Page 1
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1 Identifikasi
Nama : Ny. Aisyah
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Bukit Gg Dago 11 RT 09/03/10 Makasar
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. MR : 01000727
I.2 Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Benjolan pada payudara kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 2 tahun yang lalu, penderita mengeluh timbul benjolan pada payudara
kanan bagian bawah kira-kira sebesar kelereng. Benjolan yang teraba oleh
penderita hanya satu buah, kenyal, tidak dapat digerakkan dan tidak terasa
nyeri. Penderita menyangkal keluar cairan dari puting susu, dan kulit payudara
di daerah benjolan berwarna merah. Penderita tidak mengeluh teraba benjolan
ditempat lain.
Selama 4 bulan terakhir penderita mengeluh benjolan tersebut terasa makin
membesar hingga sebesar bola pimpong, tidak dapat digerakkan, tidak terasa
nyeri, tidak ada cairan yang keluar dari puting susu serta tidak nyeri ketika
haid. Benjolan membesar pada saat haid, dan mengecil setelah haid. Benjolan
tidak terasa nyeri saat ditekan. Kulit di sekitar benjolan menjadi merah.
1
Page 2
Keluhan tidak disertai dengan demam, sakit kepala hebat, rasa penuh di ulu
hati, maupun nyeri pada tulang punggung maupun paha.
Faktor Risiko
• Riwayat menstruasi pertama sekitar usia 12 tahun, siklus menstruasi
teratur setiap akhir bulan, berhenti pada umur 45 tahun.
• Riwayat melahirkan anak pertama sekitar usia 28 tahun, penderita
memiliki 2 orang anak.
• Riwayat menyusukan anak (+) pada kedua payudara.
• Riwayat pemakaian KB bentuk susuk dan pil sejak melahirkan anak
pertama.
• Riwayat pernah radiasi dinding dada disangkal.
• Riwayat tumor jinak pada payudara disangkal.
• Riwayat kanker payudara atau kanker lainnya pada keluarga disangkal.
Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung maupun
pengobatan TB.
Riwayat operasi :
Pasien belum pernah operasi pada daerah dada maupun organ reproduksi
Riwayat pengobatan :
Pasien tidak mengkonsumsi obat rutin apapun.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti pasien.
Riwayat alergi :
Tidak ada alergi makanan dan obat.
2
Page 3
I.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 84x/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 ºC
Berat Badan : 56 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Keadaan Gizi : baik
Status Generalis
a. Pemeriksaan kepala
Rambut : warna putih beruban, mudah dicabut
Mata : SI -/-, CA -/-, pupil isokor, R.cahaya +/+
Hidung : tidak ada secret, tidak ada deviasi.
Bibir : mukosa bibir basah, sianosis -
Gigi : terdapat ada caries
b. Pemeriksaan leher:
Tidak ada pembesaran KGB, thyroid dan tidak ada peningkatan JVP
c. Pemeriksaan thoraks
a. Paru-paru :
Depan:
Inspeksi : simetris +/+, tidak ada ketertingaalan nafas,
Tampak massa di mammae sinitra (lihat status
Lokalis)
Palpasi : vokal fremitus normal +/+, tidak ada krepitasi.
3
Page 4
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler +/+. Rh -, wh -.
Belakang :
Inspeksi : simetris +/+, tidak ada ketertinggalan nafas.
Palpasi : vokal fremitus normal +/+, tidak teraba massa.
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru.
Auskultasi : vesikuler +/+, suara tambahan -/-
b. Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : tidak teraba ictus cordis, massa -
Perkusi : batas jantung : normal, tidak ada pembesaran
Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal
dextra
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavikularis
sinistra
Batas jantung atas : ICS II linea parasternal
sinistra
Pinggang jantung : ICS III parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I dan II murni reguler
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus normal, tidak ada bunyi tambahan.
Palpasi : Soepel, tidak teraba massa, defans muscular -, nyeri tekan-
Perkusi : Tympani seluruh lapang abdomen
e. Pemeriksaan ekstrimitas
Kekuatan otot : 5555 5555Sensibilitas : dextra dan sinistra tidak ada kelainanRefleks fisiologis : (+/+)Refleks patologis : (-/-)Edema : (-/-)
4
Page 5
STATUS LOKALIS :
Pemeriksaan mammae sinistra :
Inspeksi : Tampak massa
Regio Mamma Sinistra
Inspeksi : tampak benjolan sebesar bola pimpong dengan
warna kulit kemerahan disekitar benjolan, batas
tidak tegas, tidak tampak ulkus, tampak gambaran
peau d’orange di sekitar papil, retraksi puting (-).
