terimakasih buat
masukan2 dalam penulisan ini. Mudah2n bapak dan keluarga sehat selalu.
Aamiin.
9. Bapak dr. Gatot Sudiro, H, Sp. P selaku dosen penguji dari luar. Makasih buat
masukan-masukan terkait penulisan, semoga menjadikan bekal yang berilmu di
massa depan. Mudah2 bapak dr. sehat selalu.
Page 10
ix
10. Buat Om Yono dan Cing Ela terimakasih untuk bantuannya selama saya kuliah.
Keluargaku semua terimakasih buat bantuannya.
11. Untuk teman-teman K3 makasih buat semuanya, ALLAH SWT luar biasa
mempertemukan kita dalam 1 kelas. Sukses buat kita semua. aamiin
12. Buat sahabatku Zainul fadillah, SKM terimakasih banyak untuk semuanya.
Buat sahabatku Ersa Anugraha Putra yang selalu sabar dan rendah hati.
13. Buat guru-guruku di TK, SD, MTs N 3, MAN 4 Model Jakarta, di perkuliahan
yang masih ingat sama saya. Ikatan batin ini yang akan memperkuat tali
silaturahmi murid kepada guru-gurunya.
14. Buat ka Nur Najmi Laila selaku PJ Lab K3 ataupun kaka senior di Kesmas
makasih untuk bantuannya dan kesediannya selama turun lapangan,
mendampingi dan memberikan masukan serta arahan terhadap penulisan ini.
Buat Agung Raharjo kesediaannya membantu dalam proses komunikasi
bimbingan dengan dosen
15. Buat kamu semesta, tempat dimana aku dilahirkan, tumbuh hidup dan
berkembang menjadi pribadi yang matang, lebih baik di depan. I love you
semesta!
Dengan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, penyusunan berharap kebaikan
yang telah diberikan mendapatkan balasan dari ALLAH SWT, aamiin. Terakhir
sekiranya semoga hasil ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca umumnya.
Jakarta, September 2014
Penulis
Page 11
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA……………………………………………i
ABSTRAK……………………………………………………………………………….ii
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………...iv
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………..v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………vi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..x
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………xv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………5
1.3 Pernyataan Penelitian…………………………………………………...6
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………………..7
1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………...7
1.4.2 Tujuan Khusus…………………………………………………..7
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………....8
1.5.1 Bagi Manajemen Perusahaan…………………………………....8
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat…………………….8
1.5.3 Bagi Peneliti……………………………………………………..9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………….9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pernafasan manusia..……………………………………………10
2.1.1 Anatomi Pernafasan…………………………………………….10
2.1.2 Fisiologi Paru-paru……………………………………………..11
Page 12
xi
2.1.3 Mekanisme Pernafasan…………………………………………13
2.2 Kapasitas Paru-paru…………………………………………………….14
2.2.1 Kapasitas vital paru…………………………………………….15
2.2.2 Alat ukur KVP…………………………………………………18
2.3 Debu……………………………………………………………………21
2.3.1 Pengertian Debu………………………………………………..21
2.3.2 Sifat-sifat debu…………………………………………………23
2.3.3 Ukuran debu……………………………………………………24
2.4 Bidang Penyakit Paru………………………………………………….24
2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi KVP Operator SPBU…………....25
2.6 Kerangka Teori…………………………………………………………43
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………44
3.2 Definisi Operasional……………………………………………………46
3.3 Hipotesis……………………………………………………………….48
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian……………………………………………………....49
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………....49
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……………………………………….49
4.3.1 Populasi………………………………………………………..49
4.3.2 Sampel………………………………………………………....49
4.4 Instrumen Penelitian…………………………………………………..51
4.5 Pengumpulan Data…………………………………………………….51
4.5.1 Data Primer……………………………………………………51
Page 13
xii
4.6 Pengolahan Data……………………………………………………...55
4.6.1 Mengkode Data (data coding)………………………………..55
4.6.2 Menyunting Data (data editing)………………………………56
4.6.3 Memasukan Data (entry data)………………………………...56
4.6.4 Membersihkan Data (cleaning)……………………………….57
4.7 Teknik Analisa Data………………………………………………….57
4.7.1 Univariat……………………………………………………...57
4.7.2 Bivariat……………………………………………………….57
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran SPBU wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………..58
5.2 Analisa Univariat
5.2.1 Gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun
2014…………………………………………………………..61
5.2.2 Gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
tahun 2014……………………………………………………61
5.2.3 Gambaran karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………62
5.2.4 Gambaran karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………………….64
5.2.5 Gambaran massa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
tahun 2014……………………………………………………….66
Page 14
xiii
5.3 Analisa Bivariat
5.3.1 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014………………………………….67
5.3.2 Hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin)
dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun
2014……………………………………………………………..68
5.3.3 Hubungan antara karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dengan KVP
pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………..70
5.3.4 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014………………………………….73
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan penelitian…………………………………………………75
6.2 Kejadian KVP…………………………………………………………..76
6.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP…………………………78
6.3.1 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014…………………………………78
6.3.2 Hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin)
dengan KVP pada operator SPBU tahun 2014………………….82
6.3.3 Hubungan antara karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dengan KVP
pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………84
6.3.4 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014………………………………….94
Page 15
xiv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan……………………………………………………………97
7.2 Saran…………………………………………………………………..99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Page 16
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional……………………………………………………46
Tabel 4.1 Perhitungan sampel…………………………………………………….50
Tabel 5.1 Gambaran profil SPBU wilayah Kecamatan Ciputat…………………..59
Tabel 5.2 Gambaran frekuensi KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
Tahun 2014……………………………………………………………..61
Tabel 5.3 Gambaran frekuensi debu total pada operator SPBU di Kecamatan
Ciputat Tahun 2014…………………………………………………….62
Tabel 5.4 Gambaran frekuensi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………………….63
Tabel 5.5 Gambaran frekuensi karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) pada operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………………..64
Tabel 5.6 Gambaran massa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun
2014…………………………………………………………………….66
Tabel 5.7 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………………….67
Tabel 5.8 Hubungan antara karakteristik individu dengan KVP pada operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………………………………….69
Tabel 5.9 Hubungan antara karakteristik gaya hidup dengan KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………..71
Tabel 5.10 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014………………………………………74
Page 17
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori …………………………………………………………....43
Gambar 2.2 Kerangka konsep ………………………………………………………....45
Gambar 5.1 Peta jalan SPBU Kecamatan Ciputat……………………………………..60
Page 18
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
Lampiran 2 Output analisis univariat dan bivariat
Page 19
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan adanya urbanisasi dan peningkatan pesat jumlah mobil di sebagian kota-
kota besar, maka akan adanya peningkatan polusi udara. Untuk memenuhi
kebutuhan masa kini, semakin banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU)
yang mendapatkan izin untuk didirikan. Disamping itu pula dengan meningkatnya
pendirian SPBU, perekrutan pekerja ikut meningkat. Itu dikarenakan penggunaan
bensin sebagai bahan bakar utama pada kendaraan bermotor. Efek dari emisi
kendaraan bermotor adalah merupakan masalah yang besar. Pajanan dari bensin
(minyak bumi) dan knalpot yang menyebabkan masalah kesehatan yang dapat
mengurangi kemampuan paru-paru (Begum dan Rathna, 2012).
Dilihat dari sumbernya, pencemaran udara terbesar berasal dari asap buangan
kendaraan bermotor (Riyadina, 1997). Kendaraan bermotor menyumbang hampir
100 persen timbal, 70,50 persen carbon monoksida, 8,89 persen oksida nitrogen,
18,34 persen hidro karbon, serta 1,33 persen partikel. Berbagai pencemaran udara
tersebut akan memberikan efek yang sangat buruk terutama terhadap sistem
pernafasan (Wardana, 1995).
Studi yang dilakukan di New Delhi tahun 1996 menunjukan 7.500 orang
meninggal dan 2,5 juta orang harus dirawat karena tingkat populasi udara yang
tinggi (Emitec, 2002). Penelitian di Australia juga menunjukan bahwa kendaraan
memiliki kontribusi sampai 60% terhadap pencemaran udara terutama pada musim
panas. (EPA, 2003).
Page 20
2
Pada dasarnya kontribusi gas buang kendaraan terhadap pencemaran udara dan
kesehatan pekerja sangat tergantung pada kondisi dan spesifikasi teknis
kendaraannya. Banyak pengembangan yang telah dilakukan agar kendaraan
memiliki tingkat emisi rendah terutama agar sistem pembakaran lebih baik, bahan
bakar terbakar sempurna, penggunaan material yang lebih ringan, kuat dan tahan
korosi, serta penggunaan bahan bakar gas buang yang tidak beracun dan tidak
membahayakan bagi manusia.
Maka dari itu peraturan tentang emisi gas buang dan penggunaan bahan bakar
sudah diimplementasikan di USA, Jepang, Eropa dan akan meluas keseluruh dunia.
Untuk mencapai emisi gas buang yang diperbolehkan, emisi gas buang kendaraan
bermotor harus dikurangi dari 90% sampai 99%. Hal ini disebabkan semakin nyata
dan besarnya dampak emisi gas buang khususnya hidrokarbon (HC) dan karbon
monoksida (CO) terhadap kesehatan manusia dan secara langsung juga berdampak
kepada kualitas pencemaran udara ambien dan pencemaran global. Dampak HC dan
CO sudah sampai tahap yang membahayakan (Nadapdap, 2003).
Paparan CO terhadap manusia apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut
peredaran darah dan akan secara langsung menghalangi masuknya oksigen yang
dibutuhkan oleh tubuh. Gas CO bersifat racun metabolis, bereaksi secara metabolis
dengan darah. Gas CO mengganggu saluran pernafasan, terus masuk ke paru-paru
dan bereaksi dengan hemoglobin dan membentuk carboxihemoglobin (CO-HO)
yang menghambat fungsi hemoglobin dalam darah untuk membawa oksigen dari
paru-paru ke seluruh tubuh. Akibatnya tubuh akan kekurangan oksigen sehingga
terjadi gangguan berapa jaringan tubuh dan otak, seperti fungsi panca indera
Page 21
3
menjadi berkurang, kemampuan berfikir berkurang dan sebagainya bahkan sampai
kematian. Sedangkan, efek dari paparan HC terhadap manusia akan mengakibatkan
pusing, lemah, pandangan kabur setelah 8 jam, gangguan syaraf dan terjadinya
kematian (Wardana A.W, 1995).
Bensin lebih mudah untuk menguap pada kondisi udara yang panas,
dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki udara dingin. Dari hasil
penelitian yang dilakukan pada operator SPBU di kota Bhopal, didapatkan hasil
bahwa terjadi pengurangan yang signifikan terlihat pada FEV1 (volume ekspirasi
paksa dalam 1 detik), FVC (kapasitas vital paksa) dalam pekerja pompa bensin
yang terkena lebih dari 5 tahun, laju aliran yaitu FEF (forced expiratory flow) 25-
75%, PEFR dan PIFR juga menurun secara signifikan di pekerja yang terpapar lebih
dari 10 tahun (Hulke et.al. 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan di kota Mysore (India) di dapatkan hasil ada
statistik penurunan yang signifikan dalam FVC (forced vital capacity) yaitu volume
udara maksimum yang dapat diekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi
minimum, FEV1 (forced expired volume) yaitu volume udara yang diekspirasikan
selama detik pertama maneuver FVC dan dalam kelompok studi jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol (Begum, 2012).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata terbukti bahwa hubungan
paparan efek bergantung pada lamanya paparan (Suma’mur, 1996). Kondisi kerja
tertentu yaitu dengan tingkat paparan tinggi, maka penyakit akibat kerja akan timbul
di tahun-tahun yang akan datang. Pekerja SPBU rata-rata memiliki waktu kerja
sehari 8 jam. Pekerja SPBU memiliki risiko yang tinggi untuk terpapar bahan kimia
Page 22
4
berbahaya khususnya dari pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan
bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, ataupun kendaraan
berangkat setelah mengisi bensin (Mukono, 2005). Kejadian tersebut berlangsung
secara terus-menerus akan berdampak pada pengendapan gas emisi kendaraan
bermotor dalam paru-paru karena terhirup oleh operator SPBU sehingga
menyebabkan penurunan KVP.
Operator SPBU adalah seseorang yang bekerja 8 jam sehari di dalam lingkungan
SPBU sebagai petugas pengisi bensin terhadap kendaraan bermotor. Operator SPBU
merupakan pekerjaan yang berisiko terjadinya penurunan KVP (kapasitas vital
paru). Operator SPBU yang tepat berada di pinggir jalan raya dapat tercemar polusi
udara dari gas buang kendaraan bermotor seperti CO, NO, HO dan uap bensin
(benzene). Namun pada dasarnya nilai KVP seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh
konsentrasi paparan debu yang diterima saja, hal itu juga dipengaruhi oleh
karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti usia, alat pelindung diri,
jenis kelamin, status gizi, masa kerja, riwayat merokok dan riwayat penyakit (Sirait,
2010).
Peneliti juga telah melakukan studi pendahuluan dengan melakukan pemeriksaan
KVP dengan alat uji spirometer terhadap 10 operator SPBU di wilayah Kecamatan
Ciputat pada bulan Maret-April 2014. Didapatkan hasil bahwa sebanyak 5 (50%)
responden mengalami penurunan fungsi paru. Berdasarkan data tersebut, peneliti
perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kapasitas vital
paru pada operator SPBU, sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat
dilakukan tindakan pencegahan bagi manajemen terhadap pekerja dan unsur terkait.
Page 23
5
Maka dari itu penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
Tahun 2014.
1.2 Rumusan Masalah
Salah satu titik area dengan pencemaran udara tinggi adalah di SPBU. Petugas
ini juga memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia berbahaya dari pembakaran
yang tidak sempurna kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian
bahan bakar, ataupun kendaraan yang berangkat setelah mengisi bensin. Posisi
SPBU di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan semuanya berada di pinggir jalan
raya yang memudahkan petugas pengisian operator SPBU terpapar emisi dari
kendaraan. Kejadian tersebut berlangsung terus menerus akan berdampak pada
pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru karena terhirup oleh
operator SPBU sehingga menyebabkan penurunan KVP.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret-April tahun
2014, sebanyak 5 dari 10 pekerja pengisian pompa bensin di Kecamatan Ciputat
atau sebanyak 50% mengalami gangguan fungsi paru. Diantaranya 3 orang
mengalami restriksi berat, 1 orang mengalami restriksi ringan dan 1 orang
mengalami restriksi dan obstruksi (mixed). Sebagian dari operator SPBU yang telah
dilakukan pengujian merasakan hal seperti sesak nafas, pusing, serta diikuti dengan
mual ketika mereka sedang bekerja karena pengaruh dari uap bensin dan emisi gas
buang kendaraan.
Page 24
6
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun
2014?
2. Bagaimana gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
Tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin) pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
4. Bagaimana gambaran karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas
merokok, status gizi, riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan
Ciputat Tahun 2014?
5. Bagaimana gambaran masa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
Tahun 2014?
6. Apakah debu total berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
7. Apakah karakteristik individu (umur, jenis kelamin) berhubungan terhadap
KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
8. Apakah karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status
gizi, riwayat penyakit) berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
9. Apakah masa kerja berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
Page 25
7
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan KVP
pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran KVP operator SPBU di Kecamatan Ciputat
Tahun 2014
2. Diketahuinya gambaran debu total pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
3. Diketahuinya gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin)
pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
4. Diketahuinya gambaran karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga,
aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) pada operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
5. Diketahuinya bagaimana gambaran masa kerja pada operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
6. Diketahuinya hubungan debu terhadap KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
7. Diketahuinya hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin)
terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun
2014
Page 26
8
8. Diketahuinya hubungan karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga,
aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) terhadap KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
9. Diketahuinya hubungan masa kerja terhadap KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah wawasan,
pengetahuan, pemahaman serta informasi kepada manajemen perusahaan
dan operator SPBU mengenai penurunan nilai dari fungsi paru yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar
kriteria aman dalam bekerja, sehingga menimbulkan kondisi kerja yang
tidak nyaman. Agar pimpinan perusahaan dapat melakukan upaya-upaya
pencegahan serta perlindungan untuk menghilangkan atau pun
mengurangi potensi bahaya bagi para operator SPBU. Pekerja dapat
terhindar dari penyakit akibat kerja.
1.5.2 Bagi program studi Kesehatan Masyarakat
Memberikan manfaat bagi program kesehatan sebagai dasar untuk
penelitian lebih lanjut pada operator SPBU yang berada pada area
ditempat atau pun daerah penelitian yang lainnya.
Page 27
9
1.5.3 Bagi peneliti
Melatih pola pikir yang sistematis dalam menghadapi masalah-
masalah khususnya dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Menjadikan referensi bagi peneliti selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni tahun 2014. Adapun
lokasinya operator SPBU di Kecamatan Ciputat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain
cross sectional (potong lintang). Sasaran peneliti adalah operator SPBU. Data-
data yang akan diperoleh yaitu berasal dari data primer. Data primer
dikumpulkan dan diperoleh dari objek penelitian ataupun responden selama
penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian
dilakukan uji statistik dengan rumus chi-square untuk melihat hubungan antara
variable dependen dengan variable independen.
