CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS) RETINOPATI DIABETIKUM Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Ilmu Penyakit Mata Disusun oleh: Hafizh Budhiman M 12100114050 Preseptor: Retti N Miraprahesti, dr., SpM SMF ILMU PENYAKIT MATA PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal biasanya diikuti
27
proliferasi jaringan glia. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada
retinopati diabetikum.
8. Obstruksi kapiler, menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler
retina dan dapat menyebaban terbentuknya Shunt arteri-vena.
9. Vena melebar, lumen tidak teratur, berkelok-kelok, terjadi akibat kelainan
sirkulasi serta dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
10. Hiperlipidemia, keadaan yang sangat jarang. Tanda ini akan hilang bila
segera diberikan pengobatan.
Gambar 3.1. Penglihatan normal (kiri) dan penglihatan pada retinopati diabetikum (kanan)
3.6 Klasifikasi
Terdapat banyak klasifikasi retinopati diabetikum, tetapi pada umumnya
klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina atau ada
tidaknya pembentukan pembuluh darah baru di retina. Pertemuan Airlie House
membagi retinopati diabetikum atas 3 stadium yaitu stadium nonproliferatif,
preproliferatif dan proliferatif.8
28
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) membagi retinopati
diabetikum atas nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetikum
digolongkan sebagai retinopati diabetikum nonproliferatif (RDNP) apabila hanya
ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina. Kelainan fundus pada RDNP
dapat berupa mikroaneurisma atau kelainan intraretina yang disebut Intraretinal
Microvascular Abnormalities (IRMA) akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
Penyumbatan kapiler retina akan menimbulkan hambatan perfusi yang secara
klinik ditandai dengan perdarahan, kelainan vena dan IRMA. Iskemia akibat
hambatan perfusi akan merangasang proliferasi pembuluh darah baru
(neovaskular). Neovaskular merupakan tanda khas retinopati diabetikum
proliferatif (RDP).8
Tabel 3.1. Klasifikasi Retinopati Diabetikum menurut ETDRS8
Retinopati Diabetikum Nonproliferatif (RDNP):1. Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.3. Retinopati nonproliferatif berat: terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati nonproliferatif berat.
Retinopati Diabetikum Proliferatif:1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah discus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati prolifetatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut: a) ditemukan pembuluh darah baru di mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat discus optikus, c) pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup ¼ daerah optikus, d) perdarahan vitreus.
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
29
ETDRS = Early Treatment Diabetic Retinopathy Study; IRMA = Intraretinal Microvascular Abnormalities; NVD = New vessels on Disc; NVE = New Vessels Elsewhere.
Klasifikasi retinopati diabetikum di Bagian Mata RSCM adalah sebagai
berikut:
Derajat I : mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty eksudat pada
fundus okuli.
Derajat II : mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty eksudat pada fundus okuli.
Derajat III : mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak, dengan
neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli. Sering terjadi
pedarahan intra dan praretinal yang dapat menyebar kedalam badan kaca.
3.6.1 Retinopati Nonproliferatif.
Retinopati diabetikum nonproliferatif merupakan stadium awal dari proses
penyakit retinopati diabetikum. Selama menderita diabetes, keadaan ini
menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan
kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga
membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke
retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-
abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang
keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi
penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
30
menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang
disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.7
Gambar 3.2. Penemuan klinis pada Retinopati diabetic nonproliferative termasuk mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan eksudat lemak
Nonproliferative Retinopathy terutama ditemukan pada individu yang
telah terkena DM > 20 tahun, namun juga sering muncul pada akhir dekade
pertama atau awal dekade kedua dari perjalanan penyakit DM. Stadium ini
ditandai oleh adanya peningkatan permeabilitas kapiler, dilatasi vena,
pembentukan mikroaneurisma serta pendarahan superfisial (flame-shaped) dan
profunda (blot).