Palpasi : teraba massa dengan konsistensi keras, permukaan
berdungkul-dungkul, batas tidak tegas, terfiksir
pada jaringan dibawahnya, ada nyeri tekan, ukuran
± 7 cm x 5 cm.
Regio Mamma Dextra
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Palpasi : tidak teraba massa
I.4 Diagnosis Sementara
Suspect Ca Mammae Sinistra grade IIb
I.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 29 Oktober 2015)
Darah Rutin:
Hemoglobin : 13,8 g/dl ( 12 – 16 gr/dl )
Hematokrit : 44 vol% ( 37 – 43 vol%)
Leukosit : 9300/mm3 ( 5000 – 10000/mm3)
Trombosit : 222.000/mm3( 200.000 – 500.000/mm3 )
Eritrosit : 4,9 juta/mm3 (3,8 – 5,2 juta/mm3)
5
Page 6
b. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (7 November 2015)
Kesan :Karsinoma mammae duktal invasif grade 3
I.7 Diagnosis Kerja
Karsinoma mammae duktal invasif grade 3
I.8 Penatalaksanaan
Radikal Mastektomi
Rujuk ke RS. Dharmais
I.9 Prognosis
ad vitam : dubia ad malam
ad functionam : malam
ad sanationam : dubia ad malam
6
Page 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Karsinoma mammae adalah pertumbuhan sel-sel dari jaringan
payudara yang tidak terkontrol. Karsinoma payudara mengacu pada tumor
maligna yang berasal dari sel-sel di payudara.
II.2 Epidimiologi
Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan di
dunia. Berdasarkan laporan dari WHO, tahun 2004 diperkirakan 519.000
wanita meninggal karena kanker payudara dan dari angka itu, 69%
kematian terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2009, diperkirakan
192.370 kasus baru dari invasive carcinoma mammae didiagnosis di
amerika serikat dan 62.280 kasus baru carcinoma mammae insitu.1 Data di
Indonesia, kanker payudara menduduki tempat kedua (11,5%) setelah
kanker leher rahim. Di Indonesia pada tahun 2012 diketahui bahwa kanker
payudara merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru
tertinggi, yaitu sebesar 43,3%, dengan persentase kematian sebesar 12,9%.
Pada tahun 2013 diketahui penderita kanker payudara diseluruh Indonesia
sebesar 61.682 jiwa.2,3,4
7
Page 9
II.3 Anatomi Payudara
Payudara dewasa normalnya terletak di hemithoraks kanan dan kiri
dengan dasarnya terletak dari kira-kira iga kedua sampai iga keenam.
Bagian medial payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral sejajar
garis aksilaris anterior. Payudara meluas ke atas melalui suatu ekor aksila
berbentuk piramid. Payudara terletak di atas lapisan fascia otot pektoralis
mayor pada dua pertiga superomedial dan otot seratus anterior pada
sepertiga lateral bawah. Pada 15% kasus jaringan payudara meluas ke
bawah garis tepi iga dan 2% melewati pinggir anterior otot latissimus
dorsi.4
Payudara yang asimetri sering dijumpai diantara wanita normal dan
penderita tidak begitu menyadarinya atau mungkin menerimanya sebagai
variasi normal. Setengah wanita mempunyai perbedaan volume 10%
antara payudara kiri dan kanan dan seperempatnya dengan perbedaan
20%. Payudara kiri selalu lebih besar dibanding yang sebelah kanan.4
Payudara terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial,
jaringan lemak, pembuluh darah, saraf, dan saluran getah bening serta otot
dan fascia. Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus.