Page 28
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Pernafasan Manusia
2.1.1 Anatomi Pernafasan
a. Pengertian saluran pernafasan
Saluran pernafasan (Rab, 1996) adalah yang mengangkut udara antara
atmosfer dan alveolus, yaitu tempat terakhir yang merupakan satu-
satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat
berlangsung.
b. Fungsi pernafasan
Fungsi utama pernafasan adalah untuk pertukaran gas yakini untuk
memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan
mengeliminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel.
c. Jalur pernafasan
Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal). Dari hidung
berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai saluran bersama
bagi sistem pernafasan maupun sistem pencernaan. Dari faring kemudian
laring atau kotak suara yang dapat menghasilkan berbagai macam bunyi.
Dari laring menuju ke trakea yang terbagi menjadi dua cabang utama
bronkus kanan dan kiri. Dalam setiap paru bronkus terus bercabang
menjadi saluran nafas yang makin sempit. Cabang terkecil dikenal
Page 29
11
sebagai bronkiolus, tempat terkumpulnya alveolus kantung udara terkecil
tempat terjadinya pertukaran gas-gas antar udara dan darah.
d. Pertahanan paru
Paru-paru mempunyai pertahanan yang khusus dalam mengatasi
berbagai kemungkinan terjadi kontak dengan allergen dalam
mempertahankan tubuh, sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya,
maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Mekanisme
pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru terbagi atas (Price, 1995):
1) Filtrasi udara pernafasan
Hembusan udara yang melalui rongga hidung mempunyai berbagai
ukuran. Partikel berdiameter 5-7 mikron akan bertahan di orofaring,
diameter 0,5-5 mikron akan masuk sampai ke paru-paru dan diameter
0,5 mikron dapat masuk sampai ke alveoli tetapi dapat keluar bersama
sekresi.
2) Pembersihan melalui mukosilia
3) Sekresi oleh humoral lokal
4) Fagositosis
2.1.2 Fisiologi Paru-paru
Paru-paru terdiri dari 2 bagian , kiri dan kanan, yang terletak hampir di
tengah rongga dada, diantara kedua paru-paru, dengan posisi yang lebih ke
kiri sedikit. Di depannya terdapat batang tenggorokan dan saluran
pernafasan (bronchi). Oleh sebab jantung mengambil tempat ke kiri, bagian
paru-paru sebelah kiri lebih kecil sedikit dari paru-paru kanan. Dengan
Page 30
12
demikian dapat dimengerti paru-paru kiri hanya terdiri dari 2 bagian (lobus),
sedangkan paru-paru kanan 3 bagian.
Pada bagian dada, batang tenggorokan menyediakan 3 saluran pernafasan
untuk paru-paru kanan (satu saluran pernafasan untuk setiap bagian) dan dua
untuk paru-paru kiri. Ketiga saluran pernafasan ini segera terbagi atas
saluran yang lebih kecil, saluran yang lebih kecil dan seterusnya, hingga
sampai saluran yang terkecil dari “pohon saluran pernafasan” (bronchial
tree), yang jumlahnya, sekitar 1 miliar unit. Ujung percabangan pernafasan
ini disebut “kantung udara” dimana terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida,
Paru-paru memiliki 2 sumber darah yaitu arteri paru-paru yang membawa
darah dari sebelah kanan jantung, dan arteri saluran pernafasan yang
menemani saluran pernafasan dalam berbagai cabang saluran pernafasan.
Diperlukan 2 sumber untuk penyalur darah. Ternyata arteri paru-paru yang
datang dari sebelah kanan jantung membawa darah dengan oksigen yang
telah dipindahkan dari jaringan yang telah dilaluinya. Darah ini tidak dapat
menyegarkan jaringan paru-paru. Sebab itu saluran pernafasan dan paru-paru
harus memiliki penyalur darah segarnya sendiri melalui arteri saluran
pernafasan yang datang dari sebelah kiri jantung melalui jalan aorta.
Seperti semua arteri yang lain, arteri yang membawa darah dari sebelah
kanan jantung ke paru-paru bercabang sampai menjadi pembuluh darah
kapiler. Di dalam paru-paru, kantong oksigen dan pembuluh darah kapiler
ini terletak berdampingan sedemikian rupa hingga hanya satu lapis dari sel
Page 31
13
yang tipis yang memisahkan udara dan darah. Lapisan sel ini demikian tipis
sehingga oksigen dapat melewati dengan bebas dari udara ke darah, dan
karbon dioksida dari darah ke udara (Kuantraf et. al, 1992).
2.1.3 Mekanisme Pernafasan
Mekanisme udara mempunyai caranya untuk dapat masuk ke paru-paru.
Paru-paru tidak mempunyai jalan untuk menarik udara melalui hidung.
Tetapi udara dapat dibawa masuk ke dalam paru-paru melalui kegiatan otot
tertentu. Otot-otot ini menambah ukuran dada setiap seseorang bernafas.
Sementara ukuran dada seseorang bertambah, paru-paru bertambah luas dan
udara akan segera mengisi ruangan yang telah tersedia. Dengan demikian
saat otot menjadi rileks, dada kembali kepada ukurannya yang semula, dan
udara dipaksakan untuk keluar melalui jalan masuknya.
Otot yang menambah ukuran dada (otot pernafasan) adalah diafragma,
Otot yang terletak diantara tulang iga dan otot tertentu di leher. Otot-otot
inilah yang digunakan pada saat memasukan udara ke dalam paru-paru.
Diafragma adalah otot yang berbentuk kubah (dome) terletak pada tingkatan
bawah dari tulang iga, yang memisahkan dada dari abdomen (perut). Jantung
dan paru-paru terletak diatas diafragma, sedangkan hati, perut, dan limpa
kecil dan organ abdomen lainnya terletak dibawah diafragma. Bila
diafragma berkontraksi, ia akan menarik ke bawah menentang organ yang
ada di abdomen. Ini akan menyebabkan paru-paru menjadi lebih luas. Otot
antara tulang iga juga akan berkontraksi diafragma, sebab itu menolong
untuk lebih memperluas paru-paru.
Page 32
14
Otot yang berada di dinding abdomen bila berkontraksi akan
menghasilkan akibat yang berlawanan dari apa yang dilakukan oleh
diafragma dan otot diantara tulang iga. Bila otot dinding abdomen
berkontraksi, organ-organ abdomen dan diafragma akan merapat ke atas. Ini
akan menyebabkan udara terdorong ke atas untuk meninggalkan paru-paru
dengan cepat. Bila ini tidak terjadi akan mengakibatkan timbulnya suatu
tekanan di dalam dada.
Sama seperti seluruh otot dalam tubuh manusia, aksi dari otot pernafasan
dikontrol oleh urat syaraf. Sebagaimana anda ketahui, anda dapat bernafas
lebih cepat, lebih dalam atau menahan untuk sementara. Hal ini disebabkan
oleh saraf pengontrol sadar yang dimiliki dan otot yang berhubungan dengan
pernafasan. Akan tetapi umumnya proses pernafasan dikontrol secara
otomatis oleh saraf pusat yang berada disebelah bawah dari otak. Saraf pusat
ini mengirimkan getaran saraf ke otot-otot pernafasan hingga dapat
berkontraksi dan mengendorkan secara bergantian. Pusat saraf tersebut
bahkan dapat mengontrol seberapa cepat dan dalam anda bernafas, jikalau
anda berolahraga, saraf pusat pernafasan mengirimkan getarannya dengan
irama yang lebih cepat dari pada saat beristirahat (Kuantraf et. al, 1992).
2.2 Kapasitas Paru-Paru
Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam sirkulasi paru, kadang-kadang
perlu menyatukan dua volume atau lebih. Kombinasi seperti ini disebut sebagai
kapasitas paru (Guyton, 2008 dan Graber et.al, 2006):
Page 33
15
1. FRC (fungsional residual capacity)/ kapasitas residu fungsional sama
dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah
cadangan jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir respirasi normal
(kira-kira 2300 mililiter).
2. IC (inspiration capacity)/ kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal
ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500
mililiter) yang dapat dihirup seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi
normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
3. VC (vital capacity)/ kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi
ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah
udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah
terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mililiter)
4. TLC (total lung capacity) kapasitas total paru adalah volume maksimum
yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat
mungkin (kira-kira 5800 mililiter). Jumlah ini sama dengan kapasitas vital
ditambah volume residu.
2.2.1 Kapasitas Vital Paru
Kapasitas paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru dalam
menampung udara di dalamnya (Tulaekha, 2000). Nilai KVP dapat diartikan
sama dengan volume cadangan inspirasi (IRV) ditambah volume tidal (VT)
dan volume cadangan ekspirasi (ERV). Ini adalah jumlah udara maksimum
yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi
Page 34
16
paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600
mL) (Guyton, 1997).
Kapasitas vital paru juga dapat diartikan jumlah udara maksimal yang
dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal
(Tambayong, 2001). Ada pun nilainya diukur dengan cara seorang individu
melakukan inspirasi secara maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak
mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Crowin, 2001).
Ada dua macam kapasitas vital jika dilihat berdasarkan cara
pengukurannya:
1. VC (vital capacity): pada pengukuran jenis ini penderita tidak perlu
melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh.
2. FVC (forced vital capacity) : pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan
dengan kekuatan penuh atau maksimal
Pengukuran KVP seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi
paru khususnya ventilasi paru-paru dan dinding dada. Nilai tersebut
bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot
pernafasan serta beberapa aspek fungsi pernafasan lain. Hasil dari tes fungsi
paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu penyakit paru-paru tapi hanya
memberikan gambaran KVP dibawah normal yang dapat dibedakan atas:
1. Normal
Nilai volume dan kapasitas paru pada orang normal sekitar 20% dari
yang diramalkan. Nilai akan berubah sesuai posisi, usia, jenis kelamin,
Page 35
17
tinggi badan dan pekerjaan (Graber et. Al, 2006). Nilai FVC atau FEV1
sebesar 80% atau melebihi nilai yang diperkirakan biasanya dianggap
normal. Rasio normal FEV1 terhadap FVC yakini antara 70-75%
(Jeyaratman dan Koh, 2009).
2. Obstruksi (kelainan pada ekspirasi)
Pada orang yang mengalami obstrukstif pernafasan, jalan nafas yang
menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat di hembuskan
pada satu detik pertama ekspirasi. FVC hanya dapat dicapai setelah
ekshalasi yang panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata.
Ekspirasi dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak
tercapai sampai waktu 15 detik (Ikawati, 2009). FVC pada orang yang
mengalami obstruksi, lebih kecil dibandingkan VC (Djojobroto, 2009).
Penyakit obstruksi pernafasan antara lain, emfisema, bronchitis kronik,
dan asma (Graber et. Al, 2006). Kelainan obstruksi merupakan setiap
keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau
penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruksi akan mempengaruhi
ekspirasi (Price, 1995).
3. Restriktif (kelainan pada inspirasi)
FEV1 dan FVC menurun, karena jalan nafas tetap terbuka. Ekspirasi
bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap
normal atau malah meningkat, tetapi volume data yang terhirup dan
terhembus lebih kecil dibandingkan normal (Ikawati, 2009). Restriktif
merupakan gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru
Page 36
18
sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif
mempengaruhi kemampuan inspirasi (Price, 1995). Penyakit restriktif
antara lain asites, pleuritis, pneumonia interstisial, efusi pleura, dll
(Graber et.al, 2006).
Adapun kriteria gangguan fungsi paru yang dibagi ke dalam 4
kriteria, yaitu:
KVP (%) Kategori
80% Normal
60-79% Restriksi ringan
51-59% Restriksi sedang
Kurang dari 50% Restriksi berat
2.2.2 Alat ukur KVP
Uji fungsi paru atau lung function test atau disebut juga pulmonary
function test, digunakan untuk mengevaluasi kemampuan paru. Pemeriksaan
fungsi paru berguna untuk menentukan adanya gangguan dan derajat
gangguan fungsi paru. Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengukur
derajat nilai KVP seseorang adalah spirometer. Pemeriksaan dilakukan
dengan sederhana, tidak rumit, tidak bersifat invasive, dan dilakukan dengan
indikatif : pemeriksaan berkala (occupational health, penyakit paru
obstruksi, penyakit paru restriktif, follow up penyakit, pada perokok,
mengevaluasi disability, evaluasi pra bedah, penyakit paru pekerja, dan
Page 37
19
mengevaluasi respon saluran pernafasan terhadap bronkodilator dan
kortikosteroid) (Djojobroto, 2009).
Pada dewasa muda yang sehat nilai normalnya adalah 80% tetapi nilai ini
dapat menurun sampai 60% pada orang tua. Nilai normal juga bervariasi
bergantung pada jenis kelamin (Muttaqin, 2008)
Ada beberapa macam spirometer, antara lain water sealed spirometer,
bellow spirometer, dan electronic spirometer. Hasil pemeriksaan berupa
gambar langsung dari pena pada kymograph disebut spirogram, sedangkan
gambar diperoleh dari office-spirometer sebagai hasil dari pneumotach
disebut diagram. Hasil dari nilai spirogram dan diagram ekspiratori
tergantung upaya pasien yang diperiksa (effort dependent) sehingga
diperlukan latihan yang benar bagi pasien agar didapat hasil yang akurat.
Hasilnya harus dapat diulang (repeatable) dengan akurasi tidak kurang dari
3%. Ventilatory performance untuk setiap individu sangat bervariasi
tergantung pada ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), umur serta jenis
kelamin (Djojobroto, 2009).
Spirometer merupakan alat dengan metode sederhana yang dapat
mengukur volume paru utama yang nantinya akan dijumlahkan tergantung
kebutuhan untuk mendapatkan nilai kapasitas paru utama. Untuk nilai
volume paru utama yang diperoleh dibagi atas volume statis paru dan
volume dinamis paru yang terdiri dari (Guyton, 2008 dan Graber et.al,
2006):
Page 38
20
1) Volume statis paru
a. TV (volume tidal) adalah volume udara yang diinspirasi atau di
ekspirasi setiap kali bernafas normal. Besarnya kira-kira 500 mililiter
pada laki-laki dewasa.
b. IRV (inspiratory reserve volume) volume cadangan inspirasi adalah
volume tambahan yang dapat diinspirasikan dengan usaha
maksimum setelah inspirasi normal. Biasanya mencapai 3000
mililiter (kapasitas inspirasi-volume tidal).
c. IC (inspiratory capacity) adalah volume udara ekstra maksimal yang
dapat di ekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal
normalnya adalah sekitar 1100 mililiter (IRV+TV).
d. RV (residual volume) adalah volume yang tertinggal dalam paru-paru
setelah ekspirasi maksimal. Volume ini besarnya kira-kira sekitar
1200 mililiter.
2) Volume dinamis paru
a. FVC (forced vital capacity) adalah volume udara maksimum yang
dapat di ekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi maksimum.
Umumnya dicapai dalam 3 detik dengan volume 4 liter.
b. FEV1 (forced expired volume) adalah volume udara yang di
ekspirasikan selama detik pertama maneuver FVC, volume
normalnya adalah 3,2 liter.
c. FEF 25%-75% (forced expiratory flow) aliran ekspirasi paksa kurang
tergantung pada usaha. Lebih tergantung pada daya kembang jalan
Page 39
21
nafas. Normal = 2 sampai 4 L/detik. FEF lebih cepat menjadi
abnormal pada penyakit destruktif dibanding FEV1.
2.3 Debu
2.3.1 Pengertian debu
Debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti
penghancuran batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada timah putih,
tambang besi, batu bara, pengecatan mobil, dan lain-lain (Ahmadi, 1990).
Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang
ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan,
penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain lain-
lain dari bahan organic ataupun anorganik. Golongan debu juga terbagi
menjadi 2, yaitu:
a. Padat
1) Dust
Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub mikroskopik
sampai yang besar. Yang paling berbahaya dilihat dari segi
ukurannya adalah bisa terhisap ke dalam system pernafasan <100
mikron atau ke dalam paru-paru manusia.
2) Fumes
Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena
kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat
yang di pijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai dengan oksidasi
Page 40
22
kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan
Timbal (Plumbum)
3) Smoke
Smoke adalah produk dari pembakaran bahan organic yang tidak
sempurna dan berukuran 0,5 mikron
b. Cair (Liquid)
Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan
melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray atau obat
nyamuk semprot.
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel
yang melayang di udara (suspended particulate matter / SPM) dengan ukuran
1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik
dalam maupun di ruang gedung (indoor atau outdoor pollution) debu sering
dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk
menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja. Debu industri terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Particulate matter
Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan
segera mengendap karena daya tarik bumi.
b. Suspended particulate matter
Adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah
mengendap (Pudjiastuti, 2002).
Page 41
23
2.3.2 Sifat-sifat debu
Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak
ber difusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer
lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan baku dan hasil produksi. Jika
dikelompokkan, debu menurut sifatnya dibagi atas beberapa golongan:
a. Sifat pengendapan (setting rate)
Sifat debu cenderung selalu mengendap karena adanya gaya gravitasi
bumi. Namun, terkadang debu ini relative tetap berada di udara, debu
yang mengendap mempunyai proporsi partikel lebih banyak dari pada
yang ada di udara.
b. Sifat permukaan basah (wetting)
Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh
lapisan air yang sangat tipis.
c. Sifat penggumpalan (floculation)
Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan dapat
menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan
penggumpalan.
d. Sifat optis (opticalproperties)
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan
sinar yang bisa terlihat dalam kamar gelap.
e. Sifat listrik (electrical)
Page 42
24
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain
yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu
mempercepat terjadinya penggumpalan.
