Top Banner
Case Report Suspek Guillain Barre Syndrome Pembimbing : dr. Vonny F. Goenawan, Sp.S Penyusun : Natalia Ihalauw 17120090093 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
35

Case Presentation Neuro

Dec 28, 2015

Download

Documents

alvinbb
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Presentation Neuro

Case Report

Suspek Guillain Barre Syndrome

Pembimbing : dr. Vonny F. Goenawan, Sp.S

Penyusun :Natalia Ihalauw17120090093

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

Siloam Hospital Lippo Village – Rumah Sakit Umum Siloam

PERIODE 15 Juli - 17 agustus 2013

Page 2: Case Presentation Neuro

Identitas Pasien

Inisial Pasien : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 29 tahun

Pekerjaan : Satpam

Cekat Tangan : Kanan

Anamnesis (Alloanamnesis dan Autoanamnesis)

Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kedua tungkai kaki sejak 2 minggu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :Rasa sakit pada kedua tungkai pasien muncul secara tiba-tiba 2 minggu SMRS saat pasien bangun dari tidurnya di pagi hari. Rasa sakit itu dirasakan seperti berdenyut, terus menerus, menjalar dari pantat, paha, betis dan telapak kaki dan bertambah sakit jika pasien berada dalam keadaan tidur serta bertambah ringan jika pasien duduk. Derajat sakit yang dirasakan pada kedua tungkai adalah 6. Rasa sakit yang disertai dengan rasa lemas pada kedua kaki membuat pasien tidak bisa berjalan sehingga perlu bantuan orang lain untuk berjalan. Selama perawatan dirumah, pasien perlahan-lahan bisa berjalan-jalan kembali tanpa membutuhkan bantuan tetapi karena rasa sakit tidak mengalami perubahan bahkan bertambah sakit, pasien ingin mendapatkan pengobatan di rumah sakit.

Pasien juga mengatakan bahwa kedua tungkai bawahnya terasa baal dan kesemutan menjalar dari paha ke telapak kaki yang sudah dirasakan sejak 2 minggu smrs. Menurut pasien, rasa kesemutan dan baal ini tidak mengalami perubahan sejak 2 minggu smrs.

Riwayat penyakit dahulu :Kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami gejala infeksi saluran nafas atas karena pasien mengatakan bahwa ia batuk berdahak berwarna hijau kuning yang perlahan-lahan sembuh sendiri dengan meminum obat warung

Pasien juga mengalami gejala sakit perut melilit yang bertambah sakit jika perut ditekan. Rasa sakit itu dirasakan di seluruh daerah perut tetapi menurut pasien, pasien tidak mengalami adanya diare. Pasien mengatakan bahwa sehari sebelum sakit perut, ia makan makanan di warung pinggir jalan.

Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat diabetes mellitus, jantung, kolesterol disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Page 3: Case Presentation Neuro

Pasien sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit.

Riwayat penyakit keluarga :Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama seperti pasien di dalam keluarga ataupun penyakit kronis lainnya

Riwayat Sosial, kebiasaan :Pasien bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu perusahaan di Tangerang.

Pasien mengaku jarang meminum kopi, merokok dan meminum minuman keras.

Pemeriksaan fisik

TTVKesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum: Sakit Sedang

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36.5 Celcius

Status GeneralisKepala : Normocephali, luka ukuran 3,2 x 3,6 cm

Mata : Conjuctiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, Refleks cahaya +/+ isokor

THT : pharynx tidak hiperemis, Hidung dalam batas normal, telinga dalam batas normal

