BAB ITINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Histologi RetinaRetina adalah lembaran jaringan
saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian
dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, yang berhadapan
dengan vitreus, dan membentang ke anterior dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi tidak rata (Gambar 1).6 Retina mempunyai
ketebalan 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutup posterior.
Pada dewasa, ora serrata berada 6,5 mm di belakang garis Schwalbe
pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal.6
Gambar 1.1 Anatomi Retina
Retina terdiri dari 10 lapisan. Berikut lapisan retina dimulai
dari sisi dalam adalah sebagai berikut:61. Lapisan membran limitan
internaLapisan membran limitan interna merupakan lapisan paling
dalam yang membatasi retina dengan vitreus. 2. Lapisan serat saraf
dari sel ganglionLapisan serat saraf dari sel ganglion mengandung
akson-akson sel ganglion yang nantinya melewati lamina kribosa
menuju ke nervus optikus.3. Lapisan sel ganglionLapisan sel
ganglion terdiri dari badan sel ganglion. Ganglion terdiri dari dua
tipe yaitu midget ganglion cell dan polysynaptic ganglion cell.
Midget ganglion cell terdapat pada makula, sedangkan polysynaptic
ganglion cell terdapat pada bagian perifer 4. Lapisan flexiform
dalamLapisan flexiform dalam mengandung sambungan sel ganglion
dengan sel bipolar dan sel amakrin.5. Lapisan inti dalamLapisan
inti dalam mengandung badan sel bipolar, amakrin, dan horizontal.6.
Lapisan flexiform luarLapisan flexiform luar mengandung sambungan
antara fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.7.
Lapisan inti luar sel fotoreseptorLapisan inti luar sel
fotoreseptor terdiri dari inti sel batang dan kerucut.8. Lapisan
membran limitan eksternaLapisan membran limitan eksterna merupakan
membran yang dilewati oleh sel batang dan kerucut. 9. Lapisan
fotoreseptorLapisan fotoreseptor terdiri dari sel fotoreseptor
batang dan kerucut yang merupakan end organ penglihatan. Sel batang
terdiri dari rhodopsin dan berfungsi untuk penglihatan perifer
serta penglihatan pada iluminasi yang rendah (scotopic vision).
Sementara itu, sel kerucut lebih berespon pada penglihatan sentral
(photopic vision) serta warna.10. Epitel pigmen retinaEpitel pigmen
retina merupakan lapisan terluar yang terdiri dari selapis sel
berpigmen. Lapisan ini melekat dengan lamina basalis (membran
Bruch) dari koroid. Epitel pigmen retina bertanggung jawab untuk
fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburran sinar, serta menjadi sawar selektif antara
koroid dan retina. Gambar 1.2 Lapisan Retina
Di tengah-tengah retina bagian posterior terdapat makula dengan
diameter 5,5-6 mm. Secara klinis, makula merupakan daerah yang
dibatasi cabang pembuluh darah retina temporal, sedangkan secara
histologi merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel
gangglionnya lebih dari satu lapis. Secara anatomis, makula
merupakan daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen lutel
kuning xantofil.6 Pada makula, terdapat fovea, daerah avaskuler
retina pada fluoresens dengan diameter 1,5 mm. Pada daerah ini,
terdapat penipisan lapisan inti luar akibat akson-akson sel
fotoreseptor yang berjalan miring (lapisan Henle). Pada fovea tidak
ditemukan sel batang sedangkan sel kerucutnya tebal, berbeda dengan
retina bagian perifer yang lebih banyak ditemukan sel batang. Di
tengah fovea, 4 mm dari diskus optikus, terdapat foveola yang
berdiameter 0,25 mm, yang dengan oftalmoskop tampak cekukan yang
menimbulkan pantulan khusus. Sel kerucut pada area ini besar dan
dibatasi membran limitan interna, sedangkan lapisan retina lain
tidak ada (Gambar 3). Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf
yang keluar, sedangkan pada retina bagian perifer, beberapa
fotoreseptor dihubungkan pada sel ganglion yang sama.6
Gambar 1.3 Anatomi dan Histologis Fovea
Pembuluh darah retina berasal dari cabang arteri optalmika
sedangkan pembuluh darah venanya akan mengalir menuju vena
sentralis retina. Retina menerima perdarahan dari 2 sumber,
yaitu:6a. KoriokapilarisKoriokapilaris berasal dari arteri siliaris
posterior berevis, cabang dari arteri oftalmika. Pembuluh darah ini
berada tepat diluar membran Bruch, memperdarahi sepertiga luar
retina, yaitu lapisan inti lapisan epitel pigmen retina,
fotoreseptor, membtran limitan eksterna, dan lapisan inti luar.
