Top Banner

of 34

Case PEB Lingga, Ade, Dina

Jul 05, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    1/34

    Case Report Session

    PREEKLAMPSIA BERAT

    Oleh:

    Rahmi Dina Indra 1110312004

    Muhammad Lingga Primananda 1110312008

    Adelina Damar Fitri 1110313083

    Preseptor:

    dr. H. Muslim Nur, SpOG(K)

    dr. Alam Patria, SpOG

    dr. Susanti Apriani, SpOG

    dr. Alhadi Arlym, SpOG, M.Kes 

    BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI

    RSUP DR. M. ZEIN PAINAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

    PADANG

    2016

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    2/34

    BAB 1

    TINJAUAN PUSTAKA

    1.1 

    Definisi

    Hipertensi dalam kehamilan digunakan untuk menggambarkan suatu

    spektrum dari ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah ringan atau berat

    dengan berbagai disfungsi organ. (Roeshadi, 2004) Hipertensi dalam kehamilan jika

     pemeriksaan tekanan darah ditemukan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau

    tekanan darah diastolik >90 mmHg.  National High Blood Pressure Education

     Program-NHBPEP (2000) telah membagi hipertensi dalam kehamilan menjadi 4

    klasifikasi yaitu 1). Hipertensi dalam kehamilan, 2). Sindrom Preeklampsia dan

    Eklampsia, 3). Hipertensi kronik dengan etiologi apapun dan 4). Superimposed

     preeklampsia pada hipertensi kronik. (Cunningham et al, 2014)

    Berdasarkan klasifikasi diatas, preeklampsia digambarkan sebagai sindroma

    spesifik pada kehamilan yang dapat mempengaruhi setiap sistem organ secara nyata.

    Preeklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan dengan proteinuria sebagai

    kriteria diagnostik, dimana terjadi kebocoran pada endotel.1 Ekskresi protein dalam

    urin dikatakan abnormal jika kadar urin 24 jam lebih dari 300 mg, rasio

     protein/kreatinin urin ≥ 0.3, atau kadar protein urin sewaktu 30 mg/dL (+1 dipstick). 

    (Cunningham et al, 2014)

    Baru-baru ini proteinuria bukan menjadi ciri pada beberapa wanita hamil

    dengan sindrom preeklampsia. Maka dari itu, Task Force (2013) menyarankan

    adanya kriteria diagnostik lainnya yang terlihat pada tabel di bawah ini. Adanya bukti

    gangguan multiorgan seperti trombositopenia, disfungsi renal, nekrosis hepatoselular

    (disfungsi hepar), gangguan sistem saraf pusat, atau edema pulmonal.1 Selain itu juga

    harus diperhatikan tanda-tanda awal dari eklampsia yaitu sakit kepala atau pandangan

    kabur (skotoma), nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium dan trombositopenia.

    (Cunningham et al, 2014)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    3/34

    Tabel 1.1 Kriteria Diagnosis Hipertensi yang Berkaitan dengan Kehamilan.

    (Cunningham et al, 2014)

    1.2 Epidemiologi

    Hipertensi kehamilan insidennya berkisar antara 5-10% dari seluruh

    kehamilan dan merupakan salah satu dari trias penyakit yang memberikan kontribusi

     besar pada angka morbiditas dan mortalitas ibu. Preeklampsia atau preeklampsia yang

    menyertai hipertensi kronik (superimposed) adalah yang paling membahayakan,

    diperkirakan terjadi sebanyak 3,9 % dari seluruh kehamilan. (Cunningham et al,

    2014)

    Preeklampsia sering terjadi pada ibu hamil berusia muda dan nullipara.

    Sementara itu, wanita hamil yang berusia tua lebih sering mengalami preeklampsia

    yang menyertai hipertensi kronik ( superimposed ). Faktor-faktor risiko yang sering

    dikaitkan dengan preeklampsia antara lain; obesitas, kehamilan kembar, usia ibu >35

    tahun. (Cunningham et al, 2014)

    1.3 Etiologi

    Semua teori yang menjelaskan tentang preeklampsia harus dapat menjelaskan

     jika hipertensi pada kehamilan lebih besar kemungkinannya timbul pada wanita yang:

    1.  Terpapar oleh villus korion pertama kali

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    4/34

    2.  Terpapar oleh villus korion dalam ukuran yang besar seperti pada kehamilan

    kembar, mola hidatidosa

    3.  Memiliki kelainan endotel pembuluh darah seperti penyakit diabetes, ginjal

    atau jantung

    4.  Secara genetik rentan terhadap hipertensi yang timbul saat kehamilan.

    (Cunningham et al, 2014)

    Menurut penelitian lain terdapat beberapa penyebab potensial, yaitu

    (Cunningham et al, 2014):

    1.  Invasi abnormal trofoblas

    Implantasi yang normal ditandai dengan remodeling ekstensif arteriola secara

    spiral pada desidual basalis. Endovascular trofoblas mengganti endotel pembuluh

    darah dan lapisan otot untuk memperbesar diameter pembuluh darah. Pada

     beberapa kasus preeklampsia terjadi invasi trofoblas inkomplit.

    2.  Faktor imunologis

    Resiko gangguan hipertensi meningkat cukup besar pada keadaan-keadaan

    ketika pembentukan antibodi menjadi penghambat terhadap tempat-tempat

    antigen di plasenta mungkin terganggu.