Leher : KGB tidak teraba, Pembesaran thyroid –

Thorax : Simetris, Retraksi-

Cor : S1/S2 reguler, Gallop-, Murmur-

Pulmo : Sn Vesikular, Rh-/-, Wh-/-

Abdomen : Supel, Datar, Bu+, Nyeri tekan-

Punggung : Dekubitus-

Ekstrimitas : Hangat, edema-

Status NeurologisGCS E4 M6 V5

Page 4: Case Presentation Neuro

Tanda Rangsang MeningealKaku Kuduk -

Tanda Laseque -/-

Tanda Kerniq -/-

Brudzinski I -

Brudzinski II -/-

Saraf Kranialis Kanan Kiri

Nervus 1Gangguan menghidu -/-

Nervus 2Visus 10/20

Lapang Pandang tidak ada gangguan lapang pandang

Warna masih dapat mengenali warna dengan baik

Fundus tidak dilakukan

Nervus 3, 4, 6 Kanan Kiri

Sikap Bola Mata strabismus-, enophtalmus-, exopthalmus-

Celah Palpebra Ptosis-

Pupil, ukuran bentuk isokor, 3mm/3mm

Refleks cahaya langsung +/+

Refleks cahaya tidak langsung +/+

Nistagmus -/-

Pergerakan Bola Mata tidak ada kelainan, mata dapat bergerak full dengan baik

Nervus 5

MotorikInspeksi atrofi otot maseter -

Palpasi kontraksi otot mengunyah kuat

Membuka Mulut dapat membuka mulut

Gerakan Rahang rahang dapat digerakkan dengan baik

SensorikSensibilitas V1 -/+

Page 5: Case Presentation Neuro

Sensibilitas V2 +/+

Sensibilitas V3 +/+

Reflex Kornea tidak dievaluasi

Nervus 7Angkat Alis, mengkerutkan dahi dapat menggerakkan alis dan mengerutkan dahi

Menutup mata dengan kuat dapat menutup mata dengan kuat

Kembung Pipi dapat mengembungkan pipi dengan baik

Menyeringai dapat menyeringai dengan baik

Rasa Kecap 2/3 anterior lidah dapat merasakan makanan dengan baik

Nervus 8

Nervus cochlearisSuara Bisikan +/+

Suara Gesekan Jari +/+

Rinne Tidak dilakukan

Weber Tidak dilakukan

Schwabach Tidak dilakukan

Nervus VestibularisNistagmus -/-

Berdiri dengan dua kaki :

Mata Tertutup dapat dilakukan

Mata Terbuka dapat dilakukan

Berdiri dengan satu kaki :

Mata tertutup Tidak dapat

Mata terbuka Tidak dapat karena kaki lemas dan sakit

Berjalan Tandem Tidak dapat

Stepping Test Tidak dapat

Past Pointing test dapat dilakukan kanan maupun kiri

Nervus 9, 10Arkus Faring Arkus faring masih terlihat

Page 6: Case Presentation Neuro

Uvula tidak ada deviasi

Disfoni -

Disfagi -

Reflex faring Tidak di evaluasi

Nervus 11Sternocleidomastoid 5/5

Trapezius 5/5

Nervus 12Sikap lidah dalam mulut

Deviasi -

Atrofi -

Fasikulasi -

Tremor -

Menjulurkan lidah dapat menjulurkan lidah dan tidak terlihat adanya deviasi

Kekuatan Lidah baik

Motorik

Ekstrimitas AtasInspeksi :

Atrofi -/-

Fasikulasi -/-

Palpasi : Tonus normotonus/normotonus

KekuatanSendi Bahu 5/5

Biceps 5/5

Triceps 5/5

Pergelangan tangan 5/5

Ekstensi Jari 5/5

Menggenggam 5/5

Page 7: Case Presentation Neuro

Ekstrimitas BawahInspeksi :