Masing – masing lobus dialiri oleh sistem duktus dari sinus laktiferous
(bila distensi mempunyai diameter 5 – 8 mm) terbuka pada nipel, dan
masing-masing sinus menerima suatu duktus lobulus dengan diameter 2
mm atau kurang. Di dalam lobus terdapat 40 atau lebih lobulus. Satu
lobulus mempunyai diameter 2–3 mm dan dapat terlihat dengan mata
telanjang. Masing-masing lobulus mengandung 10 sampai 100 alveoli
(acini) yang merupakan unit dasar sekretori. Payudara dibungkus oleh
fascia pektoralis superfisialis yang bagian anterior dan posteriornya
dihubungkan oleh ligamentum Cooper sebagai penyangga.2,4,6
9
Page 10
A Ductus
B Lobulus
C Sinus lactiferous
D Puting susu (nipple)
E Jaringan lemak
F Otot pectoralis mayor
G Tulang Iga
Pembesaran:
A sel normal
B membrane basal
C lumen (saluran tengah)
Vaskularisasi Payudara2,4,5
a. Arteri
Payudara mendapat perdarahan dari:
1. Cabang-cabang perforantes a. mammaria interna yang
memperdarahi tepi medial glandula mammae
10
Page 11
2. Rami pektoralis a. thorakoakromialis yang memperdarahi glandula
mammae bagian dalam (deep surface)
3. A. thorakalis lateralis (a. mammaria eksterna) yang memperdarahi
bagian lateral payudara
Pembuluh darah lain yang juga penting artinya meskipun tidak
memperdarahi glandula mammae adalah a. thorakodorsalis. Pada
tindakan radikal mastektomi perdarahan yang terjadi akibat putusnya
arteri ini sulit dikontrol sehingga daerah ini dinamakan “the bloody
angle”.
b. Vena
Pada daerah payudara terdapat tiga grup vena yaitu:
1. Cabang cabang perforantes v. mammaria interna
2. Cabang-cabang v. aksilaris
a. v. thorako-akromialis
b. v. thorako-dorsalis
c. v. thorako lateralis
3. Vena-vena kecil yang bermuara pada v.interkostalis
Vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis kemudian
bermuara pada v. azygos (melalui vena-vena ini metastase dapat
langsung terjadi di paru).
Persarafan Payudara2,4,5
Kulit payudara dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis sedangkan jaringan glandula mammae sendiri dipersarafi oleh
sistem simpatis. Persarafan sensoris di bagian superior dan lateral berasal
dari nervus supraklavikular (C3 dan C4) dari cabang lateral nervus
interkostal torasik (3–4 ). Bagian medial payudara dipersarafi oleh cabang
anterior nervus interkostal torasik. Kuadran lateral atas payudara
dipersarafi terutama oleh nervus interkostobrakialis ( C8 dan T1 ) (Hughes
dkk, 2000).
11
Page 12
Pada mastektomi dengan diseksi aksila n. interkostobrakialis dan n.
kutaneus brakius madialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan
bagian medial lengan atas sedapat mungkin dipertahankan agar tidak
terjadi mati rasa di daerah tersebut.
Sistem Limfatik Payudara2,4,6
a. Pembuluh getah bening
1. Pembuluh getah bening aksila
2. Pembuluh getah bening mamaria intena
3. Pembuluh getah bening di daerah tepi medial kuadran medial bawah
payudara
b. Kelenjar getah bening aksila
Terdapat beberapa grup kelenjar getah bening aksila:
1. Kelenjar getah bening mammaria eksterna
Grup ini dibagi dalam dua kelompok:
i. Kelompok superior setinggi interkostal II-III
ii. Kelompok inferior setinggi interkostal IV-VI
2. Kelenjar getah bening skapula
3. Kelenjar getah bening sentral (central nodes)
Kelenjar getah bening ini merupakan kelenjar aksila yang terbesar dan
terbanyak jumlahnya, terletak di dalam jaringan lemak di pusat ketiak.
Beberapa di antaranya terletak sangat superfisial di bawah kulit dan fascia
kira-kira pada pertengahan lipat ketiak sehingga relatif paling mudah
diraba.
