Top Banner
4 BAB II DASAR TEORI Untuk melakukan perhitungan pada komponen mesin ini diperlukan dasar- dasar perhitungan yang sudah menjadi standar internasional. Perhitungan ini akan memperkecil ketidaksesuaian (error factor) dari material maupun komponen mesin. Hal-hal yang berkaitan dengan perancangan mesin ini meliputi: 1. Screw Conveyor Screw Conveyor merupakan suatu alat yang berupa pipa ulir yang disusun pada pipa atau poros yang berputar di dalam tabung tetap untuk memindahkan berbagai jenis material yang mempunyai daya alir menurut “CEMA Materials Classification Standart” berarti tingkat kebebasan partikel suatu material yang secara individu bergerak saling mendahului satu partikel yang lainnya. Karakteristik ini penting dalam operasi screw conveyor. Dari beberapa jenis penerapan srew conveyor pada dasarnya diambil dari 2 faktor, yaitu karakteristik dari material yang diangkut dan keuntungan dari penggunaan screw conveyor. 1.1 menentukan ukuran dan kecepatan screw conveyor Untuk menentukan ukuran dan kecepatan screw conveyor dapat dilihat pada lampiran 7. - Kapasitas scew conveyor dalam ft 3 /jam tiap rpm ( CEMA-screw conveyor, 1971: 25 ) : = .........................................( 2.1 ) Dimana : C = kapasitas screw conveyor dalam ft 3 / jam D s = diameter scew conveyor dalam inchi D p = diameter pipa dalam inchi
21

elemen mesin bab 2.pdf

Oct 26, 2015

Download

Documents

elemen mesin bab 2.pdf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: elemen mesin bab 2.pdf

4

BAB II

DASAR TEORI

Untuk melakukan perhitungan pada komponen mesin ini diperlukan dasar-

dasar perhitungan yang sudah menjadi standar internasional. Perhitungan ini akan

memperkecil ketidaksesuaian (error factor) dari material maupun komponen mesin.

Hal-hal yang berkaitan dengan perancangan mesin ini meliputi:

1. Screw Conveyor

Screw Conveyor merupakan suatu alat yang berupa pipa ulir yang disusun

pada pipa atau poros yang berputar di dalam tabung tetap untuk memindahkan

berbagai jenis material yang mempunyai daya alir menurut “CEMA Materials

Classification Standart” berarti tingkat kebebasan partikel suatu material yang

secara individu bergerak saling mendahului satu partikel yang lainnya.

Karakteristik ini penting dalam operasi screw conveyor.

Dari beberapa jenis penerapan srew conveyor pada dasarnya diambil dari 2

faktor, yaitu karakteristik dari material yang diangkut dan keuntungan dari

penggunaan screw conveyor.

1.1 menentukan ukuran dan kecepatan screw conveyor

Untuk menentukan ukuran dan kecepatan screw conveyor dapat dilihat pada

lampiran 7.

- Kapasitas scew conveyor dalam ft3/jam tiap rpm ( CEMA-screw

conveyor, 1971: 25 ) :

= .........................................( 2.1 )

Dimana :

C = kapasitas screw conveyor dalam ft3 / jam

Ds = diameter scew conveyor dalam inchi

Dp = diameter pipa dalam inchi

Page 2: elemen mesin bab 2.pdf

5

p = pitch dari screw conveyor dalam inchi

K = prosentase dari pembebanan tabung ( % )

- Kecepatan screw conveyor dapat dhitung dengan rumus ( CEMA-screw

conveyor, 1971:25 ) :

N = ……………..( 2.2 )

Dimana :

N = kecepatan dari ulir ( rpm )

( N tidak boleh lebih dari kecepatan maksimum yang dianjurkan )

- Daya untuk memuter screw conveyor

Daya yang dibutuhkan adalah daya total dari gesekan conveyor ( HPf )

dan daya untuk memindahkan material pada ukuran tertentu ( HPm )

dikalikan dengan faktor beban lebih ( FO ) dan dibagi efisiensi

penggerak total ( e ). ( CEMA-screw conveyor 1971:36 ) :