    3.  Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular dan peradangan

    dari kehamilan normal

    Dalam berbagai cara diperlihatkan bahwa peradangan akan diikuti oleh

    lepasnya mediator/agen yang dapat memicu kerusakan endotel

    4.  Faktor nutrisi

    Sejumlah defisiensi atau berlebihnya kandungan dalam diet seperti protein

    dan lemak dianggap berperan pada terjadinya preeklampsia.

    5.  Faktor genetik

    Kecenderungan mengidap preeklampsia-eklampsia. Cooper dan Liston (1979)

    meneliti adanya kerentanan preeklampsia. Bergantung pada sebuah gen resesif.

    6. 

    Faktor Psikologi

    Ibu yang berada dalam tekanan psikologi (stress) memiliki risiko

     berkembangnya penyakit hipertensi dalam kehamilan.

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    5/34

    1.4 Klasifikasi

    Berdasarkan The National High Blood Pressure Education Program 

    (NHBPEP) maka kelainan hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi

    (Cunningham et al, 2014):

    1.  Hipertensi dalam Kehamilan

      Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali setelah

     pertengahan kehamilan (midpregnancy)

      Tidak ada proteinuria

      Tekanan darah kembali ke normal dalam 12 minggu postpartum

    Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklampsia, misalnya sakit kepala,

    nyeri epigastrium, proteinuria ataupun trombositopenia. Kenaikan tekanan darahmerupakan tanda awal ibu dan bayi dalam risiko mortalitas perinatal. Bahkan

    disebutkan bahwa 10% kejang dapat terjadi pada pasien hipertensi dalam

    kehamilan sebelum terdapatnya proteinuria. (Cunningham et al, 2014)

    2.  Preeklampsia

    Diketahui dengan timbulnya hipertensi, proteinuria, dan atau edema pada

    seorang gravida yang tadinya normal. Penyakit ini timbul sesudah minggu ke 20

    dan paling sering terjadi pada primigravida muda < 20 tahun ataupun > 35 tahun.

    Jika tidak diatasi atau tidak terjadi pengakhiran kehamilan, dapat menjadi

    eklampsia.  Kejadian preeklampsia pada populasi nulipara sekitar 3-10 %

    sedangkan pada multipara lebih sedikit terjadi. Faktor risiko preeklampsia seperti

    obesitas, kehamilan gnada, usia ibu, hiperhomosisteinemia dan sindroma

    metabolik. (Cunningham et al, 2014) 

    Preeklampsia digambarkan sebagai sindroma spesifik pada kehamilan yang

    dapat mempengaruhi setiap sistem organ secara nyata. Preeklampsia merupakan

    hipertensi dalam kehamilan dengan proteinuria sebagai kriteria diagnostik,

    dimana terjadi kebocoran pada endotel.1  Ekskresi protein dalam urin dikatakan

    abnormal jika kadar urin 24 jam lebih dari 300 mg, rasio protein/kreatinin urin ≥

    0.3, atau kadar protein urin sewaktu 30 mg/dL (+1 dipstick). (Cunningham et al,

    2014)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    6/34

    3.  Eklampsia

    Kejang yang tidak disebabkan oleh adanya kelainan lain pada wanita hamil

    yang menderita preeklampsia. Kejang dapat timbul sebelum, selama atau setelah

     persalinan. (Cunningham et al, 2014) 

    4.  Superimposed Preeklampsia pada hipertensi kronik

    Tanpa memperhatikan apa penyebabnya, semua wanita yang mempunyai

     penyakit hipertensi kronik memiliki predisposisi untuk terkena superimposed

     preeklampsia. Hiperteni kronik pada ibu hamil dapat ditegakkan jika tekanan

    darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan 20

    minggu atau keduanya. (Cunningham et al, 2014)

    1.5 Patofisiologi

    Mekanisme patofisologi yang mendasari terjadinya preeklampsia sampai saat

    ini masih belum jelas. Namun demikian, bukti yang menunjukkan preeklampsia

    muncul akibat interaksi antara jaringan maternal, paternal, maupun janin yang

    abnormal telah menumbuhkan hipotesis bahwa penyakit ini adalah suatu sindroma

    yang muncul dalam 2 tahap (two-stage disorder ) (Gambar 1.1). Menurut Redman, et

    al (2009), tahap pertama disebabkan oleh kegagalan trofoblas endovaskuler pada

     proses remodelling   arteri spiralis. Kegagalan ini selanjutnya akan mengakibatkan

    munculnya gejala-gejala klinik pada tahapan berikutnya. Salah satu fenomena

    terpenting dari perkembangan plasenta manusia adalah terjadinya modifikasi

     pembuluh darah maternal oleh trofoblas yang merupakan jaringan janin. Proses ini

    terjadi selama paruh pertama kehamilan dan berperan penting terhadap terbentuknya

    aliran darah uteroplasenta. Selain itu, gangguan pada tahapan ini juga berpengaruh

    terhadap terjadinya berbagai macam kondisi patologis, termasuk pre-eklampsia.

    (Cunningham et al, 2010)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    7/34

     

    Gambar 1.1 Patofisiologi Preeklampsia (2-Stage Disorder ).

