LAPORAN KASUS HIPERTENSI PUSKESMAS PANDANARAN PERIODE 13 AGUSTUS – 25 AGUSTUS 2012 Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang .. Disusun oleh: Kallida Nariswari (01.207.5506) Diana Hayati (01.208.5631) Emy Novita Sari (01.208.5645) Nailil Khilmah (01.208.5728) Radya Agri Pratyaksa (01.208.5751) FAKULTAS KEDOKTERAN 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS HIPERTENSIPUSKESMAS PANDANARAN
PERIODE 13 AGUSTUS – 25 AGUSTUS 2012
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
..
Disusun oleh:
Kallida Nariswari (01.207.5506)
Diana Hayati (01.208.5631)
Emy Novita Sari (01.208.5645)
Nailil Khilmah (01.208.5728)
Radya Agri Pratyaksa (01.208.5751)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Puskesmas Pandanaran 13 Agustus – 25 Agustus 2012
Telah Disahkan
Semarang, Agustus 2012
Mengetahui
Kepala Puskesmas Pandanaran Kepala Departemen IKM
dr. Antonia Sadniningtyas Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah
memberikan rahmat karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Hipertensi ” di Puskesmas Pandanaran.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus Hipertensi di
Puskesmas Pandanaran, Kota Semarang.
Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya
kepada yang terhormat :
1. Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH, kepala departemen IKM FK
Unissula Semarang
2. dr. Ophi Indria Desanti, Koordinator Pendidikan IKM FK Unissula
Semarang
3. dr. Antonia Sadniningtyas, M.Kes, Kepala Puskesmas Pandanaran
Semarang
4. dr. Djoko Sulistiono selaku pebimbing di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang.
5. Seluruh Staf Puskesmas Pandanaran Semarang
6. Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari
kata sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini
agar lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus Hipertensi di Puskesmas
Pandanaran Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Agustus 2012
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan
kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunankesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan
kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang
meliputi pelayanan kesehatan perorang (private goods) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public goods). Puskesmas melakukan kegiatan-
kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha
pembangunan kesehatan.Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi
dua yaitu upaya kesehatan wajib (meliputi promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi
masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengobatan)
dan upaya kesehatan pengembangan yaitu : Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),
Kesehatan Gigi dan Mulut, Laboratorium Sederhana, Kesehatan Usia Lanjut,
dan lain-lain. Menurut data dari puskesmas pandanaran semarang pada tahun
2011 sejumlah 3612 merupakan penderita hipertensi dengan rentang usia dari
45 tahun - 65 tahun. Data jumlah penderita hipertensi dari bulan januari -
mei tahun 2012 sebesar 237 penderita.
Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%)
penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan
4
meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita
hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada
di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di
daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%, tetapi data secara nasional
belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak
terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari
kondisi penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit
jantung, otak, syaraf, kerusakan hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya
yang tidak sedikit (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007). Menurut hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas, 2007) yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
bahwa penyebab kematian tertinggi adalah PTM, yaitu penyakit
kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%).
Menurut data sosio demografi yang diperoleh dari profik kesehatan
Indonesia menunjukkan prevalensi hipertensi di pulau Jawa sebesar 41,9%
dari jumlah keseluruhan penduduk di pulau Jawa. Dengan kisaran masing-
masing provinsi 36,6 %-47,7 %. Prevalensi hipertensi di kota Semarang tahun
2009, terjadi sebanyak 2063 kasus (12,85%).Penyakit hipertensi menempati
urutan kedua pada grafik sepuluh besar penyakit di Puskesmas Pandanaran
pada tahun 2010. Pada bulan Januari 2011 jumlah kasus hipertensi di
Puskesmas Pandanaran sebanyak 327 kasus, bulan Februari sebanyak 355
kasus, bukan Maret sebanyak 304 kasus, bulan April sebanyak 346 kasus,
bulan Mei sebanyak 195 kasus, bulan Juni sebanyak 270 kasus, bulan Juli
sebanyak 291 kasus dan bulan Agustus sebanyak 249 kasus. Oleh karena itu,
5
upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas (Lubis,
2001).