1. Kelenjar getah bening interpektoral (Rotter’s nodes)
2. Kelenjar getah bening v. aksilaris
3. Kelenjar getah bening subklavikula
4. Kelenjar getah bening prepektoral
5. Kelenjar getah bening mammaria eksterna
12
Page 13
Metastasis Kanker Payudara1,3
Metastasis kanker payudara dapat terjadi melalui dua jalan:
a. Metastasis melalui sistem vena
Melalui sistem vena kanker payudara dapat bermetastasis ke paru-
paru, vertebra, dan organ-organ lain. V. mammaria interna
merupakan jalan utama metastasis kanker payudara ke paru-paru
melalui sistem vena sedangkan metastasis ke vertebra terjadi melalui
vena-vena kecil yang bermuara ke v.interkostalis yang selanjutnya
bermuara ke dalam v. vertebralis.
b. Metastasis melalui sistem limfe
Metastasis melalui sistem limfe pertama kali akan mengenai KGB
regional terutama KGB aksila. KGB sentral (central nodes)
13
Page 14
merupakan KGB aksila yang paling sering (90%) terkena metastasis
sedangkan KGB mammaria eksterna adalah yang paling jarang
terkena. Kanker payudara juga dapat bermetastasis ke KGB aksila
kontralateral tapi jalannya masih belum jelas, diduga melalui deep
lymphatic fascial plexus di bawah payudara kontralateral melalui
kolateral limfatik. Jalur ini menjelaskan mengapa bisa terjadi
metastasis ke kelenjar aksila kontralateral tanpa metastasis ke
payudara kontralateral.
Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar
subklavikula tanpa melalui sentinel nodes. Penyebaran tidak langsung
melalui sentinel nodes yang terletak di sekitar grand central limfatik
terminus yang menyebabkan stasis aliran limfe sehingga terjadi aliran
balik menuju ke KGB supraklavikula. Metastasis ke hepar selain
melalui sistem vena dapat juga terjadi melalui sistem limfe. Keadaan
ini dapat terjadi bila tumor primer terletak di tepi medial bagian
bawah payudara dan terjadi metastasis ke kelenjar preperikardial.
Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang berakibat adanya aliran
balik limfe ke hepar.
II. 4 Etiologi
Kanker payudara merupakan hasil dari mutasi pada salah satu atau
beberapa gen. Dua di antaranya terletak pada kromosom 17. Gen yang
paling berpengaruh disebut dengan BRCA-1 (pada lokus 17q21), yang
lainnya adalah gen p53 (pada lokus 17p13). Gen ketiga adalah BRCA-2
yang terletak pada kromosom 13. Gen keempat yang juga terlibat adalah
gen reseptor androgen pada kromosom Y. Mutasi gen ini berhubungan
dengan insiden kanker payudara pada pria. Etiologi kanker payudara
masih belum diketahui dengan pasti hingga sekarang namun yang paling
diyakini sebagai penyebab adalah paparan terhadap mutagen. Mutagen ini
14
Page 15
bisa berupa mutagen endogen yaitu radikal bebas seperti lipid peroksidase
dan malondyaldehida (MDA) juga mutagen eksogen yaitu radiasi.6,8
II.5 Faktor Resiko
Saat ini, penyebab pasti kanker payudara belum diketahui secara
pasti, namun berbagai penelitian dan pengumpulan bukti-bukti
epidemiologi telah dilakukan untuk mencari tahu faktor-faktor yang
meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Berbagai faktor itu antara
lain :
a. Usia
Kanker payudara jarang dijumpai pada usia di bawah 30 tahun
tapi insidennya meningkat tajam hingga usia sekitar 50 tahun
(30,35%). Setelah usia 50 tahun frekuensinya tetap meningkat tapi
perlahan. Perbedaan insiden berdasarkan usia ini diinterpretasikan
sebagai efek dari hormon ovarium pada perkembangan penyakit.2,3,4
Sekitar 1 hingga 8 kejadian kanker payudara yang invasif
ditemukan pada wanita yang lebih muda dari usia 45 tahun, sedangkan
2 hingga 3 kejadian ditemukan pada wanita berusia 55 tahun keatas.9
b. Geografi
Insiden kanker payudara sangat bervariasi di antara negara-
negara diseluruh dunia. Wanita asian-hispanic memiliki risiko kejadian
kanker payudara yang lebih rendah daripada wanita afican-american.