    (Cunningham, et al. 2010)

    Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa

     pada kehamilan normal, sel trofoblas yang melakukan invasi mengalami suatu

     pergeseran antigenik (antigenic shift ) sehingga lebih menyerupai antigen sel endotel

    arteri spiralis. Oleh sebab itu, sel-sel trofoblas tersebut tidak dapat dikenali oleh sel-

    sel natural killer   desidua sehingga tidak mengalami penolakan. Sebaliknya pada

     preeklampsia, proses pergeseran antigenik tersebut mengalami kegagalan sehingga

    sel-sel trofoblas dapat dikenali oleh sel natural killer   desidua dan menyebabkan

    gangguan proses invasi trofoblas. (Cunningham et al, 2010) 

    Faktor maternal dominan lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan

     patofisiologi preeklampsia adalah adanya disfungsi imun pada sel trofoblas,

    khususnya yang berkaitan dengan sel-sel makrofag. Sel makrofag maternal adalah

    unsur normal dari daerah implantasi plasenta. Sel-sel ini sebagian besar ditemukan di

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    8/34

    daerah desidua basalis sedangkan sisanya terdapat di daerah desidua paritealis,

    dimana kejadian proses invasi trofoblas sangat terbatas. (Kaufmann, Black dan

    Huppertz, 2003) 

    Perbedaan distribusi makrofag tersebut menggambarkan adanya suatu

    interaksi antara sel-sel makrofag dengan trofoblas. Makrofag memiliki kemampuan

    untuk memproduksi dan berespon terhadap berbagai macam sitokin. Sel makrofag

    yang teraktivasi akan menghasilkan tumor necrosis factor-α (TNFα) dalam jumlah

    yang besar. Sementara itu, salah satu golongan reseptor TNFα, yaitu TNF receptor-1 

    (TNF-R1), dihasilkan oleh sel-sel trofoblas. Interaksi antara TNFα dengan reseptor

    ini secara in vitro  akan menginduksi proses apoptosis sel-sel trofoblas. (Kaufmann,

    Black dan Huppertz, 2003) 

    Proses apoptosis sel trofoblas oleh makrofag yang telah teraktivasi terjadi

    melalui dua mekanisme, yaitu: (1) sekresi TNFα yang berikatan dengan TNF-R1 sel

    trofoblas, dan (2) sekresi indolamine 2,3-dioxygenase  (IDO) yang menghancurkan

    dan menurunkan kadar asam amino tryptophan  lokal. Proses apoptosis sel trofoblas

    yang diinduksi oleh makrofag menyebabkan tertariknya dan teraktivasinya sel-sel

    makrofag lain sehingga membentuk suatu lingkaran setan (vicious cycle). Sebagian

     besar dinding arteri uteroplasenta pada kehamilan normal sama sekali tidak

    mengandung sel-sel makrofag sehingga dapat diinvasi oleh sel trofoblas. Sebaliknya,

     pada preeklampsia terjadi peningkatan apoptosis sel trofoblas interstisial oleh sel-sel

    makrofag maternal. (Kaufmann, Black dan Huppertz, 2003) 

    Kegagalan invasi dan peningkatan proses apoptosis akhirnya akan

    menyebabkan invasi sel trofoblas endovakuler pada preeklampsia hanya bersifat

    dangkal ( shallow invasion). Pada keadaan seperti ini, trofoblas endovaskuler hanya

    terdapat di sepanjang arteri spiralis desidua namun tidak sampai ke dalam pembuluh

    miometrium. Akibatnya, sel-sel endotel dan jaringan otot polos arteri spiralis di

    daerah miometrium tidak mengalami proses remodelling (Gambar 2.2). Menurut

    Fisher, et.al, (2009), rata-rata panjang diameter arteri spiralis pada preeklampsia

    hanya setengah dari diameter pada kehamilan normal. (Cunningham et al, 2010) 

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    9/34

     Gambar 1.2 Perbedaan Arteri Spiralis pada Kehamilan Normal dengan

    Preeklampsia. (Lam, et al., 2005)

    1.6 Diagnosis 

    Diagnosis preeklampsia menurut Cunningham et al tahun 2014 :

      Hipertensi, preeklamsia ringan < 160 mmHg sistolik dan < 110 mmHg

    diastolik, preeklamsia berat ≥ 160 mmHg sistolik dan ≥ 110 mmHg diastolik  

      Edema, penambahan berat badan >1,3 kg seminggu pada orang hamil

    dianggap abnormal. Jika > 5 kg dalam sebulan dapat dicurigai adanya

     preeklampsia

      Proteinuria, terjadi karena vasospasme pembuluh darah ginjal

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    10/34

      Gejala impending eklampsia yaitu: sakit kepala atau pandangan kabur

    (skotoma), nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium dan trombositopenia.

    Tabel 1.2 Klasifikasi Preeklampsia Ringan dan Berat. (Cunningham et al, 2014) 

    Kelainan Ringan Berat

    Tekanan darah sistolik < 160 mmHg ≥ 160 mmHg 

    Tekanan darah diastolic < 110 mmHg ≥ 110 mmHg 

    Proteinuria Tidak ada sampai positif Tidak ada samapi positif

     Nyeri Kepala Tidak ada Ada

    Gangguan Penglihatan Tidak ada Ada

     Nyeri Abdomen atas Tidak ada AdaOliguria Tidak ada Ada

    Kejang (Eklampsia) Tidak ada Ada

    Kreatitin serum Normal Meningkat

    Trombositopenia

    (< 100.000/µL)

    Tidak ada Ada

    Peningkatan Enzim Hati Minimal Nyata

    Pertumbuhan janin terhambat Tidak ada Jelas

    Edema Paru Tidak ada Ada

    Diagnosis preeklampsia menurut Dinas Kesehatan RI tahun 2013:

