Top Banner

of 41

Drainase Sistem

Jul 05, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    1/41

    BAB 1 

    GAMBARAN UMUM

    1.1  Umum

    Kota Probolinggo adalah salah satu kota yang terletak di Propinsi Jawa Timur

    diantara 38 Kabupaten/Kota lainnya. Kota Probolinggo merupakan daerah transit yang

    menghubungkan kota-kota (sebelah timur kota): Banyuwangi, Jember, Bondowoso,

    Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat kota): Pasuruan, Malang,

    Surabaya.. Kota ini juga terdapat pelabuhan perikanan yang cukup besar. Letak Kota

    Probolinggo berada pada 7o43’41”  - 7o49’04” Lintang Selatan dan 113o10’ - 113o15’

    Bujur Timur. Wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari

    50 meter dari atas permukaan air laut. Ketinggian tersebut dikelompokkan atas:

    ketinggian 0-10 meter, 10-25 meter, dan 25-50 meter. Semakin ke wilayah selatan,

    ketinggian dari permukaan laut relatif lebih besar. Namun secara keseluruhan, wilayahKota Probolinggo relatif berlereng datar (0,25%). Kondisi geologi Kota Probolinggo

    umumnya dibentuk dari bahan induk batuan vulkanik, zaman quarter muda dan batuan

    endapan (alluvium). Bahan induk alluvium terdapat pada wilayah bagian utara dan

    tenggara. Sedangkan bahan induk hasil vulkanik terdapat pada bagian lainnya.

    1.2  Luas dan Batas Wilayah Administratif

    Luas Wilayah Kota Probolinggo adalah sebesar 56,667 Km2. Adapun batas

    wilayah administrasi Kota Probolinggo meliputi :

    1. 

    Sebelah Utara : Selat Madura2.  Sebelah Timur : Kecamatan Dringu (Kabupaten Probolinggo)

    3.  Sebelah Selatan : Kecamatan Leces, Wonomerto, Sumberasih

    (Kabupaten Probolinggo)

    4.  Sebelah Barat : Kecamatan Sumberasih (Kabupaten Probolinggo)

    Kota Probolinggo terbagi menjadi 5 kecamatan dan 29 kelurahan yang terdiri dari

    Kecamatan Mayangan terdapat 5 Kelurahan, Kecamatan Kademangan terdapat 6

    Kelurahan, Kecamatan Wonoasih terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat 6

    Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran terdapat 6 Kelurahan.

    1.3 

    Keadaan Fisik

    1.3.1  Keadaan Geologi

    Morfologi di bagian utara merupakan dataran dengan ketinggian kurang dari 100

    m di atas permukaan laut, sedangkan di bagian selatan terdapat perbukitanyang

    merupakan bagian dari lereng Gunung Bromo, Gunung Tarub, dan Gunung Argapura

    dengan ketinggian 300 - 2900 m di atas permukaan laut. Tatanan statigrafinya berurutan

    dari yang muda terdiri dari beberapa satuan batuan yaitu Formasi Leprak berumur

    Pleosen; Batuan Gunungapi Pandak dan Batuan Trobosan Andesit; Basal dan Gabro

    Mikro berumur Plitosen Awal; Batuan Gunungapi Tengger, Tuff Rabano dan Batuan

    Gunungapi Argapura berumur Plistosen Ahkir; Batugamping Koral, Endapan RombakanCemara Tiga dan Aluvium berumur Holosen. Struktur geologi terdapat berupa sesar

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    2/41

    normal dan sesar mendatar yang berarah umum barat laut - tenggara memotong batuan

     berumur Pliasen - Holosen, sserta kelurusan berarah baratlaut - tenggara, utara - selatan

    dan melingkar dengan garis tengah kurang lebih 8 Km.

    1.3.2 

    Keadaan Topografi

    Wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari 50 meter

    dia atas permukaan air laut. Apabila ketinggian tersebut dikelompokkan atas; ketinggian

    0 -10 meter, ketinggian 10 -25 meter, ketinggian 25 -50 meter. Semakin ke wilayah

    selatan, ketinggian dari permukaan laut semakin besar. Namun demikian seluruh wilayah

    Kota Probolinggo relatif berlereng (0  –  2%). Hal ini mengakibatkan masalah erosi tanah

    dan genangan cenderung terjadi di daerah ini.

    1.3.3  Keadaan Hidrologi

    Sungai-sungai utama yang terdapat di Kota Probolinggo adalah SungaiKedunggaleng, Umbul, Banger, Legundi, Kasbah dan Pancur. Dengan rata-rata panjang

    aliran sungai mencapai 4,94 km, yang terpanjang alirannya adalah Sungai Banger dengan

     panjang aliran mencapai 6,40 km dan yang terpendek alirannya adalah Sungai Pancur

    dengan aliran hanya 3,20 km. Sungai tersebut mengalir sepanjang tahun dari arah selatan

    ke utara sesuai dengan kelerengan wilayah. Air sungai dimanfaatkan untuk kebutuhan

     pertanian dan perikanan, hal ini dimungkinkan karena sungai tersebut belum tercemar

    oleh industri-industri besar yang memang tidak terdapat di Kota Probolinggo.

    1.4 

    Keadaan Iklim dan Curah HujanSeperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, Kota Probolinggo mempunyai dua

    musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Angin yang tidak mengandung uap

    air bertiup dari Australia mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya arus angin yang

     banyak mengandung uap air berhembus dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi

    musim hujan.

    Dari pencatatan empat stasiun hujan yang ada di Kota Probolinggo, curah hujan

    tertinggi sepanjang 2013 tercatat sebesar 457mm terjadi pada bulan Februari, sedangkan

    hari hujan tertinggi sebanyak 20 hari hujan tercatat pada bulan Januari. Sedangkan curah

    hujan terendah terjadi pada bulan Oktober. Curah hujan tahunan tertinggi di Kota

    Probolinggo adalah sebesar 2057mm. Pada tahun 2013, hujan mulai turun di bulan

    Oktober sebanyak 1 hari dengan curah hujan 3mm sebagai pertanda datangnya musim

    hujan. Antara bulan Agustus sampai Oktober, terjadi musim kemarau, dimana selama

    hampir tiga bulan hujan tidak turun di Kota Probolinggo. Dibandingkan tahun 2012,

    kondisi iklim di Kota Probolinggo pada tahun 2013 lebih basah.

    Daerah dengan curah hujan tertinggi terutama terjadi di wilayah selatan Kota

    Proboinggo yang meliputi kecamatan Wonoasih dan sebagian kecamatan Kedopok.

    Dimana jumlah hari hujan pada wilayah selatan selama tahun 2013 sebanyak 108 hari

    hujan.

    Rata-rata penyinaran matahari terlama selama 2013, terjadi pada bulan Agustussampai Oktober. Musim kering yang terjadi pada bulan Juli sampai dengan Oktober di

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    3/41

    Kota Probolinggo berpengaruh terjadinya angin kering yang bertiup cukup kencang dari

    arah tenggara ke barat laut, angina ini popular dengan sebutan Angin Gending.

    1.5  Demografi

    Jumlah penduduk Kota Probolinggo akhir tahun 2013 hasil registrasi penduduk,

    menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tercatat sebesar 220.038 jiwa. Persentase

    terbesar di Kecamatan Mayangan sebesar 27,3 persen, disusul Kanigaran 25,5 persen,

    Kademangan sebesar 17,9 persen, Wonoasih sebesar 14,8 persen dan Kedopok sebesar

    14,4 persen. Jumlah penduduk per kecamatan dan kelurahan dapat dilihat pada Tabel 1.1

    Jumlah kelahiran yang tercatat pada tahun 2013 sebesar 2.843 jiwa, jumlah kematian

    sebesar 1.980 jiwa dan penduduk migrasi yang masuk 3.860 orang, sedangkan yang

    keluar 3.840 orang. Jumlah penduduk tiap kecamatan dapat dilihat di Tabel 1.1 dan

     jumlah penduduk tiap kelurahan dapat dilihat di tabel Tabel 1.2, Tabel 1.3, Tabel 1.4, 

    Tabel 1.5 dan Tabel 1.6Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Kota Probolinggo

     No KecamatanLuas

    Wilayah

    (km2)

    Penduduk(jiwa)

    Kepadatan Penduduk(jiwa/km2)

    1 Kademangan 12,754 39488 3096

    2 Kedopok 13,624 31689 2326

    3 Wonoasih 10,981 32645 2973

    4 Kanigaran 10,653 56111 5267

    5 Mayangan 8,655 60095 6943

    Total 56,667 220028 3883Sumber: Probolinggo Dalam Angka 2014

    Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Kademangan

     No KelurahanLuas

    Wilayah(km2)

    Penduduk

    (jiwa)

    KepadatanPenduduk(jiwa/km2)

    1 Triwung Kidul 1,763 7781 4413

    2 Kademangan 2,130 7446 3496

    3 Pohsangit Kidul 1,665 4863 2921

    4 Pilang 3,068 6272 2044

    5 Triwung Lor 2,077 6161 2966

    6 Ketapang 2,051 6965 3396

    Total 12,754 39488 3096

    Sumber: Kademangan Dalam Angka 2014

    Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Kedopok

     No KelurahanLuas

    Wilayah

    (km2)

    Penduduk(jiwa)

    KepadatanPenduduk

    (jiwa/km2)1 Sumber Wetan 4,876 5529 1134

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    4/41

     No KelurahanLuas

    Wilayah

    (km2)

    Penduduk(jiwa)

    KepadatanPenduduk

    (jiwa/km2)

    2 Kareng Lor 2,345 4827 2058

    3 Kedopok 1,102 4091 3712

    4 Jrebeng Kulon 1,530 4496 2939

    5 Jrebeng Wetan 0,905 3941 4355

    6 Jrebeng Lor 2,866 8805 3072

    Total 13,624 31689 2326

    Sumber: Kedopok Dalam Angka 2014

    Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Wonoasih

     No Kelurahan

    Luas

    Wilayah(km2)

