REFERAT CEPHALGIA Oleh: Ratna Tri Permata (11.2013.138) PEMBIMBING: Dr. Dini Adriani, Sp.S FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU BHAKTI YUDHA DEPOK 1
REFERAT
CEPHALGIA
Oleh:
Ratna Tri Permata (11.2013.138)
PEMBIMBING:
Dr. Dini Adriani, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF
RSU BHAKTI YUDHA DEPOK
PERIODE 15 SEPTEMBER 2014 – 18 OKTOBER 2014
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya saya dapat menyelesaikan
referat ini. Saya diberikan kesempatan menyusun referat yang berjudul Cephalgia untuk
menyelesaikan salah satu tugas pada kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana di RSU BHAKTI YUDHA, DEPOK. Pada kesempatan
ini, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dini Adriani, Sp.S selaku
dokter pembimbing untuk referat kali ini.
Pada referat ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik agar dapat memperbaikinya pada kesempatan mendatang. Saya
berharap referat ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Saya mohon
maaf untuk kesalahan-kesalahan yang ada. Terima kasih kepada semua yang mendukung dalam
bentuk apapun untuk menyelesaikan referat ini.
Depok, 21 September 2014
Penulis
2
Pendahuluan
Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala. Sakit
kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara mata dengan kepala. Persepsi tiap orang
akan berbeda – beda tentang nyeri, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif
seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi
yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula.
Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang bola mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang. Sakit kepala pada kenyataannya
adalah gejala dan dapat menunjukkan penyakit organic, respon stress, vasodilatasi, tegangan
otot rangka, atau kombinasi respon tersebut.
Definisi
Nyeri kepala atau cephalgia merupakan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada daerah
atas kepala, memanjang dari orbita sampai ke arah belakang kepala yaitu area oksipital dan
sebagian daerah tengkuk. Ada pendapat lain mengatakan cephalgia adalah rasa nyeri atau tidak
enak di antara daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.1,2
Etiologi
Bangunan yang mengandung ujung saraf yang sensitif terhadap rasa nyeri, dapat
distimulasikan oleh traksi (tarikan), inflamasi, tekanan, infiltrasi neoplasma (keganasan), zat
biokimiawi yang terlepas pada nyeri kepala tertentu.
Stimulasi bangunan peka nyeri yang berada di atas tentorium serebellum cenderung
menimbulkan rasa nyeri di daerah oksipital dan suboksipital. Semua jaringan kulit kepala
(scalp), wajah, leher, dan kuduk peka terhadap rangsang nyeri. Nyeri kepala dapat langsung
terjadi pada penyakit di mata dan bangunan di orbita, rongga hidung dan sinus paranasal, gigi,
telinga bagian eksterna dan bagian tengah.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa nyeri kepala dapat disebabkan oleh :
Traksi atau trombosis atau peranjakan vena sinus atau cabang kortikalnya
3
Traksi, dilatasi atau inflamasi yang melibatkan dura fosa anterior dan fosa posterior atau
arteri intrakranial atau ekstrakranial.
Traksi, peranjakan atau penyakit pada saraf kranila V, IX, X dan tiga saraf spinal servikal
bagian pertama (saraf spinal C1, C2, dan C3)
Perubahan tekanan intrakranial
Penyakit di jaringan kulit kepala, wajah, mata, hidung telinga dan leher kuduk.
Secara garis besar dan sederhana nyeri kepala dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
Vaskular
Kontraksi otot (nyeri kepala jenis tegang)
Keadaan ekstrakranial atau intrakranial, struktural atau inflamasi3
Faktor risiko
Faktor resiko terjadinya nyeri kepala adalah kelelahan berkendara, mengkonsumsi
alkohol berlebihan, trauma kepala, kelainan vaskular, saraf atau metabolisme, penyakit sistemik
seperti anemia, hipertensi, hipotensi, postur/posisi tubuh yang salah, gaya hidup, jenis kelamin,
riwayat keluarga dan genetik.2
Epidemiologi
Nyeri kepala sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, karena macam-
macam penyebab dari yang ringan sampai yang diakibatkan oleh penyakit yang berbahaya, dan
salah satunya adalah nyeri kepala tipe tegang atau tension type headache (TTH). Nyeri kepala
tipe tegang digambarkan sebagai nyeri kepala yang sifatnya menekan atau terasa berat atau
ketat. Menurut IHS (International Headache Society) tahun 1988, TTH merupakan 90% dari
seluruh sakit kepala, kira-kira 3% dari jumlah penduduk adalah TTH kronik.
Di Indonesia angka yang pasti belum ada tetapi diperkirakan hampir sama atau lebih
tinggi. Dari kunjungan tahun 1991 sampai 1995 ke poliklinik saraf FK UNDIP/RSUD Dr kariadi,
nyeri kepala merupakan kunjungan terbanyak kedua setelah penyakit neuromuskuloskeletal.