      Preeklampsia ringan

    - Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg usia kehamilan > 20 minggu

    - Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein

    kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam

     

    Preeklampsia berat

    -  Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

    -  Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥ 2+ atau pemeriksaan protein

    kuantitatif menunjukkan hasil >5g/24jam

    -  Atau disertai keterlibatan organ lain:

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    11/34

    o  Trombositopenia (

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    12/34

    Persalinan Cesarea elektif

    Ketika seseorang telah didiagnosis dengan preeklampsia berat, maka

     persalinan dengan induksi secara pervaginam merupakan pilihan yang ideal. Namun

    dengan memperhatikan dari urgensi karena keparahan dari preeklampsia, dan perlu

    koordinasi NICU, maka perlu dipertimbangkan untuk persalinan dengan cesarean.

    (Cunningham et al, 2014)

    Penundaan persalinan

    Pada tahun 1990, semua wanita dengan preeklampsia berat dilakukan

     persalinan segera tanpa ditunda. Namun, sekarang telah dikembangkan pendekatan

    “konservatif” dan “ekspektasi”  dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

     janin tanpa mengurangi keamanan ibu. (Cunningham et al, 2014)

    Manajemen ekspektatif atau aktif

    Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran

     perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia

    kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan

    kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio

    sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta

    mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing

    enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat

    lahir bayi rata  –   rata lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden

     pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid

    mengurangi kejadian sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular, infeksi

    neonatal serta kematian neonatal. (Baha dan Sibai, 2007)

    Rekomendasi :

    1. Manajemen ekspektatif dapat dipertimbangkan pada kasus preeklampsia pada usia

    kehamilan 26 - 34 minggu yang bertujuan untuk memperbaiki luaran perinatal.

    2. Pemberian kortikosteroid berguna untuk mengurangi morbiditas (sindrom gawat

    napas, perdarahan intraventrikular dan infeksi) serta mortalitas perinatal. (POGI,

    2010)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    13/34

    Pemberian Magnesium sulfat untuk mencegah kejang

    Guideline RCOG merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g

    selama 5 –  10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam

     post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk

    melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks patella,

    frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium

    sulfat. Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang.

    Pada penelitian Magpie, membandingkan pemberian magnesium sulfat regimen

    intravena, dosis loading 4-6 g, dan pemeliharaan 1-2 g/jam, dengan dosis loading

    intravena dan pemeliharaan intramuskular. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil

    yang lebih tinggi bermakna kejadian efek samping pada pemberian intramuskular

    (28% vs 5%) sehingga kebanyakan wanita menghentikan obat lebih awal. (RCOG,

    2011)

    Eklampsia

    Preeklampsia dengan komplikasi kejang tonik klonik umum meningkatkan

    resiko ibu dan bayi. Komplikasi bagi ibu yang tersering adalah solusio plasenta 10%,

    deficit neurologis 7%, pneumonia aspirasi 7%, edema pulmonal 5%,

    cardiopulmonary arrest 4%, gagal ginjal akut 4%, kematian 1%. (Cunningham et al,

    2014)

    Tatalaksana Segera Eklampsia

    Kejang eklampsia bisa terjadi dengan parah dan pasien harus dilindungi

    terutama jalan napasnya. Pernapasan setelah terjadinya kejang biasanya meningkat

    frekuensinya hingga mencapai 50 kali per menit sebagai respon hiperkarbia, lactic

    academia and hipoksia sementara. (Cunningham et al, 2014)

    Pada kasus preeklampsia berat, peningkatan produksi urin setelah melahirkan

    merupakan tanda awal dari perbaikan. Jika ada kerusakan apada ginjal, maka

    kreatinin serum harus di monitoring. Proteinuria dan edema biasanya menghilang

    setelah seminggu postpartum. Pada beberapa kasus, tekanan darah akan kembali

    normal dalam bebera[a hari hingga 2 minggu setelah persalinan. Semakin lama

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    14/34

    hipertensi postpartum menetap maka semakin parah keadaannya, dan semakin

    mungkin wanita tersebut mempunyai kelianan vascular kronis. (Cunningham et al,

    2014)

    Pada eklampsia antepartum, persalinan bisa dimulai segera setelah terjadinya

    kejang. Apabila kejang terjadi pada saat persalinan, maka frekuensi dan intensitas

    kontrasi bisa meningkat dan lama persalinan akan semakin singkat. Karena iu yang

    mengalami hipoksema dan lactic academia yang diakibatkan oleh kejang, makan

    sering terjadi bradikardi pada janin. Bradikardi biasanya akan normal setelah 3

    sampai 5 menit. Tetapi terjadinya solusio plasenta dan ancaman persalinan harus

    dipertimbangkan. (Cunningham et al, 2014)

    Tatalaksana dari Eklampsia 1.  Kontrol kejang dengan magnesium sulfat dosis awal intravena kemudian

    dilanjutkan dengan dosis maintenance.

    2.  Pemberian antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah jika dianggap tekanan

    darah sangat tinggi.

    3.  Hindari pemberian diuretik kecuali terdapat udem pulmonal, pembatasan

     pemberian cairan secara intravena kecuali terdapat kehilangan cairan yang

     berlebihan, hindari pemberian agen hiperosmotik.

    4. 

    Melahirkan janin untuk remisi preeklampsia.