2.3.3 Ukuran debu
Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam
paru-paru. Apa yang terjadi dengan debu itu, sangat tergantung dari pada
besarnya ukuran debu. Debu-debu berukuran diantaranya 5-10 mikron akan
ditahan oleh jalur pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5
mikron akan ditahan oleh jalur tengah pernafasan.
Partikel-partikel yang besarnya diantara 1 dan 3 mikron akan ditempatkan
langsung ke permukaan alveoli paru-paru. Partikel-partikel yang berukuran
0,1-1 mikron tidak begitu gampang mengendap hinggap dipermukaan
alveoli, oleh karena debu-debu ukuran demikian tidak mengendap. Debu-
debu yang partikelnya berukuran kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu
kecil, sehingga tidak hinggap di selaput lendir atau alveoli, oleh karena
gerakan Brown, yang menyebabkan debu demikian bergerak keluar masuk
alveoli (Suma’mur, 1998)
2.4 Bidang Penyakit Paru
Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kelainan paru yang disebabkan
oleh faktor-faktor risiko ditempat kerja antara lain berupa: debu, gas dan uap.
Kelainan yang terjadi dapat berupa: kelainan akut, kelainan kronik. Adapun
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu, gas uap (Djojobroto, 1999):
Page 43
25
a. Penyakit paru interstial: asbes, batubara, silica, beryllium, jamur, antigen burung
b. Udema paru: asap, nitrogen SO2, fosgen
c. Penyakit Pluera: asbes, bronchitis, debu tepung, debu berat
d. Asma : bulu binatang, toluene di isosianat, garam platina tepung dan debu kapas
e. Karsinoma bronchus: uranium, asbes, kromnikel, metal eter
f. Penyakit infeksi: anthrax, coccodiomycosis, psittacosis
Penilaian cacat pada penyakit paru akibat kerja didasarkan kepada hasil
penentuan pemeriksaan spirometer dan derajat sesak sebagai berikut:
Derajat sesak VEP1 Prosentase cacat fungsi (fungsional
disability
0. –
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat berat
>2,5L
1,6-2,5 L
1,1-1,5 L
0,5-1 L
<0,1 L
-
25%
50%
75%
100%
Penentuan ganti rugi didasarkan kepada persentase cacat fungsi 100% sama dengan
70% dari upah sehari (Djojobroto, 1999).
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU
tahun 2014
Nilai KVP merupakan suatu gambaran dari fungsi sistem pernafasan. Penurunan
fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama
seseorang bekerja pada lingkungan tempat kerja yang berdebu dan faktor-faktor
internal yang terdapat pada diri pekerja (karakteristik pekerja) merupakan hal utama
yang berhubungan dengan KVP (Widodo, 2007). Adapun faktor-faktor tersebut
adalah:
Page 44
26
1) Debu total
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 1 Tahun 1970
dikatakan bahwa tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau
sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat
sumber-sumber bahaya. Adapun sumber bahaya debu dalam bentuk gas yang
berhubungan dengan nilai KVP pada operator SPBU adalah
a. Karbon monoksida
Pembakaran yang tidak sempurna dari C atau senyawa yang
mengandung C menimbulkan CO, Proses kimiawi dan fisis selama
proses pembakaran berlangsung secara kompleks, karena tidak hanya
tergantung pada jenis senyawa C yang bereaksi dengan O2, tetapi juga
dipengaruhi oleh berbagai kondisi di rung terbakar. Ruangan yang
tercemar gas CO tidak dapat dilihat oleh mata karena karbon monoksida
(CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna,
sifat lain gas ini mudah terbakar, mudah meledak dan lebih ringan dari
pada udara. Di daerah perparkiran Kota, kandungan CO akibat emisi gas
buang kendaraan berkisaran antara 10-15 ppm dan sudah sejak lama
diketahui pada konsentrasi tinggi tersebut berdampak langsung pada
kesehatan (Nadapdap. 2003; Perkins H.C, 1994).
Page 45
27
b. Nitrogen oksida (NOx)
Gas Nitrogen oksida (NOx) terdiri dari dua macam; NO dan NO2,
keseimbangannya tergantung dari flame temperature, tekanan,
konsentrasi masing-masing gas, waktu retensi di dalam berbagai
temperature dan laju pendinginan. Keseimbangan berbagai konsentrasi
campuran NOx merupakan fungsi dari variable-variabel yang dihadapi
selama proses pembakaran dan ekstrasi panas. Kedua macam gas ini
mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya
bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara fisis umum sulit
diamati karena tidak berbau dan tidak berwarna. Sementara gas NO2
bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang menyengat dan
warnanya cokelat kemerahan (Nadapdap. 2003; Perkins H.C, 1994,
Shaw J.T, 1985)
c. Hidrokarbon (HC)
Pencemaran hidrokarbon (HC) pada umumnya berasal dari
pembakaran yang tidak efisien, terutama dari bahan bakar yang lebih
volatile seperti gasoline dari aktivitas manusia, hidrokarbon juga
dihasilkan dari proses-proses biologis yang terjadi pada tumbuhan. HC
terdiri dari senyawa alifatik, aromatic, dan alisiklik. Pada suku rendah
HC dapat berupa gas pada suku sedang berupa cairan serta berupa
padatan pada suku tinggi. HC yang berupa gas akan tercampur dengan
zat atau senyawa pencemar lainnya, dalam bentuk cairan maka hc akan
membentuk kabut minyak (droplet) sedangkan dalam bentuk padatan
Page 46
28
akan tampak seperti asap hitam, ketiganya sering timbul dalam
pencemaran udara serta sangat mengganggu kesehatan-lingkungan
(Nadapdap. 2003, Ahlvik P., 2001).
d. Oksidan fotokimia
Parameter fisik dan kimiawi yang menyebabkan pembentukan
oksidan fotokimia sukar untuk diketahui dengan pasti karena
kompleksnya masalah. Namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa
jika CO2, NOx, SO2 dan HC yang di emisikan ke atmosfir melalui
proses pembakaran dapat bereaksi secara kimiawi menghasilkan
kontaminan lain yang sifatnya berbeda.
2) Karakteristik individu
a. Umur
Faal paru seseorang dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur
seseorang maka ketahanan terhadap penyakit akan bertambah, salah
satunya yaitu fungsi paru (Mengkidi, 2006). Faal paru pada tenaga kerja
sangat dipengaruhi oleh usia tenaga kerja itu sendiri. Meningkatnya
umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah,
khususnya gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja (Yunus,
2006).
Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Lestari (2001) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara usia dengan kelainan faal paru pada tenaga kerja. Umur
berhubungan dengan siklus jaringan yang ada di tubuh manusia.
Page 47
29
Semakin bertambahnya umur akan terjadi yang dinamakan sebagai
proses penuaan. Semakin tua umur manusia maka akan semakin besar
pula kemungkinan terjadinya penurunan pada fungsi paru (Suyono,
2001).
Penurunan KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi
penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa
kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum
pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan
terus menurun sesuai dengan pertambahan usia (Budiono, 2007).
b. Jenis kelamin
Pada umumnya, laki-laki banyak membutuhkan energi lebih
besar. Oleh karena itu, laki-laki memerlukan oksigen yang lebih banyak
dari pada perempuan (Aryulina, dkk., 2006). Pada seorang laki-laki,
kebutuhan oksigen normal sebesar 4-5 liter dan pada perempuan, 3-4
liter (Pearce, 2009). Arus ekspirasi lebih besar pada laki-laki dan
sebanding dengan kapasitas total paru-parunya (Hibbert, dkk., 1995
dalam Marpaung, 2012).
3) Karakteristik gaya hidup
a. Aktivitas olahraga
Aktivitas olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital paru.
Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernafasan.
Aktivitas olahraga yang rutin akan memberikan manfaat dalam
meningkatkan kerja organ khususnya paru-paru, jantung dan pembuluh
Page 48
30
darah ditandai dengan denyut nadi istirahat menurun, kapasitas vital
paru bertambah, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan
HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara umum semua
cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik membantu meningkatkan
kebugaran fisik, namun tergantung dari jenis olahraga yang dilakukan
(Mengkidi, 2006)
Kapasitas vital paru sangat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
seseorang dalam melakukan aktivitas olahraga. Olahraga dapat
meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan
oksigen dapat ber difusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang
lebih besar atau maksimum. Menurut penelitian (Adriskanda, dkk 1997),
nilai kapasitas vital paru orang Indonesia yang tidak olahraga adalah
sebesar + 3,6 liter, sedangkan orang Indonesia yang olahraga adalah +
4,2 liter. Kapasitas vital paru pada seorang atlet akan lebih besar dari
pada yang tidak pernah berolahraga (Guyton, 1997).
Aktivitas olahraga akan meningkatkan kapasitas vital paru sebesar
30% - 40% (Guyton, 1997). Itu juga ditunjang oleh penelitian yang
dilakukan oleh (Adi, 2007) terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga
dan KVP.
Latihan fisik yang teratur atau olahraga yang rutin sesuai dengan
anjuran yang diperbolehkan sesuai kemampuan fisik dapat
meningkatkan faal paru. Olahraga yang teratur akan terjadi peningkatan
kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal, pada saat latihan terjadi
Page 49
31
kerjasama berbagai otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan
koordinasi gerakan dan daya tahan system kardiorespirasi. KVP dan
olahraga mempuyai hubungan yang timbal balik, gangguan KVP dapat
mempengaruhi kemampuan olahraga (Hadi, 2003).
b. Aktivitas merokok
Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian mekanisme
pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi
mucus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi
akumulasi ukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau
mikroorganisme di jalan nafas, yang menurunkan pergerakan udara dan
meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme. Batuk-batuk yang
terjadi pada para perokok (smoker’s cough) adalah usaha untuk
mengeluarkan ukus kental yang sulit didorong keluar dari saluran nafas.
Infeksi saluran nafas bawah lebih sering terjadi pada perokok aktif dan
pasif (Corwin, 2009).
Beberapa hal lain yang mempengaruhi kebiasaan merokok dengan
fungsi paru adalah:
a) Durasi merokok (dalam tahun) tidak sama kontribusinya
dengan jumlah batang per hari, akan lebih berat risiko yang
diderita oleh seseorang jika merokok dalam usia yang lama
dibanding dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya.
Sebagai contoh, akan lebih berisiko orang yang merokok
dengan usia lama walaupun per harinya hanya menghisap
Page 50
32
rokok yang sedikit dibanding orang yang baru saja merokok
dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi perharinya
banyak.
b) Seseorang yang memulai merokok di waktu remaja lebih
berisiko dibandingkan merokok ketika di usia tua. Semakin
muda rokok atau terpajan asap rokok, maka akan
meningkatkan risiko penyakit paru. Di Indonesia terjadi
peningkatan pada perokok remaja, pada tahun 1995 diketahui
terdapat 7 % perokok remaja, kemudian di tahun 2010
meningkat menjadi 19%
c) Seberapa dalam menghisap rokok dan jenis rokok yang
digunakan (kretek atau filter) merupakan sub faktor lain
terkait rokok sebagai factor risiko gangguan fungsi paru.
Ketika menghisap rokok dalam-dalam atau menghisap secara
biasa saja sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda sebagai faktor
penyumbang dalam gangguan fungsi paru. Namun kedalaman
hisap rokok ini berhubungan dengan jenis kanker paru yang
diderita. Menghisap lebih dalam berhubungan dengan kanker
paru jenis adenokarsinoma sedangkan menghisap secara biasa
saja hubungannya dengan karsinoma sel skuamosa.
Bahaya merokok bagi kesehatan telah diakui dan dibicarakan
secara luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata
adanya bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahkan pada
Page 51
33
orang di sekitarnya. Para ahli dari WHO menyatakan bahwa Negara
dengan kebiasaan merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu
mengakibatkan terjadinya 80%-90% kematian akibat kanker paru di
seluruh negara tersebut, 75% dari kematian akibat bronchitis, 40%
kematian akibat kanker kandung kencing dan 25% kematian akibat
penyakit jantung iskemik serta 18% kematian pada stroke (Aditama,
1997).
Kanker paru di Amerika Serikat pada sekitar 1996 menjadi
penyebab utama kematian akibat kanker dan termasuk jenis tumor yang
umum ditemukan diseluruh dunia. Menurut data American Cancer
Society, lebih dari 419.000 orang mati akibat kanker paru, dan 85-90
persennya berhubungan dengan merokok (kumpulan artikel kompas,
2004).
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi
saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan
mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa
per tahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas
perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif (Anshar, 2005).
Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya
25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru,
bronchitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya. Selain
itu ada kanker mulut, tenggorok, pankreas dan kandung kencing,
penyakit pembuluh darah ulkus peptikum dan lain-lain. Satu-satunya
Page 52
34
penyakit yang menunjukan asosiasi negative dengan kebiasaan merokok
adalah kematian akibat penyakit Parkinson. Seorang ahli kesehatan dari
inggris telah melakukan penelitian tentang akibat lanjut rokok. Dari
1000 orang pemuda yang merokok setidaknya satu bungkus sehari,
maka 1 orang akan meninggal karena dibunuh, 6 orang akan meninggal
karena kecelakaan lalu lintas dan 250 orang diantara mereka akan
meninggal akibat berbagai penyakit yang diakibatkan merokok. Rokok
pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang rokok
dibakar maka ia akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti
nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide,
ammonia, acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene,
methanol, coumarin, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain-lain
(Aditama, 1997).
Inhalasi asap tembakau baik premier maupun sekunder dapat
menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada orang dewasa. Asap
rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok
lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya
kesehatan akibat kerja (Suyono, 2001).
Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya
dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian
dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari
Page 53
35
perhitungan tersebut akan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu:
ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (> 600).
c. Status gizi
Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat
gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat makanan untuk pemeliharaan
tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut
diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih
beratnya pekerjaan. Tingkat gizi, terutama bagi pekerja kasar dan berat
adalah faktor penentu derajat produktivitas kerjanya. Beban kerja yang
terlalu berat sering disertai penurunan berat badan (Suma’mur, 1996).
Status gizi ini dapat dihitung salah satunya adalah dengan
menghitung IMT dengan rumus:
Berat Badan
IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Kategori berat badan menurut IMT:
1) Kekurangan berat badan tingkat berat : < 17,0
2) Kekurangan berat badan tingkat ringan : 17,0-18,5
3) Normal : > 18,5-25,0
4) Kelebihan berat badan tingkat ringan : > 25,0-27,0
5) Kelebihan berat badan tingkat berat : > 27,0
Page 54
36
Table 2.6
Kerugian Berat Badan yang Kurang Ideal
Berat Badan (BB) Kerugian
(1) (2)
Kurang (kurus) Penampilan cenderung kurang baik,
mudah lelah, risiko penyakit tinggi,
wanita kurus yang hamil mempunyai
risiko tinggi melahirkan bayi dengan
BBLR, kurang mampu bekerja keras
Kelebihan (Gemuk)
Penampilan kurang menarik, gerakan
tidak gesit dan lamban, risiko penyakit
jantung, pada wanita dapat
menyebabkan gangguan haid
Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa (2001)
Berat badan yang kurang ideal baik itu kurang ataupun kelebihan
dapat menimbulkan kerugian. Masalah kekurangan atau kelebihan gizi
pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting,
karena selain mempunyai risiko penyakit tertentu, juga dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. Akibat kekurangan zat gizi, maka
simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Bila hal ini berlangsung secara lama, maka simpanan zat gizi akan
habis dan terjadi kemerosotan jaringan, dengan meningkatnya defisiensi
zat gizi maka muncul perubahan biokimia dan rendahnya zat-zat gizi
Page 55
37
dalam darah, berupa rendahnya tingkat Hb, serum vitamin A dan
karoten.
Dapat pula terjadi peningkatan beberapa hasil metabolism seperti
asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Bila keadaan ini
berlangsung lama, akan mengakibatkan terjadinya fungsi tubuh dan
tanda-tandanya, yaitu kelemahan, pusing, kelelahan, nafas pendek dan
lain-lainnya (Supariasa, 2001). Selain itu, tinggi badan seseorang juga
mempengaruhi kapasitas paru, semakin tinggi badan seseorang maka ia
memiliki volume paru yang besar dan luas, sehingga kapasitas parunya
baik (Mengkidi, 2006).
d. Riwayat penyakit
Seseorang yang pernah mengalami penyakit gangguan pada
fungsi paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga
alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara dan
mengakibatkan menurunnya kadar oksigen dalam darah. Emfisema
diketahui merupakan penyakit utama yang mempengaruhi volume paru
karena dapat merusak jaringan paru sehingga mempengaruhi kekenyalan
jaringan paru (Mengkidi, 2006; Budiono, 2007).
Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP
seseorang. Kekuatan otot-otot pernafasan dapat berkurang akibat sakit
(Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada
penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru)
Page 56
38
dan pada kelemahan otot pernafasan (Price, 1995). Selain itu juga,
adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan
pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan
menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja
(Suma’mur 1996).
Menurut Guyton (1997) menyatakan bahwa penyakit yang dapat
mempengaruhi KVP adalah:
1. Emfisema paru kronik
Merupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa infeksi
kronik, kelebihan mucus, dan edema pada epitel bronchioles yang
mengakibatkan terjadinya obstruksi paru yang kompleks sebagai
akibat mengkonsumsi rokok.