HPf = …………………………………………..( 2.3 )

Dimana :

L = panjang dari conveyor dalam ft

N = kecepatan screw conveyor dalam rpm

Fd = diameter conveyor factor

Fb = hanger bearing factor

HPm = ………………………………..( 2.4 )

Dimana :

C = kapasitas screw conveyor dalam ft3 / jam

W = berat jenis material dalam lbs / ft3

Ff = flight factor

Fm = material factor

Fp = paddle factor

Page 3: elemen mesin bab 2.pdf

6

HP = ............................................................( 2.5 )

Dimana :

Fo = over load factor

e = efisiensi penggerak ( % )

HPm = daya untuk memindahkan material ( HP )

HPf = daya total karena gesekan conveyor ( HP )

2. Puli dan Sabuk

Puli merupakan salah satu elemen dalam mesin yang mereduksi putaran dari

motor bensin menuju reducer, ini juga berfungsi sebagai kopling putaran motor

bensin dengan reducer. Puli dapat terbuat dari besi cor, baja cor, baja pres, atau

aluminium.

Sabuk berfungsi sebagai alat yang meneruskan daya dari satu poros ke poros

yang lain melalui dua puli dengan kecepatan rotasi sama maupun berbeda. Tipe

sabuk antara lain: sabuk flat, sabuk V, dan sabuk circular. Faktor-faktor dalam

perencanaan sabuk:

1. Perbandingan kecepatan

Perbandingan antara kecepatan puli penggerak dengan puli pengikut ditulis

dengan persamaan sebagai berikut (Khurmi dan Gupta, 2002):

2

1

1

2

DD

NN

= ………………………………………………………………...( 2.6 )

dengan:

D1 = Diameter puli penggerak (mm)

D2 = Diameter puli pengikut (mm)

N1 = Kecepatan puli penggerak (rpm)

N2 = Kecepatan puli pengikut (rpm)

Page 4: elemen mesin bab 2.pdf

7

T1

c

T2

DP1 Dp2

Gambar 2.1. Panjang sabuk dan sudut kontak pada sabuk terbuka

(Khurmi dan Gupta, 2002)

2. Perhitungan panjang sabuk

( Sularso dan Suga,170,1978 )

L = 2C + π/2 ( Dp + dp ) + ¼c ( Dp – dp )²…………………………… ( 2.7 )

dengan:

L = panjang sabuk ( cm )

C = jarak sumbu poros ( m )

Dp = diameter puli besar ( m )

dp = diameter puli kecil ( m )

3. jarak antara kedua poros

( Sularso dan Suga,170,1978 )

C = b + √b² - 8 ( Dp – dp )²........................................................................( 2.8 )

8

dimana :

b = 2h – 3,14 ( Dp – dp )............................................................................( 2.9 )

4. Sudut singgung sabuk dan puli

(Khurmi dan Gupta, 2002 )

Page 5: elemen mesin bab 2.pdf

8

sin α = X

rr 21 - ...........................................................................................( 2.10 )

dengan :

α = sudut singgung sabuk dan puli ( ˚ )

R = jari-jari puli besar ( m )

r = jari-jari puli kecil ( m )

5. Sudut kontak puli

(Khurmi dan Gupta, 621, 1980 )

q = ( 180 + 2.α ) π180 ...............................................................................( 2,11 )

q = sudut kontak puli ( ˚ )

6. Kecepatan linier sabuk

V =60

.. ndp ( m/s )

dengan :

d = diameter puli roll ( m )

n = putaran roll ( rpm )

7. Gaya sentrifugal

(Khurmi dan Gupta, 621,1980 )

Tc = m . ( V )²…………………………………………………………( 2.12 )

dengan :

Tc = tegangan sentrifugal

m = massa sabuk ( kg/m )

V = kecepatan keliling sabuk ( m )

8. Besarnya gaya yang bekerja pada sabuk V

(Khurmi dan Gupta, 621,1980 )