Dari penelitian di RSUP Dr.Kariadi semarang periode oktober s/d desember 1998 didapatkan 49
4
kasus TTH dengan prevalensi TTH episodik 12,25%, TTH kronik 55,1% dan 32,65% tidak
terklasifikasikan.4
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang
menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75% dari
jumlah di atas adalah tiper tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi
belajar dan bekerja sebanyak 62,7%. Menurut IHS migren sering terjadi pada usia 12 tahun
pada laki-laki dibandingkan perempuan. IHS juga mengemukakan bahwa cluster headache juga
80-90% terjadi pada pria dan prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.5
Anatomi Nyeri Kepala
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif
yang penting untuk kepala, tenggorakan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari
saraf trigeminus, fasial, glosopharingeus, vagus dan saraf dari C1-3 beramifikasi pada grey
matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian pars oralis yang
berhubungan dengan sensasi taktil diskriminatif dari region orofasial, pars interpolaris yang
berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.4-6
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan V3. V1 yaitu oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa cranial dan falx serebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan duramater ini. V2 maksilaris menginervasi daerah
hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas dan duramater bagian fossa cranial medial. V3 yaitu
mandibularis menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan
gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot mengunyah.3,6
Selain saraf trigeminus terdapat saraf cranial VII, IX, X yang menginervasi meatus
auditorius eksterna dan membrane timpani. Saraf cranial IX menginervasi rongga telinga
tengah, saraf cranial IX dan X menginervasi faring dan laring. Servikalis yang terlibat dalam sakit
kepala adalah C1, C2 dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginervasi otot suboksipital triangle
obliqus superior, inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2
5
memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superficial posterior, longissimus capitis dan
splenius. Sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve.2,6
Patofisiologi
Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan
manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi
dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.1,6
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus
nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga, yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot
merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah
ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan
langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan
jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan
jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal
seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dan lainnya. Pada suhu 450C, jaringan–
jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.1,6
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,
serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang
diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang
nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai
penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion
kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan
intensitas nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma
lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada
keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.1,6
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri
banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti
6
periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal
lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada
organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan
dirasakan sebagai slow – chronic- aching type pain.1,6
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut,
merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini
disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf
perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan mencapai 6-30 m/s.
Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan
neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya
memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds.1,6
Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan
termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan
dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2
m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.1,6
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat
dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow-chronic pain pathway.
Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay
neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya
akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan
paleospinotalamikus untuk slow pain.1,6
Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I
(lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus
spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui
kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari
batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks
ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi
7
taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal.Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan
memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.1,6
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal
dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf
perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya
digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan
melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V
lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-
sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini
ke otak pada jaras anterolateral.
Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan
hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus.
Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu :
nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon.
area tektum dari mesensefalon,
regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak
ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan
nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal
otak.1,6
Klasifikasi
Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai kelainan baik
struktural maupun fungsional, maka diperlukan klasifikasi dan kriteria diagnosis dan masing-
masing jenis nyeri kepala agar didapatkan kesamaan pengertian. Usaha klasifikasi tersebut
membutuhkan waktu bertahun-tahun, melibatkan para pakar dari seluruh dunia, dan pada
tahun 1988 dihasilkan klasifikasi nyeri kepala oleh International Headache Society (IHS).1
1. Sakit kepala bisa merupakan keluhan primer atau sekunder:
8
Primer : suatu nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural organik
merupakan diagnosis utama, bukan disebabkan karena adanya penyakit lain.
PRIMER SEKUNDER
Migraine
nyeri kepala tension
nyeri kepala cluster
sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit
kepala primer lainnya.
nyeri kepala berhubungan dengan cedera kepala
nyeri kepala berhubungan dengan gangguan vaskuler
nyeri kepala berhubungan denagn gangguan intrakranial non
vaskuler
nyeri kepala berhubungan dengan zat-zat atau putus zat
obat
nyeri kepela berhubunggan dengan infeksi non cephalic
nyeri kepala berhubungan dengan gangguan metabolic
nyeri kepala atau nyeri wajah dengan gangguan tengkorak,
leher, mata, hidung, gigi, mulut, atau struktur-struktur wajah
kranium
neuralgia cranialis, nyeri batang syaraf dan nyeri deafness
nyeri kepala yang terklasifikasi
Sekunder : sakit kepala merupakan gejala ikutan karena adanya penyakit lain
Tabel 1. Klasifikasi IHS 1988
2. Berdasarkan lokasi
Gambar 1. Tipe berdasarkan Lokasi sakit kepala
9
3. Berdasarkan perjalanan penyakit3
Tabel 2. Nyeri kepala berdasarkan perjalanan penyakit
Akut Subakut Kronik
*pendarahan subaraknoid
*penyakit serebrovaskuler
*meningitis & encephalitis
*glaukoma dan iritis akut
*Penyakit yang kurang
sering: epilepsi
*Massa intracranial (tumor,
abses)
*Neuralgia trigeminal
*Neuralgia glosofaringeal
*migren
*nyeri kepala tegang
*nyeri di daerah tulang
servikal leher
*sinusitis
*penyakit gigi
*nyeri kepala klaster
Adapun karakteristik sakit kepala yang menjadi tanda penyakit serius (red flag) adalah sebagai
berikut :
Sangat sakit – paling sakit ( “worst” headache ever) : rasa sakit yang dirasakan sangat
sakit, jauh lebih sakit dibandingkan sakit kepala sebelumnya
Sakit kepala yang bertambah berat dalam beberapa hari atau beberapa minggu
Ada gangguan saraf seperti kelumpuhan, kebutaan, dan lain-lain
Sakit kepala disertai demam (yang penyebab demam tidak diketahui dengan jelas)
Muntah yang terjadi mendahului sakit kepala
Sakit kepala timbul segera setelah bangun tidur
Usia lebih dari 55 tahun
Sakit kepala pada anak
PEMBAHASAN BEBERAPA JENIS CEPHALGIA TERSERING
10
Tension Type Headache (TTH)
Definisi TTH
TTH merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot-
otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi TTH
Etiologi Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang
menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya
aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin,
noerpinefrin, dan enkephalin.1
Faktor risiko TTH
Satu studi menemukan bahwa hampir 90 % wanita dan sekitar 70 % pria mengalami sakit
kepala tension sepanjang hidup mereka. Kejadian sakit kepala tension memuncak pada usia 40-
an, meskipun orang-orang dari segala usia dapat terkena jenis sakit kepala ini. 1,8
Epidemiologi TTH
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 %
danTension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak
mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %.Biasanya
mengenai umur 20 – 40 tahun.