2. Pneumonia
Peneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru yaitu:
penurunan luas permukaan membrane pernafasan, serta menurunnya
rasio ventilasi perfusi. Kedua efek ini mengakibatkan menurunnya
KVP.
3. Atelektasi
Atelektasi berarti alveoli paru yang mengempis atau colaps.
Akibatnya terjadi penyumbatan pada alveoli sehingga tahanan aliran
darah meningkat dan terjadi penekanan dan pelipatan pembuluh
darah sehingga volume paru berkurang.
4. Asma
Page 57
39
Pada penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi
dan volume inspirasi.
5. Tuberkolosis (TBC)
Pada penderita TBC stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis
di seluruh paru, dan mengurangi jumlah paru fungsional, sehingga
mengurangi kapasitas paru.
4) Karakteristik latar belakang pekerjaan
a. Massa kerja
Gangguan fungsi paru yang mengakibatkan terjadinya penurunan
pada nilai kapasitas vital paru yang timbul pada pekerja sangat
bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya debu yang terhirup.
Hal ini bergantung pada tiga hal yakini, kadar debu di dalam udara,
jumlah kadar di udara dengan lamanya paparan berlangsung/dosis
kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya debu dalam paru-paru
(WHO, 1995, dalam Marpaung, 2012). Di Denmark, pajanan jangka
panjang pada partikulat terhadap pekerja cat dapat mempercepat
penurunan fungsi paru terkait usia seseorang (Cristensen, 2008).
Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh
(Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada
pekerja stasiun pengisian bahan bakar di kota Yogyakarta diperoleh nilai
signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa =0,05. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa
kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan
Page 58
40
bakar minyak di kota Yogyakarta dengan total sample sebanyak 43
responden.
b. Jam kerja
Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja yang
terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan
yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja
tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan
kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin
tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP
dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat
(Budiono, 2007).
c. APD masker
Gangguan fungsi paru yang mengakibatkan terjadinya penurunan
pada nilai kapasitas vital paru yang timbul pada pekerja sangat
bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya debu yang terhirup.
Hal ini bergantung pada tiga hal yakini, kadar debu di dalam udara,
jumlah kadar di udara dengan lamanya paparan berlangsung/dosis
kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya debu dalam paru-paru
(WHO, 1995, dalam Marpaung, 2012). Di Denmark, pajanan jangka
panjang pada partikulat terhadap pekerja cat dapat mempercepat
penurunan fungsi paru terkait usia seseorang (Cristensen, 2008).
Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh
(Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada
Page 59
41
pekerja stasiun pengisian bahan bakar di kota Yogyakarta diperoleh nilai
signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa =0,05. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa
kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan
bakar minyak di kota Yogyakarta dengan total sampel sebanyak 43
responden.
d. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat
menyebabkan gangguan paru (Suma’mur, 1996). Hubungan antara
penyakit dan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan
keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan
untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah
digunakan bahan baru di tempat kerja.
Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah
terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan
pada musim-musim tertentu, dan lain-lain (Ikhsan, 2002).
e. Beban kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas
pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi
pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut
bekerja sehingga disebut beban kerja, sehingga beban kerja merupakan
Page 60
42
kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja
dapat berupa beban fisik dapat mempengaruhi nilai dari KVP seseorang.
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai
dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan
harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida
tersebut (Guyton & Hall, 1996).
2.6 Kerangka Teori
Kerangka teori (gambar 2.1) diperoleh dari hasil modifikasi berbagai sumber.
Budiono (2007) bahwa usia mempengaruhi penurunan KVP setelah usia 30 tahun,
tetapi penurunan akan cepat terjadi setelah usia 40 tahun. Jenis kelamin (Pearce,
2009), massa kerja (WHO, 1995), aktivitas merokok (Anshar, 2005), aktivitas
olahraga, IMT (Mengkidi, 2006), riwayat penyakit (Guyton, 1997), riwayat
pekerjaan (suma’mur, 1996), penggunaan APD masker (Mengkidi, 2006), jam kerja
per minggu (Budiono, 2007) dan beban kerja (Guyton dan Hall, 1997). Berdasarkan
hasil dari modifikasi tersebut dapat digambarkan kerangka teori sebagai berikut:
Page 61
43
Modifikasi dari sumber : (Budiono, 2007; Pearce, 2009; WHO, 1995; Anshar; 2005;
Mengkidi, 2006; Guyton, 1997; Suma’mur, 1996; Mengkidi, 2006; Budiono, 2007; Hall,
1997).
Gambar 2.1
Kerangka teori
Debu total
Kapasitas Vital
Paru
Karakteristik Individu:
Umur
Jenis kelamin
Karakteristik gaya hidup:
Aktivitas olahraga
Aktivitas merokok
Status gizi
Riwayat penyakit
Karakteristik latar
belakang pekerjaan:
Massa kerja
Jam kerja
APD masker
Riwayat pekerjaan
Beban kerja
Page 62
44
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini yang menjadi variable bebas (independent) untuk diteliti
adalah debu total, karakteristik individu (jenis kelamin, umur), gaya hidup (aktivitas
olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit), masa kerja. Sedangkan
variabel terikatnya (dependent) adalah kapasitas vital paru pada pekerja operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Sedangkan variabel yang tidak diteliti ialah jam kerja
(karena semua memiliki waktu jam kerja yang sama yaitu 8 jam dalam sehari), beban
kerja (karena pekerjaan memiliki beban yang sama dan tidak ada perbedaan aktivitas di
dalam bekerja), penggunaan masker (dikarenakan hampir semua populasi tidak memakai
masker di saat melakukan aktivitas pekerjaan), dan riwayat pekerjaan (semua pekerja
tidak memiliki riwayat pekerjaan terpapar debu sebelumnya). Kerangka konsep pada
penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
Page 63
45
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Debu total
Karakteristik Individu:
- Umur
- Jenis kelamin
Kapasitas Vital Paru
Gaya Hidup:
- Aktivitas merokok
- Aktivitas olahraga
- Status gizi
- Riwayat penyakit
Masa kerja
Page 64
46
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Deskripsi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Kapasitas Vital
Paru
volume cadangan
inspirasi + volume alun
nafas + volume cadangan
ekspirasi. Atau jumlah
udara maksimum yang
dapat dikeluarkan
seorang dari paru, setelah
terlebih dahulu mengisi
paru secara maksimum
dan dikeluarkan
sebanyak-banyaknya.
Pengukuran
menggunakan
alat spirometer
Spirometer 1. Ada gangguan
(Restriksi, campuran
dan Obstruksi)
2. Tidak ada gangguan
(Normal)
Untuk kepentingan
analisis, maka variable
gangguan fungsi paru
di kelompokan
menjadi : - Normal, bila % FVC
> 80 dan %
FEV1/FVC > 75
- Ada gangguan
(R,C,O), bila nilai %
FVC < 79 dan %
FEV1/FVC < 74
Ordinal
2. Kadar debu total Hasil pengukuran kadar
debu total menggunakan
metode gravimetri selama 2
jam pada 3 titik lokasi
sebanyak 1 kali pengukuran
Melakukan
pengukuran
dengan
menggunakan alat Haz Dust Model
EPAM 5000
dengan metode
gravimetric
Haz Dust
Model EPAM
5000
1. Tidak memenuhi
syarat bila diatas NAB
(kadar debu > 0,035
mg/m3)
2. Memenuhi syarat bila
dibawah NAB (kadar
debu < 0,035 mg/m3 )
Ordinal
3. Umur Jumlah tahun yang dihitung
mulai dari responden lahir
hinhha saat penelitian
berlangsung.
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner dan
pengecekan
KTP
1. > 30 tahun (berisiko
KVP)
2. < 30 tahun (tidak
berisiko KVP)
Ordinal
Page 65
47
No. Variabel Deskripsi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
4. Jenis kelamin Perbedaan biologis dan
fisiologis yang dibawa
sejak lahir dan tidak
dapat diubah
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner dan
pengecekan
KTP
1. Perempuan
2. Laki-laki
Ordinal
5. Aktivitas Rokok Aktivitas merokok yang
dilakukan secara teratur
atau rutin dalam setiap
harinya
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner 1. Merokok
2. Tidak Merokok
Ordinal
6. Aktivitas Olahraga
Latihan fisik teratur yang
dapat meningkatkan
kemampuan kapasitas
pernafasan pekerja.
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner
1. Tidak melakukan
olahraga (Tidak)
2. Melakukan olahraga
(Ya)
Ordinal
7. Status Gizi (IMT) Suatu kondisi yang
menggambarkan keadaan
gizi pada orang dewasa
dengan memperhitungkan
indeks masa tubuh (IMT)
Kuesioner,
melihat jarum
ukur pada
timbangan dan
microtoise
Kuesioner
Timbangan
injak
Microtoise
1. Berisiko (kurus <
18,5 dan gemuk
>25)
2. Normal
Ordinal
8. Riwayat Penyakit Keadaan dimana karyawan
pernah atau tidak
mengalami penyakit saluran
pernafasan akut, kronis
(asma, tuberculosis, batuk
berdahak, peneumia atau
paru-paru basah).
Melakukan
wawancara,
kemudian
mendeskripsikan
gejala-gejala yang
pernah dirasakan
seperti : sesak,
pusing, batuk, dll)
Kuesioner 1. Pernah
2. tidak pernah
Ordinal
9. Masa Kerja Panjangnya waktu
terhitung mulai pertama
kali pekerja masuk kerja
hingga saat penelitian
berlangsung
Pengisian
kuesioner oleh
peneliti dengan
wawancara
Kuesioner 1. lama (> 5 tahun)
2. baru (< 5 tahun)
Ordinal
Page 66
48
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
2. Ada hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin) dengan
KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
3. Ada hubungan antara karakteristik gaya hidup (aktivitas merokok, aktivitas
olahraga, status gizi, riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
4. Ada hubungan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
Page 67
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk melihat
hubungan antara dua variabel yaitu dependen dan independen. Dengan menggunakan
desain studi cross-sectional yaitu mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan
variabel dependen (informasi atau gambaran situasi yang ada) dalam waktu bersamaan.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli dan bertempat di SPBU yang berada
di wilayah Kecamatan Ciputat tahun 2014.
4.3 Populasi dan Sample Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh operator SPBU yang ada di
wilayah kecamatan Ciputat pada tahun 2014.
4.3.2 Sample
Untuk menghitung besar sampel dipilih dengan menggunakan metode uji
hipotesis beda proporsi (2-tailed). Berikut adalah rumus uji hipotesis beda 2
proporsi:
Keterangan:
n : Jumlah besar sampel
P1 : Proporsi orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada
Page 68
50
variabel tidak menggunakan masker (Budiono, 2007)
P2 : Proporsi orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada
variabel penggunaan masker (Budiono, 2007)
P : Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2)
Z 1-α/2 : Nilai Z pada derajat kepercayaan Z1-α/2 atau derajat kemaknaan α
pada two tail yaitu sebesar 5 % = 1,96
Z 1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80% = 0,84
Tabel 4.1
Perhitungan Besar Sampel Tabel Minimal Penelitian
No. Topik P1 P2 OR Jumlah
Sampel
(n)
Penulis,
Tahun
1. Umur 0,617 0,302 2,041 39 Budiono,
2007
2. Aktifitas
merokok
0,649 0,340 1,910 53 Budiono,
2007
3. Lama Kerja 0,516 0,346 1,490 177 Budiono,
2007
4. Masa Kerja 0,923 0,39 2,369 9 Budiono,
2007
5. Penggunaan
Masker
0,806 0,184 4,382 12 Budiono,
2007
Total jumlah sampel minimal dalam penelitian adalah 12. Karena untuk 2
proporsi maka dikalikan 2 menjadi 24. Untuk mengantisipasi drop out
ditambah 15 jadi 39. Adapun sampel pada penelitian ini adalah semua
operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi sampel,
yakni sebanyak 42 orang.
Page 69
51
4.4 Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spirometer
Autospiro Minato AS 505, timbangan injak, microtoise dan kuesioner.
1. Spirometer digunakan untuk mengukur Kapasitas Vital Paru pada operator
SPBU tahun 2014. Adapun nilai KVP yang diambil adalah Slow Vital Capacity
(SVC) untuk menilai seberapa mampu paru-paru seseorang mengeluarkan udara
(ekspirasi) setelah mengisi rongga paru-paru dengan udara secara maksimal
secara normal.
2. Timbangan Injak digunakan untuk mengukur berat badan operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014.
3. Microtoise digunakan untuk mengukur tinggi badan pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014.
4. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data pribadi pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014. Data dapat berupa nama, umur, jenis kelamin,
dan sebagainya.
5. Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja dengan
menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000.
4.5 Pengumpulan Data
4.5.1 Data Primer
a. Pengukuran KVP
Metode ini dilakukan dengan cara pengukuran paru pada operator
SPBU menggunakan alat Spirometer Autospiro Minato AS 505 secara
Page 70
52
langsung terhadap responden. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk
pengukuran KVP pada operator SPBU tahun 2014, yaitu sebagai berikut:
1) Tekan tombol power ON pada Spirometer
2) Lakukan kalibrasi, untuk menjamin validitas pengukuran
3) Pilih tombol FVC pada Spirometer
4) Lakukan inspirasi maksimal
5) Kemudian lakukan ekspirasi maksimal ke dalam Spirometer
6) Hasil pengukuran dapat dilihat pada Spirogram yang telah dicetak
(Minato Medical Science., Ltd)
b. Umur
Umur operator SPBU didapatkan dari hasil observasi dengan
memperlihatkan KTP responden yang berkenan untuk diteliti. Umur
terhitung dari lahir sampai saat pekerja di wawancara.
c. Masa kerja
Data mengenai masa kerja diperoleh melalui wawancara kepada
pekerja dengan menggunakan instrument berupa kuesioner.
d. Status gizi
Status gizi ini dapat dilakukan perhitungan salah satunya adalah
dengan menghitung IMT dengan rumus:
Kategori berat badan menurut IMT:
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Page 71
53
1) Kurus : < 18,5
2) Normal : 18,5-25,0
3) Gemuk : ≤ 25, 0
Langkah pengukurannya sebagai berikut:
1) Mengetahui berat badan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan
timbangan berat badan digunakan apabila responden tidak
mengetahui berat badannya.
2) Mengetahui tinggi badan dengan menanyakannya sesuai lembar
pertanyaan kuesioner, sedangkan microtoise digunakan apabila
responden tidak mengetahui tinggi badannya.
Data mengenai status gizi dapat diperoleh melalui pengukuran Indeks
Masa Tubuh (IMT), yang selanjutnya dikategorikan sebagai berikut:
1) Berisiko (Kurus dan Gemuk)
2) Tidak berisiko (Normal)
e. Data berat badan (BB)
Data mengenai BB diperoleh dengan cara melakukan penimbangan
badan pada saat sebelum beraktifitas. Langkah-langkah pengukuran
tersebut adalah:
1) Pastikan jarum pada display menunjukan angka nol
2) Lepaskan sepatu, alas kaki dan serta alat yang berada di saku anda,
yang dapat menambah beban secara signifikan
3) Berdiri tegap diatas timbangan dengan pandangan mengarah ke
depan
Page 72
54
4) Baca hasil pada display yang ditunjukan oleh jarum metal
f. Data tinggi badan
Data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan langsung
menggunakan alat/pengukur tubuh. Kemudian catat hasil pengukuran
yang ada.
g. Aktifitas Merokok
Data mengenai aktifitas merokok diperoleh melalui wawancara kepada
pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner.
h. Riwayat Penyakit
Data mengenai riwayat penyakit diperoleh melalui pemeriksaan
kesehatan kepada pekerja. Dari berbagai macam penyakit khususnya
yang menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas), bronkitis kronik
(batuk berdahak), pneumonia (paru-paru basah), dan tuberculosis
(TBC/flak paru).
i. Jenis kelamin
Variabel jenis kelamin diisi oleh responden dengan kuesioner.
j. Aktifitas olahraga
Data mengenai aktifitas olahraga diperoleh melalui wawancara secara
langsung dengan pekerja operator SPBU. Untuk variabel aktifitas
olahraga, ditambahkan tiga jenis yaitu: jenis, frekuensi dan durasi
olahraga yang semua menggunakan kuesioner.
Page 73
55
k. Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat
menyebabkan gangguan paru. Diukur melalui pertanyaan yang terdapat di
kuesioner.
l. Kadar debu total
Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja
dengan menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000. Adapun cara
pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja, sebagai berikut:
1) Siapkan alat Haz Dust Model EPAM 5000.
2) Memilih besar partikel pada lingkungan kerja yang diteliti (PM 2.5
μm).
3) Lakukan kalibrasi pada alat Haz Dust Model EPAM 5000.
4) Melakukan sampling
5) Mengecek kembali data yang telah dimasukkan.
