Makalah Sitogenetika EVOLUSI GENOM Oleh: KELOMPOK 4 Annisa Nurul Ilmi (H41112328) Andri Nindya Karina (H41112329) Sudarniati (H41112902) Sadhly Sastrawan (H41112903)
Makalah Sitogenetika
EVOLUSI GENOM
Oleh:
KELOMPOK 4
Annisa Nurul Ilmi (H41112328)Andri Nindya Karina (H41112329)Sudarniati (H41112902)Sadhly Sastrawan (H41112903)
MATA KULIAH SITOGENETIKAJURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW karena
atas berkat limpahan dari Rahmat- Nya sehingga penulis
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
syarat keaktifan kolektif pada mata kuliah Sitogenetika
yang berjudul “Evolusi Genom”.
Dalam penyusunan tugas atau materi dalam makalah
ini, penulis sadar bahwa tidak sedikit hambatan yang
dihadapi.Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dukungan, dari teman-teman dan juga dosen pengajar mata
kuliah ini, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi.
Penulis memahami bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan.Tetapi penulis
sudah berusaha sebaik-baiknya agar makalah ini dapat
memperluas pengetahuan kita.
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Banyak hal yang masih dapat dipertanyakan atau
dipersoalkan sehubungan dengan teori evolusi biologis,
antara lain bagaimana terjadinya mahluk hidup dari
benda mati, bagaimana mungkin proses evolusi itu dapat
berlangsung dari mahluk hidup berderajat rendah menjadi
mahluk hidup lain yang berderajat tinggi, bagaimana
asal-usul manusia atau hal-hal lain yang sangat
sederhana misal proses evolusi yang bagaimana yang
memungkinkan terjadinya susunan kimiawi yang disebut
klorofil atau hemoglobin.
Evolusi merupakan kata yang umum dipakai orang
untuk menunjuk adanya perubahan, perkembangan atau
pertumbuhan secara berangsur-angsur.Perubahan tersebut
dapat terjadi karena pengaruh alam atau rekayasa
manusia.Teori evolusi sesungguhnya adalah sebuah
hipotesis tentang asal-usul mahluk hidup. Fakta bahwa
banyak jenis mahluk hidup yang ada disaat sekarang
tidak dijumpai pada kehidupan di masa jutaan bahkan
milyaran tahun yang lalu (Widodo,2002).
Biologi molekuler adalah bidang ilmu yang
berkembang dari genetika molekuler yang diperluas.
Bahasan Biologi molekuler meliputi semua aspek proses
hidup, tidak saja hanya menyangkut sifat-sifat yang
diturunkan melalui gen, melainkan juga ekspresi dan
pelaksanaan program-program kehidupan dalam proses
fisiologi, perkembangan reproduksi dan taksonomi sampai
dengan bahasan tentang adaptasi dan interaksi dengan
spesies lain (Sumito,2002).
Dengan demikian biologi molekuler merupakan bidang
kajian yang mengadung unsur biokimia maupun biofisika
dan hanya dapat dibahas dengan baik apabila cukup
memiliki penguasaan bidang biologi secara mendasar.
Berkaitan dengan mengungkap peristiwa evolusi pada
tingkat genom, maka perlu dikajai dari aspek genetika
dan Biologi molekuler untuk menjawab pertanyaan apa dan
bagaimana evolusi dapat terjadi pada tingkat genom.
I.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa definisi dari evolusi genom?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya evolusi genom
tersebut?
3. Apa perbedaan evolusi genom pada organisme
eukariotik dan prokariotik?
I.3 Metode penulisan
I.3.1. Jenis Penulisan
Pembahasan masalah pada makalah ini tergolong
deskriptif yang dirancang untuk mengumpulkan informasi
tentang masalah yang dibahas dan mengetahui penyebab
dari sebuah gejala yang dibahas.
I.3.2.Materi dan Sumber Materi
Materi yang digunakan adalah data yang diperoleh
dari referensi berupa buku bahan ajar mengenai
genetikamaupun referensi lainnya dari internet.
I.3.3. Teknik Pengumpulan Materi
Pengumpulan materi pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan teknik studi pustaka. Data ini
didapatkan dari buku-buku, browsing internet dan
sumber-sumber lainnya.
I.3.4. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan langkah identifikasi data, reduksi data,
penyajian data, kesimpulan sementara, verifikasi, dan
kesimpulan akhir.
I.4 Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu
sebagai berikut:
1.Untuk mengetahui faktor penyebab evolusi genom
2.Untuk mengetahui mekanisme evolusi genom
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Evolusi Genom
Sebelum sistem organisasi genom pada jasad yang
mengalami evolusi akan dibahas lebih lanjut, perlu
dipaharni terlebih dahulu perbedaan pengertian antara
gen dengan genom. Gen adalah unit molekul DNA atau RNA
dengan panjang minimum tertentu yang membawa informasi
mengenai urutan asarn amino yang lengkap suatu protein,
atau yang menentukan struktur lengkap suatu molekul
rRNA (RNA ribosom) atau tRNA (transfer RNA). Genom
adalah satu kesatuan gen yang secara alami dimiliki
oleh satu set atau virus, atau satu kesatuan kromosom
jasad eukaryot dalam fase haploid. Dengan batasan
semacam ini maka dapat dimengerti bahwa sepotong
molekul DNA yang tidak membawa informasi genetik yang
lengkap tidak dapat disebut Sebagai gen melainkan hanya
sebagai frogmen DNA, Demikian juga, sata kromosom suatu
jasad yang mempunyai lebih dari satu kromosom juga
tidak dapat disebut sebaggi genom jasad tersebut
(Yunano, 2002).
Keanekaragaman mahluk hidup yang ada di bumi
sekarang ini merupakan produk dari peristiwa alam yang
melibatkan peranan gen dalam mengontrol ekspresi gen
sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih sempurna dan
adaptif dalam kategori evolusi gen. Gen yang mengotrol
perkembangan berperan penting dalam pemunculan struktur
baru akibat evolusi. Gen yang memprogram perkembangan
suatu organisme, mengontrol laju, waktu dan pola
perubahan spasial bentuk organisme ketika ia mengalami
perubahan bentuk dari zigot hingga dewasa. Evolusi
struktur kompleks, seperti sayap dan bulu dari struktur
yang mendahuluinya memerlukan sangat banyak tulang
sehingga kemungkinan melibatkan sejumlah besar lokus
gen. Pada kasus lain, perubahan relatif sedikit dalam
genom sudah dapat menyebabkan modifikasi struktur yang
penting. (Chambel, 1999). Bagaimana perubahan genetik
yang sangat sedikit dapat diperbesar sehingga
menghasilkan perbedaan yang signifikan pada berbagai
organisme? Para sains yang bekerja di bidang antara
biologi perkembangan dan biologi evolusi sedang berada
dalam proses menemukan jawaban atas pertanyaan ini.