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor –
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit hipertensi berdasarkan
pendekatan H.L. Blum.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penemuan penyakit Hipertensi dari aspek lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan kependudukan
1.2.2. Tujuan khusus
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan
yang mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang
mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk melakukan proses tindak lanjut pada pasien hipertensi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir
konstan pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi,
dimana tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa
darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik
dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan
diastolik ≥ 90 ( Gunawan, 2001)
2.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
NormalPrahipertensi
Hipertensi derajat 1Hipertensi derajat 2
< 120120-139140-159
≥ 160
< 8080-8990-99≥ 100
TDS = tekanan darah sistol, TDD = tekanan darah diastol (Lubis, 2001).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yakni :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer : yang tidak diketahui
penyebabnya (Selekta, 1999)
Klasifikasi
7
- Hipertensi Benigna : hipertensi esensial yang bersifat progresif
lambat (Sylvia, 2005).
- Hipertensi Maligna : keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang
bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan
kerusakan berat pada berbagai organ (Sylvia, 2005).
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal (Selekta, 1999).
2.3 Patogenesis Hipertensi
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang
berfungsi mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang.
Berdasarkan kecepatan reaksinya, dibedakan dalam sistem yang bereaksi
segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang
(Lubis, 2001).
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial
yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk sistem
kontrol yang bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka
waktu panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan
tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa
system pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai
oleh system yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh system yang
poten dan berlangsung dalam jangka waktu panjang (Lubis, 2001).
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan
tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas
8
simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan
tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh reflex autoregulasi. Yang
dimaksud efek autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah
jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer
(Lubis, 2001).
Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan
curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan
tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.
Peningkatan tahanan perifer terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama
sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh
karena itu, diduga terdapat faktor lain yang berpengaruh selain faktor
hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara pasti belum
diketahui faktor hormonal atau perubahan faktor anatomi yang terjadi pada
pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan
hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan structural pada pembuluh darah
dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertropi dinding sedangkan
pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel (Lubis, 2001).
Garam merupakan faktor yang sangat berpengaruh penting dalam
patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
9
garam antara 5-15 gram tiap hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15-20 % (Lubis, 2001).
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan
asupan garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga
tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien hipertensi
primer, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu, selain
adanya faktor lain yang berpengaruh. Makanan yang mengandung lemak
dan kolesterol dapat menimbulkan penumpukan plak dari timbunan
kolesterol LDL lubang pembuluh darah akan menyempit sehingga
kecepatan aliran darah semaki tinggi (Lubis, 2001).
Pada tahun 1966, Welborn dan kawan-kawan menunjukkan
peninggian kadar glukosa darah dan insulin pada pasien hipertensi yang
menjalani tes pembebanan. Studi pasien framingharm juga melaporkan
adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dan hipertensi (Lubis,
2001).
Intoleransi glukosa terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar
insulin dalam plasma yang disebut hiperinsulinisme. Keadaan ini
menunjukkan adanya gangguan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh
jaringan. Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme yang bekerja dalam
pengaturan tekanan darah pada keadaan hiperinsulinisme. Diantaranya
adalah pengaktifan saraf simpatis, peningkatan reabsorpsi natrium oleh
tubulus proksimal ginjal dan gangguan transport membrane sel yaitu terjadi
10
penurunan pengeluaran natrium dari dalam sel yang disebabkan oleh
kelainan pada sistem Na+K+ATPase dan Na+H+excharger. Gangguan
pengeluaran ion Na+ dan Ca+ dari dalam sel menyebabkan peninggian kadar
ion tersebut didalam sel, yang akan mengakibatkan peninggian sensitivitas
sel otot polos pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor seperti
norepineprin dan angiotensin sehingga terjadi peninggian kontraktilitas.
Sementara itu kadar ion H+ intrasel juga akan merendah dan keadaan
alkalosis intraselular ini akan meningkatkan sintesis protein, proliferasi sel
dan hipertropi pembuluh darah (Lubis, 2001).
Selain faktor yang telah disebutkan diatas faktor lingkungan seperti
stress psikososial, obesitas dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi primer. Hubungan antara stress dengan hipertensi
diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan
peninggian tekanan darah yang menetap (Lubis, 2001).
