Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari di lakukan seorang dokter gigi. Walaupun demikian tidak jarang kita temukan komplikasi dari tindakan ekstraksi gigi yang kita lakukan. Karenanya kita perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi (Robinson, 2005). Tindakan pencabutan gigi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan bahaya bagi penderita, dasar pembedahan harus dipahami, walaupun sebagian besar tindakan pencabutan gigi dapat dilakukan ditempat praktek. Beberapa kasus perlu penanganan di rumah sakit oleh karena ada pertimbangan kondisi sistemetik penderita. Tindakan dengan teknik yang cermat dengan didasari pengetahuan serta ketrampilan merupakan faktor yang utama dalam melakukan tindakan pencabutan gigi. Jaringan hidup harus ditangani dengan hati-hati, tindakan yang kasar dalam penanganan akan mengakibatkan kerusakan atau bahkan kematian jaringan (Robinson, 2005). Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan umum penderita (physical status) dalam keadaan yang sehat. Kemungkinan terjadi suatu
122

Ekstraksi Gigi

Jan 10, 2017

Download

Documents

Alfin Bahida
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ekstraksi Gigi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindakan ekstraksi gigi merupakan suatu tindakan yang sehari-hari di

lakukan seorang dokter gigi. Walaupun demikian tidak jarang kita temukan

komplikasi dari tindakan ekstraksi gigi yang kita lakukan. Karenanya kita perlu

waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan

komplikasi yang dapat terjadi (Robinson, 2005).

Tindakan pencabutan gigi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan

bahaya bagi penderita, dasar pembedahan harus dipahami, walaupun sebagian

besar tindakan pencabutan gigi dapat dilakukan ditempat praktek. Beberapa kasus

perlu penanganan di rumah sakit oleh karena ada pertimbangan kondisi sistemetik

penderita. Tindakan dengan teknik yang cermat dengan didasari pengetahuan serta

ketrampilan merupakan faktor yang utama dalam melakukan tindakan pencabutan

gigi. Jaringan hidup harus ditangani dengan hati-hati, tindakan yang kasar dalam

penanganan akan mengakibatkan kerusakan atau bahkan kematian jaringan

(Robinson, 2005).

Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal maupun keadaan

umum penderita (physical status) dalam keadaan yang sehat. Kemungkinan terjadi

suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan, mungkin saja dapat terjadi

walaupun hanya dilakukan pencabutan pada satu gigi (Robinson, 2005).

Pembedahan tidak boleh dilakukan secara sembarangan oleh karena dapat

menimbulkan efek samping/komplikasi yang tidak diinginkan, misalkan

perdarahan, edema, trismus, dry soket dan masih banyak lagi. Dokter gigi harus

mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan merupakan suatu

tindakan yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai tujuan itu ia harus

menyesuaikan tekniknya untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dan komplikasi

yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap-tiap gigi. Di samping itu,

perawatan pasca-pembedahan juga merupakan suatu hal yang penting agar

prosedur pencabutan gigi yang dilakukan berhasil dengan baik dan sempurna

(Peterson, 2003).

Page 2: Ekstraksi Gigi

2

Rasa sakit merupakan salah satu permasalahan dalam praktek kedokteran

gigi yang erat kaitannya dengan ekstraksi gigi. Dimana untuk menanggulangi rasa

sakit yang dialami pasien sebelum melakukan prosedur dental biasanya dokter

gigi akan melakukan anestesi. Anestesi lokal merupakan Metoda pencegahan rasa

sakit dengan cara menyuntikkan cairan anestesi pada bagian tertentu dari tubuh

dengan tujuan untuk menghambat konduksi impuls rasa sakit dari sistim saraf

perifer ke sistim saraf pusat (Purwanto, 1993).

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan tentang kegoyangan gigi ?

2. Jelaskan pemeriksaan pada pasien beserta diagnosanya !

3. Jelaskan tentang anestesi, persyarafannya serta bahan anastetikum ?

4. jelaskan faktor pertimbangan pra-ekstraksi dan penundaan ekstraksi ?

5. Jelaskan tentang teknik, prinsip dan prosedur ekstaksi gigi ?

6. Jelaskan tentang komplikasi anestesi dan ekstraksi gigi ?

7. Jelaskan mengenai penanganan komplikasi yang terjadi ?

1.3 Tujuan

Kompetensi yang akan dicapai peserta didik adalah mampu melakukan

pemeriksaan dan mendiagnosa secara tepat, dan menjelaskan mengenai

anestesi dan prosedur ekstraksi gigi dengan benar dan runtut.

Pada akhir modul ini, peserta didik mampu :

1. Menganalisis hasil pemeriksaan subjektif, objektif, serta pemeriksaan

penunjang untuk menegakkan diagnosa.

2. Menentukan rencana perawatan berdasarkan diagnosa.

3. Menjelaskan prosedur anestesi dan pemilihan obat anastetikum.

4. Menjelaskan faktor pertimbangan pra-ekstraksi dan penudaan ekstraksi.

5. Menjelaskan prosedur ekstraksi gigi dengan benar.

6. Menjabarkan komplikasi yang mungkin terjadi pasca anestesi dan

ekstraksi beserta penanganannya.

Page 3: Ekstraksi Gigi

3

BAB II

SKENARIO

2.1 Skenario

Bu sumi (28 tahun) sekretaris perusahan ternama, datang ke dokter gigi

Fitri ingin mencabutkan kedua gigi taring atasnya yang lubang besar dan goyang.

Kedua gigi tersebut dulu pernah ditambal, tapi tambalannya sudah lepas kurang

lebih stahun yang lalu. Kegoyangan gigi tersebut sudah berlangsung sejak 6 bulan

yang lalu tidak pernah bengkak, terkadang nyeri saat minum dingin atau

berbicara. Tapi selama ini bu sumi masih berusaha mempertahankannya. Sekarang

Bu Sumi ingin kedua gigi tersebut dicabut karena dia tidak mau datang berkali-

kali ke dokter gigi untuk perawatan.Pada pemeriksaan intra oral didapatkan gigi

13 lubang pada daerah servikal dan goyang 1o, tes dingin psositif. Pada gigi 23

didapatkan pula lubang pada daerah servikal dan goyang 4o, tes dingin negative,

calculus positif. Bagaimana dokter gigi Fitri menanggapi permintaan Bu Sumi?

2.2 Keyword

Mencabutkan kedua gigi taring, gigi 13 lubang pada daerah servikal dan

goyang 1o, tes dingin psositif dan gigi 23 didapatkan pula lubang pada daerah

servikal dan goyang 4o, tes dingin negative,dan calculus positif.

2.3 Learning issue

1. Definisi dan Metode Ekstraksi Gigi

2. Indikasi dan Kontraindikasi Ekstraksi Gigi

3. Tahap Ekstraksi Gigi dan komplikasi pasca Ekstraksi Gigi

4. Macam-macam anastesi

5. Teknik- teknik anastesi

Page 4: Ekstraksi Gigi

4

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ekstraksi Gigi

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana

dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari

perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan

mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang

ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep,

pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di

dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula

dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang

merupakan indikasi, misalnya gigi berjejal. Ekstraksi gigi dengan teknik

pembedahan dilakukan apabila gigi tidak bisa diekstraksi dengan menggunakan

teknik sederhana, misalnya gigi ankilosis (Howe, 1999).

3.1.1 Indikasi dan Kontraindikasi Ekstraksi Gigi

1. Indikasi

Tujuan dokter gigi adalah menciptakan rongga mulut yang sehat dan dapat

berfungsi dengan baik sampai akhir pertumbuhan gigi. Walaupun demikian,

ekstraksi gigi penting dilakukan dengan berbagai alasan (Peterson, 2004):

a. Karies Besar

Gigi yang mahkotanya sudah sangat rusak dan tidak dapat direstorasi lagi.

b. Nekrosis Pulpa

Gigi dengan pulpitis irreversible yang perawatan endodonti tidak dapat

dilakukan lagi atau merupakan kegagalan setelah dilakukan perawatan endodonti.

c. Penyakit Periodontal

Periodontitis dewasa yang berat dan luas akan menyebabkan kehilangan tulang

berlebihan dan mobiliti gigi yang menetap.

Page 5: Ekstraksi Gigi

5

d. Gigi Retak

Gigi yang retak atau mengalami fraktur akar yang biasanya menyebabkan nyeri

hebat dan tidak dapat dikendalikan dengan perawatan endodonti.

e. Gigi Malposisi

Gigi yang dapat menyebabkan trauma jaringan lunak dan posisinya tidak dapat

diperbaiki dengan perawatan orthodonti.

f. Gigi Terpendam

Apabila gigi terpendam menimbulkan masalah dan menyebabkan gangguan

fungsi normal dari pertumbuhan gigi, maka gigi terpendam ini diekstraksi.

g. Gigi Berlebih

Dapat mengganggu pertumbuhan gigi geligi normal atau menyebabkan gigi

berjejal berat dan estetis yang kurang pada gigi anterior.

h. Gigi yang berkaitan dengan lesi patologis

Ekstraksi gigi dengan lesi patologis harus dilakukan bersamaan dengan

pembuangan lesinya.

i. Gigi Persistensi

Gigi desidui yang sudah waktunya tanggal tetapi masih kuat dan gigi

penggantinya sudah erupsi. Biasanya gigi desidui mengalami resorbsi sehingga

akan goyah, tetapi pada gigi desidui yang gangren tidak mungkin terjadi resorbsi

atau karena kondisi kesehatan dari pasien maka gigi desidui itu masih tetap

tertanam dalam tulang alveolar.

j. Keperluan Orthodonti

Ekstraksi gigi premolar dilakukan untuk perawatan orthodonti dengan

pertumbuhan gigi yang berjejal.

k. Ekstraksi Preprostetis

Untuk keperluan pembuatan protesa dilakukan ekstraksi gigi.

l. Preradioterapi

Pasien yang akan mendapatkan perawatan radioterapi pada rongga mulutnya

harus dilakukan ekstraksi gigi terlebih dahulu pada gigi-gigi yang merupakan

indikasi pada daerah yang akan diradioterapi (Peterson, 2004).

Page 6: Ekstraksi Gigi

6

II. Kontraindikasi

Walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk dilakukan ekstraksi, pada

beberapa keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi karena beberapa faktor atau

merupakan kontraindikasi ekstraksi gigi. Pada keadaan lain, kontraindikasi

ekstraksi gigi sangat berperan penting untuk tidak dilakukan ekstraksi gigi sampai

masalahnya dapat diatasi (Peterson, 2004).

a. Penderita penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus

kontraindikasi pada pemberian adrenalin. Adrenalin pada ekstraksi gigi

merupakan kontraindikasi pada penderita penyakit jantung, hipertensi,

arteriosklerosis dan diabetes melitus.

b. Penderita Trombositopenia

Penderita trombositopenia memiliki jumlah trombosit lebih sedikit dari normal

sehingga darah sukar membeku. Seperti yang telah diketahui bahwa trombosit

penting artinya dalam pembekuan darah.

c. Penderita Leukemia

Penderita leukemia memiliki jumlah leukosit yang lebih banyak dari normal

dalam darah sehingga mudah mengalami perdarahan.

d. Kaheksi

Penderita memiliki keadan umum yang sangat buruk karena malnutrisi atau

sesudah menderita penyakit yang lama dan berat. Akibatnya semua keadaan

menjadi jelek, perdarahan banyak, penyembuhan luka lambat dan dengan suntikan

atau sedikit trauma ia dapat kolaps. Ekstraksi gigi ditunda sampai keadaan umum

penderita lebih baik.

e. Penderita Hemofilia

Merupakan penyakit atau kelainan susunan darah yang bersifat herediter dan

hanya terdapat pada laki-laki. Apabila penderita mendapatkan luka, maka

darahnya tidak dapat membeku. Hal ini disebabkan oleh trombosit tidak dapat

pecah kalau berhubungan dengan udara karena kekurangan zat antihemofilia

dalam serum, sehingga darah akan terus mengalir.

f. Kehamilan

Page 7: Ekstraksi Gigi

7

Ekstraksi gigi merupakan kontraindikasi pada trimester pertama, karena

keadaan umum ibu hamil pada trimester pertama sering sangat lemah dan dalam

masa pembentukan janin.

g. Peradangan di sekitar Gigi

Apabila terdapat peradangan di sekitar gigi, maka ekstraksi gigi adalah

kontraindikasi. Ekstraksi gigi dapat dilakukan jika inflamasinya sudah sembuh

(Peterson, 2004).

3.1.2 Metode Ekstraksi Gigi

1. Pencabutan intra-alveolar

Instrumen yang digunakan secara luas dalam pencabutan gigi adalah tang.

Penggunaan instrument ini memungkinkan operator memegang bagian akar gigi

dan kemudian mengubah posisi gigi dalam soketnya dengan memberi tekanan

melalui tang. Bilah dari instrumen dipaksakan masuk ke dalam membran

periodontal antara gigi dan akar serta dinding soket tulang dan kedua instrumen

tang dan bein harus digunakan (Howe, 1999).

Idealnya semua permukaan dalam dari tang harus cocok dengan

permukaan akar. Prinsip penting lainnya dalam aplikasi tang pada gigi adalah

sumbu panjang bilah harus diletakkan pad pada atau sejajar terhadap sumbu

panjang akar gigi (Howe, 1999).

2. Pencabutan trans-alveolar

Metode pencabutan ini termasuk pembelahan gigi atau akar dari perlekatan

tulangnya, terkadang disebut metode terbuka atau bedah dengan beberapa indikasi

dibawah ini:

a. Adanya gigi yang menahan usaha pencabutan intra-alveolar bila diaplikasikan

tekanan yang sedang besarnya.

b. Sisa akar yang tidak dapat dipegang oleh tang atau dikeluarkan dengan

elevator, khususnya yang berdekatan dengan sinus maksilaris.

c. Adanya riwayat kesulitan atau kegagalan pencabutan gigi sebelumnya.

d. Gigi dengan restorasi yang luas, khususnya bila saluran akar telah dirawat atau

pulpa sudah nonvital.

e. Gigi hipersementosis dan ankilosis.

Page 8: Ekstraksi Gigi

8

f. Gigi dilaserasi atau geminasi.

g. Gigi dengan gambaran radiografi bentuk akar yang rumit atau akar yang

kurang menguntungkan atau berlawanan dengan arah pencabutan.

h. Bila ingin dipasangkan geligi tiruan imediat atau beberapa saat setelah

pencabutan. Metode ini memungkinkan dilakukannya penghalusan tulang

alveolar agar protesa dapat dipasang (Howe, 1999).

Setelah memutuskan untuk melakukan metode trans-alveolar untuk

mencabut gigi atau akar gigi, jenis anastesi yang akan digunakan harus ditetapkan

dan rencana keseluruhan untuk mengatasi kesulitan pencabutan tersebut termasuk

cara mengatasi atau mencegah komplikasi yang mungkin terjadi juga harus

diperhitungkan. Komponen penting dalam perencanaan tersebut adalah bentuk

flap mukoperiosteal, metode yang digunakan untuk mencabut gigi atau akar gigi

dari soket dan pembuangan tulang yang diperlukan untuk mempermudah tindakan

pencabutan (Howe, 1999).

3.1.3 Prinsip Ekstraksi Gigi

Dalam prakteknya, ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip yang

akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya

komplikasi ekstraksi gigi (Jong,1997). 

1. Asepsis

Aseptik berarti tidak adanya patogen pada suatu daerah tertentu. Teknik

septik adalah usaha mempertahankan objek agar bebas dari mikroorganisme

(Jong,1997). 

Asepsis ada 2 macam:

a) Asepsis medis 

Tehnik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah penyebaran

mikroorganisme. Misalnya: mencuci tangan, mengganti linen tempat tidur, dan

menggunakan cangkir untuk obat. 

b) Asepsis bedah

Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh

mikroorganisme dari suatu daerah. Termasuk patogen dan spora, dari suatu

obyek atau daerah. Prosedur asepsis bedah diikuti jika Anda melakukan

Page 9: Ekstraksi Gigi

9

prosedur invasif ke dalam rongga tubuh biasanya bebas dari mikroorganisme

(Jong, 1997).

Prinsip-Prinsip Tindakan Asepsis Yang Umum

Semua benda yang menyentuh kulit yang luka atau dimasukkan ke dalam

kulit untuk menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh, atau yang dimasukkan ke

dalam rongga badan yang dianggap steril haruslah steril. 

a. Jangan sekali-kali menjauhi atau membelakangi tempat yang steril.

b. Peganglah objek-objek yang steril, setinggi atas pinggang dengan demikian

objek-objek itu selalu akan terlihat jelas dan ini mencegah terjadinya

kontaminasi diluar pengawasan. 

c. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu objek yang steril. 

Jangan sampai menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang

sudah steril.

d. Bukalah bungkusan yang steril sedemikian rupa, sehingga ujung

pembungkusnya tidak mengarah pada si petugas. 

e. Objek yang steril menjadi tercemar, jika bersentuhan dengan objek yang

tidak steril.

f. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi, jika forcep dipegang

sehingga cairan desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu

sudah tercemar (Jong, 1997). 

2. Pembedahan atraumatik

Pada saat ekstraksi gigi harus diperhatikan untuk bekerja secara hati-hati,

tidak kasar, tidak ceroboh, dengan gerakan pasti, sehingga membuat trauma

sekecil mungkin. Tindakan yang kasar menyebabkan trauma jaringan lunak,

memudahkan terjadinya inflamasi dan memperlambat penyembuhan. Peralatan

yang digunakan haruslah tajam karena dengan peralatan yang tumpul akan

memperbesar terjadinya trauma (Jong, 1997).

3. Akses dan lapangan pandang baik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang

yang baik selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi kursi,

Page 10: Ekstraksi Gigi

10

posisi kepala pasien, posisi operator, pencahayaan, retraksi dan penyedotan darah

atau saliva. Posisi kursi harus diatur untuk mendapatkan akses terbaik dan

kenyamanan bagi operator dan pasien. Pada ekstraksi gigi maksila, posisi pasien

lebih tinggi dari dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi lebih rendah

sehingga pasien duduk lebih menyandar dan lengkung maksila tegak lurus dengan

lantai. Sedangkan ekstraksi gigi pada mandibula, posisi pasien lebih rendah dari

dataran siku operator dengan posisi sandaran kursi tegak dan dataran oklusal

terendah sejajar dengan lantai. Pencahayaan harus diatur sedemikian rupa agar

daerah operasi dapat terlihat dengan jelas tanpa bayangan hitam yang membuat

gelap daerah operasi. Retraksi jaringan juga dibutuhkan untuk mendapatkan

lapangan pandang yang jelas. Daerah operasi harus bersih dari saliva dan darah

yang dapat mengganggu penglihatan ke daerah tersebut sehingga dibutuhkan

penyedotan pada rongga mulut (Jong, 1997).

4. Tata Kerja Teratur

Bekerja sistematis agar dapat mencapai hasil semaksimal mungkin dengan

mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Penting untuk mengetahui cara kerja yang

berbeda untuk setiap pembedahan, sehingga dapat menggunakan tekanan

terkontrol sesuai dengan urutan tindakan (Jong, 1997).

3.1.4 Faktor Pertimbangan Pra-Ekstraksi Gigi

1. Pemeriksaan keadaan umum penderita (identifikasi penyakit sistemik)

2. Pemeriksaan klinis

3. Pemeriksaan Ro foto gigi

4. Indikasi & kontra indikasi

5. Pemilihan jenis anastetikum

6. Metode pencabutan

7. Posisi penderita

8. Posisi operator

9. Armamentarium

Penggunaan peralatan yang efektif dimulai dengan pemahaman tentang

desainnya. Peralatan pencabutan dengan desain yang baik mempunyai keuntungan

mekanis untuk melipatgandakan tekanan yang diberikan sampai mencapai tingkat

Page 11: Ekstraksi Gigi

11

yang cukup untuk menyelesaikan tugasnya. Elevator dan tang gigi berfungsi

sebagai pengungkit yang menghantarkan gaya atau tekanan ke gigi yang akan

dicabut. Efektivitasnya ditingkatkan oleh desain bilah elevator yang

memungkinkan alat dipegang dengan kuat dan nyaman selama digunakan.

Efisiensi makin meningkat dengan adanya bilah elevator dengan paruh tang yang

dapat mencengkeram struktur akar dengan erat sehingga menghindari selip

(Pedersen, 1996).

1. Elevator

Apabila pencabutan harus dilakukan, elevator lurus hampir selalu menjadi

pasangan tang. Proses pencabutan biasanya diawali dengan elevator. Alat ini

digunakan untuk mengetes anestesi, untuk memisahkan perlekatan epitel dan

mengawali dilatasi atau ekspansi alveolus. Elevator adalah suatu instrumen yang

peka terhadap sentuhan. Bila digunakan dengan hati-hati, ahli bedah mulut dapat

mengetahui besar tekanan yang diperlukan untuk menyelesaikan pencabutan. Oleh

karena itu, elevator dan tang merupakan alat yang saling melengkapi (Pedersen,

1996).

Elevator didesain dalam dua pola dasar yaitu (Pedersen, 1996):

a. Elevator Lurus

Sebagian besar pencabutan diawali dengan elevator lurus #34S, #46, atau

#301. Yang paling kecil dari kelompok ini adalah #301, lebar bilahnya 2mm

sedangkan bilah dari #34 adalah 3,5mm. Elevator lurus standar didesain dengan

pegangan berbentuk buah pir, tangkai yang lurus dan bilah cembung/cekung

dengan dataran miring. Elevator lurus yang paling sering digunakan adalah #34S,

karena lebarnya ideal untuk insersi interproksimal. Lebar tambahan memberikan

keuntungan mekanis yang lebih besar selama tekanan rotasional apabila

dibandingkan dengan bilah yang lebih sempit. Elevator #301 dapat digunakan

untuk preparasi pencabutan gigi yang berjejal atau malposisi apabila celah

interprosksimal sangat terbatas. Juga sangat bermanfaat untuk mengeluarkan

ujung akar atau frakmennya.

b. Elevator Bengkok

Sementara elevator lurus digunakan pada sebagian besar pencabutan,

elevator bengkok mempunyai kegunaan yang lebih terbatas, tetapi seringkali

Page 12: Ekstraksi Gigi

12

penting. Elevator #41 mewakili kelompok tersebut. Elevator ini mempunyai bilah

bengkok dengan ujung yang tajam untuk mencengkeram sementum, atau

diinsersikan ke dalam lubang kaitan. Seperti semua elevator bengkok, tekanan

aplikasi utama adalah rotasional dengan aksi pengungkitan sekunder, keduanya

sering dikombinasikan. Seperti umumnya elevator bengkok, alat ini ditumpukan

pada tulang alveolar sebelah bukal yang kuat, bukan gigi. Elevator #73 dan #74

dan Potts (kanan dan kiri) pada dasarnya mempunyai desain yang serupa yaitu

bengkok, dengan bilah melengkung dan ujung membulat. Elevator Potts berbeda

dengan Miller yaitu elevator ini mempunyai pegangan crossbar. Kedua peralatan

ini digunakan untuk mengawali pencabutan M3 yang tidak erupsi. Elevator Potts

dan Miller diinsersikan interproksimal pada garis servikal gigi M3 atas yang

impaksi, yang akan dicabut. Elevator ini digunakan dengan titik tumpuan bukal

pada tulang alveolar, yang memungkinkan diaplikasikan tekanan yang

dihantarkan mengakibatkan pergeseran gigi ke arah disto-buko-oklusal yang

merupakan arah pengeluaran yang umum dari M3 impaksi.

2. Tang Gigi

Pencabutan dengan tang mempunyai satu tujuan yaitu menghantarkan

tekanan terkontrol pada gigi sehingga mengakibatkan dilatasi alveolus dan

luksasi, serta pencabutan. Evolusi dari tang menghasilkan banyak sekali desain,

masing-masing dengan ciri tersendiri yang mampu menjalankan tugasnya dengan

efisien, dengan tenaga minimum, trauma dan komplikasi yang minimum. Melalui

proses pemakaian dan pengalaman yang lama, jumlahnya agak berkurang.

Meskipun demikian, desain yang umum dilengkapi dengan pegangan, engsel dan

paruh (Pedersen, 1996).

Pengguanaan tang gigi seperti juga penggunaan elevator, maka dalam

penggunaan tang ini pinch graps digunakan untuk rahang atas dan sling graps

untuk rahang bawah. Pada kebanyakan kasus, tang ini diaplikasikan pada gigi

dengan paruh paralel terhadap sumbu panjang gigi. Adaptasi dicapai dengan

menmpatkan paruh yang lingual dulu, kemudian tang ditutup dan ditekan

keapikal. Jika mahkota bukal diaplikasikan pertama. Tekanan mencengkeram ke

apikal dipertahankan selama proses pencabutan, karena mempertahankan adaptasi

Page 13: Ekstraksi Gigi

13

adalah sangat penting bagi keberhasilan aplikasi dari tekanan bukal, lingual dan

rotasional. Seringkali pada tahap akhir adaptasi, tang biasanya terletak apikal dari

lokasi aplikasi awal, yang merupakan kondisi yang diharapkan karena dengan

demikian terjadi dilatasi alveolus. Penghantaran tekanan yang terkontrol

tergantung pada posisi operator penggunaan tangan dan lengan, graps dan posisi

pasien yang benar. Tekanan yang terkontrol dan besar akan dihantarkan dengan

aman apabila persyaratan tersebut dipenuhi. Tan dipegan dekat ujung pegangn

menjauhi paruh tang. Memegang jauh dari ujung pegangan akan mengurangi

keuntungan mekanis dan sebaiknya dihindarkan. Persepsi taktil dari tekanan

diaplikasikan dan hasil yang diperoleh dapat berkurang karena cara memegang

tang yang terlampau kuat, disebut sindrom white knuckel (Pedersen, 1996).

a. Tang Untuk Gigi Rahang Atas

Tang #150; sementara #151 merupakan tang mandibula serbaguna, #150

adalah tang serbaguna untuk rahang atas, dapat digunakan untuk sebagian besar

pencabutan gigi rahang atas. Paruhnya hampir paralel dengan pegangn. Paruhnya

gak sempit seperti #151 dan pada mulanya digunakan untuk pencabutan gigi

premolar. Tang ini digunakan dari depan kanan dan kiri dengan pinch graps. Tang

Read yang digunakan di Inggris Raya serupa dengan #150 (Pedersen, 1996). Tang

#53; #53R dan #53L adalah tang untuk molar rahang atas dengan paruh yang

relatif lebar (6mm) dan asimetri. Satu paruhnya mempunyai tonjolan di tengah

untuk adaptasi terhadap trifurkasi bukal, sedangkan yang paruh lainnya

mempunyai kecekungan untuk mencengkeram akar lingual. Selain itu, juga

memiliki pegangan bayonet yang dimaksudkan untuk menghindari terjepitnya

bibir bawah terhadap gigi insisivus (Pedersen, 1996).

Tang #210; pasangan untuk tang #222 bawah (untuk rahang atas) adalah

#210. Ini juga didesain khususnya untuk pencabutan M3. Tang ini mempunyai

pegangan bayonet yang panjang dan paruh yang besar pendek dan simetris

(5mm). #286 adalah tang dengan paruh yang kecil dan desain bayonet untuk

mengambil frakmen akar atau gigi atas yang berjejal. Karena kurangnya

konvergensi paruhnya maka biasanya hampir tidak ada atau sedikit sekali migrasi

aplikasi dari tang ini, yang merupakan kelemahan yang serius (Pedersen, 1996).

Page 14: Ekstraksi Gigi

14

Tang #1; tang #1 adalah tang dengan pegangan yang panjang, dan berat

dengan paruh yang simetris. Pegangan yang panjang dilengkapi dengan

pengungkit yang panjang yang pada keadaan tertentu ideal untuk pencabutan C.

tang ini juga bisa digunakan untuk gigi insisivus atas (Pedersen, 1996). Gigi susu;

versi lebih kecil dari #150, #150S digunakan untuk pencabutan gigi susu. #150

standar biasanya cukup baik untuk pencabutan kebanyakan gigi atas susu

(Pedersen, 1996).

b. Tang untuk rahang bawah

#151 tang mandibula mempunyai paruh yang hampir membentuk sudut

90o dengan pegangan. Tang #151A dulu didesain untuk gigi premolar bawah.

Melalui pengalaman, bentuk universal ini (bisa untuk kanan atau kiri) menjadi

murni digunakan untuk pencabutan gigi bawah misalnya untuk mencabut seluruh

bawah. Pegangannya sedikit melengkungke arah bawah dan paruhnya relative

sempit(3mm untuk #151). Seperti pada kebanyakan tang untuk rahang bawah,

tang digunakan dari kanan depan oleh operator yang tidak kidal dan kiri depan

sebagai operator yang kidal (Pedersen, 1996).

Tang #17 dan #23, Tang #17 didesain untuk pencabutan gigi molar bawah.

Paruhnya simetris dengan gigi molar bawah. Paruhnya simetris dengan tonjolan

bagian tengah atau ujubg pada masing-masing paruh, yang ditujukan agar

mencengkeram bifurkasi atau groove akar bukal atau lingual. Ujung tersebut

apabila dikombinasikan dengan paruh yang lebar akan memberikan adaptasi

molar yang lebih baik dibandingkan dengan tang #151. Tang lain yang sering

digunakan untuk rahang bawah #23. Paruhnya simetris dan berbentuk seperti

tanduk konus, yang didesain untuk beradaptasi dngan baik di bifurkasi gigi molar.

Tang ini digunakan dengan tekanan menutup yang kuat dan kontinu yang

dikombinasikan dengan tekanan kea rah bukal dan lingual (Pedersen, 1996).

Tang #222. Gigi molar ketiga bawah menimbulkan kendala tersendiri

dalam jalan masuk dan tekanan hantaran yang diperlukan karena lokasinnya

dibagian posterior ujung lengkung rahang. Tang #222 dapat meniadakan kendala

ini Tang ini mempunyai pegangan yang agak panjang (18 cm dibandingkan

dengan 17 cm dari #17) dengan paruh yang lebar (6mm). Apabila gigi molar

ketiga bawah akarnya konus dan berfusi, #222 ini bisa berfungsi dengan baik

Page 15: Ekstraksi Gigi

15

untuk menghantarkan tekanan rotasional. Selain itu bisa juga digunakan dengan

tekanan bukal/lingual konvensional, sering dengan penekanan pada lingual pada

saat penghantaran (Pedersen, 1996).

Tang #74. Tang #74 dan #74N desainnya vertical dengan paruh agak kecil

(4mm untuk #74). Tang –tang tersebut cocok untuk pencabutan gigi anterior

bawah. Paruhnya yang kecil beradaptasi dengan baik pada gigi insisivus bawah

yang kecil dan seringkali berjejal. Tang digunakan dengan posisi operator di

sebelah kanan depan atau kiri depan. Jika adaptasinya kurang ke apikal, sering

terjadi fraktur mahkota gigi (Pedersen, 1996).

Gigi susu. Ada model tang b#151 yang lebih kecil, #151 dapat digunakan

untuk pencabutan gigi-gigi bawah susu. Secara umum, #151 merupakan tang yang

cocok untuk gigi-gigi ini (Pedersen, 1996).

3.1.5 Instrumentasi Pencabutan Gigi dengan Pembedahan

1) Instrumentasi Jaringan Lunak

Peralatan dibagi menjadi kelompok-kelompok menjadi peralatan jaringan

lunak dan jaringan keras. insisi dilakukan dengan sebuah knife handle bard parker

dengan bilah disposable #11, #12 aqtau #15 bilah #15 merupakan bilah multiguna,

digunakan untuk mewakili fungsi dari jenis yang lain. bilah tersedia dalam

bungkus tunggal yang sudah steril. sebagai alternative, juga tersedia knife handle

beserta bilah disposable yang sudah cekat. insisi dibuat dari posterior ke anterior

atau dari jauh ke dekat. apabila merencanakan pembuatan full thickness flap insisi

harus mencapai tulang melalui mukoperiosteum. insisi yang sempurna dari

periosteum memungkinkan reaksi flap. refleksi flap dilakukan dengan elevator

periosteal, biasanya menggunakan molt #9. instrument di insersikan pada tepi

insisi dan digerakkan di bawah periosteum dengan gerakan mendorong

/menyusup/ mengangkat. dictum yang harus dipenuhi adalah pengangkatan flap

harus adekuat tapi jangan berlebihan. persyaratan yang lain adalah flap tidak

boleh berlubang. perforasi pada periosteum akan menimbulkan gangguan suplai

darah. meskipun termasuk dalam kelompok elevator periosteal, seldin lebih sering

digunakan sebagai sebuah refraktor. Minnesota adalah retractor lain yang

bermanfaat. penggunaan retractor yang benar, adalah bertumpu pada tulang

Page 16: Ekstraksi Gigi

16

rahang dan mukosa labial sehingga tidak berkontak dengan kulit bibir. retraksi

yang terlalu lama dari flap tanpa melakukan relaksasi sehingga sebaiknya

dihindarkkan, karena akan menghalangi suplai darah (Pedersen, 1996).

2) Instrumentasi Jaringan Keras

Tulang biasanya diambil dengann menggunakan peralatan kecepatan

tinggi dengan larutan seline steril. bur yang disukai adalah round/tapered fissure.

meskipun peralatan kecepatan tinggi tersebut sangat efisien, alat ini juga

menghasilkan panas tinggi, yang bisa mengakibatkan nekrosis tulang. instrument

putar tersebut juga digunakan unntuk memecah gigi dan untuk pembuatan lubang

kaitan untuk elevator. tulang juga bisa diambil dengan rounge #4A atau tang

pemotong tulang #5. alat-alat tersebut merupakan instrument berpegas yang

berujung ganda dan mempunyai sisi yang tajam. rounge sangat ideal untuk

membentuk dan menghaluskan tulang pada waktu alveoplasti. osteotumdengan

mallet juga digunakan untuk eksisi tulang dan pemecahan gigi. untuk pasien yang

sadar atau yang tidak disedasi, penggunaan esteotum dengan tekanan tangan lebih

dapat diterima disbanding mallet, pada akhir pembedahan sebaiknya dilakukan

penghalusan tulang dengan kikir tulang berujun ganda, yang memotong hanya

dengan tekanan dorongan. peralatan untuk bedah sebaiknya dikelompokkan

menjadi satu set (Pedersen, 1996).

3.1.6 Faktor Penyebab Penundaan Ekstraksi Gigi

Penundaan pencabutan gigi erat hubungannya dengan kontraindikasi

relatif pencabutan gigi Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana keadaan lokal

maupun keadaan umum (sistemik) pasien dalam keadaan yang sehat. Jika keadaan

umum pasien kurang baik, kemungkinan dapat terjadi suatu komplikasi yang

serius setelah pencabutan. Kelompok kontraindikasi ini disebut bersifat relatif

sebab pada beberapa kasus tetap dapat dilakukan pencabutan, meskipun banyak

hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan tindakan operasi.

1. Diabetes

Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis adalah suatu penyakit kronis

yang terjadi ketika konsentrasi glukosa darah dalam tubuh berlebih. Ini biasanya

terjadi ketika produksi insulin, hormon pengatur kadar glukosa darah, dari

Page 17: Ekstraksi Gigi

17

pankreas tidak memadai, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkan. Dua faktor utama yang menjadi

pertimbangan dalam melakukan pencabutan gigi pada penderita diabetes mellitus

adalah terhambatnya penyembuhan luka dan rekonstruksi tulang (Loo dkk, 2009)

2. Jantung

Penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung merupakan faktor resiko

dalam praktek kedokteran gigi, terutama karena tidak adanya kontrol medis

yang memadai. Oleh karena itu penting bagi dokter gigi untuk mengetahui

masalah medis setiap pasien, perawatan yang diterima, dan kemungkinan

pengobatan yang akan dilakukan. Penyakit jantung yang paling sering terlihat

dalam praktek kedokteran gigi, seperti hipertensi arteri, penyakit jantung iskemik,

aritmia dan gagal jantung. Peran dokter gigi pada pasien penderita penyakit

jantung meliputi mendeteksi penyakit, merujuk pasien, edukasi dan konseling,

penundaan perawatan gigi, serta pencegahan dan perawatan kondisi mulut. Dokter

gigi bertugas memeriksa tekanan darah pasien selama kunjungan rutin atau

skrining dan memberi konseling berkaitan dengan faktor risiko seperti merokok,

dan gaya hidup (Pamplona dkk, 2011).

3. Hipertensi

Hipertensi atau yang dikenal sebagai tekanan darah tinggi didefinisikan

sebagai suatu kenaikan tekanan darah sistole lebih dari 140mmHg atau tekanan

darah diastole lebih dari 90 mmHg, dengan diagnosis didasarkan pada hasil yang

sama pada dua atau lebih kunjungan setelah pemeriksaan awal. Hipertensi

ditandai adanya suatu kenaikan tekanan darah yang persisten sebagai akibat dari

kenaikan resistensi dari arteri perifer. Hipertensi menjadi kontraindikasi relatif

dalam pencabutan gigi berkaitan dengan penggunaan anestesi lokal. Adanya

vasokonstriktor dalam anestesi lokal merupakan masalah tersendiri berkaitan

dengan tekanan darah pasien. Anestetikum lidokain dengan epinefrin (adrenalin)

sebagai vasokonstriktornya merupakan yang paling umum digunakan dalam

praktek dokter gigi.Salah satu efek samping yang paling penting dari

campuran lidokain dengan epinefrin adalah efek kardiovaskular yang membatasi

penggunaannya pada beberapa kasus tertentu. Hal ini disebabkan karena

penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau injeksi intravaskulernya.

Page 18: Ekstraksi Gigi

18

Efek kardiovaskular yang dimaksud seperti hipertensi, nyeri dada, takikardia, dan

aritmia jantung lainnya. (Rahajoe, 2008).

4. Pasien terapi steroid

Pada dasarnya, steroid merupakan terapi pengganti hormon yang dihasilkan

oleh adrenal ketika produksinya tidak normal. Kelenjar adrenal memproduksi

hormon aldosteron dan kortisol yang memungkinkan tubuh untuk beradaptasi

dengan stres dan sangat penting untuk kelangsungan hidup. Ketika kekurangan

hormon tersebut, tubuh kurang mampu beradaptasi dengan situasi yang penuh

tekanan atau yang menimbulkan stress. Pada keadaan inilah terapi pengganti

diindikasikan. Penggunaan jangka panjang steroid menyebabkan insufisiensi

adrenal sekunder dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Intervensi bedah

pada pasien yang menerima pengobatan steroid harus dilakukan dengan

pertimbangan untuk mencegah krisis adrenal, penyembuhan luka tertunda, dan

infeksi (Nakano dkk, 2002).

5. Kehamilan

Saat hamil, wanita mengalami berbagai perubahan pada tubuhnya.

Perubahan tersebut meliputi perubahan sistem kardiovaskular, pernapasan dan

pencernaan, serta perubahan dalam rongga mulut dan peningkatan kerentanan

terhadap infeksi oral. Hal ini terutama dipengaruhi oleh sirkulasi hormon seks

wanita, yaitu estrogen dan progesteron. Kehamilan normal berlangsung sekitar

38 minggu atau 9 bulan. Masa kehamilan dibagi menjadi trimester (periode 3

bulan), sebab setiap trimester membutuhkan penanganan medis dan dental yang

berbeda. Trimester pertama dan terakhir merupakan kontraindikasi pada

pencabutan gigi. Hal ini disebabkan oleh adanya resiko kelahiran prematur

dan sindrom hipotensi supinasi. Hanya pada trimester kedua pencabutan gigi

aman untuk dilakukan (Nayak dkk, 2012).

6. Diskrasia darah

Anemia, penyakit hemoragik seperti hemofilia dan leukemia

merupakan jenis diskrasia darah yang menimbulkan banyak kesulitan selama

pencabutan gigi.4 Diskrasia darah membuat pasien rentan terhadap infeksi

pasca operasi dan pendarahan. Pencabutan sebaiknya dilakukan hanya setelah

konsultasi dengan hematologis dan persiapan yang tepat dari pasien. Pendapat

Page 19: Ekstraksi Gigi

19

dari hematologis dibutuhkan untuk menghindari komplikasi selama pemulihan

pasien (Ghosh, 2006).

7. Terapi koagulan

Terapi antikoagulan adalah salah satu bentuk yang paling umum digunakan

dalam pengobatan kontemporer. Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya tromboemboli, karena itu biasanya

dianjurkan pada semua pasien dengan risiko tromboemboli. Risiko tromboemboli

dapat terjadi pada subyek dengan riwayat angina, aterosklerosis, fibrilasi atrium,

kecelakaan cerebrovaskular, trombosis vena dalam, penyakit arteri perifer,

penyakit jantung iskemik, infark miokard dan emboli paru, dan juga pada

pasien setelah angioplasty dan pemasangan stent, operasi bypass dan prostetik

pemasangan katup jantung. Antikoagulan saat ini terdiri dari dua obat dasar yaitu

natrium warfarin dan heparin. Antikoagulan sering dikombinasikan dengan obat

antiplatelet seperti asam asetilsalisilat atau sulfat clopidogrel untuk

mencegah agregasi trombosit (Ghosh, 2006).

Pasien yang mengkonsumsi antikoagulan dan obat antiplatelet lebih

beresiko mengalami perdarahan oleh karena prosedur dental dibandingkan

pasien lain. Namun, menghentikan penggunaan obat-obatan ini dapat memicu

peristiwa trombotik (misalnya, deep vein thrombosis (DVT), stroke) pada

pasien. Oleh karena itu, risiko perdarahan harus dipertimbangkan bersama dengan

risiko dan konsekuensi dari trombosis (Madrid, 2009).

8. Gondok beracun

Pasien hipertiroid rentan terhadap penyakit kardiovaskular. Sebelum

melaksanakan prosedur perawatan dental, terutama bedah mulut, dokter gigi

sebaiknya mengkonsultasikan riwayat jantung pasien dengan dokter yang

merawatnya. Pada keadaan ini, penggunaan epinefrin harus dihindari dan

tindakan bedah mulut harus ditunda untuk pasien yang menunjukkan tanda-tanda

atau gejala penyakit yang tidak terkontrol seperti takikardi, denyut nadi tidak

teratur, berkeringat, hipertensi, tremor, atau telah mengabaikan instruksi dari

dokternya. Segala bentuk perawatan dental invasif harus ditunda selama lebih

dari enam bulan atau hingga satu tahun. Pasien penderita penyakit ini juga

memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi, sehingga keadaan yang penuh

Page 20: Ekstraksi Gigi

20

tekanan seperti prosedur bedah mulut dapat memicu krisis tirotoksis. Manajemen

stres dalam hal ini merupakan hal sangat penting. Berikut ini garis besar

modifikasi perawatan dental untuk pasien penderita penyakit tirokotoksis

(Nagendra, 2011) :

a. Menghindari penggunaan adrenalin dan mengontrol penyebaran infeksi.

b. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan

c. NSAID dan aspirin harus digunakan dengan hati-hati

d. Perawatan harus dihentikan jika tanda-tanda atau gejala krisis tirotoksis

berkembang

e. Pasien rentan terhadap obat depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat

f. Pasien rentan terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga dibutuhkan

pemeriksaan darah yang tepat dan konsultasi dengan dokter yang

menangani pasien

g. Manajemen stres sangat penting pada pasien ini

9. Penyakit kuning

Penyakit kuning adalah kondisi dimana konsentrasi bilirubin dalam darah

meningkat secara abnormal. Seluruh jaringan tubuh, termasuk sklera dan kulit,

menjadi warna kuning atau hijau kekuningan. Penyakit ini tampak secara klinis

ketika tingkat bilirubin serum melebihi 2,5 mg/dl.31 Virus hepatitis B, C, D dan G

ditularkan melalui darah, sedangkan hepatitis A dan E Penularannya melalui

jalur fekal-oral. Makanan dan minuman yang terkontaminasi akibat pengelolaan

yang tidak tepat dan tidak higienis berkaitan dengan jalur fekal-oral penularan

hepatitis A dan E (Puttaiah dkk, 2010).

9. Hipotensi

Hipotensi meningkatkan resiko terjadinya hipotensi ortostatik ketika

mengubah posisi pasien dari posisi supine menjadi duduk atau berdiri. Hipotensi

ortostatik didefiinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik >20 mmHg atau

tekanan darah diastolik >10 mmHg. Keadaan ini terbukti telah menjadi faktor

risiko terjadinya sinkop. Gejala klinis dari hipotensi ortostatik yaitu

ketidakstabilan posisi tubuh, pusing, atau pingsan. Prosedur perawatan gigi

sering menyebabkan pasien mengalami stres psikis akibat perasaan takut, ngeri

atau rasa nyeri yang hebat. Ketika hipotensi diperparah dengan kondisi

Page 21: Ekstraksi Gigi

21

psikologis tersebut, akan terjadi penurunan cerebral blood flow. Berkurangnya

aliran darah ke otak dapat memicu terjadinya kegawatdarutan medik sinkop.

Sinkop merupakan keadaan dimana seseorang mengalami penurunan atau

hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan bersifat sementara akibat tidak

adekuatnya cerebral blood flow. Selain disebabkan oleh faktor psikogenik seperti

rasa takut dan tegang, keadaan ini juga dapat dipicu oleh faktor- faktor non-

psikogenik seperti rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, serta lingkungan yang

panas, lembab dan padat. Sinkop dapat muncul selama prosedur pencabutan gigi,

pembedahan, injeksi anestesi lokal, atau bahkan saat penderita duduk dalam

posisi tegak sebelum ada tindakan perawatan giginya sama sekali (Protzman,

2012).

10. Asma

Oleh karena dasar penyakit asma adalah inflamasi, maka obat-obat

antiinflamasi berguna untuk mengurangi reaksi inflamasi pada saluran napas.

Kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi yang paten dan banyak digunakan

dalam penatalaksanaan asma. Obat ini dapat diberikan secara oral, inhalasi

maupun sistemik. Adapun kaitannya dengan prosedur dental, penting bagi dokter

gigi untuk mengetahui apakah seorang penderita memiliki asma yang

terkontrol dengan mengajukan pertanyaan spesifik tentang obat asma,

frekuensi serangan asma dan kebutuhan perawatan darurat. Prosedur dental

umumnya dianggap sebagai keadaan yang penuh tekanan, sehingga tidak jarang

pasien mengalami kecemasan atau rasa takut yang berlebihan ketika akan atau

sedang berhadapan dengan rangkaian penatalaksaan pencabutan gigi. Kecemasan

dental ini dapat memi serangan asma. Pasien harus dibuat nyaman dan santai agar

komplikasi akibat kecemasan dental dapat dihindari. Hal penting yang juga perlu

diperhatikan pada penderita asma adalah efek dari obat-obatan yang digunakan.

Dosis tinggi (> 400 mg) steroid inhalasi dapat menyebabkan supresi adrenal dan

menempatkan penderita pada risiko krisis adrenal. Jika ada keraguan mengenai

apakah cover steroid diperlukan, dokter gigi sebaiknya menghubungi dokter

saluran pernapasan yang menangani penderita sebelum pengobatan dimulai

( Morgan, 2013).

Page 22: Ekstraksi Gigi

22

11. Penyakit periapikal

Pencabutan gigi hanya akan dilakukan jika telah dilakukan pemeriksaan

yang mendetail dan pertimbangan yang matang. Ada berbagai hal yang harus

diperhatikan sebelum prosedur dental ini dilaksanakan. Salah satunya adalah

alasan dilakukannya pencabutan gigi. Pencabutan gigi karena alasan karies sudah

melibatkan jaringan periapikal merupakan yang paling umum ditemukan.

Pencabutan gigi karena penyakit periapikal juga harus melalui pertimbangan-

pertimbangan tertentu. Jika kondisi gigi dan jaringan sekitarnya masih

memenuhi persyaratan untuk dilakukan perawatan endontitik, sebaiknya gigi tidak

dicabut (Haseesb, 2012).

12. Rasa sakit

Sebagaimana yang telah diketahui, pencabutan gigi umumnya

dilakukan dibawah pengaruh anestesi lokal. Anestesi ini berfungsi mengontrol

rasa sakit atau nyeri selama prosedur operasi. Pada beberapa kasus, rasa sakit

dapat muncul sebagai reaksi terhadap efek anastesi yang sudah mulai habis atau

anestesi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Prosedur dental umumnya dianggap

sebagai keadaan yang penuh tekanan, sehingga tidak jarang pasien mengalami

kecemasan atau rasa takut yang berlebihan terhadap prosedur dental. Kecemasan

dan ketakutan dental telah terbukti memiliki pengaruh terhadap derajat rasa sakit

yang dirasakan pasien. Semakin cemas atau takut seorang pasien, maka semakin

kuat rasa sakit yang dirasakan pasien ketika menjalani prosedur pencabutan gigi

(Okawa, 2005).

13. inflamasi

Inflamasi merupakan reaksi jaringan tubuh terhadap iritasi, cidera, atau

infeksi. Tanda utama inflamasi adalah panas setempat (calor), kemerahan

(rubor), nyeri (dolor), pembengkakan (tumor), dan kehilangan fungsi (function -

laesa). Ketika seorang pasien mengalami inflamasi pada jaringan disekitar

giginya disertai tanda-tanda infeksi sistemik, seperti demam dan malaise, maka

inflamasi harus ditangani terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan gigi.

Pada kondisi ini, dokter gigi biasanya akan meresepkan parasetamol atau obat

antiinflamasi non-steroid. Obat-obatan tersebut merupakan analgesik yang

Page 23: Ekstraksi Gigi

23

dianjurkan sebagai pengobatan awal pada kebanyakan kasus sakit gigi. Jika

terdapat pus, pemberian antibiotik juga diperlukan (Wetherell, 2001).

3.2 Anastesi Lokal

Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara

pada satu bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan topikal atau suntikan

tanpa menghilangkan kesadaran. Pencegahan rasa sakit selama prosedur

perawatan gigi dapat membangun hubungan baik antara dokter gigi dan pasien,

membangun kepercayaan, menghilangkan rasa takut, cemas dan menunjukkan

sikap positif dari dokter gigi. Teknik anastesi lokal merupakan pertimbangan yang

sangat penting dalam perawatan pasien anak. Ketentuan umur, anastesi topikal,

teknik injeksi dan analgetik dapat membantu pasien mendapatkan pengalaman

positif selama mendapatkan anastesi local (Nurvitasari dkk., 2011).

Anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah resa nyeri

dengan cara memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat

anestesi local tersebut bekerja didalam akson dengan membentuk beberapa

molekul terionisasi yang akan memblok kanan Na + sehingga potensial aksi tidak

mungkin terjadi (Raharjo, 2009).

Struktur kimia anestesi lokal berupa ester atau amida dari derivate

benzene sederhana. Rumus dasarnya berupa gugus amin hidrofil gugus antara,

dan gugus residu aromatic lipofil. Gugus amin hidrofil berupa amin tersier atau

sekunder, sedangkan gugus antara dan gugus aromatil lipofil dihubungkan dengan

ikatan amida atau ikatan ester yang akan menentukan sifat farmakologi obat

anestesi lokal (Raharjo, 2009).

Mekanisme anestesi local bekerja dalam membokade kanal natrium. ketika

membrane akson syaraf yang mudah tereksitasi mempertahankan potensial

transmembran istirahatnya sekitar -90 sampai -60 mV. Pada waktu eksitasi,

kanal natrium terbuka dan arus natrium yang masuk ke dalam sel membuat

depolarisasi membrane dengan cepat yang mengakibatkan kanal natrium tertutup

dank anal kalium terbuka. Aliran kalium yang keluar akan merepolarisasi

membrane kearah keseimbangan kalium dan mengembalikan kanal natrium dalam

keadaan istirahat (Katzung, 2010).

Page 24: Ekstraksi Gigi

24

Gangguan pada kanal tersebut dimulai dengan menghambat kanal natrium.

Jika kadaar anestesi local terus ditambah, maka nilai ambang eksitasi akan

meningkat, konduksi impuls melambat, laju munculnya potensial aksi menurun,

ambang antipludo potensial mengecil sehingga kemampuan menghasilkan

potensial aksi akan hilang (Katzung, 2010).

Syarat Anestesia Lokal

1. Tidak iritasi dan merusak jaringan

2. Batas keamanan obat lebar

3. Waktu kerja obat lama

4. Masa pemulihan tidak terlalu lama

5. Larut dalam air (Raharjo, 2009).

6. Stabil dalam larutan

7. Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan (Raharjo, 2009).

Farmakokinetik obat anestesi lokal golongan amid lebih sering dibahas,

berbeda dengan golongan ester karena obat tipe ester lebih cepat dipecah dalam

plasma. Meski begitu, absorbsi dan distribusi yang paling dipandang untuk

menentukan akhir masa kerja anelgesik local dibanding aspek farmakokinetik

lainnya. Fakmakokinetik tersebut berupa:

a. Absorbsi

Absorbsi anestesi local dari tempat penyuntikan dipengaruhi oleh beberapa

factor, seperti dosis, tempat penyuntikan, ikatan obat dengan jaringan,

aliran darah settempat, penggunaan fasokontriktor dan sifat fisikokimiawi

obat. Jika anestesi dilakukan pada tempat yang vaskularisasinya banyak,

makan kadar obat yang diterima lebih tinggi dibandingkan dengan

pemberian anestes local pada tempat yang perfusinya buruk seperti

tendon, dermis atau lemak subkutan (Katzung, 2010).

b. Distribusi

Page 25: Ekstraksi Gigi

25

Anestesi lokal tipe amid terdistribusi luas setelah pemberian bolum

intravena. Fase distribusi terjadi awal cepat jika melibatkan organ yang

perfusinya tinggi seperti otak, hati, ginjal dan jantung. Sedangkan fase

distribusinya lebih lambat jika melibatkan jaringan yang perfusinya sedang

seperti otot dan saluran cerna (Katzung, 2010).

c. Metabolisme dan ekskresi

Anestesi local tipe amida akan diubah dalam hati sedangkan tipe ester

akan diubah dalam plasma menjadu metabolit yang lebih larut dalam air

sehingga

bisa dikskresikan dalam urin (Katzung, 2010).

Anestesi local tipe ester sangat cepat dihidrolisis dalam darah oleh

butirilkolinesterase menjadi metabolit yang tidak aktif, sehingga obat –obat tipe

ester seperti prokain adan kloropokain memiliki waktuparuh yang sangat singkat,

kurang dari 1 menit. Sedangkan Anestesi local tipe amida akan dihidrolisis oleh

isozim mikrosomal hati sitokrom P450 (Katzung, 2010).

3.2.1 Golongan Obat Anastesi Lokal

Yang termasuk obat anestesi lokal ester berupa prokain, klorofokain,

benzokain, kokain dan tetrakain. Sedangkan yang berupa golongan anestesi lokal

golongan amid adalah lidokain, bupivakain, mepivakain, prilokain dan dibukain

(Raharjo, 2009).

Anestetik lokal merupakan gabungan dari garam laut dalam air dan

alkaloid larut dalam lemak dan terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak

jenuh bersifat lipofilik, bagian badan sebagai penghubung terdiri dari cincin

hidrokarbon dan bagian ekor yang terdiri dari amino tersier bersifat hidrofilik.

Anestetik lokal menurut Ratno Samodro dibagi menjadi tiga golongan:

1. Golongan ester (-COOC-)

Obat – obat ini termetabolisme melalui hidrolisis. Yang termasuk

kedalam golongan ester, yakni : Kokain, Benzokain, Ametocaine d.

Prokain, Piperoain, Tetrakain, Kloroprokain (Samodro, 2011).

Page 26: Ekstraksi Gigi

26

2. Golongan amida (-NHCO-)

Obat – obat ini termetabolisme melalui oksidasi dealkilasi di dalam hati.

Yang termasuk kedalam golongan amida, yakni : Lidokain, Mepivakain,

Prilokain, Bupivacain, Etidokain, Dibukain, Ropivakain,

Levobupivacaine, Kecuali kokain, maka semua anestesi lokal bersifat

vasodilator (melebarkan pembuluh darah). Sifat ini membuat zat anestesi

lokal cepat diserap, sehingga toksisitasnya meningkat dan lama kerjanya

jadi singkat karena obat cepat masuk ke dalam sirkulasi. Untuk

memperpanjang kerja serta memperkecil toksisitas sering ditambahkan

vasokonstriktor (Samodro, 2011).

3. Golongan Lainnya

Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran. Anestesi lokal

sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil

dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan (Rahardjo, 2009).

Obat Anestesia yang Sering Dipakai dalam Kedokteran Gigi

1. Lidocain

Sejak diperkenalkan pada tahun 1949 derivat amida dari xylidide ini sudah

menjadi agen anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam

kedokteran gigi bahkan menggantikan prokain sebagai prototipe anestesi

lokal yang umumnya digunakan sebagai pedoman bagi semua agen

anestesi lainnya. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat dari

pada procain dan dapat tersebar dengan cepat diseluruh jaringan,

menghasilkan anestesi yang lebih dalam dengan durasi yang cukup lama.

Obat ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan adrenalin (1:80.000

atau 1: 100.000). Pengunaan lidocain kontraindikasi pada penderita

penyakit hati yang parah (Nurvitasari dkk., 2011).

2. Mepivacain

Derivat amida dari xilidide ini cukup populer yang diperkenalkan untuk

tujuan klinis pada akhir tahun 1990an. Kecepatan timbulnya efek,durasi

aksi, potensi dan toksisitasnya mirip dengan lidocain. Mepivacain tidak

Page 27: Ekstraksi Gigi

27

mempunyai sifat alergenik terhadap anestesi lokal tipe ester. Agen ini

dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan anestesi

infiltrasi / regional. Bila mepivacain dalam darah sudah mencapai

tingkatan tertentu , akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi,

dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi

(Nurvitasari dkk., 2011).

3. Prilocain

Merupakan derivat toluidin dengan tipe amida pada dasarnya mempunyai

formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lidocain dan

mepivacaine. Prolocain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat

daripada lidocain namun anestesi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam.

Prolocain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibandingkan

dengan lidocain dan bisanya termetabolisme lebih cepat. Obat ini kurang

toksis dibanding dengan lidocaine tapi dosis total yang dipergunakan

sebaiknya tidak lebih dari 400mg (Nurvitasari dkk., 2011).

Adrenalin (epinephrine), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan

sekresi medula adrenalin alami. Felypressin (octapressin), suatu polipeptida

sintetik yang mirip dengan sekresi glandula pituutari posterior manusia.

Mempunyai sifat vasokonstriktor yang dapat diperkuat dengan penambahan

prilokain (Nurvitasari dkk., 2011).

3.2.2 Macam-Macam Anastesi Lokal

1. Anastesi Topikal

Menghilangkan rasa sakit di bagian permukaan saja karena yang dikenai

hanya ujung-ujung serabut urat syaraf. Bahan yang biasa digunakan berupa

salep.

2. Anastesi Infiltrasi

Sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang bawah.

Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi anastesi infiltrasi pada anak-

Page 28: Ekstraksi Gigi

28

anak cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu

kompak.

3. Anastesi Blok

Digunakan untuk pencabutan gigi molar tetap (Nurvitasari dkk., 2011).

Berikut kami jabarkan :

a. Anastesi Topikal

Anastesi topikal yaitu pengolesan analgetik lokal diatas selaput mukosa.

Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada

daerah kulit maupun membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk

memblok ujung-ujung saraf superfisial. Semua agen anestesi topikal

sama efektifnya sewaktu digunakan pada mukosa dan menganestesi

dengan kedalaman 2-3 mm dari permukaan jaringan jika digunakan

dengan tepat (Whitehead, 1990).

Anastesi topikal tersedia dalam bentuk :

1. Semprotan (spray form) yang mengandung agen anestesi lokal

tertentu dapat digunakan untuk tujuan ini karena aksinya

berjalan cukup cepat. Bahan aktif yang terkandung dalam

larutan adalah lignokain hidroklorida 10% dalam basis air yang

dikeluarkan dalam jumlah kecil kontainer aerosol. Bila anestesi

dilakukan dengan menggunakan semprotan, larutan umumnya

dapat didistribusikan dengan lebih mudah dan efeknya akan

lebih luas daripada yang kita inginkan. Waktu timbulnya

anastesi adalah 1 menit dan durasinya adalah sekitar 10 menit

(Whitehead, 1990).

2. Salep yang mengandung lignokain hidroklorida 5% juga dapat

digunakan untuk tujuan yang sama, namun diperlukan waktu 3-4

menit untuk memberikan efek anastesi. Beberapa industri

farmasi bahkan menyertakan enzim hialuronidase dalam

produknya dengan harapan dapat membantu penetrasi agen

anastesi lokal dalam jaringan. Amethocaine dan benzocaine

Page 29: Ekstraksi Gigi

29

umumnya juga ditambahkan dalam preparat ini. Salep sangat

bermanfaat bila diaplikasikan pada gingiva lunak sebelum

pemberian tumpatan yang dalam (Whitehead, 1990).

3. Emulsi yang mengandung lignokain hidroklorida 2% juga dapat

digunakan. Emulsi ini akan sangat bermanfaat bila kita ingin

mencetak seluruh rongga mulut dari pasien yang sangat mudah

mual. Sesendok teh emulsi dapat digunakan pasien untuk

kumur-kumur disekitar rongga mulut dan orofaring dan

kemudian dibiarkan satu sampai dua menit, sisanya diludahkan

tepat sebelum pencetakan. Emulsi ini juga dapat bermanfaat

untuk mengurangi rasa nyeri pascaoperatif seperti setelah

gingivektomidan tidak berbahaya bila tertelan secara tidak

disengaja (Whitehead, 1990).

4. Etil klorida, disemprotkan pada kulit atau mukosa akan

menguap dengan cepat sehingga dapat menimbulkan anastesi

melalui efek pendinginan. Manfaat klinis hanya bila semprotan

diarahkan pada daerah terbatas dengan kapas atau cotton bud

sampai timbul uap es. Namun tindakan ini harus dilakukan

dengan hati-hati untuk menghindari terstimulasinya pulpa gigi-

gigi tetangga dan inhalasi uap oleh pasien. Manfaat teknik ini

memang terbatas tetapi kadang-kadang dapat digunakan untuk

mendapat anastesi permukaan sebelum insisi dari abses fluktuan

(Whitehead, 1990).

Teknik Anastesi Lokal

1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi

topikal (Whitehead, 1990).

2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik ± 15

detik (tergantung petunjuk pabrik) kurang dari waktu tersebut, obat tidak

efektif (Whitehead, 1990).

Page 30: Ekstraksi Gigi

30

Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa minimal 2

menit, agar obat bekerja efektif. Salah satu kesalahan yang dibuat pada pemakaian

anastesi topikal adalah kegagalan operator untuk memberikan waktu yang cukup

bagi bahan anastesi topikal untuk menghasilkan efek yang maksimum

(Whitehead, 1990).

b. Anestesi Infiltrasi

Anestesi infiltrasi merupakan teknik anestesi lokal paling sering digunakan

pada maxilaris. Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan pada permukaan

supraperiosteal yang berhubungan dengan periosteum bukal dan labial. Larutan

anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terinfiltrasi

sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi

dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik infiltrasi dapat

dibagi menjadi (Lamlanto, 2009).

1. Suntikan submukosa

Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat dibalik membran mukosa.

Walaupun tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering

digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan

molar bawah atau operasi jaringan lunak (Lamlanto, 2009).

2. Suntikan supraperiosteal

Pada beberapa daerah seperti maksila, bidang kortikal bagian luar dari tulang

alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular yang kecil.

Pada daerah-daerah ini bila larutan anestesi didepositkan di luar periosteum,

Gambar 1 Suntikan submukosa, suntikan

supraperiosteal, suntikan subperiosteal,

suntikan interdental papilla, dan suntikan

peridental.

Page 31: Ekstraksi Gigi

31

larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang

medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat

diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan

supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada

kedokteran gigi dan sering disebut sebagai suntikan infiltrasi (Lamlanto,

2009).

3. Suntikan subperiosteal

Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang

kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sangat sakit.

Karena itu, suntikan hanya digunakan bila tidak ada alternatif lain atau bila

anestesi superfisial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini

biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal

gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun biasanya pada situasi ini

lebih sering digunakan suntikan intraligament (Lamlanto, 2009).

4. Suntikan intraoseous

Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan di depositkan pada tulang

medularis. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur

tulang dan jarum yang di desain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah

suntikan supraperiosteal diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil

melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk

mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat

lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah

dipilih. Lubang harus terletak di dekat apeks gigi pada posisi sedemikian rupa

sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi (Lamlanto, 2009).

Jarum yang pendek dengan hub yang panjang diinsersikan melalui lubang

dan diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke

ruang medularis dari tulang. Jumlah larutan tersebut biasanya cukup untuk

sebagian besar prosedur perawatan gigi. Teknik suntikan intraoseous akan

memberikan efek anestesi yang baik pada pulpa disertai dengan gangguan

sensasi jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian, biasanya tulang

alveolar akan terkena trauma dan cenderung terjadi rute infeksi. Prosedur

asepsis yang tepat pada tahap ini merupakan keharusan. Pada prakteknya,

Page 32: Ekstraksi Gigi

32

dewasa ini sudah dipasarkan larutan anestesi yang efektif dan penggunaan

suntikan intraligamentum atau ligamentum periodontal sudah mengurangi

perlunya suntikan intraoseous dan karena itu, teknik suntikan intraoseous

sudah makin jarang digunakan (Lamlanto, 2009).

5. Suntikan intraseptal

Merupakan versi modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang

digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan

dipasang geligi tiruan immediet serta bila teknik supraperiosteal tidak

mungkin digunakan. Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di crest

alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang

medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anestesi. Teknik ini

hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial (Lamlanto,

2009).

6. Suntikan intraligament

Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional yang pendek dan

lebarnya 27 gauge atau syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut.

Teknik ini mempunyai beberapa manfaat. Efeknya yang terbatas

dimungkinkan dilakukannya perawatan pada satu gigi dan membantu

perawatan pada kuadran mulut yang berbeda. Suntikan ini juga tidak terlalu

sakit bagi pasien yang umumnya tidak menyukai “rasa bengkak” yang sering

menyertai anestesi lokal. Suntikan ini juga dapat menghindari terjadinya baal

pada lidah, pipi dan jaringan lunak lainnya, jadi mengurangi resiko “trauma”

pada bibi dan lidah yang baal dan tidak menimbulkan rasa kurang enak bagi

pasien sehingga ia dapat makan, minum dan berbicara secara normal. Efeknya

yang terlokalisir membuat teknik ini dapat digunakan sebagai suntikan

diagnostik untuk mengidentifikasi sumber sakit (Lamlanto, 2009).

C. Anestesi Blok

Anestesi Blok pada Maxillaris

1. Anestesi Blok Nervus Infraorbital

Page 33: Ekstraksi Gigi

33

Nervus infraorbital merupakan salah satu cabang terminal dari divisi

maxillaris nervus trigeminus. Nervus ini mempersarafi kulit pipi, kulit dan

mukosa dari bibir atas dan bagian hidung. Nervus alveolar superior

anterior (ASA) memisahkan nervus infraorbital dalam kanal infraorbital

sekitar 5 mm sebelum foramen infraorbital. Nervus ASA menyalurkan

sensasi ke gigi incisivus atas dan gigi caninus dan kadang-kadang ke

premolar dan jaringan periodontium bagian bukal, gingival dan mukosa

serta tulang yang berhubungan dengan gigi-gigi ini. Nervus MSA

mempersafari pulpa dan jaringan yang bersebelahan dari gigi premolar

maxillaris dengan akar mesiobukal dari molar pertama. Teknik infiltrasi

maupun blok dapat menganestesi cabang terminal dari nervus ASA dan

MSA. Teknik anestesi blok nervus infraorbital bergantung pada deposisi

anestesi lokal ke dalam foramen infraorbital yang memungkinkan larutan

anestesi berdifusi di sepanjang kanal infraorbitalis dan di sekitar tulang

untuk mencapai nervus ASA dan MSA (Lamlanto, 2009).

Injeksi infraorbital diindikasikan jika peradangan dan infeksi merupakan

kontraindikasi penggunaan anestesi infiltrasi di bagian anterior maxillaris,

jika akan dilakukan pembukaan pada sinus maxillaris (Lamlanto, 2009).

Untuk keperluan bedah mulut, injeksi ini dapat diberikan untuk

menghindari penyuntikan ke dalam jaringan inflamasi di daerah gigi

incisivus dan kaninus, tetapi dapat juga mencapai anestesi yang lebih

mendalam untuk lesi yang lebih besar seperti kista (Lamlanto, 2009).

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Sebaiknya menggunakan jarum panjang (35mm) tidak kurang dari 27

gauge.

Gambar 3. Lokasi nervus infraorbitalis

Gambar 3.6. Jarum diarah sejajar dengan long axis gigi dan diinsersikan pada puncak mucobukal fold di atas premolar pertama.

Page 34: Ekstraksi Gigi

34

2. Mintalah pasien untuk membuka mulut sedikit.

3. Menarik bibir atas dengan ibu jari tangan kiri.

4. Gunakan jari telunjuk untuk meraba foramen infraorbital secara ektraoral.

Letakkan jari telunjuk di titik injeksi.

5. Mengarahkan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris di antara gigi

premolar.

6. Arahkan jarum sejajar akar gigi premolar menghadap foramen infraorbital

sampai berkontak dengan tulang, sekitar 15 sampai 20 mm.

7. Jarum ditarik sedikit, jika apsirasi negatif , suntikkan secara perlahan-

lahan 1,5 ml larutan anestesi.

2. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Superior Medial

Anestesi blok nervus alveolar superior medial digunakan pada prosedur

dimana gigi premolar maxillaris atau akar mesiobukal dari molar pertama

yang memerlukan anestesi. Meskipun tidak selalu digunakan, teknik ini

berguna apabila anestesi blok nervus alveolar superior posterior atau

anterior atau anestesi infiltrasi supraperiosteal mengalami kegagalan untuk

mencapai anestesi yang adekuat. Kontraindikasi anestesi ini yaitu inflamasi

akut dan infeksi di daerah suntikan atau prosedur yang hanya melibatkan

satu gigi dimana anestesi yang adekuat dapat diperoleh dengan anestesi

infiltrasi. Teknik ini menggunakan jarum 25 atau 27 gauge (Lamlanto,

2009).

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Identifikasi puncak mukobukal fold di atas gigi premolar kedua

maxillaris yang akan menjadi titik tusukan.

Gambar 5. Lokasi nervus alveolar superior medial

Gambar 6. Jarum diinsersi ke puncak mucobukal fold di atas premolar kedua maxillaris.

Page 35: Ekstraksi Gigi

35

2. Operator berdiri di arah antara pukul Sembilan dan sepuluh sedangkan

operator yang kidal harus berdiri di arah antara pukul dua dan tiga.

3. Menarik pipi dengan alat retraksi dan menginsersi jarum sampai ujung

jarum berada di atas apeks dari gigi premolar kedua.

4. Lakukan aspirasi dan depositkan larutan anestesi dua pertiga cartridge

secara perlahan-lahan selama satu menit.

5. Pelaksanaan teknik mengalami kesuksesan apabila menganestesi

daerah pulpa gigi jaringan lunak dan tulang disekitar gigi premolar

pertama dan kedua dan akar mesiobukal gigi molar pertama.

3. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Superior Posterior

Nervus alveolar superior posterior merupakan percabangan dari divisi

maxillaris dari nervus trigeminus. Yang merupakan bagian utama fossa

pterygopalatinal, melewati inferior sepanjang dinding posterior maxillaris,

dan masuk ke tulang sekitar satu cm ke superior dan posterior gigi molar

ketiga. Nervus PSA mempersarafi gingival bagian bukal, jaringan

periodontium, dan alveolus yang berhubungan dengan gigi molar atas.

Nervus ini mempersarafi pulpa dari semua gigi molar atas dengan

kemungkinan pengecualian pulpa mesiobukal dari molar pertama, yang

dipersarafi oleh nervus alveolar superior medial (MSA) pada sebagian

besar individu (Lamlanto, 2009).

Anestesi blok ini dimaksudkan untuk menganestesi nervus alveolar

superior posterior menembus aspek posterolateral dari tuberositas

maxillaris sebelum mencapai tulang. Dengan demikian, ada hubungan

yang erat antara daerah suntikan dengan plexus venous pterygoid di bawah

dan di atas dan dapat dengan mudah dimasuki jarum (Lamlanto, 2009).

Injeksi blok nervus PSA dilakukan di daerah yang sangat vaskular,

sehingga pembentukan hematoma sering terjadi, terutama ketika jarum

masuk lebih dari 15 mm. Perdarahan segera dapat dikontrol oleh tekanan,

tetapi setelah injeksi, trismus dapat berlangsung selama berminggu-

minggu. Terapi antibiotik harus diresepkan jika hematoma membesar

(Lamlanto, 2009).

Page 36: Ekstraksi Gigi

36

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Gunakan jarum yang pendek atau panjang, tidak kurang dari 27 gauge.

2. Instruksikan pasien untuk sedikit membuka mulut, dan gerakkan

mandibula ke arah daerah injeksi.

3. Retraksi bibir dan pipi dengan ibu jari atau jari telunjuk dari tangan kiri.

4. Insersikan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris ke bagian distal dari

molar kedua.

5. Masukkan jarum ke posterior, superior, dan medial (dengan sudut 45o dari

dataran oklusal) sampai kedalaman 15 mm.

6. Lakukan aspirasi.

7. Injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-lahan.

4. Anestesi Blok Nervus Palatinal

Anestesi blok nervus palatinal berguna ketika perawatan diperlukan pada

aspek palatal dari gigi premolar dan molar maxillaris. Nervus palatinal

keluar dari kanal dan menuju ke depan antara tulang dan jaringan lunak

palatal. Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah

suntikan. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 atau 27 gauge.

Teknik (Lamlanto, 2009):

1. Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk

memperlihatkan daerah yang akan dianestesi.

Gambar 7 Lokasi nervus alveolar superior posteriorSumber :

Gambar 8 Jarum diinsersikan di atas mukobukal fold di atas molar kedua maxillaris dengan sudut 45o ke arah superior, medial dan posterior.

Page 37: Ekstraksi Gigi

37

2. Operator berdiri di arah jarum jam pukul delapan sedangkan operator

yang kidal berdiri di arah jarum jam pukul empat.

3. Gunakan kapas, cari foramen palatinal dengan menempatkan kapas pada

jaringan palatal sekitar 1 cm di medial diantara gigi molar kedua dan

ketiga.

Daerah di sekitar satu atau dua millimeter di sebelah anterior foramen

merupakan titik tusukan. Gunakan kapas, berikan tekanan ke daerah

foramen sampai percabangan jaringan. Arah jarum suntik tegak lurus

terhadap daerah suntikan hingga satu sampai dua millimeter dari anterior

foramen. Sambil menjaga tekanan pada foramen, suntikkan larutan

anestesi volume kecil sehingga jarum masuk ke jaringan sampai berkontak

dengan tulang. Jaringan akan pucat di sekitar daerah suntikan (Lamlanto,

2009).

Kedalaman penetrasi biasanya lebih dari beberapa millimeter. Sekali

berkontak dengan tulang, lakukan aspirasi dan injeksikan larutan anestesi

sebanyak seperempat cartridge (0.45 cc). Resistensi deposisi larutan

anestesi secara normal dapat dirasakan operator. Teknik ini menganestesi

mukosa palatal dan palatum keras dari premolar pertama aspek anterior ke

posterior dari palatum keras ke garis tengah medial (Lamlanto, 2009).

5. Anestesi Blok Nervus Nasopalatinal

Anestesi blok nervus nasopalatinal, yang juga dikenal sebagai anestesi

blok incisivum dan anestesi blok sphenopalatinal, menganestesi nervus

nasopalatinal secara bilateral. Teknik ini mendepositkan larutan di area

foramen incisivum. Teknik diindikasikan ketika perawatan memerlukan

Gambar 11. Daerah insersi untuk anestesi blok nervus palatinal satu cm dari median diantara molar kedua dan ketiga maxillaris.

Gambar 10. Lokasi nervus palatinal

Page 38: Ekstraksi Gigi

38

anestesi aspek lingual dari beberapa gigi anterior. Teknik ini menggunakan

jarum pendek 25 atau 27 gauge (Lamlanto, 2009).

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk

memperlihatkan daerah yang akan dianestesi.

2. Operator harus berdiri di arah jarum jam pukul Sembilan sedangkan

operator yang kidal harus berdiri di arah jarum jam pukul tiga.

Mengidentifikasi papilla incisivum.

3. Daerah lateral secara langsung ke papilla incisivum merupakan daerah

injeksi. Dengan kapas, tahan tekanan di atas papilla incisivum.

Menginsersi jarum arah lateral ke papilla dengan bevel berlawanan

jaringan.

4. Masukkan jarum secara perlahan-lahan ke foramen incisivum sambil

mendepositkan sedikit larutan anestesi dan mempertahankan tekanan

pada papilla. Setelah berkontak dengan tulang, retraksi jarum sekitar

satu millimeter, lakukan aspirasi, dan suntikkan seperempat cartridge

(0.45cc) dari larutan anestesi selama tiga puluh detik.

5. Keseimbangan jaringan sekitar dan pengendapan larutan anestesi

adalah normal. Anestesi akan diberikan ke jaringan lunak dan keras

dari aspek lingual gigi anterior dari distal dari gigi kaninus pada satu

sisi ke sisi distal dari gigi kaninus di sisi yang berlawanan.

6. Anestesi Blok Nervus Maxillaris

Ada Tiga teknik yang digunakan untuk memblokir nervus maxillaris, salah

satunya secara ekstraoral dan dua teknik secara intraoral. Teknik ekstraoral

jarang digunakan dalam praktik klinis kedokteran gigi. Secara intraoral, ada

Gambar 3.13. Insersi arah lateral ke foramen incisivum untuk memblok nervus nasopalatinal.

Gambar 3.12. Lokasi nervus nasopalatinal

Page 39: Ekstraksi Gigi

39

dua teknik untuk memblok nervus maxillaris yaitu pada tuberositas (mirip

dengan anestesi blok nervus alveolar superior posterior) dan kanal palatinal.

Meskipun sulit diprediksi dan cenderung menimbulkan komplikasi,

prosedur pada tuberositas lebih mudah. Tujuan teknik ini secara langsung

untuk mengarahkan jarum ke superior, medial, dan posterior sepanjang

permukaan permukaan zygomatikum dan infratemporal dari maksilla masuk

ke fossa pterygopalatinal. Dengan kedalaman 24 sampai 44 mm (Lamlanto,

2009).

Injeksi intraoral maxillaris dilakukan dengan jarum terpasang dengan hub

melengkung karena suntikan ini dapat dilakukan dengan mudah dengan

jarum bersudut daripada dengan jarum lurus, khususnya jika ingin mencapai

fisur sphenomaxillaris. Setelah pipi diretraksi, jarum diinsersi tinggi di

mukobukal fold pada permukaan posterior yang cekung dari zigomatikum

yang berlawanan dengan molar ketiga. yang merupakan lanjutan yang

miring ke atas, ke dalam, dan sedikit ke belakang sampai 3 cm, yang

berkontak dengan tulang. Dua milliliter dari larutan diinjeksikan. Selama 12

menit, daerah infraorbital dari wajah, termasuk bagian hidung dan sebagian

bibir atas, menjadi mati rasa. Jika palatum mati rasa, ini merupakan tanda

larutan anestesi telah terpenetrasi ke ganglion sphenopalatinal. Dengan

demikian sebagian maxillaris dapat teranestesi, termasuk sinus maxilaris.

Jika palatum tidak mati rasa, dilakukan injeksi tambahan pada palatinal

anterior dan foramen incisivum jika anestesi pada seluruh bagian maxillaris

diinginkan (Lamlanto, 2009).

Gambar 3.14 Blok nervus maxillaris

Page 40: Ekstraksi Gigi

40

Injeksi maxillaris ekstraoral lebih baik daripada secara intraoral karena

secara intraoral, bibir dan pipi diretraksi, sehingga dapat saja terpotong

dan memar. Selain itu, jarum diinsersi ke dalam permukaan yang steril.

Anatomi landmark untuk insersi jarum ditemukan dengan meraba

pinggiran superior dari lengkung zigomatikum ke tempat dimana terbentuk

sudut siku-siku dengan tepi superior dari orbit. Sudut ini disebut sudut

zygomatikum. Dari titik ini garis vertikal ditarik ke bawah 0.5 cm di

bawah tepi inferior zygomatikum, yang merupakan tempat insersi jarum.9

Tekhnik (Lamlanto, 2009):

1. Sterilkan kulit dengan menggunakan kapas beralkohol.

2. Setelah kulit steril dan siap, jarum diinsersi dengan gigi-geligi

beroklusi.

3. Beberapa tetes dari larutan anestesi dinjeksikan ke bawah kulit,

kemudian jarum melewati pipi secara vertikal menuju otot bucinator

dengan kedalaman 2 sampai 3 cm, selanjutnya berkontak dengan

tulang.

4. Sekarang jarum diarahkan sedikit lebih ke belakang melewati dinding

posterior dari maxillaris.

5. Setelah jarum dimasukkan 2 cm lagi, pengendapan tulang kembali

terasa, permukaan anterior menjadi lebih lebar dari sphenoid di bawah

foramen rotundum.

6. Jarum telah masuk sedalam 5 cm, ditandai dengan karet disk. Dua

millimeter larutan anestesi diinjeksikan, dan gejala anestesi akan

dirasakan seperti yang digambarkan dalam teknik intraoral.

Perlu dicatat bahwa dengan metode okular mengakibatkan gangguan

seperti diplopia, kelopak mata melemah, dan dilatasi dari pupil yang

terjadi dalam jangka waktu pendek dan beberapa pasien mengalami

gangguan anestesi pada palatum lunaknya.

Anestesi Blok pada Mandibularis

1. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Inferior

Page 41: Ekstraksi Gigi

41

Anestesi blok nervus alveolar inferior merupakan salah satu teknik yang

paling umum pada anestesi blok mandibula. Teknik ini sangat berguna

ketika beberapa gigi dalam satu kuadran memerlukan perawatan. Target

teknik ini adalah nervus mandibular yang berjalan ke medial ramus, yang

masuk ke foramen mandibular. Nervus lingual, mental, dan incisivum juga

teranestesi. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 gauge (Lamlanto,

2009).

Teknik direct. Ketika melakukan teknik anestesi blok nervus alveolar

mandibula pada orang dewasa, jarum panjang (35mm) tidak lebih kecil

dari 27 gauge yang mesti digunakan. Jarum panjang dianjurkan karena

penetrasinya sampai 25 mm mungkin diperlukan, jarum tidak diinsersi

sampai hub untuk menghindari patah jarum. Penting untuk mengoreksi

“landmarking” dan dan melakukan tekniknya secara berurutan (Lamlanto,

2009).

Injeksi ini akan menganestesi nervus alveolar inferior dan memblok

nervus lingual. Jika membutuhkan anestesi lingual, jarum ditarik setengah

dan aspirasi diulangi. Jika aspirasi negatif, larutan pada cartridge diinjeksi

pada titik ini, dan jarum kemudian ditarik (Lamlanto, 2009).

Teknik direct (Lamlanto, 2009) :

1. Letakkan ibu jari pada fossa retromolar, raba coronoid notch pada

batas anterior ramus.

2. Letakkan jari telunjuk pada batas posterior ramus di tempat yang sama

dengan ibu jari.

3. Beritahu pasien untuk membuka mulut dengan lebar.

Gambar 15. Lokasi nervus alveolar inferior

Gambar 16. Setelah berkontak dengan tulang, jarum di arahkan ke posterior dengan syringe sejajar dataran oklusal, jarum kemudian masuk ke kuarter ketiga.

Page 42: Ekstraksi Gigi

42

4. Insersi jarum ke dalam mulut secara menyilang terhadap gigi premolar

mandibula dari sisi yang berlawanan sejajar dengan dataran oklusal.

5. Tempatkan titik penetrasi dengan visualisasi bentuk V dari batas

anterior ramus mandibula pada aspek lateral dan raphe

pterygomandibular secara medial. Ramus diraba dan raphe muncul.

6. Penetrasi bentuk V dengan imajinasi pertengahan diantara setengah

ibu jari. Masukkan jarum sampai berkontak dengan tulang, biasanya

dengan kedalaman 20 sampai 30 mm.

7. Setelah mencapai tulang, tarik jarum sedikit (supraperiosteal) dan

aspirasi.

8. Jika aspirasi negatif, injeksikan sekitar 1.5 ml larutan anestesi.

Teknik indirect. Teknik anestesi blok nervus alveolar inferior indirect

dapat digunakan pada awal atau dapat digunakan sebagai alternatif jika

teknik direct gagal. Teknik indirect mengatasi masalah kontak ridge

internal oblique mandibula, tetapi pergerakan jarum diperlukan dalam

posisi yang benar. Orientasi pasien, membuka mulut, posisi tangan kiri

operator dan peralatan sama saja dengan teknik direct. Titik penetrasi

mukosa juga sama, pertengahan antara ramus dan raphe

pterygomandibular pada titik tengah ibu jari dokter gigi. Syringe diarahkan

secara intraoral sepanjang dataran oklusal dari gigi premolar dan molar

pada daerah yang akan diinjeksi. Setelah penetrasi mukosa, jarum

disuntikkan 10 mm ke dalam jaringan. Syringe kemudian berayun di atas

gigi premolar yang berlawanan sisi, kemudian metode selanjutnya seperti

yang dijelaskan pada teknik direct.4

2. Anestesi Blok Nervus Incisivum

Anestesi blok nervus incisivum jarang digunakan dalam praktik klinik

meskipun sangat berguna pada perawatan yang terbatas pada gigi anterior

mandibular dan tidak membutuhkan efek anestesi pada seluruh kuadran.

Teknik ini hampir mirip dengan anestesi blok nervus mentale dengan satu

langkah tambahan. Nervus mentale dan incisivum dianestesi dengan teknik

Page 43: Ekstraksi Gigi

43

ini. Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi pada daerah

injeksi. Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge

(Lamlanto, 2009).

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Mintalah pasien membuka sebagian mulut, atau ditutup selama

injeksi.

2. Lebih baik menggunakan jarum pendek 27 atau 30 gauge.

3. Jarum langsung dari belakang apeks premolar kedua.

4. Jarum berkontak dengan tulang, lalu tarik jarum sedikit.

5. Setelah aspirasi, injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-

lahan.

6. Jangan memasukan jarum ke foramen mentale, karena dapat melukai

nervus.

3. Anestesi Blok Nervus Mentale

Anestesi blok nervus mentale diindikasikan untuk prosedur yang

berhubungan dengan jaringan lunak bukal anterior ke foramen mentale.

Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah

injeksi. Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge (Lamlanto,

2009).

Injeksi ini jarang digunakan karena bagian yang teranestesi lebih efektif

dianestesi dengan injeksi pterygomandibular. Lokasi dan ukuran foramen

mentale bervariasi, kadang-kadang terdapat dua foramen mentale. Injeksi

ini secara intraoral diantara dan sedikit di bawah dua premolar (Lamlanto,

2009).

Gambar 18. Lokasi nervus mentale dan incisivum.

Gambar 19. Insersi jarum pada mukobukal fold di atas foramen mentale untuk blok nervus mentale dan incisivum.

Page 44: Ekstraksi Gigi

44

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Pasien harus dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri

di arah jarum jam pukul delapan sedangkan operator yang kidal harus

berdiri di arah jarum jam pukul empat.

2. Daerah injeksi terletak di puncak mukobukal fold di atas foramen

mentale. Foramen dapat diraba secara manual dengan tekanan jari di

daerah mandibula bagian premolar.

3. Pasien akan merasa sedikit tidak nyaman akibat palpasi ke foramen.

Gunakan instrumen retraksi untuk meretraksi jaringan lunak.

4. Jarum diarahkan ke foramen mentale dengan bevel menghadap tulang.

Menembus jaringan lunak dengan kedalaman lima millimeter, aspirasi

dan injeksi sekitar 0.6cc larutan anestesi.

5. Pelaksanaan teknik ini dikatakan sukses apabila menghasilkan anestesi

jaringan lunak bukal anterior ke foramen, bibir bawah dan dagu pada

daerah injeksi.

4. Anestesi Blok Nervus Buccal

Anestesi blok nervus bukal, atau dikenal dengan anestesi blok bukal

panjang atau buccinators, merupakan tambahan yang berguna pada

anestesi blok nervus alveolar inferior ketika dilakukan manipulasi dari

jaringan lunak bukal di regio molar mandibula. Titik target teknik ini

adalah nervus bukal yang melalui ramus dibagian anterior. Kontraindikasi

prosedur ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah injeksi. Teknik

ini menggunakan jarum panjang 25 gauge (Lamlanto, 2009).

Nervus buccinators diblok pada titik tranversal batas anterior ramus. Yang

muncul dari dalam prosessus coronoid dari mandibula dan melintasi ramus

setinggi molar atas dalam posisi mulut terbuka. Daerah injeksi terbaik

pada tinggi ini dan masuk ke dalam jaringan yang menutupi tepi anterior

coronoid. Sekitar satu ml larutan anestesi diinjeksikan. Efek anestesi

dicapai setelah 5 menit (Lamlanto, 2009).

Page 45: Ekstraksi Gigi

45

Teknik (Lamlanto, 2009)

1. Pasien berada dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri

diarah jarum jam pukul delapan sedangkan operator kidal harus berdiri

di arah jarum jam pukul empat.

2. Mencari sisi yang paling distal gigi molar pada sisi yang dirawat.

Jaringan di bagian distal dan bukal di gigi molar terakhir merupakan

daerah injeksi.

3. Menggunakan instrument retraksi untuk meretraksi pipi. Bevel jarum

menghadap tulang dan syringe di arahkan sejajar bidang oklusal pada

daerah injeksi. Jarum diinsersi ke dalam jaringan lunak dan beberapa

tetes larutan anestesi disuntikkan.

4. Jarum dimasukkan sekitar satu atau dua millimeter sampai berkontak

dengan tulang. Setelah berkontak dengan tulang dan aspirasi negatif,

0.2 cc larutan anestesi lokal didepositkan. Jarum ditarik dan ditutup

kembali. Pelaksanaan anestesi dikatakan sukses apabila menghasilkan

efek anestesi pada jaringan lunak bukal dari daerah molar mandibula.

5. Anestesi Blok Vazirani-Akinosi Closed-Mouth

Anestesi blok nervus mandibula Vazirani-Akinosi closed mouth merupakan

teknik yang berguna untuk pasien yang sulit membuka mulut seperti trismus

atau ankylosis temporomandibular joint. Kesulitan membuka mulut

merupakan kontraindikasi teknik anestesi blok nervus alveolar inferior dan

teknik Gow-Gates yang membutuhkan pasien membuka mulut secara

maksimal. Keuntungan lainnya dari teknik ini yaitu resiko trauma yang

minimal dari nervus alveolar inferior, arteri, vena dan otot pterygoid, tingkat

komplikasi yang rendah dan ketidaknyamanan yang minimal dari injeksi.

Gambar 20. Lokasi nervus bukal. Gambar .21. Jaringan distal dan bukal dari gigi molar terakhir merupakan targen daerah injeksi.

Page 46: Ekstraksi Gigi

46

Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada ruang

pterygomandibular, cacat atau tumor pada regio tuberositas maxillaris atau

ketidakmampuan untuk memvisualisasikan bagian medial ramus. Teknik ini

menggunakan jarum panjang 25 gauge (Lamlanto, 2009).

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Injeksi ini dilakukan pada mulut tertutup. Posisi pasien meiring 45o

dengan gigi geligi beroklusi. Ibu jari yang bebas digunakan untuk

merefleksi pipi secara lateral dan mengidentifikasi presessus coronoid.

2. Syringe diletakkan sejajar bidang oklusal, dan diposisikan setinggi

mukogingiva yang dekat dengan gigi molar ketiga maxillaris.

3. Jarum diputar searahss mukogingiva dari molar ketiga atas, dan

menganestesi mucosa di medial mandibula.

4. Menjaga syringe tetap sejajar dengan dataral oklusal, diarahkan ke

posterior dan sedikit ke lateral sampai masuk sekitar 1.5 inci (38 mm).

Ujung jarum akan masuk ke pertengahan ruang pterygomandibular dan

dekat dengan percabangan utama nervus mandibular.

5. Larutan anestesi didepositkan setelah aspirasi dan jarum kemudian

ditarik. Tanda munculnya efek anestesi akan dimulai setelah 4 sampai 5

menit.

6. Jika jarum terlalu jauh masuk ke medial, nervus tidak akan teranestesi.

Perlu diketahui bahwa dengan teknik ini, struktur posterior akan

teranestesi sebelum struktur anterior. Tanda klasik kram dari bibir

bawah akan tertunda.

6. Anestesi Blok Gow-Gates

Teknik ini menggunakan landmark eksternal yang mengarahkan jarum ke

titik tusukan yang lebih tinggi, sehingga menjamin tinggi yang memadai

untuk deposit larutan di atas lingual. Berikut dua landmark ektraoral yang

digunakan

1. Pertama, dataran diidentifikasi untuk mengarahkan jarum suntik.

Dataran ini memanjang dari batas bawah ke notch telinga melalui

commisura bibir.

Page 47: Ekstraksi Gigi

47

2. Kedua adalah sebuah titik, tragus telinga, yang mengidentifikasi

landmark yang mengarahkan jarum.

Teknik (Lamlanto, 2009) :

1. Mencari daerah anterior dengan mulut terbuka lebar.

2. Kedalaman blok pada orang dewasa sekitar 25 sampai 27 mm.

3. “Landmarking” gigi cenderung tidak penting; titik injeksi sekitar cusp

dari gigi molar kedua maxillaris.

4. Menggunakan garis dari tragal notch ke sudut mulut, membimbing

jarum ke leher condylus.

5. Dengan kepala pasien miring ke belakang dan mulut terbuka lebar,

meraba ridge internal oblique dengan jari telunjuk atau ibu jari.

6. Angulasi dari injeksi ini sejajar dengan pertemuan dua eksternal

landmark.

7. Titik tusukan berada diantara raphe pterygomandibula dan ridge

internal oblique, mendekati anterior leher condylar dari kontralateral

premolar.

8. Depositkan seluruh larutan cartridge. Mula kerjanya mungkin lebih

lambat tetapi efek anestesinya 2 sampai 3 jam.

2.2.5 Indikasi dan Kontraindikasi Anastesi

Anestesi lokal telah digunakan secara luas di bidang kedokteran umum dan

gigi. Komplikasi serius dari anestesi lokal jarang terjadi, tetapi kejadian fatal

akibat pemberian anestesi lokal telah dilaporkan. Komplikasi pemakaian anestesi

lokal berkisar dari gejala ringan yang terjadi akibat absorbsi sistemik anestesi

Gambar 22. Pasien membuka mulut secara maksimal. Cusp mesiolingual dari molar kedua maxillaris merupakan titik acuan injeksi.

Gambar 23. Jarum kemudian diarahkan ke distal sejajar dengan garis imajinasi notch intertragic ke sudut mulut.

Page 48: Ekstraksi Gigi

48

lokal pada pemberian yang benar dan sesuai dosis sampai gejala berat pada sistem

saraf pusat (SSP) dan toksisitas pada jantung akibat penyuntikkan intravaskuler

yang tidak disengaja yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan toksisitas sistemik anastesi

lokal, diantaranya faktor risiko yang ada pada pasien, obat-obatan penyerta, lokasi

penyuntikkan dan teknik anestesi, jenis obat anestesi, total dosis yang digunakan,

kecepatan pengenalan tanda intoksikasi dan keadekuatan pengelolaan (Rindarto

dan Sutiyono 2009).

Dalam bidang kedokteran gigi, secara umum anestesi lokal diindikasikan

untuk berbagai tindakan bedah yang dapat menimbulkan rasa sakit yang tidak

tertahankan oleh pasien, diantaranya ekstraksi gigi, apikoektomi, gingivektomi,

gingivoplasti, bedah periodontal, pulpektomi, pulpotomi, alveoplasti, implan gigi,

perawatan fraktur rahang, reimplantasi gigi avulsi, perikoronitis, kista, bedah

tumor, bedah odontoma, penjahitan dan flapping pada jaringan mukoperiosteum

(Malamed dan Stanley 2004).

Kontraindikasi dari pemberian anestesi lokal, antara lain adanya

infeksi/inflamasi akut pada daerah injeksi apabila melakukan anestesi secara

injeksi (hindari bloking saraf alveolaris inferior gigi pada dasar mulut atau area

retromolar), penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease,

alergi, penderita hipertensi yang tidak terkontrol, penderita penyakit hati/liver dan

penderita usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan ginjal (Malamed

dan Stanley 2004).

3.2.3 Komplikasi Anastesi Lokal

Menurut Baart dan Brand (2008) bahwa terdapat beberapa komplikasi

anastesi lokal pada saat pencabutan, yaitu :

1. Kerusakan Jarum

Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak

terduga pada pasien saat jarum memasuki otot atau kontak periosteum. Jika pasien

berlawanan dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan menyebabkan

patah jarum. Penyebab utamanya adalah kelemahan jarum dengan

membengkokkannya sebelum di insersi ke dalam mulut pasien.

Page 49: Ekstraksi Gigi

49

Perawatan jika terjadi jarum patah adalah pasien diharapkan tetap tenang

dan jangan panik, instruksikan pasien untuk tidak bergerak, jaga mulut pasien

agar tetap terbuka, gunakan bite block dalam mulut pasien. Jika patahan masih

terlihat, coba untuk mengambilnya.

2. Parestesi

Pasien merasa mati rasa selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari

setelah anestesi lokal. Penyebabnya karena trauma pada beberapa saraf, injeksi

anestesi lokal yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi yang

menyebabkan iritasi sehingga dapat mengakibatkan edema dan sampai menjadi

parastesi.

Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan

pada saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang

terjadi. Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi adalah yakinkan kembali

pasien dengan berbicara secara personal, jelaskan bahwa parastesi jarang terjadi

hanya 22% telah dilaporkan yang berkembang menjadi parastesi, periksa pasien

untuk menentukan derajat dan luas parastesi, jelaskan pada pasien bahwa parastesi

akan sembuh sendiri dalam waktu 2 bulan. Jadwal ulang pertemuan setiap 2

bulan sampai adanya pengurangan reaksi sensori. Jika ada, maka konsultasi ke

bagian Bedah Mulut.

3. Trismus

Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang

dengan pembukaan mulut menjadi terbatas (rahang terkunci). Etiologinya karena

trauma pada otot atau pembuluh darah pada fossa infra temporal. Kontaminasi

alkohol dan larutan sterlisasi dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian

menjadi trismus. Hemoragi juga penyebab lain trismus.

4. Luka jaringan lunak

Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak hati-

hati menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini

menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan. Kejadian ini sering

terjadi pada anak-anak handicapped.

5. Hematoma

Page 50: Ekstraksi Gigi

50

Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok

nervus alveolar superior posterior atau nervus inferior. Hematoma yang terjadi

setelah blok saraf alveolar inferior dapat dilihat secara intraoral sedangkan

hematoma akibat alveolar blok posterior superior dapat dilihat secara extraoral.

Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan nyeri.

Pembengkakan dan perubahan warna pada region yang terkena dapat

terjadi setelah 7 sampai 14 hari.

6. Nyeri

Penyebab nyeri dapat terjadi karena teknik injeksi yang kurang hati-hati,

jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple, deposisi cepat pada obat anestesi

lokal yang menyebabkan kerusakan jaringan, jarum dengan mata kail (biasanya

akibat tertusuk tulang). Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan

kecemasan pasien, menciptakan gerakan tiba-tiba pada pasien dan menyebabkan

jarum patah.

7. Rasa terbakar

Rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat pada daerah

palatal, kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa

terbakar. Jika disebabkan karena pH, maka akan menghilang sejalan dengan

reaksi anestesi. Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat, kontaminasi

dan obat anastesi yang terlalu hangat dapat menyebabkan kerusakan jaringan

yang dapat berkembang menjadi trismus, edema, bahkan parastesi.

8. Infeksi

Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi

anastesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa.

Ketidakahlian operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang tidak tepat

dapat menyebabkan infeksi.

9. Edema

Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa

gangguan. Edema dapat terjadi karena trauma selama injeksi, infeksi, alergi,

hemoragi, jarum yang teriritasi, hereditary angioderma. Edema dapat

menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang terkena. Angioneurotik

edema yang dihasilkan akibat topikal anestesi pada individu yang alergi dapat

Page 51: Ekstraksi Gigi

51

membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring, dan laring dapat

berkembang pada situasi gawat darurat.

10. Pengelupasan jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan

beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab

deskuamasi epitel, antara lain aplikasi topikal anestesi pada gusi yang terlalu

lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan, adanya reaksi pada area

topikal anestesi. Penyebab abses steril, antara lain iskemi sekunder akibat

penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor (norepineprin), biasanya

berkembang pada palatum keras. Nyeri dapat terjadi pada deskuamasi epitel atau

abses steril sehingga ada kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.

11. Lesi intraoral post anastesi

Pasien sering melaporkan setelah 2 hari dilakukan anastesi lokal timbul

ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya

adalah nyeri. RAS atau herpes simplex dapat terjadi setelah anestesi lokal.

Recurrent aphthous stomatitis merupakan penyakit yang paling sering dari pada

herpes simplex, terutama berkembang pada gusi yang tidak cekat dengan tulang.

Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut pada area ulse.

12. Paralisis Nervus Fasialis

Paralisis nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan pada nervus fasialis

yang dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan

selubung mielin yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf otak. Berbagai

penyebab kelumpuhan wajah meliputi kelainan genetik, komplikasi dari operasi,

bell’s palsy, trauma, Infeksi herpes simpleks atau herpes zoster, penyakit lyme,

stroke dan gangguan sistem saraf pusat, tumor, penyakit sistemik, infeksi,

penyebab miscellaneous (Facial Paralysis And Bells Palsy 2014).

Kelumpuhan nervus fasialis ini dapat terjadi di bagian supranuklear,

nuklear, infranuklear (perifer) dari nervus tersebut. Paralisis perifer (bell’s palsy)

adalah jenis yang paling umum dari hilangnya fungsi saraf fasialis (75%).

Paralisis ini dapat terjadi pada segala usia, namun lebih sering pada umur 20-50

tahun (Duus 1994 cit. Milala 2001).

Page 52: Ekstraksi Gigi

52

Paralisis nervus fasialis dapat terjadi menetap atau sementara tergantung

kepada penyebab dan sifat kerusakan yang terjadi. Paralisis nervus ini biasanya

bersifat sementara di bidang kedokteran gigi. Penyebab paralisis nervus fasialis

belum diketahui secara pasti. Etiologi dari paralisis nervus fasialis tergantung

pada lokasi lesi dari nervus fasialis (perifer, nuklear, supranuklear) (Trenggono

cit. Milala 2001). Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan

injeksi anestesi lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum

secara posterior menembus kedalam badan glandula parotid sehingga hal ini

menyebabkan paralisis (Baart dan Brand 2008).

Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai masalah utama

yaitu estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada treatment khusus

kecuali menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah

pasien tidak dapat menutup satu matanya secara sadar, refleks menutup pada mata

menjadi hilang dan berkedip menjadi susah. Paralisis nervus fasialis adalah istilah

umum yang diberikan untuk pasien yang kehilangan kemampuan untuk

memindahkan satu sisi wajah mereka. Bell’s palsy adalah bagian spesifik dari

pasien yang memiliki kelumpuhan wajah tersebut (Malamed dan Stanley 2004).

3.3 Diagnosa dan Pemeriksaan Sebelum Dilakukan Ekstraksi Gigi serta

Perawatannya

I. MENYAPA PASIEN DENGAN RAMAH

II. ANAMNESA

1. Menanyakan dan mencatat identitas penderita :

Nama : ……………………………………

Umur : ……………………………………

Alamat : ……………………………………

Pekerjaan : ……………………………………

2. Keluhan Utama :

2.1 Menanyakan lokasi gigi yang sakit

2.2 Mulai kapan dirasakan

2.3 Sifat sakit :

a. Terus menerus

Page 53: Ekstraksi Gigi

53

b. Kadang-kadang

Timbulnya rasa sakit :

a. Terus menerus

b. Kadang-kadang

Rasa sakit menyebar / setempat.

Sudah diobati / belum :

a. Macam obat ( jenis, jumlah )

b. Asal obat ( resep dokter / beli sendiri )

c. Minum obat terakhir kapan ?

3. Riwayat Kesehatan Umum :

Apakah punya penyakit :

Jantung : keluar keringat dingin, berdebar, sesak nafas, nyeri dada

Kencing manis:

Keluhan 3 P ( sering kencing, sering lapar, sering haus )

Bila ada luka tidak sembuh-sembuh

Bau mulut khas ( HALITOSIS )

Radang jaringan penyangga – menyebabkan gigi goyang (tanpa

sebab lokal sebagian besar gigi goyang)

Darah tinggi – bila ada riwayat tekanan darah tinggi – periksa tekanan

darah.

Cara : lihat prosedur pemeriksaan tekanan darah.

Kehamilan pada wanita

Berapa umur kehamilan.

Yang berhubungan dengan pemberian obat dan anaesthesi.

Alergi – berhubungan dengan pemberian obat.

Asma – apakah asma bronchiale/cardiole yang berhubungan dengan

pemberian obat.

TBC – preventif untuk operator ( drg, perawat gigi ), dengan masker.

Hepatitis :

o berhubungan dengan gejala hepatitis ( rasa mual, muntah,

icterus )

o preventif untuk operator ( harus pakai handscoone )

Page 54: Ekstraksi Gigi

54

HIV / AIDS / Penyakit kelamin

Bila kesulitan mengetahui Px + / -

Proteksi diri sendiri dengan memakai sarung tangan, masker

(OPERATOR).

III. PEMERIKSAAN

E.O : Pipi diraba : dengan empat jari dengan menekan pipi secara lembut bila ada

benjolan / pembengkakan kekenyalannya : - keras / lunak - ada fluktuasi / tidak

Bibir dilihat : cara :

ditarik dengan 2 jari ( telunjuk dan jempol )

untuk bibir bawah – ditarik ke bawah

untuk bibir atas – ditarik ke atas

ada / tidak perubahan warna

ada / tidak benjolan / pembengkakan

diraba :

bila ada perubahan warna / benjolan diraba dengan

cara : ditekan secara lembut dengan 2 jari ( bila ada pembengkakan )

bila ada pembengkakan bagaimana kekenyalannya: keras / lunak

o ada fluktuasi / tidak

Kel.Lymphe : diraba :

ada pembengkakan / tidak dengan menggunakan 2 jari telunjuk + jari

tengah

I.O :

1. Pemeriksaan pada gigi yang sakit dengan :

Perkusi : cara : sama dengan prosedur perkusi

Druk / ditekan : cara : sama dengan prosedur druk pada tumpatan

2. Pemeriksaan pada seluruh gigi di jaringan sekitar gigi.

Meliputi : warna, posisi ( malposisi ) karies dan kelainan-kelainan lainnya

3. Mukosa pipi / jar.periodontal

IV. DIAGNOSA

Ditegakkan berdasarkan :

Page 55: Ekstraksi Gigi

55

Anamnesa

Keluhan utama

Pemeriksaan E.O

Pemeriksaan I.O

V. RENCANA PERAWATAN

Pencabutan gigi permanen

• Diagnosa

• Bila masih infeksius akut, maka pencabutan di tunda,dan menjelaskan

kepada PX tentang bahaya bila pencabutan dilakukan pada gigi yang masih

dalam keadaan infeksi akut.

• Memberi pengobatan dan menjadwal rencana pencabutan.

• Memberitahu PX bahwa gigi nya harus dicabut, dan memberitahu setiap

tahap yang akan dilakukan serta menanyakan apakah PX sudah makan atau

belum

Diagnosa pada kasus:

Gigi 13 lubang daerah servikal, goyang derajat 1, tes dingin +, nyeri saat

minum dingin dan berbicara à pulpitis reversiel.

Gigi 23 lubang daerah servikal, goyang derajat 4, tes dingin -, kalkulus + à

nekrosis pulpa.

Perawatan pada kasus:

Gigi 13: restorasi sandwich atau resin komposit

Gigi 23: ekstraksi à GTL/GTC

3.3.1 Kegoyangan Gigi

Derajat 1 : kegoyangan normal (sedikit) < dari 1 mm.

Derajat 2 : kegoyangan sampai dengan 1 mm.

Derajat 3: kegoyangan > 1mm dari segala arah dan gigi dapat ditekan ke arah

apical.

Page 56: Ekstraksi Gigi

56

Derajat 4: kegoyangan gigi ke arah horizontal dan vertikal oleh lidah atau ¾

sudah lepas dari soketnya (Depkes. R.I., 1996).

3.4 Prosedur Ekstraksi Gigi

TAHAP YANG DI LAKUKAN

– Memberitahu PX ttg lokasi atau tempat yang akan di anasthesi ( di suntik )

– Asepsis daerah yang akan di lakukan penyuntikan dengan menggunakan

antiseptik

– Setelah jarum di suntikkan , aspirasi untuk memastikan tidak terjadi injeksi

ekstra vaskuler

– Deponir bahan anesthesi secara perlahan apabila terjadi penumpukkan cairan

aneshesi,lakukan massage di tempat yang di anesthesi

• Observasi PX sambil menunggu efek anesthesi(dengan pertanyaan, apakah

PX sudah merasa tebal atau ada efek gringgingan pada lokasi penyuntikan

dan sekitar gigi yang akan dilakukan pencabutan,bila penyuntikan MA juga

ditanyakan apakah terasa gringgingan pada ujung separo lidah/satu sisi,

serta dilakukan observasi dengan memakai alat,sonde pada gigi melingkar

servikal dan lakukan drug pada gigi untuk memastikan apakah anasthesi

sudah benar-benar sudah bereaksi

• Jika anesthesi sudah bereaksi , baru dilakukan ekstraksi

• Apabila gigi sudah tercabut, periksa soket untuk memastikan tidak ada sisa

gigi / fragmen tulang

• Kompresi soket, lalu gigit tampon kurang lebih 30 menit s/d 1 jam

INSTRUKSI PASCA PENCABUTAN

• Memberi instruksi kepada PX :

• tidak makan sebelum efek anesthesi hilang, dengan tujuan agar PX tidak tergigit.

• Untuk PX yang perokok dianjurkan tidak merokok dalam waktu 24 jam.

• Untuk mengunyah, mempergunakan sisi yang tidak di cabut

• Tidak diperkenan menghisap – hisap bekas cabutan

• Meminum obat yang telah di resepkan dokter gigi

• Menjelaskan manfaat dari instruksi, dan akibat bila PX tidak mematuhi instruksi.

Page 57: Ekstraksi Gigi

57

• Kontrol pasca pencabutan

Pencabutan Intra Alveolar

Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan

menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini sering

juga di sebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa dilakukan pada

sebagian besar kasus pencabutan gigi (Archer, 1975 ; Cawson, 1984)

Dalam metode ini, blade atau instrument yaitu tang atau bein ditekan

masuk ke dalam ligamentum periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang

alveolar. Bila akar telah berpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kea rah

buko-lingual atau buko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya.

Gerakan rotasi kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan

dan gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga fraktur gigi

dapat dihindari. (Brown, 1981 ; Carranza,1984)

Pencabutan Trans Alveolar

Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan

metode intra alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dilakukan

pencabutan dengan metode trans alveolar. Metode pencabutan ini dilakukan

dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini

juga sering disebut metode terbuka atau metode surgical yang digunakan pada

kasus-kasus:

- Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar

- Gigi yang mengalami hypersementosis atau ankylosis

- Gigi yang mengalami germinasi atau dilacerasi

- Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan bein,

terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris.

Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans alveolar harus dibuat

secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan.

Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang disesuaikan

dengan keadaan dari setiap kasus.

Page 58: Ekstraksi Gigi

58

Secara garis besarnya, komponen penting dalam perencanaan adalah bentuk flap

mukoperiostal, cara yang digunakan untuk mengeluarkan gigi atau akar gigi dari

socketnya, seberapa banyak pengambilan tulang yang diperlukan. (Archer, 1975 ;

Cawson, 1984)

Teknik ekstraksi untuk gigi rahang atas

1. Gigi incisivus Rahang Atas

Gigi incisivue RA diekstraksi menggunakan upper universal forceps (no.

150) walau pun forceps lain bisa diunakan. Gerakan awal pada ekstraksi

ini harus pelan, konstan dan tegas pada arah labial yang akan memperluas

crestal buccal bone. Setelah itu dilakukan gerakan memutar yang lebih

pelan. Gerakan memutar tersebut harus diminimalisasi pada ekstraksi gigi

insisif lateral terutama jika ada lekukan pada gigi.

2. Gigi kaninus rahang atas

Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan untuk menggunakan

upper universal forceps (no. 150). Gerakan awal ekstraksi gigi caninus

dilakukan pada aspek buccal dengan tekanan ke arah palatal. Sedikit gaya

berputar pada forceps mungkin berguna untuk memperluas socket

gigi,terutama jika gigi sebelahnya tidak atau telah di ekstraksi. Setelah gigi

terluksasi dengan baik, gigi bisa di cabut dari socket ke arah labial-incisal

dengan labial tractional forceps

Page 59: Ekstraksi Gigi

59

Gambar 25. Eks. Kaninus dan premolar 2 atas

3. Gigi premolar 1 Rahang Atas

Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper universal forceps (no. 150).

Sebagai alternatif, bisa juga digunakan forceps no. 150A. gigi harus

diluksasi sebanyak mungkin dengan menggunakan elevator lurus. Gaya

berputar harus dihindari pada gigi ini agar tidak terjadi fraktur akar.

4. Gigi premolar 2 Rahang Atas

Forceps yang direkomendasikan untuk ekstraksi gigi ini adalah forceps no.

150 atau 150 A. gigi ini memiliki akar yang kuat, sehingga pergerakan

yang kuat bisa diberikan pada ekstraksi gigi ini.

5. Gigi molar Rahang Atas

Forceps no. 53 R dan 53 L biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi molar

rahang atas. Paruh pada forceps ini memiliki bentuk yang pas pada

Page 60: Ekstraksi Gigi

60

bifurkasi buccal. Beberapa dokter gigi memilih untuk menggunakan

forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut upper cowhorn forceps.

Kedua forceps tersebit biasa digunakan untuk gigi molar yang memiliki

karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi gigi

molar ketiga yang sudah erupsi, biasanya menggunakan forceps 210 S

yang bisa dgunakan untuk sebelah kiri atau kanan.

Pergerakan dasar ekstraksi gigi molar biasanya menggunakan tekanan

yang kuat buccal dan palatal, akan tetapi gaya yang diberikan pada buccal

lebih besar dibandingkan yang ke arah palatal. Gaya rotational tidak

digunakan pada ekstraksi gigi ini karena gigi molar rahang atas memiliki 3

akar.

Teknik ekstraksi gigi Rahang Bawah

ekstraksi Rahang bawah dianjurkan untuk menggunakan bite block. Selain itu,

tangan operator juga harus selalu menyokong rahang bawah

1. Gigi anterior rahang bawah

Lower universal forceps (no. 151) biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi

rahang bawah anterior. Pergerakan ekstraksi biasanya dilakukan ke arah

labial dan lingual, dengan menggunakan tekanan yang sama besar. Gigi

dicabut menggunakan tractional forceps pada arah labial-incisal.

Page 61: Ekstraksi Gigi

61

2. Gigi premolar rahang bawah

Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah, biasanya digunakan juga

forceps no. 151. Akan tetapi forceps no. 151A bisa dijadikan alternatif.

Pergerakan awal diarahkan ke aspek buccal lalu kembali ke aspek lingual

dan akhirmya berotasi. Pergerakan rotasi sangat diperlukan pada ekstraksi

gigi ini.

3. Gigi molar Rahang Bawah

Forceps no. 17 biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi ini. Pergerakan kuat pada

arah buccolingual digunakan unutuk memperluas socket gigi dan memberikan

kemudahan gigi untuk di ekstraksi pada arah buccoocclusal. Untuk mengekstraksi

gigi molar ketiga yang telah erupsi, biasanya digunakan forceps no. 222

(Pederson, 1996 ; Peterson,2004).

3.5 Komplikasi Pasca Ekstraksi Gigi

Komplikasi, merupakan kondisi yang tidak diharapkan terjadi pada

tindakan medis. Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa

komplikasi normal yang menyertainya seperti terjadinya perdarahan sesaat, oedem

(pembengkakan) dan timbulnya rasa sakit. Komplikasi sendiri merupakan

Page 62: Ekstraksi Gigi

62

kejadian yang merugikan dan timbul diluar perencanaan dokter gigi. Oleh karena

itu, kita selaku dokter gigi harus tetap mewaspadai segala kemungkinan dan

berusaha untuk mengantisipasinya sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya komplikasi lanjutan dengan resiko yang lebih besar pula

(Anang,2005).

Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya komplikasi diantaranya

karena kondisi sistemik dan lokal pasien lalu keahlian, keterampilan dan

pengalaman sang operator serta standar prosedur pelaksanaan juga

mempengaruhi. Berbagai komplikasi dapat terjadi, seperti:

1. Perdarahan

Perdarahan post ekstraksi merupakan kejadian yang mungkin bisa terjadi

di praktek dokter gigi. Pengetahuan dan anamnesis yang tepat oleh dokter gigi

terhadap pasiennya dalam mendiagnosis, mencegah dan penanganannya sangat

diperlukan. Perdarahan dapat terjadi karena kelainan bawaan atau yang didapat

selain itu ditentukan pula oleh kondisi sistemik pasien serta keadaan lokal di

rongga mulut. Penanganan perdarahan sangat tergantung dari penyebab terjadinya

perdarahan dapat dengan cara penanganan lokal atau perlu diberikan obat-obatan

yang membantu proses pembekuan darah (Anang,2005).

Perdarahan (hemorragie), keadaan ini merupakan terjadinya perdarahan

yang hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi karena bermacam hal, seperti: kelainan

sistemik pada pasien (misalnya hipertensi yang tidak terkontrol) ataupun faktor

lokal.

a. Faktor lokal

Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor lokal,

seperti:

1. Trauma yang berlebihan pada jaringan lunak.

2. Mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi.

3. Tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien.

4. Tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan menghisap-

hisap.

5. Kumur-kumur yang berlebihan.

6. Memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksi.

Page 63: Ekstraksi Gigi

63

b. Faktor sistemik

Beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi terjadinya perdarahan:

1. Penyakit kardiovaskuler

Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan

darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong

sehingga terjadi perdarahan.

2. Hipertensi

Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,

pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat,

pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita

menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat

tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga

ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti

obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga

dapat menyebabkan perdarahan (Anang,2005).

3. Hemofilli

Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi faktor

VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX.

Sedangkan pada von Willebrand’s disease terjadi kegagalan pembentukan platelet,

tetapi penyakit ini jarang ditemukan (Fragiskos,2007).

4. Diabetes Mellitus

Bila DM tidak terkontrol, akan terjadi gangguan sirkulasi perifer, sehingga

penyembuhan luka akan berjalan lambat, fagositosis terganggu, PMN akan

menurun, diapedesis dan kemotaksis juga terganggu karena hiperglikemia

sehingga terjadi infeksi yang memudahkan terjadinya perdarahan

(Fragiskos,2007).

5. Malfungsi Adrenal

Ditandai dengan pembentukan glukokortikoid berlebihan (Sindroma

Cushing) sehingga menyebabkan diabetes dan hipertensi.

6. Pemakaian obat antikoagulan

Page 64: Ekstraksi Gigi

64

Pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan (heparin dan walfarin)

menyebabkan PT dan APTT memanjang. Perlu dilakukan konsultasi terlebih

dahulu dengan internist untuk mengatur penghentian obat-obatan sebelum

pencabutan gigi (Fragiskos,2007).

2. Fraktur

a. Fraktur mahkota gigi

Selama pencabutan mungkin tidak dapat dihindari bila gigi sudah

mengalami karies atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga disebabkan oleh

tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bilah tang di aplikasikan pada mahkota gigi

bukan pada akar atau massa akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang yang tidak

sejajar dengan sumbu panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan ujung

terlalu lebar dan hanya memberikan ‘kontak 1 titik’ gigi dapat pecah bila tang

ditekan. Bila tangkai tang tidak dipegang dengan kuat, ujung tas mungkin terlepas

dari akar dan mematahkan mahkota gigi. Terburu-buru biasanya merupakan

penyebab dari semua kesalahan, yang sebenarnya dapat dihindari bila operator

bekerja sesuai metode. Pemberia tekanan berlebihan dalam upaya mengatasi

perlawanan dari gigi tidak dianjurkan dan bisa menyebabkan fraktur mahkota gigi

(Anang,2005).

Bila fraktur mahkota gigi terjadi, metode yang digunakan untuk

mengambil sisa dari gigi bergantung pada banyaknya gigi yang tersisa serta

penyebab kegagalannya. Terkadang diperlukan aplikasi tang atau elevator

tambahan untuk mengungkit gigi dan metode pencabutan transalveolar.

b. Fraktur Akar Gigi

Fraktur akar merupakan salah satu komplikasi pencabutan gigi yang bisa

terjadi. Keadaan ini sering terjadi pada pencabutan dengan tang, pada gigi yang

mati oleh karena rapuh, akar gigi yang bengkok, atau adanya hipersementosis dan

lain-lain. Bila akar yang fraktur amat kecil dan letaknya jauh terbenam dalam

tulang dapat dibiarkan dengan catatan penderita diberitahu keadaan tersebut

(Anang,2005).

c. Fraktur tulang alveolar

Page 65: Ekstraksi Gigi

65

Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila terasa bahwa

terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya dipisahkan terlebih dahulu dari

tulang yang patah, baru dilanjutkan pencabutan.

d. Fraktur tuberositas maxillaris

Terjadi pada waktu pencabutan gigi molar tiga rahang atas. Perlu dihindari

oleh karena tuberositas diperlukan sebagai retensi pada pembuatan gigi tiruan.

e. Fraktur yang bersebelahan atau gigi antagonis

Fraktur gigi yang bersebelahan atau gigi antagonis selama pencabutan

dapat dihindari. Pemeriksaan praoperasi secara cermat dapat menunjukkan apakah

gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut telah mengalami karies,

restorasi besar, atau terletak pada arah pencabutan. Bila gigi yang akan dicabut

adalah gigi penjangkaran, mahkota jembatan harus dibelah dengan disk vulkarbo

atau intan sebelum pencabutan. Bila gigi sebelahnya terkena karies dan

tambalannya goyang atau mengaung (overhanging) maka harus diambil atau

ditambal dengan tambalan sementara sebelum dilakukan pencabutan. Tidak boleh

diaplikasikan tekanan pada gigi yang berdekatan selama pencabutan, dan gigi

lainnya tidak boleh digunakan sebagai fulcrum untuk elevator kecuali bila gigi

tersebut juga akan dicabut pada kunjungan yang sama (Anang,2005).

f. Fraktur mandibula atau maxilla

Kondisi ini terjadinya fraktur (patah tulang) yang tidak diharapkan dari

bagian soket gigi, atau bahkan tulang mandibula atau maksila tempat melekatnya

tulang alveolar berada. Paling umum terjadi dikarenakan kesalahan teknik

operator saat melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu operator diharuskan

memiliki teknik yang benar dan bisa memperhitungkan seberapa besar

penggunaan tenaga saat mencabut gigi dan cara menggunakan alat dengan tepat

(Anang,2005).

3. Infeksi

Meskipun jarang terjadi, tapi hal ini jangan dianggap sepeleh. Bila terjadi,

dokter gigi dapat memberikan resep berupa antibiotik untuk pasien yang beresiko

terkena infeksi (Anang,2005).

Page 66: Ekstraksi Gigi

66

4. Pembengkakan

Keadaan ini terjadi akibat perdarahan yang hebat saat pencabutan gigi. Ini

terjadi karena bermacam hal, seperti kelainan sistemik pada pasien (Anang,2005).

5. Dry Socket

Definisi

Setelah pencabutan gigi terbentuk bekuan darah di tempat pencabutan, di

mana bekuan ini terbentuk oleh jaringan granulasi, dan akhirnya terjadi

pembentukan tulang secara perlahan-lahan. Bila bekuan darah ini rusak maka

pemulihan akan terhambat dan menyebabkan sindroma klinis yg disebut alveolar

osteitis (dry socket). Alveolar osteitis ini terjadi karena adanya perubahan

plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah

di soket bekas pencabutan (Anang,2005).

Penyebab

Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat ekstraksi

(ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang berhati-hati, penggunaan

kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid, dan suplai darah (suplai darah di

rahang bawah lebih sedikit daripada rahang atas).Kurangnya irigasi saat dokter

gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan

menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah

pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah (Anang,2005).

Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting, oleh karena itu,

orang dengan kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko mengalami dry socket

paska pencabutan gigi. Demikian juga pasien yang menderita gingivitis (radang

gusi), periodontitis (peradangan pada jaringan penyangga gusi), dan perikoronitis

(peradangan gusi di sekitar mahkota gigi molar tiga yang impaksi) (Anang,2005).

Gambaran klinis

Daerah paska pencabutan yang mengalami dry socket awalnya terisi oleh

bekuan darah yang berwarna keabu-abuan yang kotor, kemudian bekuan ini hilang

dan meninggalkan soket tulang yang kosong (dry socket). Tulang terekspos dan

sangat sensitif. Penderita biasanya mengeluhkan sakit yang parah, dan dapat

timbul bau tak sedap. Hal ini dapat terjadi kurang dari 24 jam setelah gigi dicabut,

namun dapat juga terjadi 3-4 hari paska pencabutan. Kadang-kadang dapat terjadi

Page 67: Ekstraksi Gigi

67

pembengkakan dan limfadenopati. Frekuensi alveolar osteitis lebih tinggi pada

rahang bawah dan di gigi daerah belakang (posterior). Dry socket dapat saja

terjadi pada setiap pencabutan gigi, namun lebih sering terjadi pada saat

pencabutan gigi molar tiga impaksi. Kemungkinan terjadinya dry socket paling

besar pada kelompok umur 40 tahun (Anang, 2005).

6. Rasa Sakit

Rasa sakit pasca operasi akibat trauma jaringan keras dapat berasal dari

cederanya tulang karena terkena instrument atau bur yang terlalu panas selama

pembuangan tulang. Dengan mencegah kesalahan tekhnis dan memperhatikan

penghalusan tepi tulang yang tajam, serta pembersihan soket tulang setelah

pencabutan dapat menghilangkan penyebab rasa sakit setelah pencabutan gigi

(Fragiskos,2007).

3.6 Penanganan Komplikasi Pasca Ekstraksi Gigi

1. Fraktur Mahkota / Akar Gigi

Paling sering ditemukan (Suprapti, 2009):

• Fraktur mahkota : karies besar, NV, tenaga berlebihan

• Fraktur akar : akar abnormal (bengkok, divergen, hipersementosis)

Penanganan (Suprapti, 2009):

Foto rongen

Pemotongan mahkota & akar

Sulit flap & ambil tlg alv bag. bukal

Penjahitan & pemberian obat

2. Trauma Jar. Lunak & Gigi Sekitarnya

- Robeknya mukosa / flap

- Tertusuk oleh instrument

- Abrasi/ luka pd bibir

- Gigi goyang/ lepas

- Tambalan lepas (Suprapti, 2009)

3. Abrasi Armamentarium

Penyebab (Suprapti, 2009):

Page 68: Ekstraksi Gigi

68

• Ceroboh & kurang perhatian

• Tenaga tidak terkontrol

• Tehnik yg buruk

• Penanganan

• Tindakan hrs dilakukan dgn teknik yg baik & benar

• Penanggulangan perdarahan yg terjadi & penjahitan laserasi

• Salep AB pada abrasi bibir

• Penambalan

• Fiksasi gigi goyang/ lepas

4. Fraktur Tlg Alveolar & Tuberositas Maksilaris

Terjadi karena (Suprapti, 2009):

Ekstraksi yg sulit

Alveolar tipis

Akar bengkok

Pasien edentulous

Tenaga yg besar & tdk terkontrol

Penanganan (Suprapti, 2009):

- Fraktur tlg alv : penghalusan & penjahitan

- Fraktur TM :

Segera hentikan ekstraksi

Kembalikan fragmen dan atau Penjahitan rapat

- Antibiotik & dekongestan

5. Fraktur Tulang Mandibula

Pada ekstraksi M3 RB dgn tenaga yg besar & tanpa fiksasi, byk tlg yg

dibuang, tehnik yg buruk

Faktor resiko (Suprapti, 2009):

a. Lokal : proses olsteolitik (kista, abses, tumor) edentulous

b. Sistemik :osteopetrosis, osteogenik imperfekta

Penanganan (Suprapti, 2009):

Segera reposisi dan fiksasi sementara

IDW / IMF

Rujuk ke RS atau spesialis

Page 69: Ekstraksi Gigi

69

6. Perdarahan Primer & Sekunder

Perdarahan Primer : pd wkt operasi (Topazian et al., 2002).

a. Trauma berlebihan

b. Jar terinfeksi : perikoronitis, gingivitis

c. Sedang terapi aspirin, warfarin

d. Sistemik : hipertensi, leukemia, hemofili

Perdarahan Sekunder : setelah operasi selesai (Topazian et al., 2002).

a. Trauma pd soket

b. Lepasnya blood clot

7. Perdarahan Perioperatif

- Hentikan tindakan, pastikan bekuan/aliran darah tidak menyumbat

jalan nafas.

- Segera cari sumber perdarahan pada jaringan keras atau jaringan lunak.

- Lakukan penghentian secara mekanis dengan “dep” dengan kasa

tampon (+/- vasokonstriktor) sesuai dengan permukaan luka sumber

perdarahan (Topazian et al., 2002).

INSTRUKSI UNTUK PERDARAHAN PASKA OPERATIF

- Bila ada perdarahan jangan panik (Harap tenang)

- Lakukan hal berikut: Ambil saputangan bersih, pilin ujungnya gigitkan

diatas tempat pencabutan.Ambil es batu secukupnya taruh d kantong

plastik di kompres di pipi di daerah perdarahan (Topazian et al., 2002).

8. Dislokasi Temporo Mandibula

Etiologi (Topazian et al., 2002):

Tenaga berlebihan tanpa fiksasi

Psn dgn riwayat dislokasi berulang

Sedang terapi obat tranzquiliser

Penanganan

Kedua ibu jari pd permukaan oklusal, ditekan ke bawah

Perangsangan refleks muntah di palatum molle

9. Trauma Pada Syaraf

- Sering pd RB terutama pengambilan M3: n. alv inf, lingualis, mentalis

Page 70: Ekstraksi Gigi

70

- Menyebabkan parestesi dan anastesi total pd bibir dan lidah, persiten

atau permanen (Topazian et al., 2002).

Dpt disebabkan (Topazian et al., 2002):

a. Trauma jarum suntik

b. Pemakaian tang dgn tenaga besar

c. Alat yg terpeleset

d. Akar gigi yg mengenai kanalis

PENATALAKSANA NON BEDAH :

- Pemijatan

- Terapi panas

- Electrotherapy

- Obat-obatan Neurotrophik: B complex + MethycobaltB complex +

Methycobalt + Vit E

- Anti radang

- Antibiotik bila disertai infeksi (Topazian et al., 2002).

10. Sinkop

Keadaan ketidaksadaran, tidak berbahaya, sebagai akibat reaksi psikis

Etiologi : cemas & takut berlebihan, rs sakit, gelisah, ggn emosi,

pregnansi, hipotensi (Dwipayanti dkk., 2009).

Gejala (Dwipayanti dkk., 2009):

a. lemah, pusing, pucat, kulit dingin & basah

b. nadi cepat & lemah

c. respirasi cepat & dangkal, makin lambat pingsan

11. Syok Anafilaktik

- Merup. Rx hipersensitivitas dimana terjadi kegagalan sistemik

sirkulasi untuk mempertahankan perfusi organ vital, sehingga terjadi

hipoperfusi periper dpt menyebabkan kematian yg cepat

- Sering karena penyuntikan AB

- Gejala : tek darah turun dgn cepat, nadi cepat, pucat, gelisah, sesak

nafas tdk sadar (Dwipayanti dkk., 2009).

Penanganan (Dwipayanti dkk., 2009):

Page 71: Ekstraksi Gigi

71

• Posisi kaki px lebih tinggi

• Bebaskan jln nafas dan sirkulasi. Pada sinkop rangsang respirasi dgn

bau-bauan (alkohol)

• bila nadi lemah : inj IM lar epineprin 1:1000 0,3-0,5 ml, dapat diulang

setiap 5 mnt. Berikan juga injeksi kortikosteroid & antihistamin

• Bila nadi tdk teraba : segera RESUSITASI!!!

• Persiapan transportasi ke RS

12. Dry Socket

• Soket di RM tanpa adanya blood clot disertai rasa sakit yg berat,

halitosis, kdg trismus.

• Sering timbul pada hr ke-2 post ekstraksi, banyak pd RB krn sedikitnya

sirkulasi darah (Dwipayanti dkk., 2009).

Penanganan (Dwipayanti dkk., 2009):

• Irigasi dgn lar chlorhexidin 0,12% / saline hangat. Bila sakit

anastesi blok

• Soket diisi dgn dressing yg berisi analgetik & antiseptik. Sakit biasanya

reda dlm 10-15 mnt

• Antibiotik + Analgetik

• Lakukan kontrol yg ketat

13. Infeksi & Penyembuhan Luka Yg Lambat

Infeksi dpt timbul beberapa hr postop, menyebabkan penyembuhan luka

terlambat (Dwipayanti dkk., 2009).

infeksi ini timbul krn (Dwipayanti dkk., 2009):

a. trauma berlebihan

b. bedah pd jar terinfeksi & alat tdk steril

c. keadaan sistemik psn

d. adanya hematom

e. OH buruk

Penanganan (Dwipayanti dkk., 2009):

• Debridemen & irigasi daerah operasi

• insisi draenase pd daerah pus

• pemakaian obat kumur

Page 72: Ekstraksi Gigi

72

• Antibiotik + antiinflamasi,

• Prophilaksis AB dpt diberikan sebagai pencegahan sebelumnya

14. Nekrosis Jar Mukosa

Timbul karena (Juniper dan Parkins, 1996):

• Teknik penyuntikan yg buruk, tekanan berlebihan

• Flap dgn dasar sempit

• Perawatan postop yg buruk atau tdk ada

Penanganan (Juniper dan Parkins, 1996):

• Debridemen dgn H2O2 + NaCl

• Pemberian salep kortikosteroid

• Antibiotik + antiinflamasi + obat kumur

15. Pembengkakan Postoperasi & Trismus

Pembengkakan postop merup. Kondisis normal akan mencapai puncak

dlm 48-72 jam postop

Penanganan (Juniper dan Parkins, 1996):

a. kompres dingin 24 jam untuk mengurangi

b. Kortikosteroid

16. Trismus

Dapat timbul krn (Juniper dan Parkins, 1996):

a. pembengkakan postop

b. infeksi otot pengunyahan (trauma/ anastesi yg berlebihan)

Penanganan (Juniper dan Parkins, 1996):

a. kompres panas dingin bergantian

b. latihan buka mulut

c. Antiinflamasi + diet lunak

d. bila tidak ada perubahan, segera rujuk

17. Rasa Sakit Yang Menetap

Sakit yg tetap ada setelah batas waktu normal penyembuhan selesai

Penyebab (Juniper dan Parkins, 1996):

a. neuroma traumatik

b. causalgia (phantom tooth pain)

c. sakit psikogenik

Page 73: Ekstraksi Gigi

73

Penanganan (Juniper dan Parkins, 1996):

- Evaluasi ulang anamnesa dan diagnose

- Teliti apakah telah melakukan pencabutan gigi penyebab dgn benar

- Eliminir penyebab fisik lain (kista residual)

- Tentukan respon sakit dgn anastesi infiltrasi dan Analgetik

- Jika sakit terus berlanjut (2-3 minggu) segera rujuk

Page 74: Ekstraksi Gigi

74

BAB IV

PETA KONSEP

Page 75: Ekstraksi Gigi

75

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan keluhan Bu Sumi (28 tahun), seorang sekretaris perusahaan

ternama, kedua gigi taring atasnya mengalami lubang besar, pernah ditambal dan

kemudian lepas, gigi mengalami goyang sejak 6 bulan lalu, tidak pernah

mengalami bengkak. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap didapatkan gigi 13

lubang pada daerah servikal, goyang derajat 1, tes dingin positif, terkadang nyeri

saat minum dingin atau berbicara. Sedangkan gigi 23 didapatkan lubang pada

daerah servikal dan goyang derajat 4, tes dingin negatif dan kalkulus positif. Maka

dapat didiagnosa gigi 13 mengalami pulpitis refersibel dan gigi 23 mengalami

nekrosis pulpa. Perawatan yang dapat dilakukan terhadap Bu Sumi adalah

dilakukan restorasi resin komposit pada gigi 13 dan dilakukan ekstraksi pada gigi

23, lalu dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan cekat atau gigi tiruan lepasan.

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana

dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari

perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan

mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang

ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep,

pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di

dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula

dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang

merupakan indikasi, misalnya gigi berjejal. Ekstraksi gigi dengan teknik

pembedahan dilakukan apabila gigi tidak bisa diekstraksi dengan menggunakan

teknik sederhana, misalnya gigi ankilosis (Pedersen, 1996).

Terdapat beberapa hal yang menjadi indikasi dan kontra indikasi ekstraksi.

Indikasi ekstraksi yaitu karies besar, nekrosis pulpa, penyakit periodontal, gigi

retak, gigi malposisi, gigi terpendam, gigi berlebih, gigi yang berkaitan dengan

lesi patologi, gigi persistensi, keperluan orthodonti, ekstraksi preprostetis,

preradiologi (Person, 2004). Sedangkan kontra indikasi ekstraksi yaitu penderita

penyakit jantung, hipertensi, arteriosklerosis, dan diabetes mellitus kontraindikasi

Page 76: Ekstraksi Gigi

76

pada pemberian adrenalin, penderita trombositopenia, penderita leukemia,

kaheksi, penderita hemophilia, kehamilan, dan peradangan di sekitar gigi (Person,

2004).

Dalam prakteknya, ekstraksi gigi harus mengikuti prinsip-prinsip yang

akan memudahkan dalam proses ekstraksi gigi dan memperkecil terjadinya

komplikasi ekstraksi gigi, yaitu asepsis, untuk menghindarkan atau memperkecil

bahaya inflamasi, seharusnya bekerja secara asepsis, artinya melakukan pekerjaan

dengan menjauhkan segala kemungkinan kontaminasi dari kuman atau

menghindari organisme patogen, tindakan sterilisasi dilakukan pada tim operator,

alat-alat yang dipergunakan, kamar operasi, pasien terutama pada daerah

pembedahan; pembedahan atraumatik, pada saat ekstraksi gigi harus diperhatikan

untuk bekerja secara hati-hati, tidak kasar, tidak ceroboh, dengan gerakan pasti,

sehingga membuat trauma sekecil mungkin; akses dan lapangan pandang baik,

ada beberapa faktor yang mempengaruhi akses dan lapangan pandang yang baik

selama proses ekstraksi gigi. Faktor-faktor tersebut adalah posisi kursi, posisi

kepala pasien, posisi operator, pencahayaan, retraksi dan penyedotan darah atau

saliva; dan tata kerja teratur, bekerja sistematis agar dapat mencapai hasil

semaksimal mungkin dengan mengeluarkan tenaga sekecil mungkin. Penting

untuk mengetahui cara kerja yang berbeda untuk setiap pembedahan, sehingga

dapat menggunakan tekanan terkontrol sesuai dengan urutan tindakan (Polat,

2007).

Dalam melakukan ekstraksi gigi perlu adanya anestesi. Anastesi lokal

adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara pada satu bagian tubuh

dengan cara mengaplikasikan bahan topikal atau suntikan tanpa menghilangkan

kesadaran. Obat yang digunakan untuk mencegah resa nyeri dengan cara

memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversible.

Obat anestesi yang digunakan terdiri dari dua golongan yaitu ester dan

amida. Obat anestesi lokal ester berupa prokain, klorofokain, benzokain, kokain

dan tetrakain. Sedangkan yang berupa golongan anestesi lokal golongan amid

adalah lidokain, bupivakain, mepivakain, prilokain dan dibukain. Teknik anestesi

terdiri dari 3 macam yaitu anestesi topikal, infiltrasi, dan anestesi blok (Lubis,

1994).

Page 77: Ekstraksi Gigi

77

Setelah dilakukan ekstraksi terdapat beberapa instruksi pasca bedah dari

dokter kepada pasien, antara lain melepas tampon yang dipakai untuk hemistasis

pada luka operasi setelah 39 menit pasca bedah, dilarang minum kopi, alcohol dan

merokok karena dapat meningkatkan tekanan darah sehingga dapat terjadi

perdarahan dan infeksi, tidak mengisap-isap luka/memainkan ujung lidah pada

luka, tidak kumur-kumur keras selama 24 jam, tidak makan-makanan yang keras

selama 1 – 2 hari dan makanan sebaiknya lunak sehingga fungsi pengunyahan

dikurangi, sehabis operasi dapat dilakukan kompres es ekstra oral selama 1 – 2

jam (dapat dilakukan 20 menit kompres dan 20 menit istirahat) dan menjaga

kebersihan luka operasi dari sisa-sisa makanan yang menempel denga cara kumur-

kumur ringan terutama ditujukan pada daerah luka (Pedersen, 1996).

Page 78: Ekstraksi Gigi

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil tinjauan pustaka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari

tulang alveolar.

2. Terdapat dua metode pencabutan. Metode pertama yang cukup

memadai dalam sebagian besar kasus biasanya disebut “forceps

extraction” (pencabutan dengan tang), dan terdiri dari pencabutan

gigi atau akar dengan menggunakan tang atau bein atau kedua-

duanya. Blade instrument-instrumen ini ditekan masuk ke dalam

membrane periodontal antara akar gigi dan dinding tulang soket.

Metode ini lebih baik disebut sebagai pencabutan “intraalveolar”.

3. Ekstraksi gigi harus memperhatikan teknik, metode, prinsip serta

indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi tersebut guna keberhasilan

ektraksi gigi

4. Dengan memperhatikan metode, teknik, indikasi dan kontraindikasi

dari anastesi pastinya akan berpengaruh keberhasilan tindakan

anastesi dan keberhasilan dari suatu tindakan ekstraksi gigi.

5.

5.2 Saran

Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang dia

lakukan merupakan suatu tindakan yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai

tujuan itu ia harus menyesuaikan tekniknya untuk menghadapi kesulitan-kesulitan

dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap-tiap

gigi.