    Penduduk

    (jiwa)

    Kepadatan

    Penduduk(jiwa/km2)

    1 Wonoasih 0,843 3761 4461

    2 Jrebeng Kidul 1,970 5029 2553

    3 Pakistaji 1,855 4737 2554

    4 Kedunggaleng 1,298 2648 2040

    5 Kedung Asem 3,145 7074 2249

    6 Sumber Taman 1,870 9396 5025

    Total 10,981 32645 2973

    Sumber: Wonoasih Dalam Angka 2014

    Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Kanigaran

     No KelurahanLuas

    Wilayah

    (km2)

    Penduduk(jiwa)

    KepadatanPenduduk

    (jiwa/km2)

    1 Curahgrinting 1,269 4309 3396

    2 Kanigaran 3,427 18569 5418

    3 Kebonsari Wetan 0,976 5449 5583

    4 Sukoharjo 0,944 6741 7141

    5 Kebonsari Kulon 1,558 15477 99346 Tisnonegaran 2,479 5566 2245

    Total 10,653 56111 5267

    Sumber: Kanigaran Dalam Angka 2014

    Tabel 1.6 Jumlah Penduduk Kecamatan Mayangan

     No Kelurahan

    Luas

    Wilayah(km2)

    Penduduk(jiwa)

    Kepadatan

    Penduduk(jiwa/km2)

    1 Wiroborang 1,191 6623 5561

    2 Jati 1,246 12629 10136

    3 Sukabumi 1,487 10359 6966

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    5/41

    4 Mangunharjo 3,455 19673 5694

    5 Mayangan 1,276 10811 8473

    Total 8,655 60095 6943

    Sumber: Mayanagan Dalam Angka 2014

    1.6  Sosial Masyarakat

    Karakteristik sosial ini penduduk Kota Probolinggo dapat dilihat dari segi etnik

    dan budaya masyarakatnya. Masyarakat Probolinggo dilihat dari sosial budaya sebagian

     berasal dari budaya agraris (petani dan nelayan) dan berkembang menjadi masyarakat

    urbanis. Sedangkan ditinjau dari suku, sebagian besar merupakan Suku Jawa dan Madura

    yang terkenal ulet, lugas, terbuka, dan kuat dalam mengarungi kehidupan (berjiwa

    wiraswasta tinggi). Selain itu perpaduan masyarakat dan budaya yang masih asli

    dicerminkan dengan gotong royong, dan adat budaya khas, serta diwarnai dengan unsur

    Islam. Hal ini dapat dipandang sebagai potensi masyarakat sehingga menjadi modaldalam peningkatan sumber daya manusia sehingga terbentuk suatu masyarakat yang

    handal dan berkembang dan mudah tanggap terhadap kemajuan. Lebih dari itu potensi

     potensi yang ada menjadikan ketahanan sosial masyarakat akan mampu menangkal dan

    menyaring kemungkinan adanya pengaruh budaya luar yang negatif. Salah satu wujud

    kekhasan budaya masyarakat ialah lahirnya seni budaya khas daerah seperti seni tari, seni

    suara, seni musik dan seni rupa. Hal ini selain memperkuat budaya masyarakat juga

    menjadi aset yang bisa dikembangkan untuk wisata maupun industri.

    1.7 

    Fasilitas Umum1.7.1  Fasilitas Pendidikan

    Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana akan sangat

    menunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tabel 1.7 memuat data tentang jumlah

    fasilitas pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak/raudhatul athfal sampai sekolah

    menengah atas (SMU/MA dan SMK), yang bersumber dari Dinas Pendidikan Kota

    Probolinggo. Jumlah fasilitas pendidikan Kota Probolinggo berjumlah 315. Pendidikan

    yang dicatat adalah pendidikan formal berdasar kurikulum Kementrian Pendidikan

     Nasional, termasuk pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren dengan

    memakai kurikulum Kementrian pendidikan Nasional seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI),

    Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) dibawah naungan Kementrian

    Agama. Jumlah sekolah dibawah ini mencakup sekolah negeri dan swasta.

    Tabel 1.7 Jumlah Fasilitas Pendidikan Kota Probolinggo Tahun 2013

    No Kecamatan/Kelurahan Jumlah

    1 Kademangan 63

    a Triwung Kidul 15

    b Kademangan 18

    c Pohsangit Kidul 6

    d Pilang 7

    e Triwung Lor 6

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    6/41

    No Kecamatan/Kelurahan Jumlah

    f Ketapang 11

    2 Kedopok 53

    a Sumber Wetan 10

    b Kareng Lor 6

    c Kedopok 7

    d Jrebeng Kulon 5

    e Jrebeng Wetan 6

    f Jrebeng Lor 19

    3 Wonoasih 43

    a Wonoasih 10

    b Jrebeng Kidul 7

    c Pakistaji 6

    d Kedunggaleng 3

    e Kedung Asem 7

    f Sumber Taman 10

    4 Kanigaran 81

    a Curahgrinting 8

    b Kanigaran 24

    c Kebonsari Wetan 4

    d Sukoharjo 8

    e Kebonsari Kulon 19

    f Tisnonegaran 185 Mayangan 75

    a Wiroborang 6

    b Jati 12

    c Sukabumi 26

    d Mangunharjo 21

    e Mayangan 10

    JUMLAH FASILITAS PENDIDIKAN

    KOTA PROBOLINGGO315

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2014

    1.7.2  Fasilitas Kesehatan

    Peningkatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan

     prasarana kesehatan yang memadai. Jumlah fasilitas kesehatan pada Kota Probolinggo

    dapat dilihat pada Tabel 2.8.

    Tabel 1.8 Jumlah Fasilitas Kesehatan Kota Probolinggo Tahun 2013

    No Kecamatan/Kelurahan Jumlah

    1 Kademangan 7

    a Triwung Kidul 1b Kademangan 1

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    7/41

    No Kecamatan/Kelurahan Jumlah

    c Pohsangit Kidul 1

    d Pilang 1

    e Triwung Lor 1

    f Ketapang 1

    2 Kedopok 5

    a Sumber Wetan 1

    b Kareng Lor 1

    c Kedopok 1

    d Jrebeng Kulon 1

    e Jrebeng Wetan 1

    f Jrebeng Lor 1

    3 Wonoasih 4a Wonoasih 0

    b Jrebeng Kidul 1

    c Pakistaji 1

    d Kedunggaleng 0

    e Kedung Asem 1

    f Sumber Taman 1

    4 Kanigaran 11

    a Curahgrinting 1

    b Kanigaran 4

    c Kebonsari Wetan 1

    d Sukoharjo 1

    e Kebonsari Kulon 3

    f Tisnonegaran 1

    5 Mayangan 16

    a Wiroborang 2

    b Jati 3

    c Sukabumi 3

    d Mangunharjo 5

    e Mayangan 3

    JUMLAH FASILITAS KESEHATAN

    KOTA PROBOLINGGO43

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2014

    1.7.3  Fasilitas Peribadatan

    Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Probolinggo,

     penduduk Kota Probolinggo mayoritas beragama Islam 96,84 persen, Kristen Katolik

    1,19 persen, Protestan 1,45 persen, Budha 0,46 persen dan Hindu 0,04 persen. Untuk

     jumlah fasilitas peribadatan pada Kota Probolinggo dapat dilihat pada Tabel 2.9.

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    8/41

    Tabel 1.9 Jumlah Fasilitas Peribadatan Kota Probolinggo Tahun 2013

    No Kecamatan/Kelurahan Jumlah

    1 Kademangan 217

    a Triwung Kidul 66

    b Kademangan 57

    c Pohsangit Kidul 18

    d Pilang 22

    e Triwung Lor 19

    f Ketapang 35

    2 Kedopok 199

    a Sumber Wetan 46

    b Kareng Lor 39

    c Kedopok 28

    d Jrebeng Kulon 33

    e Jrebeng Wetan 24

    f Jrebeng Lor 29

    3 Wonoasih 208

    a Wonoasih 26

    b Jrebeng Kidul 34

    c Pakistaji 41

    d Kedunggaleng 25

    e Kedung Asem 43

    f Sumber Taman 394 Kanigaran 264

    a Curahgrinting 30

    b Kanigaran 79

    c Kebonsari Wetan 39

    d Sukoharjo 28

    e Kebonsari Kulon 50

    f Tisnonegaran 38

    5 Mayangan 199

    a Wiroborang 18

    b Jati 42

    c Sukabumi 26

    d Mangunharjo 73

    e Mayangan 40

    JUMLAH FASILITAS

    PERIBADATAN1087

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2014

    1.7.4  Industri

    Berikut adalah jumlah industri tiap kelurahan dan kecamatan. Terdapat di Tabel3.10 dibawah ini

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    9/41

    Tabel 1.10 Jumlah Industri Kota Probolinggo Tahun 2013

    No Kecamatan/Kelurahan Jumlah

    1 Kademangan 105

    a Triwung Kidul 21

    b Kademangan 20

    c Pohsangit Kidul 13

    d Pilang 17

    e Triwung Lor 16

    f Ketapang 18

    2 Kedopok 84

    a Sumber Wetan 15

    b Kareng Lor 13

    c Kedopok 11d Jrebeng Kulon 12

    e Jrebeng Wetan 10

    f Jrebeng Lor 23

    3 Wonoasih 86

    a Wonoasih 10

    b Jrebeng Kidul 13

    c Pakistaji 13

    d Kedunggaleng 7

    e Kedung Asem 19

    f Sumber Taman 25

    4 Kanigaran 149

    a Curahgrinting 11

    b Kanigaran 49

    c Kebonsari Wetan 14

    d Sukoharjo 18

    e Kebonsari Kulon 41

    f Tisnonegaran 15

    5 Mayangan 159

    aWiroborang 18

    b Jati 33

    c Sukabumi 27

    d Mangunharjo 52

    e Mayangan 29

    JUMLAH INDUSTRI KOTA

    PROBOLINGGO583

    Sumber: Probolinggo Dalam Angka 2014

    1.8  Tata Guna Lahan

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    10/41

    Struktur penggunaan tanah secara umum di Kota Probolinggo adalah

     permukiman, perdagangan, industri, tanah pertanian. Secara keseluruhan penggunaan

    tanah di Kota Probolinggo didominasi oleh tanah permukiman dan pertanian.