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah
akan memudahkan timbulnya hipertensi (Lubis, 2001).
Rokok dan alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi meskipun
mekanisme yang pasti pada menusia belum diketahui. Hubungan antara
11
rokok dengan peningkatan resiko kardiovaskular telah banyak dibuktikan.
Dari seluruh faktor tersebut diatas, faktor mana yang lebih berperan pada
timbulnya hipertensi tidak dapat diketehui dengan pasti. Sampai sekarang
masih tetap dianut pendapat bahwa hipertensi disebabkan oleh banyak
faktor (Lubis, 2001).
2.4 Komplikasi Hipertensi
Penyakit Jantung Hipertensi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaandarah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertrofiventrikel kiri untuk meningkatkan
kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dindingyang bertambah,
fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan
tetapikemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah
jantung. Jantung semakin terancam seiringparahnya aterosklerosis koroner.
Angina pectoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakitarterial koroner
yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah
akibatpenambahan massa miokard.
Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri
koronaria, bersamadengan diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan
dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah kedistal dapat
12
mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan
olehakumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang
di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi
ke miokardium.Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply
oksigen yang adekuat ke sel yangberakibat terjadinya penyakit arteri
koronaria.
Aorta disekans
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah
sehingga ada ruanganyang memungkinkan darah masuk. Pelebaran
pembuluh darah bisa timbul karena dindingpembuluh darah aorta terpisah
atau disebut aorta disekans. Ini dapat menimbulkan penyakitAneurisma,
dimana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke
pinggangbelakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi pelebaran pembuluh
darah aorta (pembuluh nadibesar yang membawa darah ke seluruh tubuh).
Aneurisma pada perut dan dada penyebabutamanya pengerasan dinding
pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis) dantekanan darah
tinggi memicu timbulnya aneurisma.
Gagal GinjalGagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversible dariberbagai penyebab, salah satunya pada bagian
yang menuju ke kardiovaskular.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena
penimbunan garam danair, atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA)
13
Hipertensi dipercepat dan maligna
Pasien hipertensi dipercepat mempunyai tekanan arteri diastolic yang
meningkat disertaidengan retinopati eksudatif. Pada hipertensi maligna,
progresif lebih lanjut; fundus optikusmenunjukkan papiledema. Hipertensi
maligna disertai penyakit parenkim ginjal yang parah(misal
glomerulonefritis kronik), maka proteinuria tidak berkurang.
Ensefalopati hipertensi
Ensafelopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan parah tekanan
arteri disertaidengan mual, muntah dan nyeri kepala yang berlanjut ke koma
dan disertai tanda klinik defisitneurologi. Jika kasus ini tidak diterapi secara
dini, syndrome ini akan berlanjut menjadi stroke, ensefalopati menahun, atau
hipertensi maligna. Kemudian sifat reversibilitas jauh lebih lambatdan jauh
lebih meragukan
2.5 Faktor Risiko
Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain
adalah (Yogiantoro, 2006) :
a. Perilaku
- Merokok dan alcohol
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap perhari. Otak bereaksi terhadap nikotin
dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
14
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan yang lebih tinggi. Menurut Ali Khomsan konsumsi
alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 %
kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam
menaikkan tekanan darah.
- Kurangnya aktivitas fisik (kurang olahraga)
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah
- Pola makan tidak sehat (makan makanan yang mengandung kadar
garam tinggi, kadar lemak tinggi)
b. Stress : Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress
berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
yang menetap.
c. Genetik
Menurut Nurkhalida (2003) yang dikutip dari Sugiharto (2007),
orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi
lebih sering menderita hipertensi. Faktor Keturunan dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko
15
terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko
hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang
akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps
(2006) yang dikutip dari Sugiharto (2007), hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.
d. Lingkungan
- Tinggal di daerah pesisir pantai dimana terdapat kandungan garam
yang tinggi didalam air
e. Pelayanan kesehatan
Lokasi serta akses pelayanan kesehatan susah dijangkau.
f.Obesitas
Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan
aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang
rendah. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab.