Page 6: elemen mesin bab 2.pdf

9

2,3 log mq=--

TcTTcT

t

t

2

1 ………………………………………………….( 2.13 )

1tT = tegangan total sisi kencang (N)

2tT = tegangan total sisi kendor (N)

m = koefisien geser antara sabuk dan puli

q = sudut kontak puli (rad)

9. Perhitungan Penggunaan Jumlah Sabuk

( Khurmi dan Gupta, 621,1980 )

Ps = ( 1T – 2T ) . V....................................................................................( 2.14 )

P = Ps : daya yang ditransmisikan sabuk ( watt )

1T = F1 : gaya tegang sabuk sisi kencang ( kg )

2T = F2 : gaya tegang sabuk sisi kendor ( kg )

V = kecepatan linier ( m/s )

10. Jumlah Sabuk Yang Diperlukan

(Sularso dan Suga,173,1987)

N =s

d

PP

…………………………………………………………………..( 2.15 )

3. Bantalan

Bantalan adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk menumpu poros

yang berbeban dan mengurangi gesekan pada poros, sehingga putaran poros dapat

berlangsung secara halus. Pelumas digunakan untuk mengurangi panas yang

dihasilkan dari gesekan tersebut. Secara garis besar bantalan dapat

diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu (Sularso dan Suga, 1987):

1. Bantalan Luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan antara poros dengan bantalan yang

dapat menimbulkan panas yang besar sehingga untuk mengatasi hal tersebut

diberikan lapisan pelumas antara poros dengan bantalan.

Page 7: elemen mesin bab 2.pdf

10

2. Bantalan Gelinding

Pada bantalan gelinding ini terjadi gesekan antara bagian yang berputar

dengan bagian yang diam melalui elemen gelinding, sehingga gesekan yang

terjadi menjadi lebih kecil.Berdasarkan arah beban terhadap poros bantalan

dibagi menjadi 3 macam yaitu (Sularso dan Suga, 1987):

1. Bantalan radial

Pada bantalan ini arah beban adalah tegak lurus dengan sumbu poros.

2. Bantalan aksial

Pada bantalan ini arah beban adalah sejajar dengan sumbu poros.

3. Bantalan gelinding khusus

Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus

dengan sumbu poros.

Gambar 2.2. Jenis-jenis bantalan gelinding (Sularso dan Suga, 1987)

Page 8: elemen mesin bab 2.pdf

11

4. Poros

Poros merupakan bagian yang berputar, dimana terpasang elemen pemindah

gaya, seperti roda gigi, bantalan dan lain-lain. Poros bisa menerima beban-beban

tarikan, lenturan, tekan atau puntiran yang bekerja sendiri-sendiri maupun

gabungan satu dengan yang lainnya. Kata poros mencakup beberapa variasi

seperti shaft atau axle (as). Shaft merupakan poros yang berputar dimana akan

menerima beban puntir, lenturan atau puntiran yang bekerja sendiri maupun

secara gabungan. Sedangkan axle (as) merupakan poros yang diam atau berputar

yang tidak menerima beban puntir (Khurmi, R.S., 2002).

Jenis poros yang lain (Sularso, 1987) adalah jenis poros transmisi. Poros ini

akan mentransmisikan daya meliputi kopling, roda gigi, puli, sabuk, atau sproket

rantai dan lain-lain. Poros jenis ini memperoleh beban puntir murni atau puntir

dan lentur.

Untuk merencanakan suatu poros maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai

berikut (Sularso dan Suga, 1987):

1. Kekuatan Poros.

Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau gabungan

antara puntir dan lentur, juga ada poros yang mendapatkan beban tarik atau

tekan. Oleh karena itu, suatu poros harus direncanakan hingga cukup kuat

untuk menahan beban-beban di atas.

2. Kekakuan Poros.

Meskipun suatu poros mempunyai kekuatan cukup tetapi jika lenturan

puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian atau getaran dan

suara, karena itu disamping kekuatan poros, kekakuannya juga harus

diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros

tersebut.