b. Cabang arteri sentralis retinaArteri sentralis retina
merupakan cabang dari arteri oftalmika. Arteri ini masuk melalui
cup disk optik dan kemudian memiliki empat cabang yaitu
superior-nasal, superior-temporal, inferior-nasal, dan inferior
temporal. Arteri-arteri tersebut merupakan end artery, tidak
memiliki anastomose. Percabangan arteri sentralis retina ini
memperdarahi dua pertiga dalam retina.
Gambar 1.4 Sumber Perdarahan Retina
Retina dapat diperiksa dengan oftalmoskop direk ataupun indirek.
Pada oftalmoskop direk, gambaran fundus diperbesar menjadi 15 kali.
Saat pemeriksaan, pertama kali dicari diskus optikus dengan
mengikuti salah satu cabang utama pembuluh darah ke arah nasal.
Kemudian diteli bentuk, ukuran, warna, tepi, dan bagian sentral
yang lebih pucat (cawan fisiologik). Dalam keadaan normal, diameter
diskus optikus sekitar 1,5-2 mm dan rasio cawan terhadap ukuran
diskus optikus (cup to disk ratio) yaitu 0,5.6 Daerah makula
terletak sekitar dua kali diameter diskus optikus di sebelah
temporal tepi diskus. Fovea sentralis ditandai dengan adanya
refleks putih kecil. Fovea dikelilingi oleh makula, daerah
berpigmen yang lebih gelap dan berbatas kurang tegas. Cabang-cabang
pembuluh darah retina mendekati segala arah tetapi berhenti tepat
di dekat fovea.6 Pembuluh darah retina diperiksa dan diikuti sampai
ke distal pada masing-masing kuadran, superior, inferior, temporal,
dan nasal. Pada pembuluh darah tersebut, perlu diperhatikan warna,
kelokan, dan adanya kelainan seperti aneurisma, perdarahan, ataupun
eksudat. Vena terlihat lebih gelap dan lebih lebar dibandingkan
arteri. Perbandingan lebar arteri dengan vena kurang lebih 2:3
(Gambar 5).6
Gambar 1.5 Gambaran Oftalmoskopik Retina
2. RETINOPATI DIABETIK2.1. DefinisiRetinopati diabetik adalah
suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan
sumbatan pembuluh darah kecil, meliputi arteriol prekapiler retina,
kapiler-kapiler dan vena-vena.5
2.2. Epidemiologi Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama
di Amerika Serikat yaitu sekitar 5000 orang pertahunnya, biasanya
mengenai penderita berusia 20-64 tahun. Sedangkan di Negara
berkembang setidaknya 12% kasus kebutaan disebabkan oleh karena
diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak dibawah umur 10
tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20
tahun menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15
tahun menderita diabetes, dengan angka kejadian 50 % dan akan
meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes selama 17-25
tahun.1,5Di Inggris retinopati diabetik juga menjadi penyebab
kebutaan tersering pada pasien berumur 30-65 tahun, dan merupakan
penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.1
Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus
merupakan penyebab utama timbulnya retinopati diabetik didukung
oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5
tahun setelah perjalanan penyakit sistemik ini.22.3. Etiologi
Retinopati diabetik terjadi karena diabetes melitus yang tak
terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang
menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati
dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak.6 Faktor resiko
retinopati diabetik antara lain:31. Durasi diabetes, adalah hal
yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM sebelum
umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar
50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.2. Kontrol glukosa darah yang
buruk, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan retinopati
diabetik. 3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM
tipe 1 maupun tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75%
tipe 2 setelah 15 tahun.4. Hipertensi yang tidak terkontrol,
biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya retinopati diabetik
dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I
dan II5. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,
anemiadan hiperlipidemia.