Klasifikasi TTH
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache
kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari
setiap bulan.Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit–7
hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap
bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
11
Diagnosa TTH
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang – kurangnya 2 dari berikut ini :
1. adanya sensasi tertekan/terjepit,
2. intensitas ringan–sedang,
3. lokasi bilateral,
4. tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu
dari fotofobia dan fonofobia.
Gambaran klinis TTH
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan atau
diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan
belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas,
gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta
temporomandibular.
Pemeriksaan Penunjang TTH
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa
neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan
darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.1
Diferensial Diagnosa TTH
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans,
sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren
komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan
intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.1
Penatalaksanaan TTH
12
Meskipun sakit kepala tension-type umum dan berdampak besar pada masyarakat,
sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang telah dilakukan. Banyak
percobaan sebelumnya termasuk pasien dengan gabungan-tipe tension dan migrain tanpa aura
dan pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan berlebihan-pengobatan.1,7
Tidak ada obat baru yang disetujui oleh FDA khususnya untuk pengobatan sakit kepala
tension. Namun, mengingat sifat kronis gangguan ini dan risiko penggunaan berlebihan-obat-
obatan sakit kepala pada pasien dengan sakit kepala sering, terapi profilaksis tampaknya
terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak sakit kepala tension-type kronis adalah sebuah
gangguan pengolahan nyeri sentral, obat dengan sentral efek modulasi nyeri cenderung paling
efektif.9
Obat antidepresan
Antidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah sakit kepala tension-type kronis, dan
beberapa daripadanya juga efektif sebagai profilaksis migrain. Antidepresan diuji pada studi
double-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan maprotiline. 9
Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala harian atau durasi sakit kepala sekitar 50% pada
sekitar sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi lain menemukan ini tidak lebih
baik daripada placebo. 9
Pada anak dan pasien tua, dosis awal biasa amitriptyline (atau obat serupa) adalah 10
mg pada waktu tidur. Pada dewasa, dosis awal biasa adalah 25 mg pada waktu tidur. Dosis
dapat ditingkatkan sampai hasil terapeutik diperoleh atau efek samping tidak dapat ditoleransi.
Antidepresan biasanya diberikan dari 4 sampai 6 minggu untuk bisa menunjukkan efek
menguntungkan. 9
Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh
pengalaman klinis, meskipun belum diteliti pada sakit kepala tension-type kronis. 9
SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-terkontrol. Obat
ini sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek samping lebih rendah. 9
Relaksan otot
13
Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan metaxalone
umumnya digunakan oleh pasien dengan sakit kepala tension-type kronis, tetapi belum terbukti
efektif untuk melegakan nyeri akut.3,9
Cyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada 1972
studi double-blind, 10 dari 20 pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 % atau lebih
perbaikan pada sakit kepala tension-type, dibandingkan dengan 5 dari 20 pasien yang
menerima plasebo. Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur.
Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk sakit kepala
tension-type kronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya dititrasi dari 2
mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga dosis. Sedasi adalah efek
samping paling umum dari agen ini.
Anti konvulsi
Antikonvulsi agonis asam gamma-aminobutyric (GABA), asam valproate telah dievaluasi
untuk keberhasilannya pada migraine, dan “sakit kepala harian kronis”. Mathew dan Ali
mengevaluasi kemanjuran valproate 1.000 hingga 2.000 mg per hari pada 30 pasien dengan
sakit kepala harian kronis membandel (migrain tanpa aura dan sakit kepala tension-type kronis)
dalam percobaan open-label. Level darah dipertahankan antara 75 dan 100 mg/mL. Pada bulan
ketiga terapi, dua pertiga pasien telah membaik secara signifikan. Efek samping yang paling
sering dilaporkan adalah berat bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan mual. 9
Obat anti-inflamasi non steroid
Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas diresepkan baik sebagai terapi
tambahan sakit kepala tension-type dan untuk profilaksis dari migraine. Tidak ada acak
percobaan terkontrol acak akan efikasi mereka pada profilaksis sakit kepala tension-type kronis,
meskipun mereka sering digunakan untuk tujuan ini. 9
Toksin botulinum
14
Suntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk
meredakan sakit kepala tension-type kronis pada seri kecil pasien. Hasil dari uji klinis kecil telah
dicampur, dan dua uji terkontrol-plasebo besar saat ini sedang dilakukan.9
Sumatriptan
Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi sakit kepala tension-type. Obat ini
tidak lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan sakit kepala
tension-type kronis; namun, sakit kepala tension-type episodik berat pada pasien bersama
dengan migrain tampaknya merespon terhadap agen ini.
Komplikasi TTH
Komplikasi TTH adalah rebound headache, yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
Pencegahan TTH
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur,
istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika
penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy.Selain
itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan
mengkonsumsi makanan yang sehat.1,3,7
MIGRAINE
Definisi Migraine
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan
serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual
muntah, fotofobia dan fonofobia.10
Etiologi dan Faktor Resiko Migraine
15
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali
lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. Namun, dalam migraine
tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum
menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat
frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial
myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan
kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts
and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.
Faktor Pencetus Migraine
Faktor Ekstrinsik
- Ketegangan jiwa (stress) : emosional maupun fisik dapat memperberat serangan
migraine.
- Makanan tertentu : makanan atau zat tertentu dapat memicu timbulnya serangan
migraine. Pemicu migraine tersering adalah alkohol dan bir.
- Lingkungan : perubahan lingkungan (cuaca, musim, tekanan udara, terik matahari;
lingkungan kerja tak menyenangkan dan suara yang tak menyenangkan).
- Obat-obatan : vasodilator (nitrogliserin, isosorbid dinitrat), antihipertensi (nifedipine,
captopril, prazosin, reserpin, minoxidil), histamin-2 bloker (simetidin, ranitidin),
antibiotik (trimetoprim sulfa, griseofulvin, tetrasiklin), selective serotinin reuptake
inhibitor, vitamin A dosis tinggi,dan lain-lain.
Faktor Instrinsik
- Hormonal : Fluktuasi hormonal merupakan faktor pemicu pada 60% wanita. Nyeri
kepala migren di picu oleh turunnya kadar 17-b estradiol plasma saat akan haid.
Serangan migraine berkurang selama kehamilan karena kadar estrogen yang relatif
tinggi dan konstan. Pemakaian pil kontrasepsi, clomiphene, danazol juga meningkatkan
frekuensi serangan migraine.
16
- Menopause : Nyeri kepala migraine akan meningkat frekuensi dan berat ringannya pada
saat menjelang menopause. Tetapi beberapa kasus membaik setelah menopause.
Terapi hormonal dengan estrogen dosis rendah dapat di berikan untuk mengatasi
serangan migraine pasca menopause.
Selain itu juga yang merupakan faktor resiko migraine adalah adanya riwayat migraine dalam
keluarga, wanita, dan usia muda.
Epidemiologi migraine
Migraine dapat terjadi pada 18 % dari wanita dan 6 % dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11 % masyarakat
Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai
dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu
paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30
tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak
luput dari serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko
mengalami migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita
migraine.10
Klasifikasi migraine
migraine dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura:
•Migraine Tanpa Aura
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4–72 jam. Karakteristik
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dgn aktifitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan nause dan atau muntah dan fotofobia dan fonofobia.
Kriteria Diagnosis :
A.Sekurang- kurang 5 kali serangan yang termasuk kriteria B-D.
17
B.Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau pengobatan tidak
cukup).
C.Nyeri kepala yang terjadi sekurang- kurangnya dua dari karakteristik sebagai berikut:
- Lokasi unilateral
- Sifatnya mendenyut
- Intensitas sedang sampai berat
- Diperberat oleh kegiatan fisik
D.Selama serangan sekurang- kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini :
- mual dan atau muntah
- fotofobia dan fonofobia
E.Tidak berkaitan dgn kelainan lain.
•Migraine Dengan Aura
Terdiri dari aural visual yang muncul secara gradual yang mendahului nyeri kepala dan
berlangsung sekitar 15 – 30 menit. Gangguan visual dapat berupa scotoma yang bersintilasi,
bergerak, atau dapat juga gangguan dilapang penglihatan seperti garis, spectra fortifikasi (garis
bergerigi) atau distorsi penglihatan yang muncul di sebagian atau seluruh lapang pandang.
Gejala nonvisual, yang tidak berkaitan dengan penglihatan, dapat berlangsung singkat,
seperti hemiparesis, yang dapat juga mendahului nyeri kepala sebagai aura.
Kriteria Diagnosis :
A.sekurang-kurangnya terdapat 2 serangan seperti kriteria B – D.
B.Adanya aura paling sedikit satu dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik.
- Gangguan visual reversibel seperti : Positif (cahaya berkedi-kedip, bintik-bintik atau
garis). Negatif (hilang penglihatan).
- Gangguan sensoris reversibel termasuk positif (nyeri) / negatif (hilang rasa).
- Gangguan bicara disfasia yg reversibel sempurna
C.Paling sedikit 2 dibawah ini.
- Gejala visual homonim dan/ gejala sensoris unilateral.
18
- Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 mnt dan / jenis aura lainnya ≥ 5
menit.
- Masing – masing gejala berlangsung 5 – 60 menit
D.Nyeri kepala memenuhi kriteria migraine tanpa aura
E.Tidak berkaitan dengan kelainan lain
Patofisiologi Migraine
Teori vaskular
Menurut teori atau hipotesis vascular aura disebabkan oleh vasokontriksi intraserebral
diikuti dengan vasodilatasi ekstrakranial. Aura merupakan manifestasi penyebaran depresi,
suatu peristiwa neuronal yang di karakteristik oleh gelombang penghambatan yang
menyebabkan turunnya aliran darah otak sampai 25-35%. Nyeri diakibatkan oleh aktivitas
trigeminal yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktif →vasodilatasi plasma protein
ekstravasation dan nyeri. Aktivitas di dalam trigeminal di regulasi oleh saraf noreadrenergik dan
serotonergik. Resptor 5HT, terutama 5HT1 dan 5HT2→ ikut terlibat dalam patofisiologi
migren.4,8
Peningkatan kadar 5HT menyebabkan vasokonstriksi → menurunkan aliran darah cranial
→ terjadi iskemia → aura. Iskemi selanjutnya akan berkurang dan diikuti oleh periode
vaodilatasi serebral, neurogenic inflamasi dan nyeri.
Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan
CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan
vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah
peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin,
adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari
kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer,
sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan
19
ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan
pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah
hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator
poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2.
Pada prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami
hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui
dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan
penderita migraine menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan
para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering
terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat
episode migraine. Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak
stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen
secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan.
Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression
(CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan
kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan
pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi.
Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat
dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.4,8
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus,
memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin
merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang
teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa
neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan,
terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih
hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD,
20
migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian
rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini
bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian
antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migraine dengan efektif.
Manifestasi klinis
Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:3
Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan
memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,
sulit/malas berbicara.
Fase II Aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien
untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari
periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada
wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali dengan
perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan autoregulasi
lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.