Page 9: elemen mesin bab 2.pdf

12

3. Korosi.

Baja tahan korosi dipilih untuk poros. Bila terjadi kontak fluida yang

korosif maka perlu diadakan perlindungan terhadap poros supaya tidak terjadi

korosi yang dapat menyebabkan kekuatan poros menjadi berkurang.

4. Bahan Poros.

Poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin

dan finishing, baja konstruksi mesin yang dihasilkan dari ingot yang di ”kill”

(baja yang dideoksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor, kadar karbon

terjamin). Meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan

dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang. Poros-

poros untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari

baja paduan dengan pengerasan kulit yang tahan terhadap keausan.

Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk poros

menggunakan persamaan sebagai berikut (Khurmi dan Gupta, 2002):

1. Torsi

N

PT

..2.60p

= .................................................................................(2.16)

Keterangan :

T = Torsi maksimum yang terjadi (kg.m).

P = Daya motor (W).

N = Kecepatan putaran poros (rpm).

2. Torsi ekivalen

22 TMTe += ...................................................................... ( 2.17 )

Diameter poros :

3..16

s

eTd

tp= ..........................................................................( 2. 18 )

Page 10: elemen mesin bab 2.pdf

13

Keterangan :

Te = Torsi ekivalen (kg.m).

T = Torsi maksimum yang terjadi (kg.m).

M = Momen maksimum yang terjadi (kg.m).

t s = Tegangan geser maksimum yang terjadi (kg/cm2).

d = Diameter poros (cm).

3. Momen ekivalen

Me = [ ]22

21

TMM ++ ....................................................( 2.19 )

Diameter poros :

3.

.32

b

eMd

sp= …………………………………………………... ( 2.20 )

Keterangan :

Me = Momen ekivalen (kg.m).

s b = Tegangan tarik maksimum yang terjadi (kg/cm2).

5. Statika

Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statika dari suatu beban

terhadap gaya-gaya dan juga beban yang mungkin ada pada bahan tersebut.

Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi

suatu obyek tinjauan utama dan meliputi gaya luar dan gaya dalam. Gaya luar

adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada

umumnya menciptakan kestabilan konstruksi.

Page 11: elemen mesin bab 2.pdf

14

Gambar 2.3. Sketsa prinsip statika kesetimbangan ( Popov, 1996 )

Jenis bebannya dibagi menjadi:

1. Beban dinamis adalah beban sementara dan dapat dipindahkan pada

konstruksi.

2. Beban statis adalah beban yang tetap dan tidak dapat dipindahkan pada

konstruksi.

3. Beban terpusat adalah beban yang bekerja pada suatu titik.

4. Beban terbagi adalah beban yang terbagi merata sama pada setiap satuan luas.

5. Beban terbagi variasi adalah beban yang tidak sama besarnya tiap satuan luas.

6. Beban momen adalah hasil gaya dengan jarak antara gaya dengan titik yang

ditinjau.

7. Beban torsi adalah beban akibat puntiran.

Beban

Reaksi

Reaksi Reaksi

Page 12: elemen mesin bab 2.pdf

15

Gambar 2.4. Sketsa gaya dalam ( Popov, 1996 )

Gaya dalam dapat dibedakan menjadi :

1. Gaya normal (normal force) adalah gaya yang bekerja sejajar sumbu batang.

2. Gaya lintang/geser (shearing force) adalah gaya yeng bekerja tegak lurus

sumbu batang.

3. Momen lentur (bending momen).

Persamaan kesetimbangannya adalah (Popov, E.P., 1996):

- Σ F = 0 atau Σ Fx = 0

Σ Fy = 0 (tidak ada gaya resultan yang bekerja pada suatu benda)

- Σ M = 0 atau Σ Mx = 0

Σ My = 0 (tidak ada resultan momen yang bekerja pada suatu benda)

4. Reaksi.

Reaksi adalah gaya lawan yang timbul akibat adanya beban. Reaksi sendiri

terdiri dari :

Gaya dalam (Gaya luar) Beban

(Gaya luar) Reaksi

(Gaya luar)

Reaksi

(Gaya luar) Reaksi

Page 13: elemen mesin bab 2.pdf

16

1. Momen.

Momen (M)= F x s .......................................................................( 2.21 )

di mana :

M = momen (N.mm).

F = gaya (N).

S = jarak (mm).

2. Torsi.

3. Gaya.

Tumpuan

Dalam ilmu statika, tumpuan dibagi atas:

1. Tumpuan roll/penghubung.

Tumpuan ini dapat menahan gaya pada arah tegak lurus penumpu,

biasanya penumpu ini disimbolkan dengan:

Gambar 2.5. Sketsa reaksi tumpuan rol (Popov, 1996 )

2. Tumpuan sendi.

Tumpuan ini dapat menahan gaya dalam segala arah

Gambar 2.6. Sketsa reaksi tumpuan sendi (Popov, 1996 )

Reaksi

Reaksi

Reaksi

Page 14: elemen mesin bab 2.pdf

17

3. Tumpuan jepit.

Tumpuan ini dapat menahan gaya dalam segala arah dan dapat

menahan momen.

Gambar 2.7. Sketsa reaksi tumpuan jepit (Popov, 1996 )

4. Diagram gaya dalam.

Diagram gaya dalam adalah diagram yang menggambarkan besarnya

gaya dalam yang terjadi pada suatu konstruksi. Sedang macam-macam

diagram gaya dalam itu sendiri adalah sebagai berikut :

1. Diagram gaya normal (NFD), diagram yang menggambarkan

besarnya gaya normal yang terjadi pada suatu konstruksi.

2. Diagram gaya geser (SFD), diagram yang menggambarkan besarnya

gaya geser yang terjadi pada suatu konstruksi.

3. Diagram moment (BMD), diagram yang menggambarkan besarnya

momen lentur yang terjadi pada suatu konstruksi.

6. Proses Pengelasan

Dalam proses pengelasan rangka, jenis las yang digunakan adalah las listrik

DC dengan pertimbangan akan mendapatkan sambungan las yang kuat. Pada

dasarnya instalasi pengelasan busur logam terdiri dari bagian–bagian penting

sebagai berikut (Kenyon, 1985):

1. Sumber daya, yang bisa berupa arus bolak balik (ac) atau arus searah (dc).

2. Kabel timbel las dan pemegang elektroda.

Reaksi

Reaksi

Momen

Page 15: elemen mesin bab 2.pdf

18

3. Kabel balik las (bukan timbel hubungan ke tanah) dan penjepit.

4. Hubungan ke tanah.

Fungsi lapisan elektroda dapat diringkaskan sebagai berikut :

1. Menyediakan suatu perisai yang melindungi gas sekeliling busur api dan

logam cair.

2. Membuat busur api stabil dan mudah dikontrol.

3. Mengisi kembali setiap kekurangan yang disebabkan oksidasi elemen–elemen

tertentu dari genangan las selama pengelasan dan menjamin las mempunyai

sifat–sifat mekanis yang memuaskan.

4. Menyediakan suatu terak pelindung yang juga menurunkan kecepatan

pendinginan logam las dan dengan demikian menurunkan kerapuhan akibat

pendinginan.

5. Membantu mengontrol (bersama–sama dengan arus las) ukuran dan frekuensi

tetesan logam cair.

6. Memungkinkan dipergunakannya posisi yang berbeda.

Dalam las listrik, panas yang akan digunakan untuk mencairkan logam

diperoleh dari busur listrik yang timbul antara benda kerja yang dilas dan kawat

logam yang disebut elektroda. Elektroda ini terpasang pada pegangan atau holder

las dan didekatkan pada benda kerja hingga busur listrik terjadi. Karena busur

listrik itu, maka timbul panas dengan temperatur maksimal 3450oC yang dapat

mencairkan logam.