Atrofi -/-

Fasikulasi -/-

Palpasi: tonus normotonus/normotonus

KekuatanGluteus 5/5

Hipflexor 5/5

Quadriceps hamstring 5/5

Ankle Dorsi flexi 5/5

Gastrocnemius 5/5

Refleks FisiologisBiceps +/+

Triceps +/+

Knee Patella Reflex +/+

Achilles reflex +/+

Refleks patologisBabinski -/-

Chaddock -/-

Oppenheim -/-

Gordon -/-

Schaeffer -/-

Rossolimo -/-

Mendel Bechthrew -/-

Hoffman Trommer -/-

Sensorik

EksteroseptifRaba dahi kanan atas, tungkai bawah dekstra dan sinistra menurun

Nyeri tungkai bawah dekstra dan sinistra

Page 8: Case Presentation Neuro

Suhu tidak dilakukan

PropioseptifPosisi sendi +/+

Getar Tidak dilakukan

Otonomik Sekresi keringat dalam batas normal

Miksi dalam batas normal

Defekasi dalam batas normal

KeseimbanganFinger nose dalam batas normal

Heel-shin dalam batas normal

Disdiadokokinesis dalam batas normal

Past-pointing dalam batas normal

ResumePasien laki-laki, tn. M, 29 tahun datang ke poli RSUS dengan keluhan rasa sakit menjalar dari paha ke telapak kaki sejak 2 minggu smrs, rasa baal, kesemutan pada kedua tungkai sejak 2 minggu smrs, kelamahan tungkai bawah yang sudah mengalami perbaikan, keluhan terjadi dengan progresi yang bertahap dan bertambah sakit dan lemah. 1bulan SMRS, pasien pernah mengalami gejala ISPA dan sakit perut melilit. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelemahan otot tungkai bawah, dengan kekuatan 4 kiri dan kanan, hiporefleks tungkai bawah kiri dan kanan serta hipestesi dan parestesi tungkai bawah kiri dan kanan.

Page 9: Case Presentation Neuro

Follow up

25 juli 2013

Subjektif: sakit kepala-, mual-,muntah-, kedua kaki terasa baal, panas dan sakit bila ditekan, serta penglihatan menjadi buram.

Objektif: TTV: HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 20 x/mnt

Temp: 36.5

TD: 140/100 mmHg

Assessment:Susp. SOL ; DD GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp

5555 5555

5555 5555

Page 10: Case Presentation Neuro

26 juli 2013

Subjektif: Pasien masih mengeluhkan nyeri dan pegal pada kedua tungkai kaki, baal (+), kesemutan (+). Pasien juga mengeluhkan baal pada dahi sebelah kanan. Pasien mengatakan bahwa pasien susah untuk tidur. Sakit kepala (-), demam (-), mual (-), muntah (-).

Objektif: TTV:

HR: 79 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 21 x/mnt

Temp: 36.9

TD: 140/90 mmHg

Assessment:Susp. SOL ; DD GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp BD

5555 5555

5555 5555

Page 11: Case Presentation Neuro

27 juli 2013

Subjektif: Pasien masih mengeluhkan nyeri dan nyut-nyutan tetapi pasien mengaku bila ia duduk akan membaik. Kesemutan (+), baal (+), penglihatan buram (+). Pasien juga tulang kakinya sakit dan tidak dapat tidur karena ia merasakan nyeri dan pegal pada kedua tungkai kakinya.

Objektif: TTV:

HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 20 x/mnt

Temp: 37

TD: 150/100 mmHg

Kekuatan sensorik : N N

menurun menurun

Refleks fisiologis : N N

menurun menurun

Assessment:Susp. GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp

5555 5555

4444 4444

Page 12: Case Presentation Neuro

28 juli 2013

Subjektif: Pasien masih mengeluhkan nyeri pada kedua tungkai kaki dan terasa berdenyut, kesemutan (+), penglihatan masih buram (+). Pasien mengaku pada saat ia berjalan, ia tidak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya. Pasien juga masih mengeluhkan susah tidur.

Objektif: TTV:

HR: 86 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 20 x/mnt

Temp: 37 celcius

TD: 150/90 mmHg

Kekuatan sensorik : N N

menurun menurun

Refleks fisiologis : N N

menurun menurun

Assessment:Susp. GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp BD

5555 5555

4444 4444

Page 13: Case Presentation Neuro

31 juli 2013

Subjektif: Pasien mengaku bila ia mulai merasa membaik.