    Secara umum penggunaan tanah di Kota Probolinggo tahun didominasi oleh lahan

     pertanian dengan luas 2593,64 Ha atau 45,77% dari luas keseluruhan Kota Probolinggo

    dengan lahan pertanian paling luas berada di Kecamatan Kedopok sebesar 860,98 Ha,

    kemudian berikutnya adalah Kecamatan Kademangan dengan luas lahan pertanian

    sebesar 667,21 Ha dan Kecamatan Wonoasih dengan luas lahan pertanian sebesar 514,48

    Ha.

    Penggunaan lahan paling dominan berikutnya setelah lahan pertanian adalah lahan

     permukiman, yaitu sebesar 2.090,04 Ha atau 36,88% dari luas Kota Probolinggo.

    Persebaran permukiman di Kota Probolinggo cukup merata di seluruh kecamatan, hal ini

    dpat dilihat berdasarkan selisih luas lahan permukiman pada setiap kecamatan yang tidak

    terlalu mencolok. Luas lahan permukiman paling besar berada di Kecamatan Kanigaranyaitu sebesar 474,29 Ha, kemudian berikutnya adalah Kecamatan Wonoasih sebesar

    412,24 Ha.

    Penggunaan tanah lainnya seperti fasilitas pendidikan, perkantoran, perdagangan

    maupun industri menjadi terlihat tidak signifikan jika dibandingkan dengan luas lahan

     pertanian ataupun permukiman. Luas fasilitas permukiman, perkantoran, perdagangan

    dan industri di Kota Probolinggo berturut-turut adalah sebesar 132,50 Ha (2,34% luas

    wilayah Kota probolinggo), 108,91 Ha (1,92%), 20,64 Ha (0,36%), dan 90,08 Ha

    (1,59%). Penggunaan lahan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 1.11. 

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    11/41

    Tabel 1.11 Luas dan Jenis Pengunaan Lahan (Ha) di Kota Probolinggo

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    12/41

    1.9  Peta Wilayah

    Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Probolinggo

    1.10  Komponen Drainase

    Pengelolaan komponen drainase di Kota Probolinggo dikelola oleh Sub Dinas

    Cipta Karya Kota Probolinggo. Fungsi utama dari drainase perkotaan adalah membawa

    aliran air dari hujan secepat mungkin untuk dibuang tanpa terjadi genangan pada waktu

    musim hujan. Fungsi lainnya adalah mengalirkan air buangan domestik pada musim

    kemarau yang pada umumnya debit buangan limbah domestik kecil sekali jika

    dibandingkan dengan kapasitas salurannya.

    Jaringan drainase yang terdapat di Kota Probolinggo adalah jaringan primer,

    sekunder, dan tersier. Jaringan tersebut umumnya mengikuti pola jaringan jalan yang ada

    di kawasan perencanaan. Selain itu beberapa saluran yang ada digunakan sebagai irigasi

    ke sawah-sawah yang ada di Kota Probolinggo. Umumnya kondisi sistem drainase yang

    ada, belum mampu sepenuhnya berfungsi sebagai sarana pembuangan air hujan, terutama

     pada saat mengalirkan air hujan

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    13/41

    dengan intensitas yang tinggi. Sedangkan untuk irigasi pertanian, penduduk di

    kawasan perencanaan memanfaatkan sumur pompa untuk mendapatkan air bagi kegiatan

     pertaniannya.

    1.11 

    Kompilasi Data Curah Hujan Tahunan

    Dari data curah hujan tahunan Kota Probolinggo, maka dapat direncanakan Sistem

    Saluran drainase pada Kawasan Perkotaan Probolinggo. Saluran drainase ini berfungsi

    untuk menyalurkan air hujan agar tidak mengakibatkan banjir di Kawasan Perkotaan

    Probolinggo. Saluran drainase ini menyalurkan air hujan ke sungai yang terdapat di

    Kawasan Perkotaan Probolinggo.

    Data curah hujan tahunan Kawasan Perkotaan Probolinggo dianalisis melalui

    empat stasiun pengamat curah hujan yang dimiliki oleh Kawasan Perkotaan Probolinggo.

    Data curah hujan tahunan Kawasan Perkotaan Probolinggo dari hasil analisa enam stasiun

     pengamat curah hujan di Kawasan Perkotaan Probolinggo dari tahun 1983-2012 yangdidapatkan dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dapat

    dilampirkan pada tabel sebagai berikut:

    Tabel 1.12 Data Curah Hujan Tahunan Kota Probolinggo

    No Tahun ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.6

    1 1983 125 127 145 115 109

    2 1984 112 112 140 135 111

    3 1985 130 131 153 132 113

    4 1986 156 122 153 123 107

    5 1987 147 115 147 138 125

    6 1988 138 132 154 117 106

    7 1989 148 142 148 129 124

    8 1990 143 123 158 120 118

    9 1991 152 116 126 140 109

    10 1992 164 117 158 128 113

    11 1993 145 132 153 142 121

    12 1994 140 123 163 135 128

    13 1995 148 135 149 137 117

    14 1996 156 141 163 129 132

    15 1997 137 118 160 136 120

    16 1998 166 126 154 129 113

    17 1999 139 138 167 135 107

    18 2000 152 141 141 115 129

    19 2001 165 139 159 133

    20 2002 150 143 148 134 139

    21 2003 146 127 156 132 117

    22 2004 148 129 160 158

    23 2005 123 119 147 114 123

    24 2006 161 133 121 122

    25 2007 147 141 161 134 124

    26 2008 144 170 128 11927 2009 118 126 155 135 120

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    14/41

    No Tahun ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.6

    28 2010 158 140 160 130 146

    29 2011 162 135 157 119 121

    30 2012 161 119 159 124 139

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    15/41

    BAB 2 

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1  Pengertian Drainase

    Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister, (2002), secara umum drainase

    didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air

    yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase kota

    merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi:

     pemukiman, kawasan industri, perdagangan, dan fasilitas umum lainnya, sehingga air

    tersebut tidak mengenangi kota atau menimbulkan dampak negatif lainnya.

    Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister, (2002), sistem drainase merupakan

    suatu sistem pembuangan air yang menggenang pada suatu daerah dimana sistem

    drainase ini berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air hujan menuju ke badan air

     penerima dengan aman, sehingga dapat mengendalikan terjadinya banjir. Sistemdrainase diperlukan untuk melakukan tindakan teknis dalam mengendalikan:

    1.  Kelebihan air hujan sehingga dapat dilakukan pengendalian terhadap

    kemungkinan – kemungkinan adanya:

      Banjir.

      Genangan air pada lahan produktif.

      Erosi pada lapisan tanah.

    2.  Masuknya air dari badan air penerima ke saluran drainase yang umumnya disebut

    dengan air balik (back water).

    3. 

    Elevasi permukaan air tanah diusahakan pada lahan produktif agar lapisan tanahdi atasnya tidak tergenang.

    2.2  Jenis-jenis Saluran Drainase

    Menurut Tim Penyusun Buku Ajar Magister, (2002), saluran drainase dapat dibagi

    menjadi beberapa jenis antara lain adalah sebagai berikut :

      Menurut sejarah terbentuknya

    • 

    Drainase alamiah ( Natural Drainage)

    Yaitu drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-

     bangunan seperti pelimpah, pasangan batu/beton, gorong- gorong dan lain-

    lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi.

    •  Drainase Buatan

    Yaitu drainase yang dibuat untuk tujuan tertentu dan memerlukan bangunan – 

     bangunan tertentu seperti selokan pasangan batu/beton, gorong – gorong,

     pipa –  pipa dan sebagainya.

      Menurut Konstruksinya

    •  Saluran Terbuka

    Yaitu saluran untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang

    mempunyai luasan yang cukup atau untuk air yang bukan air hujan tidak

    membahayakan kesehatan lingkungan.

    • 

    Saluran tertutup

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    16/41

    Yaitu saluran yang digunakan untuk aliran air kotor (mengganggu kesehatan)

    atau untuk saluran yang terletak ditengah kota.

    Selain jenis di atas, berbagai jenis saluran drainase yang lain adalah:

      Saluran tahan erosi

    Sebagian besar saluran yang diberi lapisan dan saluran-saluran yang bahan-

     bahannya merupakan hasil rakitan pabrik dapat menahan erosi dengan baik

    sehingga dianggap tahan erosi (non erodible). Saluran tanpa lapisan biasanya peka

    erosi kecuali yang digali pada dasar yang keras misalnya pada sar yang terbuat

    dari batu.

    Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan adalah:

    1.  Jenis bahan yang membentuk tubuh saluran, yang menentukan koefisien

    kekasaran.

    2.  Kecepatan minimum yang diijinkan untuk mencegah pengendapan bila air

    mengangkut silt atau serpihan kasar lainnya.3.  Kemiringan dasar saluran dan kemiringan dinding.

    4.  Jagaan (freeboard)

    5.  Penampang yang paling efisien, ditentukan secara hidrolika maupun

    secara pendekatan.

      Saluran peka erosi dengan penggerusan tanpa pengendapan.

    Perilaku aliran dalam saluran peka erosi (erodible chanel) dipengaruhi oleh

     berbagai faktor fisik dan oleh keadaan lapangan yang sangat kompleks dan tidak

    menentu, sehingga perancangan yang tepat untuk saluran semacam ini pada

    tingkat pengetahuan sekarang ini sesungguhnya belum sesuai dengan kenyataan.  Saluran Berumput

    Adanya rumput atau tetumbuhan di saluran akan menimbulkan turbulensi yang

    cukup besar yang berarti adanya kehilangan energi dan hambatan aliran. Namun

    untk saluran lahan yang dipakai untuk pengairan, adanya lapisan rumput ini sering

    dipandang menguntungkan dan disukai.