Gen yang memprogram perkembangan suatu organisme
mengontrol laju, waktu, dan pola perubahan spasies
bentuk organisme ketika ia mengalami perubahan bentuk
dari zigot hingga menjadi dewasa. Sebagai contoh,
pertumbuhan alometrik (Bahasa Yunani, iillos, "yang
lain," dan metrin, "ukuran"), yaitu suatu perbedaan
dalam laju penumbuhan relatif berbagai bagian tubuh,
membantu membentuk suatu organisme, Bagaimana
pertumbuhan alometrik mengubah perbandingan tubuh
manusia selama perkembangan. Mengubah sedikit saja laju
pertumbuhan relarif ini sudah cukup untuk mengubah
bentuknya secara signifikan saat dewasa. Sebagai
contoh, pola alometrik yang berbeda turut mempengaruhi
perbedaan yang mencolok antara bentuk tengkorak manusia
dan simpanse. Alometri merupakan salah satu mekanisme
dari sedikit perubahan pada perkembangan yang akan
memberikan pengaruh yang sangat besar pada masa dewasa.
Selain mempengaruhi laju pertumbuhan, perubahan
genetik dapat juga mengubah pengaturan waktu peristiwa
perkembangan itu sendiri urutan bagian tubuh yang
berheda multi dan berhenti berkembang. Pada beberapa
spesies, perubahan dalam waktu perkembangan
mengakibatkan pacdomorfosis (Bahasa Yunani, paedos,
"anak", dan morphfisis, "pembentukan"), di mana suatu
organisme yang secara seksual sudah dewasa masih tetap
mempertahankan sifat-sifat dan ciri yang sebenamya
merupakan struktur juvenil pada evolusioner tetuanya.
Sebagai contoh, sebagian besar spesies salamander
melalui tahapan larva yang mengalami metamorfosis
menjadi hewan dewasa.Akan tetapi, banyak spesies tumbuh
mencapai ukuran dewasa dan menjadi dewasa secara
seksual namun masih terap mempertahankan insang dan
ciri-ciri lain tertentu dari larva. Perubahan
evolusioner dari waktu perkembangan seperti itu dapat
menghasilkan hewan yang tampak sangat berbeda dari
tetuanya, meskipun keseluruhan perubahan generiknya
mungkin lianya sedikit.
Yang hampir sama pentingnya dalam evolusi adalah
homeosis, yaitu perubahan dalam apa yang sering disebut
para ahli biologi sebagai bauplan suatu organisme,
rancangan dasar tubuh, atau pengaturan spasial bagian-
bagian tubuh. Kumpulan gen yang relatif kecil berfungsi
sebagai saklar utama perkembangan. Sebagai contoh, gen
homeotik memulai peristiwa perkembangan yang menentukan
ciri dasar seperti letak sepasang sayap dan sepasang
kaki yang akan berkembang pada burung, dan bagaimana
bagian-bagian bunga tumbuhan diatur. Pada banyak kasus,
mutasi yang diinduksi secara eksperimental pada gen
homeotik menciptakan perubahan drastis dalam bauplan.
Perubahan yang sama dalam gen yang mengatur peristiwa
perkembangan mungkin telah memainkan peranan penting
dalam sejarah evolusi. Sebagai contoh, sekitar 520 juta
tahun silam, duplikasi sekelompok gen homeotik yang
disebut dengan kompleks Hox mungkin telah menjadi
peristiwa awal dalam asal mula vertebrata (hewan
bertulang belakang) dan invertebrata. Vertebrata
memiliki banyak kumpulan (cluster) gen homeotik ini,
sementara sebagian besar invertebrata tampaknya hanya
memiliki satu kumpulan tunggal gen Hox.
Gambar 1. Gen Hox yang dikenal memiliki fungsi untuk
membangun tubuh bagi hampir seluruh hewan modern.
Sumber : Gun, http://www.faktailmiah.com, 2012
Dalam penciptaan pemunculan struktur baru akibat
evolusi, perubahan dalam dinamika perkembangan, baik
temporal (heterokroni) maupun spasial (homeosis), sudah
tidak diragukan lagi memainkan peranan penring dalam
makroevolusi. Suatu upaya pemberian yang bersemangat
akan mernberikan harapan kepada kita untuk menggali
lebih banyak informasi mengenai kaitan dan hubungan
antara mutasi dalam gen yang mengatur perkembangan dan
sejarah evolusi.
Nenek moyang vertebrata hipotesis (invertebrata)
yang memiliki satu kumpulan (cluster) Hox tunggal.
Vertebrata awal hipotesis Duplikasi Hox untuk pertama
kalinya (sekitar 520 juta tahun silam) dengan dua
kumpulan Hox Duplikasi Hox untuk kedua kalinya (sekitar
425 juta tahun silam) Vertebrata (berahang) dengan
empat kumputan Hox.
Sebagian besar invertebrata memiliki sekumpulan
(cluster) tunggal gen-gen homeotik (kompleks Hox), yang
ditunjukkan di sini sebagai kotak-kotak berwarna pada
kromosom. Gen Hox akan mengarahkan perkembangan bagian-
bagian tubuh utama. Para peneliti menduga bahwa suatu
mutasi (duplikasi) pada kompleks Hox tunggal tersebut
terjadi sekitar 520 juta tahun silam dan kemungkinan
telah menyediakan bahan genetik yang berkaitan dengan
asal mula vertebrata pertama. Pada vertebrata awal,
duplikat kumpulan gen itu kemungkinan mengambil peran
yang benar-benar baru, seperti mengarahkan perkembangan
tulang belakang, yang merupakan ciri khas vertebrata.
Duplikasi kompleks Hox yang kedua kalinya, yang
menghasilkan empat kumpulan yang ditemukan pada
sebagian besar vertebrata, terjadi belakangan dan
mungkin telah menyebabkan terjadinya perkembangan
rahang pertama dalam garis keturunan vertebrata.
Kompleks Hox vertebrata mengandung banyak gen yang
sama, yang terdapat hampir pada urutan yang sama dalam
kromosom, dan mereka mengarahkan perkembangan berurutan
daerah tubuh yang sama pada hewan seperti yang
dilakukan kumpulan gen tunggal invertebrata, sehingga,
kompleks Hox vertebrata tampaknya homolog dengan
kumpulan gen tunggal yang ada pada hewan invertebrata.
II.2 Mekanisme Evolusi Genom
Teori endosimbion diyakini merupakan teori yang
paling tepat tentang asal usul genom organel.Teori ini
menyatakan bahwa genom organel merupakan sisa-sisa
bakteri bebas yang bersimbiosa dengan prekursor sel
eukariot pada tahap awal evolusi. Dugaan ini didasarkan
pada kenyataan bahwa proses ekspresi dan sekuens
nukleotida gen-gen organel sangat mirip dengan gen-gen
bakteri dibandingkan dengan gen-gen nuklear eukariot.