Gambar 3.3 Early Diabetic Retinopathy with exudates and microaneursyms
Gambar 3.4 Fluorescein angiogram showing leakage from microaneursyms
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler, dengan bentuk
berupa bintik merah kecil, sedangkan vena mengalami dilatasi dan menjadi
berkelok-kelok. Pendarahan superfisial yang terjadi berbentuk flame-shaped
disebabkan oleh lokasinya yang terletak pada lapisan serabut saraf yang
horisontal, sedangkan pendarahan profunda berbentuk blot karena sel–sel dan
akson pada lapisan profunda yang vertikal.
Pada stadium ini juga dapat terjadi edema makula yang merupakan
penyebab paling sering hilangnya visus pada penderita diabetic retinopathy.
Edema ini disebabkan kebocoran serum melalui dinding pembuluh darah yang
inompeten. Edema dapat fokal atau difus, yang ditandai oleh gambaran retina
yang berawan dan tebal disertai dengan mikroaneurisma dan eksudat intraretina.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu iregular, kekuning-kuningan. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kondisi ini sering muncul pada
keadaan hipertensi dan hiperlipoproteinemia. Soft exudate muncul dan hilang
32
dalam waktu yang lebih sering, berhubungan dengan meningkatnya permeabilitas
kapiler.
3.6.2 Retinopati Preproliferatif
Seiring dengan progresivitas dari oklusi mikrovaskular, terjadi
peningkatan iskemi retina pada daerah yang perfusinya buruk, yang pada akhirnya
terbentuk area infark. Gambaran yang khas adalah cotton wool patches yang
merupakan infark lapisan serabut saraf akibat iskemi retina serta abnormalitas
pembuluh darah retina di mana terjadi dilatasi segemental yang ireguler.
Edema makula disertai iskemi yang signifikan pada zona avaskular fovea
memiliki prognosis visus yang buruk, baik dengan atau tanpa terapi laser, bila
dibandingkan dengan mata yang edema namun perfusinya masih cukup baik.
3.6.3 Retinopati Proliferatif.
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif
yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetic dan sering
ditemukan pasien diabetes yang sukar dikontrol. Bentuk utama dari retinopati
proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah
(neovaskularisasi) yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang
abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata
sehingga menghalangi penglihatan. Pada retinopati proliferatif juga akan
terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari
tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara
33
permanen serta bagian-bagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan
penglihatan yang berat atau kebutaan.7
Gambar 3.5 Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetic retinopathy. Gambaran Ini terlihat akibat adanya miroinfark pada lapisan
serat saraf
Gambar 3.6 Proliferasi fibrovaskular dalam rongga vitreous
Tabel 3.2. Pembagian Stadium Retinopati Diabetikum menurut Daniel Vaughan DKK10
Stadium I- Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil di daerah papil dan makula.- Vena sedikit melebar.- Histologis: didapatkan mkroaneurisma di kapiler bagian vena di daerah
nuclear luar.Stadium II
- Vena melebar.- Eksudat kecil-kecil, tampak keras seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (circinar) yang histologis terletak di daerah lapisan plexiform luar.
Stadium IIIStadium II + cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriola terminal. Diduga bahwa terdapat cotton wool patches, bila disertai retinopati hipertensi atau arterisklerosis.
Stadium IVVena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai sheating pembuluh darah. Perdarahan besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina, dapat juga di preretina.Stadium VPerdarahan besar di retina dan preretina serta di dalam badan kaca. Kemudian disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, akibat jaringan fibrotik yang disertai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada retina, bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina, dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
Derajat retinopati berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus yang
diderita. Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetikum
yang hebat dalam 20 tahun walaupun dikontrol dengan baik dan retinopati dimulai
dengan stadium IV melaju ke stadium V. Pada penderita diabetes tua, retinopati
mulai pada stadium I dan jarang melaju sampai stadium III. Degenerasi makula
dapat menurunkan visus sentral pada stadium yang lebih lanjut.10
3.7 Diagnosis Retinopati Diabetikum
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk menilai keadaan retina adalah
pemeriksaan dengan oftalmoskopi dan fotografi retina. Diagnosis retinopati
diabetikum didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan dengan
fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling
terpercaya. Tetapi dalam klinik pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat
digunakan untuk skrining.7,8
3.8 Komplikasi dan Faktor yang Memperberat Retinopati
Diabetikum
35
Komplikasi retinopati diabetikum antara lain: perdarahan vitreus dan
ablasi retina traksi. Jika telah terjadi retinopati diabetikum disertai ablasi retina
maka pasien akan kehilangan penglihatan dan sukar diatasi.1
Keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetikum antara lain:
1. Arteriosklerosis dan hipertensi arteri, serta proses menua (degenerasi)
pembuluh darah, dapat memperburuk prognosis, terutama pada pasien tua.
