Page 1
ERITRASMA
Putri Amanda Tobo, Isnada Putriani Said
I. DEFINISI
Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang lebih dari 100 tahun
dianggap sebagai penyakit jamur. Burchard melukiskan penyakit ini sebagai
penyakit kulit yang disebabkan oleh Actynomycetes, Nocardia minitussima
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan sediaan langsung, ditemukan
struktur seperti hifa halus pada tahun 1859. Sarkani, dkk (1962) menemukan
Corynebacterium sebagai etiologi penyakit eritrasma berdasarkan penelitian
biakan. 1
Eritrasma merupakan penyakit bakteri kronik pada stratum korneum
yang disebabkan oleh Corynebacterium minitissismum, ditandai dengan lesi
berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha.
Eritrasma bisa terjadi di segala usia, tapi lebih sering terjadi pada dewasa. Kulit
yang lembab, udara yang lembab, pakaian yang ketat, sepatu yang sempit, dan
hiperhidrosis merupakan faktor-faktor mempengaruhi perjalanan penyakit
ini.1,2,3
II. ETIOLOGI
Eritrasma adalah salah satu penyakit bakteri yang selama lebih dari 100
tahun lamanya dianggap sebagai penyakit jamur. Burchard melukiskan
penyakit ini sebagai penyakit kulit yang disebabkan oleh Actinomycetes,
Nocardia minitussima berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan sediaan
langsung dengan ditemukan susunan struktur semacam hifa halus.1
Klinis infeksi dapat terjadi pada usia berapa pun tetapi lebih umum di
antara orang dewasa daripada anak-anak. Di lembaga-lembaga, kejadian dapat
meningkat terus seiring dengan pertambahan usia. Normal, insidens di sela-sela
jari kaki adalah 30%, pada daerah inguinal 18% dan daerah ketiak 4%.2,3
Corynebacterium minitissismum, berciri-ciri pendek, batang Gram
positif dengan butiran subterminal. Penyakit ini bersifat universal, namun lebih
1
Page 2
banyak terlihat di daerah tropik. Dalam sebuah penelitian di daerah beriklim
sedang, 20 persen dari subyek yang dipilih secara acak ditemukan mengalami
erythrasma dari pemeriksaan lampu Wood. Erythrasma lebih sering terjadi
pada laki-laki dan dapat terjadi dalam bentuk tanpa gejala di daerah
genitokrural.1,2
III. PATOGENESIS
Kelompok jamur Actynomicetes yaitu Nocardia minutissima diduga
sebagai penyebab utama eritrasma. Saat ini bakteri batang gram positif yang
ditemukan pada pemeriksaaan eritrasma adalah Corynebacterium
minutissimum. Bakteri ini bersifat lipofilik, tidak memiliki spora, aerob dan
katalase positif. Organisme lipofilik ini berkolonisasi pada daerah yang kaya
akan lipid atau sebum seperti pada lipatan ketiak. Bakteri ini
mempermentasikan glukosa, dextrose, sukrosa, maltose dan manitol.2,4
Corynebacteria menyerang sepertiga atas stratum korneum, di bawah
kondisi yang menguntungkan seperti panas dan kelembaban, organisme ini
berkembang biak. Stratum korneum menebal. Organisme yang menyebabkan
eritrasma terlihat di ruang-ruang antar serta dalam sel, melarutkan fibril
keratin. Fluoresensi karang merah sisik dilihat di bawah sinar Wood adalah
sekunder untuk produksi porfirin oleh diphtheroid ini.5
Corynebacterium minutissimum berada pada lapisan superfisial stratum
korneum, dan tidak berpenetrasi kepada lapisan epithelium yang masih baik
atau jaringan ikat dalam keadaan normal. Bakteri ini menginvasi bagian
superfisial stratum korneum pada kondisi yang cenderung panas dan
kelembaban, organisme ini berkembang biak akibat gangguan pada flora
normal yang diikuti oleh kerusakan pada barrier kulit, sehingga menyebakan
stratum korneum menjadi tebal. Bakteri ini dapat dilihat di rongga antar sel,
seperti juga di sel-sel, menghancurkan fibril-fibril keratin. Bakteri ini
menghasilkan porfirin seperti pada hampir seluruh Corynebacteria. Substansia
fluoresensi adalah senyawa porfirin yang larut air sehingga tidak bisa dilihat
pada daerah yang baru saja dicuci.2,4
2
Page 3
IV. GEJALA KLINIS
Gejala Biasanya asimtomatis. Durasi minggu ke bulan sampai
bertahun-tahun. Sering salah didiagnosis sebagai tinea cruris atau pedis. Lesi
kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat, dapat berupa maserasi,
erosi, atau pecah-pecah, Sering simetris, Lesi eritroskuamosa dengan
berskuama halus dan kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklatan, pasca
inflamasi hiperpigmentasi di individu lebih berat melaniz. Variasi ini rupanya
bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. 1,2
Eritrasma terdeteksi oleh pemeriksaan lampu wood. Gambaran klinis
memperlihatkan lesi yang terjadi paling sering pada intertrigenosa, aksila, dan
intergluteal. Lesi juga kadang-kadang terlihat pada daerah lain, terutama pada
penderita gemuk. 1,2
Penyakit ini terutama menyerang pria dewasa dan dianggap tidak
begitu menular, eritrasma tidak menimbulkan keluhan obyektif, kecuali bila
terjadi ekzematisai oleh karena penderita bekeringat banyak atau terjadi
maserasi pada kulit.1
Gambar 2. Eritrasma.Tampak gambaran merah-kecoklatan pada daerah lipatan ketiak (A)
dan daerah inguinal(B).Pemeriksaan lampu Wood akan memperlihatkan effloresensi merah
terang.3
Beberapa penulis beranggapan ada hubungan erat antara eritrasma
dengan diabetes mellitus. Penyakit ini terutama menyerang pria dewasa dan
3
Page 4
umumnya tidak menular berdasarkan observasi pada pasangan suami istri yang
biasanya tidak terserang penyakit tersebut secara bersama-sama. Eritrasma
tidak menimbulkan keluhan subjektif, kecuali bila ada ekzematisasi oleh
karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.1
V. DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Erythrasma umumnya menyerang inguinal, ketiak, dan lipatan sub
mammae dan ditandai oleh plak yang merupakan cahaya warna kopi meskipun
mereka juga bisa menjadi merah menyala pada awalnya sebelum menjadi
coklat. Lesi dapat belang-belang atau mencakup wilayah hingga 10 cm atau
lebih. Mereka juga mungkin polisiklik, memiliki batas yang tajam, dan akan
dibahas dalam skala baik. Lesi biasanya tanpa gejala, meskipun beberapa
pasien mungkin melaporkan pruritus ringan. Perjalanan penyakit yang kronis
dan remisi tidak cenderung terjadi. Lesi di ruang interdigital dari kaki ditandai
dengan plak-plak eritematosa, maserasi, scaling, melepuh, vesikel, dan bau
busuk. Ketika kuku yang terlibat ini akhirnya kuning dan menunjukkan
penebalan dan pembentukan tonjolan.6
PEMERIKSAAN FISIS
Pada pemerikaan fisis tampak lesi berbentuk tidak teratur dan berbatas
tegas, diawali dengan kemerahan, tapi kemudian menjadi coklat. Lesi yang
baru teraba halus, tapi lesi yang lama cenderung mengerut atau bersisik.
Bentuk umumnya, berbatas tegas, plak merah kecoklatan mungkin mencakup
wilayah yang luas di daerah dada dan tungkai. Kebanyakan lesi tidak memiliki
gejala khusus, tetapi di daerah tropis, iritasi lesi pada daerah inguinal dapat
menyebabkan pasien menggaruk dan terjadi penebalan.2,3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
Page 5
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi
merah membara (coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin.
Pencucian atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan
mengakibatkan hilangnya fluoresensi. 1,4
Gambar 3. Eritrasma pada pemeriksaan lampu Wood 6
Eritrasma adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan oleh
spesies Corynebacterium Gram-positif. Efluoresensi merah di bawah sinar
Wood, memberi kesan erithrasma, dapat dikaitkan dengan adanya porfirin.
Analisis urutan rRNA 16S mengungkapkan koloni menjadi Corynebacterium
aurimucosum dan Microbacterium oxydans. Analisis HPLC menunjukkan
bahwa Coproporphyrin III (vliw III) jelas meningkat, meskipun jumlah
protoporfirin yang berkurang. Hasil ini menunjukkan bahwa zat neon adalah
vliw III. Penelitian ini mendukung pandangan bahwa vliw III disintesis oleh
Corynebacterium aurimucosum dan Micobacterium oxydans menyebabkan
akumulasi porfirin dalam jaringan kulit, yang memancarkan efluoresensi merah
membara saat terkena sinar Wood.5
Cara pengambilan bahan untuk sediaan langsung dengan cara
mengerok. Lesi dikerok dengan skalpel tumpul atau pinggir gelas obyek.