    Magnesium Sulfat untuk Mengontrol Kejang

    Pada kasus preeklampsia berat dan eklampsia, magnesium sulfat lebih yang

    diberikan secara parenteral adalah anti keang yang efektif untuk mencegah depresi

    system saraf pusat pada ibu maupun janin. Pemberian bisa melalui infus intravena

    ataupun injeksi intramuscular. Dosis untuk preeklampsia berat dan eklampsia sama.

    Pemberian magnesium sulfat biasanya dilakukan saat persalinan dan 24 jam

     postpartum, karena saat itulah biasanya kejang timbul. (Cunningham et al, 2014)

    Pemberian kalsium glukonas atau kalsium klorida bersamaan dengan

    magnesium sulfat akan mengembalikan efek depresi napas ringan dan sedang. Salah

    satu dari sediaan ini harus tersedia kapanpun magnesium sulfat diberikan.

    (Cunningham et al, 2014)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    15/34

    Tatalaksana untuk Hipertensi Berat

    Pilihan obat :

    1.  Hydralazine : diberikan secara intravena dengan dosis inisial 5 mg, dan diikuti 5-

    10 mg pada interval 15-20 menit sampai dicapai respon yang diinginkan.

    2.  Nifedipine : obat golongan calcium chanel blocker. Diberikan dengan dosis

    inisial 10 mg per oral dan diulangi stelah 30 menit.

    3.  Labetalol : dosis inisial 10 mg intravena. Jika dalam 10 menit, tekanan darah

    yang diinginkan belum tercapai, maka diberikan dengan dosis 20 mg. jika masih

     belum bisa dinaikkan menjadi 40 mg sampai 80 mg dengan dosis maksimal 220

    mg setiap siklusnya.

    4.  Metildopa : agonis reseptor alfa yang bekerja di system saraf pusat. Dosis inisial

    250-500mg per oral 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal 3 gram per hari

    (RCOG, 2011 dan Cunningham et al, 2014)

    Kortikosteroid pada Sindrom HELLP

    1. 

    Pemberian kortikosteroid pada sindrom HELLP dapat memperbaiki kadar

    trombosit, SGOT, SGPT, LDH, tekanan darah arteri rata  – rata dan produksi

    urin.

    2.  Pemberian kortikosteroroid post partum tidak berpengaruh pada kadar

    trombosit.

    3.  Pemberian kortikosteroid tidak berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas

    maternal serta perinatal/neonatal.

    4.  Deksametason lebih cepat meningkatkan kadar trombosit dibandingkan

     betametason.

    Kortikosteroid diberikan sebelum persalinan pada pasien sindrom HELLP.

    Pemberian kortikosteroid antenatal berhubungan dengan penurunan mortalitas janin

    dan neonatal, RDS, kebutuhan ventilasi mekanik/CPAP, kebutuhan surfaktan dan

     perdarahan serebrovaskular, necrotizing enterocolitis serta gangguan pekembangan

    neurologis. Pemberian kortikosteroid tidak berhubungan dengan infeksi, sepsis

     puerpuralis dan hipertensi pada ibu. (POGI, 2010)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    16/34

    Penurunan bermakna RDS didapatkan dari pemberian kortikosteroid pada usia

    kehamilan 28  –   36 minggu, dan diberikan 48 jam  –   7 hari sebelum persalinan.

    Pemberian deksametason maupun betametason menurunkan bermakna kematian janin

    dan neonatal, kematian neonatal, RDS dan perdarahan serebrovaskular. Pemberian

     betametason memberikan penurunan RDS yang lebih besar dibandingkan

    deksametason. Pemberian kortikosteroid ulangan (jarak 1 minggu atau lebih)

     berhubungan dengan penurunan bermakna RDS, penyakit paru berat, morbiditas berat

     pada janin. (POGI, 2010)

    Profilaksis

    Pemberian magnesium sulfat kepada wanita yang tidak menderita hipertensi

    gestasional berat sebagai profilaksis masih menjadi perdebatan. Dari beberapa

     penelitian, maka diberikanlah beberapa kriteria wanita yang akan diberikan selektif

     profilaksis, yaitu tekanan darah systole ≥160 atau diastole ≥110 mmHg, Proteinuria

    ≥+2, kreatinin serum ≥1,2 mg/dL, trombosit < 100.000/µL, kadar Aspartat

    aminotransferase (AST) meningkat dua kali lipat dari normal, sakit kepala atau

    skotoma yang menetap, nyeri pada midepigastrik atau nyeri kuadran kanan atas yang

    menetap (Cunningham et al, 2014). 

    1.8 Prognosis

    Wanita yang pernah mengalami hipertensi gestasional atau preeklampsia

    mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi pada kehamilan

     berikutnya. Wanita dengan sindrom HELLP mempunyai risiko rekurensi pada

    kehamilan selanjutnya. Walaupun beberapa kejadian sindrom ini tidak rekuren,

    namun akan meningkatkan kejadian lain seperti persalinan preterm, fetal growth-

    restriction, solusio plasenta dan persalinan secara cesarean (Cunningham et al, 2014).

    Pada wanita yang pernah mengalami preeklampsia meningkatkan risiko untuk

    dirinya mengalami morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Oleh karena

    itu, wanita yang mengalami hipertensi gestasional harus dievaluasi selama beberapa

     bulan setelah meahirkan (Cunningham et al, 2014).