16
2.6 Tanda dan Gejala Klinis
a. Tanda
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda
pada hipertensi primer.
b. Gejala Klinis
Gejala yang timbul dapat berbeda-beda dan tergantung dari
tingginya tekanan darah. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan
tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada
organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Lubis,
2001).
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing dan migren dapat
ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak
jarang yang tanpa gejala. Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat
berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi yakni kepala
pusing, telinga berdenging, mimisan, sukar tidur, sesak nafas, rasa
berat ditengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang
merupakan gejala yang sering dijumpai (Lubis, 2001).
Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan
gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Gagal jantung dan
gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat atau
hipertensi maligna yang umumnya juga disertai oleh gangguan
17
fungsi ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral yang
disebabkan oleh hipertensi dapat berupa kejang atau gejala akibat
perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan,
gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Timbulnya gejala
tersebut merupakan tanda bahwa tekanan darah perlu segera
diturunkan (Lubis, 2001).
c. Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi disusun berdasarkan hasil dari anamnesa,
pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pemeriksaan tekanan darah dan
menentukan apakah sudah terjadi komplikasi pada organ target atau
belum yang akan membantu mengetahui apakah pasien mengalami
krisis hipertensi apa tidak yang akan mempengaruhi terapi serta
prognosis dan pemeriksaan penunjang yang akan membantu dalam
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi.
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesicular, suara tambahan
ronchi (-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak IV linea mid
claviculare kiri.
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela igaIV, linea mid
claviculare kiri, tidak kuat angkat, tidak melebar.pulsus
epigastrium (-),pulsus parasternal(-)
Perkusi :
Batas atas : Setinggi ICS II-IV linea
parasternalis kiri
Batas pinggang : Setinggi ICS II-V linea
parasternalis kiri
Batas kiri bawah : Setinggi ICS VI linea midclavicula
kiri
Batas kanan bawah : Setinggi ICS IV-VI linea sternalis
kanan.
Auskultasi : Suara jantung I dan II
reguler, bising (-).
Abdomen :
Inspeksi : Permukaan datar, venektasi tidak
ada, umbilical tidak menonjol
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/ lien
tidak teraba, ascites (-), tumor (-), ginjal
balotement (-).
Perkusi : Timpani, nyeri ketok sudut
costovertebra (-)
32
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, tidak ada
bising bruit
Ekstremitas : superior inferior
Akral dingin - / - - / -
Capillary refill <2’’ <2’’
Edema -/- -/-
Kekuatan otot 5/5 5/5
Ref. Fisiologis N/N N/N
Ref. Patolois -/- -/-
Eritema palmaris -/- -/-
Kekuatan 5/5 5/5
Sensibilitas N N
h. Pemeriksaan Tambahan Yang Ada
Tidak dilakukan
i. Diagnosa
Hipertensi Grade II
j. Terapi yang diberikan
Captopril 3 x 25mg selama 3 hari
Antalgin 3 x 1 selama 3 hari
Vitamin B complex 3 x 1 selama 3 hari
k. Edukasi
- Istirahat yang cukup
- Diet rendah garam
- Diet rendah lemak (mengurangi makanan gorengan dan makanan yang
lain)
- Kontrol teratur dan minum obat teratur karena pasien mempunyai faktor
resiko hipertensi
3.2 DATA PERKESMAS
a. Identitas Keluarga
33
Jumlah Kepala Keluarga yang tinggal dirumah sebanyak 9 anggota
keluarga
No Nama Tempat Tanggal Lahir Pendidikan Status
1
2
3
4
5
6
b. Data Lingkungan
1. Individu / Keluarga
- Kedua anak laki- laki yang setiap hari berkunjung ke rumah pasien
merokok baik di dalam dan luar rumah.
2. Ekonomi
- Pasien adalah seorang pedagang warung yang mempunyai
penghasilan sendiri.
- Pasien bercerai dengan suami 19 tahun yang lalu
- Sumber penghasilan keluarga bergantung kepada anak laki-laki
beserta cucu. Keseharian bekerja sebagai pedagang warung kecil-
kecilan. Penghasilan sehari-hari ± Rp 7.000
c. Data Perilaku
1. Individu / Keluarga
Pasien memiliki kebiasaan menambahkan garam berlebih pada
masakannya, karena pasien gemar makan asin.
