BAB I PENDAHULUAN Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara maju, prevalensi dan angka rawat inap dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki (52,86%). 1,2 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara
maju, prevalensi dan angka rawat inap dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial
dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan
dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner
namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-
15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan
berkisar 3-8%. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005) di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma
adalah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih
banyak dari pada laki-laki (52,86%).1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang
menyebabkan terjadinya peningkatan respon saluran nafas dan menimbulkan gejala
1
episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama
malam hari dan atau dini hari dan seringkali bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan.3
2.2 Etiologi
Perkembangan asma dan alergi dipengaruhi oleh genetik. Sampai saat ini 8
genom dan 100 gen sudah ditemukan yang berhubungan dengan perkembangan alergi
dan asma. Hasil meta-analisis seluruh sampel keturunan orang-orang Eropa, adanya
hubungan antara asma dengan nukleotida polymorphic tunggal pada lokus 17q21 dan
lokus 1q13. Lokus ini mengekspresikan Natural Killer Cell (NK sel) dan dendritic
cell yang dapat berinteraksi dengan reseptor Tumor Necrosis Factor α (TNF α) dan
nukleotida polymorphic tunggal yang berhubungan dengan penyakit asma.4
2.3 Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, dan lain
sebagainya.4
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrien, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap bermacam-
macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.4,5
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
2
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan:4
Otot polos menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut.
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan.
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas.
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas
yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.4,5
Gambar 1. Patofisiologi Asma5
3
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat
dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate
(PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara
saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara
yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer
maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan
derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena
ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru
yang membesar dan diafragma yang mendatar.4
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host)
dan faktor lingkungan.3
A. Faktor pejamu:
1. Predisposisi genetik
2. Alergik (atopi)
3. Hiperesponsif jalan napas
4. Jenis kelamin
5. Ras/etnik
B. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
1. Alergen di dalam ruangan mite domestik, alergen binatang, alergen
kecoa, jamur (fungi, mold, yeasts)
2. Alergen di luar ruangan tepung sari bunga, jamur (fungi, mold, yeasts)
3. Bahan lingkungan kerja
4. Asap rokok perokok aktif dan perokok pasif
4
5. Polusi udara polusi udara di luar dan di dalam ruangan
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Diet dan obat
9. Obesitas
C. Faktor lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
Variability, menilai variasi diurnal APE harian selama 1-2 minggu.
c. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala
asma dan faal aparu normal. Uji ini mempunyai sensitivitas yang tinggi
tetapi spesifisitasnya rendah. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit
lain seperti rinitis alergika, PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik.
d. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu
untuk mengetahui faktor pencetus.
e. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain.
Pada serangan asma ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
f. Darah
Pada asma, eosinofil total akan meningkat di dalam darah.
g. Analisa Gas Darah
Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada pasien asma yang sangat
berat dan ditemukan hiperkapnia dengan PaCO2 > 45 mmHg, hipoksemia,
dan asidosis respiratorik.
11
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien asma, yaitu:
Dewasa:
Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Disfungsi laring
Obstruksi mekanis (misalnya tumor laring atau benda asing)
Emboli paru
Anak:
Benda asing saluran napas
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan asma adalah sebagai berikut:3,6
Menghilangkan dan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversible
Mencegah kematian karena asma
12
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol apabila:
Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam]
Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
Kebutuhan bronkodilator minimal (idealnya tidak diperlukan)
Variasi harian APE < 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal (tidak ada)
Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen:
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan menilai faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Penatalaksaan asma bronkial terdiri dari non farmakologi dan farmakologi.
Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari:
1. Edukasi
2. Menghindari faktor pencetus
Penatalaksanaan Farmakologi
13
Obat asma pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu obat pelega dan obat
pengontrol. Obat pelega digunakan pada saat serangan asma, sedangkan obat
pengontrol digunakan untuk mencegah serangan asma.
1. Pengontrol (Antiinflamasi)
Kortikosteroid inhalasi
Merupakan pilihan bagi asma serangan ringan sampai berat dan
merupakan medikasi jangka panjang paling efektif untuk mengontrol
asma.
Kortikosteroid sistemik
Diberikan melalui oral atau parenteral. Biasanya dipakai sebagai
pengontrol asma persisten berat setiap hari atau selang sehari. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian steroid oral:
Prednison, prednisolon, atau metilprednisolon dapat digunakan
karena mempuyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh
yang pendek, dan efek striae pada otot minimal
Digunakan dalam bentuk oral, bukan parenteral
Digunakan selang sehari atau sekali sehari pagi hari
Kromalin
Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Kromalin
merupakan antiinflamasi nonsteroid yang menghambat pelepasan
mediator dari sel mast yang diperantarai IgE.
Metilsantin
Obat ini dapat dikombinasikan dengan β2 agonis kerja singkat dan
merupakan bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
β2 agonis kerja lama
Salmaterol dan formaterol termasuk di dalam β2 agonis kerja lama
inhalasi yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pemberian
14
inhalasi pada preparat ini menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik
dibandingkan dengan preparat oral.
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma relatif baru dengan pemberian secara oral.
Leukotriene dapat juga bersifat bronkodilator, mempunyai efek
antiinflamasi, dan dapat menurunkan kebutuhan dosis kortikosteroid
inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat.
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial8
15
2. Pelega (Bronkodilator)
β2 agonis kerja singkat
Obat yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,
fenoterol, dan prokaterol, mempunyai waktu kerja yang cepat.
Formaterol mempunyai onset yang cepat dan durasi lama. Pemberian ini
dapat secara inhalasi atau oral. Obat ini merupakan terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-
induced asthma.
Kortikosteroid sistemik
Dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Obat ini biasanya
digunakan pad asma persisten berat setiap hari atau selang sehari.
16
Metilsantin
Antikolinergik
Mekanisme kerja antikolinergik memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan napas. Pemberiannya secara inhalasi.
Efeknya lama, membutuhkan 30-60 menit untuki mencapai efek
maksimum.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat
apabila tidak tersedia β2 agonis.
Tabel 2. Obat-obat bronkodilator pada asma bronkial8
17
Algoritma penatalaksanaan serangan asma di Rumah Sakit3
18
β2 agonis β2 agonis
BAB III
19
Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi.
Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa
Pengobatan awal Oksigenasi dengan nasal kanul Inhalasi β2 agonis kerja singkat (nebulisasi) setiap 20 menit dalam 1 jam atau β2 agonis injeksi
(Terbutalin 0,5 ml SK atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK) Kortikostreroid sistemik:
- Serangan asma berat- Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkoldilator- Dalam kortikosteroid oral
Penilaian ulang setelah 1 jamPem. Fisik, saturasi O2, dan pem. Lain atas indikai
Respons baik- Respons baik dan stabil dalam
60 menit- Pem. Fisik normal- APE > 70%/prediksi nilai terbaik- Saturasi O2 > 90% (95% pada
anak)
Respons tidak sempurna- Risiko tinggi distres- Pem. Fisik: gelaja ringan-
sedang- APE > 50% tetapi < 70%- Saturasi O2 tidak ada
perbaikan
Respons buruk dalam 1 jam- Risiko tinggi distress- Pem fisik: berat, gelisah, dan
kesadaran menurun- APE <30%- PaCO2 >45%- PaO2 <60%