Objektif: TTV:

HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 20 x/mnt

Temp: 36.9 celcius

TD: 140/90 mmHg

Assessment:Susp. GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp BD

5555 5555

5555 5555

Page 14: Case Presentation Neuro

1 juli 2013

Subjektif: -

Objektif: TTV:

HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 20 x/mnt

Temp: 36.9 celcius

TD: 140/90 mmHg

Assessment:Susp. GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp BD

5555 5555

5555 5555

Page 15: Case Presentation Neuro

2 juli 2013

Subjektif: -

Objektif: TTV:

HR: 82 x/mnt Kekuatan motorik

RR: 20 x/mnt

Temp: 36.9 celcius

TD: 140/90 mmHg

Assessment:Susp. GBS

Perencanaan:IVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp BD

5555 5555

5555 5555

Page 16: Case Presentation Neuro

DiagnosisKlinis : Hipestesi ekstremitas bawah dekstra dan sinistra

Topis : Radix posterior dan anterior

Etiologi : Autoimun

Kerja : susp. Guillain Barre Syndrome

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Lab tanggal 25/7/13Hb 13.00 (L) g/dl 13.20-17.30

Ht 36.80 (L) % 40.00-52.00

RBC 5.19 10^6/ul 4.40-5.90

WBC 8,68 10^3/ul 3.80-10.60

Diff count

Basophil 1 % 0-1

Eosinophil 5 % 1-3

Band neutrophil 3 % 2-6

Segment neutrophil 60 % 50-70

Lymphocyte 25 % 25-40

Monocyte 6 % 2-8

Platelet 431.000 150.000-440.000

Ureum 32 mg/dl <50.00

Creatinine

Creatinine 0.87 mg/dL 0.7-1.3

eGFR 110.3 mL/mnt/1.73 m^2

Uric acid 5.70 mg/dL 3.5-7.2

SGOT (AST) 22 U/L 5-34

Page 17: Case Presentation Neuro

SGPT (ALT) 37 U/L 0-55

Elektrolit

Na 137 mmol/L 137-145

K 3.7 mmol/L 3.6-5.0

Cl 110 (H) mmol/L 98-107

Foto Thorax

Kesan:

Fibroinfiltrat apeks paru kiri suspect proses spesifik paru

Scoliosis ringan vert. thoracalis ke kanan

Cervical rib C7 kiri

Page 18: Case Presentation Neuro

Vert. lumbosacral AP & LATDalam batas normal

EMGConclusion : Neuropathy Axonal Loss Degeneration motor Peroneal bilateral

Radikulopati L4-5

TreatmentIVRL 500cc/24 jam

Gabapentin PO 150mg BD

Dexamethasone IV 1 amp TDS

Ranitidine IV 1 amp BD

Ketorolac 1 amp

Non-medikamentosaKateterisasi

Page 19: Case Presentation Neuro

Rekomendasi dan edukasiLatihan pergerakan pasif oleh fisioterapi

PrognosisAd Vitam : dubia

Ad Fungsionam: dubia

Ad Sanationam : dubia

Page 20: Case Presentation Neuro

Analisa KasusPada pasien terdapat rasa sakit pada kedua tungkai yang muncul perlahan 2 minggu SMRS di pagi hari, seperti berdenyut, terus menerus, menjalar dari pantat, paha, betis dan telapak kaki dan bertambah sakit jika pasien berada dalam keadaan tidur serta bertambah ringan jika pasien duduk.

Tuan M juga pada 2 minggu smrs tidak bisa berjalan dan perlu bantuan orang lain untuk berjalan karena rasa lemas dan sakit pada kedua tungkai bawah. Kedua tungkai bawah pasien juga terasa baal dan kesemutan menjalar dari paha ke telapak kaki yang sudah dirasakan sejak 2 minggu smrs

Kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami gejala infeksi saluran nafas atas karena pasien mengatakan bahwa ia batuk berdahak berwarna hijau kuning yang perlahan-lahan sembuh sendiri dengan meminum obat warung

Pasien juga mengalami gejala sakit perut melilit yang bertambah sakit jika perut ditekan. Rasa sakit itu dirasakan di seluruh daerah perut tetapi menurut pasien, pasien tidak mengalami adanya diare. Pasien mengatakan bahwa sehari sebelum sakit perut, ia makan makanan di warung pinggir jalan.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya kelemahan otot tungkai bawah, dengan kekuatan 4 kiri dan kanan, hiporefleks tungkai bawah kiri dan kanan serta hipestesi dan parestesi tungkai bawah kiri dan kanan.