1. Sambungan las

Ada beberapa jenis sambungan las, yaitu:

Ø Butt join

Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas berada pada bidang yang

sama.

Ø Lap join

Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas berada pada bidang yang

pararel.

Page 16: elemen mesin bab 2.pdf

19

Ø Edge join

Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas berada pada bidang paparel,

tetapi sambungan las dilakukan pada ujungnya.

Ø T- join

Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas tegak lurus satu sama lain.

Ø Corner join

Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas tegak lurus satu sama lain.

2. Memilih besarnya arus

Besarnya arus listrik untuk pengelasan tergantung pada diameter elektroda

dan jenis elektroda. Tipe atau jenis elektroda tersebut misalnya: E 6010, huruf

E tersebut singkatan dari elektroda, 60 menyatakan kekuatan tarik terendah

setelah dilaskan adalah 60.000 kg/mm2, angka 1 menyatakan posisi

pengelasan segala posisi dan angka 0 untuk pengelasan datar dan horisontal.

Angka keempat adalah menyatakan jenis selaput elektroda dan jenis arus.

Besar arus listrik harus sesuai dengan elektroda, bila arus listrik terlalu kecil,

maka:

- Pengelasan sukar dilaksanakan.

- Busur listrik tidak stabil.

- Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan benda

kerja.

- Hasil pengelasan atau rigi-rigi las tidak rata dan penetrasi kurang dalam.

Apabila arus terlalu besar maka:

- Elektroda mencair terlalu cepat.

- Pengelasan atau rigi las menjadi lebih besar permukaannya dan penetrasi

terlalu dalam.

Page 17: elemen mesin bab 2.pdf

20

7. Proses Permesinan

Proses permesinan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan elemen-

elemen mesin, yang meliputi proses kerja mesin dan waktu pemasangan.

Pada umumnya mesin-mesin perkakas mempunyai bagian utama sebagai

berikut :

Motor penggerak (sumber tenaga).

1. Kotak transmisi (roda-roda gigi pengatur putaran).

2. Pemegang benda kerja.

3. Pemegang pahat/alat potong.

Macam-macam gerak yang terdapat pada mesin perkakas.

1. Gerak utama (gerak pengirisan).

Adalah gerak yang menyebabkan mengirisnya alat pengiris pada benda kerja.

Gerak utama dapat dibagi :

Ø Gerak utama berputar

Misalnya pada mesin bubut, mesin frais, dan mesin drill.

Mesin perkakas dengan gerak utama berputar biasanya mempunyai gerak

pemakanan yang kontinyu.

Ø Gerak utama lurus

Misalnya pada mesin sekrap.

Mesin perkakas dengan gerak utama lurus biasanya mempunyai gerak

pemakanan yang periodik.

2. Gerak pemakanan.

Gerak yang memindahkan benda kerja atau alat iris tegak lurus pada gerak

utama.

3. Gerak penyetelan.

Menyetel atau mengatur tebal tipisnya pemakanan, mengatur dalamnya pahat

masuk dalam benda kerja

Page 18: elemen mesin bab 2.pdf

21

Adapun macam-macam mesin perkakas yang digunakan antar lain:

Ø Mesin bubut

Prinsip kerja mesin mesin bubut adalah benda kerja yang berputar dan

pahat yang menyayat baik memanjang maupun melintang. Benda kerja yang

dapat dikerjakan pada mesin bubut adalah benda kerja yang silindris,

sedangkan macam-macam pekerjaan yang dapat dikerjakan dengan mesin ini

adalah antara lain : (Scharkus dan jutz, 1996)

- pembubutan memanjang dan melintang

- pengeboran

- pembubutan dalam atau memperbesar lubang

- membubut ulir luar dan dalam

Perhitungan waktu kerja mesin bubut adalah:

1. Kecepatan pemotongan (v).

V= π.D.N ....................................................................................... ( 2.22 )

dimana :

D = diameter banda kerja (mm).

N = kecepatan putaran (rpm).