    Rumput tersebut akan menstabilkan tubuh saluran, mengkonsolidasikan massa

    tanah di dasar saluran dan mengontrol erosi permukaan dan gerakan butir-butir

    tanah di sepanjang dasar saluran.

    2.3  Pola Jaringan Drainase

    Pola jaringan drainase dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk, yaitu:

    a) 

    Siku

    Untuk daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai. Dan

    sungai sebagai saluran pembuangan akhir ditengah kota.

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    17/41

     

     b)  Pararel

    Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang

    yang cukup banyak dan pendek  –  pendek, apabila terjadi perkembangan kota, saluran – 

    saluran akan dapat menyesuaikan diri.

    c) 

    Grid IronUntuk daerah dimana sungainya terletak dipinggir kota, sehingga saluran – saluran

    cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

    d)  Alamiah

    Sesuai dengan keadaan alaminya, sesuai dengan kontur tanah dan letak sungainya

    sebagai saluran pembuangan akhir.

    Gambar 2.1 Pola Jaringan Drainase Model Siku

    Gambar 2.2 Pola Jaringan Drainase Model Paralel

    Gambar 2.3 Pola Jaringan Drainase Model Grid Iron

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    18/41

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    19/41

    Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang

    diperoleh dari drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran conveyor

    (pembawa).

      Conveyor drain.

    Saluran conveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari

    suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membayakan daerah yang dilalui.

    Letaknya dibagian terendah lembah dari suatu daerah sehingga dapat berfungsi

    sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.

    2.5  Tata Letak Sistem Jaringan Drainase

    Suatu sistem drainase agar dapat berfungsi dengan baik, maka perlu diperhatikan

    hal – hal sebagai berikut:

      Pola arah aliran.

    Arah aliran dapat ditentukan dengan melihat peta topografinya, yang merupakannatural drainage system yang terbentuk secara alamiah, dan dapat mengetahui

    toleransi lamanya genangan dari daerah rencana.

      Situasi dan kondisi fisik kota.

    Situasi dan kondisi fisik kota yang ada ataupun yang sedang direncanakan perlu

    diketahui:

      Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon dan lain – lain).

      Bottle neck yang mungkin ada.

      Batas –  batas derah pemilikan.

     

    Letak dan jumlah prasarana yang ada.  Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan.

      Gambaran prioritas daerah secara garis besar.

    Semua hal diatas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata letak sistem jaringan

    drainase tidak terjadi pertentangan kepentingan. Penentuan tata letak dari jaringan

    drainase bertujuan untuk mencapai sasaran sebagai berikut:

      Sistem jaringan drainase dapat berfungsi sesuai tujuan.

      Menekan dampak lingkungan negatif.

      Dapat bertahan lama ditinjau dari segi konstruksi dan fungsinya.

      Biaya pembangunan rendah.

    2.6  Bentuk dan Jenis Saluran Drainase

    Bentuk  –  bentuk dan jenis saluran yang dipilih, disesuaikan dengan lingkungan

    setempat, karena itu digunakan tipe saluran air hujan sebagai berikut:

    a.  Saluran tertutup

    Saluran ini dibuat dari beton tidak bertulang, berbentuk bulat (buis beton) dan

    diterapkan pada daerah dengan lalu lintas pejalan kaki di daerah itu padat seperti

    di daerah perdagangan, pusat pemerintahan dan jalan protokol. Sistem pengaliran

    air dari jalan ke dalam saluran menggunakan street inlet. Pada jarak tertentu dibuat

    suatu rumusan pemeriksaan atau manhole yang fungsinya selain sebagai sumuran

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    20/41

     pemeriksaan juga sebagai bangunan terjunan (drop manhole), untuk tiap

     perubahan dimensi saluran dan pertemuan saluran.

     b.  Saluran terbuka

    Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik berbeda, yaitu:

     

    Saluran yang berbentuk segiempat dan modifikasinya.

    Saluran ini dibuat dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan pada

    daerah dengan ruang yang tersedia terbatas seperti pada lingkungan

     permukiman penduduk, dimana ambang saluran dapat berfungsi sebagai inlet

    dari air hujan yang turun pada tribury area.

      Saluran yang berbentuk trapesium dan modifikasinya.

    Saluran ini dibuat tanpa pergeseran, diterapkan pada daerah dengan

    kepadatan dimana ruang yang tersedia masih luas seperti daerah pertanian

    dan lapangan. Pada bagian tertentu, dilakukan pergeseran bila batas

    kecepatan maksimum tidak terpenuhi.Adapun beberapa macam bentuk saluran :

    1)  Trapesium

    Menyalurkan limbah cair hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus

    menerus dengan fluktuasi kecil dan digunakan apabila:

    •  Selokan terbuka.

    •  Tempat memungkinkan (cukup luas).

    Gambar 2.7 Bentuk Saluran Trapesium

    2)  Segiempat

    Menyalurkan limbah cair hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus

    menerus dengan fluktuasi kecil pada lokasi jalur saluran tidak atau kurang tersedia

    lahan yang cukup dan digunakan apabila:

    •  Debit besar (Q).

    •  Selokan terbuka.

    Gambar 2.8 Bentuk Saluran Segiempat

    3)  Segitiga

    Menyalurkan limbah air hujan dengan debit kecil, sampai nol dan banyak endapan

    dan digunakan apabila:

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    21/41

    •  Debit (Q) kecil.

    •  Saluran terbuka.

    Gambar 2.9 Bentuk Saluran Segitiga

    2.7  Jalur Saluran

    Jaringan sistem penyaluran air hujan yang direncanakan harus sesuai dengan

    keadaan fisik daerah pelayanan dimana jalur saluran air hujan direncanakan sebagian

    terletak di sebelah kiri dan kanan jalan, diusahakan agar tidak berada di tepi jalan,

    melainkan berada jauh dan melintas jalan, agar permukiman yang berada di sepanjang

     jalan tersebut, tidak terpaksa harus membuat jembatan persil karena terlalu mahal.

    Kapasitas saluran dan perlengkapannya sesuai dengan beban keadaan medan serta sifat – 

    sifat hidrolis dimana saluran dan perlengkapannya tersebut ditempatkan.

    Dalam perencanaan penyaluran air hujan ini digunakan beberapa dasar

     perencanaan, baik secara teknis maupun hidrolis. Perencanaan secara hidrolis antara lain

    meliputi prinsip –  prinsip hidrolika dari suatu pengaliran dalam saluran perencanaan,

    secara teknis meliputi segi – segi teknik yang perlu diperhatikan dalam rencana penyaluran

    sesuai dengan kondisi topografi daerah perencanaan.

    2.8  Prinsip-Prinsip Pengaliran

    Prinsip –  prinsip pokok dari perencanaan sistem penyaluran air hujan adalah

    sedapat mungkin memanfaatkan jalur drainase alamiah sebagai badan air penerima.

    Selain itu dikenal pula kaidah – kaidah pengaliran adalah sebagai berikut:

    a. Limpasan air hujan dari awal saluran (tribury) selama masih belum berbahaya,

    dihemat agar ada kesempatan untuk infiltrasi sebesar  –  besarnya sehingga dapat

    mengurangi debit limpasan ke bawah aliran dan sekaligus berfungsi sebagai

    konversi air tanah pada daerah atas (upstream).

     b. Saluran sebesar mungkin memberikan pengurangan debit limpasannya melalui proses infiltrasi, untuk mengendalikan besarnya profil saluran (debit aliran).

    c. Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan saluran,

    demikian pula tidak boleh terlalu kecil agar tidak terjadi pengendapan atau

     pengandalan pada saluran.

    d. Profil saluran mampu menampung debit maksimum dari pengaliran sesuai dengan

    PUH yang telah ditentukan. Demikian pula badan air penerimanya.

    2.9  Analisis Hidrologi

    Dalam perencanaan saluran drainase ini, maka analisa terhadap aspek hidrologi

    merupakan hal yang sangat penting. Aspek hidrologi yang meliputi curah hujan,

    melengkapi data hujan, uji konsistensi, uji homogenitas, penentuan curah hujan rata – rata

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    22/41

    daerah, analisa hujan harian maksimum, metode perhitungan distribusi hujan atau metode

     perhitungan intensitas hujan dan perhitungan lengkung intensitas hujan.

    2.9.1  Curah Hujan

    Curah hujan adalah data hidrologi yang paling penting untuk dikumpulkan

    sebelum perencanaan drainase perkotaan. Dalam perencanaan, data curah hujan

    digunakan untuk:

    •  Perhitungan dimensi saluran, baik yang tertutup maupun yang terbuka.

    •  Perhitungan dimensi bangunan-bangunan saluran lintasan.

    •  Perhitungan bentang jembatan-jembatan.

    •  Perhitungan waduk pengendali banjir.

    Proses perhitungan berdasarkan analisa hidrologi yang meliputi antara lain:

    analisa data curah hujan dan perhitungan debit aliran. Setelah debit aliran diketahui maka

    ditentukan dimensi saluran dan bangunan –  bangunannya berdasarkan rumus – rumushidrolika.

    2.9.2  Jaringan Stasiun Pengamat Curah Hujan

    Untuk mendukung analisa data curah hujan diperlukan stasiun pengamat curah

    hujan. Jumlah stasiun pengamat curah hujan harus disesuaikan dengan wilayah

     penyebaran hujan dan topografi wilayahnya. Menurut WHO, dianjurkan mempunyai

    kerapatan sebagai berikut:

      Daerah datar beriklim sedang, mediterania dan daerah tropis.

    Ideal : 1 stasiun untuk 600 km2  –  900 km2Praktis : 1 stasiun untuk 900 km2  –  3000 km2

      Daerah pegunungan beriklim sedang, mediterania dan tropis.

    Ideal : 1 stasiun untuk 100 km2 –  250 km2

    Praktis : 1 stasiun untuk 250 km2 –  1000km2

      Daerah kering dan daerah kutub.