Fase III sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihubungkan
dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu
hari atau beberapa hari.
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan
ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
21
Diagnosa Migraine
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda–tanda khas
migraine. Kriteria diagnostic IHS untuk migraine dengan aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migraine dengan satu atau lebih
aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa disfungsi
batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur lebih dari 4
menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4) sakit kepala mengikuti aura dalam
interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. 1,3,10
Kriteria diagnostik IHS untuk migraine tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat
paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut : (a)
berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi
berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4) diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual
muntah, fotofobia dan fonofobia.
Diferensial diagnosa Migraine
Diferensial diagnosa migraine adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri,
glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis
nodosa, dan cluster headache.
Pemeriksaan Penunjang Migraine
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT
scan dan MRI) dan punksi lumbal
Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural,
metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu,
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat
memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.
Pencitraan
22
CT scan dan MRI dapat dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama
kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit
kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan
neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral
selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.
Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala
yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat,
progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan
atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan
tekanan intracranial.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Terapi Abortif
1.Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan
dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12
mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–receptor agonists. Golongan obat ini
ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan
adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi dari
arteri yang berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal.
Terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor
5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-
HT1F. Namun, aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan mekanisme utama dari efek terapeutik
golongan triptan.
Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura
Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang
sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.
23
2.Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan
berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis
maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray.
Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa. Tidak
ditujukan untuk terapi profilaksjis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau basilar.
Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi
serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan
manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang
setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut kering,
dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.
Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark
miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.
3.Eletriptan
Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D dan 5-HT1F.
Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi yang
berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1 pada
ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory
neuropeptida.
Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.
Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian
sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut
kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.
24
Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya
serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas.
Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah
yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang
pengobatan, efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang
berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan
respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan:
a.Beta-blocker:
- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara
gradual menjadi 240 mg/hari.
- atenolol 40-160 mgg/hari
- timolol 20-40 mg/hari
- metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
- verapamil 320-480 mg/hari
- nifedipin 90-360 mg/hari
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migraine.
d. Antikonvulsan:
- asam valproat 250 mg 3-4x1
- topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk
mencegah serangan migraine.
Terapi non-medikamentosa
Terapi abortif
25
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada
saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga
akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti
kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat
stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip,
perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor
pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga
secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa
ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis,
basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.
Komplikasi Migraine
Komplikasi migraine adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat–obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dan lainnya yang berlebihan.
Pencegahan Migraine
Pencegahan migraine adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi
hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi
makanan (seperti keju, coklat, alkohol), makan teratur, dan menghindari stress.1,10,11
CLUSTER HEADACHE
26
Nyeri kepala atau muka unilateral yang hebat selama 15 menit-3 jam yang disertai
injeksi konjungtiva, lakrimasi, penyumbatan hidung ipsilateral beberapa kali dalam sehari dalam
kurun waktu beberapa minggu hingga bulan. Pada sebagian penderita menimbulkan nyeri
tekan di daerah dasar tengkorak dan leher ipsilateral. 6,11
Bentuk-bentuk Cluster Headache
Tipe episodik, paling sering (80%): 1-3 serangan singkat periorbital seharinya selama 2-12
minggu diikuti masa bebas serangan selama 3 bulan - 3 tahun.
Tipe kronik (20%) : tidak ada remisi selama lebih dari 1 tahun atau remisi singkat kurang
dari 14 hari (NKK tipe primer), sedangkan yang berkembang dari tipe episodik disebut
sebagai NKK tipe sekunder.
Manifestasi klinis Cluster Headache
Nyeri timbul mendadak, eksplosif dan unilateral (mencapai puncak dalam 10-15 menit
dan berlangsung hingga 2 jam) berupa nyeri seperti dibor disekitar dan belakang mata, seperti
biji mata mau keluar, nyeri seperti dibakar, menetap tak berdenyut, tanpa disertai gejala aura,
frekuensi 4-6 serangan dalam sehari. Nyeri menjalar ke daerah supraorbita, pelipis, maksila dan
gusi atas (daerah divisi 1 dan 2 nervus trigeminus). Sering ditemukan nyeri tumpul yang
ditemukan menetap di mata, pelipis rahang atas di luar serangan. Serangan sering terjadi tepat
setelah tertidur dan gangguan pernafasan waktu tidur dapat mencetuskan serangan.6,11
Gejala penyerta Cluster Headache
- Gejala otonom: penyumbatan hidung ipsilateral, pembengkakan jaringan lunak, dahi
berkeringat, lakrimasi, mata merah (injeksi konjungtiva) akibat aktivitas berlebihan
parasimpatis.
- Paralisis parsial simpatis sindroma Horner ringan (ptosis, miosis, anhidrosis),
bradikardia, muka merah atau pucat, nyeri di muka dan daerah arteri karotis ipsilateral.
- Gejala migren : ggn gastrointestinal, fotofobia dan fonofobia ( tdk sebanyak migren)
27
- Perubahan perilaku selama serangan berupa kegelisahan : berlari-lari atau duduk dalam
posisi tertentu dengan mata yang dikompres, berteriak kesakitan dan kadang-kadang
ada upaya untuk bunuh diri.
- Gejala neurologik : hiperalgesia pada muka dan kepala
Faktor pencetus
Vasodilator (nitrogloserin), histamine, menghirup asap, stress, panas (perubahan cuaca),
terlambat makan, tidur hingga siang, trauma, riwayat operasi di kepala.
Penatalaksanaan cluster headache
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan
terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan serangan.
Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan
pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan
pengobatan yang bersifat merugikan.6
1. Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan
obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache,
biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat
keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada
serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.12
Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit sangat
efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.
Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg
intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua
puluh empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral
pada cluster headache.
28
Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut cluster
headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat
menggunakan cara tersebut.
Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan akut cluster
headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan
beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang
dapat diulang setekah 15 menit.12
2. Profilaksis
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya
serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau jangka
panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan dengan
aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama,
walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral
atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.12
Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan
dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih
tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk indikasi
kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari,
dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG
dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah dosis berubah. Dosis
ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar
960 mg perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia
ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan giginya).
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari
yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan
perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan dapat
digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.
Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek
sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis lithium
29
sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa dalam
minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar serum sebesar 0,4 sampai
0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur,
bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama
dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat mengakibatkan kadar
lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi
renal harus dipantau pada pasien yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama.
Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium
dan sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama dengan
indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.
Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya
adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada
migraine.
Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang digunakan
adalah 9 mg perhari. 12
Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan
methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah, dan tidak
boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi fibrosis.
Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.
Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke dalam
area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan mengakibatkan
perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu pada serangan yang
singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada
cluster headache kronis.
Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi oleh
stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus
oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi
ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.12
30
CEPHALGIA SEKUNDER
Cephalgia sekunder terdiri dari nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan
leher, nyeri kepala akibat kelainan vaskuler cranial atau servikal, nyeri kepala akibat kelainan
non vascular intracranial, nyeri kepala yang berkaitan dengan zat maupun withrawalnya, nyeri
kepala akibat infeksi, nyeri kepala yang dikarenakan kelainan hemostasis, nyeri kepala yang
berkaitan dengan kelainan cranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau
struktur fasial atau cranial lainnya, nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatri.1,3,7
Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit
tertentu (underlying disease). Pada kelompok ini sakit kepala merupakan tanda dari berbagai
penyakit.
Kriteria diagnosis nyeri kepala sekunder menurut IHS adalah 6:
A). Nyeri kepala dengan satu atau lebih memenuhi criteria C dan D
B). Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui sebelumnya
C). Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain
D). Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan (lebih singkat dari
kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau remisi spontan dari penyakit
penyebabnya.
Beberapa nyeri kepala sekunder yang sering terjadi adalah:
1) Nyeri kepala karena sakit gigi
Keluhan sakit gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit gigi, sehingga
kelainan atau penyakit gigi perlu dicari dan ditangani oleh dokter gigi.
2) Nyeri kepala pada sinusitis
Nyeri kepala ringan hingga hebat dirasakan di daerah muka, pipi, atau dahi, biasanya
juga disertai keluhan THT (Telinga hidung tenggorokan) misal berdahak, hidung
mampet, hidung meler, dan sebagainya.
3) Nyeri kepala pada kelainan mata
31
Kelainan pada mata seperti iritis, glaucoma, dan papilitis dapat menimbulkan nyeri
sedang hingga berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak merah disertai dengan
gangguan penglihatan.
4) Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi
Penderita tekanan darah tinggi dapat mengeluhkan nyeri kepala. Minum obat sakit
kepala saja tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena tekanan darah
tinggi merupakan ancaman terjadinya kerusakan organ-organ seperti ginjal, otak,
jantung, dan pembuluh darah.
5) Nyeri kepala akibat putus zat (withdrawal headache)
Nyeri kepala dapat terjadi akibat terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat sakit
kepala, kemudian ketika putus obat malah menimbulkan nyeri kepala.
TRIGEMINAL NEURALGIA
Trigeminal neuralgia (TN), juga dikenal sebagai tic douloureux, adalah sindrom nyeri
umum dan berpotensi melumpuhkan, patofisiologi tepat yang tetap tidak jelas. Kondisi ini telah
dikenal untuk mendorong pasien dengan neuralgia trigeminal ke jurang bunuh diri. Meskipun
temuan pemeriksaan neurologis normal pada pasien dengan berbagai idiopatik, jenis yang
paling umum dari neuralgia nyeri wajah, sejarah klinis yang khas. Trigeminal neuralgia ditandai
dengan nyeri unilateral mengikuti distribusi sensorik dari saraf kranial V-biasanya menjalar ke
rahang atas (V2) atau mandibula (V3) daerah di 35% dari pasien yang terkena dampak (lihat
gambar di bawah)-sering disertai dengan kejang wajah singkat atau tic. Keterlibatan terisolasi
divisi oftalmik jauh kurang umum (2,8%). 13,14
Biasanya, respon awal terhadap terapi carbamazepine adalah diagnostik dan sukses.
Meskipun mendapatkan bantuan ini awal memuaskan dengan obat, pasien mungkin mengalami
nyeri terobosan yang membutuhkan obat tambahan dan, pada beberapa pasien, satu atau lebih
dari berbagai intervensi bedah. 12,13
Saraf trigeminal adalah yang terbesar dari semua saraf kranial. Ini keluar lateral pada
tingkat pertengahan pons dan memiliki 2 divisi-akar motor yang lebih kecil (porsi kecil) dan akar
sensorik yang lebih besar (sebagian besar). Akar motorik memasok temporalis, pterygoideus,
32
tensor timpani, tensor palati, mylohyoid, dan perut anterior digastric tersebut. Akar motor juga
mengandung serat saraf sensorik yang terutama memediasi sensasi rasa sakit.
Ganglion gasserian terletak di fosa trigeminus (Meckel) dari tulang petrosa di fosa
kranial tengah. Ini berisi orde pertama umum serat sensorik somatik yang membawa rasa sakit,
suhu, dan sentuhan. Proses perifer neuron dalam bentuk ganglion 3 divisi saraf trigeminal
(yaitu, mata, rahang atas, dan bawah). Keluar Divisi oftalmik tempurung kepala melalui fisura
orbital superior, keluar divisi maksila dan mandibula foramen rotundum melalui dan foramen
ovale, masing-masing. Serat aferen proprioseptif perjalanan dengan akar eferen dan aferen.