2. Masyarakat
34
Belum ada kegiatan olahraga bersama, belum ada penyuluhan tentang
hipertensi di daerah setempat.
d. Data Pelayanan Kesehatan yang Terdekat
Promotif
- Posyandu lansia : (-)
- Poskesdes : (-)
- Puskesmas : (-)
Preventif
- Posyandu lansia : (-)
- Puskesmas : (+)
Kuratif
- Dokter praktik swasta : (-)
- Puskesmas : Puskesmas
Pandanaran
- Rumah Sakit Swasta : RSIA
Hermina
- RSUD : RSUD Dr Kariadi
- Apotek : (-)
- Posyandu lansia : -
Rehabilitatif
- Puskesmas : Puskesmas
Pandanaran
- RSUD : RSUD Dr Kariadi
e. Data Genetika
Tidak diketahui adanya pengaruh genetika pada pasien ini.
35
DIAGRAM KELUARGA NY. KASMINAH
Keterangan :
: Perempuan sudah meninggal : Laki – laki hidup
: Laki – laki sudah meninggal : Perempuan hidup
: Tinggal 1 rumah : Pasien
36
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Perilaku
a. Data : kedua anak laki- laki pasien merokok di dalam rumah.
- Teori : merokok dapat menyebabkan kekauan pembuluh darah,
sehingga kemampuan elastisitas saat mengalami tekanan yang tinggi
menjadi hilang (Lubis, 2001).
- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan factor resiko terjadinya
penyakit hipertensi disebabkan karena pasien menjadi perokok pasif.
b. Data : Pola makan pasien yang sering mengonsumsi masakan asin.
- Teori : Garam merupakan faktor yang sangat berpengaruh penting
dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak ditemukan pada
suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam
kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang
rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram tiap hari
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan asupan
garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga
tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien
hipertensi primer, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut
terganggu, selain adanya faktor lain yang berpengaruh. Tingginya
37
kadar garam yang di konsumsi mengakibatkan peningkatan
kekentalan darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih
untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil (Lubis, 2001).
- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan factor resiko terjadinya
penyakit hipertensi pada pasien disebabkan karena pasien sering
mengkonsumsi masakan asin yang dapat menyebabkan peningkatan
kekentalan darah yang dapat menyebabkan hipertensi.
4.2 Genetik
a. Data : pasien tidak mengetahui ada riwayat penyakit hipertensi pada
keluarga.
- Teori : salah satu faktor penyebab hipertensi primern adalah genetic.
Akan tetapi, faktor genetic hanya akan muncul jika ada factor pemicu
lain seperti : obesitas, merokok, konsumsi garam, alcohol, stress atau
kurang olahraga.
- Pembahasan : pada pasien ini tidak diketahui adanya factor resiko
genetic karena pasien tidak mengetahui riwayat hipertensi pada
keluarga, namun terdapat factor pemicu lain yaitu pasien menjadi
perokok pasif dan konsumsi masakan asin yang berlebihan serta
kurang olahraga.
4.3 Lingkungan
a. Data : pasien sering memikirkan kebutuhan ekonomi keluarga terutama
cucu, karena kedua anak pasien yang tinggal serumah tidak memiliki
pekerjaan yang tetap.
- Teori : paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang menyebabkan
hipertensi yaitu : kandungan garam di dalam air berlebihan, stress
psikis dan obesitas.
- Pembahasan : pada pasien ini mempunyai factor resiko terjadinya
hipertensi karena pasien sering mengalami stress psikis karena
ekonomi keluarga.
38
b. Data : pasien tinggal di rumah bersama sembilan anggota keluarga yang
lain, diantaranya dua orang anak dan tujuh orang cucu. Hasil
pengamatan terhadap kebersihan perseorangan pasien dan masing-
masing anggota keluarga menunjukan bahwa masing-masing orang
kurang paham mengenai higiene perorangan. Hal ini ditunjukkan oleh
keadaan rumah yang tidak rapi dan cenderung berantakan. Penghasilan
rata-rata keluarga Rp 7.500 sampai 10.000 per hari untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dan cucu-cucunya. Kedua anak pasien yang tinggal
serumah dengan pasien tidak memiliki pekerjaan yang tetap.