2. Hipoglikemia atau trauma, dapat menyebabkan timbulnya perdarahan
mendadak.
3. Hiperlipoproteinemia, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercepat progresifitas penyakitnya.
4. Hipertensi arteri. Memperburuk prognosis terutama pada penderita usia
tua.
5. Kehamilan pada penderita diabetes juvenilis yang tergantung pada insulin,
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.10
3.9 Terapi dan Pencegahan Retinopati Diabetikum
Terapi retinopati diabetikum adalah:1,5,9,10
Kontrol diabetes melitus.
Kontrol diabetes melitus yang baik akan memperlambat pembentukan
retinopati diabetikum tetapi tidak menyebabkan perbaikan kerusakan yang telah
terjadi.
Fotokoagulasi laser.
36
Fotokoagulasi preretina biasanya diindikasikan untuk retinopati
diabetikum nonproliferatif yang berat dan retinopati diabetikum proliferatif dini.
Fotokoagulasi dilakukan untuk pengobatan retinopati yang telah mengganggu
ketajaman penglihatan atau telah menimbulkan penyulit. Gangguan penglihatan
akan menjadi lebih berat bila terjadi neovaskularisasi pada retina ataupun badan
kaca. Fotokoagulasi dapat menurunkan kemungkinan perdarahan masif korpus
vitreum dan ablasi retina. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk menghancurkan
pembuluh darah yang baru dan menyumbat pembuluh darah yang bocor. Pada
retinopati diabetikum proliferatif dilakukan panfotokolagulasi bila telah
memperlihatkan kelainan retina.
Vitrektomi.
Vitrektomi diindikasikan untuk retinopati diabetikum dengan komplikasi.
Vitrektomi (pembedahan untuk membuang darah dari humor vitreus) dilakukan
jika terjadi perdarahan hebat dari pembuluh darah yang telah mengalami
kerusakan dan jika trdapat perdarahan ke dalam badan kaca. Setelah vitrektomi,
fungsi penglihatan akan menunjukkan perbaikan dan secara bertahap mata akan
membentuk humor vitreus baru.
Diet gizi seimbang.
Memperbaiki pola hidup dan berolah raga secara teratur.
Cara pencegahan yang terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan
darah tinggi. Penderita diabetes sebaiknya menjalani pemeriksaan mata secara
rutin (1 kali/tahun) setelah terdiagnosis menderita diabetes.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhavsar, Abdhish R. Diabetic Retinopathy. Tersedia dari: www.e-medicine.com .
2. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. h. 142.
3. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy. Fourth edition. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 1999. h. 904-14.
4. Sloane, Ethel. Dalam: Mata dan Indera Penglihatan. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2004. h. 184-5.
5. Shock JP, Harper RA. Dalam: Vaughan DG & Asbury’s. General Ophthalmology. Edisi ke-16. San francisco: Mc Graw Hill; 2004. h. 14-5, 202-6, 263.
6. Junqueira, Carlos. Dalam: Organ Indera. Histologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1998. h. 461-78.
8. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h. 1911-15.
9. Panggabean, Djonggi. Retina. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung; 2002. h. 363-96.
10. Nana Wijana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Abadi Tegal; 1993. h. 135-7.