Mereka adalah proses perifer dari neuron unipolar terletak di pusat inti mesensefalik dari saraf
trigeminal.
Karena patofisiologi yang tepat masih kontroversial, etiologi trigeminal neuralgia (TN)
dapat pusat, perifer, atau keduanya. Saraf trigeminal (saraf kranial V) bisa menyebabkan nyeri,
karena fungsi utama adalah sensorik. Biasanya, tidak ada lesi struktural hadir (85%), meskipun
banyak peneliti setuju bahwa kompresi pembuluh darah, biasanya vena atau loop arteri di pintu
masuk ke saraf trigeminal pons, sangat penting untuk patogenesis berbagai idiopatik. Ini hasil
kompresi dalam demielinasi saraf trigeminal fokus. Etiologi idiopatik diberi label secara default
dan kemudiandikategorikan sebagai trigeminal neuralgia klasik.
Meskipun pengelompokan keluarga dipertanyakan ada, trigeminal neuralgia (TN) yang
paling mungkin adalah multifaktorial. Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal adalah idiopatik,
namun kompresi akar trigeminal oleh tumor atau anomali vaskuler dapat menyebabkan rasa
sakit serupa, seperti yang dibahas dalam Patofisiologi. Dalam satu studi, 64% dari kapal
mengompresi diidentifikasi sebagai arteri, paling sering serebelum superior (81%) vena
kompresi diidentifikasi pada 36% kasus.
Neuralgia trigeminal dibagi menjadi 2 kategori, klasik dan gejala. Bentuk klasik, dianggap
idiopatik, sebenarnya termasuk kasus-kasus yang disebabkan oleh arteri yang normal hadir
dalam kontak dengan syaraf, seperti arteri serebelum superior atau bahkan arteri trigeminal
primitif.
Bentuk gejala dapat mempunyai beberapa. Aneurisma, tumor, peradangan meningeal
kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi akar saraf trigeminal sepanjang pons menyebabkan
33
gejala neuralgia trigeminal. Kursus vaskular yang abnormal dari arteri serebelum superior sering
disebut sebagai penyebabnya. Jarang, daerah demielinasi dari multiple sclerosis mungkin
tergesa-gesa (lihat gambar berikut), lesi pada pons di zona akar masuknya serat trigeminus
telah dibuktikan. Lesi ini dapat menyebabkan sindrom nyeri yang sama seperti pada trigeminal
neuralgia. Mikroskopis demonstrasi demielinasi dalam demonstrasi primMicroscopic dari
demielinasi dalam trigeminal neuralgia primer. Sebuah akson berbelit-belit ini dikelilingi oleh
mielin abnormal terputus-putus. (Mikroskop elektron; 3300 ×). 12,13
Epidemiologi TN
Pada tahun 1968, Penman melaporkan prevalensi AS trigeminal neuralgia (TN) sebagai
kira-kira 107 pria dan 200 wanita per 1 juta orang Pada tahun 1993, Mauskop mencatat sekitar
40.000 pasien memiliki kondisi ini pada waktu tertentu. dengan kejadian 4-5 kasus per 100.000.
Perkiraan terbaru menunjukkan prevalensi sekitar 1,5 kasus per 10.000 penduduk, dengan
kejadian sekitar 15.000 kasus per tahun.
Rushton dan Olafson melaporkan bahwa sekitar 1% dari pasien dengan multiple
sclerosis (MS) mengembangkan trigeminal neuralgia, bahwa Jensen dkk mencatat bahwa 2%
dari pasien dengan neuralgia trigeminal memiliki multiple sclerosis Pasien dengan kedua
kondisi. Sering memiliki bilateral trigeminal neuralgia.
Tidak ada kecenderungan geografis atau perbedaan rasial telah ditemukan untuk
neuralgia trigeminal. Namun, perempuan yang terkena sampai dua kali sesering laki-laki
(kisaran, 3:02-2:01). Selain itu, dalam 90% pasien, penyakit dimulai setelah usia 40 tahun,
dengan onset khas 60-70 tahun (usia pertengahan dan kemudian). Pasien yang hadir dengan
penyakit ketika berusia 20-40 tahun lebih mungkin untuk menderita lesi demielinasi di pons
sekunder multiple sclerosis; pasien yang lebih muda juga cenderung memiliki gejala neuralgia
trigeminal atau sekunder. Ada juga laporan sesekali kasus pediatrik neuralgia trigeminal. Faktor
risiko lain untuk sindrom ini adalah hipertensi. 12,13
34
Penatalaksanaan
Medika mentosa
Carbamazepinetetapmerupakan kriteria standard, tetapi sejumlah obat lain telah
digunakan untuk waktu yang lamadandengan sukses adil dalam trigeminal neuralgia(TN). Agen
iniharus dipertimbangkan berturut-turut dalam kasus perlawanan. Jarang, terapi kombinasi
dapat diberikan, tetapi harus tetap luar biasa karena alasan toleransi dan karena efek sinergis
jarang terjadi Jangka waktu pengobatan. Tergantung pada evolusi klinis tetapi biasanya jangka
panjang, sering bertahun-tahun berlangsung. Analgesik topikal telah gagal pada pasien dengan
manifestasi ophthalmologic neuralgia trigeminal. 12,13
Komplikasi TN
Komplikasi utama dalam neuralgia trigeminal adalah efek samping dan toksisitas yang
berpengalaman secara rutin dengan penggunaan jangka panjang agen antikonvulsan.