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    17/34

    BAB 2

    LAPORAN KASUS

    Identitas Pasien

     Nama : Ny. MH

     No. MR : 169519

    Umur : 32 Tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Pekerjaan : Guru (non-PNS)

    Alamat : Lubuk Anau, Pasar Baru

    Agama : Islam

    Suku : Minang

    Status Menikah : Menikah

    Pendidikan Terakhir : S1

    Tanggal Masuk RS : 20 Mei 2016

    Jam Masuk RS : 22.30 WIB

    Anamnesis

    Seorang pasien wanita umur 32 tahun datang ke IGD RSUD Dr. M. Zein

    Painan tanggal 20 Mei 2016 pukul 22.30 WIB, dengan keluhan nyeri pinggang

    menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

    Keluhan Utama

     Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

    Riwayat Penyakit Sekarang

     

     Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

     Nyeri semakin lama semakin meningkat.

      Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 6 jam sebelum masuk rumah

    sakit.

      Keluar air-air banyak dari kemaluan (-)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    18/34

      Keluar darah banyak dari kemaluan (-)

       Nyeri ulu hati (+), nyeri kepala (-),pandangan mata kabur (-),gerakan anak (+)

      Ini merupakan kehamilan ke-3 dengan riwayat kuret 1 kali

     

    Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu

      HPHT: 13/09/15 TP: 20/06/16

      Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (+), perdarahan (+)

      ANC kontrol ke SpOG 2 kali, kontrol ke RSUD 3 kali selama kehamilan

      Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

      Riwayat menstruasi : menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur 1x 28 hari,

    lamanya 5-7 hari, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut, nyeri (-).

    Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan: 3/1/1

    1.  2014 / laki-laki / 1600 gr / kurang bulan 29 minggu / SC a.i. eklampsia /

    SpOG di RS Swasta / mati

    2.  2015 / keguguran usia kehamilan 11 minggu / kuretase

    3.  Sekarang

    Riwayat Penyakit Dahulu

      Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes

    mellitus, dan hipertensi.Riwayat Penyakit Keluarga

      Ibu kandung, nenek, dan paman pasien menderita penyakit hipertensi.

    Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan & Kebiasaan

      Riwayat Perkawinan : 1 kali tahun 2013

      Riwayat Imunisasi : TT 1 x di puskesmas pada usia kehamilan 7 bulan

      Riwayat Kontrasepsi : tidak ada

      Riwayat Pendidikan : tamat S1

      Riwayat Pekerjaan : Guru (non-PNS)

      Riwayat Kebiasaan : minum alkohol (-), narkoba (-), merokok (-)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    19/34

    Pemeriksaan Fisik (20 Mei 2016)

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Composmentis kooperatif

    Vital Sign

    TD : 180/100 mmHg

    HR : 92 x/i

    RR : 27 x/i

    T : 37,2 oC

    Berat Badan (sebelum hamil) : 65 kg

    Berat Badan (setelah hamil) : 90 kg

    Tinggi Badan : 160 cm

    BMI : 25, 39

    Status Generalisata

    Kepala : bentuk simetris

    Rambut : tidak mudah rontok

    Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

     pupil isokor ka=ki, refleks cahaya (+/+)

    Hidung : dalam batas normal

    Telinga : dalam batas normal

    Mulut : dalam batas normal

    Leher : JVP 5-2 cm H2O

    Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

    Thorax

    Paru

    I : paru simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis

    Pa : fremitus kiri = kanan

    Per: sonor

    Au : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

    Jantung

    I : iktus kordis tidak terlihat

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    20/34

      Pa : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

    Per : batas jantung atas: RIC II, kanan: LSD, kiri: 1 jari medial LMCS RIC V

    Au : irama teratur, bising (-), murmur (-)

    Aksila : tidak ada pembesaran KGB

    Abdomen : Status Obsetrikus

    Genitalia : Status Obsetrikus

    Anus : tenang

    Inguinal : tidak ada pembesaran KGB

    Ekstremitas : akral hangat, CRT

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    21/34

      Tumor (-), varikosis (-), lividae (-), luka bekas episiotomi (+)

    VT : Pembukaan 5-6 cm

    Ketuban (+)

    Teraba kepala UUK kiri depan HII-III 

    Pemeriksaan Penunjang (20 Mei 2016)

    Hematologi

    Hb : 12,6 g/dl

    Hematokrit : 37%

    Trombosit : 303.000/mm3 

    Leukosit : 7.400/mm3 

    Kimia Klinik

    Ureum : 10 mg/dl

    Kreatinin : 0,6 mg/dl

    Urine

    Mikroskopis

    Leukosit : 1-2

    Eritrosit : (+)

    Silinder : (-)

    Kristal : (-)

    Epitel : 2-5

    Kimia

    Protein : (+++)

    Glukosa : (-)

    Bilirubin : (-)

    Urobilin : normal

    Benda Keton : (-)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    22/34

    USG

      Janin hidup tunggal intrauterin

     

    CRL : (+)

      FHM : (+)

    Diagnosa Kerja

    G3P1A1H0  Parturien Aterm 37-38 minggu Kala 1 Fase Aktif + PEB Impending

    Eklampsia

    Janin Hidup Tunggal Intrauterin Letak Lintang Kepala Kanan Dorsosuperior  

    Penatalaksanaan

    -  Kontrol KU, VS, DJJ, His, balance cairan, reflek patella

    -   Informed Consent

    -  Regimen MgSO4 dosis inisial

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    23/34

    -  Metildopa tab 3 x 500 mg (po)