4.6 Pengolahan Data
4.6.1 Mengkode data (data coding)
Menyederhanakan data dengan memberikan kode-kode tertentu. Semua
variabel independen diberikan pengkodean. Proses pengklasifikasian data atau
pengkodean dimaksudkan untuk mempermudah dalam menganalisa data
selanjutnya. Dimana coding dilakukan pada kuesioner, jika nilai pengukuran
KVP mengalami penurunan (ada gangguan) pengkodean = 1, bila tidak
Page 74
56
mengalami penurunan (tidak ada gangguan) = 2. Semua variabel pun
dikodekan, yaitu:
a. Debu total, 1 = tidak memenuhi syarat dan 2 = memenuhi syarat
b. Umur, 1 = > 30 tahun (berisiko) dan 2 = < 30 tahun (tidak berisiko)
c. Jenis kelamin, 1 = perempuan dan 2 = laki-laki
d. Aktifitas merokok, 1 = merokok dan 2 = tidak merokok
e. Aktifitas olahraga, 1 = tidak melakukan olahraga dan 2 = melakukan
olahraga
f. Status gizi, 1 = berisiko dan 2 = normal
g. Riwayat penyakit, 1 = pernah dan 2 = tidak pernah
h. Masa kerja, 1 = lama dan 2 = baru
4.6.2 Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan, kebenaran dalam pengisian
data, kesinambungan, dan serta keseragaman data. Ini merupakan data utama
untuk menginput data penelitian.
4.6.3 Memasukan data (data entry)
Memasukan data dari hasil kuesioner yang sudah diberikan kode pada
masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan
memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan
analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum) dan bivariat
(mengetahui variable yang berhubungan).
Page 75
57
4.6.4 Membersihkan data (Cleaning)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry
apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi
pada saat meng-entry ke komputer.
4.7 Teknik Analisa Data
4.7.1 Analisa Univariat
Analisis deskriptif dilakukan dengan membuat tabel dan distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Analisa ini digunakan untuk mengetahui gambaran dan data dianalisis
dengan melihat x, ± SD, median, dan 95 % CI x, dari tiap-tiap dimensi pada
variabel dependen yang mencakup dimensi, antara lain : debu total,
karakteristik individu (umur dan jenis kelamin), gaya hidup (aktifitas
merokok, aktifitas olahraga, status gizi, riwayat penyakit), dan masa kerja,
serta penurunan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
4.7.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan
variabel terkait dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada.
Uji statistik yang digunakan adalah chi-square atau kai kuadrat. Syarat uji chi-
square adalah tidak ada sel yang nilai observed-nya bernilai 0, dan sel yang
mempunyai expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel, dan
menggunakan table 2x2.
Page 76
58
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran SPBU di Kecamatan Ciputat
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) merupakan prasarana umum
yang disediakan oleh PT Pertamina (Persero) untuk masyarakat Indonesia secara
luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan
bakar berjenis premium, solar, pertamax dan pertamax plus. Setiap SPBU memiliki
struktur organisasi mulai dari manajer, supervisor, operator, satuan pengamanan
(SATPAM), dan petugas kebersihan. Selain itu, SPBU juga terdapat berbagai
fasilitas untuk umum diantaranya toilet, mushola dan tempat pengisian angin ban
kendaraan. Hal ini untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat, agar terpenuhi
kenyaman yang diharapkan.
Penelitian ini dilakukan diseluruh wilayah SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014.
Lokasi SPBU di Kecamatan Ciputat semua terletak tepat berada dipinggir jalan raya
utama. Posisi yang tepat berada dipinggir jalan raya memudahkan pengendara untuk
melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM). Disamping memudahkan
pengendara dalam melakukan pengisian BBM, ada hal lain yang dapat merugikan
yaitu paparan debu dari jalan raya akibat aktivitas dari kendaraan di sepanjang hari.
Paparan debu yang memapar lingkungan kerja operator SPBU dapat membahayakan
apabila melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditentukan. Namun, paparan debu
yang diterima oleh operator SPBU tidak hanya dari debu jalan raya. Akan tetapi,
paparan debu juga berasal dari asap kendaraan yang sedang menunggu antrian
Page 77
59
pengisian bensin atau setelah mengisi bensin. Besarnya paparan debu juga
tergantung dengan jumlah kendaraan disetiap harinya yang mengisi BBM.
Hasil pengamatan langsung (observasi) yang dilakukan di lingkungan kerja
operator SPBU dapat terlihat jelas banyaknya kendaraan melintas di area SPBU
untuk melakukan pengisian BBM. Namun jumlahnya kendaraan yang melintas di
lingkungan kerja operator SPBU berbeda-beda. Pada pagi hari dan sore menjelang
malam jumlah kendaraan meningkat secara signifikan di area SPBU untuk
melakukan pengisian BBM. Hal ini sesuai dengan aktifitas pengendara pada saat
berangkat kerja di pagi hari dan pulang bekerja pada sore ataupun malam hari.
Berikut hasil gambaran observasi mengenai jumlah SPBU, lokasi, jenis kelamin,
jumlah kepadatan kendaraan, yang dilakukan pada SPBU di wilayah Kecamatan
Ciputat dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.1
Gambaran Profil SPBU Wilayah Kecamatan Ciputat
Tahun 2014 (SPBU, Lokasi, Jenis Kelamin dan Rata-Rata Jumlah Kendaraan)
No. SPBU Lokasi Jenis Kelamin
Rata- Rata
Jumlah
Kendaraan
Laki-
Laki Perempuan Pagi Siang Sore
1. X Jl. R.E Martadinata
Ciputat
14 0 250 150 270
2. X Jl. R.E Martadinata
Ciputat (Pustekom)
15 7 200 150 150
3. X Jl. Aria Ciputat 14 10 300 100 150
4. X Jl. Dewi Sartika
Ciputat
17 9 500 250 400
5. X Jl. Pisangan Ciputat 19 0 150 200 270
Page 78
60
Berikut ini adalah peta jalan SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014
yang digunakan sebagai objek penelitian tentang KVP :
Gambar 5.1
Peta Jalan SPBU Wilayah Kecamatan Ciputat
Tahun 2014
5.2 Analisa Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari
hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis univariat untuk mendeskripsikan
kejadian KVP yang ditimbulkan oleh faktor-faktor paparan debu total, karakteristik
individu (umur, jenis kelamin), karakteristik gaya hidup (aktifitas olahraga, aktifitas
merokok, status gizi, riwayat penyakit), dan masa kerja.
Page 79
61
5.2.1 Gambaran Frekuensi Kapasitas Vital Paru (KVP) pada Operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
Deskripsi hasil dari distribusi gambaran KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014 dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini
Tabel 5.2
Gambaran Frekuensi KVP pada Operator SPBU di Kecamatan
Ciputat Tahun 2014
No Variabel Jumlah Persentase (%)
1. KVP - Ada gangguan (restriksi,
obstruksi dan campuran)
- Tidak ada gangguan (normal)
30
12
71,4 %
28,6 %
Jumlah 42 100%
Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil analisis gambaran distribusi KVP
pada operator SPBU, dari 42 responden yang mengalami gangguan KVP
sebanyak 30 responden (71,4%) dan yang tidak mengalami gangguan
sebanyak 12 (28,6%).
5.2.2 Gambaran Frekuensi Debu Total di SPBU Kecamatan Ciputat tahun
2014
Hasil paparan debu total diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di
lingkungan kerja operator SPBU. Variabel debu total di kategorikkan
menjadi 2 yaitu tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat. Adapun hasil
yang diperoleh mengenai paparan debu total pada operator SPBU dapat
dilihat dari tabel 5.2, yaitu sebagai berikut:
Page 80
62
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Debu Total Lingkungan Kerja
Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No Variabel Jumlah Persentase (%)
1. Debu Total - Tidak memenuhi syarat
> 0,035
- Memenuhi syarat <
0,035
29
13
69,0 %
31,0 %
Jumlah 42 100%
Berdasarkan tabel 5.2 dari hasil analisis gambaran paparan debu total
diperoleh bahwa operator SPBU yang lingkungan kerjanya memenuhi
standar nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan yakni 13 orang dengan
persentase sebesar (31%). Sedangkan operator SPBU yang lingkungan
tempat kerjanya tidak memenuhi syarat NAB adalah 29 orang dengan
persentase sebesar (79,0%).
5.2.3 Gambaran Karakteristik Individu di SPBU Kecamatan Ciputat tahun
2014
Faktor gambaran distribusi frekuensi karakteristik individu dalam
penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian umur dan
jenis kelamin diperoleh dari wawancara. Untuk variabel umur responden
diharuskan memperlihatkan KTP untuk mendapatkan informasi yang sesuai
(benar). Distribusi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dapat
dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:
Page 81
63
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Individu (Umur, Jenis Kelamin)
Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No Variabel Jumlah Persentase (%)
1. Umur - Berisiko (> 30 Th)
- Tidak berisiko (< 30 Th)
7
35
16,7 %
83,3 %
2. Jenis Kelamin - Perempuan
- Laki-laki
13
29
31,0 %
69,0 %
Jumlah 42 100%
a. Umur
Data umur didapatkan dari hasil wawancara ditambah dengan
menunjukan KTP dari operator SPBU. Berdasarkan tabel 5.3 dari total
responden 42 di dapatkan hasil bahwa operator SPBU yang berumur < 30
tahun sebesar 35 (83,3%) responden, sedangkan operator SPBU yang
berumur ≥ 30 sebesar 7 (16,7%) responden.
b. Jenis kelamin
Data jenis kelamin didapatkan dari hasil wawancara dengan
responden yaitu operator SPBU. Berdasarkan tabel 5.3 dari total 42
responden didapatkan bahwa operator SPBU yang berjenis kelamin
terbanyak yaitu laki-laki dengan 29 (69,0%) responden, sedangkan
operator SPBU berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 (31,0%)
responden.
Page 82
64
5.2.4 Gambaran Karakteristik Gaya Hidup di SPBU Kecamatan Ciputat
tahun 2014
Hasil penelitian mengenai gambaran karakteristik gaya hidup (aktifitas
merokok, aktifitas olahraga, status gizi, dan riwayat penyakit) diperoleh dari
wawancara terhadap responden yang dilakukan setelah shift kerja. Semua
variabel karakteristik gaya hidup dikategorikan menjadi 2. Adapun hasil dari
distribusi gambaran karakteristik gaya hidup dapat dilihat pada tabel 5.4
sebagai berikut:
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Karakteristik Gaya Hidup (Aktifitas merokok,
Aktifitas olahraga, Status gizi, Riwayat penyakit)
Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No Variabel Jumlah Persentase (%)
1. Aktifitas merokok - Merokok
- Tidak merokok
23
19
54,8 %
45,2 %
2. Aktifitas olahraga - Tidak melakukan olahraga
- Melakukan olahraga
17
25
40,5 %
59,5 %
3. Status Gizi - Berisiko
- Tidak berisiko
18
24
42,9 %
57,1 %
4. Riwayat Penyakit - Pernah
- Tidak pernah
6
36
14,3 %
85,7 %
Jumlah 42 100%
a. Aktifitas merokok
Data aktifitas merokok diperoleh dengan melakukan wawancara
kepada responden. Dari tabel 5.4 diperoleh hasil distribusi gambaran
Page 83
65
aktifitas merokok pada operator SPBU sebanyak 23 (54,8%) reponden
merokok dan sebanyak 19 (45,2%) responden tidak merokok.
b. Aktifitas olahraga
Pada tabel 5.4 dapat diketahui distribusi gambaran aktifitas olahraga
pada responden. Dari tabel tersebut menunjukan bahwa dari 42 responden
diantaranya 25 (59,5%) melakukan aktifitas olahraga dan 17 (40,5%)
tidak melakukan aktifitas olahraga.
c. Status gizi
Data status gizi diperoleh dengan cara menghitung indeks masa tubuh.
Hasil dari data tersebut di kategorikan menjadi 2, yaitu beresiko (kurus
dan gemuk) dan tidak beresiko (normal). Dari tabel di atas, diketahui
distribusi gambaran status gizi responden yang tidak beresiko memiliki
persentase 24 (42,9%) dan yang berisiko sebesar 18 (57,1%).
d. Riwayat penyakit
Data riwayat penyakit diperoleh dengan wawancara mengenai gejala-
gejala penyakit yang pernah dialami. Dari tabel diatas, diketahui
gambaran responden yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit
memiliki jumlah paling besar, yaitu 36 (85,6%), sedangkan responden
yang mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP
sebesar 6 (14,4%).
Page 84
66
5.2.5 Gambaran Masa Kerja di SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014
Distribusi gambaran karakteristik latar belakang pekerjaan yaitu variabel
masa kerja. Adapun hasil gambaran masa kerja dapat dilihat pada tabel 5.5
sebagai berikut:
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No. Variabel Jumlah Persentase
1. Masa Kerja - Lama (> 5 tahun)
- Baru (< 5 tahun)
19
23
45,2 %
54,8 %
Jumlah 42 100%
a. Masa kerja
Data masa kerja diperoleh dengan cara wawancara pada responden.
Hasil penelitian ini menggambarkan jumlah operator berdasarkan masa
kerja baik lama ataupun baru. Berdasarkan tabel 5.5 dari 42 responden
yang diambil, diketahui gambaran bahwa operator dengan masa kerja
baru sebanyak 23 (54,8%) responden dan sedangkan operator dengan
masa kerja lama sebesar 19 (45,2%) responden.
5.3 Analisis Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang
bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan variabel
dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisa hubungan kejadian KVP yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor paparan debu total, karakteristik individu (umur,
jenis kelamin), karakteristik gaya hidup (aktifitas olahraga, aktifitas merokok, status
Page 85
67
gizi, riwayat penyakit), dan masa kerja dengan menggunakan uji Chi Square yang
hasilnya akan dijelaskan dibawah ini:
5.3.1 Hubungan Debu Total dengan KVP pada Operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
Uji chi square digunakan untuk mengetahui hubungan debu total dengan
kejadian KVP. Hasil penelitian mengenai hubungan antara karakteristik
lingkungan tempat kerja dengan kejadian KVP di Kecamatan Ciputat Tahun
2014 dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 5.7
Hubungan antara Debu Total dengan KVP pada Operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No. Variabel
KVP
Total
P-
value
Ada
gangguan
Tidak ada
gangguan
N % N % N %
1. Kadar Debu Total
0,000 Lebih dari NAB (>
0,035)
29 100% 0 0% 29 100%
Sesuai NAB (< 0,035) 1 7,7% 12 92.3% 13 100%
Total 30
12
42
a. Hubungan antara debu total dengan KVP di Kecamatan Ciputat
tahun 2014
Pada tabel 5.6 diatas hubungan antara kadar debu total dengan KVP
pada operator SPBU yang memiliki lingkungan kerja yang tidak
memenuhi NAB yang ditetapkan ada sebanyak 29 pekerja dengan
Page 86
68
persentase (100%). Itu berarti menunjukan bahwasanya pekerja yang
lingkungan kerja yang tidak sesuai NAB yang telah ditetapkan
mengalami penurunan KVP. Sedangkan operator SPBU yang memiliki
lingkungan kerja sesuai dengan NAB dan tidak mengalami penurunan
KVP berjumlah 12 orang dengan persentase (92,3%). Berdasarkan hasil
uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,000 yang artinya pada α
5% ada hubungan yang signifikan antara debu total dengan KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
5.3.2 Hubungan antara Karakteristik Individu (Umur, Jenis Kelamin)
dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
Uji chi square digunakan untuk variabel umur dan jenis kelamin dengan
kejadian KVP. Hasil penelitian mengenai hubungan antara umur dan jenis
kelamin dengan kejadian KVP di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 dapat
dilihat di tabel berikut:
Page 87
69
Tabel 5.8
Hubungan antara Karakteristik Individu
(Umur, Jenis Kelamin) dengan KVP pada Operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No. Variabel
KVP
Total
P-
value
Ada
gangguan
Tidak ada
gangguan
N % N % N %
1. Umur
1,000 Berisiko (≥ 30 Th) 5 71,4% 2 28,6% 7 100
Tidak berisiko (< 30
Th)
25 71,4% 10 28,6% 35 100
2. Jenis Kelamin
0,008 Perempuan 13 100% 0 0% 13 100
Laki-laki 17 58,6% 12 41,4% 29 100
Total 30 71,4% 12 28,6% 42 100
a. Hubungan antara umur dengan KVP pada Operator SPBU tahun
2014
Berdasarkan tabel 5.7 operator SPBU yang berumur ≥ 30 dan ada
gangguan KVP sebesar 71,4% (5 dari 7 responden), sedangkan operator
SPBU yang berumur < 30 ada gangguan KVP sebesar 71,4% (25 dari 35
responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value
sebesar 1,000 yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan
antara umur dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat
Tahun 2014.
