Top Banner
LAPORAN KASUS : ATRIAL FIBRILASI DENGAN HIPERTIROID YANG MENEYBABKAN GAGAGL JANTUNG KONGESTIF Dibuat oleh : Muhammad Iqbal, Putu Ratna Chandra, Pembimbing : dr. Rio Herdyanto Sp. JP (K) FIHA SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD DR.SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO Bojonegoro, Mei 2015 ABSTRAK Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis. Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 : 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 : 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun. Gejala dan tanda yang sering muncul pada hipertiroid adalah tangan tremor, takikardi, berat badan turun ( kurus), eksopthalmus dll. Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Fibrilasi atrial timbul pada 9-22% pasien hipertiroid. Pada kasus ini, seorang wanita 50 tahun dengan hipertiroid sejak 10 tahun yang lalu. Saat ini pasien mengalami gangguan sistem kardiovaskular yang disebabkan hipertiroid kembali dengan gagal jantung kongestif sebagai komplikasi yang lebih parah. Komplikasi tersebut muncul
17

Case Report AF pada hipertiroid

Nov 10, 2015

Download

Documents

Ikhza Pandawa

Case Report AF pada Hipertiroid
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN KASUS : ATRIAL FIBRILASI DENGAN HIPERTIROID YANG MENEYBABKAN GAGAGL JANTUNG KONGESTIF

Dibuat oleh : Muhammad Iqbal, Putu Ratna Chandra,Pembimbing : dr. Rio Herdyanto Sp. JP (K) FIHASMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD DR.SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGOROBojonegoro, Mei 2015

ABSTRAKHipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan thyrotoxicosis. Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 : 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 : 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun. Gejala dan tanda yang sering muncul pada hipertiroid adalah tangan tremor, takikardi, berat badan turun ( kurus), eksopthalmus dll. Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Fibrilasi atrial timbul pada 9-22% pasien hipertiroid. Pada kasus ini, seorang wanita 50 tahun dengan hipertiroid sejak 10 tahun yang lalu. Saat ini pasien mengalami gangguan sistem kardiovaskular yang disebabkan hipertiroid kembali dengan gagal jantung kongestif sebagai komplikasi yang lebih parah. Komplikasi tersebut muncul karena atrial fibrilasi yang berlangsung selama pasien memiliki hipertiroid ( 10 tahun yang lalu), walaupun sebelumnya pasien sudah mendapatkan perawatan obat anti-tiroid (Propylthiouracil) dan -blocker non-selective (propranolol). Sebelumnya pada pasien ini tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular, tetapi saat pasien mengalami atrial fibrilasi dengan gagal jantung kengestif dengan mortalitas yang tinggi (30%) bila tidak dilakukan tindakan dengan cepat.Kata kunci : Hipertiroid, Atrial Fibrilasi, Gagal Jantung Kongestive

PENDAHULUANHipertiroid memberi efek multipel pada jantung, interaksi antara hormon-hormon tiroid, katekolamin dan sistem saraf simpatis dapat mempengaruhi fungsi jantung, dan juga perubahan-perubahan hemodinamik dan peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh peningkatan umum metabolisme. Hipertiroid merupakan keadaan yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular, terutama dapat mencetuskan gagal jantung dan tromboemboli. Sinus takikardi merupakan tanda yang sering dijumpai pada penderita hipertiroidisme, bila keadaan tersebut berlangsung lama dapat menyebabkan hipertrofi otot jantung yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung kongestif.

