EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica papaya, Linn.) TERHADAP AKTIVITAS AST & ALT PADA TIKUS GALUR WISTAR SETELAH PEMBERIAN OBAT TUBERKULOSIS (Isoniazid & Rifampisin) oleh: Santi Dwi Astuti 11051968A FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2009
77
Embed
EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica · PDF fileHati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. ... enzim yang berperan penting dalam proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EFEK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica papaya, Linn.) TERHADAP AKTIVITAS AST & ALT PADA TIKUS
GALUR WISTAR SETELAH PEMBERIAN OBAT TUBERKULOSIS (Isoniazid & Rifampisin)
oleh:
Santi Dwi Astuti 11051968A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis sampai saat ini masih merupakan penyebab angka kematian yang tinggi di
negara berkembang, bahkan di negara maju angka kematian tuberkulosis meningkat kembali seiring
dengan meningkatnya Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Sindrom
(HIV/AIDS) (Prihatni et al 2005).
Penyakit tuberkulosis terutama tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan di
negara berkembang seperti di Indonesia, diperkirakan 1020 juta penderita tersebar di seluruh dunia.
Obat-obat anti tuberkulosis seperti isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid dan
ethambutol mempunyai beberapa efek samping, dari yang ringan sampai yang berat.
Efek samping yang patut diwaspadai adalah efek hepatotoksik. Hampir semua obat
anti tuberkulosis mempunyai efek hepatotoksik kecuali streptomisin (Arsyad 1996).
Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ
ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian obat dan toksikan. Zat yang biasanya dapat
mengalami detoksifikasi, tetapi banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan menjadi lebih toksik (Frank
1995).
Kerusakan sel hati bervariasi dari yang ringan asimptomatik sampai
menimbulkan gejala serius akibat nekrosis sel hati. Pirazinamid yang sering dipakai
untuk pengobatan jangka pendek tuberkulosis paru telah dilaporkan menyebabkan
hepatitis. Peninggian aspartat amino transferase (AST) dan alanine amino
transferase (ALT) merupakan gejala dini dari kelainan hati. INH merupakan obat
yang hampir selalu digunakan dengan kombinasi obat anti tuberkulosis yang lain.
Efek samping INH adalah neuropati perifer dan hepatotoksik. Efek hepatotoksik INH
akan bertambah besar pada usia tua dan pada individu yang mempunyai asetilasi
lambat. Kerusakan hati diduga karena hasil metabolit INH berupa asetilhidrazin. Pada
orang normal metabolit yang toksik lebih sedikit dari metabolit yang nontoksik.
Kombinasi INH dengan rifampisin lebih toksik dari kombinasi INH dengan
streptomisin karena pada kombinasi tersebut dihasilkan lebih banyak metabolit toksik
(Arsyad 1996).
Rifampisin 85-90% dimetabolisme di hati dan metabolit aktifnya disekresikan melalui urin
dan saluran cerna, bekerja secara sinergis dengan INH. Pada penderita dengan kelainan hepar akan
ditemukan kadar rifampisin serum yang lebih tinggi. Rifampisin akan menginduksi sistem enzim
sitokrom P450 yang akan terus berlangsung hingga 7-14 hari setelah obat dihentikan. Efek
hepatotoksik dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, dan proses metabolisme obat dipengaruhi oleh
faktor umur, jenis kelamin, lingkungan dalam lambung dan penyakit hepar (Prihatni et al 2005).
Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal
akan cepat dan mudah terjadi resistensi. INH merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati
semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan untuk
mengkonsumsi vitamin piridoksin sebagai penambah darah (Ganiswarna 1995).
Obat yang biasa digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu obat primer
meliputi INH, rifampisin, ethambutol, streptomisin, pirazinamid. Obat sekunder meliputi exionamid,
para amino salisilat, sikloserin, amiksasin, dan kanamisin (Ganiswarna 1995).