Page 88
70
b. Hubungan antara jenis kelamin dengan KVP pada Operator SPBU
tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.7 jenis kelamin perempuan yang mengalami
gangguan KVP sebesar 100% (13 dari 13 responden). Sedangkan variabel
jenis kelamin laki-laki yang mengalami gangguan KVP yaitu sebesar
58,6% (17 dari 19 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
nilai P-value sebesar 0,008 yang artinya pada α 5% terdapat hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
5.3.3 Hubungan antara Karakteristik Gaya Hidup (Aktifitas merokok,
Aktifitas olahraga, Status Gizi, Riwayat Penyakit) dengan KVP pada
Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
Uji Chi Square juga digunakan pada karakteristik gaya hidup (aktifitas
merokok, aktifitas olahraga, status gizi, dan riwayat penyakit) dengan
kejadian KVP pada operator SPBU. Hasil mengenai hubungan antara
karakteristik gaya hidup dengan kejadian KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014 disajikan pada tabel 5.8 dan dapat dilihat
sebagai berikut:
Page 89
71
Tabel 5.9
Hubungan antara Karakteristik Gaya Hidup
(Aktifitas merokok, Aktifitas olahraga, Status Gizi,
Riwayat Penyakit) dengan KVP pada Operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No. Variabel
KVP
Total
P-
value
Ada
gangguan
Tidak ada
gangguan
N % N % N %
1. Aktifitas merokok
0,035 Merokok 20 87,0% 3 13,0% 23 100
Tidak merokok 10 52,6% 9 47,4% 19 100
2. Aktifitas olahraga
0,731
Tidak melakukan
olahraga
13 76,5% 4 23,5% 17 100
Olahraga 17 68,0% 8 32,0% 25 100
3. Status Gizi
0,554
Berisiko 12 66,7% 6 33,3% 18 100
Normal 18 75,0% 6 25,0% 24 100
4. Riwayat Penyakit
0,655 Pernah 5 83,3% 1 16,7% 6 100
Tidak pernah 25 69,4% 11 30,6% 36 100
Total
42 100
Page 90
72
a. Hubungan antara aktifitas merokok dengan KVP pada Operator
SPBU tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.8 operator SPBU yang melakukan aktifitas
merokok dan ada gangguan KVP sebesar 86,4% (20 dari 23 responden),
sedangkan operator SPBU yang tidak merokok namun ada gangguan
KVP sebesar 55% (10 dari 9 responden). Berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan nilai P-value sebesar 0,035 yang artinya pada α 5% terdapat
hubungan yang signifikan antara aktifitas merokok dengan KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
b. Hubungan antara aktifitas olahraga dengan KVP pada Operator
SPBU tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.8 operator SPBU yang tidak melakukan
berolahraga dan mengalami gangguan KVP sebesar 76,5% (13 dari 17
responden), sedangkan operator SPBU yang berolahraga namun
mengalami gangguan KVP sebesar 68,0% (17 dari 25 responden).
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,731
yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara aktifitas olahraga dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan
Ciputat Tahun 2014.
c. Hubungan antara status gizi dengan KVP pada Operator SPBU
tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil pada operator SPBU yang
memiliki status gizi berisiko dan ada gangguan KVP sebesar 66,7% (12
Page 91
73
dari 6 responden, sedangkan operator SPBU yang memiliki status gizi
normal namun mengalami gangguan KVP sebesar 75,0% (18 dari 24
responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value
sebesar 0,554% yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara status gizi dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
d. Hubungan antara riwayat penyakit dengan KVP pada Operator
SPBU tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil pada operator SPBU yang
pernah mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP dan
ada gangguan KVP sebesar 83,3% (5 dari 6 responden), sedangkan pada
operator SPBU yang tidak pernah mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan KVP namun ada gangguan KVP sebesar 69,4% (25
dari 36 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-
value sebesar 0,665 yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
5.3.4 Hubungan Antara Masa Kerja dengan KVP pada Operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014
Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan kejadian
KVP pada operator SPBU dapat dilihat pada tabel 5.9 sebagai berikut:
Page 92
74
Tabel 5.10
Hubungan Antara Masa Kerja dengan KVP pada Operator SPBU
di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
No. Variabel
KVP
Total
P-
value
Ada
gangguan
Tidak ada
gangguan
N % N % N %
1.
Masa Kerja
0,019 Lama (> 5 Th) 17 89,5% 2 10,5% 19 100
Baru (< 5Th) 13 56,5% 10 43,5% 23 100
Total 30 71,4% 12 28,6% 42 100
a. Hubungan antara masa kerja dengan KVP pada Operator SPBU
tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan hasil pada operator SPBU yang
memiliki masa kerja > 5 tahun (lama) dan ada gangguan KVP sebesar
89,5% (17 dari 19 responden), sedangkan pada operator SPBU yang
memiliki masa kerja < 5 tahun (baru) dan ada gangguan KVP sebesar
56,5% (13 dari 23 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
nilai P-value sebesar 0,019 yang berarti bahwa pada α 5% terdapat
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Page 93
75
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014, ada beberapa keterbatasan diantaranya sebagai
berikut:
a. Saat menanyakan aktifitas olahraga, peneliti berasumsi bahwa persepsi pekerja
dalam menjawab bisa menyebabkan ketidaksesuaian pada jawaban yang
didapatkan. Pilihan jawaban seharusnya ditambahkan dengan kategori yang tidak
berolahraga.
b. Paparan debu diukur dengan menggunakan Epam Model Haz Dust 505, apabila
pengukuran dilakukan dengan menggunakan Personal Dust Sampler, maka hasil
yang didapatkan akan spesifik terhadap pekerja.
c. Saat melakukan penimbangan badan dengan timbangan injak tidak dilakukan
kalibrasi timbangan setelah digunakan oleh responden, sehingga pada
penimbangan selanjutnya dimungkinkan terjadi pergeseran angka tidak kembali
pada angka nol, dan mengakibatkan berat badan yang dihasilkan mempengaruhi
kevalidan variabel status gizi yang didapatkan.
d. Untuk mengukur variabel aktifitas merokok tidak menggunakan indeks
Brinkman karena lama merokok tidak dihitung sehingga kategori dalam variabel
aktifitas merokok terlalu umum dan kurang spesifik. Indeks Brinkman ini dapat
Page 94
76
digunakan untuk mengukur derajat (dosis) rokok yang telah dikonsumsi oleh
pekerja.
e. Pada penelitian ini, untuk mengukur riwayat penyakit hanya berdasarkan ingatan
para pekerja tentang diagnosis dokter, tanpa ada pemeriksaan kesehatan
dilakukan secara langsung.
6.2 Kejadian Kapasitas Vital Paru (KVP)
Kapasitas vital paru (KVP) adalah salah satu cara untuk mengukur kemampuan
paru menampung udara seseorang dengan cara meniupkan napas secara paksa ke
dalam spirometer sehingga dapat diketahui apakah orang tersebut memiliki
gangguan fungsi paru atau tidak. Kapasitas vital paru yang baik adalah yang
memiliki (KVP) minimal 80% menurut American Thorasic Society (Ikhsan, 2002).
Salah satu titik area dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi adalah pada
SPBU. Posisi SPBU yang kebanyakan tepat berada di pinggir jalan raya,
memungkinkan petugas/operator terpapar secara langsung lingkungan kualitas udara
yang tidak baik. Operator SPBU juga memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia
berbahaya dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor yang sedang
menunggu antrian pengisian bahan bakar, atau pun kendaraan yang berangkat setelah
mengisi bensin. Kejadian tersebut apabila berlangsung secara terus-menerus akan
berdampak secara langsung terhadap kesehatan dan terjadi pengendapan gas emisi
kendaraan bermotor dalam paru-paru. Ini akan menyebabkan terjadinya penurunan
KVP.
Hasil penelitian terkait KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun
2014 yang dilakukan pada bulan Maret-Juli didapatkanlah hasil bahwa operator yang
Page 95
77
ada gangguan KVP berjumlah 30 orang dengan persentase (71,4%), sedangkan
operator yang tidak ada gangguan berjumlah 12 orang dengan persentase sebesar
(28,6%). Ini menunjukan bahwasanya operator dengan gangguan KVP lebih besar
dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami gangguan. Jika dilihat kembali
dari standar yang telah ditetapkan pekerja yang mempunyai nilai KVP < 79% masuk
ke dalam kategori restriktif.
Gangguan restriktif merupakan gangguan paru yang menyebabkan kekakuan
paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan ini sangat
mempengaruhi kemampuan untuk menghirup udara (inspirasi) seseorang. Para
pekerja yang mengalami gangguan ini akan sulit untuk menghirup oksigen dari udara
luar dan kondisi ini diperparah jika udara yang telah mampu dihirup mengandung
debu yang akan masuk ke dalam paru-paru (Price, 1995).
Hasil pengukuran yang didapatkan tidak bisa mendiagnosis penyakit yang
berhubungan dengan paru-paru, namun hasil yang didapat menjadikan acuan untuk
menjaga kesehatan terkait KVP. Hasil yang diperoleh dapat menjadikan saran bagi
pekerja untuk mulai menjaga kesehatan diri dan membiasakan diri untuk tidak
aktifitas merokok, ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada penelitian kali ini,
bahwa operator dengan kebiasaan aktifitas merokok paling banyak dengan jumlah 23
dari 42 responden. Dari 23 pekerja yang merokok sebanyak 20 operator ada
gangguan KVP. Merokok merupakan salah satu yang mempercepat terjadinya
penurunan KVP.
Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian (Hasyim, 2013) bahwa pekerja yang
mengalami gangguan (restriksi, obstruksi dan campuran) lebih banyak dari pada
Page 96
78
yang tidak memiliki gangguan (normal), dengan persentase 71,4% dan 28,6%. Hal
ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rini (1998) di Mojokerto menunjukan bahwa
penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu, dengan gangguan
restriksi sebesar 67%, ia menyimpulkan bahwa penurunan kapasitas vital paru terjadi
karena penurunan elastisitas paru yang disebabkan oleh fibrosis akibat pajanan debu
yang diduga mengandung silica.
Pada penelitian ini penurunan KVP dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor yang terkait dengan penurunan KVP diantaranya adalah paparan debu
total, karakteristik individu (umur dan jenis kelamin), karakteristik gaya hidup
(aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dan masa
kerja.
6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KVP
6.3.1 Debu total
a. Hubungan antara paparan debu total dengan KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014
Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif
lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan
terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata
dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di
udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran
dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-
beda (Pudjiastuti, 2002).
Page 97
79
Hasil paparan debu total diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di
lingkungan kerja operator SPBU. Variabel debu total di kategorikan
menjadi 2 yaitu tidak memenuhi syarat (> 0,035 mg/m3) dan memenuhi
syarat (< 0,035 mg/m3). Adapun hasil yang diperoleh mengenai paparan
debu total pada operator SPBU lingkungan kerjanya memenuhi standar
nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan yakni 13 orang dengan
persentase sebesar (31%). Sedangkan operator SPBU yang lingkungan
tempat kerjanya tidak memenuhi syarat NAB adalah 29 orang dengan
persentase sebesar (79,0%).
Hubungan antara kadar debu total dengan KVP pada operator SPBU
yang memiliki lingkungan kerja yang tidak memenuhi NAB yang
ditetapkan ada sebanyak 29 pekerja dengan persentase (100%). Itu berarti
menunjukan bahwasanya pekerja yang lingkungan kerja yang tidak sesuai
NAB yang telah ditetapkan mengalami penurunan KVP. Sedangkan
operator SPBU yang memiliki lingkungan kerja sesuai dengan NAB dan
tidak mengalami penurunan KVP berjumlah 12 orang dengan persentase
(92,3%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar
0,000 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara debu
total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun
2014.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi
debu perorangan dengan KVP dibawah normal (p value = 0.000). Seluruh
Page 98
80
pekerja berjumlah 89 yang berada di lingkungan dengan konsentrasi
debu tinggi dalam waktu lama, memiliki risiko tinggi terkena penyakit
obstruksi. Menurut Suma’mur (1996) bahwa salah satu variabel potensial
yang dapat menimbulkan KVP dibawah normal adalah lamanya
seseorang terpapar polutan tersebut. Hal ini berarti semakin lama masa
kerja seseorang, semakin lama pula waktu paparan terhadap polutan
tersebut.
Selanjutnya berdasarkan penelitian Anshar, dkk (2005) pada unit usaha
batu gamping Yogyakarta terdapat hubungan yang signifikan antara
konsentrasi debu batu gamping dengan kapasitas vital paksa. Kemudian
didapatkan tanda negatif (-) pada nilai r yang menunjukkan korelasinya
bersifat linier negatif, artinya semakin tinggi konsentrasi debu gamping di
tempat kerja akan diikuti penurunan nilai kapasitas vital paksa responden.
Hal ini menunjukkan bahwasanya paparan debu yang ada di lingkungan
kerja yang memapar pekerja dengan konsentrasi yang tinggi dan jumlah
jam kerja yang semakin panjang akan berdampak pada nilai KVP yang
berada dibawah normal.
Debu yang masuk ke dalam saluan napas menyebabkan timbulnya
reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan
transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar
jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan.
Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas.
Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi
Page 99
81
lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme
pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga
resistensi jalan napas meningkat.
Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan
berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis
oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti
silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis
bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag
baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis.
Keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag
yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat
kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini
terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan
interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan
pengembangan paru yaitu kelainan fungsi paru (Pope, 2003 dalam
Pudjiastuti, 2002).
Disarankan bagi operator SPBU agar menggunakan masker pada saat
bekerja untuk mencegah terjadinya penurunan KVP. Untuk operator yang
mengalami penurunan KVP sebaiknya mulai menghentikan aktifitas
merokok, agar tidak memperparah penurunan KVP. pekerja juga
diharapkan untuk melakukan aktifitas olahraga rutin di setiap minggu.
Page 100
82
6.3.2 Karakteristik Individu
a. Hubungan antara umur dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014
Umur merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan
KVP yang berasal dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan tabel 5.7
operator SPBU yang berusia ≥ 30 dan ada gangguan KVP sebesar 71,4%
(5 dari 7 responden), sedangkan operator SPBU yang berusia < 30 ada
gangguan KVP sebesar 71,4% (25 dari 35 responden). Berdasarkan hasil
uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 1,000 yang artinya pada α
5% tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Pollock (1971) bahwa fungsi
pernapasan dan sirkulasi darah akan meningkat pada masa anak-anak dan
mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun, kemudian akan menurun lagi
sesuai dengan pertambahan umur. Pernyataan serupa juga dikemukakan
oleh Suyono (2001) yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang
maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Hal ini
juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mila (2006), bahwa
semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital
paru seseorang.
Namun sebagian besar pekerja yang berumur muda dan merokok juga
mengalami restriksi KVP, hal ini sesuai dengan pernyataan Suyono
(2001) bahwa asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam
Page 101
83
aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru
dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Depkes RI (2003)
menyatakan bahwa pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada
pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.
b. Hubungan antara jenis kelamin dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014
Dalam penelitian ini, hasil analisis univariat menggambarkan bahwa
pekerja dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dibandingkan
dengan pekerja dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan tabel 5.7
jenis kelamin perempuan yang mengalami gangguan KVP sebesar 100%
(13 responden). Sedangkan variabel jenis kelamin laki-laki yang
mengalami gangguan KVP yaitu sebesar 58,6% (17 dari 29 responden).
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,008 yang
artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Yulaekah (2007) tentang
paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja industri
batu kapur Kabupaten Grobogan, yang mengatakan bahwa ada hubungan
antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja. Volume
paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total
(kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional), pria adalah 6,0 liter
dan wanita 4,2 liter (Antarudin,2002).
Page 102
84
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwasanya perbedaan
daya dan fungsi pernafasan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Menurut
Madina (2007), volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita + 20-25%
lebih kecil dari pada pria sampai usia pubertas, daya tahan
kardiorespirasi antar anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda, tetapi
setelah usia tersebut nilainya lebih rendah 15-25% dari pria. Perbedaan
ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot maksimal, luas
permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin
dan kapasitas paru.
Sebaiknya bagi operator SPBU berjenis kelamin perempuan untuk
tidak melakukan aktifitas merokok yang dapat menurunkan kemampuan
KVP. Selain itu juga operator SPBU disarankan menggunakan masker
pada saat pekerja dan melakukan aktifitas olahraga rutin untuk mencegah
terjadinya penurunan KVP yang disebabkan oleh paparan debu
lingkungan kerja.
6.3.3 Karakteristik Gaya Hidup
a. Hubungan antara aktifitas merokok dengan KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014
Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian mekanisme
pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi
mucus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi
akumulasi ulkus yang kental dan terperangkapnya partikel atau
mikroorganisme di jalan nafas, yang menurunkan pergerakan udara dan
Page 103
85
meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme. Batuk-batuk yang
terjadi pada para perokok (smoker’s cough) adalah usaha untuk
mengeluarkan ulkus kental yang sulit didorong keluar dari saluran nafas.
Infeksi saluran nafas bawah lebih sering terjadi pada perokok aktif dan
pasif (Corwin, 2009).
Bahaya merokok bagi kesehatan telah diakui dan dibicarakan secara
luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya
bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahkan pada orang di
sekitarnya. Para ahli dari WHO menyatakan bahwa negara dengan
aktifitas merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu mengakibatkan
terjadinya 80%-90% kematian akibat kanker paru di seluruh negara
tersebut, 75% dari kematian akibat brokitis, 40% kematian akibat kanker
kandung kencing dan 25% kematian akibat penyakit jantung iskemik
serta 18% kematian pada stroke (Aditama, 1997).
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran
pernafasan dan jaringan paru. Aktifitas merokok akan mempercepat
penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa per tahun adalah
28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL
untuk perokok aktif (Anshar, 2005).
Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang melakukan
aktifitas merokok dan ada gangguan KVP sebesar 86,4% (20 dari 23
responden), sedangkan operator SPBU yang tidak merokok namun ada
gangguan KVP sebesar 55% (10 dari 9 responden). Berdasarkan hasil uji
Page 104
86
statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,035 yang artinya pada α 5%
terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas merokok dengan KVP
pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Hal ini sejalan dengan penelitian Budiono (2007) tentang gangguan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas merokok
dengan kapasitas vital paru.