LAPORAN KASUSSeorang wanita umur 50 tahun datang ke RSUD Sosodoro Djatikoesomo Bojonegoro dengan keluhan sesak nafas yang berat. Sesak nafas mulai muncul sejak 3 bulan hilang timbul sebelum masuk rumah sakit. Sesak biasanya muncul bila pasien beraktivitas dan mereda bila beristirahat dengan posisi setengah duduk. Sesak memberat dalam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas disertai batuk berdahak dengan dahak yang kental bewarna putih dan susah untuk dikeluarkan. Pasien juga merasakan dada sering berdebar sejak 1 minggu yang lalu, terutama bila pasien sedang beraktivitas. Biasanya pasien dada pasien sering berdebar tetapi frekuensinya tidak sesering saat ini. Pada riwayat penyakit dahulu, pasien pernah sakit gondok (hipertiroid) sejak 10 tahun yang lalu. Saat itu pasien merasa badan semakin kurus, sering berkeringat, tidak tahan dengan udara panas, mata tampak lebih menonjol, sering susah tidur pada malam hari, sering berdebar-debar dengan tekanan darah yang selalu tinggi (Sistole 150 mmHg) dan pasien sering mengalami diare tanpa diketahui penyebabnya.Pada pemeriksaan tanda vital menunjukkan Tekanan darah : 140/80 mmHg, Nadi : 122 x/menit kuat irreguler reguler, frekuensi pernafasan : 28 x/menit dan suhu : 37,2 C. Pada pemeriksaan fisik umum kepala leher ditemukan pasien tampak sesak dan kurus, tampak eksopthalmus, teraba masa pada regio colli (ukuran 2x3 cm, soliter, kenyal, batas difus, mobile dan tidak nyeri), tampak pernafasan thorakoabdominal, terdengar suara paru vesikuler pada seluruh lapang paru disertai rhonki basah tanpa suara wheezing. Pada pemeriksaan jantung, iktus cordis teraba ICS V Axila anterior line sinistra, didapatkan batas kanan jantung pada ICS II parasternal line dextra, batas kiri pada ICS V Axila anterior line sinistra (Kardiomegali) dan suara jantung S1 S2 tunggal Irreguler Reguller tanpa suara gallop maupun murmur. Selain itu ditemukan Tremor pada ekstremitas superior, edema pada ekstremitas inferior dan hiperrefleksi reflek patella.Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan hemoglobin 10,7 g/dL, leukosit 7.1x103 L, trombosit 120x 103 L, SGOT 36 U/L, SGPT 17 U/L, ureum 36 mg/dl, BUN 17U/L, kreatinin 0,61 md/dl, gula darah sewaktu 70 mg/dl, Na 132 mEq/L, K 4,5 mEq/L, Cl 101 mEq/L, Troponin 1,9 ng/mL, TSH 65 tahun, riwayat TIA/stroke, gagal jantung. Pada pasien tirotoksikosis dengan fibrilasi atrial, risiko tromboemboli juga perlu diperhitungkan, seperti telah disinggung pada pendahuluan. Bar-Sela dkk melaporkan 40% pasien dengan fibrilasi atrial mengalami insiden emboli pada penelitiannya terhadap 142 pasien tirotoksikosis. Meskipun demikian, ada juga laporan kasus pasien tirotoksikosis yang mengalami emboli sistemik tanpa adanya aritmia jantung. Hal-hal yang diduga menyebabkan terjadinya tromboemboli pada tirotoksikosis selain fibrilasi atrial adalah keadaan hiperkoagulasi dan adanya peningkatan insiden prolaps katup mitral.3,4,8

Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi Digitalis dapat memperlambat laju ventrikel, tetapi dibutuhkan dosis yang lebih tinggi dari biasa. Resistensi relatif terhadap digitalis disebabkan bertambahnya klirens renal dan peningkatan jumlah Na+K+ATPase pada otot jantung, yang berakibat penurunan sensitivitas otot jantung terhadap digitalis. Karena itu toksisitas bisa timbul pada dosis yang baru memberikan sedikit efek terapetik.3,5,6,4,8 Penyekat beta, khususnya propranolol karena sifatnya yang nonselektif, bermanfaat untuk mengendalikan laju jantung dan juga mengurangi gejala-gejala tirotoksikosis yang lain. Kombinasi penyekat beta dengan digitalis bekerja secara sinergistik menurunkan laju ventrikel pada fibrilasi atrial. Golongan obat ini tidak boleh diberikan pada penderita asma. Pada keadaan gagal jantung, bila dinilai gagal jantung lebih disebabkan karena masalah irama jantung, penyekat beta dapat digunakan dengan hati-hati. Bila gagal jantung berat, dengan gambaran bendungan yang luas, dan diduga ada dasar penyakit jantung (iskemik, hipertensi, atau katup), sebaiknya penyekat beta jangan diberikan. 3,5,6,4,8 Dosis penyekat beta yang lebih besar dari biasa kemungkinan dibutuhkan karena adanya percepatan metabolisme hepatik. Dosis propranolol yang dibutuhkan biasanya 80-240 mg per hari dalam dosis terbagi. Sebagai alternatif terhadap propranolol, atenolol juga dapat dipergunakan, terutama pada keadaan predominan gejala kardiak. 3,5,6 Antagonis kalsium, seperti diltiazem, dapat diberikan bila terdapat kontraindikasi terhadap penyekat beta. Bila diberikan secara kronis antagonis kalsium dapat menurunkan laju jantung. Pemberian secara cepat dapat menurunkan resistensi pembuluh darah perifer, menyebabkan instabilitas hemodinamik atau kolaps kardiovaskular. 3,5,6,4,8 Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik maupun dengan obat. Amiodaron adalah obat yang banyak digunakan dan cukup aman untuk kardioversi fibrilasi atrial. Amiodaron adalah benzofuran yang kaya akan yodium. Pasien yang menggunakan amiodaron, kadar yodida inorganik di plasma dan urin bisa meningkat 40 kali lipat. Secara teoritis amiodaron mungkin memberikan manfaat pada pasien tirotoksikosis. Beberapa penulis menyebutkan kemungkinan peran amiodaron dalam kombinasi dengan PTU untuk percepatan penurunan kadar T3 dan T4 darah. Meskipun demikan karena potensial meningkatkan kadar yodium, sebaiknya amiodaron tidak digunakan sebagai obat pilihan pertama pada pasien hipertiroid. Kardioversi elektrik dapat dilakukan bila irama jantung tidak kembali sinus secara spontan, dan dilakukan setelah keadaan eutiroid.3 Kardioversi yang dilakukan sebelum keadaan eutiroid tercapai biasanya tidak berhasil, bila berhasil pun irama sinus biasanya tak dapat dipertahankan. 3,5,6,4,8

Pencegahan Tromboemboli American Heart Association (AHA) merekomendasikan pemberian aspirin 325 mg/hari pada pasien fibrilasi atrial risiko rendah, dan warfarin bagi pasien risiko tinggi yang dapat menerima pemberian antikoagulan secara aman. Untuk kardioversi baik dengan obat maupun elektrik, bila fibrilasi atrial tidak diketahui durasinya, atau lebih dari 48 jam, diberikan antikoagulan 3 minggu sebelum sampai 4 minggu setelah kardioversi.3,4 Penggunaan antikoagulan pada pasien tirotoksikosis dengan fibrilasi atrial masih merupakan isu yang belum terselesaikan. Sejumlah penelitian kecil mendukung pemakaian antikoagulan, tapi tidak didukung oleh hasil penelitaan yang lebih besar secara retrospektif. Pasien muda dengan durasi fibrilasi atrial singkat dan tanpa dasar kelainan jantung biasanya tidak membutuhkan antikoagulan. Hal yang sama berlaku bagi pasien usia lanjut dengan kondisi serupa. Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan fibrilasi atrial kronik, atau dengan dasar kelainan jantung sebelumnya perlu mendapat antikoagulan seperti direkomendasikan. Dosis warfarin yang dibutuhkan mungkin lebih rendah dari biasa karena menurunnya kadar faktor-faktor pembekuan yang tergantung vitamin K. Antikoagulan dapat dihentikan bila irama jantung telah kembali sinus. 3,4