- Teori : UMR untuk wilayah Semarang minimal Rp 880.000. Untuk
perumahan sederhana, minimum 10m2/orang. Untuk kamar tidur
diperlukan minimum 3m2/orang. Kamar tidur setidaknya tidak
dihuni >2 orang, kecuali untuk suami, istri serta anak dibawah 2
tahun.
- Pembahasan : hasil tersebut tidak memenuhi UMR untuk wilayah
Semarang minimal Rp 880.000,00. Dengan demikian kesan ekonomi
rendah. Rumah pasien berukuran 10x8 meter. Kamar pasien
berukuran 3x2 meter. Terdapat 3 kamar, 1 ruang keluarga, 1 dapur
dan 1 kamar mandi. Rumah tersebut dihuni 10 orang anggota
keluarga. Tidak ada jarak antar rumah pasien dan tetangga. Dari data
tersebut penulis menyimpulkan pasien tinggal di lingkungan
pemukiman padat penduduk dan tempat tinggal pasien tidak
memenuhi syarat rumah sehat.
4.4 Pelayanan Kesehatan
a. Data : jarak tempuh rumah pasien dengan puskesmas sekitar 300 meter
dan pasien jalan kaki setiap kali datang ke puskesmas.
- Teori : Salah satu factor yang mempengaruhi pasien tidak patuh
untuk kontrol rawat jalan adalah karena letak pelayanan kesehatan
tersebut susah dijangkau (Lubis, 2001).
- Pembahasan : posisi rumah pasien terletak tidak terlalu jauh dari
puskesmas, jalannya sempit dan padat penduduk. Pasien tidak ada
39
kendaraan untuk ke puskesmas. Jadi, kemungkinan pasien malas
untuk berobat ke tempat pelayanan kesehatan dan berobat pada saat
ini karena keluhan pasien semakin berat.
b. Data : tidak adanya program posyandu lansia di daerah tempat tinggal
pasien
- Teori : : Salah satu factor yang mempengaruhi status kesehatan
pasien adalah peranan pelayanan kesehatan di daerah tersebut
(Lubis, 2001).
- Pembahasan : karena di daerah tempat tinggal pasien tidak ada
posyandu lansia, menjadikan tidak adanya pemantauan kesehatan
lansia didaerah tersebut, sehingga pencegahan terjadinya hipertensi
oleh warga lansia kurang, dikarenakan warga lansia kurang
mengetahui status kesehatannya.
MASALAH
Menurut pendekatan HL. Blum dan data-data yang diperoleh, didapatkan :
40
HIPERTENSI
LINGKUNGAN
Stress Psikis
GENETIKA
Tidak Diketahui
PELAYANAN KESEHATAN
Tidak ada Posyandu LansiaAkses ke pelayanan kesehatan tidak mudah
PERILAKUPerokok PasifPola Konsumsi Masakan Asin
PENYEBAB MASALAH
Penyebab
1. Pasien merupakan perokok pasif
2. Pasien dengan pola konsumsi masakan asin
3. Pasien dengan stress psikis
4. Pasien dengan ekonomi rendah
5. Akses tempuh pasien dengan tempat pelayanan kesehatan yang tidak
mudah
6. Tidak tersedianya posyandu lansia
METODE HANLON KUALITATIF
URGENSI
1 2 3 4 5 6 Horizontal
41
1 + - + + + 4
2 - + + + 3
3 + + + 3
4 - - 0
5 - 0
6 0
Total Vertikal 0 0 2 0 1 2
Total Horizontal 4 3 3 0 0 0
TOTAL 4 3 5 0 1 2
SERIOUS
42
1 2 3 4 5 6 Horizontal
1 + + + + + 5
2 + + + + 4
3 + + + 3
4 - - 0
5 - 0
6 0
Total Vertikal 0 0 0 2 1 0
Total Horizontal 5 4 3 0 0 0
TOTAL 5 4 3 2 1 0
GROWTH
43
1 2 3 4 5 6 Horizontal
1 + + + + + 5
2 - + + + 3
3 + + + 3
4 - - 0
5 - 0
6 0
Total Vertikal 0 0 0 2 1 0
Total Horizontal 5 3 3 0 0 0
TOTAL 5 3 3 2 1 0
44
Total USG
1 2 3 4 5 6
Urgency 4 3 5 0 1 2
Serious 5 4 3 2 1 0
Growth 5 3 3 2 1 0
Total 14 10 11 4 3 2
Prioritas penyebab masalah
1. Pasien merupakan perokok pasif
2. Pasien dengan stress psikis
3. Pasien dengan pola konsumsi masakan asin
4. Pasien dengan ekonomi rendah
5. Tidak tersedianya posyandu lansia
6. Akses tempuh pasien dengan tempat pelayanan kesehatan yang tidak
mudah
45
BAB V
SARAN-SARAN
PEMECAHAN MASALAH
NO. MASALAH PEMECAHAN MASALAH
LINGKUNGAN- pada pasien ini
mempunyai factor resiko terjadinya hipertensi karena pasien sering mengalami stress psikis
