BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772, walaupun sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan terbakar yang disebabkan oleh bermacam- macam sebab. 1,2 Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran, kaligata. 2 Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25% populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik. Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari pengobatan di unit gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang dirawat di UGD. 1 Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup seseorang. 3 Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek. Namun, ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau dokter yang merawat. 4 Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772,
walaupun sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai
dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan
terbakar yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab.1,2 Urtikaria juga kadang
dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran, kaligata.2
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25%
populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik.
Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari
pengobatan di unit gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit
paling umum yang dirawat di UGD.1 Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama
lebih dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.3
Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek. Namun,
ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau dokter
yang merawat.4 Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang dicurigai telah
ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil
seperti yang diharapkan.2 Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah
umum untuk mencegah atau menghindari faktor pemicu dan farmakoterapi.
Penatalaksanaan tersebut distratifikasikan menjadi first-line therapy, second-line
therapy, dan third-line therapy.3
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan
urtikaria.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat
dikelilingi halo.2
B. Anatomi dan Fisiologi Kulit
1. Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Lapisan luar
kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah dermis atau korium.5
Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (stratum germinativum).
Fungsi epidermis sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan
sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel langerhans).5
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler yang
merupakan lapisan tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis berfungsi
sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing
forces dan respon inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau
2
Gambar 1. Lapisan Epidermis Kulit.6
hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak, berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi.5
2. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi, dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit
berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.5
C. Epidemiologi
Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria
(kronis, akut, atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi pada suatu waktu dalam
hidup mereka. Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi hingga 0,5-1,5% populasi
semasa hidupnya. Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan atopi. Insiden
urticaria kronis tidak meningkat pada orang dengan atopi. Data epidemiologi urtikaria
3
Gambar 2. Anatomi Kulit.7
berdasarkan usia menunjukkan bahwa urtikaria akut paling sering terjadi pada anak
dan dewasa muda, sedangkan CIU lebih sering terjadi pada dewasa dan wanita
setengah baya.4
Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan prevalensi urtikaria kronik yang signifikan pada perempuan (0.48%)
daripada laki-laki (0.12%). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan prevalensi urtikaria kronik berdasarkan status ekonomi, lokasi geografis,
atau luas wilayah suatu kota. Sedangkan insidensi urtikaria akut pada suatu kota
dengan penduduk lebih dari 500.000 orang mempunyai frekuensi urtikaria akut yang
secara signifikan lebih tinggi daripada wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari
500.000.8
D. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain: 2
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik)
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara
non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya
opium dan zat kontras.2
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,
kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.2
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).2
4. Bahan fotosenzitiser
4
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.2
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).2
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect
repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.2
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,
dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non
imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa
menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena Darier.2
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,
virus, jamur, maupun infestasi parasit.2
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .2
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant.2
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi
lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.2
B. Klasifikasi
5
Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada
etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria
dan banyak kasus karena idiopatik.3 Terdapat bermacam-macam klasifikasi urtikaria,
berdasarkan lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik.
Klasifikasi urtikaria yang lain tampak pada tabel 1.3,9
Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria
Ordinary urticarias
Acute urticaria
Chronic urticaria
Contact urticaria
Physical urticarias
Dermatographism
Delayed dermatographism
Pressure urticaria
Cholinergic urticaria
Vibratory angioedema
Exercise-induced urticaria
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria
Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy
Urticarial vasculitis
1. Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya hilang
dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan
6
atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau
rekuren.3
2. Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6
minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat
mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.3
3. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat
di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak
dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-
independen).3
4. Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan
merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang
tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah kulit digores.9,10 Dermographism
tampak sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang
sementara muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi,
kulit biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.9
b. Delayed dermographism
7
Gambar 3. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal.9
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa
immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul
eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.9
c. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal, sering
disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.
Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk
pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan
dengan tangan.9
d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat
berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena
paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena
getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan
yang diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing
pada wajah. 9,10
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).
Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan
dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara
paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata
durasi episode adalah 12 jam.9
8
Gambar 4. Delayed Pressure Urticaria pada Kaki.11
Gambar 5. Cold Urticaria. 9
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic
urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan
biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh
flare eritema sedikit atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.9,10
g. Local heat urticaria
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam
beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit
setelah kulit terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti
terbakar, tersengat, dan menjadi merah, bengkak dan indurasi. 9,10
9
Gambar 6. Cold Urticaria. 9
Gambar 7. Local Heat Urticaria. 12
h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-
kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar
matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil
dan neutrofil dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A
(UVA), UVB, dan sinar/cahaya yang terlihat.9
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari
pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang
berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan
olahraga/exercise sebagai stimulusnya. 9
j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang
terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran
norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus
seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan coklat.9,10
Antihistamin H1 non sedatif Antihistamin H1 non sedatif
Antihistamin H1 non sedatif+
Kortikosteroid oral
Epinefrin subkutan↓
Kortikosteroid sistemik(oral atau IV)
↓Antihistamin H1 (IM)
NAC: not adequately controlled
Gambar 12. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Akut.20
Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal,
namun sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus. Meskipun
demikian, faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau dihilangkan. Kami
menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria akut ringan seharusnya memulai
pengobatan dengan antihistamin H1 non sedatif. Pada pasien dengan urtikaria akut
sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif seharusnya juga menjadi terapi pilihan
utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan secara adekuat, pemberian
kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan. Pada pasien yang
menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress pernapasan, asma, atau
edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa epinefrin subkutan,
kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin H1 intramuskuler.20
26
Identifikasi dan menghilangkan penyebab.
Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)
NAC: not adequately controlled
NAC
Antihistamin H1 non sedatif
NAC
Antihistamin H1 non sedatif+
Tambahan obat:antihistamin H1 pada malam hari, antidepresan trisiklik, antihistamin H2.
Antihistamin H1 + kostikosteroid oral jangka
pendek + pencarian/penanganan untuk urtikaria karena vaskulitis,
faktor tekanan, dan lain-lain + dicoba obat lain
Gambar 13. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Kronik.20
Urtikaria kronik memberikan tantangan yang agak banyak dan seharusnya selalu
dirujuk ke spesialis untuk evaluasi diagnostik dan program penanganan. Strategi
penanganan awal seharusnya kembali menggunakan antihistamin H1 non sedatif.
Terapi tambahan lain mungkin berguna, yaitu antihistamin H1 sedatif menjelang tidur,
antidepresan trisiklik, atau antihistamin H2. Sebagai tambahan antihistamin H1
mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan kortikosteroid jangka pendek dengan
harapan dapat memotong siklus penyakit.20
H. Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.2
27
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan
1. Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan non-
imunologik.
2. Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah umum untuk
mencegah atau menghindari faktor pemicu dan farmakoterapi.
3. Edukasi kepada pasien dan antagonis reseptor histamine H1 merupakan first-
line therapy urtikaria.
D. Saran
1. Penatalaksanaan urtikaria sebaiknya menggunakan stratifikasi terapi yaitu
first-line therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.
2. Pada dekade selanjutnya, diharapkan terdapat penelitian-penelitian yang
meneliti tentang penatalaksanaan urtikaria secara holistik sehingga dapat
menolong memperbaiki kualitas hidup para penderita urtikaria.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine, Artikel. Diakses 17 Desember 2009, dari http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print
2. Djuanda, A. (2008). sIlmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Poonawalla, T., Kelly, B. (2009). Urticaria – a review. Am J Clin Dermatol; 10(1): 9-21.
4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 15 Desember 2009, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print
5. Perdanakusuma, D.S. (2008). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Kulit. Surabaya Plastic Surgery, Artikel. Diakses 16 Desember 2009, dari http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com/2008/05/anatomi-fisiologi-kulit-dan-penyembuhan.html
6. Anonim. (2009). Epidermal Layer. Wordpress, Gambar. Diakses 16 Desember 2009, dari http://sekolahperawat.files.wordpress.com/2009/02/kulit1-copy.jpg
7. Anonim. (2009). Skin Anatomy and Physiology. Gambar. Diakses 16 desember 2009, dari http://www.essentialdayspa.com/images/emerginc/Skin_Anathomy_and_Physiology.gif
8. Gaig, P., Olona1, M., Lejarazu, D.M., et al. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J Invest Allergol Clin Immunol; 14(3): 214-220
9. Hasan. (2009). Urtikaria. Wordpress, Artikel. Diakses tanggal 15 desember 2009, dari http://drhasan.files.wordpress.com/2009/02/refurtikariafh.doc
10. Siahaan, J. (2009). Urtikaria/Biduran. Blogspot, Artikel. Diakses 16 Desember 2009, dari http://jeksonsiahaansked.blogspot.com/2009/05/urtikariabiduran.html
11. Anonim. (2009). Urticaria. Gambar. Diakses tanggal 16 Desember 2009, dari http://www.urticaria.thunderworksinc.com/pages/UrticariaPhotos/images/foot1.jpg
12. Anonim. (2006). Urticaria Info. Steadyhealth, Gambar. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://www.steadyhealth.com/articles/user_files/4542/Image/687_urticaria.jpg
13. Ngan, V. (2009). Solar Urticaria. Dermnet, Gambar. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://dermnetnz.org/reactions/img/solar-urticaria-s.jpg
14. Kolodziej, K. (2005). Asthma and Exercise-Induced Anaphalaxis: A Case Study. Cfkeep, Gambar. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://www.cfkeep.org/html/phpThumb.php%3Fsrc%3D/uploads/uticaria.jpg
15. Lipsker, D. (2004). Schnitzler Syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tabnggal 17 Desember 2009, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-schnitzler.pdf
16. Grateau, G.(2005). Muckle-Wells syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-MWS.pdf
17. Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
18. Irga. (2009). Urtikaria. Blogspot, Artikel. Diakses 16 Desember 2009, dari http://irwanashari.blogspot.com/2009/03/urtikaria.html
19. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.
20. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UMY.