Diagnosis suspek GBS dapat diambil dari Tanda tanda dan gejala-gejala yang dialami pasien di atas yaitu gejala sakit pada tungkai bawah yang bersifat neuropatik dengan onset bertahap yang disertai dengan kelemahan otot tungkai bawah serta hiporefleks (gejala-gejala LMN) dengan didahului adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas dan gastrointestinal .

Page 21: Case Presentation Neuro

Tinjauan PustakaGuillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari kelemahan

akut ekstremitas tubuh, yang disebabkan oleh kelainan saraf tepi dan bukan oleh

penyakit sistemis.

John Lettsom, 1787, merupakan orang pertama yang mengangkat masalah

neuropati perifer. Ia mendeskripsikan penyakit ini sebagai akibat dari konsumsi alkohol

yang berlebihan. Deskripsi ini tidak dapat memberikan bukti tentang adanya kelainan

patologis maupun anatomis dari penderita.

James Jackson, 1822, kembali mendeskripsikan penyakit ini sebagai alcoholic

neuropathy , namun tanpa kelainan patologis dan anatomis.

Pada tahun 1859, Landry, mempublikasikan artikelnya yang berjudul “ A note on acute

ascending paralysis “. Artikel ini bercerita tentang seorang pasien yang telah mengalami

paralisis akut selama lebih dari 8 hari, sebelum akhirnya meninggal dunia. Paralisis ini

meliputi kelemahan otot-otot proksimal, otot pernapasan, kelemahan dan kehilangan

refleks, dan takikardi. Paralisis ini dikenal dengan sebutan Landry’s paralysis.

Osler, 1982, lebih terperinci dengan apa yang disebutnya sebagai Acute Febrile

Polyneuritis.

Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl mempublikasikan penelitian

mereka yang berjudul “On a syndrome of radiculoneuritis with hyperalbuminosis of

cerebrospinal fluid without a cellular reaction : Remarks on the clinical characteristics and

tracings of the tendons reflexes“ . Ketiga orang ini menemukan kelainan patologis yaitu

adanya disosiasi albuminositologi di dalam cairan serebrospinal dan disertai dengan

radikuloneuritis. Guillain tetap berpendapat bahwa apa yang mereka bertiga

kemukakan sebenarnya adalah Landry’s paralysis. Tahun 1927, Draganescu dan

Claudian memberi nama penyakit ini sebagai Guillain – Barre Syndrome. Sebab mengapa

Strohl tidak diikutsertakan sampai saat ini belum diketahui.

Definisi

Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh

manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan

karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya

progresif. Kelainan ini kadang-kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,

maupun susunan saraf pusat.

Page 22: Case Presentation Neuro

Etiologi

Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya

myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi.

Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat

atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan

menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory

Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)

Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum

diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit

autoimun.

Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh

virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,

cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh

infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis,

Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan Mycobacterium

Tuberculosa. ; vaksinasi seperti BCG, tetanus, varicella, dan hepatitis B ; penyakit

sistemik seperti kanker, lymphoma, penyakit kolagen dan sarcoidosis ; kehamilan

terutama pada trimester ketiga ; pembedahan dan anestesi epidural. Infeksi virus ini

biasanya terjadi 2 – 4 minggu sebelum timbul GBS.

Klasifikasi

Beberapa varian dari Sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu :

1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP), paling

sering, disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel

Schwann, terjadi kelemahan progresif, hiporefleks/arefleks, perubahan sensori

ringan (penurunan sensibilitas yang ringan)

2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy

3. Acute motor axonal neuropathy (AMAN), disebabkan oleh respon autoimun

menyerang aksoplasma saraf perifer, biasanya pada anak-anak, disertai

hiperrefleks dan kelemahan progresif yang cepat, good recovery.