    Satu stasiun untuk 1500 –  10.000km2 dan tergantung kelayakannya.

    2.9.3  Melengkapi Data Hujan yang Hilang

    Metode – metode yang dipakai untuk melengkapi data hujan yang hilang adalah:

    a. Cara aritmatika rata – rata.

    Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang

    datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari stasiun

     pengukuran terdekat < 10%, maka data yang hilang dapat diambil dari harga rata – rata

    hitung dari data stasiun terdekat, dan dianjurkan terdapat lebih dari dua stasiun

     pembanding. Cara aritmatika rata – rata dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn)

    Dimana :

    R1, R2...Rn : harga curah hujan rata – rata tahunan pada stasiun 1, stasiun 2

    hingga stasiun ke – n.Rx : curah hujan rata – rata dari stasiun x yang datanya akan dilengkapi.

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    23/41

     N : jumlah stasiun pembanding.

     b. Cara rasio normal

    Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran yang

    datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal dari stasiun

     pengukuran terdekat > 10%, maka perlengkapan data hujan yang hilang dilakukan

    menggunakan cara rasio atau pembanding normal yang dirumuskan sebagai berikut :

     

      

     

    n

    n x

     R

     R

     R

    n

     Rxr    ........

    2

    2

    1

    1  

    Dimana :

    rx : data hujan yang dicari.

    Rx : curah hujan rata – rata tahunan pada stasiun x yang datanya akan

    dilengkapi.

    n : jumlah stasiun pembanding.

    r1...rn : curah hujan di stasiun 1, 2, 3 sampai ke – n.

    R1....Rn : curah hujan rata – rata tahunan pada stasiun 1, 2, 3 sampai stasiun ke – n.

    c. Cara korelasi.

    Cara ini digunakan untuk analisa hujan tahunan dengan menggunakan kurva yang

    menggambarkan korelasi antara tinggi hujan pada stasiun yang datanya hilang dengan

    stasiun index pada periode (tahun) yang sama.

    2.9.4 

    Tes Konsistensi Data Hujan

    Apabila dalam suatu pengamatan data hujan terdapat non homogenitas dan

    tidaksesuaian (incostency) dapat menyebabkan penyimpangan pada hasil perhitungan.

     Non Homogenitas dapat disebabkan:

    1. Pemindahan stasiun pengamat ke tempat baru.

    2. Perubahan jenis alat ukur.

    3. Perubahan cara pengukuran.

    4. Kesalahan observasi sejak tanggal tertentu.

    5. Perubahan ekosistem akibat bencana (kebakaran, hujan, tanah longsor, dll).

    6. Dan lain-lain.Konsistensi data hujan diuji dengan cara Garis Massa Ganda (Double Mass Curve

    Technique). Dengan metode ini dapat juga dilakukan koreksi datanya. Dasar metode ini

    ialah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari stasiun yang diikuti dengan

    curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar.

    Stasiun-stasiun dasar dipilih dari tempat-tempat berdekatan dengan stasiun

     pengamatan, data-data stasiun dasar harus diuji konsistensinya dan kondisi meteorologis

    yang sama dengan stasiun pengamatan. Jumlah stasiun dasar sedikitnya adalah 5 buah.

    Data-data stasiun dasar harus diuji konsistensinya dan kondisi meteorologis yang

    sama dengan stasiun pengamat. Data-data hujan disusun menurut urutan kronologis

    mundur, dimulai dengan tahun terakhir. Rumus yang digunakan adalah:

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    24/41

     R F  R

    TL

    TB

    tg 

    tg  F 

    k k 

     

      

     

    Dimana:Rk = curah hujan koreksi di stasiun x.

    R = curah hujan asli.

    Fk = faktor koreksi.

    2.9.5  Tes Homogenitas

    Untuk menganalisa satu array data hujan diperlukan homogenitas data. Satu array

    data hujan dikatakan homogen apabila plotting titik H(N,TR) berada pada kertas grafik

    homogenitas bagian dalam. Harga TR didapatkan dari persamaan:

     R R   xT  R

     RT    10  

    TR merupakan ordinat, sedangkan absisnya adalah N. N adalah jumlah tahun pada

    data hujan, dimana :

    R10 = presipitasi tahunan dengan PUH 10 tahun.

    R = presipitasi tahunan rata-rata dengan 1 array data.

    TR = PUHnya R.

    Untuk mencari R10 dan TR diperlukan persamaan regresi. Apabila plotting

    H(N,TR) pada kertas grafik homogenitas berada di luar grafik, maka pemilihan array data

    dapat diubah dengan memotong atau menambah jumlah data stasiun hujan sedemikian

    hingga titik H(N,TR) berada pada bagian dalam grafik homogenitas. Adapun cara untuk

    mengubah 1 array data adalah sebagai berikut:

    •  Menambah jumlah data-datanya.

    •  Menggeser mundur dengan jumlah data yang sama.

    •  Mengurangi jumlah, namun cara ini tidak dianjurkan.

    2.9.6  Analisis Curah Hujan Rata-rata

    Untuk merencanakan suatu saluran drainase diperlukan data curah hujan. Curah

    hujan diperlukan adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan. Jadi

     bukan curah hujan pada suatu titik tertentu sehingga curah hujan ini disebut curah hujanwilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan harus diperkirakan dari

     beberapa titik atau stasiun pengamat curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan

    daerah pengamatan curah hujan curah dibeberapa titik adalah sebagai berikut:

    1. Cara Rata-rata Aritmatik.

    Cara ini merupakan perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan didalam dan

    di sekitar daerah yang bersangkutan. Cara ini biasanya digunakan untuk daerah datar dan

     jumlah penakarnya banyak dan sifat curah hujannya dianggap uniform. Cara rata-rata

    aritmatik dapat dirumuskan sebagai berikut:

    R = 1/n (R1 + R2+ ...Rn)  Atau

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    25/41

     

      n

    iiR

    nR

    1

    Dimana :

    R1, R2, ... Rn : tinggi hujan masing-masing stasiun.

    n : jumlah stasiun penakar hujan.

    2. Cara Poligon Thiessen.

    Jika titik pengamatan di dalam daearah itu tidak tersebar merata, maka cara

     perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh

    tiap titik pengamatan. Cara ini dilakukan dengan memasukkan faktor pengaruh daerah

    yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien

    Thiessen.

    Besarnya faktor pembobot (weighing factor) tergantung dari luas daerah pengaruh

    yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh poligon-poligon yang memotong tegak

    lurus ada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun (tiap stasiun terletak pada poligon

    yang tertutup).

    nn R A

     AR A

     AR A

     AR A

     AR     3

    32

    21

    1  

    111

    1

    1R A

     AR

    n

     

     

    Dimana :

    A1, A2, A3, ... An : luas daerah yang mewakili stasiun pengamat.

    R1, R2, R3, ... Rn : curah hujan di tiap titik pengamatan.R : curah hujan rata-rata daerah.

    Cara membuat poligon-poligon adalah sebagai berikut :

    a. 

    Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga membentuk

     poligon segitiga.

     b. 

    Buat sumbu-sumbu pada poligon segitiga tersebut sehingga titik potong sumbu

    akan membentuk poligon baru.

    c. 

    Poligon baru ini merupakan batas daerah pengaruh masing-msing stasiun penakar

    hujan.

    Gambar 2.10 Poligon Thiessen

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    26/41

    Cara Thiessen ini lebih teliti dibandingkan cara aritmatik mean (rata-rata).

     Namun, penentuan stasiun serta pemilihan ketinggian mempengaruhi ketelitian hasil.

    3. Garis Isohyet

    Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga tinggi hujan

    yang sama. Isohyet diperoleh dari interpolasi harga tinggi hujan lokal. Misalnya besarnya

    isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan antara dua isohyet adalah:

    212,1   II2

    1R     

    Pola isohyet berubah dengan harga-harga point rainfall yang tidak tetap, walaupun

    letak stasiun penakar hujannya tetap. Untuk menghitung luas antara dua isohyet (A1,2)

    dan luas daerah aliran (A) digunakan planimeter. Rumus hujan rata-rata daerah aliran

    dapat dihitung sebagai berikut:

     A

    R A

     A

    R A

     A

    R A

     A

    R AR

      nnnn   1,1,343423231212      

    Dimana :

    Ai, i+1 : luas daerah antara isohyet I1 dan Ii+1.

    Ri, i+1 : tinggi hujan rata –  rata antara isohyet I1 dan I i+1.

    2.9.7  Analisis Hujan Harian Maksimum

    Untuk analisa curah hujan Harian Maksimum (HHM) dapat digunakan beberapa

    metode sebagai berikut :

    1. Metode Gumbel.Metode ini menyatakan bahwa distribusi dari harga ekstrim (maksimum atau

    minimum) tahun yang dipilih dari n sampel akan mendekati suatu bentuk batas bila

    ukuran sampel meningkat. Rumus yang digunakan adalah:

    ntn

    RT    Y Y RR  

     

      

    R : tinggi hujan rata-rata.

    R : standar deviasi.

    n & Yn : didapat dari Tabel reduced mean and standar deviation di

    lampiran.Yt : didapat dari Tabel 6 Reduced Variate pada PUH t tahun.

    Tabel 2.1 Reduced Variate (Yt) pada PUH t Tahun

    PUH = t Tahun Reduced Variate (Yt)

    2 0,3665

    5 1,4999

    10 2,2502

    25 3,1985

    50 3,9019

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    27/41

    PUH = t Tahun Reduced Variate (Yt)

    100 4,6001

    Sumber: J, Nemec

    Rentang keyakinan (Convidence Interval) untuk harga-harga RT.

      ek   SatR    

    Dimana :

    Rk : rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam).

    T(a)

    Se : probability error (deviasi).