    -   Nifedipine 1 x 30 mg (po)

    -  Partus SC

    Cek laboratorium : darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT

    Follow up

    21 Mei 2016 (00.15 WIB)

    Dimulai prosedur SCTPP

    21 Mei 2016 (01.15 WIB)

    Lahir seorang bayi laki-laki

    BB : 2600 gr, PB : 47 cm, A/S : 8/9

    Plasenta lahir spontan lengkap 1 buah

    A/ P2A1H1 post partus SCTPP a.i. Impending Eklampsia

    Ibu dan anak dalam perawatan

    P/ - kontrol KU, VS, TFU, PPV, kontraksi uteri, balance cairan, reflek patella

    -  Amoxicilin tab 3 x 500 mg (po)

    -  Asam mefenamat tab 3 x 500 mg (po)

    Vitamin C tab 1 x 50 mg (po)

    -  Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)

    21 Mei 2016 (07.00 WIB)

    S/ - Demam (-), BAB (-) dan BAK (-)

    -  PPV (-), ASI (+/+)

    -   Nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-)

    O/ KU : sedang Nadi : 84 x/i

    Kes : CMC Nafas : 22 x/i

    TD : 190/100 mmHg Suhu : 36,9 oC

    -  Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

    -  Abdomen : Luka post op tertutup perban, rembesan darah (-),

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    24/34

    TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik,

    nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

    -  Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-), lokia rubra (+)

    A/ P2A1H1 post partus SCTPP a.i. Impending Eklampsia

    Ibu dan anak dalam perawatan

    P/ - kontrol KU, VS, TFU, PPV, kontraksi uteri, balance cairan, reflek patella

    -  Regimen MgSO4 dosis maintenance

    -  Metildopa tab 3 x 500 mg (po)

    -   Nifedipine tab 1 x 30 mg (po)

    -  Amoxicilin tab 3 x 500 mg (po)

    -  Asam mefenamat tab 3 x 500 mg (po)

    -  Vitamin C tab 1 x 50 mg (po)

    -  Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)

    22 Mei 2016 (07.00 WIB)

    S/ - Demam (-), BAB (-) dan BAK (+)

    -  PPV (-), ASI (+/+)

    -   Nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-)

    O/ KU : sedang Nadi : 82 x/i

    Kes : CMC Nafas : 22 x/i

    TD : 110/80 mmHg Suhu : 36,5 oC

    -  Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

    -  Abdomen : Luka post op tertutup perban, rembesan darah (-),

    TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik,

    nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

    Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-), lokia rubra (+)

    A/ P2A1H1 post partus SCTPP a.i. Impending Eklampsia

    Ibu dan anak dalam perawatan

    P/ - kontrol KU, VS, TFU, PPV, kontraksi uteri

    -  Metildopa tab 3 x 500 mg (po)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    25/34

    -   Nifedipine tab 1 x 30 mg (po)

    -  Amoxicilin tab 3 x 500 mg (po)

    -  Asam mefenamat tab 3 x 500 mg (po)

    Vitamin C tab 1 x 50 mg (po)

    -  Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)

    23 Mei 2016 (07.00 WIB)

    S/ - Demam (-), BAB (-) dan BAK (+)

    -  PPV (-), ASI (+/+)

    -   Nyeri ulu hati (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-)

    O/ KU : sedang Nadi : 84 x/i

    Kes : CMC Nafas : 22 x/i

    TD : 190/100 mmHg Suhu : 36,9 oC

    -  Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

    Abdomen : Luka post op tertutup perban, rembesan darah (-),

    TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi baik,

    nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-)

    -  Genitalia : I : v/u tenang, perdarahan pervaginam (-), lokia rubra (+)

    A/ P2A1H1 post partus SCTPP a.i. Impending Eklampsia

    Ibu dan anak dalam perawatan

    P/ - kontrol KU, VS, TFU, PPV, kontraksi uteri

    -  Metildopa tab 3 x 250 mg (po)

    -  Amoxicilin tab 3 x 500 mg (po)

    -  Asam mefenamat tab 3 x 500 mg (po)

    -  Vitamin C tab 1 x 50 mg (po)

    Sulfas Ferosus tab 1 x 300 mg (po)

    -  Boleh pulang

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    26/34

    BAB 3

    DISKUSI

    Seorang pasien, Ny. MH, perempuan, umur 32 tahun datang ke IGD RSUD

    Dr. M. Zein Painan tanggal 20 Mei 2016 pukul 22.30 WIB, dengan keluhan nyeri

     pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Setelah

    dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnosis pasien

    menjadi G3P1A1H0  parturien aterm 37-38 minggu Kala 1 Fase Aktif dengan PEB

    Impending Eklampsia, janin hidup tunggal intrauterin letak lintang kepala kanan

    dorsosuperior.

    Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien datang ke IGD dalam keadaan

    inpartu dengan tanda-tanda yaitu nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 6 jam

    sebelum masuk rumah sakit. Nyeri semakin lama semakin meningkat. Keluar lendir

    campur darah dari kemaluan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

    Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan pada status obsetrik abdomen yaitu : 

    Inspeksi : perut tampak membuncit sesuai dengan kehamilan aterm

    Striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea mediana (+), sikatrik (-)

    Palpasi : TFU = 30 cm TBJ = 2945 gram

    Leopold 1 : FUT teraba 3 jari bawah processus xyphoideus

    Teraba masa besar, lunak dan noduler

    Leopold 2 : Teraba tahanan terbesar disebelah kiri ibu

    Teraba bagian-bagian kecil disebelah kanan ibu

    Leopold 3 : Teraba massa keras, terfiksir

    Leopold 4 : Divergen

    His : 3-4x/40”/K  

    Auskultasi : DJJ 134-137 kali per menit

    Dari pemeriksaan genitalia dari VT (Vaginal Toucher ) didapatkan pembukaan 5-6

    cm, ketuban masih utuh, teraba kepala UUK kiri depan pada Hodge II-III.

