EVALUASI PROYEK REVITALISASI PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Bramasto Budi Santoso F.0106023 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
120
Embed
EVALUASI PROYEK REVITALISASI PASAR …/Evaluasi... · EVALUASI PROYEK REVITALISASI PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Skripsi Diajukan untuk Melengkapi …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI PROYEK REVITALISASI PASAR TAWANGMANGU
KABUPATEN KARANGANYAR
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan
Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
Tabel 4.17. Perhitungan Profitability Ratio (PV/K) Proyek Publik .......... 83
Tabel 4.18. Perhitungan Payback Period (PBP) Proyek Publik ................ 85
Tabel 4.19. Perhitungan Net Present Value (NPV) Proyek Swasta ........... 87
Tabel 4.20. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) Proyek Swasta .... 90
Tabel 4.21. Perhitungan Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) Proyek Swasta .. 92
Tabel 4.22. Perhitungan Profitability Ratio (PV/K) Proyek Swasta .......... 94
Tabel 4.23. Perhitungan Payback Period (PBP) Proyek Swasta ............... 96
Tabel 4.24. Jumlah Pedagang Pasar Wisata Tawangmangu
pada hari Biasa dan hari Pasaran ............................................. 98
Tabel 4.25. Manfaat tidak langsung dari pendapatan
yang diterima pedagang di sekitar Pasar Wisata Tawangmangu
sebelum dan sesudah direvitalisasi ......................................... 99
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1. Siklus Proyek ........................................................................ 31
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran .............................................................. 38
Gambar 4.1. Estimasi Penjualan Kios & Los
Pasar Wisata Tawangmangu ................................................. 67
ABSTRACT The main purpose of this study is the first to find out whether Tawangmangu Market revitalization of economically profitable and feasible. The second objective to determine whether the initial investment can be paid off before the economic life of the project ended.
This study uses primary data and secondary data. The primary data obtained from interviews with traders around Tawangmangu Market. Secondary data obtained from DPP Karanganyar, Market Head Tawangmangu, Disperindagkop Karanganyar, District Office and BPS Karanganyar.
Based on data already collected, then compiled and sorted into the costs and benefits to ease the analysis of public project investment criteria, namely the Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit-Cost Ratio (B / C Ratio) , Profitability Ratio (PV / K) and Payback Period. A invetasi feasible if: NPV> 0, IRR> social discount rate, BCR> 1 and PV / K> 1.
Calculation results obtained from the analysis of public project investment criteria obtained results, NPV = - 17,097,503,448.37 <0, IRR = - 35.027% <13% (social discount rate), BCR = 0.36 <1 and PV / K = 0 , 32. Results payback period analysis of public projects show the project can not be paid back before the end of the project economic life of 32 years 5 months. The conclusion that can be drawn from this analysis is economically Tawangmangu Market Revitalization District Karanganyar not feasible.
Results of sensitivity test every assumption of the NPV can be concluded that the Tawangmangu Market Revitalization Project will be feasible and beneficial when the kiosks and stalls selling price increased to 177.9%. If the kiosks and stalls selling prices increased by 177.9%, those strategies become feasible and profitable to run because the NPV> 0 ie 278 827. Key Words: market, benefits, cost of the project.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Kabupaten Karanganyar telah merevitalisasi Pasar
Tradisional Tawangmangu menjadi Pasar Wisata Tawangmangu dimulai pada
tanggal 27 Juni 2008 dan selesai pada tanggal 21 Februari 2009. Pasar Wisata
Tawangmangu ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono pada hari Minggu 8 Maret 2009. Menurut masyarakat
sekitar dan Pemerintah Kabupaten Karanganyar Pasar Wisata Tawangmangu
ini akan dijadikan sebuah ikon dari kabupaten Karanganyar. Dalam hal ini
peneliti belum tahu apakah revitalisasi Pasar Tawangmangu menguntungkan
dan layak atau tidak, maka peneliti akan menganalisis apakah proyek
revitalisasi Pasar Tawangmangu yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Karanganyar layak dan menguntungkan atau tidak.
Pasar Tawangmangu direvitalisasi karena secara fisik pasar ini kumuh,
tidak beraturan, pengap (panas, kotor, becek), bongkar muat barang dan
parkir campur. Secara umum pasar tersebut sangat padat dan tidak dapat
menampung pedagang yang terus bertambah. Hal ini terlihat dengan adanya
banyaknya pedagang yang menempati los-los pasar serta pertumbuhan
warung-warung di sekitar pasar (warung-warung baru). Pasar Tawangmangu
memiliki letak yang strategis yaitu berdekatan dengan tempat rekreasi
Grojogan Sewu. Dengan banyaknya pengunjung wisata ke Grojogan Sewu
tiap tahunnya, diharapkan Pasar Tawangmangu ini nantinya juga akan ramai
oleh wisatawan.
Tabel 1.1. Kondisi Pasar Tawangmangu Sebelum dan Sesudah di Revitalisasi
Sebelum Revitalisasi Sesudah Revitalisasi No. Keterangan
Jumlah Luas (m²) Jumlah Luas
(m²) A Luas Lahan - 7.300 - 11.117 B Los B.1 Los Lantai Dasar
Ukuran (2,5m²) 589 buah 1.472,5 - - Ukuran (3m²) - - 479 buah 1.437
B.2 Los Lantai I Ukuran 1,5 x 2 m (3m²) - - 439 buah 1.317 Jumlah Los Lantai
Dasar dan Lantai I 589 buah 1.472,5 903 buah 2.754
C Kios C.1 Kios Lantai Dasar
Ukuran (6 m²) 91 buah 546 - - Ukuran (7,5 m²) 111 buah 832,5 - - Ukuran (12 m²) 24 buah 288 - - Ukuran 3x3m (9m²) - - 74 buah 666 Ukuran 3x4m (12m²) - - 34 buah 408
C.2 Kios Lantai I Ukuran 3x3 m (9m²) - - 95 buah 855 Ukuran 3x4 m (12m²) - - 34 buah 408 Jumlah Kios Lantai Dasar
dan Lantai I 226 buah 1666,5 237 buah 2.337
D Kios Renteng Ukuran 2 x 2 m (4m²) - - 40 buah 160
E Kamar Mandi 1 titik 4 pintu - 6 titik
18 pintu -
Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Karanganyar, data diolah 2010.
Revitalisasi Pasar Tawangmangu oleh Pemerintah Kabupaten
Karanganyar ini salah satu progam revitalisasi pasar tradisonal yang telah
dirintis oleh pemerintah melalui Departemen Perdagangan ataupun
Kementrian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sejak awal
tahun 2003. Progam revitalisasi pasar tradisional ini untuk mencegah
semakin sedikitnya pasar tradisoinal di Indonesia, dimana peraturan yang
mengatur tentang pasar tradisional adalah Peraturan Presiden No. 112 Tahun
2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern. Keluarnya peraturan ini dilatarbelakangi oleh makin
berkembangnya usaha perdagangan eceran dalam skala kecil dan menengah,
usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar, maka pasar tradisional
perlu diberdayakan agar tumbuh dan berkembang serasi, saling memerluan,
saling memperkuat serta saling menguntungkan.
Menurut Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian
Negara Koperasi dan UKM Ikhwan Asrin, membutuhkan dana minimal Rp.
540.000.000.000,00 untuk merevitalisasi sedikitnya satu pasar tradisional di
540 kabupaten atau kota seluruh Indonesia. Pelaksanaan revitalisasi akan
diterapkan secara bertahap dalam waktu maksimal lima tahun ke depan.
Revitalisasi pasar tradisional yang akan dilakukan tidak cuma dari sisi fisik saja
tetapi juga penataan dan pola pikir pengelolanya. Melalui pasar tradisional
yang dikelola koperasi, kita dapat dengan mudah menanggulangi kasus
barang kedaluarsa hingga memantau barang impor. Selain itu, revitalisasi
pasar tradisional diharapkan meningkatkan daya saing UKM menghadapi
ACFTA dan mampu mengefisienkan pengelolaan pasar dan menghemat APBD
karena pasar-pasar itu dikelola oleh koperasi yang anggotanya para pedagang
(http://pdfcontact.com/download/7428233/).