    Untuk  = 90 %  t (a) = 1,64

     = 80 %  t (a) = 1,282

     = 68 %  t (a) = 1,000

    bS   Re

       

    21,13,111   kkb    

    n

    nt  Y Y k

     

     

    Dimana :

     N : jumlah data

    2. Metode Log Person Type III

    Metode Log Person didasarkan pada perubahan data yang ada dalam bentuk

    logaritmik. Langkah-langkah perhitungannya:

    a.  Menyusun data-data curah hujan (R) mulai dari harga yang terbesar sampai

    dengan harga terkecil

     b.  Mengubah sejumlah N data curah hujan ke dalam bentuk logaritma  Xi = log

    Ri

    c. 

    Menghitung besarnya harga rata –  rata besaran tersebut, dengan persamaan:

    n

    x

    x  i

     

    d.  Menghitung besarnya harga deviasi rata  –   ratadari besaran logaritma tersebut,

    dengan persamaan sebagai berikut :

    1

    2

      N 

    xxi   

    e.  Menghitung harga skew coefficient (koefisien asimetri) dari besaran logaritma di

    atas:

    2

    2

    21   x

    is

    N N 

    xxN C 

     

       

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    28/41

    Kadang-kadang harga Cs disesuaikan dengan besarnya N, sehingga persamaannya

    menjadi:

    CSH = Cs . (1 + 8,5 / N)

    f.  Berdasarkan harga skew cofficient (Cs) yang diperoleh dan harga periode ulang

    (T) yang ditentukan, dapat diketahui nilai Kx dengan menggunakan tabel.

    g.  Menghitung besarnya harga logaritma dari masing  –   masing data curah hujan

    untuk suatu periode ulang T tertentu.

    xt   KxX X       

    h.  Jadi perkiraan harga HHM untuk periode ulang T (tahun) adalah:

    T T    X antiR     log  atau T X 

    T R   10  

    3. Metode Iwai Kadoya

    a. 

    Disebut juga cara distribusi terbatas sepihak (one site finite distribtion). b.  Prinsipnya mengubah variabel (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari curah

    hujan harian maksimum ke log X atau mengubah kurva distribusi asimetris

    menjadi kurva distribusi normal.

    c.  Kemungkinan terlampauinya W (x) dengan asumsi data hidrologi distribusi log

    normal.

    d.  Harga konstanta b > 0, sebagai harga minimum variabel kemungkian (x).

    e.  Agar kurva kerapatan tidak < harga minimum (-b), maka setiap sukunya diambil

    x + b, dimana harga log (a + b) diperkirakan mempunyai distribusi normal.

    f.  Perhitungan cara Iwai Kadoya adalah variabel normal, dihitung dengan

     persamaan:

    bx

    bxc

    0

    log   

    Dimana :

      oo   xb x   log  

    adalah rata-rata dari:

    b xi  log  

    Langkah-langkah perhitungannya:

    1) Memperkirakan harga Xo:

      n

    iio   x

    nx

    1

    log1

    log  

    2) Memperkirakan harga b:

      n

    iib

    mb

    1

    Dimana : m  n / 10

    T sts

    X X X 

    X X X b

    0

    20

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    29/41

    Keterangan :

    Xs : harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar

    Xt : harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terkecil

    n : banyaknya data

    10

    nm    : angka bulat

    W (x) : kemungkinan terlampaui

    : harga kemungkinan lebih sembarang

    3) Memperkirakan harga Xo:

    n

    i

    ioo   b xn

    b x x

    1

    log1

    log  

    4) Memperkirakan harga C:

       

      

     

      n

    i   o

    i

    bx

    bx

    nc   1

    2

    log1

    21 

      21

    22

    1

    2

     

      

     

      oxxn

    Dimana :

      n

    ii   b x

    n x

    1

    22 log1

     

    dengan menggunakan rumus 2 x dan2

    o x  maka 1/c dihitung dengan rumus:

    221

    21oxx

    nn

    c

      

      

     

    Harga yang sesuai dengan kemungkinan lebih sembarang (arbitrary excess

     probability) didapat dari tabel dan besarnya curah hujan yang mungkin dihitung dengan

    rumus berikut:

          

      

     c

    bxbx o1

    loglog  

    2.9.8  Analisis Distribusi Hujan

    a. 

    Metode Van BreenMetode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah

    terpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90 % dari hujan selama 24

     jam.

    Hubungan dengan rumus :

    4

    %90   24RI 

       

    I = Intensitas hujan (mm/jam).

    R24 = curah hujan harian maksimum (mm/24 jam).

    Intensitas hujan yang didapat dari rumus diatas, kemudian diplotkan pada kurvadurasi intensitas hujan, dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    30/41

    sebagai kurva basis, yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Kurva basis tersebut

    memberikan kecenderungan bentuk kurva untuk daerah lain di Indonesia pada

    umumnya.

    Tabel 2.2 Intensitas Hujan Kota Jakarta

    Durasi (menit)

    Intensitas Hujan (mm/jam)

    Untuk Periode Ulang (tahun)

    2 5 10 25 50

    5 126 148 155 180 191

    10 114 126 138 156 168

    20 102 114 123 135 144

    40 76 87 96 105 114

    60 61 73 81 91 100

    120 36 45 51 58 63

    240 21 27 30 35 40

    Sumber : BUDP

     b) 

    Metode Bell

    Untuk keperluan analisa frekuaensi hujan, haruslah tersedia data hujan selama

    selang waktu yang cukup panjang. Bila data ini tak tersedia, bila diketahui

     besarnya curah hujan 1 jam (60 menit) dengan periode ulang 10 tahun sebagai

    dasar, maka suatu rumus empiris yang diberikan oleh Bell dapat dipakai untuk

    menentukan curah hujan dari 5 – 120 menit dengan periode ulang 2-100 tahun.

    Hubungan ini diturunkan dari analisa curah hujan pada 157 stasiun dan tes statistik

    yang dapat dipergunakan di seluruh dunia.Rumusnya:

        menittahuntT    RtT LnR     601025,0 50,054,052,021,0  Dimana :

    R : curah hujan (mm).

    T : Periode Ulang Hujan.

    t : durasi hujan (menit).

    Perhitungan intensitas hujan menurut Bell, menggunakan persamaan sebagai

     berikut:

      

       jammm R

    t  I 

      t T 

    t t 

    60  

    c)  Metode Hasper Weduwen

    Penurunan rumus diperoleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian

    dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi simetrsi

    dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan antara 1 jam sampai

    24 jam.

    Perumusan dari metode Hasper-Weduwen adalah:

    i. 241   t  , maka:

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    31/41

     

     

     

      

     

     

      

     

    10012,3

    300.11   tX 

    t

    tR  

    ii. 10   t  , maka:

        

      

     

      

     

    10012,3

    300.11   iR

    t

    tR  

     

     

      

     

    ttX 

    tX R

    T i12721

    541218 

    Dimana :

    t : durasi hujan (jam)

    R, Ri : curah hujan Hasper - Weduwen (mm)

    XT : curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm)

    Untuk menentukan intensitas hujan menurut Hasper-Weduwen, digunakan

    rumus:

    t

    RI    

    2.9.9  Metode Perhitungan Intensitas Hujan

    Langkah pertama dalam perencanaan bangunan air (saluran) adalah penentuan

     besanya debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan

    oleh intensitas hujan yang terjadi.

    Umumnya makin besar t, intensitas hujan makin kecil. Jika tidak ada waktu untuk

    mengamati besarnya intensitas hujan atau alat tidak ada dapatlah ditempuh dengan cara-

    cara empiris:

    1.  Metode Talbot

    bt

    aI 

     

    Dimana :

      22

    22

       

    I I N 

    I tI I tI a  

        222

        I I N 

    tI N tI I b  

    2.  Metode Ishiguro

    bt

    aI 

     

    Dimana :

    22

    22

    I I N 

    I tI I tI a  

    22

    2

    I I N 

    tI N tI I b  

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    32/41

    Dimana:

    I : intensitas hujan (mm/jam).

    t : durasi hujan (menit).

    a, b, n : konstanta.

     N : banyaknya data.

    3.  Metode Sherman

    nt

    aI    

    Dimana :

         

    22

    2

    loglog

    loglog.loglogloglog

    t t  N 

    t  I t t  I a  

     

    22 loglog

    log.logloglog

    t t  N 

     I t nt  I n  

    Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus

    dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis berdasarkan rumus diatas. Persamaan

    intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.

    2.10  Dasar-dasar Perencanaan Drainase

    Di dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan ini, digunakan beberapa

     parameter yang merupakan dasar perencanaan sistem. Dalam menentukan arah jalur

    saluran air hujan yang direncanakan terdapat batasan-batasan sebagai berikut :

      Arah aliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada sehingga

    diharapkan pengaliran secara gravitasi dan menghindari pemompaan.

      Pemanfaatan sungai atau anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang

    direncanakan.

      Menghindari banyaknya perlintasan saluran pada jalan, sehingga mengurangi

     penggunaan gotong royong.

    Faktor pembatas juga berhubungan dengan kondisi topografi setempat. Dari

    kondisi ini dikembangkan suatu sistem dengan berbagai alternatif dengan

    memperhitungkan segi teknis dan ekonomisnya. Pengembangan suatu sistem mempunyaikonsekuensi logis terhdap dampak perencanaan. Tetapi dengan sedikit mungkin

    menghindari akibat sosial yang mungkin timbul, maka diharapkan dapat dicapai

     perencanaan sistem seperti yang diinginkan.

    2.10.1  Perhitungan Limpasan Air Hujan

    Untuk perhitungan debit limpasan, digunakan metode rasional. Metode ini hanya

     berlaku untuk menghitung limpasan hujan untuk daerah aliran sampai dengan 80 ha,

    sedangkan untuk daerah yang lebih luas (> 80 ha) digunakan metode rasional yang

    dimodifikasi.

    •  Metode Rasional :

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    33/41

     A I C Q   ..6,3

    1  

    •  Metode Rasional yang dimodifikasi :

    C  A I CsQ   ...6,31  

    Dimana :

      Q : debit aliran (m3/det).