Edukasi pada pasien untuk tidak terlalu merasa terbebani masalah keluarga
PERILAKU- Pasien adalah perokok
pasif- Pola makan pasien yang
sering mengkonsumsi masakan asin
Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah
Edukasi kepada pasien untuk diet rendah garam
PELAYANAN KESEHATAN- Akses tempuh rumah
pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.
- Tidak aadanya posyandu lansia didaerah tempat tinggal pasien
Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol
Usul kepada pihak puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia di daerah sekitar rumah pasien, karena belum ada posyandu lansia
GENETIKATidak diketahui
46
Pemecahan Masalah
1. Edukasi pada pasien untuk tidak terlalu merasa terbebani masalah keluarga
2. Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah
3. Edukasi kepada pasien untuk diet rendah garam
4. Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke
puskesmas untuk kontrol
5. Usul kepada pihak puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia di daerah
sekitar rumah pasien, karena belum ada posyandu lansia
47
BAB VI
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Masalah Kegiatan Waktu Implementasi Hasil EvaluasiLingkunganpasien yang sering mengalami stress psikis karena masalah ekonomi keluarga
Edukasi pada pasien tentang factor seperti stress yang dapat memicu hipertensi
16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00 WIB
Mengukur Tekanan darah pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dan memberikan pertanyaan kuosioner
Tekanan darah pasien 160/100 mmHg, Pemeriksaan fisik dalam batas normal, pasien bersedia melakukan pemeriksaan tekanan darah Pasien menjawab pertanyaan kuosioner postest dengan prosentase ≥65%
PerilakuPasien sering mengkonsumsi masakan asin dan menjadi perokok pasif
Edukasi pada pasien dan keluarga tentang perilaku yang dapat menyebabkan hipertensi
16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00
Memberikan contoh menu makanan sehat disesuaikan penghasilan keluarga.
Pasien mengonsumsi makanan sesuai dengan menu sehat
48
(pola makan rendah garam dan tidak merokok dalam rumah bagi anggota keluarga yang merokok)
Masalah Kegiatan Waktu Implementasi Hasil EvaluasiPelayanan kesehatanAkses tempuh rumah pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.
Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol
16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00
BAB VII
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan laporan, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi pada kasus ini
berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :
Perilaku
- Anak laki – laki pasien merokok di dalam rumah dan di luar rumah.
- Pola makan pasien yang gemar makan masakan yang asin
Genetik
49
- Riwayat Penyakit keluarga: Tidak didapatkan data
Pelayanan Kesehatan
- Jarak tempuh rumah pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.
- Tidak tersedianya layanan posyandu lansia
Lingkungan
- Pasien sering mengalami stress psikis karena memikirkan masalah ekonomi.
BAB VIII
PENUTUP
Demikianlah hasil laporan kasus Hipertensi di Puskesmas Pandanaran
Kota Semarang. Dalam penulisan laporan tentu masih terdapat banya kekurangan
sehingga diharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis
berharap semoga laporan kasus Hipertensi di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
50
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Tessy, Hipertensi Pada Penyakit Ginjal, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 604
2. Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas.