Diskusi I
Dari anamnesis ditemukan adanya pusing berputar yang disebabkan
karena adanya trauma pada bagian kepala karena kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan adanya benturan pada kepala pasien. Cedera
atau trauma pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan,
mulai dari lapisan kulit kepala atau lapisan paling luar, tulang
tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya
sendiri, baik berupa luka yang tertutup maupun trauma yang menembus
kulit hingga tengkoraknya.(ilmu bedah saraf) Trauma pada bagian
kepala dapat menjadi masalah yang serius. Di dalam kepala terdapat
organ yang sangat vital yaitu otak. Otak dilindungi dari cedera
oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera
dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak
dapat diperbaiki lagi. Sebagian masalah merupakan akibat langsung
dari cedera dan banyak lainnya terjadi sekunder akibat cedera.
Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang
tengkorak, tulang belakang, dan 3 lapisan jaringan penyambung
yaitu: piamater, arachnoid dan duramater.
Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jaringan
meningens dan mengikuti kontur struktur eksternal. Pia mater
merupakan lapisan vaskular, yang pembuluh-pembuluh darahnya
berjalan menuju struktur SSP untuk memberi nutrisi pada jaringan
saraf.Arachnoid adalah suatu membran fibrosa yang tipis, halus dan
avaskulae. Arachnoid meliputi otak dan medula spinalis tetapi tidak
mengikuti kontur luar seperti pia mater.Antara piamater dan
arachnoid terdapat subarachnoid yang terdiri dari arteri, vena
serebral, trabekula arachnoid dan cairan serebrospinal.Duramater
adalah suatu jaringan ikat, tidak elastis dan terdiri dari 2
lapisan bagian luar yaitu dura endosteal dan dura meningeal. Dura
endosteal membentuk bagian dalam periosteum tengkorak dan berlanjut
sebagai periosteum yang membatasi kanalis vertebralis medula
spinalis. Bagian dalam dura meningeal merupakan memran tebal yang
meliputi otak dan menyusup diantara jaringan otak sebagai penyokong
dan pelindung. Lapisan dalam dura meningeal ini bersambung dengan
duramater spinal. Dura spinal terus berlanjut hingga vertebra
sakralis kedua dan bersatu dengan filum terminale membentuk
ligamentum koksigealis yang menjulur sampai ke tulang koksik,
bersambung dengan periosteum dan menambatkan medula spinalis pada
kanalis vertebralis. 4 lapisan utama dari dura meningeal meluas
hingga rongga tengkorak.Falks serebeli memisahkan kedua hemisferium
serebri. Hemisferium serebri kanan dan kiri dipisahkan sepanjang
fisura longitudinal pada falks serebri. Tentorium serebeli
memisahkan serebrum dari serebelum. Diafragma selae melapisi
hipofisis dan ditembus oleh sistem portal
hipotalamohipofiseal.Sinus-sinus vena terletak di antara kedua
lapisan dura mater dan tempat-tempat terpisahnya kedua lapisan
tersebut.sinus-sinus vena ini merupakan saluran tak berkatup yang
berfungsi mengalirkan darah serebral dan cairan serebrospinal. Pada
sinus-sinus vena tidak mempunyai jaringan vaskular, tetapi terdiri
dari dura mater yang dilapisi jaringan endotel.Pada kerusakan
vaskular otak dapat terjadi perdarahan pada:1. Ruang ekstradural
atau yang disebut dengan epidural, yang terletak di antara dura
endosteal dan tulang tengkorak.2. Ruang subdural, yaitu di antara
dura meningeal dan arachnoid.3. Ruang subarachnoid, yaitu di antara
aracnoid dan pia mater.4. Di bawah pia mater ke dalam otak
sendiri.Pada tabula interna tulang tengkorak terdapat alur-alur
tempat arteria meningea anterior. Garis fraktur yang melintasi
salah satu alur tersebut dapat merusak arteri yang terletak di
dalamnya dan ini merupakan penyebab tersering hematoma
ekstradural/epidural. Biasanya karena pukulan keras pada daerah
parietotemporal kepala menyebabkan cedera arteri meningea media.