2.4. KlasifikasiSecara umum klasifikasi retinopati diabetik
dibagi menjadi: 61. Retinopati diabetik non proliferatifMerupakan
stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes,
keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata
melemah. Pada retinopati nonproliferatif ringan ditandai dengan
timbul sedikitnya satu tonjolan kecil pada pembuluh darah
(mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan
protein ke dalam retina. Pada Retinopati nonproliferatif sedang
terdapat mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran
manik-manik pada vena dan bercak-bercak cotton wool berwarna
abu-abu atau putih akibat menurunnya aliran darah ke retina
menyebabkan. Pada Retinopati nonproliferatif berat ditandai oleh
bercak-bercak cotton wool, gambaran manic-manik pada vena dan
kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). Stadium ini terdiagnosis
dengan ditemukannya perdarahan intraretina di empat kuadran,
gambaran manic-manik vena di dua kuadran, atau kelainan
mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran.6
Gambar 1.6 Retinopati diabetik non proliferatif
2. MakulopatiMakulopati diabetic bermanifestasi sebagai
penebalan atau edema retina stempat atau difus, yang terutama
disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina pada tingkat Endotel
kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan
konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering
dijumpai pada pasien DM tipe II dan memerlukan penanganan segera
setelah kelainannya bermakna secara klinis, yang ditandai dengan
penebalan retina sembarang pada jarak 500 mikron dari fovea.
Makulopati juga bias terjadi karena iskemia, yang ditandai oleh
edema macula, perdarahan dalam dan sedikit eksudasi.6
3. Retinopati diabetik proliferatif. Retinopati nonproliferatif
dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang
lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari
retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari
pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah
yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan
bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk
jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas
dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat
merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari
mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau
kebutaan.6
Gambar 1.7 Retinopati diabetik proliferatifKlasifikasi
retinopati diabetes menurut bagian mata fakultas kedokteran UI: 1
Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak
pada fundus okuli Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan
bintik dan bercaak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus
okuli Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan
bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus
okuli.Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati DiabetikTahapDeskripsi
Tidak ada retinopatiTidak ada tanda-tanda abnormal yang
ditemukan pada retina. Penglihatan normal.
MakulopatiEksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau
bukti edema retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan
mungkin berkurang; mengancam penglihatan.
PraproliferatifBukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi
ireguler dan mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan
normal.
ProliferatifPerubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh
darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina
(NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
TahapDeskripsi
LanjutPerubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke
dalam vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat
tertarik dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa
yang berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group
(ETDRS) membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan
proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan
mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas
retinopati diabetik proliferatif.
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan
ETDRSRetinopati Diabetik Non-Proliferatif
1.Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa
dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil
atau eksudat keras.
2.Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1
tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar
keras, eksudat lunak atau IRMA.
3.Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa
perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena
pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4.Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda
pada retinopati non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1.Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila
ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang
mencakup daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh
darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua gambaran
yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan
resiko tinggi.
Gambar 1.8 Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages
intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit
lipid pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark
serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).
Gambar 1.9 : Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya
preretinal neovascularisation
2.5. PatogenesisAda tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan
dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur poliol (akumulasi
sorbitol), glikasi nonenzimatikdan pembentukan protein kinase Cdan
pembentukan reactive oxygen speciasi (ROS)Gambar 2.3 Skema
patogenesis retinopati diabetik Mekanisme terjadinya RD masih belum
jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis
merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi
hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang
kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ,
termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses
biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:131.