4. Acute motor sensory axonal neuropthy (AMSAN), menyerang aksoplasma saraf

perifer dan menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat,

biasanya pada dewasa, mengakibatkan disfungsi motoric dan sensorik, atrofi

otot, poor recovery.

Page 23: Case Presentation Neuro

5. Miller fisher syndrome (MFS), varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi

sebagai paralisis desenden, gejalanya meliputi trias klasik : ataxia, areflexia, dan

ophtalmoplegia; bisa juga terdapat mild limb weakness, ptosis, facial palsy, atau

bulbar palsy, penderita biasanya sembuh dalam 1-3 bulan.

6. Acute panautonomia, varian yang paling jarang, melibatkan system saraf

simpatis dan parasimpatis, termasuk kardiovaskular (disritmia jantung),

penderita sembuh bertahap, biasanya inkomplit.

Patofisiologi

Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain

memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut

mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B

dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan

autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf

sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua

mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk

mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan

destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.

Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan

oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini

menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen

tersebut.

Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat

mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk

merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari

seluruh bagian tubuh.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 – 2,0 per 100.000

penduduk.

GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko terjadinya adalah sama di

seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya adalah di Cina , dimana

predileksi GBS berhubungan dengan Campylobacter jejuni, cenderung terjadi pada

musim panas.

GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras.

Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6–1,9 per 100.000 penduduk.

Page 24: Case Presentation Neuro

Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS merupakan penyebab

paralisa akut yang tersering di negara barat.

Angka kematian berkisar antara 5–10 %. Penyebab kematian tersering adalah

gagal jantung dan gagal napas. Antara 5 – 10 % sembuh dengan cacat yang permanen.

Gejala klinis

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,

parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat

ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Refleks

fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.

Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan

menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas

atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari

kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf

pusat, muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot

pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan

bantuan ventilator dalam bernafas. Anak anak biasanya menjadi mudah terangsang dan

progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk

berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia.

Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan

kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar.

Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada

extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang

terjadi. terutama pada anak anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal

pada lebih dari 50% anak anak yang dapat menyebabkan kesalahan dalam

mendiagnosis.

Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian.

Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan

cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam

berkeringat. Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30

% dari pasien.

Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia,

kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy.

Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk

mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas,

perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).

Page 25: Case Presentation Neuro

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat

difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang

lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot intercostal.

Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan.

Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar

protein (1 – 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh Guillain,

1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar

protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan

LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3 pada kultur

LCs tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,

kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan

pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.

Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan

atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan

latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan

terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya

kecepatan konduksi saraf motorik.

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira

kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran

cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS.

Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit .

Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada

stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and

Communicative Disorders and Stroke (NINCDS)

Gejala utama

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau

tanpa disertai ataxia

Page 26: Case Presentation Neuro

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

Diagnosis banding

GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat seperti

myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal cord

syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan

disertai demam.

GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti porphyria,

diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan thallium, arsen, dan

plumbum

Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia gravis juga

harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot otot

extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi

ophtalmoplegia

Page 27: Case Presentation Neuro

Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun kelumpuhan

yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan peningkatan

sedangkan LCS normal

Penatalaksanaan

Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan

observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa

yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan

tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga harus

disiapkan .

Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa

diberikan medikamentosa.

Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa steroid. 1)

Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan

hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi

paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.

Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya

paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk

melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard

terdiri dari 5 sesi (40 – 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai

penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia

adalah kontraindikasi dari PE

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi

autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg

juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari

virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini

dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari

selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg.

Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan

fleksibilitas otot setelah paralisa.

Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya trombosis .

Komplikasi

Page 28: Case Presentation Neuro

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan

ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena

dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.

Prognosis

95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya

sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor

masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.

Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 5 % pasien, yang

disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.

Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali

timbul.

3 % pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa

tahun setelah onset pertama. PE dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relapsing

inflammatory polyneuropathy.