Revitalisasi pasar tradisional ditargetkan hingga lima tahun ke depan
minimal sebanyak 540 kabupaten/kota di seluruh Indonesia sudah memiliki 1
pasar yang direvitalisasi. Sebelumnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM
(Kemeneg KUKM) telah merampungkan proyek pembangunan/fisik dalam
program revitalisasi pasar tradisional untuk sebanyak 90 titik yang tersebar di
puluhan kabupaten/kota seluruh Indonesia. Proyek itu bahkan menjadi salah
satu program 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu ke-
2. Revitalisasi pasar dilakukan dengan menggunakan dana stimulus
perekonomian 2009 sebesar Rp. 100.000.000,00, yang kemudian
dianggarkan untuk merevitalisasi 91 titik pasar tradisional
(http://pdfcontact.com/download/7428233/).
Menurut asosiasi pedagang pasar seluruh Indonesia tahun 2006,
jumlah pasar tradisional di Indonesia tercatat 13.650 unit yang menampung
12.600.000 pedagang. Apabila setiap pedagang mempunyai empat anggota
keluarga, maka setidaknya 50.000.000 rakyat Indonesia bergantung
kehidupannya pada pasar tradisional, jumlah ini tidak termasuk konsumen
yang berbelanja di pasar tradisional. Setidaknya sampai saat ini keberadaan
pasar tradisional masih dibutuhkan sebagai penopang kehidupan sehari-hari
masyarakat (http://www.menlh.go.id/pasarberseri/Pasarberseri.pdf).
Dengan melihat kondisi tersebut sudah seharusnya progam revitalisasi pasar
tradisional tetap dijalankan oleh pemerintah untuk menghindari semakin
sedikitnya pasar tradisional di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas judul penelitian ini adalah “ EVALUASI
PROYEK REVITALISASI PASAR TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR
”.
B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang diatas, maka permasalahan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah investasi yang dilakukan untuk Revitalisasi Pasar Tawangmangu
secara ekonomi menguntungkan dan layak ?
2. Apakah investasi yang dilakukan untuk Revitalisasi Pasar Tawangmangu
dapat terbayar kembali sebelum umur ekonomis proyek berakhir dan
berapa lama Payback Periods-nya ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakan
penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis kelayakan investasi yang dilakukan untuk Revitalisasi
Pasar Tawangmangu secara ekonomi.
2. Untuk menghitung Payback Period investasi yang dilakukan untuk
Revitalisasi Pasar Tawangmangu.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan, dalam hal ini
Kantor Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Karanganyar pada khususnya dan
Pemerintah Kabupaten Karanganyar pada umumnya.
2. Bagi Pemerintah Daerah, peneliti dan masyarakat.
Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi
dalam suatu proyek khususnya revitalisasi Pasar Tradisional
Tawangmangu.
3. Bagi mahasiswa, peneliti dan akademisi.
4. Menambah studi kepustakaan dalam bidang evaluasi proyek.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pasar
Pasar adalah sekumpulan pembeli dan penjual dari sebuah barang
atau jasa tertentu. Para pembeli sebagai sebuah kelompok menentukan
permintaan terhadap produk, dan para penjual sebagai kelompok
menentukan penawaran terhadap produk (Mankiw, 2000:75). Pasar
adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu
baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional,
pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya
(Perpres No. 112 Tahun 2007 Pasal 1).
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar No. 10 Tahun
2006 Tentang Retribusi Pasar, fasilitas yang ada dalam pasar meliputi
kios, los, halaman pasar dan MCK. Berikut penjelasan mengenai fasilitas
yang disediakan oleh pasar di Kabupaten Karanganyar:
- Kios adalah bangunan di pasar yang beratap yang dipisahkan satu
dengan yang lainnya dengan pemisah baik permanen maupun
tidak dari mulai lantai sampai dengan dinding langit-langit yang
dipergunakan untuk usaha berjualan baik barang maupun jasa.
- Los adalah bangunan beratap didalam lingkungan pasar yang
berbentuk bangunan memanjang tanpa dilengkapi dinding
pemisah.
- Halaman pasar adalah tempat terbuka yang berada didalam pasar.
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan tempat usaha
berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang
kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala
kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar-menawar (Perpres No. 112 Tahun 2007 Pasal 1). Sedangkan
menurut Sinaga (2008) pasar tradisional adalah pasar yang dikelola secara
sederhana dengan bentuk fisiknya tradisional yang menerapkan sistem
transaksi tawar-menawar secara langsung dimana fungsi utamanya
adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat baik di desa, kecamatan
dan lainnya. Pihak yang berjualan di pasar ini terdiri dari UKM dan
pedagang kaki lima. Harga di pasar tradisional ini mempunyai sifat yang
tidak pasti, oleh karena itu bisa dilakukan tawar-menawar.
Sementara itu, pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan
manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai
penyedia barang dan jasadengan mutu dan pelayanan yang baik kepada
konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas).
Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store,
shopping centre, waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko
serba ada dan sebagainya (Sinaga, 2008).
2. Pengertian Retribusi
Retribusi pasar yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah yang dikenakan pada pedagang yang memanfaatkan
fasilitas pasar. Retribusi pasar ini meliputi: retribusi izin mendirikan kios
swadaya, retribusi izin penempatan fasilitas pasar, retribusi daftar ulang
izin penempatan kios, retribusi sewa fasilitas pasar, retribusi harian,
retribusi bongkar muat, retribusi balik nama izin penempatan fasilitas
pasar, retribusi pemberian hak sewa, retribusi pemakaian MCK, retribusi
parkir khusus. Petunjuk dan pelaksanaan tentang retribusi pasar yang
berada di kabupaten Karanganyar diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar No. 10 Tahun 2006.
Retribusi kebersihan adalah pembayaran atas jasa pelayanan
persampahan atau kebersihan yang khusus disediakan dan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi kebersihan ini diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar No. 10 Tahun 2002.
3. Pengertian Revitalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Moeliono, 2007: 954)
revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau
menggiatkan kembali. Revitalisasi arti harfiahnya adalah menghidupkan
kembali, maknanya bukan sekedar mengadakan atau mengaktifkan
kembali apa yang sebelumnya pernah ada, tetapi menyempurnakan
strukturnya, mekanisme kerjanya, dan menyesuaikan dengan kondisi
baru, semangatnya dan komitmennya. Asumsi dasar revitalisasi pasar
bahwa pasar tradisional harus diubah menjadi menjadi modern agar
Pengertian proyek menyangkut proyek mikro dalam arti dari segi
ekonomi perusahaan yang bertujuan mencari laba maupun proyek makro
dalam arti menyangkut kepentingan umum dan ataupun proyek
pemerintah. Proyek adalah setiap usaha yang direncanakan sebelumnya
yang memerlukan sejumlah pembiayaan serta penggunaan masukan lain
yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu dan dilaksanakan dalam
waktu tertentu pula (Soetrisno, 1985:3).
Proyek mikro adalah proyek yang menghasilkan barang-barang
dan atau jasa privat atau perorangan. Barang privat, barang swasta
(private goods) adalah barang-barang yang dapat diperjual-belikan
dipasar. Barang swasta mempunyai sifat excludability dan rival
consumption. Barang mempunyai sifat excludability atau dapat
dikecualikan adalah barang-barang dimana apabila seseorang tidak
membeli dapat dikecualikan atau tidak dapat menikmati barang tersebut.
Barang swasta mempunyai sifat rival consumption berarti apabila telah
dikonsumsi atau dinikmati oleh seseorang atau beberapa orang tertentu
maka tidak dapat dinikmati oleh orang lain (Soetrisno, 1985:49).
Sebaliknya proyek makro adalah proyek yang tidak menghasilkan
barang-barang swasta melainkan menghasilkan barang-barang publik
(public goods) seperti jalan, keamanan taman kota, nilai uang yang stabil,
dan penghijauan. Barang-barang publik sering dinamakan dengan public
goods, collective goods karena secara sosial kolektif dapat dimiliki
bersama (Soetrisno, 1985:50).