Sedangkan pada hematoma subdural terjadi kerusakan pembuluh vena
yang melintasi ruang subdural. Pada subarachnoid terjadi aneurisma
yang ruptur pada erteri yang mendarahi dasar otak. Pada perdarahan
intraserebral, pembuluh darah yang menembus jaringan otak rusak,
sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak. (patof
sylvia)Pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) dibagi dalam
kategori cedera kepala minimal, ringan, sedang dan berat yang dapat
dinilai berdasarkan GCS, gambaran klinis (lama pingsan dan ada atau
tidaknya defisit neurologis) serta gambaran CT scan.Traumatic Brain
Injury TBI didefinisikan sebagai kelainan non-degeneratif dan
non-kongenital yang terjadi pada otak, sebagai akibat adanya
kekuatan mekanik dari luar, yang menyebabkan gangguan temporer atau
permanen dalam hal fungsi kognitif, fisik, dan fungsi psikososial,
dengan disertai penurunan atau hilangnya kesadaran (Jones, 2005;
Wahjoepramono, 2005). Adapun definisi dari konsensus nasional
Perdossi (2006) menyatakan bahwa TBI adalah trauma mekanik terhadap
kepala secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen. Cedera kranioserebral
termasuk dalam ruang lingkup cabang ilmu neurotraumatologi, yang
mempelajari/meneliti pengaruh trauma terhadap sel otak secara
struktural maupun fungsional dan akibatnya baik pada masa akut
maupun sesudahnya. Akibat trauma dapat terjadi pada masa akut
(kerusakan primer) dan sesudahnya (kerusakan sekunder), oleh karena
itu manajemen segera dan intervensi lanjut harus sudah dilaksanakan
sejak saat awal kejadian guna mencegah/meminimalkan kematian maupun
kecacatan pasien.Berdasarkan terjadinya lesi atau gangguan yang
terjadi dalam cedera kepala dibagi dua yaitu primer dan sekunder.
Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut,
yaitu langsung saat terjadinya cedera, yang dapat mengenai jaringan
kulit kepala hingga otak, berupa laserasi, perdarahan (hematoma),
fraktur tulang tengkorak dan kerusakan jaringan otak. Sedangkan
cedera kepala sekunder adalah kerusakan yang terjadi sesudahnya,
sebagai komplikasi lanjutannya. Yang termasuk dalam cedera kepala
sekunder misalnya edema jaringan otak, peningkatan tekanan
intrakranial, infeksi jaringan otak, hipoksia, dan sebagainya (Adam
et.al, 2005; Greenberg, 2001; Wahyupramono, 2005).Klasifikasi
cedera kepala dapat dilakukan dengan berbagai cara pembagian, namun
yang sering digunakan adalah berdasarkan keadaan klinis dan
patologis (primer atau sekunder seperti dijelaskan di atas). Untuk
klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran
pasien yang dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS)
sebagai patokannya. Terdapat tiga kategori yaitu CKR (GCS: 14-15),
CKS (GCS: 9-13), dan CKB (GCS 8) (Greenberg, 2001). Adapun
pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai
berikut:KategoriGCSGambaran KlinikCT Scan Otak
Minimal15Pingsan (-), defisit neurologi (-)Normal
Ringan13-15Pingsan < 10 menit, defisit neurologi
(-)Normal
Sedang9-12Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi
(+)Abnormal
Berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal
Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di gawat
darurat. Adapun bila didapat abnormalitas CT Scan berupa perdarahan
intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat
(Perdossi, 2006).Klasifikasi lainnya adalah berdasarkan patologi
yang dibagi dalam komosio serebri, kontusio serebri, dan laserasi.
Di samping patologi yang terjadi pada otak, mungkin terdap pat juga
fraktur tulang tengkorak. Fraktur ini ada yang di basis kranium dan
ada yang di temporal, frontal, parietal, ataupun oksipital. Fraktur
bisa linear atau depressed, terbuka atau tertutup. Klasifikasi
berdasarkan lesi bisa fokal atau difus, bisa kerusakan aksonal
ataupun hematoma. Letak hematoma bisa ekstradural atau dikenal juga
sebagai hematoma epidural (EDH), bisa hematoma subdural (SDH),
hematoma intraserebral (ICH), ataupun perdarahan subaraknoid
(SAH).Klasifikasi lain berdasarkan lama amnesia pascacidera (APC)
diperkenalkan oleh Russel dalam Jennett & Teasdale. Klasifikasi
ini bisa dikombinasikan dengan klasifikasi berdasarkan klinis
GCS.Lama amnesia pasca cederaBeratnya trauma kranioserebral
4 mingguEkstreem berat
Patologi dan gejala klinik yang terjadi pada cedera kepala
adalah:1. Hematoma Ekstradural/Epidural (EDH) Sebagian besar kasus
diakibatkan oleh robeknya arteri meningea media. Perdarahan
terletak di antara tulang tengkorak dan duramater. Gejala klinisnya
adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien masih sadar
setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan kesadaran
yang terjadi kemudian. Biasanya waktu perubahan kesadaran ini
kurang dari 24 jam; penilaian penurunan kesadaran dengan GCS.
Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupil
anisokor dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal,
hemiparesis, dan refl eks patologis Babinski positif kontralateral
lesi yang terjadi terlambat. Pada gambaran CT scan kepala,
didapatkan lesi hiperdens (gambaran darah intrakranial) umumnya di
daerah temporal berbentuk cembung. 1. Hematoma Subdural (SDH)
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura
mater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara
duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik. Gejala
klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil.
Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu ARAS,
dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupa
lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi
cairan, disebut higroma (hidroma) subdural. 1. Edema Serebri
Traumatik Cedera otak akan mengganggu pusat persarafan dan
peredaran darah di batang otak dengan akibat tonus dinding pembuluh
darah menurun, sehingga cairan lebih mudah menembus dindingnya.
Penyebab lain adalah benturan yang dapat menimbulkan kelainan
langsung pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi lebih
permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi edema.1. Cedera Otak Difus
Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada parenkim
otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya buruk.1. Hematoma
Subaraknoid (SAH)Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada
lebih kurang 40% kasus cedera kranioserebral, sebagian besar
terjadi di daerah permukaan oksipital dan parietal sehingga sering
tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah di
dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di
dalam rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat
disertai vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di dalam
jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik
setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah mulai
terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau
lebih. Gejala klinis yang didapatkan berupa nyeri kepala hebat.
Pada CT scan otak, tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda
dengan SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma), perdarahan pada SAH
traumatik biasanya tidak terlalu berat. 1. Fraktur Basis
KraniiBiasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah
basal tengkorak; bisa di anterior, medial, atau posterior. Sulit
dilihat dari foto polos tulang tengkorak atau aksial CT scan. Garis
fraktur bisa terlihat pada CT scan berresolusi tinggi dan potongan
yang tipis. Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran
pneumoensefal.Hampir 15% pasien TBI dapat mengalami perburukan
setelah beberapa saat (delayed deterioration). Perburukan ini bisa
dalam hitungan menit, jam atau beberapa hari. Waktu selang tersebut
sering dikatakan sebagai lucid interval. Etiologi munculnya delayed
deterioration ini antara lain karena: perdarahan (EDH, SDH, delayed
contusions), cerebral edema difus, hidrocephalus, kejang,
abnormalitas metabolik, gangguan vaskular, meningitis, dan
hipotensi (shock) (Greenberg, 2001). Pada pasien ini dimana
memiliki riwayat trauma yang jelas, serta muncul defisit neurologis
berupa nyeri kepala yang berlangsung progresif merupakan
manifestasi adanya sindrom desak ruang yang sangat mungkin akibat
lesi perdarahan pada cedera kepala (EDH atau SDH) (Adam et.al,
2005; Aminoff et.al,2005). Defisit neurologis yang muncul
tergantung pada daerah mana yang terjadi perdarahan atau area otak
mana yang tertekan oleh adanya lesi perdarahan tersebut. Gangguan
di lobus temporal dapat mengakibatkan gangguan pada area motorik
maupun sensorik. Dan bila lesi sampai menekan ke batang otak atau
mengganggu sistem ARAS, maka dapat menyebabkan gangguan kesadaran
(Adam et.al, 2005; Aminoff et.al,2005).
DIAGNOSIS SEMENTARADiagnosis Klinik: pusing berputarDiagnosis
Topik: intrakranial dan ekstrakranialDiagnosis Etiologik: Cedera
Kepala Sedang - Berat
PEMERIKSAAN ( November 2014)Status GeneralisKeadaan Umum:Tampak
sakit sedang, kesan status gizi cukupKesadaran compos mentis, GCS:
E4V5M6
Tanda Vital:TD : 120/90 mmHg R : 23x/menitN : 83x/mnt S :
35,8C
Kulit:Turgor kulit baik
Kepala:mesocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata:Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik
-/-, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya Normal/Normal,
reflek kornea Normal/Normal
Telinga:Bentuk normal, simetris, serumen -/-
Hidung: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-
Mulut:Bibir kering, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1
tenang
Leher:Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening,
kaku kuduk (-), meningeal sign (-)
Dada:Pulmo :I : Normochest, dinding dada simetrisP : Fremitus
taktil kanan=kiri, ekspansi dinding dada simetrisP : Sonor di kedua
lapang paruA : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)Cor :I : Tidak tampak ictus cordis P : Iktus cordis terabaP :
Batas atas ICS III linea parasternal sinistraBatas kiri ICS V linea
midklavicula sinistraBatas kanan ICS IV linea stemalis dextraA : BJ
I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen:I : Datar, supelP : Dinding perut supel, turgor kulit
baik, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak ada nyeri tekan
abdomenP : TimpaniA : Bising usus (+) normal
Ekstremitas:Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (-), capillary
refill