Penanda dini dari hepatotoksik adalah peningkatan enzim-enzim transaminase dalam serum
yang terdiri dari AST yang disekresikan secara paralel dengan ALT yang merupakan penanda yang
lebih spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar (Prihatni et al 2005).
Trauma pada tingkat sel akan mengakibatkan perubahan yang bersifat irreversibel dalam
waktu 20-60 menit pertama. Perubahan irreversibel yang akan berakhir pada kematian sel, meliputi
kerusakan membran sel, pembengkakan lisosom dan vakuolisasi mitokondria dengan penurunan
kapasitas pembentukan Adenosin Tri Phosphat (ATP). Apabila telah terjadi gangguan fungsi
mitokondria dan membran sel, maka sel hepatosit akan mengeluarkan enzim-enzim transaminase
merupakan penanda dini hepatotoksik (Prihatni et al 2005).
Daun pepaya sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Dilaporkan
bahwa tanaman ini memiliki kandungan kimia yaitu alkaloid, saponin dan flavonoid
pada daun, akar dan kulit batangnya, mengandung polifenol pada daun dan akarnya,
serta mengandung saponin pada bijinya (Depkes 2000).
Khasiat tanaman pepaya antara lain sebagai anti inflamasi dari ekstrak etanol
akar pepaya (Adjirni dan Sa’roni 2006), efek spermisid (antifertilitas) dari ekstrak biji
pepaya (Ilyas dkk), anti kanker dari ekstrak daun pepaya (Sukardiman dan Ekasari
2000), peningkatan kemampuan belajar pada tikus Wistar yang diberi ekstrak daun
pepaya (Rachmawati 2007) dan buah pepaya sebagai obat kerusakan hati (Hembing
2008). Penelitian Sukardiman (2000) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun
pepaya memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim DNA Topoisomerase II, suatu
enzim yang berperan penting dalam proses replikasi, transkripsi, rekombinasi DNA,
dan poliferasi dari sel kanker. Penelitian oleh Huda (2001) menunjukkan bahwa
ekstrak metanol daun pepaya memiliki aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel
mieloma.
Sediaan ekstrak dibuat agar zat berkhasiat dari simplisia mempunyai kadar tinggi sehingga
memudahkan dalam pengaturan dosis. Etanol sebagai penyari dapat memperbaiki stabilitas bahan
terlarut dan mampu mengendapkan albumin. Etanol 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah
bahan aktif yang optimal, bahan pengotor hanya dalam skala kecil dalam cairan pengekstraksi (Voight
1995).
Pal (2006) meneliti bahwa ekstrak bawang putih dapat mencegah kerusakan
hati pada tikus yang diinduksi oleh INH dosis 10 mg/200 gram berat badan tikus dan
rifampisin dosis 10 mg/ 200 gram berat badan tikus selama 28 hari. Senyawa yang
berkasiat sebagai hepatoprotektor dari bawang putih adalah flavonoid .
Efek flavonoid terhadap berbagai organisme antara lain flavonoida merupakan
senyawa pereduksi yang baik, flavonoid menghambat banyak reaksi oksidasi.
Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik bagi radikal hidroksi dan
superoksida serta melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas
antioksidannya mungkin dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan
komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati
gangguan fungsi hati (Robinson 1995).
Ekstrak etanol daun papaya telah diteliti mampu meningkatkan kekebalan
tubuh pada mencit jantan. Daun pepaya digunakan untuk penelitian hepatoprotektor,
diharapkan senyawa yang terkandung didalamnya mampu mengobati gangguan
fungsi hati yang dibuktikan dengan adanya aktivitas penurunan kadar AST dan ALT
Hewan yang paling banyak digunakan untuk pengujian adalah tikus dan
mencit. Hewan ini digunakan karena mudah didapat, ukurannya kecil, harganya
murah, mudah ditangani, dan data toksikologinya relatif telah banyak. Penetapan
toksisitas pada hati sering merupakan bagian penelitian jangka pendek dan jangka
panjang yang biasanya dilakukan pada tikus dan mencit (Frank 1995).