Komplikasi lain adalah kemanjuran berkurang selama beberapa tahun obat ini pada neuralgia
mengendalikan, yang memerlukan penambahan antikonvulsan kedua, yang dapat
menyebabkan lebih terkait obat reaksi yang merugikan.
Standar perawatan harus diterapkan untuk prosedur invasif, yang paling tunduk pada
klaim potensial. Perkutan bedah saraf prosedur dan prosedur dekompresi mikrovaskuler
menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang. Risiko perioperatif juga ada. Lihat Neuralgia
Trigeminal Bedah. Selain itu, pasien mungkin harus menunggu selama beberapa minggu atau
bulan setelah operasi untuk bantuan, dan beberapa menemukan kelegaan hanya untuk 1-2
tahun dan kemudian harus mempertimbangkan pilihan operasi kedua.
Beberapa pasien secara permanen kehilangan sensasi atas sebagian dari wajah atau
mulut. Kadang-kadang, pasien mungkin menderita kelemahan rahang dan / atau anestesi
kornea. Ulserasi kornea dapat hasil karena gangguan trofik dari deafferentation saraf. Setelah
setiap perawatan invasif, reaktivasi dari infeksi herpes simpleks tidak jarang. Komplikasi
anestesi dolorosa terburuk adalah, suatu dysesthesia wajah keras, yang mungkin lebih
melumpuhkan daripada trigeminal neuralgia asli. Dysesthesia ini dapat disebabkan oleh
prosedur dan, kadang-kadang, operasi. 12,13
35
Pencegahan
Tidak ada terapi pencegahan yang spesifik. Pasien mungkin memiliki rasa sakit selama
berbulan-bulan atipikal pertanda, karena itu, pemahaman yang tepat terhadap sindrom ini
neuralgia trigeminal pra-dapat mengakibatkan pengobatan dini dan lebih efisien. Pasien harus
menghindari manuver yang memicu nyeri. Setelah diagnosis ditegakkan, menasihati mereka
bahwa ekstraksi gigi tidak mampu lega, memancarkan sakit bahkan jika ke dalam gusi. Pada
pasien yang ingin menjalani prosedur, mereka harus menyadari potensi efek samping, serta
melaporkan setiap sensasi diubah di wajah, terutama setelah prosedur. Mereka harus
diberitahu tentang potensi untuk dolorosa anestesi.12,13
Tabel 3. Diagnosis Banding Cephalgia
Cephalgia Sifat Lokasi Lama nyeri
Intensitas & Frekuensi nyeri Gejala ikutan
Migren tanpa aura
Berdenyut Unilateral 4-72 jam Sedang-berat
<5 serangan nyeri
Diperberat aktivitas
Mual muntah, fotofobia,fonofobia
Migren dengan aura
Berdenyut Unilateral 4-72 jam Sedang-berat
Minimal 2x serangan didahului gejala neurologi fokal 5-20 menit
Diperberat aktivitas
Gangguan neurologi: visual, sensorik, bicara
Cluster Headache
Tajam, menusuk
Unilateral orbita, supraorbital
15-180 menit
Berat
1x tiap 2 hari – 8x perhari
Lakrimasi ipsilateral., rhinorrhea ipsilateral, miosis/ptosis ipsilateral ,dahi & wajah berkeringat ipsilateral
36
Tension Type Headache (TTH)
Tumpul, tekan diikat
Bilateral 30 menit -7 hari
Ringan-sedang
Terus menerus
Tidak diperberat aktivitas
Depresi, ansietas, stress
Neuralgia trigeminus
Ditusuk-tusuk, seperti tersengat listrik
Unilateral, jarang bilateral
Beberapa detik-2 menit
Ringan-sedang
Beberapa kali sehari
Spasme otot pada sisi wajah yang terkena (Dermatom saraf V)
sekunder Berdenyut tergantung lokasi
> 3 bulan
Tergantung derajat penyakit dasar
Gejala penyakit dasar
Penutup
Cephalgia terdapat pembagiannya, yaitu berdasarkan ada tidaknya gangguan organik
(primer dan sekunder), berdasarkan lokasi nyeri kepala, dan berdasarkan perjalanan waktunya.
Pengobatan yang dapat diberikan berupa medika mentosa dengan obat-obatan dan non
medika mentosa dengan fisioterapi dan sebagainya.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:
Churchill Livingstone.2004.66-72.ISH Classification ICHD II ( International Classification of
Headache Disorders) available at: http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-
IIR1final.doc.
2. Stephen D. Silberstein, Wolff’s headache and Other Headache. London : Oxford Universiy
Press 2001.
3. Lumbantobing SM. Nyeri kepala, nyeri punggung bawah, nyeri kuduk. Jakarta : Balai
penerbit FKUI. 2008.
4. Srivasta s. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview.
5. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4 – 6 Juli 2008.
6. Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.2001;115-
119.Siebernagl, Stefan dan Florian Lang.Pain.Color Atlas of Pathophysiology.New York :
Thieme,2000.h.320-1.
7. Aru W.sudoyo, Bambang Setyohadi, dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV.Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.h.934-6.
8. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
9. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw Hill. 2007.
10. Maria Piane, et al. 2007. Genetics of Migraine and pharmacogenomics: some consideration.
URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2779399.
11. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department of
Neurology University of California. San Francisco. Diunduh dari : www Dawn C. Buse, PhD,
Marcia F. T. Rupnow, PhD, and Richard B. Lipton, MD. 2009. Assesing And Managing All
Aspect of Migraine. URL:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC2676125.
12. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache and Neurology. available at http://www.medscape.com.
13. Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head Ache.London : Oxford University
Press.2001.
38
14. Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J.Aminoff.Headaches and facial pain.Clinical
Neurology. United states of Amerika : Lange,2009.p.69-93.
39