Menurut Suyono (2001) asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk
ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru
dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Depkes RI (2003)
menyatakan bahwa pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada
pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok.
Hal tersebut terdapat pada tabel 5.8 dimana ada sebagian besar pekerja
yang tidak merokok tetapi mengalami gangguan, disini terbukti bahwa
asap rokok dapat membahayakan kesehatan. Hal ini disebabkan asap
rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang
berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam pernafasan
(Faidawati, 2003). Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah
pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar
dari perokok aktif. Untuk menghindari gangguan kapasitas vital paru
sebaiknya para pekerja yang merokok, untuk berhenti merokok karena
asap rokoknya juga memberikan efek negatif untuk dirinya dan bagi
pekerja yang tidak merokok.
Page 105
87
Sebaiknya pekerja dapat menghentikan aktifitas merokok guna
menjaga kesehatannya dengan menerapkan gaya hidup yang sehat untuk
kualitas hidup yang lebih berkualitas dan produktif. Perusahaan membuat
program yang berkaitan dengan kesehatan, sehingga meningkatkan
kinerja dan produktifitas pekerja.
b. Hubungan antara aktifitas olahraga dengan KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014
Aktifitas olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital paru. Latihan
fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernafasan. Aktifitas
olahraga akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kerja organ
khususnya paru-paru, jantung dan pembuluh darah ditandai dengan
denyut nadi istirahat menurun, kapasitas vital paru bertambah,
penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan High Density
Lipoprotein (HDL) kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara
umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik membantu
meningkatkan kebugaran fisik, namun tergantung dari jenis olahraga
yang dilakukan (Mengkidi, 2006).
Aktifitas olahraga akan meningkatkan kapasitas vital paru sebesar 30%
- 40% (Guyton, 1997). Latihan fisik yang teratur atau olahraga yang rutin
sesuai dengan anjuran yang diperbolehkan sesuai kemampuan fisik dapat
meningkatkan faal paru. Olahraga yang teratur akan terjadi peningkatan
kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal, pada saat latihan terjadi
kerjasama berbagai otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan
Page 106
88
koordinasi gerakan dan daya tahan system kardiorespirasi. KVP dan
olahraga mempuyai hubungan yang timbal balik, gangguan KVP dapat
mempengaruhi kemampuan olahraga (Hadi, 2003).
Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang tidak berolahraga
dan mengalami gangguan KVP sebesar 76,5% (13 dari 17 responden),
sedangkan operator SPBU yang berolahraga namun mengalami gangguan
KVP sebesar 68,0% (17 dari 25) responden. Berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan nilai P-value sebesar 0,731 yang berarti bahwa pada α 5%
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas olahraga dengan
KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Pada penelitian ini aktifitas olahraga dicurigai sebagai salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi KVP pada operator SPBU. Berdasarkan tabel
5.8 secara persentase jumlah pekerja yang olahraga lebih banyak jika
dibandingkan dengan pekerja yang tidak rutin olahraga. Namun, di dalam
penelitian kali ini tidak ada hubungan antara aktifitas olahraga dengan
KVP. Hal ini diperkirakan karena prevalensi responden yang berolahraga,
namun ada gangguan KVP lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak
berolahraga. Ini juga dapat dikarenakan kurangnya keakuratan instrumen
dalam menggali informan, sehingga menimbulkan asumsi yang salah
dengan pertanyaan mengenai aktifitas olahraga.
Padahal menurut Sahab (1997) faal paru dan olahraga mempunyai
hubungan yang timbal balik, gangguan faal paru dapat mempengaruhi
kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga
Page 107
89
dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan
mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih
tinggi serta kapasitas paru yang meningkat.
c. Hubungan antara status gizi dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014
Penimbunan lemak dapat terjadi pada bagian tubuh manapun dari
manusia. Penumpukan lemak yang berlebihan di bawah diafragma dan di
dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan
pernapasan dan sesak napas, meskipun penderita hanya melakukan
aktifitas yang ringan. Semua otot termasuk otot diafragma dan otot-otot
pernafasan lainnya, mengalami atrofi struktural dan fungsional yang
akhirnya menyebabkan penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi serta
kapasitas vital paru (Harison, 1999).
Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang memiliki status
gizi berisiko sebesar 18 (42,9%). Namun dari variabel status gizi berisiko
yang ada gangguan KVP, yaitu 66,7% (12 dari 18) responden. Untuk
operator SPBU yang memiliki status gizi normal sebesar 24 (57,1%).
Pada variabel status gizi normal yang mengalami gangguan KVP, yaitu
75,0% (18 dari 24 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
nilai P-value sebesar 0,554% yang berarti bahwa pada α 5% tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Page 108
90
Jika kita lihat dari distribusi data diatas dapat dipahami dan
tersimpulkan bahwa sebanyak 24 responden dengan status gizi normal,
diantaranya sebanyak 18 responden ada gangguan KVP. Ini dapat terjadi
di karenakan prevalensi dengan status gizi normal yang ada gangguan
KVP lebih besar dari status gizi berisiko yang ada gangguan KVP. Hal
inilah yang mungkin menunjukkan bahwa status gizi tidak mempengaruhi
KVP operator SPBU. Ini juga bisa dikarenakan oleh operator SPBU yang
memiliki status gizi normal mempunyai aktifitas merokok. Berdasarkan
data kuesioner terdapat 12 dari 24 operator SPBU yang memiliki status
gizi normal melakukan aktifitas merokok.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan nilai
KVP dibawah normal (p value = 0.667). Hasil penelitian ini juga hampir
serupa dengan penelitian Halvani (2008) yang dilakukan pada industri
keramik di Yadz (Iran). Pada penelitian ini variabel penelitian bukanlah
status gizi namun berupa tinggi badan dan berat badan pekerja. Hasil
penelitian Halvani (2008) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara gangguan fungsi paru (nilai KVP dibawah normal)
dengan berat badan dan tinggi badan baik pada kasus maupun kontrol.
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori bahwa
kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan
fisiologis terganggu dan dapat mengganggu kapasitas vital seseorang
(Depkes RI, 1990). Status gizi seseorang dapat mempengaruhi KVP.
Page 109
91
Orang kurus panjang biasanya kapasitasnya lebih dari orang gemuk
pendek (Supariasa, 2001). Pada dasarnya 80% otot perut terletak di dekat
diafragma sehingga jika terjadi penumpukan lemak pada perut, maka
diafragma akan tertekan dan menyebabkan perkembangan paru-paru
menjadi kurang maksimal.
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar melakukan kalibrasi alat
ukur timbangan berat badan. Ini diharpkan agar mendapatkan hasil yang
akurat pada variabel status gizi.
d. Hubungan antara riwayat penyakit dengan KVP pada operator
SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014
Seseorang yang pernah mengalami penyakit gangguan pada fungsi
paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan
terlalu sedikit mengalami pertukaran udara dan mengakibatkan
menurunnya kadar oksigen dalam darah. Ventilasi adalah proses keluar
masuknya udara dari dan ke paru. Ventilasi paru mencakup gerakan dasar
atau kegiatan bernafas atau inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan perfusi
paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang
mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.
Adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan
ventilasi dan perfusi. Emfisema diketahui merupakan penyakit utama
yang mempengaruhi volume paru karena dapat merusak jaringan paru
Page 110
92
sehingga mempengaruhi kekenyalan jaringan paru (Mengkidi, 2006;
Budiono, 2007).
Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP
seseorang. Kekuatan otot-otot pernafasan dapat berkurang akibat sakit
(Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada
penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru)
dan pada kelemahan otot pernafasan (Price, 1995). Selain itu juga, adanya
riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan
pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan
menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja
(Suma’mur 1996).
Dari data yang diperoleh mengenai variabel riwayat penyakit,
didapatkan hasil pada operator SPBU yang pernah mempunyai riwayat
penyakit berhubungan dengan KVP atau ada gangguan KVP sebesar
83,3% (5 dari 6 responden), sedangkan pada operator SPBU yang tidak
pernah mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP
namun ada gangguan KVP sebesar 69,4% (25 dari 36 responden).
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,665
yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara riwayat penyakit dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan
Ciputat Tahun 2014.
Tentunya hasil ini berbeda dengan teori penelitian yang telah di
kemukakan sebelumnya. Tidak adanya hubungan antara riwayat penyakit
Page 111
93
dengan KVP dimungkinkan karena prevalensi responden yang pernah
mempunyai riwayat penyakit lebih sedikit, jika dibandingkan dengan
prevalensi yang tidak mempunyai riwayat penyakit berkaitan dengan
paru-paru sebesar 36 (85,7%).
Hal ini jelas tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Budiono, 2007), dari hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara
riwayat penyakit paru dengan gangguan fungsi paru (p = 0,015).
Perhitungan rasio prevalensi menunjukkan besar risiko riwayat penyakit
paru adalah 2,188 (95% CI = 1,293 – 3,702). Ini terlihat dari data, bahwa
proporsi subyek dengan riwayat penyakit yang mengalami gangguan
fungsi paru lebih besar daripada proporsi subyek tanpa riwayat penyakit
yang mengalami gangguan fungsi paru, yaitu sebesar 62,5%.
Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan
mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit
mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen
dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik,
pneumonia, asma bronkioli, tuberkulosis (TBC/flak paru) dan sianosis
akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang
terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price, 1995).
Dapat disimpulkan, bahwasanya riwayat penyakit memiliki potensi
yang tidak cukup baik bagi kesehatan pekerja. Maka daripada itu, dengan
kejadian ini sebaiknya perusahaan rutin memberikan pelayanan kesehatan
berupa pemeriksaan berkala terhadap operator SPBU. Perusahaan juga
Page 112
94
wajib melakukan promosi kesehatan bagi para pekerja agar mengetahui
potensi ataupun bahaya yang mereka terima selama bekerja.
6.3.4 Masa kerja
a. Hubungan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat tahun 2014
Masa kerja menurut Fahmi (1990) yang dikutip oleh Soleh (2001),
mengkategorikannya menjadi dua macam, yaitu masa kerja baru (< 5
tahun) dan masa kerja lama (≥ 5 tahun).
Pajanan berbahaya di lingkungan kerja banyak mengandung bahan
karsinogenik. Bahan karsinogen membutuhkan waktu yang lama untuk
berdampak pada kesehatan pekerja. Semakin lama seseorang dalam
bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan
oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988).
Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi
dalam waktu lama, memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru
obstruktif. Masa kerja lama mempunyai kecenderungan sebagai faktor
risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu.
Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang memiliki masa
kerja lebih dari 5 tahun (lama) sebanyak 19 responden dan yang ada
gangguan KVP sebanyak 17 (89,5%). Sedangkan pada operator SPBU
yang memiliki masa kerja < 5 tahun (baru) berjumlah 23 (56,5%)
responden dan ada gangguan KVP sebesar 13 (56,5%). Berdasarkan hasil
uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,019 yang berarti bahwa
Page 113
95
pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan
KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan,
2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada pekerja stasiun
pengisian bahan bakar di Kota Yogyakarta diperoleh nilai signifikan (p)
sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP.
Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan bakar minyak di Kota
Yogyakarta dengan total sample sebanyak 43 responden.
Hal ini pun berkaitan dengan penelitian Ulinta (1998) di Bandung,
mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang mengandung
banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya pneumkoniosis.
Sedangkan hasil penelitian Budiono (2007), tentang gangguan fungsi paru
pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa, menurut
hasil uji statistik P-value sebesar 0,0005 yang berarti ada hubungan masa
kerja yang diterima oleh pekerja pengecatan mobil dengan kapasitas vital
paru.
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung
temuan penelitian ini. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh masa kerja
dari setiap pekerja yang berbeda – beda, sesuai dengan pajanan berbahaya
yang diterima oleh pekerja berdasarkan masa kerjanya. Sesuai dengan
teori yang menyatakan semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
Page 114
96
lingkungan kerja tersebut. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka
semakin beresiko terkena gangguan KPV.
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia
telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut
(Suma’mur, 1996). Sebaiknya pekerja disarankan untuk menggunakan
masker disaat bekerja, untuk melindungi dari potensi paparan debu yang
berada dilingkungan pekerjaan. Pekerja juga diharapkan untuk mulai
membiasakan diri dengan tidak merokok dan melakukan aktifitas
olahraga rutin setiap minggu.
Page 115
97
BAB VII
KESIMPULAN dan SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Kapasitas Vital Paru (KVP) pada operator SPBU dari 42 responden di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014 yang mengalami gangguan KVP sebanyak 30
responden dengan persentase (71,4%).
b. Debu total di SPBU Kecamatan Ciputat bahwa operator SPBU yang lingkungan
tempat kerjanya tidak memenuhi syarat NAB (> 0,035 mg/m3) adalah 29 orang
dengan persentase sebesar (69, 0%).
c. Gambaran distribusi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat :
- Variabel umur dari total 42 responden didapatkan hasil bahwasanya operator
SPBU yang berusia > 30 sebanyak 7 responden dengan persentase (16, 7%),
sedangkan yang berusia < 30 sebanyak 35 dengan persentase (83, 3%).
- Variabel jenis kelamin dari 42 responden operator SPBU berjenis kelamin
laki-laki yang terbanyak diantara perempuan yaitu dengan jumlah 29 (69,0
%).
d. Gambaran karakteristik Gaya hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status
gizi dan riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat:
- Operator SPBU yang merokok sebesar 23 (54,8%).
Page 116
98
- Operator SPBU yang melakukan aktifitas olahraga sebesar 25 (59,5%).
- Operator SPBU yang yang status gizi berisiko sebesar 24 (57,1%).
- Operator SPBU yang tidak mempunyai riwayat penyakit berhubungan
Variabel riwayat penyakit yang tidak memiliki riwayat penyakit sebesar 36
(85,7%).
e. Operator dengan masa kerja lama sebesar 19 (45,2,%), sedangkan masa kerja
baru sebesar 23 (54,8%).
f. Ada hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di
Kecamatan Ciputat dengan P-value 0,000.
g. Hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin) dengan KVP pada
operator SPBU di Kecamatan Ciputat:
- Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan KVP (P-value
1,000)
- Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan KVP (P-
value 0,008)
h. Hubungan antara Karakteristik Gaya Hidup (aktifitas merokok, aktifitas
olahraga, status gizi, riwayat penyakit) dengan KVP pada Operator SPBU di
Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
- Terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas merokok dengan KVP
(P-value 0,035)
- Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas olahraga dengan
KVP (P-value 0,731).
Page 117
99
- Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan KVP (P-
value 0,554%).
- Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan
KVP (P-value 0,665).
i. Terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP (P-value
0,019)
7.2 Saran
7.2.1 Bagi pekerja
a. Pekerja dapat menghentikan aktifitas merokok dan menerapkan gaya
hidup sehat guna kehidupan yang berkualitas dan produktif.
b. Pekerja lebih rajin dalam berolahraga minimal 3-5 kali seminggu dengan
durasi 20-60 menit per hari, agar tubuh dalam kondisi bugar dan
mendapatkan nilai KPV dalam kondisi normal.
c. Pekerja wajib menggunakan APD selama berada di lingkungan kerja agar
dapat meminimalisir pajanan berbahaya yang ada di lingkungan kerja.
7.2.2 Bagi perusahaan
a. Melakukan upaya promosi kesehatan dengan memberikan penyuluhan
mengenai informasi tentang dampak akibat paparan debu bagi pekerja
untuk meminimalkan risiko terjadinya penurunan nilai KVP hingga
dibawah normal pada pekerja.
b. Larangan merokok pada area kerja dan tidak memberikan ruangan untuk
merokok kepada pekerja.
Page 118
100
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik dan teratur untuk
memantau kondisi kesehatan fisik para pekerja industri dan melihat tren
ataupun kecenderungan penyakit yang terjadi tiap tahunnya.
d. Melakukan kegiatan senam bersama setiap hari Jum’at bagi pekerja untuk
meningkatkan KVP.
e. Membuat program perekrutan pekerja pada umur dibawah 30 tahun,
mengingat nilai KVP Akan mengalami penurunan secara alamiah ketika
umur memasuki diatas 30 tahun.
7.2.3 Bagi peneliti selanjutnya
a. Sebaiknya dapat melanjutkan analisis sampai multivariat, sehingga
diketahui faktor yang paling berhubungan dengan KVP.
b. Sebaiknya menganalisis aktifitas olahraga berdasarkan jenis, frekuensi
dan durasinya.
c. Sebaiknya melakukan kalibrasi alat disetiap akan melakukan pengukuran,
sehingga tidak menimbulkan bias pada hasil pengukuran.
d. Sebaiknya pengukuran dilakukan dengan menggunakan Personal Dust
Sampler (PDS) ini dilakukan agar paparan debu total yang diterima setiap
individu lebih akurat hasilnya.
Page 119
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Y, 1997. Cetakan pertama edisi ke 3. Rokok dan kesehatan. Jakarta.
Penerbit: UI (UI-Press)
Adriskanda, B. Yunus, F. Setiawan B. 1997. Perbandingan Nilai Kapasitas Dufusi Paru
antara Orang yang Terlatih dan Tidak Terlatih. Jurnal Respirologi Indonesia, 17,
76-83.