Angka kejadian kanker payudara di Amerika Utara sekitar lima kali
lebih tinggi daripada di Jepang. Bahkan di dalam satu negara insiden
kanker payudara berbeda-beda. Misalnya di Israel, keturunan Jews
mempunyai risiko empat kali lebih tinggi daripada non-Jews dan di
Italia terdapat perbedaan angka kejadian sekitar dua kali lipat antara
daerah utara dan selatan. Variasi geografis ini lebih disebabkan oleh
faktor lingkungan daripada genetik karena penduduk yang bermigrasi
15
Page 16
dari negara berisiko rendah ke negara berisiko tinggi mengalami
peningkatan frekuensi kanker payudara.2,7
c. Jenis kelamin
Kanker payudara 100 kali lebih sering terjadi pada perempuan
daripada laki-laki. Alasan utamanya adalah karena pada wanita, sel-sel
pada payudara lebih sering terekspose oleh hormon-hormon estrogen
dan progesteron yang mempengaruhi peertumuhan sel-sel pada
payudara.9 Angka kejadian kanker payudara pada laki-laki hanya 1 %.2
d. Menstruasi
Menarche pada usia dini dan menopause yang terlambat dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Menarche sebelum usia 12
tahun mempunyai risiko kanker payudara 20% lebih besar dari
menarche setelah usia 15 tahun. Risiko kanker payudara berkurang
sekitar setengahnya jika menopause terjadi sebelum usia 45 tahun
dibandingkan jika menopause terjadi setelah usia 55 tahun. 2,3,6 Hal ini
mungkin disebabkan karena eksposure hormon estrogen dan
progesterone yang berkepanjangan yang mempengaruhi pertumbuhan
sel-sel payudara.9
e. Reproduksi
Status reproduksi juga mempengaruhi risiko terkena kanker
payudara. Wanita yang tidak pernah melahirkan (nullipara) atau yang
pertama kali melahirkan anak pada usia lebih dari 31 tahun
mempunyai risiko tiga hingga empat kali lebih besar dibandingkan
perempuan yang melahirkan anak pertamanya sebelum berusia 18
tahun. Wanita yang mempunyai banyak anak (multipara) diasosiasikan
dengan berkurangnya risiko kanker payudara, tentunya setelah
16
Page 17
memperhitungkan usia saat melahirkan anak pertama. Menyusui lebih
lama juga dianggap dapat menurunkan risiko kanker payudara.2,4,6
f. Diet
Perbedaan insiden kanker payudara di berbagai belahan dunia
menunjukkan bahwa diet mungkin memegang peranan penting dalam
perkembangan kanker payudara. Bukti-bukti yang ada menyebutkan
bahwa tingginya konsumsi kalori, lemak, daging dan alkohol dapat
meningkatkan risiko sedangkan tingginya konsumsi serat, sayur, buah,
vitamin dan phytoestrogens dapat menurunkan risiko. Diet di negara-
negara Barat biasanya mengandung lemak dan gula yang tinggi
sedangkan di Asia dan negara yang belum berkembang dietnya lebih
banyak mengandung vitamin dan serat. Wanita-wanita dari negara
Barat mempunyai risiko terkena kanker payudara enam kali lebih
tinggi dibandingkan wanita-wanita Asia dan negara berkembang
lainnya. Risiko ini akan berubah jika penduduk dari negara berisiko
rendah migrasi ke negara berisiko tinggi dan mengadaptasi pola makan
di negara tersebut. Meskipun demikian pengaruh diet pada insiden
kanker payudara tampaknya terjadi pada usia muda seperti anak-anak
dan remaja. Tidak ada data yang membuktikan bahwa perubahan pola
makan dari diet tinggi lemak ke diet rendah lemak pada usia
pertengahan dan tua dapat menurunkan risiko kanker payudara.2,4,6
g. Ukuran tubuh
Ukuran tubuh yang mencerminkan status gizi dan pola makan
dengan sendirinya dapat mempengaruhi risiko terkena kanker
payudara. Usia terjadinya menarche sangat dipengaruhi oleh ukuran
tubuh dengan demikian gizi pada masa anak-anak akan mempengaruhi
pada usia berapa menarche terjadi. Tinggi badan yang lebih yang juga
ditentukan oleh keadaan nutrisi diteliti dapat sedikit meningkatkan
risiko kanker payudara terutama setelah menopause. Pada usia dewasa,
17
Page 18
tubuh yang kurus dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebelum
menopause sedangkan obesitas dapat meningkatkan risiko sesudah
menopause. Lemak tubuh adalah situs konversi androstenedione
menjadi oestradiol, satu-satunya sumber endogenik estrogen setelah
menopause, mungkin inilah yang memediasi efek berat badan terhadap
risiko kanker payudara pada wanita post-menopause.2,4,6
h. Riwayat keluarga
Insiden orang-orang dalam satu keluarga besar terkena kanker
payudara terjadi pada sekitar 18% kasus, 5% di antaranya benar-benar
diwarisi secara familial berdasarkan analisis pedigree. Dengan
demikian individu yang memiliki riwayat keluarga kanker payudara
berisiko tinggi untuk terkena kanker payudara. Tingginya risiko ini
dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang menderita kanker
payudara, sejak usia berapa mereka menderita kanker dan hubungan
mereka terhadap individu tersebut. Risiko kanker payudara meningkat
kira-kira dua kali pada anak perempuan yang ibunya menderita kanker
dan pada wanita yang saudara perempuannya menderita kanker.