B. Konteks Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol 70% daun
pepaya mempunyai efek menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar
setelah pemberian obat TBC (INH dan rifampisin) ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70%
daun pepaya terhadap penurunan kadar AST dan ALT pada tikus galur Wistar setelah
pemberian obat TBC (INH dan rifampisin).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi dan ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang obat tradisional sehingga dapat bermanfaat sebagai
dasar pengobatan alternatif untuk meningkatkan efek hepatoprotektor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1. Sistematika
Sistematika tanaman daun pepaya (Carica papaya, Linn.) adalah:
kekeruhan coklat Endapan putih kuning (endapan langsung hilang).
Ekstrak etanol 70% daun pepaya mengandung flavonoid, saponin dan
alkaloid.
B. Hasil Pembuatan Sediaan Uji
1. Pembuatan sediaan uji
Tabel 5. Pembuatan sediaan uji NO SEDIAAN UJI KADAR CARA PEMBUATAN 1 ekstrak etanol
70% daun pepaya
4% mencampur 4 gram ekstrak etanol 70% daun pepaya kedalam suspensi CMC hingga volume 100 ml
2 INH 2% mencampur 2 gram serbuk dari sediaan tablet INH 300 mg kedalam larutan CMC hingga volume 100 ml
3 rifampisin 2% mencampur 2 gram serbuk dari sediaan tablet rifampisin 400 mg kedalam larutan CMC hingga volume 100 ml
4 methicol® 2% mencampur 2 gram serbuk dari sediaan tablet methicol® yang sudah diserbuk halus kedalam larutan CMC hingga volume 100 ml.
2. Dosis INH, rifampisin dan methicol®
Dosis INH yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram berat
tikus. Dosis rifampisin yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 mg/200 gram
berat tikus. Dosis methicol® yang digunakan sebagai hepatoprotektor pada manusia
adalah 700 mg 1 x hari. Dosis methicol® untuk tikus adalah hasil perkalian antara
faktor konversi dari dosis manusia ke tikus. Faktor konversi dari manusia ke tikus
adalah 0,018. Dosis methicol® adalah 700 x 0,018= 12,6 mg/200 gram berat badan
tikus. Dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya adalah 20 mg/ 200 gram berat badan
tikus.
C. Perlakuan Hewan Uji
1. Hasil penimbangan berat badan tikus
Data penimbangan berat badan rata-rata 20 ekor tikus galur Wistar sebelum
perlakuan adalah 147,6 gram. Data tercantum dalam lampiran tabel 6. Data
penimbangan berat badan tikus digunakan untuk menentukan volume sediaan obat
yang diberikan secara oral pada masing-masing tikus.
2. Pemberian sediaan obat secara oral terhadap tikus galur Wistar
Data pemberian sediaan obat terhadap tikus galur Wistar secara oral yang
ditentukan sesuai dengan berat badan masing-masing tikus. Dicantumkan dalam
lampiran tabel 7.
D. Hasil Penetapan Kadar ALT/AST
1. Hasil Kadar ALT
Data kadar ALT untuk masing-masing tikus pada kelompok perlakuan
dilampirkan pada lampiran 3 tabel 8.
2. Hasil Kadar AST
Data kadar AST untuk masing-masing tikus pada kelompok perlakuan
dilampirkan pada lampiran 4 tabel 9.