Bahan kerokan kulit ditambah satu tetes eter, dibiarkan menguap. Bahan
tersebut yang lemaknya sudah dilarutkan dan kering ditambah biru metilen
atau biru laktofenol, ditutup dengan gelas penutup dan dilihat di bawah
mikroskop dengan pembesaran 10 x 100. Bila sudah ditambah biru laktofenol,
5
Page 6
susunan benang halus belum terlihat nyata, sediaan dapat dipanaskan sebentar
di atas api kecil dan gelas penutup ditekan, sehingga preparat menjadi tipis.1
Pada pemeriksaan sediaan langsung didapatkan mikroorganisme yang
terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u atau kurang,
yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid. Kultur biasanya
tidak diperlukan.1,2
Kerokan kulit yang terkena akan menunjukkan adanya bakteri dan
filamen halus jika diwarnai dengan pewarnaan Gram, Giemsa atau bahkan
dengan pewarnaan sederhana Kalium hidroksida. Pada kultur jaringan media
199 (tanpa antibiotik) dengan 20% serum dan 2% agar menghasilkan koloni
dengan flourensi merah terang di bawah lampu Wood setelah 18-36 jam,
namun tes konfirmasi ini biasanya terlalu diperlukan jika manifestasi klinis
khas dan pemeriksaan lampu Woodpasien positif.2
VI. DIAGNOSIS BANDING
Pityriasis Versicolor
Kelainan kulit ini sangat superfisial dan ditemukan terutama di
badan.Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak
teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus.Bercak-bercak tersebut
berflouresensi bila dilihat dengan lampu Wood. Flouresensi akan berwarna
kuning keemasan dan pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan
KOH 20% terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang
berkelompok.7
6
Page 7
Gambar 4. Eritrasma hiperpigmentasi 7
Tinea Cruris
Pada tinea kruris, awalnya dijumpai ruam berupa eritema yang
kemudian dapat berubah menjadi plak dan berskuama dengan batas tegas, tapi
lesi tampak lebih eritema dan terdapat central healing. Kulit penis mungkin
terlibat. Pemeriksaan laboratorium, baik sediaan langsung dengan KOH 10%
maupun histopatologi dengan pewarnaan PAS akan ditemukannya elemen-
elemen dermatofit seperti hifa dan spora, sedang pemeriksaan kultur dengan
SDA didapatkan pertumbuhan sepsis dermatofita.7
Gambar 5. Tinea cruris. Plak erithematous berbatas tegas pada daerah inguinal
dan pubis.7
7
Page 8
VII. PENATALAKSANAAN
Pencegahan atau profilaksis 3,4
Mencuci dengan benzoil peroksida.Obat bubuk (tidak menggunakan
bubuk jagung pati). Antiseptik topikal gel : isopropil, etanol.
Terapi Topikal 1,3,6
Lebih baik diberikan Benzoil peroksida (2.5%) gel setiap hari, setelah
mandi, selama 7 hari. Dapat juga diberikan Eritromisin atau Klindamisin
topikal dua kali sehari selama 7 hari. Anti jamur sperktrum luas yaitu
clotrimazole, miconazole, atau econazole.
Terapi Oral1,2,3,6
Eritromisin merupakan obat pilihan. Satu gram sehari (4 x 250 mg) untuk
2-3 minggu.Alternatifantibiotik juga dapat diberikan tetrasiklin selama 7
hari.Hasil yang baik juga telah dilaporkan dengan dosis tunggal 1 g
Clarithromycin. Meskipun Clarithromycin adalah obat lebih mahal.
VIII. PROGNOSIS
Penyakit ini dapat tetap asimtomatik selama beberpa tahun atau
mungkin mengalami periodik eksaserbasi. Kambuh kadang-kadang terjadi
bahkan setelah pengobatan antibiotik berhasil. Perjalanan penyakit dan
prognosis eritrasma sangat menguntungkan jika perawatan yang tepat
disediakan. Menginstrusikan pasien pada langkah-langkah membersihkan diri
yang tepat sangat penting untuk mengurangi paparan konstan terhadap panas
dan lembab dan demikian juga menghindari infeksi bakteri dan jamur.
Prognosis cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan menyeluruh.1,2,6
DAFTAR PUSTAKA
8
Page 9
1. Budimulja U. Eritrasma. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke-5. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal 100-
101, 200-202, 334-335.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Ed.
United Stated of America: Mc Graw Hill; 2008. P 1708-1709.
3. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th Ed.United States: The McGraw-Hill Companies;
2009. P 592-3.
4. Arnold HL, Odom RB James WD, editor. Andrews’ Diseases of the
Skin. Clinical Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: W.B.Saunders,
Elsevier: 2006. P 267-8.
5. Yasuma A, Ochiai T. Exogenous coproporphyrin III production by
Corynebacterium aurimucosum and Microbacterium oxydans in
erythrasma lesions. Journal of Medical Microbiology. 2011. P 1038–
1042.
6. Morales ML, Arenas R. Interdigital Erythrasma. Clinical
Epidemiologic, and Microbiologic Findings. Actas Dermosifiliogr.
2008. P 469-73.
7. Sobera Jenny O, Elewski Bony E. Fungal Disease. Bolognia
Dermatology. 2nd Ed. MOSBY. Chapter 76.
9