Kanker familial ini cenderung terjadi pada usia lebih muda dan
bilateral. Peningkatan risiko sebagian besar disebabkan oleh pewarisan
gen-gen yang mempredisposisi kanker payudara. Pada keluarga
berisiko tinggi, dengan empat atau lebih anggota keluarga terkena
kanker payudara, 33% di antaranya mengalami mutasi BRCA-1. Suatu
studi populasi menemukan mutasi BRCA-1 pada 12 dari 193 wanita
(6,2%) yang terkena kanker payudara sebelum usia 35 tahun dan pada
15 dari 208 wanita (7,2%) dengan riwayat kanker payudara pada
anggota keluarga tingkat pertama (first-degree relatives). Kanker
payudara familial juga sering berhubungan dengan keganasan pada
organ lain seperti colon, ovarium dan uterus.2,4,6
i. Hormon
18
Page 19
Faktor menstruasi dan reproduksi yang telah dijelaskan
sebelumnya menunjukkan peran hormon seks dalam perkembangan
kanker payudara. Hormon seks mempengaruhi proliferasi sel-sel dan
jaringan payudara serta meningkatkan karsinogenesis payudara pada
hewan percobaan, namun bukti-bukti epidemiologisnya pada manusia
masih merupakan konflik. Mungkin hal ini disebabkan oleh kesulitan
dalam pengukurannya. Sebuah studi populasi pada wanita
postmenopause yang berasal dari negara berisiko tinggi menunjukkan
level serum oestradiol rata-rata sekitar 20% lebih tinggi daripada
wanita-wanita yang berasal dari negara berisiko rendah. Studi case-
control lain menunjukkan wanita dengan kanker payudara mempunyai
level progesterone yang lebih tinggi dari kelompok kontrol pada
analisis yang terbatas pada saat ovulasi. Prolactin adalah mitogen
dalam jaringan payudara dan merupakan hormon yang penting untuk
perkembangan tumor payudara pada hewan percobaan tapi perannya
pada kanker payudara manusia belum jelas. Meskipun demikian
terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa level prolaktin
dipengaruhi oleh sejumlah even yang juga mempengaruhi risiko
kanker payudara. Selain hormon seks endogen, hormon seks eksogen
seperti terapi pengganti hormon dan kontrasepsi oral juga dianggap
berpengaruh terhadap risiko kanker payudara. Terapi pengganti
hormon meningkatkan risiko kanker payudara pada orang-orang yang
baru atau sedang menggunakan (dalam jangka waktu lima tahun).
Risiko meningkat sekitar 2% untuk setiap satu tahun penggunaan.