E. Analisis statistik
1. Analisis Aktivitas ALT.
Kadar rata-rata ALT dari masing-masing kelompok, disajikan dalam data
seperti dibawah ini:
Tabel 10. Kadar rata-rata ALT (unit/liter) Kelompok Perlakuan Ke-0 Ke-14 Ke-21 Ke-28
I INH, rifampisin, ekstrak papaya
20,20 14,40 14,40 10,75
II INH, rifampisin 24,40 18,40 24,00 32,80
III INH, rifampisin, methicol®
26,80 18,80 16,20 12,20
IV Tanpa perlakuan 21,80 19,60 21,00 19,60
Gambar 2. Grafik kadar rata-rata enzim ALT
Tabel 26. Rata-rata penurunan kadar ALT Kelompok Perlakuan [0 - 14] [0 - 21] [0 - 28]
I INH, rifampisin, ekstrak papaya
6,6 5,6 9,45
II INH, rifampisin 6 0,4 8, 4 III INH, rifampisin,
methicol® 8 10,6 14,6
IV Tanpa perlakuan
3,2 0,8 2,2
K A D A R
Kelompok dan hari ke- perlakuan
Gambar 16. Grafik penurunan rata-rata ALT
Data penurunan rata-rata kadar ALT, kelompok I mengalami penurunan kadar
ALT lebih baik dibanding kelompok II (kontrol negatif), tetapi kelompok III (kontrol
positif) terjadi penurunan kadar ALT paling besar. Selama 28 hari kelompok I
menurunkan kadar ALT sebesar 21,65 unit/liter, kelompok II (kontrol negatif) 14,8
unit/liter, kelompok III (kontrol positif) 33,2 unit/liter dan pada kelompok IV
(kontrol normal) 6,2 unit/liter kelompok I mengalami penurunan kadar ALT paling
optimal pada hari ke-28.
Data analisis nilai signifikansi (Asymp.Sig.) ALT sebesar 0,191. Nilai ini lebih
besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data pengukuran nilai ALT terdistribusi
secara normal. Oleh karena data terdistribusi secara normal, maka uji hipotesis
menggunakan metode statistika parametrik. Uji hipotesis yang sesuai dengan itu
adalah anova dua jalan, karena nilai ALT dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kelompok
perlakuan dan hari pengamatan (hari ke 0, 14, 21, 28).
Pada faktor kelompok, nilai signifikansinya sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil
dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaaan nilai ALT diantara kelompok-
K A D A R
Kelompok dan hari ke- perlakuan
kelompok sampel yang diteliti. Pada faktor Hari, nilai signifikansinya sebesar 0,002.
Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada perbedaaan nilai ALT
pada hari pengamatan ke 0, 14, 21, 28.
Terlihat nilai ALT kelompok INH, rifampisin, dan methicol® (Kelompok III)
berbeda secara nyata dengan kelompok INH dan rifampisin (Kelompok II) dan
kelompok tanpa perlakuan (Kelompok IV). Kelompok INH, rifampisin, dan
methicol® mempunyai rata-rata penurunan ALT paling tinggi maka mempunyai efek
menurunkan nilai ALT paling baik walaupun demikian kelompok INH, rifampisin,
dan ekstrak pepaya (Kelompok I) mempunyai kemampuan terhadap aktivitas
penurunan kadar ALT, yang mempengaruhi efek tersebut dimungkinkan karena
adanya senyawa alkaloid flavopiridol yang merupakan senyawa semisintesis dari
alkaloid piperidina dengan senyawa flavonoid (Sukardiman 2000). Adanya
penurunan kadar ALT dalam darah merupakan salah satu indikasi adanya efek
hepatoprotektor.