      C : koefisien pengaliran, nilainya berbeda-beda sesuai dengan tata guna

    lahan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan aliran permukaan di dalam

    sungai terutama kelembaban tanah. Harga C biasanya diambil untuk tanah

     jenuh pada waktu permulaan hujan.

      Cs : koefisien penampungan atau storage coefficient.

    dccs tttC  22  

    I : rata-rata intensitas hujan (mm/jam).

    A : luas daerah tangkap (km2).

    Waktu yang diperlukan air hujan dalam saluran untuk mengalir sampai ke titik

     pengamatan (td) ditentukan oleh karakteristik hidrolis di dalam saluran dimana rumus

     pendekatannya adalah:

    Ltd    

    Dimana :

    L : panjang saluran (m).

    V : kecepatan aliran (m/det).

    Untuk mencari nilai V dapat digunakan rumus kecepatan Manning sebagai

     berikut:

    2

    1

    3

    2

    1SR

    nV     

    Dimana :

    n : harga kekasaran saluran

    R : radius hidrolis

    S : kemiringan medan atau slope (m/m).

    Rumus Manning tersebut dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan atau

    dengan pasangan (lining). Untuk saluran alami, dianjurkan untuk memakai rumus

    kecepatan de Chezy.

    Koefisien pengaliran (c) merupakan jumlah hujan yang jatuh dengan mengalir

    sebagai limpasan dari hujan, dalam permukaan tanah tertentu. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi dan tampungan

    hujan pada tanah, sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang mengalir.

    Penerapan koefisien pengaliran (c) dalam pemakaian metode rasional, disesuaikan

    dengan tata guna lahan dari rencana pengembangan tananh atau daerah setempat.Air

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    34/41

    hujan yang jatuh di suatu tempat pada daerah aliran sungai memerlukan waktu untuk

    mengalir sampai pada titik pengamatan.

    Lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik pengamatan oleh air hujan

    yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan disebut waktu konsentrasi atau time of

    concentration (tc). Waktu konsentrasi merupakan penjumlahan antara waktu yang

    dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan untuk masuk kedalam saluran

    (to) dengan waktu yang dibutuhkan oleh air yang masuk ke dalam saluran untuk mengalir

    sampai ke titik pengamatan (td) sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

    d oc  t t t     

    Waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan untuk

    masuk ke dalam saluran (to), dipengaruhi oleh :

      Kekasaran permukaan tanah yang dilewati dapat menghambat pengaliran

      Kemiringan tanah mempengaruhi kecepatan pengaliran di atas permukan

      Adanya lekukan pada tanah menghambat dan mengurangi jumlah air yang

    mengalir

      Ukuran luas daerah aliran dan karak dari street inlet juga berpengaruh terhadap

    lamanya waktu pengaliran tersebut.

    Dalam mencari besarnya to pada perhitungan kapasitas saluran dapat digunakan

     beberapa rumus di bawah ini :

    a. Berlaku untuk daerah pengaliran dengan t

    31

    2

    1

    26,3

    oo S

    LocLit

       

    Dimana :

    to : waktu limpasan (menit).

    c : angka pengaliran.

    Lo : panjag limpasan (m).

    So : kemiringan medan / slope (m/m).

     b. Berlaku untuk daerah dengan panjang tali air sampai dengan 1000 m

    5

    1

    31

    108

    o

    ooS

    Lnt

       

    Dimana

    to : waktu limpasan (menit).

    n : harga kekasaran permukaan tanah.

    Lo : panjang limpasan (m).

    So : kemiringan medan atau slope (m/m).

    c. Berlaku untuk umum, baik untuk limpasan maupun waktu konsentrasi

    2,01,0

    7,92

    cS A

    Lt

     

    Dimana :tc : waktu konsentrasi (menit).

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    35/41

    L : jumlah panjang (ekivalen) aliran (Km).

    A : luas daerah pengaliran kumulaitf (Ha).

    Sr : kemiringan atau slope rata –  rata (m/m).

    d. Waktu untuk mengalir dalam saluran (td)

    Ltd     (detik) atau

    60

    1V 

    Ltd  (menit)

    Dimana :

    L : panjang saluran (m).

    V : kecepatan aliran (m/detik).

    2.10.2  Perhitungan Dimensi Saluran

    Rumus yang digunakan untuk perhitungan dimensi saluran adalah rumus

    Manning, yaitu:

     AV Q    

    hc F     

    hb

    hb

     P 

     A R

    2

     

    n

    SRV 

    21

    32

     

    21

    32

    1   SR AnQ    

    Dimana : Q : debit air yang disalurkan (m3/det).

    V : kecepatan rata-rata dalam saluran (m/det).

    n : koefisien kekasaran Manning.

    A : luas penampang basah (m2).

    R : jari-jari hidrolis (m).

    S : kemiringan dasar saluran (m/m).

    F : freeboard (m).

    c : koefisien, dengan syarat:

    Q ≤ 0,6 m3/dt   c = 0,14

    0,6 m3/dt ≤ Q ≤ 8 m3/dt   c = 0,14 –  0,2

    Q ≥ 8m3/dt   c = 0,23

    Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa harga

    n tercantum seperti dalam Tabel berikut ini:

    Tabel 2.3 Koefisien Kekasaran Manning

    Jenis Saluran n

    Saluran galian

    Saluran tanah

    Saluran pada batuan, digali merata

    0,022

    0,035

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    36/41

    Jenis Saluran n

    Saluran dengan lapisan

     perkerasan

    Lapisan beton seluruhnya

    Lapisan beton pada kedua sisi saluran

    Lapisan blok beton pracetak

    Pasangan batu, diplester

    Pasangan batu, diplester pada kedua sisi

    saluran

    Pasangan batu, disiar

    Pasangan batu kosong

    0,015

    0,020

    0,017

    0,020

    0,022

    0,025

    0,030

    Saluran alam

    Berumput

    Semak-semak

    Tidak berarutan, banyak semak dan

     pohon, batang

    Pohon banyak jatuh ke saluran

    0,027

    0,050

    0,150

    Sumber: Subarkah

    2.10.3  Perhitungan Kecepatan Aliran

    Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan didasarkan

     pada kecepatan minimum yang memungkinkan saluran dapat self-cleansing dankecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran tetap aman. Tiap

    kecepatan aliran didalam saluran diatur tergantung dengan bentuk dan tipe saluran yang

    direncanakan. Berikut adalah batasan aliran dari tiap tipe dapat dilihat dalam Tabel 2.5.:

    Tabel 2.4 Variasi Kecepatan dalam Saluran

    Tipe saluran

    Variasi

    kecepatan

    (m/det)

     

    Bentuk bulat, buis beton Bentuk persegi, pasangan batu kali

     Bentuk trapesiodal

    0,75 –  3,01,0 –  3,0

    0,6 –  1,5

    2.11  Bangunan Pelengkap

    Bangunan pelengkap dimaksudkan sebagai sarana pelengkap dan pendukung

    sistem penyaluran air hujan yang tujuan utamanya adalah melancarkan fungsi pengaliran

    sesuai yang apa yang diharapkan dan diperhitungkan.

    2.11.1 

    Gorong-gorong

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    37/41

    Gorong-gorong merupakan bangunan perlintasan yang dibuat karena adanya

    saluran yang melintasi jalan. Perencanaannya tetap didasarkan pada debit yang mengalir

     pada gorong-gorong. Selain itu, faktor endapan lumpur yang mungkin timbul saat

     pengaliran harus dihindari. Caranya adalah mengatur kecepatan pengaliran lebih atau

    sama dengan kecepatan self-cleansing yaitu sebesar 1.5  –  2.0 m/dt. Untuk sistem aliran

     penuh, dibutuhkan headloss yang besar sehingga disarankan untuk menggunakan prinsip

     pengaliran terbuka. Gorong-gorong mempunyai dua jenis, yaitu:

      Gorong-gorong jalan raya

    Yaitu gorong-gorong yang melintas jalan raya. Dalam hal ini perhitungan harus

    secermat mungkin agar mampu menahan rembesan air dan beban kendaraan yang

    melewatinya.

      Gorong-gorong silang

    Gorong-gorong ini dibangun untuk mencegah ataupun menahan rembesan air

    yang mengalir di daerah sekitarnya.

    Perhitungan dimensi gorong-gorong dapat menggunakan rumus-rumus sebagai

     berikut:

    • Panjang gorong-gorong = lebar jalan.

    • Kontrol bilangan Froud (Fr) < 0,5 untuk menghindari gejolak air (aliran dalam

    kondisi laminer.

      21

     y g 

    v fr 

     

    Dimana:

    fr = bilangan Froud.

    v = kecepatan dalam gorong-gorong (m/dt).

    g = percepatan gravitasi (m/dt2).

    y = kedalaman (m).

    • Kehilangan tinggi energi dalam gorong-gorong dapat dihitung dengan rumus:

     g 

    vv f   Hf  

      g 

    masuk 2

    2

    1

     

     RC 

     Lv Hf   gesekan   2

    2

     

     g 

    vv f   Hf  

      g 

    keluar 2

    2

    2

     

    keluar  gesekanmasuk Total    Hf   Hf   Hf   Hf      

    Dimana: Hf = kehilangan tinggi energi (m).

    f1 = koefisien kehilangan energi akibat masuk = 0,4.

    vg = kecepatan air dalam gorong-gorong (m/dt).

    v = kecepatan di dalam saluran (m/dt).

    g = percepatan gravitasi (m/dt2).L = panjang gorong-gorong (m).

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    38/41

      C = koefisien Chezy.

    f2 = koefisien kehilangan energi akibat keluar = 0,1.

    R = jari-jari hidrolis (m) = P/A.

    P = keliling basah gorong-gorong (m).

    A = Luas penampang gorong-gorong (m2).

    2.11.2  Sambungan Persil

    Merupakan sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air hujan

    yang terletak di tepi – tepi jalan. Sambungan ini berupa saluran terbuka atau tertutup dan

    dibuat terpisah dari saluran air buangan.