Akumulasi SorbitolProduksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol
sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan
aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf,
retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan
alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan
tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi
akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel
menjadi bengkak akibat proses osmotik.13Selain itu, sorbitol juga
meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis
fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur
konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat
menyebabkan gangguan konduksi saraf.Percobaan pada binatang
menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang
bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau
memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada
manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas
retinopati.3
2. Pembentukan protein kinase C (PKC)13Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol,
yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui
memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan
PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan
mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular
retina.Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan
terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah
intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya
trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan
peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks
ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan
terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi
endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular
makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan,
hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.
3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)13Glukosa
mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.
Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor,
aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide
oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi vaskular retina.AGE terdapat di dalam dan di luar
sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului
terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM
daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja
kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak,
dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)13ROS dibentuk dari
oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan
degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan
terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.3Kerusakan
sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat
hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan
retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di
retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina
dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls
listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati
diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur.
Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai
akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan
hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan
funduskopi.1,3Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan
funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan
sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial
Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi
karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah
penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding
tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada
pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding
vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak
perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi.
Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan
floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.1
Gambaran 2.4 Gambaran retina penderita DMRetina merupakan suatu
struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan
dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke
seluruh permukaan retina kecuali satudaerah yang disebut fovea.
Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik
terletakpada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina
terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu sel perisit,
membran basalis dan sel endotel.Sel perisit dan endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membran sel yangterletak diantara
keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan
sel endotel kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler
perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur
kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi
barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi
endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan satu sama lain dan bersama- sama
dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier
yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul
kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler retinopati diabetik
dimulai dari penebalanmembran basalis, hilangnya perisit dan
proliferasi endotel dimana keadaan lanjutperbandingan antara sel
endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1. Patofisiologi
retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu :1. Pembentukan mikroaneurisma1. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah1. Penyumbatan pembuluh darah1.
Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina1.
Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.Penyumbatan
dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkankebocoran
dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati
diabetikdapat terjadi melalui mekanisme berikut : 31. Edema makula
atau nonperfusi kapiler1. Pembentukan pembuluh darah baru pada
retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan
ablasio retina (retinaldetachment)1. Pembuluh darah baru yang
terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina1.
Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati
diabetik non proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan
kapiler mikrovaskuler dan kebocoran plasma yang lanjut disertai
iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan
serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan
kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas
dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina
mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti
manikmanik.Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada
kecenderungan progresif.Retinopati diabetik non proliferatif dapat
mempengaruhi fungsi penglihatan melalui dua mekanisme yaitu: 1,61.
Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari
intra retina yang menyebabkan iskemik makular.2. Peningkatan
permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4
proses berikut, antara lain:1. Retinal Detachment (Ablasio
Retina)Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik
juga akan menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan
corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik
karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan
terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang
menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati
diabetik.3
Gambar 2.5 Gambaran Ablasio Retina2. Oklusi vaskular
retinaPenyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari
proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena
sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok
apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total
akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga
mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi
perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat
buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya
didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral,
karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.3Selain oklusi vena,
dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang
berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami
hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis
akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba
gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna
pucat.3
3. GlaukomaMekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati
diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan
neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan
intraokular.32.6. DiagnosisRetinopati diabetik dan berbagai
stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan stereoskopik fundus
dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan
gold standard bagi penyakit ini. Angiografi Fluoresens (FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA
diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena
dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di
fundus.2.7. Gambaran KlinisAdapun gejala subjektif dari retinopati
diabetes non proliferatif adalah: 51. Penglihatan kabur1. Kesulitan
membaca1. Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata1. Melihat
lingkaran-lingkaran cahaya1. Melihat bintik gelap dan cahaya
kelap-kelip Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non
proliferative diantaranya adalah: 1,5,64.
MikroaneurismaMikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler
terutama daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang
terletak di dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang
pembuluh darah ini sering tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan
kelainan diabetes mellitus dini pada mata . 6,8,15
Gambar 2.6 Mikroaneurisma dan perdarahan intraretina 4. Dilatasi
pembuluh darah balik Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya
yang ireguler dan berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan
sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi
plasma.
Gambar 2.7 Dilatasi pembuluh darah balik
4. Perdarahan Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan
bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus
posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit
dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi
akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya
kapiler.
Gambar 2.8 Perdarahan pada retinopati diabetik
nonproliferatif
4. Hard eksudat Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam
retina. Gambarannya khusus yaitu ireguler dan berwarna
kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian
membesar dan bergabung.
Gambar 2.9 Edema makula dan hard eksudat di fovea 4. Edema
retinaEdema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina
terutama di daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus
dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh
disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk
zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar
kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina.Edema makular
signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema
(CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini: 1.
Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.1.
Hard eksudat jaraknya 500 m dari fovea sentralis, yang berhubungan
dengan retina yang menebal.1. Edema retina yang berukuran 1 disk
(1500 m) atau lebih, dengan jarak dari fovea sentralis 1 disk.
2.8. Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan dan pengobatan
retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama
untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk
memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan
retinopati diabetic ialah untuk mencegah terjadinya kebutaan
permanen. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat
ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah dan laser
koagulasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan
kadar glukosa darah dan tekanan darah yang baik secara signifikan
menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga
progresivitasnya.8Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara
dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetic.
Fotokuagulopati dilakukan pada focal and diffuse maculophaty dan
pada PDR.7 Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina
telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah
dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua
penyakit NPDR dan PDR dan juga untuk beberapa tipe makulopati.
Progresivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan
pengendalian yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik
dan hiperkolesterolemia. Terapi pada mata tergantung dari lokasi
dan keparahan retinopatinya. Mata dengan edema macula diabetic yang
belum bermakna klinis sebaiknya dipantau secara ketat tanpa
dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal laser
bila lesinya setempat, dan grid laser biasanya bila lesinya difus.
Penyuntikan intravitreal triamcinolon atau anti VEGF juga
efektif.6,7Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru,
fotokoagulasi laser pan-retina (PRP) menurunkan insidens gangguan
penglihatan berat akibat RD proliferative hingga 50%. Beberapa ribu
bakaran laser dengan jarak teratur diberikan diseluruh retina untuk
mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah-daerah iskemik. Daerah
sentral yang dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh darah
temporal tidak dikenai. Yang beresiko besar kehilangan penglihatan
adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika pengobatan
ditunda hingga cirri tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan
retina yang memadai harus segera dilakukan tanpa penundaan lagi.
Pengobatan pada retinopati nonproliferatif berat belum mampu
mengubah hasil akhir penglihatan, namun pada pasien-pasien dengan
diabetes tipe II, control darah yang buruk, terapi harus diberikan
sebelum kelainan proliferative muncul. Viterktomi dapat
membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi vitreoretina.
Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20% mata akan menuju
kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi cahaya dalam 2
tahun. Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada
pasien DM tipe I yang menunda vitrektomi dan pasien DM tipe II yang
menjalani vitrektomi dini. Komplikasi tersebut antara lain ftisis
bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema kornea,
ablation retina dan infeksi.6,7Obat-obat anti-VEGF tampak
menjanjikan sebagai tambahan vitrektomi untuk membantu mengurangi
perdarahan selama pembedahan dan untuk mengurangi insidensi
kekambuhan perdarahan retina pascaoperasi.6
Gambar 2.10 Algoritma penatalaksanaan Retinopati Diabetes 10
2.9. Komplikasi 1. Rubeosis iridis progresif Penyakit ini
merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai
penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering
adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya
terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya
tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris
secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga
menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi
sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan
tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga
timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis
iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi
timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi
oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis
dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan
pertama setelah dilakukan operasi.2. Glaukoma neovaskularGlaukoma
neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous
dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari
glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma
kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi
biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai
penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering
adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya
terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya
tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris
secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga
menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.3. Perdarahan vitreus
rekurenPerdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif. Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya
neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh
darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi
gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.
Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle,
posterior, atau keseluruhan badan vitreous.Gejalanya adalah
perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang
massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara
tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan
hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous
yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan
adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.4. Ablasio retinaMerupakan
keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi
bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang
melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
2.10. Diagnosis BandingDiagnosis banding harus menyingkirkan
penyakit vascular retina lainnya, adalah hipertensive retinopathy.
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita
hipertensi. 3 Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape
dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun
1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini
dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of
OphtalmologyStadiumKarakteristik
Stadium 0Tiada perubahan, a:v = 2:3
Stadium IPenyempitan arteriolar yang hampir tidak
terdeteksi.
Stadium IIPenyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper
wire arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign
Stadium IIIStadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IVStadium III + papilledema
Gambar 2.11A. Funduskopi mata kiri pasien, 25 tahun, dengan
renal hipertensi memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal
intraretina periarteriolar transudat (FIPTs), B. Angiogram
mempelihatkan area non-perfusi.
2.11. Prognosis Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati
diabetic melalui pangaplikasian metode investigasi yang lebih
akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi secara
rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan
ultrasound juga dianggap penting. Dengan metode ini juga angka
kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah social atau
masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk
memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk pasien
diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic
dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5
tahun.9Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah
komplikasi retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang
mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki
prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.3
BAB IILAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 47 tahun datang berobat ke poli
Mata RSUP. Dr. M. Djamil Padang tanggal 30 Desember 2014
dengan:Keluhan Utama: Pengilhatan kedua mata semakin kabur sejak 6
bulan yang lalu, terutama pada mata kanan.Riwayat Penyakit
Sekarang: Kedua mata semakin kabur sejak 6 bulan yang lalu,
terutama pada mata kanan. Riwayat nyeri atau mata merah tidak ada.
Riwayat menggunakan kaca mata sebelumnya ada sejak tahun 1986.
Pasien memakai kacamata minus berukuran 3 D. Riwayat trauma pada
mata sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi pada mata sebelumnya
tidak ada. Pasien sudah 4 kali kontrol ke poli mata, dan pernah
mendapatkan injeksi anti-VEGF pada mata kanan sebanyak 1 kali
sekitar 4 bulan yang lalu. Pasien telah dikenal menderita DM sejak
13 tahun yang lalu, namun kontrol teratur ke Sp.PD bagian endokrin
baru 3 tahun ini.Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi
(-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat DM dalam keluarga ada yaitu
kakak kandung pasien.
Status OphtalmikusStatus OphtalmikusODOS
Visus2/605/20
Refleks fundus(+)(+)
Silia/supersiliaTrikiasis (-),madarosis (-), poliosis
(-)Trikiasis (-),madarosis (-), poliosis (-)
Palpebra superiorUdem (-), hiperemis (-), Ptosis (-),Udem (-),
hiperemis (-), Ptosis (-),
Palpebra inferior Udem (-), hiperemis (-)Udem (-), hiperemis
(-)
Margo palpebraHordeolum(-), Khalazion(-), udem(-), nyeri(-),
hiperemis (-)Hordeolum(-), Khalazion(-), udem(-), nyeri(-),
hiperemis (-)
Aparat lakrimalisLakrimasi NLakrimasi N
Konjungtiva tarsalisHiperemis (-), udem (-), folikel (-), papil
(-), sikatrik (-)Hiperemis (-), udem (-), folikel (-), papil (-),
sikatrik (-)
Konjungtiva fornikHiperemis (-), udem (-), folikel (-), papil
(-),sikatrik (-)Hiperemis (-), udem (-), folikel (-), papil (-),
sikatrik (-)
Konjungtiva bulbiHiperemis (-), injeksi siliar (-), injeksi
konjungtiva (-)Hiperemis (-),injeksi siliar (-), injeksi
konjungtiva (-)
ScleraPutih, tenangPutih, tenang
KorneaBening, ulkus (-), infiltrate (-), sikatrik (-),
megalokornea (-), keratic presipitat (-)Bening, ulkus (-),
infiltrate (-), sikatrik (-), megalokornea (-), keratic presipitat
(-)
Kamera okuli anteriorCukup dalam, hipopion (-), hifema (-),
flare (-), benda asing (-)Cukup dalam, hipopion(-), hifema (-),
flare (-), benda asing (-)
IrisCokelat, rugae (+),oklusi (-) seklusio (-), skizis (-),
sinekia (-), plegia (-), iris bombe (-), nodul busacca(-), rubeosis
iridis (-)Cokelat, rugae (+), oklusi (-), seklusio (-), skizis (-),
sinekia (-), plegia (-), iris bombe (-),nodul busacca (-), rubeosis
iridis (-)
PupilBulat, refleks (+/+), 2mmBulat, reflex (+/+), 2mm
LensaBening, subluksasi (-), luksasi (-)Bening, subluksasi (-),
luksasi (-)
Korpus vitreusBeningBening
Fundus: Media Papil N. optik aa/vv retina retina
makulaBeningBulat,batas tegas, c/d=0,3-0,4aa:vv = 2:3
Perdarahan (+) dot-blot (+) eksudat (+)Refleks fovea (+)
menurunBeningBulat,batas tegas,c/d=0,3-0,4aa:vv = 2:3
Perdarahan (+) dot-blot (+) eksudat (+)Refleks fovea (+)
Tekanan bulbus okuliN (palpasi)N (Palpasi)
Posisi bulbus okuliTidak ada deviasiTidak ada deviasi
Gerakan bulbus okuliBebas ke segala arahBebas ke segala arah
Gambar: OD:
OS:
Diagnosis Kerja : - Post injeksi anti-VEGF OD + PDR ODSAnjuran
Terapi : Laser fotokoagulasi Kontrol poli mata 1 x 2 bulan
Prognosis Quo ad Vitam : Bonam Quo ad sanam : Dubia ad malam Quo
ad Fungsionam: Dubia ad malam
\BAB IIIDISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 47 tahun kontrol dengan
diagnosis Proliferatif Diabetic Retinopathi (PDR) pada kedua mata
dan post injeksi anti-VEGF pada mata kanan. Dari anamnesis
didapatkan kedua mata bertambah kabur sejak 6 bulan yang lalu
terutama pada mata kanan. Pasien telah dikenal menderita DM sejak
13 tahun yang lalu, kontrol teratur ke Sp.PD baru 3 tahun ini.Pada
pemeriksaan fisik didapatkan visus pasien 2/60 OD dan 5/20 OS.
Funduskopi : retina ODS: perdarahan (+) dot-blot (+), eksudat (+),
pada makula refleks fovea (+) menurun.Pada teori, penglihatan kabur
pada pasien mungkin disebabkan oleh 2 hal yaitu udem pada makula
(Perembesan kapiler) atau iskemik pada makula (oklusi pembuluh
darah). Selain udem pada makula, perembesan kapiler juga
menyebabkan gambaran perdarahan, dot-blot, dan hard eksudat pada
retina dan makula. Sedangkan untuk iskemia pada retina dapat
dinilai dengan fluorescein angiography.Pasien telah dilakukan
injeksi anti-VEGF untuk menghambat neovaskularisasi, dan juga
mengurangi udem pada makula OD. Kemudian setelah dikontrol selama 4
bulan ini, pasien dianjurkan terapi laser foto koagulasi pada kedua
mata untuk menghambat progresifitas udem, mengurangi rangsangan
angiogenik dari daerah-daerah iskemik. Kita harapkan kelainan
vaskular pada retina pasien tidak bertambah buruk dan udem,
perdarahan, serta hard eksudat dapat di absorbsi lagi walaupun akan
memerlukan waktu yang relatif lama terutama hard eksudat.23