2. Analisis Aktivitas AST.
Hasil perhitungan nilai rata-rata kadar AST dari masing-masing kelompok,
disajikan dalam data seperti dibawah ini:
Tabel 11. Kadar rata-rata AST (unit/liter) Kelompok Perlakuan Ke-0 Ke-14 Ke-21 Ke-28
I INH, rifampisin, ekstrak pepaya
304,300 119,020 129,140 121,440
II INH, rifampisin 166,840 172,900 196,120 220,184III INH, rifampisin,
methicol® 286,920 160,320 140,720 111,860
IV Tanpa perlakuan 175,940 185,540 182,840 180,680
Gambar 3. Grafik Kadar rata-rata enzim AST
Tabel 27. Rata-rata penurunan kadar AST
Kelompok Perlakuan [0 - 14] [0 - 21] [0 - 28] I INH, rifampisin,
ekstrak papaya 185,28 175,16 182,86
II INH, rifampisin 6,06 29,28 53,26 III INH, rifampisin,
methicol® 126,6 146,2 175,06
IV Tanpa perlakuan
9,6 6,9 4,74
Gambar 17. Diagram penurunan rata-rata AST
Dari data penurunan rata-rata kadar AST, kelompok I mengalami penurunan
kadar AST paling baik, dengan penurunan paling optimal pada hari ke-14. Selama 28
hari kelompok I mampu menurunkan kadar ALT sebesar 1543,3 unit/liter, kelompok
K A D A R
Kelompok dan hari ke- perlakuan
K A D A R
Kelompok dan hari ke- perlakuan
II (kontrol negatif) 100,2 unit/liter, kelompok III (kontrol positif) 447,86 unit/liter dan
pada kelompok IV (kontrol normal) 21,24 unit/liter. Kelompok dengan pemberian
ekstrak etanol 70% daun pepaya mampu menurunkan kadar AST lebih baik
dibanding dengan kelompok dengan pemberian methicol®.
Data analisis nilai signifikansi (Asymp.Sig.) AST sebesar 0,09. Nilai ini lebih
besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data pengukuran nilai AST terdistribusi
secara normal. Pada faktor Hari, nilai signifikansinya sebesar 0,392. Nilai ini lebih
besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan nilai AST pada hari
pengamatan ke 0-14, 0-21, 0-28.
Terlihat penurunan AST semua kelompok uji berbeda secara nyata satu sama
lain kecuali antara kelompok INH, rifampisin, dan ekstrak pepaya (Kelompok I) dan
INH, rifampisin, dan methicol® (Kelompok III). Urutan kelompok perlakuan
berdasarkan pada penurunan AST adalah kelompok INH, rifampisin, dan ekstrak
pepaya (Kelompok I), INH, rifampisin, dan methicol® (Kelompok III), kelompok
INH dan rifampisin (Kelompok II) terakhir kelompok tanpa perlakuan (Kelompok
IV). Kelompok yang terbaik dalam menurunkan AST adalah kelompok INH,
rifampisin, dan ekstrak pepaya (Kelompok I) dan kelompok INH, rifampisin, dan
methicol® (Kelompok III).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun pepaya
pada dosis pemberian 20mg/200 gram berat badan tikus galur Wistar setelah
pemberian obat TBC ( INH dosis 10 mg/200 gram berat tikus dan rifampisin dosis 10
mg/200 gram berat tikus) mampu menurunkan kadar ALT dan AST. Aktivitas
penurunan kadar AST dan ALT merupakan salah satu indikasi adanya efek
hepatoprotektor.
Aktivitas enzim ALT sesuai dengan ketentuan, menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan, yaitu adanya penurunan kadar
ALT, sedangkan pada aktivitas enzim AST tidak menunjukkan adanya perbedaan
antara kelompok perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALT lebih sensitif
bila digunakan sebagai parameter untuk mendeteksi adanya kerusakan hati daripada
AST. Hal ini dikarenakan AST merupakan salah satu enzim yang lebih banyak
terdapat pada otot jantung, otot bergaris, dan sebagian kecil berada di hati, sehingga
adanya aktivitas AST belum dapat dipastikan bahwa penyebab utama karena
kerusakan hati, aktivitas tubuh seperti infark miocard, kerusakan otot karena latihan
fisik yang terlalu berat mampu meningkatkan kadar AST. Proses pengambilan darah
tikus pada saat penetapan kadar, bila darah mengalami hemolisis maka dapat
meningkatkan kadar enzim AST, sehingga AST tidak spesifik untuk parameter
kerusakan hati.
.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa ekstrak etanol 70% daun
pepaya mempunyai efek terhadap aktivitas penurunan kadar AST dan ALT pada tikus
galur Wistar setelah pemberian obat TBC (INH dan rifampisin).
B. Saran
Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah
1. Perlu dilakukan adanya peningkatan variasi dosis ekstrak etanol 70% daun pepaya
sehingga dapat diketahui dosis yang paling efektif mampu menurunkan kadar
AST dan ALT.
2. Isolasi senyawa yang diduga paling efektif terhadap penurunan kadar AST dan
ALT.
DAFTAR PUSTAKA
Adjirni dan Sa’roni. 2000. Penelitian Antiinflamasi dan Toksisitas Akut Ekstrak Akar Carica papaya,L. pada Tikus Putih. Cermin Dunia Kedokteran:129.
Arsyad Z. 1993. Tuberculosis manifestations in Dr. M. Jamil Hospital Andalas
University Padang Indonesia. Bangkok: Abst 17th Eastern Regional Conference on Tuberculosis and Respiratory Diseasis.
Arsyad Z. 1996.Evaluasi Faal Hati Pada Penderita Tuberkulosis Paru yang
Mendapat Terapi Obat Anti Tuberkulosis. Cermin Dunia Kedokteran: 110
Bahri S. 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Buah Lada dengan Uji Aktivitas Antifeedant terhadap Hama Ulat Bayam. Lampung:Research Report. Digital Library Universitas
Dalimarta S. 2003. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Kanker. Seri Agrosehat. Jakarta: Penebar Swadaya: 1-5.76-77
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (I). Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1974. Farmakope Indonesia. edisi II.Jakarta Departemen Kesehatan RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta Departemen Kesehatan. 1977. Materia Medika Indonesia jilid I. Jakarta Ganiswarna E. 1995. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia. Jakarta Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalis
Tumbuhan. Bandung: ITB.234-245. Huda N. 2001.Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Metanol Daun Carica papaya Linn.
Pada Kultur Sel Mieloma Mencit dengan Metode Viabilitas Sel. Skripsi. Surabaya : Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Ilyas S. Nursahara P dan Nursal. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Medan
(Carica papaya, L.) Terhadap Gambaran Histopatologi Beberapa Aspek Reproduksi dan non Reproduksi Mencit Jantan (Mus musculus,L.). Sumatera: Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara.
Katzung B.G. 1995. Basic and Clinical Pharmacology. 7th edition. Prentice Hall International.
Leeson CR. 1996. Buku Teks Histologi Edisi ke-5. Jakarta: EGC. Lenny S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida, Alkaloida. USU Repository
Markham KR.1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : ITB. Linawati Y, Antonius P, Erly S, Imelda W, Imono A.D. Efek Hepatoprotektif
Rebusan Herba Putri Malu Pada Tikus Terangsang Parasetamol. Yogja: Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.Universitas Gadjah Mada.
Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar . Jakarta: UI Press. Muchlisah F. 2004. Tanaman Obat Keluarga (TOGA).Jakarta: Penebar Swadaya. Mustikawati I. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Daun
Gendarusa vulgaris Ness. Thesis. Digital Library. Surabaya: Universitas Airlangga.
Nugraha E. 1995. Toksikologi Dasar Edisi ke-2. Jakarta. UI Press. Prihatni D. Ida P. Idaningroem S. Coriejati R. 2005. Efek Hepatotoksik Tuberkulosis
Terhadap Kadar Aspatate Aminotransferase dan Alanine Aminotransferase Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol.12.No 1.Nov 2005:1-5.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung:ITB. Sadiyah ER.2007.Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Pepaya (Carica papaya ,L.)
Terhadap Kemampuan Belajar Pada Tikus (Rattus norvegicus Berkenhout) Wistar Jantan Lepas Sapih.
Sugiyanto. 1995. Petunjuk Praktikum Farmakologi Edisi IV. Fakultas Farmasi
laboratorium Farmakologi dan Toksikologi. Jogja:UGM. Sukardiman dan Wiwied E. Uji Anti Kanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform
dari Daun Papaya (Carica papaya,L.) terhadap Kultur Sel Kanker. http://digilib.litbang.depkes.go.id/gophp?node=146 jkpkbppk-gdl-res-2007-
sukardiman-2328
Sukardiman, Poernomo H., 2000, Penampisan Antikanker dari Tanaman Obat Indonesia dengan Molekul Target Enzim DNA topoisomerase. Penelitian DCRG. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Tan Hoan Tjay dan Kirana R. 1978. Obat-Obat Penting Edisi ke-4. Departemen
Kesehatan RI. Voigt R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Indonesia. Jakarta. Woodley M and Alison WMP. 1992. Pedoman Pengobatan. 473-491.
LAMPIRAN 1
Tabel 2. Prosentase rendemen ekstrak etanol 70% daun pepaya Berat serbuk
Rata-rata 188 188 202 160 Keterangan : Kelompok I adalah kelompok perlakuan ekstrak daun papaya + INH + rifampisin Kelompok II adalah kelompok perlakuan eksINH + rifampisin Kelompok III adalah kelompok perlakuan INH + rifampisin + methicol®
HariHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28Total
KelompokPepaya
INH dan Rifampisin
INH, Rifampisin,dan Methicol
Tanpa perlakuan
Total
Mean Std. Deviation N
Tabel 22. Standart deviasi AST Descriptive Statistics
HariHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28TotalHari ke 0-14Hari ke 0-21Hari ke 0-28Total
KelompokPepaya
INH dan Rifampisin
INH, Rifampisin,dan Methicol
Tanpa perlakuan
Total
Mean Std. Deviation N
LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN SEDIAAN PER ORAL
EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA, INH dan RIFAMPISIN
Konsentarasi obat 4% = 4 gram/100 ml = 40 mg/ml
Obat per oral untuk berat badan tikus 200 gram = mlmlxmgmg 5,01
4020
=
Contoh perhitungan, berat badan 190 gram = mlxmgmg 5,0
200190 = 0, 48 ml
Tabel 23. Pemberian sediaan per oral ekstrak etanol 70% daun pepaya, INH dan rifampisin Kelmpk No.
tikus Berat badan
gram Volume
ml I 1 190 0, 48 2 200 0,5 3 210 0,53 4 190 0, 48 5 150 0,38
Dosis untuk tikus = 700 mg x faktor konversi = 700 x 0,018 ~12,6 mg/ 200 gram
Konsentarasi obat 2% = 2 gram/100 ml = 20 mg/ ml
Obat per oral untuk berat badan tikus 200 gram = mlmlxmgmg 63,01
206,12
=
Tabel 24. Pemberian sediaan per oral Methicol® 2% Kelmpk No.
tikus Perhitungan Volume
ml III 1
mlxmgmg 63,0
200200
0,63
2 mlx
mgmg 63,0
200200
0,63
3 mlx
mgmg 63,0
200200
0,63
4 mlxmgmg 63,0
200210 0,66
5 mlx
mgmg 63,0
200200
0,63
LAMPIRAN 8
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
Tabel 25. Jadwal kegiatan penelitian No Jenis Kegiatan Tahun 2008 Tahun 2009 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei1 Studi Pustaka V V V 2 Persiapan Penelitian V a. Determinasi Tanaman V b. Pengeringan simplisia V c. Penyerbukan simplisia V d. Maserasi V e. Pemekatan ekstrak V 3 Penelitian Laboratorium V V a. Identifikasi Kandungan V b. Orientasi Penelitian V 4 Pengumpulan dan Analisis data V 5 Penyusunan Laporan V V
LAMPIRAN 9
PERHITUNGAN DOSIS PEPAYA
Data empiris diperoleh dosis daun pepaya untuk pengobatan kanker sebanyak
45 gram daun pepaya segar untuk manusia.
Dari data penelitian :
5300 gram daun basah = 1111, 41 gram daun kering
1111,41 gram daun kering = 1000,27 gram serbuk kering