2. Pemakanan memanjang

waktu permesinan pada pemakanan memenjang adalah :

n =d

v.

1000.p

.........................................................................................( 2.23 )

Tm = nS

L

r ...........................................................................................( 2.24 )

Dimana :

Tm = waktu permesinan memanjang (menit)

L = panjang pemakanan (mm)

S = pemakanan (mm/put)

N = putaran mesin (rpm)

Page 19: elemen mesin bab 2.pdf

22

d = diameter benda kerja (mm)

v = kecepatan pemakanan (m/mnt)

3. Pada pembubutan melintang

waktu permesinan yang dibutuhkan pada waktu pembubutan melitang

adalah :

Tm = nS

r

r ........................................................................................... ( 2.25 )

Dimana :

r = jari-jari bahan (mm)

Ø Mesin Bor

Mesin bor digunakan untuk membuat lubang (driling) serta memperbesar

lubang (boring) pada benda kerja. Jenis mesin bor adalah sebagai berikut:

1. Mesin bor tembak

2. Mesin bor vertikal

3. Mesin bor horisontal

Pahat bor memiliki dua sisi potong, proses pemotongan dilakukan

dengan cara berputar. Putaran tersebut dapat disesuaikan atau diatur sesuai

dengan bahan pahat bor dan bahan benda kerja yang dibor. Gerakan

pemakanan pahat bor terhadap benda kerja dilakukan dengan menurunkan

pahat hingga menyayat benda kerja.

Waktu permesinan pada mesin bor adalah:

Tm = nS

L

r . ...................................................................................... ( 2.26 )

n = d

v.

1000.p

...................................................................................... ( 2.27 )

L = l + 0,3 . d................................................................................... ( 2.28 )

`Dimana:

d = Diameter pelubangan (mm)

Page 20: elemen mesin bab 2.pdf

23

8. Pemilihan Mur dan Baut

Pemilihan mur dan baut merupakan pengikat yang sangat penting. Untuk

mencegah kecelakaan, atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur

sebagai alat pengikat harus dilakukan secara teliti dan direncanakan dengan

matang di lapangan. Tegangan maksium pada baut dihitung dengan persamaan di

bawah ini (Khurmi dan Gupta, 621,1980):

σ maks = AF

........................................................................................ ( 2.29 )

=

4.

2dF

p

Bila tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser dan tarik bahan,

maka penggunaan mur-baut aman.

Baut berbentuk panjang bulat berulir, mempunyai fungsi antara lain:

Ø Sebagai pengikat

Baut sebagai pengikat dan pemasang yang banyak digunakan ialah ulir profil

segitiga (dengan pengencangan searah putaran jarum jam). Baut pemasangan

untuk bagian-bagian yang berputar dibuat ulir berlawanan dengan arah

putaran dari bagian yang berputar, sehingga tidak akan terlepas pada saat

berputar.

Ø Sebagai pemindah tenaga

Contoh ulir sebagian pemindah tenaga adalah dongkrak ulir, transportir mesin

bubut, berbagai alat pengendali pada mesin-mesin. Batang ulir seperti ini

disebut ulir tenaga (power screw).

Tegangan geser maksimum pada baut

tmax = nd

F

c..4

2p..............................................................................( 2.30 )

Page 21: elemen mesin bab 2.pdf

24

Dimana :

tmax = Tegangan geser maksimum (N/mm2)

F = Beban yang diterima (N)

dc = Diameter baut (mm)

r = Jari-jari baut (mm)

n = Jumlah baut

9. Reducer

Fungsi utama dari reducer adalah sebagai pereduksi putaran input dari motor

listrik menjadi putaran yang diinginkan. Sesuai dengan perbandingan reducer

yang digunakan pada mesin pemeras singkong ini, misalnya menggunakan

reducer 1:20, artinya input reducer dari putaran motor 20 rpm maka poros output

reducer menjadi 1 rpm. Adapun bagian dari reducer adalah roda gigi cacing

berpasangan dengan roda gigi miring yang akan membentuk sudut 90.