Disamping itu telah ditemukan beberapa organisme dengan
tahap endosimbiosis sedikit terbelakang dibandingkan
mitokondria dan kloroplas. Protozoa C. paradoxa
misalnya memperlihatkan tahap awal endosimbiosa dimana
struktur fotosintesisnya berbeda dengan kloroplas dan
lebih mirip dengan cyanobakteri.Rickettsia yang hidup
di dalam sel eukariot dianggap sebagai bentuk modern
bakteri yang kemudian berkembang menjadi mitokondria.
Bila genom organel pada mulanya adalah bakteri
bebas, maka suatu ketika dalam proses evolusi telah
terjadi transfer gen dari organel ke dalam nukleus.
Proses ini belum banyak terungkap tetapi diyakini bahwa
transfer gen dari organel ke dalam nukleus terus
terjadi. Pada tahun 1980an ditemukan beberapa tanaman
yang genom kloroplasnya mengandung segmen-segmen DNA,
bahkan seluruh DNAnya merupakan salinan dari bagian
genom mitokondria. Genom mitokondria Arabidopsis
mengandung berbagai segmen gen nuklear DNA dan 16
fragmen genom kloroplas termasuk 6 gen-gen tRNA yang
tetap aktif setelah transfer ke mitokondria. Genom
nuklear Arabidopsis mengandung beberapa segmen pendek
genom mitokondria dan kloroplas.
Pertanyaan tentang "pakai atau tidak dipakai"
dalam evolusi tersebut setu disiplin
tersendiri.Beberapa kesimpulan umum mengenai pokok
persoalan ini telah dicapai sejauh evolusi morfologis
terkait. Jika dibandingkan, sedikitnya satu aturan tak
rancu dapat disimpulkan mengenai efek-efek tak terpakai
di level molekuler: pengurangan ukuran genom secara
drastis (miniaturisasi genom) selalu dihubungkan dengan
kehilangan fungsi. Terutama cara-cara hidup parasit
atau endosimbiotik ditemukan sangat mempengaruhi ukuran
genom dan, seperti yang telah kita lihat sebelumnya,
genom bakteri yang paling kecil termasuk parasit
endoselular.
II.3 Pengurangan Ukuran Genom Yang Menyertai
Endosimbiosis.
Miniaturisasi genom keseluruhan terjadi setelah
peristiwa endosimbiotik yang menyebabkan peningkatan
pada mitokondria dan kloroplas.Banyak gen-gen organel
yang berlebihan dan hilang tanpa ada penggantian
melalui penghapusan yang lainnya telah dipindahkan ke
genom inti. Contohnya, genom inti ragi mengandung 300
gen pengkode protein yang berfungsi dalam mitokondria.
Namun, genom mitokondrianya hanya mengandung delapan
gen pengkode protein.Rupanya, beberapa gen inti yang
produk-produknya berfungsi di dalam mitokondria sekali
waktu pernah menjadi bagian dari genom mitokondria,
yang kapasitas pengkodeannya sekarang sangat terbatas.
Bahkan genom mitokondria dengan kemampuan pengkodean
terbesar, flagellata heterotropik Reclinomonas
americana, hanya mengandung 62 gen pengkode protein
saja (Lange dkk., 1997 dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur,
1999).
Hal tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan
jumlah gen yang dibutuhkan untuk kehidupan
bebas. Sebagai tambahan untuk mitokondria dan kloroplas,
banyak organel eukaryotik lain dianggap telah berasal
dari peristiwa-peristiwa endosimbiotik antar dua
organisme bebas. Marguills dkk.1979 (dalam Wen – Hsiung
Li Dan Graur, 1999), mengusulkan agar flagella, cilia,
dan organel-organel lain memotilitas sel berasal dari
spirochetes yang hidup bebas sehingga menjadi terkait
secara simbiotik dengan nenek moyang eukaryote.Jika
usulan itu benar-benar terjadi, maka organel-organel
ini harus menjalani rainiaturisasi genom maksimal
yaitu, kehidupan genom keseluruhannya.
Contoh pengurangan genom yang menarik menyertai
endosimbiosis adalah Chlorarachniophyta, kelornpok
amoeboflagellata yang telah memperoleh kemampuan
fotosintesis dengan cara menelan dan menahan alga hijau
flagellata (kelas Ulvophyceae). Endosimbion alga telah
menahan kloroplas, inti, sitoplasma, dan membran
plasmanya.Inti vestigialnya, disebut nucleomorph,
mengandung tiga kromosora linear kecil dengan ukuran
genom haploid total sekitar 380.000 bp, genom
"eukaryotik" yang dikenal paling kecil. Genom
nucleomorph adalah saripati kepadatan: jarak rata-rata
antar gen yang berdekatan hanya 65 bp, beberapa gen
saling melengkapi dan yang lainnya diturunkan bersama,
dan gen-gen tersebut dirusak oleh intron-intron
spliceosomal paling kecil (18-20 bp} yang pernah
ditemukan (Gilson dan McFadden, 1996, 1997; Ishida
dkk., 1997; Gilson dkk., 1997). Seperti yang
diharapkan, mayoritas protein dalam endosimbion ini
didatangkan dari inang (Schwartzbach dkk., 1998 dalam
Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999).
II.4 Pengurangan Ukuran Genom dalam Parasit
Parasitisme termasuk hubungan erat antara dua
organisrne inang yang memberikan banyak kebutuhan
metabolis dan fisiologis kepada yang lain, dalam hal
ini adalah parasit. Parasitisme selalu menyebabkan
kehilangan fungsi genetis dalam parasit dan berakibat
pengurangan ukuran genom. Contohnya, sejenis pohon
merunduk Epiphagus virginiana, kerabat parasit non-
fotosintesis lavender, basil, dan catnip (semacam
tanaman yang mengandung permen sangat disukai kucing)
yang memiliki genom kloroplas sangat kecil (~70.000 bp)
yang hanya mengandung 42 gen. Dapat dimengerti, semua
gen untuk fotosintesis dan klororespirasi tidak ada.
Naraun, tidak jelas mengapa semua gen polimerase RNA
berkode kloroplas, dan juga banyak gen pengkode protein
ribosom dan gen penentu tRNA juga ikut hilang (Wolfe
dkk., 1992).
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya,
parasitisme sel Mycoplasma genitalium diiringi oleh
miniaturisesi genom karena kehilangan gen. Namun, ada
harga genomik pada arah yang berlawanan yang harus
dibayar untuk mempertahankan parasitisme penambahan
gen. Yaitu, sejumlah gen-gen unik signifikan dalam
Mycoplasma dicurahkan untuk mengkodekan adhesins
(protein adhesif), organel-organel tambahan, dan
antigen-antigen permukaan membran variabel yang
diarahkan ke penyingkiran sistem imun (Razin, 1997
dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999).
II.5 Evolusi Genom Prokaryot dan Eukaryot
Salah satu perbedaan fundamental antara jasad
prokaryot dan eukaryot adalah pada organisasi bahan
genetiknya.Pada kelompok prokaryot, umumnya hanya ada
satu unit bahan genetik utama yang membawa semua
informasi genetik yang diperlukan untuk kelangsungan
pertumbuhan jasad tersebut.Meskipun demikian, ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa jasad prokaryot
tertentu mempunyai lebih dari satu unit bahan genecik
utama.Sebaliknya, pada kelompok eukaryot, bahan genetik
utama terdiri atas beberapa unit independen yang
terpisah namun semua unit bahan genetik merupakan satu
kesatuan genom yang menentukan kelangsungan hidup
jasad.
Menurut Dmitri A. Petrov (2001) dalam jurnalnya
yang berjudul Evolution of Genom Size: New Approaches To An Old
Problem yaitu:
Eukaryotic genomes come in a wide variety of sizes. Haploid DNA
contents (C values) range >80 000-fold without an apparent correlation
with either thecomplexity of the organism or the number of genes.This
puzzling observation, the C-value paradox, has remained a mystery for
almost half a century, despitemuch progress in the elucidation of the
structure and function of genomes. Here Iargue that new approaches
focussing on the genetic mechanisms that generategenome-size
differences could shed much light on the evolution of genome size.
Genomeukariotikdatang dalamberbagai ukuran.
IsiDNAhaploid
berkisar>80000kali lipattanpakorelasi yang jelasdengan
baik
kompleksitasorganismeatau jumlahgen.Ini
membingungkanobservasi,
C-nilai paradoks, masih tetap menjadi misteriselama
hampirsetengah abad, meskipunbanyak kemajuandalam
penjelasanstruktur dan fungsidarigenom.Pendekatan
barufokus padamekanisme genetikyang
menghasilkanPerbedaangenomukuranbisamenumpahkanbanyak
cahayapada evolusiukurangenom.
Pada beberapa jasad, terutama pada kelompok
prokaryot, seringkali dijumpai bahan genetik tambahan
selain bahan genetik utamanya.Bahan genetik tambahan/
ekstra semacam ini secara umum disebut sebagai plasmid.
Dalam keadaan normal, kehadiran plasmid pada umumnya
tidak diperlukan oleh sel. Jika sel jasad tersebut
membawa plasmid, maka genom jasad tersebut meliputi
satu kesatuan gen yang ada pada bahan genetik utamanya
dan gen yang ada pada plasmid tersebut. Meskipun
demikian, batasan semacarn ini dapat diargumentasi
sebab plasmid dapat masuk ke dalam sel secara alami
atau secara artifisial di dalam laboratorium.Oleh
karena itu, batasan genom pada prokaryot umumnya hanya
meliputi bahan genetik utamanya, kecuali kalau "bahan
genetik tambahan" tersebut merupakan bagian yang secara
genetis tak terpisahkan dari sel tersebut.Sebagai
contoh, yang dimaksud dengan genom bakteri Escherichia
coli adalah semua gen yang ada pada satu unit bahan
genetik utamanya ("kromosom"), yang tersusun atas 4,6 x
106 bp (base poirs/pasangan basa) DNA. Sebaliknya, pada
beberapa prokaryot, misalnya Pseudomonas sp. dan
Rhizobium sp., diketahui ada unit bahan genetik yang
seringkali dianggap sebagai plasmid raksasa (giant
plasmid) yang secara genetis merupakan bahan genetik
yang vital untuk jasad cersebut.Sebagai contoh,
Pseudomonas sp. diketahui mempunyai plasmid metabolik
(plasmid CAM) yang berukuran 230 kb (1 kb = 1 kilo base
pairs, seribu pasangan basa).Oleh karena sifat
genetisnya yang vital maka plasmid raksasa semacam itu
dianggap merupakan bagian genom jasad tersebut.
Pada jasad eukaryot, selain bahan genetik utama yang
ada di dalam inti sel, yang disebut sebagai
kromosom.juga dijumpai bahan genetik lain yang terletak
di dalam organel yang lain, misalnya molekul DNA pada
mitokondria dan kloroplas (pada tumbuhan hijau). Oleh
karena itu, pada jasad semacam ini yang dimaksud dengan
genom adalah semua unit gen yang ada pada kromosom
dalam fase haploid, termasuk gen yang ada pada bahan
genetik ekstra baik yang ada di mitokondria maupun
kloroplas.
Para ahli taksonomi mula-mula, menggambarkan
spesies dalam arti morfologi, semua anggota dari suatu
spesies memiliki fitur-fitur struktur yang sama atau
sangat serupa. Konsep ini menjadi masalah utama dalam
mikrobiologi karena definisi biologi standar tentang
spesies sulit diterapkan pada mikroorganisme.Spesies
bakteri misalnya mencakup strain-strain dengan
karakteristik yang cukup berbeda. E. coli misalnya
memiliki berbagai strain dengan kemampuan patogenitas
beragam mulai dari yang tidak berbahaya sampai yang
mematikan. Pada abad ke 20 para ilmuwan mendefinisikan
kembali spesies dalam konteks evolusi, suatu spesies
merupakan sekelompok organisme yang dapat saling kawin
mawin (interbreed). Konsep inipun sulit diterapkan bagi
mikroorganisme karena terdapat banyak cara pertukaran
gen antar prokariot yang secara biokimia dan fisiologi
termasuk dalam spesies yang berbeda.
Proyek sekuensing genom semakin memperjelas kesulitan
penerapan konsep spesies pada prokariot.Strain-strain
yang berbeda dari suatu spesies dapat memiliki sekuens
genom yang sangat berbeda, bahkan dapat memiliki suatu
set gen yang spesifik untuk strain tertentu. Dua strain
E. coli, K12 dan O157:H7, misalnya memiliki ukuran
genom yang sangat berbeda masing2 4.64 Mb dan 5.53 Mb.
Strain K12 bayak digunakan di laboratorium sementara
strain O157:H7 merupakan strain yang sangat patogenik.
Strain O157:H7 mengandung 1387 gen yang tidak terdapat
pada strain K12, kebanyakan menyandi toksin dan
protein-protein lain yang berperan dalam
patogenitasnya. K12 juga mengandung 234 segmen DNA unik
yang mengandung 528 gen yang tidak terdapat pada
O157:H7. E. coli O157:H7 dan E.coli K12 masing-masing
memiliki gen spesifik sebesar 26% dan 12% dari katalog
gennya. Variasi sebesar ini terlalu besar untuk dapat
ditolerir dalam konsep spesies untuk organisme yang
lebih tinggi.
Kesulitan penerapan konsep spesies pada
mikroorganisme semakin nyata pada genom bakteri dan
arkaea yang lain karena gen-gen dengan mudah dapat
berpindah diantara spesies prokariot yang berbeda.
Besarnya transfer gen lateral berdasarkan hasil
sekuensing genom sangatlah mengejutkan. Hampir semua
genom mengandung beberapa ratus kb DNA yang diperoleh
langsung dari spesies yang lain, pada E. coli K12
misalnya mencapai 12.8% atau setara dengan 0.59 Mb. Hal
kedua yang juga mengejutkan adalah transfer gen terjadi
diantara spesies yang sangat berbeda, bahkan antara
bakteri dan arkaea. Bakteri termofilik Thermatoga
maritima misalnya memilikii 1877 gen yang diperoleh
dari arkaea. Tampaknya prokariot yang hidup dalam
lingkungan nice ekologi yang serupa saling bertukar gen
untuk meningkatkan kemampuan survival individu dalam
lingkungan tertentu.
Transfer gen lateral berperan penting dalam
evolusi prokariot. Tidak seperti organisme tingkat
tinggi, evolusi bakteri dan arkaea tidak dapat
digambarkan dengan pola percabangan sederhana karena
adanya aliran gen secara horisontal diantara spesies.
Transfer gen lateral juga mempengaruhi hubungan
pilogenetik yang dibangun berdasarkan data molekuler.
Pada organisme tingkat tinggi, perbandingan sekuens
gen-gen yang ekuivalen pada spesies yang berbeda dapat
digunakan untuk merekonstruksi hubungan antara spesies2
tersebut dengan asumsi bahwa evolusi berlangsung
mengikuti pola percabangan sederhana. Tidak demikian
halnya dengan prokariot mengingat adanya transfer gen
lateral antar spesies. Namun analisis ini telah
digunakan untuk waktu yang lama sebelum para ilmuwan
menyadari adanya transfer gen lateral, karenanya
validitas rekonstruksi sejarah evolusi sebelum era
genomik perlu ditinjau kembali.
Sekalipun sekuens-sekuens genom prokariot telah
dipublikasikan, katalog gen lengkap untuk suatu spesies
belum dapat dibuat karena banyak gen-gen yang belum
diketahui fungsinya. Perbandingan gen antara spesies-
spesies yang berbeda menarik untuk dicermati. Untuk
energi metabolisme, E. coli menggunakan 243 gen,
Haemophilus influenza 112 dan Mycoplasma genitalium 31.
Pertanyaan mendasar adalah berapa jumlah gen minimal
yang diperlukan untuk sel hidup? Berdasarkan
pertimbangan teoritis awalnya diduga dibutuhkan sekitar
256 gen yang kemudian berkembang berdasarkan penelitian
menjadi 265-350 gen. Para ahli juga mencari gen-gen
pembeda, yaitu gen-gen yang dapat membedakan suatu
spesies dari spesies lainnya. Dari 470 gen dalam M.
genitalium, 350 terdapat pula pada kerabat jauh M.
genitalium, Bacillus subtillis. Artinya, karakteristik
biokimia dan struktur yang membedakan Mycoplasma dari
Bacillus disandi oleh 120 gen yang hanya terdapat pada
Mycoplasma.
II.6 Distribusi Gen
Sejauh ini, kita telah berhubungan dengan bagian
DNA yang mungkin atau mungkin juga tidak memiliki
fungsi, tetapi jika benar demikian, fungsi ini tentunya
bukan fungsi pengkodean protein.Oleh karena itu,
sekarang saatnya menanyakan, "Dimana gen-gen pengkodean
protein itu? Di bagian ini, kita akan membahas lima hal
yang saling berkaitan yaitu jumlah gen, lokasi
genomiknya, kepadatan gen, variabilitas jumlah
krornosom, dan proses-proses evolusioner yang
rnernpengaruhi urutan gen.
II.6.1 Berapa banyak gen yang ada, dimana, dan apakah
kita membutuhkannya?
Organisme eukaryotik yang mana kita rnendapat
banyak sekali inforrnasi untuk menjawab tiga pertanyaan
ini adalah ragi roti, saccharomyces cerevisiae, dan
nernatode Caeborhabditis elegans, yang seluruh genomnya
telah diurutkan.(Namun, kini tercatat bahwa organisme-
organiame ini tidak mewakili domain eukaryotis, sejak
genom-genomnya sering dipilih untuk pengurutan karena
ukuran kecil terkecualiannya).S. cerevisiae baru saja
mendistribusikan 6.000 lebih gen pengkodean protein ke
sekitar 16 kromosom secara merata, yaitu jumlah gen di
setiap kromosom adalah proporsional dengan panjangnya
(gambar 8.13). Di sisi lain, distribusi gen sepanjang
kromosom tidak merata. Ada bagian-bagian dengan
kepadatan gen yang tinggi dan bagian dengan kepadatan
gen yang rendah. Distribusi kromosorn kurang seragam
daripada yang ada pada ragi, dengan kromosom X memiliki
kepadatan gen yang lebih rendah dibandingkan dengan
kromosom lain, tetapi keberangkatan dari keseragaman
tidak sangat besar.
Pengetahuan kita tentang genom-genom organisme multi
sel, termasuk genom kita, jauh lebih terbatas. Narnun,
apa yang sebenarnya kita ketahui adalah bahwa sebagian
besar genom tidak mengandung informasi pengkodean-
protein. Jika kita kurangkan dari panjang genom semua
rangkaian berulang, semua pseudogen, semua intron, dan
semua bagian intergenik, maka sangat sedikit yang
tertinggal.Pada manusia, pengalaman hibridasi RNA-DNA
dulu menunjukkan bahwa harapir tak ada gen-gen
pengkodean-protein dalam fraksi-fraksi berulang genom
tersebut, dan bahkan dalam fraksi DNA unik hanya
sekitar 3% DNA yang diturunkan (Lewin, 1997).Dengan
menggunakan data pemetaan turunan, Gardiner 1997 (dalam
Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999) memperkirakan bahwa
kurang dari 10% genom manusia adalah genik.Pengalaman-
pengalaman ini merupakan dukungan lebih lanjut untuk
pandangan bahwa mayoritas luas genom eukaryotik
meniadakan informasi genetik.
Distribusi gen-gen pengkodean protein antar
kromosom-kromosom manusia sangatlah tidak merata.
Beberapa kromosom, seperti kromosom 1, 19, dan 20
diprediksikan akan sangat kaya gen lainnya, seperti
kromosom 4 dan 18, mungkin mengandung jauh lebih
sedikit informasi genetik. Contohnya, kromosom 19
manusia adalah kromosom yang paling kaya gen, dengan
perkiraan 2000 gen terkandung dalam bagian euchromatic
sekitar 60 juta bp (Mohrnweiser dkk., 1996). Oleh
karena itu, kepadatan gennya adalah 0.03 gen/Kb. Hal
ini tercatat bahwa nilai ini menaksir terlalu tinggi
bahkan untuk kromosom 19, biarkan sendiri untuk
kromosom-kromosom lain. Ada tiga alasan utama untuk
pernyataan ini: (1) hanya bagian euchromatic saja yang
diperhitungkan, (2) beberapa gen mungkin pada
kenyataannya menjadi pseudogen, dan (3) sebagaimana
disebutkan sebelumnya, kromosom 19 adalah kromosom
dengan kepadatan gen tertinggi.
Kepadatan gen, dan dengan perluasan fraksi genik,
tampak berhubungan negatif dengan ukuran genom.
Contohnya, kepadatan gen dalam Mycoplasma genitalium
adalah 0.8 gen/Kb. Kepadatan tersebut turun hingga 0.6
gen/Kb pada Escherichia coli, yang rnemiliki genom 8
kali lebih besar. Pada eukaryote, kepadatannya kira-
kira 0.5 gen/Kb dalam ragi dan 0.2 gen/Kb dalara
Caenorhabditis, yang memiliki genom 8 kali lebih besar.
Perkiraan kepadatan gen kami dalam organisme lain
kurang tentu, tetapi trend yang sama terbukti.
Contohnya, kepadatan gen dalam Arabidopsis thaliana
adalah 0.2 gen/Kb di bagian kromosom 1 yang kaya gen,
tetapi hanya 0.03 gen/Kb dalam euchromatin kromosom
manusia yang paling kaya gen. Perbandingan nilai
terakhir kurang baik dengan perkiraan untuk kepadatan
Alel dalam kromosom yang sama (1.1 unsur/Kb).
Dalam genom-genom tanaman, seperti padi, tumbuhan
jagung, dan Barley, sebagian besar gen pengkodean-
protein dikelornpokkan dalam segmen DNA yang panjang
(bersama-sama disebut ruang gen) yang merupakan sebuah
fraksi kecil (12-24%) genom inti, dipisahkan oleh
bagian kosong-gen yang amat luas (Barakat dkk., 1998).
Menariknya, realisasi gen-gen itu sangat jarang
dan didistribusikan dengan sangat tidak merata dalam
genom-genom organisme multi-sel yang telah mengarahkan
pada permintaan untuk meninggalkan "pendekatan pabrik"
untuk mengurutkan genom manusia, dan rnalah memakai
"pendekatan butik" dengan mana hanya bagian yang kaya
gen saja yang akan diurutkan.
Pertanyaan terakhir yang akan diajukan adalah, propersi
gen apa yang penting? Dalam pendekatan eksperimental
dan analitis yang sangat sama dengan pendekatan-
pendekatan yang dipakai untuk memperkirakan ukuran
genom minimum, Miklos dan Rubin (1996) menggunakan
frekuensi-frekuensi loci yang diketahui mengalami
rnutasi mernatikan di beberapa model organisme untuk
memperkirakan proporsi gen yang sangat dibutuhkan.
Kesimpulannya adalah bahwa hanya sekitar satu dalam
tiga gen yang penting untuk kelangsungan hidup.
Menariknya, proporsinya tidak berbeda jauh antar
organisme, dan tetap sekitar 25-35% dalam organisme
dengan sejumlah besar gen (missal pada manusia dan
ikan), organisme dengan jumlah gen sedang (missal pada
nematode dan Drosophila), dan organisme dengan jumlah
gen rendah (misal Ragi).
II.6.2 Evolusi Jumlah Gen
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tak ada
ukuran kompleksitas biologis yang diterima secara
umum.Dua calon yang mungkin adalah jumlah gen-gen
pengkodean protein, dan "kekayaan dan keanekaragaman
morfologi dan perilaku" (Szathmary dan Maynard Smith,
1995). Ukuran yang terakhir berada di luar ruang
lingkup buku ini, sehingga kita akan berkonsentrasi
pada ukuran yang terdahulu.
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa, pada
beberapa garis keturunan, kompleksitas genik telah
meningkat sangat besar. Telah ditunjukkan bahwa jumlah
gen tidak bertambah terus selama evolusi, tetapi telah
naik ke langkah diskret (Bird dan Tweedie, 1995 dalam
Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999). Szathmary dan Maynard
Smith 1995 (dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999)
menyatakan bahwa langkah terbesar yang terjadi di masa
transisi dari prokaryotik ke eukaryotik dan pada
transisi dari invertebrata ke vertebrata.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkiraan yang
reliabel dari jumlah gen berdasarkan pengarnbilan
sampel yang berakumulasi. Menariknya, data-data ini
menunjukkan bahwa jumlah gen yang meningkat benar-benar
terjadi dalam langkah "kuantum" (Simmen dkk., 1998
dalam Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999). Kenyataannya,
untuk satu peristiwa semacam itu, adalah mungkin
menunjukkan dengan sangat tepat waktu terjadinya
peristiwa itu. Pada hewan, tampak bahwa "langkah besar
ke depan" yang terakhir pada jumlah gen kadang-kadang
terjadi pada Silurian, sebelum perbedaan vertebrata,
tetapi setelah perbedaan invertebrata chordate dari
nenek moyang vertebrata. Dalam gambar 8.16, kita
melihat bahwa semua vertebrata memiliki 50.000-100.000
gen, sedangkan semua invertebrata, dari nematoda
rnelalui lalat buat hingga cumi-cumi laut, memiliki
lebih sedikit dari 25.000 gen.
II.6.3Penggandaan Pada Kromosom
Variasi genetika berasal dari mutasi acak yang
terjadi pada genom organisme. Mutasi merupakan
perubahan pada urutan DNA sel genom dan diakibatkan
oleh radiasi, virus, transposon, dan bahan kimia
mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis atau
replikasi DNA. Mutagen-mutagen ini menghasilkan
beberapa jenis perubahan pada urutan DNA. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen
berfungsi, ataupun tidak menghasilkan efek sama sekali.
Kajian pada lalat Drosophila melanogaster menunjukkan bahwa
jika sebuah mutasi mengubah protein yang dihasilkan
oleh sebuah gen, kemungkinan ini akan merugikan, dengan
70% mutasi ini memiliki efek yang merugikan, dan
sisanya netral ataupun sedikit menguntungkan. Oleh
karena efek-efek merugikan dari mutasi terhadap sel,
organisme memiliki mekanisme reparasi DNA untuk
menghilangkan mutasi.Oleh karena itu, laju mutasi yang
optimal untuk sebuah spesies merupakan bayaran laju
mutasi tinggi yang merugikan, dengan bayaran metabolik
sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim reparasi
DNA. Beberapa spesies seperti retrovirus memiliki laju
mutasi yang tinggi, sedemikian rupanya keturunannya
akan memiliki gen yang bermutasi. Mutasi cepat seperti
ini dipilih agar virus ini dapat secara konstan dan
cepat berevolusi, sehingga dapat menghindari respon
sistem immun manusia.
Mutasi dapat melibatkan duplikasi fragmen DNA yang
besar, yang merupakan sumber utama bahan baku untuk gen
baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen
terduplikasi pada genom hewan setiap satu juta tahun.
Kebanyakan gen merupakan bagian dari famili gen leluhur
yang sama yang lebih besar.
Gen dihasilkan oleh beberapa metode, umumnya
melalui duplikasi dan mutasi gen leluhur, atau dengan
merekombinasi bagian gen yang berbeda, membentuk
kombinasi baru dengan fungsi yang baru. Sebagai contoh,
mata manusia menggunakan empat gen untuk menghasilkan
struktur yang dapat merasakan cahaya: tiga untuk sel
kerucut, dan satu untuk sel batang; keseluruhannya
berasal dari satu gen leluhur tunggal. Keuntungan
duplikasi gen (atau bahkan keseluruhan genom) adalah
bahwa tumpang tindih atau fungsi berlebih pada gen
ganda mengijinkan alel-alel dipertahankan (jika tidak
akan membahayakan), sehingga meningkatkan
keanekaragaman genetika.
Perubahan pada bilangan kromosom dapat melibatkan
mutasi yang bahkan lebih besar, dengan segmen DNA dalam
kromosom terputus kemudian tersusun kembali.Sebagai
contoh, dua kromosom pada genus Homo bersatu membentuk
kromosom-kromosom manusia, pernyatuan ini tidak terjadi
pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap
dipertahankan sebagai dua kromosom terpisah. Peran
paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi
kemungkinan adalah untuk mempercepat divergensi
populasi menjadi spesies baru dengan membuat populasi
tidak saling berkembang biak, sehingga mempertahankan
perbedaan genetika antara populasi ini.
Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom,
seperti transposon, merupakan bagian utama pada bahan
genetika tanaman dan hewan, dan dapat memiliki peran
penting pada evolusi genom. Sebagai contoh, lebih dari
satu juta kopi urutan Alu terdapat pada genom manusia,
dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk menjalankan
fungsi seperti regulasi ekspresi gen. Efek lain dari
urutan DNA yang bergerak ini adalah ketika ia berpindah
dalam suatu genom, ia dapat memutasikan atau mendelesi
gen yang telah ada, sehingga menghasilkan
keanekaragaman genetika.
II.7 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Evolusi Genom
Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan
dari genotipe dan pengaruh lingkungan organisme
tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah
populasi diakibatkan oleh perbedaan
genotipenya. Sintesi evolusioner modern mendefinisikan
evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada
variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan
berfluktuasi, menjadi lebih umum atau kurang umum
relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong
evolusioner bekerja dengan mendorong perubahan pada
frekuensi alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi
menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi,
yakni ketika ia menghilang dari suatu populasi ataupun
ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur (Hamid,
2009).
Variasi berasal dari mutasi bahan genetika,
migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan
susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga
datang dari tukar ganti gen antara spesies yang
berbeda: contohnya melalui transfer gen horizontal pada
bakteria dan hibridisasi pada tanaman.Walaupun terdapat
variasi yang terjadi secara terus menerus melalui
proses-proses ini, kebanyakan genom spesies adalah
identik pada seluruh individu spesies tersebut. Namun,
bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat
mengakibatkan perubahan yang dramatis pada fenotipenya.
Misalnya simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5%
genomnya (Hamid, 2009).
Perbedaan diatas dapat kita lihat dengan nyata dan
dapat pula sangat samar- samar. Dengan demikian, jika
terjadi suatu seleksi yang menentang beberapa varian
dan seleksi menguntungkan untuk varian lain didalam
suatu populasi, maka komposisi kesehatan dari populasi
itu dapat berubah dengan berjalannya waktu , sebab
sifat dari populasi itu ditentukan oleh induvidu
didalamnya. Secara umum variasi genetik dapat dibedakan
menjadi 5 penyebab (agensia evolutif), yakni mutasi
rekombinasi gen, genetic drift, gen flow dan seleksi
alam (Hamid, 2009) :
a. Mutasi Mutasi terjadi secara acak, yang
beradaptasi hanya sebagian kecil. Bila suatu mutasi
mempunyai nilai ketahanan dan bentuk baru yang
diturunkan telah nampak, maka ketahanan, kedewasaan
dan reproduksi dari bentuk baru itu tidak bersifat
acak lagi. Mereka, cenderung untuk bertambah dalam
populasi dibandingkan dengan anggota populasi lain
yang mempunyai nilai seleksif rendah. Walaupun
mutasi adalah dasar variasi, tetapi peranannya
hanya kecil. Yang lebih penting: kombinasi dan
poliploidi.
b. Rekombinasi Gen Rekombinasi genetika merupakan
proses pemutusan seunting bahan genetika
(biasanya DNA, namun juga bisa RNA) yang kemudian
diikuti oleh penggabungan dengan molekul DNA
lainnya. Pada eukariota rekombinasi biasanya
terjadi selama meiosis sebagai pindah silang
kromosom antara kromosom yang berpasangan. Proses
ini menyebabkan keturunan suatu makhluk hidup
memiliki kombinasi gen yang berbeda dari orang
tuanya, dan dapat menghasilkan alel kimerik yang
baru. Pada biologi evolusioner, perombakan gen ini
diperkirakan memiliki banyak keuntungan, yakni
mengijinkan organisme yang bereproduksi secara
seksual menghindari Ratchet Muller.
Secara alami, rekombinasi gen terjadi saat
pembelahan meiosis terjadi, (jd bukan saat
fertilisasi), yaitu ketika fase yang disebut
sebagai “pindah silang” atau crossing over, pada
profase I (silahkan lihat tahapan pembelahan
meiosis untuk lebih jelasnya). Pada fase itu, gen-
gen dari pasangan kromosom homolog saling
bertukaran. Seperti kita ketahui, manusia memiliki
2 set kromosom yang saling berpasangan, satu set
kromosom yang membawa sifat-sifat ayah, dan satu
set kromosom yang membawa sifat-sifat ibu. Pada
pembelahan mitosis (perbanyakan sel), kedua set
kromosom tersebut akan diperbanyak apa adanya, jadi
tidak ada perubahan susunan gen. Namun, pada saat
pembelahan meiosis, yaitu pada pembentukan sel
gamet (yang nota bene hanya punya satu set
kromosom),mterjadi pndah silang, sehingga satu set
kromosom hasil dari pembelahan meiosis akan membawa
kombinasi sifat ayah da sifat ibu.
c. Gene Flow Aliran gen atau gene flow merupakan
pertukaran gen antar populasi, yang biasanya
merupakan spesies yang sama. Contoh aliran gen
dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan
perkembangbiakan organisme atau pertukaran serbuk
sari. Transfer gen antar spesies meliputi
pembentukan organisme hibrid dan transfer gen
horizontal. Migrasi ke dalam atau ke luar populasi
dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah
variasi genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi
dapat menambah bahan genetika baru ke lungkang
gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya,
emigrasi dapat menghilangkan bahan genetika.
Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi
yang berdivergen diperlukan agar terjadi spesiasi,
aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan
menyebarkan genetika yang berbeda antar populasi.
Aliran gen dihalangi oleh barisan gunung, samudera,
dan padang pasir. Bahkan bangunan manusia
seperti Tembok Raksasa Cina dapat menghalangi
aliran gen tanaman. Gene flow (alur gen), akibat
adanya imigran yang dapat menambah alela baru
kedalam unggun gen suatu “deme”, sehingga dapat
merubah frekunsi alela. Alur gen berarti kisaran
imigran mulai dari yang sangat rendah kesangat
tinggi tergantung dari jumlah individu yang datang
dan seberapa banyak perbedaan genetik yang ada pada
individu- individu dalam “” deme” yang dapat
bergabung. Bila tidak ada perbedaan yang banyak
antara “ deme- deme” dalam populasi yang besar,
maka pergerakan individu dalam jumlah yang sangat
kecil diantara “ deme- deme” di pandang cukup kuat
dapat menjaga frekuensi alela tetap sama.
d. Genetic drift Hanyutan genetik, ingsut genetik,
penyimpangan genetik, atau rambang genetik
dalam genetika populasi, merupakan akumulasi
kejadian acak yang menggeser tampilan lungkang
gen (gene pool) secara perlahan dari
keadaan setimbang, namun semakin membesar seiring
berjalannya waktu. Sebenarnya, istilah “genetik”
kurang tepat dan yang lebih baik adalah “alel“,
karena yang sebenarnya terjadi adalah proses
perubahan frekuensi alel suatu populasi karena yang
berubah adalah frekuensi dari alel-alel yang ada di
dalam populasi yang bersangkutan. Hanyutan genetik
berbeda dari seleksi alam. Yang terakhir ini
merupakan proses tak acak yang memiliki
kecenderungan membuat alel menjadi lebih atau
kurang tersebar pada sebuah populasi dikarenakan
efek alel pada kemampuan individu
beradaptasi dan reproduksi.
Genetic drift adalah lepasnya frekuensi alela
secara kebetulan. Peristiwa ini sangat berarti pada
populasi yang sangat kecil. Kenyataannya 1 dari 2
alela mempunyai peluang untuk lepas adalah kira-
kira 0, 8%. Hilangnya gen selalu mempengaruhi
frekuensi alela pada beberapa tingkat tetapi
pengaruh tersebut menurun pada populasi yang
berukuran besar. Karena itu dalam populasi kecil,
kurang dari 100 individu hilangnya gen masih cukup
kuat pengaruhnya terhadap frekuensi alela, meskipun
ada agenesia evolutif lain yang berperanan pada
saat itu juga terhadap perubahan frekuensi alela
dalam arah yang berbeda. Berikut ini contoh
dari genetic drift.
e. Seleksi Alam Seleksi alam adalah proses dimana
mutasi genetika yang meningkatkan reproduksi
menjadi (dan tetap) lebih umum dari generasi yang
satu ke generasi yang lain pada sebuah populasi. Ia
sering disebut sebagai mekanisme yang “terbukti
sendiri” karena: Variasi terwariskan terdapat dalam
populasi organisme. Organisme menghasilkan
keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup.
Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam
kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi antar
organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi.
Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang
lebih menguntungkan akan lebih berkemungkinan
mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak
menguntungkan cenderung tidak akan diwariskan ke
generasi selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan urauan pembahasan di atas maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.Evolusi genom adalah kajian evolusi pada tingkat
genom yang mengarah pada petunjuk adanya evolusi pada
organisme.
2.Mekanisme Evolusi genom atau evolusi mahluk hidup
dapat dijelaskan melalui konsep biomolekuler yaitu
banyak gen-gen organel yang berlebihan dan hilang
tanpa ada penggantian melalui penghapusan yang lainnya
telah dipindahkan ke genom inti. Contohnya, genom inti
ragi mengandung 300 gen pengkode protein yang
berfungsi dalam mitokondria. Namun, genom
mitokondrianya hanya mengandung delapan gen pengkode
protein.Rupanya, beberapa gen inti yang produk-
produknya berfungsi di dalam mitokondria sekali waktu
pernah menjadi bagian dari genom mitokondria,
yang kapasitas pengkodeannya sekarang sangat
terbatas.Bahkan genom mitokondria dengan kemampuan
pengkodean terbesar, flagellata heterotropik
Reclinomonas americana, hanya mengandung 62 gen
pengkode protein saja. Hal tersebut jauh lebih
sedikit dibandingkan jumlah gen yang dibutuhkan untuk
kehidupan bebas.
3. Faktor penyebab terjadinya evolusi genom adalah
mutasi gen, rekombinasi gen, genetic drift, gene flow, dan
seleksi alam.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell Reece-Mitchell. 1999. Biologi Jilid 2.Jakarta: Erlangga.
Hamid, H., 2009. Variasi genetik.http://zaifbio.wordpress.com. Diakses padatanggal 17 Februari 2014 pada pukul 23.00 WITA.
Petrov, D. A., 2001. Evolution of Genom Size: New Approaches ToAn Old Problem. Trends in Genetics Journal Vol. 17No.1, Januari 2001.Hal 23, Department ofBiological Sciences, Stanford University,Stanford, CA 94035, USA.
Sumitro, B Sutiman. 2002. Perkembangan dan Masa depan teoriEvolusi dalam sudut pandang Biologi Molekuler Makalahdisajikan dalam Seminar Nasional Teori Evolusi. Malang:Universitas Negeri Malang.
sTriwibowo Yunano, 2002. Biologi Molekular. Penerbit
Erlangga.
Widodo. 2002. Perkembangan Teori Evolusi dan Darwinisme.Makalah disajikan dalam Seminar Nasional TeoriEvolusi. Malang: Universitas Negeri Malang.
Wulandari. 2005. Evolusi Mitokondria dan Pemanfaatannya dalampenelusuran Kekerabatan dan Evolusi Organisme.( E mailtyas@ coffe_cat.net) (online) diakses tanggal 15februari 2014.
Wen – Hsiung Li Dan Graur, 1999. Fundamentals Of MoleculerEvolution. Second Edition. Sinauer Associiiates, Inc.,Pblishers Sunderland,Massachusetts.http://23bios1unsoed.files.wordpress.com/2008/11/chapter-11.pdf, di-akses padatanggal 15 Februari 2014.