Ahlvik, P., 2001. Swedish Experiences from Low Emission City Buses: Impact on
Health and Environment. Ecotraffict ERD, Portsmouth
Ahmadi UF. Kesehatan Lingkungan Kerja, Lingkungan Fisik dalam Upaya Kesehatan
Kerja Sektor Informal. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat. Depkes RI.
Jakarta. 1990
Anshar, AS. 2005. Hubungan Paparan Debu gamping Dengan Kapasitas Vital Paksa
Paru Pada Pekerja Batu Gamping di UD. Usaha Maju. Yogyakarta: Jurnal Media
Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Antarudin. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang Merokok
Dan Tidak Merokok. Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru, FKUSU,
Sumatera Utara, 2002.
Aryulina, Diah, dkk. (2006). Biologi. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
Begum dan Rathna. (2012). “Pulmonary Function Test In Petrol Filling Worker In
Mysore City”. Jurnal
Page 120
Budiono, Irwan. 2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan
Mobil. Semarang: Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Christensen, SW., dkk. 2008. A Prospective Study of Decline in Lung Function in
Relation to Welding Emissions. Journal of Occupational Medicine and Toxicology.
26: 3-6
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. (Yudha, et al, Penerjemah). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Dirjen PPM&PLP tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta. 2002.
Djojobroto, Darmanto. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Djojobroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Emitec Calalytic Converter Brosur. 2002
EPA, 2003. The Environmental Impact of Motor Vehicle Emissins in Melbourne. EPA
Victoria. Australia
Faidawati, Ria. Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja. Journal of the
Indonesia Association of Pulmonologist. Jakarta. 2003: 7 - 11.
Ganong, WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Petrus Adrianto.
Jakarta: Penerbit EGC
Page 121
Giam.C.K, The.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga. Binarupa Aksara. Jakarta, 1996.
Grabber, Mark, dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University of Lowa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guptha S, Dogra TD. Air pollution and human health hazards. Indian J Occup Environ
Med 2002; 6(2):89–93.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Guyton. Arthur C et all. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawan.
Jakarta: EGC
Halvani GH, et all. 2008. Evaluation and Comparison of Respiratory Symptoms and
Lung Capacities in Tile and ceramic Factory Worker of Yadz. Journal Arh Hig
Rada Toksikol 2008; 59:197-204.
Hulke et.al. 2011. Lung Function Test in Petrol Pump Workers. Jurnal.
Ikawati, Zullies. 2009. Uji Fungsi Paru-paru. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
Ikhsan, Mukhtar. Penatalaksanaan Penyakit Paru Akibat Kerja, Kumpulan Makalah
Seminar K3 RS Persahabatan tahun 2001 dan 2002. Jakarta: Universitas Indonesia.
Jeyaratnam, J. dan David Koh. 2009. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Khumaidah. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru
Pada Pekerja Mebel Di PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan
Mlonggo Kabupaten Jepara. 2009. TESIS, UNDIP.
Page 122
Kuantraf, Kathleen Wijaya dan Kuantraf, Jonathan. 1992. Olahraga Sumber Kesehatan.
Percetakan Advent Indonesia. Bandung
Lestari, K. 2001. Pengaruh Paparan Debu Terhadap Fungsi Paru Tenaga Kerja
Plywood. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. XXXIII, Jakarta
Madina, DS. 2007. Nilai Kapasitas Paru dan Hubungannya Dengan Karakteristik
Marpaung, Yosi M. 2012. Pengaruh Pajanan Debu Respirable PM2,5 Terhadap
Kejadian Gangguan Fungsi Paru Pedagang Tetap di Terminal Terpadu Kota
Depok Tahun 2012. Skripsi. UI
Mengkidi, Dorce, 2006. Tesis: Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonosa Pangkep Sulawesi Selatan.
Semarang: Universitas Dipenogoro
Mila. Siti Muslikatul. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan
(Masker) Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT
Ascent House Pecangaan Jepara.Skripsi. UNNES. 2006.
Mukono, H.J., 2005, Toksikologi Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Nadapdap, Huala. 2003. Korelasi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Dengan
Kualitas Udara Ruang Parkir Bawah Tanah Gedung Bursa Efek Jakarta dan
Dampak Kesehatan Pekerja. Thesis. UI
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisisologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.
Page 123
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010
Perkins, H.C., 1994. Air Pollution. Mc Graw Hill, Tokyo. Japan.
Price, Sylvia Anderson and Wilson Lorraine McCarty. Fisisologi Proses-Proses
Penyakit. Ahli Bahasa Petagrah. Jakarta. 1995
Pudjiastuti, Wiwiek. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta:
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI
Rab, H Tabrani. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hiperkes. Jakarta. 1996: 10-27
Rasyid, Ahmad Hasyim. ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru
pada Pekerja Percetakan Mega Mall Ciputat Tahun 2013”. Skripsi UIN SH
Jakarta, 2013
Riyadina, W., 1997, Pengaruh Pencemaran Pb (Plumbum) Terhadap Kesehatan, Media
Litbangkes Vol. VII, Hal. 29-32.
Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jakarta:
Bina Sumber Daya Manusia
Setiawan., Hariyono, 2011. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru
Operator Empat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Yogyakarta.
Jurnal. FKM, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Shaw, J.T., 1985. The Measurement of Nitrogen Dioxide in the Air. Atmospheric
Environment 1.
Page 124
Sirait, Mardut. 2010. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Faal Paru di Kilang Padi
Kecamatan Porsea Tahun 2010. Medan: Jurnal Universitas Sumatra Utara.
Suma’mur P.K., 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung
Suma’mur P.K., 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung
Supariasa. I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penentuan Status Gizi. Jakarta: EGC
Suyono. Joko. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tulaekha, Rokhim A. 2000. Toxicologi. Jakarta: Gramedia.
Ulinta B. Analisis Epidemiologi Pneumoconiosis Pada Pekerja Tambang Batu Di
Bandung Berdasarkan X Ray Paru Klasifikasi Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan. Tesis, PSIKM UI, Jakarta. 1998.
Wardhana, W.A., 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta.
Widodo Adi, Tri. 2007. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital
Paru Pada Pekerja Pembuatan Genteng. Skripsi. UNNES
Yulaekah, Siti. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Industri Batu Kapur. Tesis UNDIP Semarang, 2007.
Yunus, F. 2006. Peranan Faal Paru pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun. FKUI.
Cerminan Dunia Kedokteran: 5-34. Jakarta.
Page 125
Nomor Responden :
Nama
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian tentang “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Kejadian Kapasitas Vital Paru pada operator SPBU di Kecamatan
Ciputat tahun 2014”. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu, saya mengharapkan partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap. Pengisian kuesioner
ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i. Atas kerja samanya, saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan saya setuju untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.
Wassallamu’alaikum Wr. Wb,
Jakarta, April 2014
Peneliti Responden
( Pikih Pratama ) ( )
Page 126
Diisi oleh peneliti
Gangguan Fungsi Paru
1. Hasil dari pengukuran KVP?
0. Ada gangguan (Restriksi, obstruksi dan campuran)
1. Tidak ada gangguan (Normal)
Ket.
- Ada gangguan (R,C,O), bila nilai % FVC < 79 dan % FEV1/FVC < 74 - Normal, bila % FVC > 80 dan % FEV1/FVC > 75
A1 ( )
Kadar Total Debu
2. Hasil dari pengukuran kadar total debu di lingkungan SPBU?
………mg/m3
Ket. - Tidak memenuhi syarat bila diatas NAB (kadar debu > 0,15 mg/m3 )
- Memenuhi syarat bila dibawah NAB (kadar debu < 0,15 mg/m3 ) (Depkes RI, 2002)
Status Gizi (IMT)
3. Berat badan (…….kg)
Tinggi badan (…….cm)
Indeks Masa Tubuh …….
Ket.
- Kurus : < 18,5 (berisiko) - Normal : 18,5-25,0 (normal/tidak berisiko) - Gemuk : < 25,0 (berisiko)
Riwayat Penyakit
4. Apakah sebelumnya pernah mengalami penyakit yang berhubungan dengan
pernafasan?
0. Pernah (asma, tbc, PPOK)
1. Tidak pernah
Jika pernah, penyakit apa yang dialami?
a. Asma (sesak nafas)
b. TBC (flek paru)
c. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
d. Sebutkan jika ada yang lain
Page 127
1. Diharapkan untuk mengisi kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda
2. Beri tanda silang (X) untuk jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda
3. kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini sangat diharapkan
Diisi oleh responden/pekerja
Usia
1. Pada tanggal, bulan dan tahun berapakah anda dilahirkan?
Tanggal ( ), Bulan ( ) Tahun ( )
Jenis Kelamin
2. Jenis kelamin?
0. Perempuan
1. Laki-laki
Masa Kerja & Riwayat Pekerjaan
3.
4.
5.
6.
Berapa lama anda bekerja di SPBU?
(………….tahun)
Ket:
- 0. Lama (> 5 tahun)
- 1. Baru (< tahun)
Apakah sebelumnya anda bekerja di lingkungan terpapar debu?
0. Pernah (percetakan, pengecatan mobil, dll)
1. Belum pernah
Jika pernah, lanjut ke pertanyaan no. 5, jika tidak langsung ke no.6
Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya?
(………….tahun)
Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai
-…………
-…………
-…………
-………....
-…………
Page 128
Kebiasaan Merokok
8.
9.
10.
Apakah anda melakukan aktifitas merokok?
0. Ya
1. Tidak
Sudah berapa lama anda melakukan aktifitas merokok?
(……….bulan/……….tahun)
Berapa batang anda merokok dalam sehari?
(………..batang)
Kebiasaan Olahraga
11.
12.
13.
14.
Apakah anda biasa melakukan aktifitas olahraga?
0. Tidak
1. Ya
Apabila ya, jenis aktifitas olahraga apa yang anda lakukan?
-…………………
-…………………
-…………………
Berapa kali anda melakukan aktifitas berolahraga dalam seminggu?
(………kali)
Berapa lama (durasi) anda melakukan aktifitas olahraga?
(………menit)
Page 129
Gambaran Frekuensi Kapasitas Vital Paru (KVP)
KVP_KATEGORIK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ADA GANGGUAN 30 71.4 71.4 71.4
TIDAK ADA
GANGGUAN 12 28.6 28.6 100.0
Total 42 100.0 100.0
Gambaran Frekuensi Debu Total
debu_kat
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid > NAB (0,035
mg/m3)
29 69.0 69.0 69.0
< NAB (0,035
mg/m3)
13 31.0 31.0 100.0
Total 42 100.0 100.0
Page 130
Hubungan KVP*Debu Total
debu_kat * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
debu_kat > NAB Count 29 0 29
% within debu_kat 100.0% .0% 100.0%
< NAB Count 1 12 13
% within debu_kat 7.7% 92.3% 100.0%
Total Count 30 12 42
% within debu_kat 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 37.477a 1 .000
Continuity Correctionb 33.090 1 .000
Likelihood Ratio 43.204 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 36.585 1 .000
N of Valid Casesb 42
Page 131
Gambaran Frekuensi Umur
umur_kategorik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 30 TH 7 16.7 16.7 16.7
< 30 TH 35 83.3 83.3 100.0
Total 42 100.0 100.0
Hubungan Umur*KVP
umur_kategorik * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
umur_kategorik > 30 TH Count 5 2 7
Expected Count 5.0 2.0 7.0
% within umur_kategorik 71.4% 28.6% 100.0%
< 30 TH Count 25 10 35
Expected Count 25.0 10.0 35.0
% within umur_kategorik 71.4% 28.6% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within umur_kategorik 71.4% 28.6% 100.0%
Page 132
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 1.000
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .660
Linear-by-Linear Association .000 1 1.000
N of Valid Casesb 42
Gambaran Frekuensi Jenis Kelamin
JENIS_KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PEREMPUAN 13 31,0 31,0 31.0
LAKI-LAKI 29 69,0 69,0 100.0
Total 42 100.0 100.0
Page 133
Hubungan Jenis Kelamin*KVP
JENIS_KELAMIN * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
JENIS_KELAMIN PEREMPUAN Count 13 0 13
Expected Count 9.3 3.7 13.0
% within JENIS_KELAMIN 100% .0% 100.0%
LAKI-LAKI Count 17 12 29
Expected Count 20.7 8.3 29.0
% within JENIS_KELAMIN 58.6% 41.4% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within JENIS_KELAMIN 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.531a 1 .006
Continuity Correctionb 5.640 1 .018
Likelihood Ratio 10.919 1 .001
Fisher's Exact Test .008 .005
Linear-by-Linear Association 7.352 1 .007
N of Valid Casesb 42
Page 134
Gambaran Frekuensi Aktivitas Merokok
AKTIVITAS MEROKOK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid MEROKOK 23 54.8 54.8 54.8
TIDAK
MEROKOK 19 45.2 45.2 100.0
Total 42 100.0 100.0
Hubungan Aktivitas Merokok*KVP
MROKOK * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
MEROKOK MEROKOK Count 20 3 23
Expected Count 16.4 6.6 23.0
% within MROKOK 87.0% 13.0% 100.0%
TIDAK
MEROKOK
Count 10 9 19
Expected Count 13.6 5.4 19.0
% within MROKOK 52.6% 47.4% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within MROKOK 71.4% 28.6% 100.0%
Page 135
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.007a 1 .014
Continuity Correctionb 4.443 1 .035
Likelihood Ratio 6.156 1 .013
Fisher's Exact Test .020 .017
Linear-by-Linear Association 5.864 1 .015
N of Valid Casesb 42
Gambaran Frekuensi Aktivitas Olahraga
AKTIVITAS OLAHRAGA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK
MELAKUKAN
OLAHRAGA
17 40.5 40.5 40.5
MELAKUKAN
OLAHRAGA 25 59.5 59.5 100.0
Total 42 100.0 100.0
Page 136
Hubungan Aktivitas Olahraga*KVP
OLAHRAGA * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
OLAHRAGA TIDAK
MELAKUKAN
OLAHRAGA
Count 13 4 17
Expected Count 12.1 4.9 17.0
% within OLAHRAGA 76.5% 23.5% 100.0%
OLAHRAGA Count 17 8 25
Expected Count 17.9 7.1 25.0
% within OLAHRAGA 68.0% 32.0% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within OLAHRAGA 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .356a 1 .551
Continuity Correctionb .062 1 .804
Likelihood Ratio .361 1 .548
Fisher's Exact Test .731 .406
Linear-by-Linear Association .347 1 .556
N of Valid Casesb 42
Page 137
Gambaran Frekuensi Status GizI
STATUS GIZI_KATEGORIK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Berisiko 18 42.9 42.9 42.9
Normal 24 57.1 57.1 100.0
Total 42 100.0 100.0
Hubungan Status Gizi*KVP
IMT_KATEGORIK * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
IMT_KATEGORIK TIDAK NORMAL Count 12 6 18
Expected Count 12.9 5.1 18.0
% within IMT_KATEGORIK 66.7% 33.3% 100.0%
NORMAL Count 18 6 24
Expected Count 17.1 6.9 24.0
% within IMT_KATEGORIK 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within IMT_KATEGORIK 71.4% 28.6% 100.0%
Page 138
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .350a 1 .554
Continuity Correctionb .061 1 .805
Likelihood Ratio .348 1 .555
Fisher's Exact Test .732 .400
Linear-by-Linear Association .342 1 .559
N of Valid Casesb 42
Gambaran Frekuensi Riwayat PenyakiT
RIWAYAT_PENYAKIT
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PERNAH 6 14.3 14.3 14.3
TIDAK PERNAH 36 85.7 85.7 100.0
Total 42 100.0 100.0
Page 139
Hubungan Riwayat Penyakit*KVP
RIWAYAT_PENYAKIT * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
RIWAYAT_PENYAKIT PERNAH Count 5 1 6
Expected Count 4.3 1.7 6.0
% within
RIWAYAT_PENYAKIT 83.3% 16.7% 100.0%
TIDAK PERNAH Count 25 11 36
Expected Count 25.7 10.3 36.0
% within
RIWAYAT_PENYAKIT 69.4% 30.6% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within
RIWAYAT_PENYAKIT 71.4% 28.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .486a 1 .486
Continuity Correctionb .044 1 .834
Likelihood Ratio .532 1 .466
Fisher's Exact Test .655 .439
Linear-by-Linear Association .475 1 .491
N of Valid Casesb 42
Page 140
Gambaran Frekuensi Massa Kerja
LAMA_KERJA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
LAMA (> 5 TH) 19 45.2 45.2 45.2
BARU (< 5 TH) 23 54.8 54.8 100.0
Total 42 100.0 100.0
LAMA_KERJA * KVP_KATEGORIK Crosstabulation
KVP_KATEGORIK
Total
ADA
GANGGUAN
TIDAK ADA
GANGGUAN
LAMA_KERJA LAMA Count 17 2 19
Expected Count 13.6 5.4 19.0
% within LAMA_KERJA 89.5% 10.5% 100.0%
BARU Count 13 10 23
Expected Count 16.4 6.6 23.0
% within LAMA_KERJA 56.5% 43.5% 100.0%
Total Count 30 12 42
Expected Count 30.0 12.0 42.0
% within LAMA_KERJA 71.4% 28.6% 100.0%
Page 141
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.536a 1 .019
Continuity Correctionb 4.039 1 .044
Likelihood Ratio 5.975 1 .015
Fisher's Exact Test .037 .020
Linear-by-Linear Association 5.404 1 .020
N of Valid Casesb 42