Penatalaksanaan Hipertiroid Pada semua pasien dengan komplikasi kardiak, hipertiroid harus ditangani dengan pemberian antitiroid, yang dilanjutkan dengan ablasi radioiodin. Ablasi diindikasikan pada pasien demikian karena risiko rekurensi kelainan kardiak bila tirotoksikosis kambuh, seperti sering terjadi pada pasien yang mendapat pengobatan dengan antitiroid. Pasien-pasien tirotoksikosis dengan keterlibatan kardiak, termasuk fibrilasi atrial, lebih dari 90% menunjukkan perbaikan gejala dan tanda kardiovaskular setelah pengobatan hanya dengan radioiodin saja.1,2 Pada prinsipnya, pengobatan dapat dibagi 3 yaitu: Tirostatika, Tiroidektomi, dan Yodium Radioaktif.1,2TirostatikaThionamid merupakan kelompok utama jenis obat ini. Beberapa contohnya: propylthiouracil (PTU), karbimazole,methimazole. Obat tersebut menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun tetapi PTU memiliki efek tambahan yaitu menghambat deiodinasi dari T4 menjadi T3. Terdapat berbagai variasi regimen tirostatika. Dosis inisial karbimazol atau metimazol biasanya 10-20 mg tiap 8-12 jam dan dapat diberikan satu kali per hari bila eutiroid telah tercapai. PTU diberikan dalam dosis 100-200 mg tiap 6-8 jam. Kemudian dosis secara perlahan dikurangi (dititrasi) setelah klinis membaik. Metode lain dengan pemberian dosis tinggi tirostatika dan dikombinasi dengan suplemen levothyroxine (regimen pengganti) untuk mencegah hipotiroidisme.TiroidektomiPrinsip umum tiroidektomi adalah operasi baru dikerjakan bila keadaan pasien eutiroid, klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks menyisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan tiroidektomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih dapat terjadi namun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas. Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa resiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi.Yodium Radioaktif Terapi ini menyebabkan kerusakan progesif dari sel tiroid dan dapat digunakan untuk terapi utama atau untuk yang mengalami relaps setelah pengobatan antitiroid. Resiko terjadinya krisis tiroid kecil dan dapat diminimalisasikan dengan pemberian tirostatika selama sebulan sebelum terapi dilakukan. Tirostatika dihentikan paling tidak 3 hari sebelum pemberian yodium radioaktif untuk hasil yang optimal.Dosis yodium radioaktif berbeda, ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia tidak terbukti. Dan satu-satunya kontraindikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan dapat terjadi seperti tiroiditis.

REFERENSI

1. American Association Of Clinical Endocrinologists. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis. 2011. Endocrine Practice Vol. 17 No. 3. May/June 2011. AACE : USA2. American Thyroid Association. 2011. Management Guidelines Of The Hyperthyroidism. ATA : USA3. American Heart Association, Inc. 2014. Clinical Pratice Guide Line For The management of Patients With Atrial Fibrillation : Executive summary. Journal Of The American College Of Cardiology foundation and The Heart Rhythm Society Vol. 64 No. 21. Elsevier Inch : USA4. Braunwald, fauci, isselbacher. 2000. Harrison : Prinsip - prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol. 3 Edisi 13. EGC : Jakarta 1418-87.5. Camm, A. J., Kirchhof, P., Lip, G. Y., Schotten, U., Irene, S., Ernst, S., Gelder, I. C. V., et al. 2010. Guidelines for the management of atrial fibrillation: The Task Force For The Management of Atrial Fibrillation of The European Society of Cardiology. Europen Heart Journal.6. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Ed.3. EGC : Jakarta. 1522-27.7. Price, Sylvia A, 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi keenam. Jakarta: EGC.8. Setiati, siti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 1 Dan 2 (PAPDI). InternaPublishing : Jakarta