Beberapa jenis barang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, akan
tetapi tidak seorangpun yang bersedia menghasilkannya atau mungkin
dihasilkan oleh pihak swasta akan tetapi dalam jumlah yang terbatas,
misalnya pertahanan dan peradilan. Jenis barang tersebut dinamakan
barang publik murni yang mempunyai dua karakteristik utama, yaitu
penggunaannya tidak bersaingan (nonrivaly) dan tidak dapat diterapkan
prinsip pengecualian (non excludability). Oleh karena pihak swasta tidak
mau menghasilkan barang publik murni, maka pemerintahlah yang harus
menghasilkannya agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat
ditingkatkan (Mangkoesoebroto, 1995:42).
- Teori Pigou
Pigou berpendapat bahwa barang publik harus disediakan
sampai suatu tingkat dimana kepuasan marginal akan barang publik
sama dengan ketidakpuasan marginal akan pajak yang dipungut untuk
membiayai progam-progam pemerintah atau untuk menyediakan
barang publik. Kelemahan teori Pigou adalah didasarkan pada rasa
ketidakpuasan marginal masayarakat dalam membayar pajak dan rasa
kepuasan marginal akan barang publik, sedangkan kepuasan dan
tidakpuasan adalah sesuatu yang tidak dapat diukur secara kuantitatif
karena sifatnya ordinal (Mangkoesoebroto, 1995:64-66).
- Teori Bowen
Bowen mengemukakan suatu teori mengenai penyediaan
barang-barang publik dan teori didasarkan pada teori harga seperti
halnya pada penentuan harga pada barang-barang swasta. Bowen
mendedinisikan barang publik sebagai barang dimana pengecualian
tidak dapat ditetapkan. Sekali barang publik sudah tersedia maka
tidak ada seseorang yang dapat dikecualikan dari manfaat barang
tersebut. Jumlah barang publik yang dikonsumsi A sama dengan
jumlah barang yang dikonsumsi oleh individu B, atau Ya = Yb. Jadi
menurut Bowen perbedaan antara barang swasta dan barang publik
adalah (Mangkoesoebroto, 1995:66-69):
Barang Swasta Barang Publik
Harga P = Pa = Pb P = Pa + Pb
Jumlah barang X = Xa + Xb P = Pa = Pb
Keterangan, P: harga barang, X: Jumlah barang swasta yang
dihasilkan, G: Jumlah barang publik yang dihasilkan, a dan b: Individu
A dan B.
Sedangkan menurut Pudjosumantro (1995:9) proyek merupakan
suatu rangkaian aktivitas (activities) yang dapat direncanakan, yang di
dalamnya menggunakan sumber-sumber (inputs), misalnya: uang dan
tenaga kerja, untuk mendapatkan manfaat (benefits) atau hasil (returns)
di masa yang akan datang. Aktivitas proyek ini mempunyai saat mulai
(starting point) dan saat berakhir (ending point).
Proyek merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan
dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan
sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit). Kegiatan-kegiatan
tersebut dapat berupa investasi baru seperti pembangunan pabrik,
pembuatan jalan raya atau kereta api, irigasi, bendungan, perkebunan,
pembukaan hutan, pendirian gedung-gedung sekolah atau rumah sakit,
survai atau penelitian, perluasan atau perbaikan progam-progam yang
sedang berjalan dan sebagainya. Suatu proyek dapat diselenggarakan
oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta, atau organisasi-organisasi
sosial maupun oleh perorangan (Gray, 2005:1).
Sumber-sumber yang dipergunakan dalam pelaksanaan proyek
dapat berbentuk barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah
jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja dan waktu. Sumber-sumber
tersebut, sebagian atau seluruhnya dapat dianggap sebagai barang atau
jasa konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk
memperoleh manfaat (benefit) yang lebih besar di masa yang akan
datang (Gray, 2005:1).
Siklus suatu proyek dimulai dengan adanya suatu gagasan
pengusulan yang umumnya bersumber dari para pemimpin masyarakat
setempat, tenaga teknis, perintis pembangunan, dan usulan progam-
Identifikasi I
Formulasi II
Evaluasi VI
Operasi V
Implementasi IV
Analisa III
progam yang telah ada. Setelah itu, perlu diteliti terlebih dulu apa yang
menjadi motivasinya. Motivasi gagasan pengusulan suatu proyek
biasanya dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (Gray, 2005:2):
1. Gagasan yang memotivasinya untuk mendapatkan keuntungan dari
suatu investasi bagi investor.
2. Gagasan yang memotivasinya untuk manfaat atau keguanaan bagi
masyarakat banyak.
Kemudian dari gagasan tersebut, setiap proyek pasti akan melalui
enam tahap, yaitu (Gray, 2005:2-4):
Gambar 2.1. Siklus Proyek
Siklus proyek
Penjelasan dari gambar 2.1. diatas adalah:
I. Identifikasi, yaitu menentukan calon-calon proyek yang perlu
dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Beberapa pertanyaan
penting yang perlu ditanyakan menyangkut perlu tidaknya
gagasan proyek diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut:
- Apakah proyek termasuk dalam sektor yang diprioritaskan?
- Apakah proyek secara garis besar akan menguntungkan?
- Adakah bantuan dari pemerintah bagi jenis proyek tersebut?
II. Formulasi, yaitu mengadakan persiapan dengan melakukan
prastudi kelayakan dengan meneliti sejauh mana calon-calon
proyek tersebut dapat dilaksanakan menurut aspek-aspek teknis,
institusional, dan “eksternalitas”.
III. Analisa, yaitu mengadakan evaluasi terhadap laporan-laporan
studi kelayakan yang ada. Studi kelayakan proyek tadi dianalisis
untuk memilih yang terbaik di antara berbagai alternatif proyek
yang ada, berdasarkan suatu ukuran tertentu.
IV. Implementasi, adalah tahap pelaksanaan proyek tersebut.
Tanggung jawab utama dari para perencana serta penilai proyek
adalah mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan fisik proyek agar sesuai dengan final design-nya.
V. Operasi, yaitu operasi proyek. Perlu dipertimbangkan metode-
metode pembuatan laporan atas pelaksanaan operasinya.
VI. Evaluasi Hasil, yaitu evaluasi atas hasil-hasil pelaksanaan serta
operasi proyek berdasarkan laporan-laporan yang masuk pada
tahap-tahap sebelumnya dengan memperbandingkan antara apa
yang direncanakan dan hasil yang dicapai. Evaluasi ex post yaitu
setelah dan perihal pelaksanaan serta operasi proyek. Evaluasi ex
ante yang menyangkut keputusan tentang diterima tidaknya suatu
proyek untuk dilaksanakan nantinya.
5. Pengertian Evaluasi Proyek
Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu studi apabila suatu
proyek atau usaha dilakukan sekiranya nanti dapat berjalan dan
berkembang atau tidak. Studi kelayakan adalah suatu studi mengenai
segala macam persyaratan-persyaratan bagi berdiri dan berkembangnya
suatu usaha atau proyek. Apabila berdasarkan studi tersebut segala
persyaratan-persyaratan ternyata dapat diusahakan untuk terpenuhi
maka dikatakan bahwa usulan dan gagasan tentang proyek tersebut
dikatakan layak (feasible) akan tetapi apabila ternyata tidak terpenuhi
maka dikatakan tidak layak (not feasible) (Soetrisno, 1985:6).
Evaluasi berarti membandingkan antara sesuatu dengan suatu
atau beberapa standar. Standar ini lebih dikenal dengan istilah kriterium
atau kriteria. Kriterium apabila hanya ada satu dan kriteria apabila lebih
dari satu standar atau kriteria tersebut dapat bersifat kualitatif seperti
standar moral atau standar tentang baik dan buruk sesuatu perbuatan
manusia dan dapat pula bersifat kuantitatif atau menggunakan angka-
angka (Soetrisno, 1985:7).
Ada beberapa aspek persiapan atau perencanaan yang harus
diperhatikan pada setiap kegiatan proyek, yaitu (Pudjosumarto, 1995:10-
11):
- Aspek Teknis
Yaitu aspek yang berhubungan dengan inputs dan outputs dari
barang-barang dan jasa-jasa yang akan digunakan serta dihasilkan di
dalam suatu kegiatan proyek.
- Aspek Managerial, Organisasi dan Institusi (Lembaga)
Yaitu aspek yang menyangkut kemampuan staf pelaksana
untuk melaksanakan administrasi dalam aktivitas besar dan
bagaimana hubungan antara administrasi proyek dengan lembaga
lainnya (misal dengan pihak pemerintah) dapat terlihat secara jelas.
- Aspek Sosial
Yaitu aspek yang menyangkut terhadap dampak (impact)
social yang disebabkan adanya penggunaan inputs dan outputs yang
akan dicapai suatu proyek.
- Aspek Finansial
Yaitu merupakan aspek utama yang akan menyangkut tentang
perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukan uang
dalam suatu proyek.
- Aspek Ekonomis
Yaitu aspek yang akan menentukan tentang besar kecilnya
sumbangan suatu proyek terhadap pembangunan ekonomi secara
keseluruhan.
Analisis manfaat-biaya atau evaluasi proyek pada sektor publik
dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah pengeluaran awal yang besar
yang perlu dilakukan, membandingkan dengan manfaat yang diperoleh
selama beberapa tahun mendatang. Bedanya analisis manfaat-biaya yang
dilakukan untuk sektor publik tidak terbatas pada lembaga atau badan
usaha namun dapat berdampak lebih luas. Misalnya saja proyek
transportasi, walau murah namun berakibat pula pada pencemaran
lingkungan (bising, udara kotor). Oleh karena itu, analisis manfaat-biaya
harus mempertimbangkan biaya lingkungan yang biasanya tidak
diperhatikan dalam perhitungan finansial yang dilakukan oleh badan
usaha swasta. Demikian pula bila muncul manfaat sosial, sulit dihitung
padahal perlu disediakan data nilai rupiah yang harus diperhitungkan
dalam hasil-hasil proyek (Reksohadiprojo, 2001: 94).
6. Maksud dan Tujuan Evaluasi Proyek
Maksud dari analisis proyek adalah untuk menganalis terhadap
suatu proyek tertentu, baik proyek yang akan dilaksanakan, sedang dan
selesai dilaksanakan untuk bahan perbaikan dan penilaian pelaksanaan
proyek tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena di dalam pelaksanaan
suatu proyek akan menyangkut penggunaan sumber-sumber yang langka
(scarcity resources) (Pudojosumarto, 1995:9).
Tujuan analisis proyek adalah untuk (Gray, 2005:7):
a. Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi
dalam suatu proyek.
b. Sejalan dengan (a), menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu
dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan.
c. Mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga
dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan.
d. Sejalan dengan (c), menentukan prioritas investasi.
Pada umumnya suatu studi kelayakan proyek akan menyangkut
tiga aspek, yaitu (Husnan, 2000:4-5):
a. Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (sering juga
disebut sebagai manfaat finansial). Yang berarti apakah proyek itu
dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan risiko
proyek tersebut.
b. Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi negara tempat proyek itu
dilaksanakan (sering juga disebut sebagai manfaat ekonomi nasional).
Yang menunjukan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro
suatu negara.
c. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek
tersebut. Ini merupakan studi yang relatif paling sulit untuk dilakukan.
7. Analisis Ekonomis dan Finansial
Analisa Ekonomis adalah analisa yang melihat suatu kegiatan
proyek dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian
yang diperhatikan di dalam analisa ekonomis ini adalah hasil total atau
produktivitas suatu proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara
keseluruhan. Hasil analisa ekonomis disebut dengan “the economic
returns”. Analisis Finansial adalah analisa yang melihat suatu proyek dari
sudut lembaga-lembaga atau badan-badan yang mempunyai kepentingan
langsung dalam proyek atau yang menginvestasikan modalnya ke dalam
proyek. Oleh karena itu hasil analisa ini disebut dengan “the private
returns” (Pudojosumarto, 1995:11).
Di bawah ini akan diberikan unsur-unsur yang berbeda di dalam
tinjauan aspek ekonomis maupun aspek finansial (Pudojosumarto,
1995:11-12).
1) Analisa Ekonomis
a. Harga yang dipakai pedoman adalah harga bayangan (shadow
price).
b. Pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan
manfaat (benefit) dari suatu proyek.
c. Besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-
barang inputs.
d. Besarnya bunga modal biasanya tidak dipisahkan atau
dikurangkan dari hasil kotor.
2) Analisa finansial
a. Harga yang dipakai pedoman adalah harga pasar (market
price).
b. Pembayaran pajak dianggap sebagai biaya di dalam proyek,
sehingga perlu diperhitungkan, atau dipakai untuk mengurangi
manfaat (benefits).
c. Besarnya subsidi yang diberikan dipakai sebagai mengurangi
atau akan meringankan biaya proyek, sehingga akan
mengurangi manfaat (benefits).
d. Di dalam pembayaran bunga modal di dalamanalisa ini
dibedakan sebagai berikut:
- bunga yang dibayarkan kepada orang-orang atau lembaga-
lembaga dari luar yang meminjamkan uangnya (kreditor)
kepada proyek, maka bunga tersebut dianggap biaya
(costs). Sedangkan bila terdapat pembayaran kembali
utang dari luar proyek, maka akan dikurangkan dari hasil
kotor sebelum diperoleh suatu arus manfaat (benefit).
- tetapi untuk bunga atas modal proyek, didalam hal ini
tidak dianggap sebagai biaya (cost).
Harga bayangan (Shadow price) merupakan suatu harga yang
nilainya tidak sama dengan harga pasar (bisa diatas atau di bawah harga
pasar), tetapi harga tersebut dianggap mencerminkan nilai sosial yang
sesungguhnya dari suatu barang atau jasa. Kadang-kadang shadow price
ini diterjemahkan sebagai harga bayangan (Pudjosumantro, 1995).
Apabila investasi proyek tersebut dibiayai dari dana pemerintah
dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat, maka titik berat
analisis atau evaluasi adalah pada aspek sosial profitabilitas (social
profitability), yang menekankan sampai seseberapa jauh manfaat proyek
tersebut kepada perekonomian secara keseluruhan. Ini berarti,
seandainya suatu rencana investasi pemerintah, ditinjau dari segi
finansialnya menunjukan hasil analisis didasarkan pada perbandingan
manfaat (benefit) dan biaya (cost) adalah lebih kecil dari satu (B/C < 1),
tetapi jika ditinjau dari manfaat sosialnya akan memberikan pengaruh
positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat
maupun kehidupan perekonomian secara keseluruhan, proyek tersebut
akan dilaksanakan (Khotimah, 2002:17-18).
8. Analisis Biaya dan Manfaat
Inti evaluasi proyek adalah mengolah atau menganalisis data yang
telah dikumpulkan yang kemudian dievaluasi atau dicocokan serta
dibandingkan dengan kriteria tertentu seperti NPV dan IRR. Dalam
membandingkan data tersebut, yang dibandingkan adalah seluruh biaya-
biaya yang ditimbulkan oleh usulan proyek bersangkutan dengan seluruh
manfaat (benefit) yang akan diperoleh.
Pemerintah pada dasarnya berjalan melalui prosedur yang sama
dalam mengevaluasi proyek. Namun demikian, ada dua perbedaan
penting antara analisis biaya-manfaat publik dan swasta. Pertama,
konsekuensi dari proyek swasta yang menjadi perhatian adalah yang
mempengaruhi profitabilitas perusahaan, sedangkan proyek publik lebih
memperhatikan dengan berbagai konsekuensi yang jauh lebih luas.
Kedua, proyek swasta menggunakan harga pasar untuk mengevaluasi apa
yang telah dibayar untuk input dan apa yang diterima untuk output,
terdapat dua kasus di mana pemerintah tidak bisa menggunakan harga
pasar dalam mengevaluasi proyek (Stiglitz, 2000:274):
a. Ketika output dan input tidak dijual di pasar, harga pasar tidak ada.
Harga pasar tidak ada untuk udara bersih, untuk hidup disimpan, atau
untuk pelestarian padang gurun dalam keadaan aslinya.
b. Ketika terjadi kegagalan pasar, harga pasar tidak mewakili biaya
sebenarnya sosial suatu proyek marjinal atau manfaat. Harga
pemerintah untuk mengevaluasi proyek-proyek yang harus
mencerminkan kegagalan pasar.
Analisis biaya-manfaat publik berkaitan dengan mengembangkan
cara sistematis menganalisis biaya dan manfaat ketika harga pasar tidak
mencerminkan biaya dan manfaat sosial. Kita dapat melihat bagaimana
pemerintah menilai manfaat yang biasanya tidak menghasilkan uang
seperti nilai lingkungan, atau kehidupan dan bagaimana pemerintah
memasarkan nilai barang dan jasa apabila ada alasan untuk percaya
bahwa adanya kegagalan pasar, seperti pengangguran besar-besaran
yang mengakibatkan harga pasar tidak mencerminkan manfaat dan biaya
publik (Stiglitz, 2000:274).
Perbedaan utama antara analisis biaya manfaat publik dan swasta
adalah sebagai berikut (Stiglitz, 2000:274):
1. Analisis biaya-manfaat publik memperhitungkan berbagai dampak
yang lebih luas, bukan hanya keuntungan.
2. Dalam analisis biaya-manfaat publik, harga pasar mungkin tidak ada
untuk kebanyakan manfaat dan biaya, dan harga pasar mungkin tidak
dapat digunakan karena kegagalan pasar (harga pasar tidak
mencerminkan manfaat sosial marjinal dan biaya).
9. Manfaat Proyek
Manfaat (benefit) suatu proyek terdiri dari (Pudjosumarto,
1995:12-14):
1) Manfaat Langsung (Direct Benefit)
Adalah merupakan manfaat langsung dan terlihat jelas dari
hasil adanya suatu proyek. Manfaat ini bisa berupa :
a) Adanya kenaikan dalam nilai ouput fisik dengan adanya proyek.
b) Kenaikan nilai output karena adanya perbaikan kualitas.
c) Kenaikan nilai output karena perubahan lokasi dan waktu
penjualan.
d) Kenaikan nilai output karena perubahan bentuk (grading,
processing, dan perubahan bentuk yang lainnya).
e) Penurunan biaya karena adanya mekanisasi.
f) Penurunan biaya karena penurunan biaya pengangkutan.
g) Penurunan biaya karena terhindar dari biaya kerugian atau
kerusakan.
2) Manfaat Tidak Langsung (Indirect Benefit)
Adalah merupakan manfaat yang secara tidak langsung
ditimbulkan dengan adanya proyek. Manfaat ini biasanya akan
dirasakan oleh orang yang ada diluar proyek tersebut. Manfaat ini
bisa berupa:
a) Adanya efek multiplier (multiplier effects) dari suatu proyek.
b) Adanya skala ekonomis yang lebih besar.
c) Adanya dynamic secondary effect.
3) Intangible Benefit
Adalah suatu manfaat yang secara tidak langsung bisa
dinikmati oleh masyarakat, tetapi sulit diukur dalam bentuk uang.
Manfaat ini bisa berupa:
a) Adanya perbaikan lingkungan hidup.
b) Bertambahnya pemandangan baru disuatu tempat, seperti tempat
rekreasi.
c) Terciptanya distribusi pendapatan.
d) Ditingkatkannya sistem pertahanan nasional.
10. Biaya Proyek
Macam-macam biaya dalam suatu proyek adalah sebagai berikut
(Gray, 2005:15-18):
a. Modal
Modal adalah manfaat (benefit) yang dapat diperoleh bila
modal tersebut diinvestasikan dalam proyek marjinal.
b. Tanah
Adakalanya kita harus membeli atau menyewa sebidang tanah
untuk suatu proyek. Dalam hal ini, harga pembelian tanah dapat
dianggap sebagai investasi. Bila tanah disewa dan sewa dibayar setiap
tahun, sewa tersebut dianggap sebagai biaya yang perhitungannya
dilakukan setiap tahun.
c. Bahan-bahan Mentah dan Barang Setengah Jadi
Harga bayangan (shadow price) bahan-bahan mentah dan
barang setengah jadi yang digunakan dalam suatu proyek pada
dasarnya dinilai menurut social opportunity cost dari setiap unit
barang tersebut, yaitu manfaat (benefit) tiap-tiap barang itu dalam
alternatif penggunaan lain. Khususnya untuk barang-barang yang
dapat diperdagangkan di pasar dunia (tradeable goods-- barang-
barang yang diimpor atau dapat diekspor), dipergunakan harga-harga
lepas pantai (border price) sebagai harha bayangan (shadow price),
yaitu harga-harga fob. untuk barang-barang yang dapat diekspor dan
harga-harga cif untuk barang-barang yang diimpor.
d. Tenaga Kerja
Dalam menentukan biaya tenaga kerja ini perlu dibedakan
tenaga kerja yang terdidik atau terlatih (skilled labour) dan tenaga
kerja yang tidak terlatih (unskilled labour), sebab yang biasa dinilai
dengan tingkat upah bayangan (shadow wage rate) adalah tenaga
kerja yang tidak terlatih. Banyak penilai proyek beranggapan bahwa
upah bayangan (shadow wage) tenaga tidak terdidik adalah nol. Ini
didasarkan pada asumsi bahwa proyek akan mengambil tenaga tak
terdidik itu dari kelompok penganggur, jadi opportunity cost-nya sama
dengan nol, atau dari desa-desa yang walaupun mereka tergolong
bekerja, produktivitas marjinal mereka di desa sama dengan nol.
Pengambilan beberapa orang desa untuk proyek, tidak
mengurangi produksi di desa, jadi socaial opportunity cost mereka
sama dengan nol. Namun, apabila diasumsikan opportunity cost
tenaga kerja tak terdidik dianggap tidak sama dengan nol, maka
pendapatan dan tingkat konsumsi tenaga kerja tak terdidik akan
bertambah. Pertambahan konsumsi ini mengurangi jumlah investasi
masyarakat. Dengan kata lain, tiap tenaga kerja tak terdidik yang
dipekerjakan di proyek mempunyai social opportunity cost paling
sedikit sama dengan benefit yang diperoleh seandainya pertambahan
konsumsi mereka tersebut diinvestasikan.
e. Pelunasan Utang dan Bunga
Terdapat dua jenis pinjaman. Pertama, pinjaman dalam negeri
dan pinjaman luar negeri melalui dana pemerintah yang
penggunaannya dipengaruhi oleh pemerintah setempat, termasuk
bantuan luar negari yang berasal dari sumber-sumber resmi, seperti
Bank Dunia, atau melalui perjanjian bilateral. Dana semacam ini dapat
diguanakan untuk berbagai alternatif proyek. Jadi, pengguanaan dana
pinjaman untuk suatu proyek mempunyai beban sosial berupa social
opportunity cost di berbagai alternatif lain. Oleh sebab itu,
pengeluaran dana dari pinjaman dianggap sebagai investasi, artinya
bersifat biaya.
Kedua, terdapat pinjaman dari luar negeri yang
pengguanaanya teriakat kepada suatu proyek tertentu. Bila proyek
tersebut tidak jadi dilaksanakan, maka pinjaman dibatalkan. Jadi,
penggunaan dana pinjaman ini dalam proyek tersebut tidak
mengorbankan proyek-proyek lain. Dengan kata lain, saat investasi
dilakukan proyek tersebut, dana pinjaman tersebut tidak
menimbulkan social opportunity cost. Beban tersebut baru timbul
pada saat pengembalian pinjaman dan pembayaran bunganya. Oleh
karena itu, beban sosial pinjaman diperhitungkan bukan pada saat
investasi dilakukan, melainkan tiap-tiap tahun sepanjang pembayaran
pinjaman beserta bunganya. Dalam hal ini, pelunasan utang dan
bunga termasuk biaya proyek.
f. Penyusutan
Penyusutan adalah bagian dari manfaat (benefit) proyek yang
dicadangkan tiap-tiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek
sedemikian rupa sehingga merupakan dana yang mencerminkan
jumlah biaya modal. Tujuan penyisihan modal ini adalah untuk
mempertahankan tingkat investasi semula.
g. Sunk Cost
Sunk Cost adalah biaya yang sudah tertanam atau dikeluarkan
yang menyangkut proyek, sebelum keputusan untuk menjalankan
proyek itu diambil. Sunk Cost tidak termasuk dalam atau tidak
diperhitungkan sebagai biaya proyek.
h. Salvage value
Salvage value adalah nilai sisa dari modal investasi yang tidak
terpakai habis selama umur ekonomis proyek.
i. Negative Externalities
Negative Externalities sukar diukur dan dinilai dalam satuan
mata uang. Idealnya, akibat-akibat yang timbul sebagai negative
externalities ini, sepanjang dapat diukur dan dinilai, perlu dimasukkan
sebagai bagian dari biaya atau penurunan benefit proyek.
11. Kriteria Investasi
Investasi merupakan usaha menanamkan faktor-faktor produksi
langka dalam proyek tertentu. Proyek itu sendiri dapat bersifat baru sama
sekali, atau perluasan proyek yang ada. Tujuan utama investasi adalah
memperoleh berbagai macam manfaat yang cukup layak di masa datang
(Sutojo, 1995:1).
Dalam analisis proyek terdapat beberapa kriteria yang sering
dipakai untuk menentukan diterima atau ditolaknya suatu usulan proyek,
atau untuk menentukan pilihan antara berbagai macam usulan proyek.
Kriteria ini dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi itu
adalah sebagai berikut (Gray, 2005:64-78):
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit
(penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah di-present-value-
kan. Dalam mengkaji usulan suatu proyek dengan menggunakan
metode NPV apabila hasil yang didapat dari perhitungan
menggunakan metode ini positif (NPV ≥ 0), maka proyek tersebut
layak untuk dijalankan. Artinya, suatu proyek dapat dinyatakan
bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV proyek tersebut sama atau
lebih besar dari nol. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut
mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi
modal. Sebaliknya apabila hasil yang didapat negatif (NPV ≤ 0), maka
proyek tersebut dianggap tidak layak. Ini berarti bahwa sumber-
sumber yang dipakai untuk proyek tersebut sebaiknya dialokasikan
pada penggunaan lain yang lebih menguntungkan. Berikut adalah
rumus untuk menghitung NPV (Gray, 2005:65-66):
å= +
-=
n
0t ti)(1tCtB
NPV
Dimana:
NPV = Net Present Value
tB = Benefit sosial bruto proyek pada tahun t.
tC = Biaya sosial bruto proyek pada tahun t.
n = Umur ekonomis proyek.
i = Social discount rate.
b. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa antara benefit (panerimaan) yang telah di-
present-value-kan dan cost (pengeluaran) yang telah di-present-value-
kan sama dengan nol. Dengan demikian IRR ini menunjukkan
kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu returns, atau
tingkat keuntungan yang akan dicapai oleh proyek tersebut. IRR akan
selalu mendekati besarnya (i) sehingga sering dijadikan pedoman
tingkat bunga yang berlaku (i).
Berdasarkan kriteria investasi IRR, suatu proyek akan dipilih
apabila IRR ≥ social discount rate, sedangkan IRR kurang dari social
discount rate maka proyek tersebut akan ditolak. Berikut adalah
rumus untuk menghitung IRR (Gray, 2005:72):
)i'(i"NPV"NPV'
NPV'i'IRR -+
-+=
Dimana:
IRR = Internal Rate of Return
i' = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif.
i" = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif.
NPV’ = Net Present Value positif
NPV” = Net Present Value negatif.
c. Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio)
Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) merupakan perbandingan antara
benefit yang telah di-present-value-kan dengan biaya yang telah di-
present-value-kan. Semakin besar B/C Ratio, semakin besar
perbandingan antara benefit dengan biaya, yang berarti proyek relatif
semakin menguntungkan. Suatu proyek akan dipilih apabila B/C Ratio
> 1, apabila B/C Ratio < 1 maka usulan proyek akan ditolak. Berikut
adalah rumus untuk menghitung B/C Ratio (Gray, 2005:76):
B/C Ratio =
å= +
å= +n
0t ti)(1
)t(C
n
0t ti)(1
)t(B
Dimana:
B/C Ratio = Benefit-Cost Ratio
tB = Benefit sosial bruto proyek pada tahun t.
tC = Biaya sosial bruto proyek pada tahun t.
n = Umur ekonomis proyek.
i = Social discount rate.
t = Tahun bersangkutan.
d. Profitability Ratio (PV/K)
Profitability Ratio (PV/K) menunjukan perbandingan antara
penerimaan (benefit) dikurangi dengan biaya modal (K) yang
digunakan setelah di-present-value-kan. Profitability Ratio lebih
mendekati B/C Ratio, sehingga suatu proyek akan diterima apabila
PV/K > 1, sebaliknya apabila PV/K < 1 maka proyek akan ditolak.
Berikut adalah rumus untuk menghitung PV/K (Gray, 2005:77):
PV/K =
å= +
å= +
-
n
0t ti)(1tK
n
0t ti)(1tEPtB
Dimana:
PV/K = Profitability Ratio
tB = Benefit bruto dalam tahun t.
n = Umur ekonomis proyek.
tEP = Biaya eksploitasi dan pemeliharaan atau biaya rutin pada
tahun t.
tK = Biaya modal pada tahun t.
i = Discount rate sosial.
e. Payback Periode
Payback Periode merupakan jangka waktu yang diperlukan
untuk membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya proyek
yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Di dalam hal ini,
biasanya yang digunakan pedoman untuk menentukan suatu proyek
yang akan dipilih adalah suatu proyek yang dapat paling cepat
mengembalikan biaya investasi. Makin cepat pengembaliannya makin
baik dan kemungkinan besar akan dipilih. Metode ini tidak
memperhitungkan periode setelah periode payback dan belum
memperhatikan time value of money. Berikut adalah rumus untuk
mengitung payback periode (Pudjosumantro, 1995:51-52):
PBP = oA
I
Dimana:
PBP = Payback Periode
I = Besarnya biaya investasi.
oA = Benefit bersih yang diperoleh setiap tahunnya.
12. Analisis Sensitivitas
Semua kriteria yang dipergunakan dalam menilai kelayakan suatu
usaha menggunakan nilai sekarang dari arus kas masuk dan keluar. Oleh
karena seluruh perhitungan arus kas, terutama arus kas masuk pada masa
yang akan datang, selalu mengandung ketidakpastian, maka diperlukan
adanya analisis sensitivitas (sensitivity analysis). Analisis sensitivitas
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa sensitifnya kelayakan usaha
terhadap perubahan setiap asumsi yang digunakan, seperti besarnya
permintaan, harga jual, harga bahan baku, tingkat bunga, inflasi, dan
mark-up nilai investasi (Zubir, 2006: 6).
Analisis sensitivitas menyangkut pengujian terhadap kelayakan
suatu usaha terkait dengan berbagai kondisi dan asumsi yang digunakan.
Pengujian sensitivitas terutama dilakukan terhadap asumsi-asumsi yang
berada di luar kendali manajemen perusahaan yang mungkin saja
berubah. Misalnya, harga jual barang sejenis di pasar, harga bahan baku,
biaya bahan bakar, harga perolehan harga tetap, dan lain-lain. Analisis ini
dilakukan, misalnya terhadap harga jual, yaitu menguji sampai berapa
jauh harga jual dapat diturunkan sementara asumsi-asumsi lain tetap
sehingga NPV menjadi nol. Selanjutnya , pengujian dilakukan terhadap
asumsi-asumsi lain satu per satu (Zubir, 2006:34).
Dari pengujian sensitivitas tersebut kita dapat mengetahui derajat
sensitivitas setiap asumsi terhadap NPV. Dengan demikian, kita dapat
memfokuskan perhatian pada faktor yang sangat sensitif terhadap
kelayakan usaha tersebut. Jika usaha tersebut sensitive terhadap faktor di
luar kendali manajemen, seperti harga bahan baku, maka adanya
kenaikan harga bahan baku sedikit saja dari yang berlaku saat ini akan
menyebabkan NPV menjadi nol, bahkan negatif, sedangkan harga jual
tidak mudah untuk dinaikan. Bila demikian keadaannya, maka dapat
dikatakan bahwa risiko usaha tersebut gagal cukup besar.
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Peneliti Metode Hasil 1. H.A. Husnainie
Syahrani, 2003 “Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun Hutan Dengan Tanaman Buah Durian (Durio Zibethis Murr) di Kabupaten Kutai Kertanegara Propinsi Kalimantan Timur”
Kriteria Investasi: Payback Periods, Net B/C, NPV, IRR, Analisis Sensitivitas.
NPV: 7.982.175 Net B/C Ratio: 2,12 (df: 15%) IRR: 20,95% - Investasi yang dilakukan layak untuk dilaksanakan. Dengan Payback Periods 10 tahun 6 bulan -Analisis Sensitifitas: investasi tetap layak dilaksanakan meskipun terjadi kenaikan biaya hingga 50%
2. Rini Ratnayanti dan Bernadinus Herbudiman, 2006 “ Analisis Kelayakan Investasi pada Rumah Sakit X di
Payback Periods, NPV, IRR, Benefit Cost Analysis
-NPV: 6.187.604,321 > 0 (Investasi yang layak untuk Rumah Sakit X) (df: 7%) -IRR: 9,75% > 7% (Investasi pada Rumah Sakit X layak untuk dilaksanakan) -Payback Periods: 9 tahun 3 bulan
Revitalisasi Pasar Tawangmangu
Proyek Revitalisasi
Cimahi” -Benefit Cost Ratio: 1,31 > 1 (proyek Rumah Sakit X di Cimahi layak untuk dilaksanakan)
Jumlah Th. 2007 52 9.807 17 901 Jumlah Th. 2006 50 9.517 17 783 Jumlah Th. 2005 50 9.067 17 736 Jumlah Th. 2004 50 9.016 17 403 Jumlah Th. 2003 69 8.926 17 264 Jumlah Th. 2002 69 9.106 17 244
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar “Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009”.
7. PDRB dan Inflasi
a. PDRB
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi
suatu wilayah atau regional dalam periode tertentu ditunjukan oleh data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah dalam periode
waktu tertentu.
Tabel 4.6. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Karanganyar
Tahun 2007-2008 (Jutaan Rupiah) No. Lapangan Usaha 2007 2008 1. Pertanian 1.496.358,39 1.701.539,07
2. Pertambangan dan Penggalian 71.047,85 80.483,00 3. Industri Pengolahan 3.288.513,83 3.578.431,04 4. Listrik, Gas dan Air Minum 110.207,47 124.816,13 5. Bangunan 197.841,47 228.249,70 6. Perdagangan 788.762,79 890.413,99 7. Angkutan dan Komunikasi 233.376,92 256.509,36 8. Lembaga Keuangan, Sewa
Bangunan dan Jasa Perusahaan 184.872,62 207.807,07
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar “Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009”.
Tabel 4.7. Konstribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Pembentukan PDRB di Kabupaten Karanganyar Tahun 2004 - 2008 (Persen)
Tahun Sektor Ekonomi 2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 19,68 19,68 19,50 19,47 20,08 2. Pertambangan dan
Penggalian 0,87 0,86 0,85 0,83 0,80
3. Industri Pengolahan 51,02 51,55 52,72 52,88 52,08 4. Listrik, Gas dan Air minum 1,37 1,38 1,40 1,38 1,36 5. Bangunan 2,44 2,43 2,41 2,40 2,37 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,50 10,33 10,25 10,09 10,29 7. Pengangkutan dan Komunikasi 2,94 2,89 2,66 2,80 2,75 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa-
- Waktu Pelaksanaan Proyek : 27 Juni 2008 - 21 Februari 2009
( 236 hari)
- Sifat Proyek : Social Oriented
C. Analisis Data dan Pembahasan
Proyek Revitalisasi Pasar Tawangmangu memang diperlukan apabila
dilihat darisegi ekonomi memang memiliki prospek yang lumayan
menjanjikan. Dengan adanya fasilitas sarana dan prasarana pasar yang
menunjang, diharapkan dapat menambah kenyamanan berbelanja sekaligus
dapat meningkatkan pendapatan dari para pedagang dan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Proyek Revitalisasi Pasar Tawangmangu ini menghabiskan dana
sebesar Rp. 25.230.936.000,00 (dua puluh lima milyar dua ratus tiga puluh
juta sembilan ratus tiga puluh enam rupiah ). Analisis ini terbagi 3 bagian
yaitu: pendekatan ekonomis, kriteria investasi dan implementasi ekonomi.
1. Pendekatan Ekonomis
Pada pendekatan ini akan dibahas mengenai asumsi-asumsi yang
digunakan dalam perhitungan biaya investasi, estimasi pendapatan dan
estimasi biaya. Asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
- Dalam analisis ini, hanya biaya dan manfaat yang dapat dirupiahkan
saja yang dihitung.
- Discount rate, yang ditetapkan adalah 13% yaitu sebesar tingkat suku
bunga pinjaman yang berlakku pada investasi proyek pemerintah.
- Harga pedoman yang dipakai adalah shadow price.
- Nilai residu dari proyek ini adalah sebesar Rp. 5.046.187.200,00 (20%
dari total biaya investasi).
- Umur ekonomis proyek ini diperkirakan 25 tahun (UU No. 28 Tahun
2002 Tentang Bangunan Gedung).
Berikut yang akan dibahas adalah mengenai biaya investasi,
estimasi pendapatan dan estimasi biaya yang digunakan dalam
menganalisis kelayakan investasi Proyek Revitalisasi Pasar Tawangmangu
di Kabupaten Karanganyar.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya awal yang dikeluarkan untuk
membiayai revitalisasi Pasar Tawangmangu. Berikut adalah biaya
investasi revitalisasi Pasar Wisata Tawangmangu:
Tabel 4.9. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan: Revitalisasi Pasar Tawangmangu Kabupaten Karanganyar
No Uraian Pekerjaan Harga I Pekerjaan Persiapan Rp. 179.842.564,40 II Pekerjaan Struktur Rp. 15.020.890.525,59 III Pekerjaan Arsitektur
A Pekerjaan Pasangan dan Plesteran Rp. 1.346.381.293,00 B Pekerjaan Pintu dan Jendela Rp. 649.057.309,03 C Pekerjaan Lantai dan Plafond Rp. 988.155.470,84 D Pekerjaan Finishing Rp. 391.369.811,45
IV Pekerjaan Landscape Rp. 1.428.154.838,28 V Pekerjaan Jembatan Rp. 326.847.609,85 VI Pekerjaan Mekanikal dan Elektrikal Rp. 2.497.424.215,61
Total Rp. 256.922.400,00 Rp. 260.619.300,00 Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Karanganyar, data diolah 2010.
f. Pendapatan Pajak Reklame
Pasar Wisata Tawangmangu memberikan manfaat secara
langsung dalam penerimaan pendapatan dari pajak reklame. Reklame
ini bertempat di jembatan penyeberangan yang menghubungkan
Pasar Wisata Tawangmangu dan terminal Tawangmangu, dengan
ukuran reklame 1,5 x 15 m. Penarikan pajak reklame ini dibagi
menjadi retribusi titik reklame (Rp. 9.000.000,00), pajak reklame
(Rp. 2.187.000,00) dan retribusi tempat lokasi (Rp. 1.487.000,00)
sehingga total yang dapat diperoleh dari pajak reklame yang
bertempat di jembatan penyeberangan Pasar Wisata Tawangmangu
sebesar Rp. 12.674.000,00.
g. Izin Penempatan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar No. 6
Tahun 2007, bahwa jangka waktu izin penempatan untuk kios pasar
selama 5 tahun dan los pasar selama 1 tahun. Berarti dalam 5 tahun
sekali harus memperbarui izin penempatan kios, begitu pula dengan
los 1 tahun sekali harus memperbarui izin penempatan los.
- Kios ukuran 3x4m dan 3x3m
5 tahun sekali (Rp. 65.000,00 x 237 kios) = Rp. 15.405.000,00
- Los ukuran 1,5x2m
1 tahun sekali (Rp. 5.000 x 903 los) = Rp. 4.515.000,00
h. Penarikan Pajak Listrik Pedagang
Penarikan pajak listrik hanya dikenakan bagi pedagang kios
saja, dimana setiap bulannya pedagang harus membayar Rp.
7.500.000,00 (Interview dengan Disperindagkop, 25 Pebruari 2010).
Berarti dalam 1 tahun pedagang harus membayar pajak listrik sebesar
Rp. 90.000.000,00 (12 bulan x Rp. 7.500.000,00).
i. Subsidi Listrik Pemerintah Kabupaten Karanganyar
Pasar Wisata Tawangmangu untuk beroperasi setiap bulannya
mendapatkan subsidi dari Pemerintah Kabupaten Karanganyar
sebesar Rp. 5.000.000,00. Berarti dalam satu tahun Pasar Wisata
Tawangmangu memperoleh subsidi sebesar Rp. 60.000.000,00.
c. Estimasi Biaya
Biaya operasional adalah biaya rutin yang dikeluarkan dalam
proses produksi. Biaya ini meliputi biaya listrik, biaya gaji, biaya
pengelolaan sampah dan kebersihan, dan biaya pemeliharaan bagunan.
1. Biaya Listrik
Pengeluaran biaya listrik, telepon dan air untuk Pasar Wisata
Tawangmangu setiap bulannya sekitar Rp. 12.000.000,00. Sehingga
dalam satu tahun memerlukan biaya sebesar (12 x 12.000.000,00) =
Rp. 144.000.000,00 (Interview dengan Disperindagkop, 25 Pebruari
2010).
2. Biaya Gaji
Biaya gaji sebesar Rp. 60.000.000,00 per tahun adalah gaji
karyawan honorer di luar pegawai Dinas Pengelolaan Pasar, meliputi 4
petugas kebersihan, 4 satpam, 1 petugas listrik (Interview dengan
Sugino, S.E Kepala Pengelola Pasar Wisata Tawangmangu, 25 Pebruari
2010).
- 4 petugas kebersihan Pasar Wisata Tawangmangu
(Rp 600.000,00 x 4) x 12 = Rp 28.800.000,00
- 4 Satpam Pasar Wisata Tawangmangu
(Rp 500.000,00 x 4) x 12 = Rp 24.000.000,00
- Petugas listrik Pasar Wisata Tawangmangu
Rp 600.000,00 x 12 = Rp 7.200.000,00
3. Biaya Pengelolaan Sampah dan Kebersihan
Dari tabel di bawah ini dapat dilihat biaya pembelian alat-alat
kebersihan Pasar Wisata Tawangmangu pada Tahun 2009.
Tabel 4.13. Biaya Pembelian Alat-alat Kebersihan Pasar Wisata Tawangmangu Tahun 2009
No. Keterangan Unit Harga / unit Jumlah Ganti 1. Sepatu boot 4 50.000 200.000 5 tahun 2. Keranjang besar 12 15.000 180.000 2 tahun 3. Keranjang kecil 12 8.000 96.000 2 tahun 4. Sapu lidi 10 5.000 50.000 1 tahun 5. Sapu rayung 10 9.000 90.000 1 tahun 6. Keset 4 40.000 160.000 2 tahun 7. Alat pel 6 30.000 180.000 2 tahun 8. Superpel 40 5.000 200.000 1 tahun 9. Kemoceng 2 7.000 14.000 1 tahun 10. Garuk 2 50.000 100.000 10 tahun 11. Ceker 2 25.000 50.000 10 tahun 12. Sekop 2 45.000 90.000 10 tahun 13 Troli 4 275.000 1.100.000 10 tahun 2.510.000
Sumber : Estimasi biaya pembelian alat-alat kebersihan, 2010.
4. Biaya Pemeliharaan Bangunan
Biaya pemeliharaan fisik pasar dianggarkan 5 tahun sekali
sebesar Rp. 5.000.000,00.
2. Kriteria Investasi
Proyek Revitalisasi Pasar Wisata Tawangmangu merupakan proyek
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar, sehingga untuk
menghitung kelayakan Proyek Revitalisasi Pasar Wisata Tawangmangu ini
digunakan analisis kelayakan investasi proyek.
a. Analisis Kelayakan Investasi Proyek
Beberapa alat analisis yang dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk menilai kelayakan suatu proyek yang sudah berjalan
adalah sebagai berikut: Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Profitability Ratio (PV/K) dan Payback Period.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit
(penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah di-present-
value-kan. Dalam mengkaji usulan suatu proyek dengan
menggunakan metode NPV apabila hasil yang didapat dari
perhitungan menggunakan metode ini positif (NPV ≥ 0), maka
proyek tersebut layak untuk dijalankan. Artinya, suatu proyek
dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV proyek
tersebutsama atau lebih besar dari 0. Jika NPV = 0, berarti proyek
tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost
faktor produksi modal. Sebaliknya apabila hasil yang didapat
negatif (NPV ≤ 0), maka proyek tersebut dianggap tidak layak.
Dari tabel 4.14. dapat diketahui bahwa pada tingkat
discount factor 13%, diperoleh NPV sebagai berikut:
å= +
-=
n
0t ti)(1tCtB
NPV
NPV = -17.053.525.248
Perhitungan Net Present Value (NPV) menunjukan hasil
sebesar – Rp. 17.053.525.248,00 yang berarti bahwa NPV < 0.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Proyek Revitalisasi
Pasar Wisata Tawangmangu yang telah dilaksanakan secara
ekonomis tidak layak.
Tabel 4.14. Perhitungan Net Present Value (NPV) Benefit Cost Net cash flow NPV Th
Surakarta. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi UNS. Tidak dipublikasikan. Khotimah, Khusnul. 2002. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha. Jakarta:
Ghalia Indonesia. Mankiw, N Gregory. 2003. Pengantar Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik (edisi ketiga). Yogyakarta:
BPFE UGM. Moeliono, Anton M. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
119
Pudjosumantro, Muljadi. 1995. Evaluasi Proyek. Yogyakarta: Liberty. Rahardjo, Mugi. Evaluasi Proyek. Progam Pasca Sarjana Magister Ekonomi
dan Studi Pembangunan UNS. Tidak dipublikasikan. Ratnayanti, Rini, et.al. 2006. Analisis Kelayakan Investasi Pada Rumah Sakit
X di Cimahi. Media Teknik Sipil, halaman: 41-46. Institut Teknologi Nasional Bandung.
Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Ekonomika Publik (edisi pertama).
Yogyakarta: BPFE UGM. Sarwoko. 2007. Statistik Inferensi untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: C.V
Andi Offset. Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. New York: John Willey
& Sons Inc. Sinaga, Pariaman. 2008. Makalah Menuju Pasar Yang Berorientasi Pada
Perilaku Konsumen. Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta : Tidak diterbitkan.
Soetrisno. 1985. Dasar-Dasar Evaluasi dan Manajemen Proyek. Yogyakarta:
C.V Andi Offset. Stiglitz, Joseph E. 2000. Economics of the Public Sector. New York: W.W.
Norton & Company, Inc. Sutojo, Siswanto. 1995. Studi Kelayakan Proyek Teori dan Praktek. Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Pressindo. Suara Merdeka. Sabtu, 31 Desember 2005. Rp 22 M untuk Pembangunan
Pasar Tawangmangu. Syahrani, Husnainie. 2003. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun
Hutan dengan Tanaman Buah Durian (Durio Zibethis Murr) di Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Kajian Ekonomi Negara Berkembang, halaman: 137-146. Universitas Mulawarman Samarinda.
Zubir, Zalmi. 2006. Studi Kelayakan Usaha: Dilengkapi Contoh Studi
Kelayakan Usaha Air Minum Kemasan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.