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    27/34

    Berdasarkan data di atas pada pasien dapat disimpulkan saat masuk IGD pasien

    dalam keadaan inpartu pada kala 1 fase aktif.

    Pada pasien didapatkan adanya hipertensi dengan tekanan darah 180/100

    mmHg. Pasien belum pernah menderita penyakit hipertensi sebelumnya. Berdasarkan

    literatur hal ini merupakan hipertensi gestasional karena terjadi lebih dari usia

    kehamilan 20 minggu. Pada pemeriksaan penunjang telah didapatkan adanya protein

    (+++) pada pemeriksaan urine. Adanya hipertensi gestasional yang disertai

     proteinuria (+++) menegakkan diagnosis pre-eklampsia berat (PEB). Pada PEB

    cenderung terjadi eklampsia yang ditandai dengan kejang. Komplikasi PEB terutama

    terjadi pada otak, ginjal, hati, dan mata sehingga perlu adanya anamnesis dan

     pemeriksaan lebih lanjut mengenai gejala yang mungkin terjadi pada organ tersebut.

    Pada anamnesis pasien didapatkan adanya nyeri ulu hati, hal ini mengarahkan pada

    impending eclampsia. Pemeriksaan penunjang seperti elektrolit, ureum, kreatinin,

    SGOT, dan SGPT perlu disertakan dalam pemeriksaan pasien dengan PEB untuk

    mendeteksi kemungkinan telah terjadinya komplikasi.

    Menurut literatur tatalaksana PEB adalah dengan Calcium Channel Blocker  

    dengan obat pilihan yaitu MgSO4  dengan regimen dosis inisial dan dosis

     pemeliharaan (maintenance), serta terminasi kehamilan dengan menggunakan

    vacuum atau forcep, sedangkan tatalaksana PEM dengan impending eclampsia harus

    dengan tindakan operatif berupa  section secaeria  untuk mencegah terjadinya

    eklampsia.

    Regimen MgSO4  yang dipakai adalah dosis inisial 40 mg yang diberikan

    secara intramuscular pada bokong, diberikan 20 mg pada bokong kanan dan 20 mg

     pada bokong kiri. Untuk melanjutkan regimen MgSO4  dosis maintenance perlu

    dilakukan pemeriksaan balance cairan dan reflek patella. Dosis maintenance

    diberikan dalam 3 dosis secara intramuscular dalam 24 jam dengan sekali pemberian

    sebanyak 20 mg.

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    28/34

      Pemberian oban anti hipertensi lain dibutuhkan dalam perwatan untuk

    menurunkan tekanan darah, dalam kasus ini digunakan metildopa dan nifedipine.

    Pemberian analgetik, antibiotik, zat besi, dan vitamin C perlu diberikan pada seorang

    wanita setelah melahirkan.

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    29/34

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    30/34

    Lampiran 2

    Kriteria Manajemen Konservatif atau Terminasi Kehamilan pada Preeklampsia

    Berat. (POGI, 2010)

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    31/34

    Lampiran 3

    Algoritma Manajemen Klinis Sistematik pada Suspek Preeklampsia Berat pada

    Kehamilan

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    32/34

    Lampiran 4

    Indikasi Persalinan pada Wanita dengan Usia Gestasi

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    33/34

    Lampiran 5

    Dosis Magnesium sulfat pada Preeklampsia berat dan Eklampsia. 

  • 8/16/2019 Case PEB Lingga, Ade, Dina

    34/34

    DAFTAR PUSTAKA

    Baha M. Sibai JRB. 2007.  Expectant management of severe preeclampsia remote

     from term: patient selection, treatment, and delivery indications : Am J Obstet

    Gynecol.

    Cunningham FG, et al. 2014.  Pregnancy Hypertension. dalam: Williams Obstetrics

    24rd  Edition, USA : The McGraw Hill Companies.

    Cunningham FG, et al. 2010.  Pregnancy Hypertension. dalam: Williams Obstetrics

    23rd  Edition, USA : The McGraw Hill Companies.

    Kaufman P, Black S, Huppertz B. 2003.  Endovascular Trophoblast Invasion:

     Implication for the Pathogenesis Intrauterine Growth Retardation and

     Preeclampsia : Biology of Reproduction.

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.  Buku Saku Pelayanan Kesehatan

     Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, Jakarta : WHO Indonesia.

    Lam, et al. 2005. Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis and Prediction

    of Preeclampsia, USA : American Heart Association.

    POGI. 2010. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana

     Preeklampsia, Jakarta : Kemenkes RI.

    RCOG. 2011.  Hypertension in Pregnancy: The Management of Hypertensive

     Disorders during Pregnancy. United Kingdom : NHS Evidence.

    Roeshadi RH. 2004.  Hipertensi dalam Kehamilan, dalam Ilmu Kedokteran

     fetomaternal , Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan

    Kedokteran Obstetri dan Ginekologi.