    2.11.3  Street Inlet

    Street inlet ini adalah lubang yang terletak di sisi jalan di bawah trotoar yang

     berfungsi menyalurkan limpasan air hujan dalam jalan untuk dialirkan atau dilewatkanmenuju saluran. Perletakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan:

      Diletakkan pada tempat yang tidak mengganggu para pelintas jalan atau pejalan

    kaki.

      Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpasan air hujan menuju ke arah

    tersebut.

      Air harus dapat secepat mungkin masuk ke dalam saluran air hujan.

      Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan pada

     jalan yang bersangkutan, dengan spacing memakai rumus:

    S W 

     D   280  

    Dimana:

    D = distance atau jarak antar street inlet (m).

    S = kemiringan (%), D ≤ 50 m. 

    W = lebar jalan (m).

    2.11.4  Manhole

    Manhole merupakan bangunan yang permukaan sama dengan permukaan

     banguna yang dilengkapi.Manhole berukuran cukup besar agar dapat dimasuki orang

    untuk melakukan perawatan. Fungsinya antara lain:

    •  Sebagai bak kontrol, untuk pemeriksaan dan pemeliharaan saluran

    •  Untuk memperbaiki saluran bila terjadi kerusakan

    •  Sebagai ventilasi untuk keluar masuknya udara

    •  Sebagai terjunan saluran tertutup

    Penempatan manhole diutamakan pada titik dimana terletak street inlet, belokan,

     pertemuan saluran dan di awal dan akhir saluran pada gorong-gorong.

    2.11.5  Talang

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    39/41

    Talang sebenarnya tidak beda jauh dengan jembatan. Bila jembatan menyalurkan

    lalu lintas, maka talang berfungsi untuk menyalurkan air dan diletakkan diatas pangkal-

     pangkal. Talang biasanya terbuat dari kayu, pasangan batu, baja atau beton bertulang.

    Bangunan talang merupakan salah satu bangunan persilangan yang dibangun

    untuk mengalirkan debit yang dibawa oleh saluran yang jalurnya terpotong oleh lembah

    dengan bentang panjang atau terpotong oleh sungai. Bangunan talang berupa saluran

    terbuka yang dipasang membentang dari tebing sisi hulu ke tebing sisi hilir. untuk

    menyeberangkan debit. Aliran di dalam talang harus dalam kondisi yang stabil (Fr < 0.7)

    atau dalam kondisi sub kritis.

    Talang kayu biasanya hanya digunakan untuk saluran-saluran yang tidak penting

    atau yang sifatnya sementara. Talang dari pasangan batu dibuat menjadi satu dengan

    tembok-tembok pangkalnya.Talang dari beton bertulang dibuat cukup untuk memikul

     beban karena berat air dan berat talang itu sendiri. Sedangkan talang baja dibuat dari besi

     plat yang diletakkan pada suatu kerangka yang bekerja sebagai pemikulnya, dimana pilar- pilarnya juga terbuat dari baja.

    Kecepatan air dalam talang dari pasangan batu atau beton biasanya diambil tidak

    lebih dari 1,5 –  2,5 m/dt dan untuk talang baja sampai 3,5 m/dt.

    2.11.6  Shypon

    Syphon merupakan bangunan pelengkap pada suatu sistem drainase yang

    digunakan jika selisih antara permukaan kedua trace yang bersilangan kecil dan tidak

    memungkinkan untuk membuat talang atau gorong-gorong.

    Syphon adalah bangunan bertekanan dimana air yang mengalir didalamnya harusmemiliki tekanan yang cukup besar dan kecepatan yang tidak kecil sehiungga adanya

    kehilangan tekanan dalam syphon tidak menghambat aliran air.

    Bangunan siphon merupakan salah satu bangunan persilangan yang dibangun

    untuk mengalirkan debit yang dibawa oleh saluran yang jalurnya terpotong oleh lembah

    dengan bentang panjang atau terpotong oleh sungai. Bangunan siphon berupa saluran

    tertutup yang dipasang mengikuti bentuk potongan melintang sungai atau lembah untuk

    menyeberangkan debit dari sisi hulu ke sisi hilir. Bangunan siphon (berupa saluran

    tertutup berpenampang lingkaran atau segi empat) dipasang dibawah dasar sungai, atau

     bisa juga dipasang di atas permukaan tanah jika melintasi lembah (cekungan).

    Konstruksi siphon jika penampang melintang berupa segi empat biasanya dibuat

    dari beton bertulang (reinforced concrete), jika penampang melintang berupa lingkaran

     biasanya dibuat dari baja. Untuk mencegah adanya sedimentasi pada saat debit di dalam

    siphon mengecil, biasanya digunakan tipe pipa rangkap. Pada saat debit di dalam siphon

    mengecil, jalur satu ditutup, jalur lainnya dibuka sehingga kecepatan aliran didalam

    siphon tetap bisa mengangkut sediment ke hilirnya. Konstruksi siphon

    harus dipilih pada lokasi yang panjang bentang sungainya minimum, agar biaya

    konstruksinya hemat, serta kehilangan energinya kecil. Didalam perencanaan siphon ada

     beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain : (untuk kasus siphon melintasi

    dasar sungai)

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    40/41

    1.  Siphon harus mampu menahan gaya uplift pada saat kondisi airnya kosong.

    Penahan yang arahnya vertikal ke bawah yaitu gaya berat akibat berat sendiri

    konstruksi siphon dan gaya berat akibat berat lapisan penutup siphon.

    2.  Siphon harus dibuat pada kedalaman yang cukup di bawah dasar sungai.

    Pada kondisi ini konstruksi siphon harus aman terhadap bahaya gerusan tanah

    dasar sungai (degradasi) maupun bahaya gerusan lokal akibat dasar sungai yang

    terganggu. Jika konstruksi siphon berada terlalu dekat dengan permukaan dasar

    sungai, maka tanah penutup di atas siphon kemungkinan akan terkikis. Untuk itu

    konstruksi siphon harus dibuat pada kedalaman yang cukup terhadap dasar sungai.

    Pada bagian dasar palung sungai, konstruksi siphon sebaiknya dalam posisi

    horisontal dan panjangnya ke arah tebing sungai harus cukup, karena tebing

    sungai keungkinan bisa juga terjadi erosi. , Sedangkan pada bagian lereng sungai

     bisa dibuat miring. Lapisan penutup dasar sungai (di atas konstruksi siphon)

    sebaiknya berupa pasangan gabion (bronjong).3.  Untuk mengurangi kehilangan energi maka lokasi siphon diusahakan pada

     bentang sungai terpendek, serta memperkecil jumlah belokan pada konstruksi

    siphon.

    Kondisi yang paling berbahaya pada konstruksi siphon adalah pada saat siphon

    dalam keadaan kosong. Pada saat kondisi ini gaya uplift yaitu gaya yang

    disebabkan oleh tekanan hidrostatis dari bawah konstruksi siphon, menekan

    konstruksi siphon ke arah atas. Gaya ini cenderung mengangkat konstruksi

    siphon. Sedangkan untuk mengimbanginya diperlukan gaya.

    2.11.7  Terjunan

    Bangunan terjun dibangun untuk mengatasi kemiringan medan yang terlalu

    curam, sementara kemiringan yang dibutuhkan oleh saluran tergolong landai. Bangunan

    terjun biasanya dibangun pada daerah yang kondisi topografinya memiliki kelerengan

    yang curam. Ada 4 bagian dari bangunan terjun yaitu:

    •  Bagian pengontrol, berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk mencegah

     penurunan muka air yang berlebihan.

    •  Bagian pembawa, berfungsi sebagai penghubung antara elevasi bagian atas

    dengan bagian bawah.

    • 

    Peredam energi, berfungsi untuk mengurangi energi yang dikandung oleh aliran

    sesudah mengalami terjunan sehingga tidak berpotensi merusak konstruksi

     bangunan terjun.

    •  Perlindungan dasar bagian hilir, berfungsi untuk melindungi dasar dan dinding

    saluran dari gerusan air sesudah mengalami terjunan.

    1. Bagian Pengontrol

    Bagian ini terletak sebelah hulu (sebelum terjunan), dengan adanya bagian

     pengontrol ini, maka penurunan muka air yang berlebihan bisa dicegah. Ada 2 alternatif

    mekanisme untuk mengendalikan muka air di bagian hulu, yaitu :•  Memperkecil luas penampang basah.

  • 8/15/2019 Drainase Sistem

    41/41

    •  Memasang ambang (sill) dengan permukaan hulu miring.

    Untuk saluran yang kandungan sedimennya tinggi disarankan tidak memasang

    ambang (sill), karena akan mempercepat sedimentasi di saluran bagian hulu.

    2. Bagian Pembawa

    Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak (vertikal) atau terjunan

    miring. Jika beda tinggi (tinggi terjunan) lebih dari 1.5 m, maka bagian pembawa berupa

    terjunan miring, jika beda tinggi (tinggi terjunan) kurang dari 1.5 m maka dipakai

     bangunan terjun tegak (vertikal).

    3. Peredam Energi

    Peredam energi berfungsi untuk mengurangi potensi kerusakan akibat energi yang

    terkandung dalam aliran, sehingga tidak merusak konstruksi bangunan terjun. Tipe

     peredam energi yang akan dipilih tergantung dari bilangan Froude yang terjadi di dalamaliran. Bangunan terjun dibangun untuk mengatasi kemiringan medan yang terlalu curam,

    sementara kemiringan yang dibutuhkan oleh saluran tergolong landai. Bangunan terjun

     biasanya dibangun pada daerah yang kondisi topografinya memiliki kelerengan yang

    curam.

    2.12  Operasi dan Pemeliharaan

    Tidak ada penanganan yang istimewa terhadap bangunan-bangunan drainase ini,

     beberapa langkah operasi dan pemeliharaannya adalah:

    • 

    Meletakkan bangunan drainase sesuai dengan rencana tata lahan kota, jadi selaintidak merusak keindahan kota, juga tidak mengganggu masyarakat.

    •  Membersihkan bangunan pelengkap drainase secara rutin, dan lain-lain.