Kontrasepsi oral juga dikatakan dapat meningkatkan risiko bila
digunakan jangka panjang. Pada penelitian terbukti kontrasepsi oral
hanya sedikit meningkatkan risiko kanker payudara yaitu sebesar
1,24% pada orang yang sedang menggunakan dan sebesar 1,16% pada
orang yang telah berhenti menggunakan 1-4 tahun sebelumnya.2,4,6
j. Radiasi
19
Page 20
Pada hewan percobaan terbukti adanya peranan sinar radiasi
sebagai faktor penyebab kanker payudara. Dari penelitian
epidemiologi setelah ledakan bom atom atau penelitian pada orang
setelah pajanan sinar rontgen, perana sinar ionisai sebagai faktor
penyebab pada manusia lebih jelas.2
II. 6 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dimulai dengan pencatatan identitas penderita
secara lengkap dilanjutkan dengan keluhan utama. Keluhan utama
penderita dapat berupa: adanya benjolan pada payudara; rasa nyeri;
keluar cairan dari puting susu; retraksi puting susu; adanya ekzema di
sekitar areola; keluhan kulit berupa dimpling, venektasi, ulserasi atau
adanya peau d’orange; adanya benjolan di ketiak; edema lengan dan
tanda metastasis jauh misalnya nyeri tulang (vertebrae, femur), rasa
penuh di ulu hati, batuk, sesak, dan sakit kepala hebat.2,3,6,8
Benjolan payudara dapat dideteksi pada 90% pasien dengan
kanker payudara dan merupakan tanda yang paling umum. Benjolan
kanker cenderung soliter, unilateral, padat, keras, ireguler, tidak dapat
digerakkan (nonmobile), cepat membesar dan tidak nyeri. Cairan yang
keluar secara spontan dari puting susu (nipple discharge) adalah tanda
kedua yang paling umum dari kanker payudara. Karakter nipple
discharge dapat membantu menegakkan diagnosis. Cairan seperti susu
menandakan galaktore, cairan purulen disebabkan oleh infeksi, dan
cairan multiwarna atau lengket menandakan ektasia duktus
(comedomastitis). Cairan serous, serosanguinus, berdarah atau seperti
air mungkin menandakan papiloma (80%) atau karsinoma intraduktal
(20%).6
Selain itu juga perlu ditanyakan mengenai pengaruh siklus
menstruasi terhadap keluhan tumor; menstruasi pertama pada usia
berapa; bila sudah menopause, pada usia berapa; usia saat pertama kali
20
Page 21
melahirkan anak; menyusui atau tidak; riwayat kanker payudara atau
kanker lainnya dalam keluarga; riwayat pemakaian obat-obat
hormonal; riwayat operasi tumor payudara atau tumor ginekologik;
dan riwayat radiasi di daerah dada. Faktor-faktor risiko ini perlu
ditanyakan agar dokter dapat mempertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan mamografi pada penderita yang berisiko tinggi, dan bagi
pasien agar lebih waspada dan rutin melakukan pemeriksaan payudara
sendiri. Keluhan pasien di organ lain yang berhubungan dengan
metastasis perlu ditanyakan seperti batuk, sesak, rasa penuh di ulu hati,
nyeri tulang, dan sakit kepala hebat. Tanda-tanda umum tentang nafsu
makan dan penurunan berat badan juga perlu ditanyakan.2,3
b. Pemeriksaan Fisik
Pada status generalis, selain tanda vital perlu juga diperiksa
performance status penderita. Karena payudara dipengaruhi oleh
faktor hormonal antara lain estrogen dan progesteron maka sebaiknya
pemeriksaan payudara dilakukan saat pengaruh hormon ini seminimal
mungkin, yaitu setelah lebih kurang satu minggu dari hari pertama
menstruasi. Dengan pemeriksaan fisik yang baik dan teliti, ketepatan
pemeriksaan untuk kanker payudara secara klinis cukup tinggi.
Teknik pemeriksaan2,4,10
Penderita diperiksa dengan badan bagian atas terbuka
1. Posisi tegak (duduk)
Lengan penderita jatuh bebas di samping tubuh, pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada
inspeksi dilihat simetri payudara kiri dan kanan; perubahan kulit
berupa peau d’orange, kemerahan, dimpling, edema, ulserasi dan
nodul satelit; kelainan puting susu seperti retraksi, erosi, krusta dan
adanya discharge.
2. Posisi berbaring
21
Page 22
Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh
tersebar rata di atas lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung
diganjal dengan bantal kecil terutama pada penderita yang
payudaranya besar. Palpasi dilakukan dengan mempergunakan
falang distal dan falang medial jari II, III dan IV yang dikerjakan
secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke
distal setinggi iga keenam, juga dilakukan pemeriksaan daerah
sentral subareolar dan papil. Palpasi juga dapat dilakukan dari tepi
ke sentral (sentrifugal) berakhir di daerah papil. Terakhir diadakan
pemeriksaan kalau ada cairan keluar dengan menekan daerah
sekitar papil. Pemeriksaan dengan rabaan halus akan lebih teliti
daripada dengan rabaan kuat karena rabaan halus akan dapat
membedakan kepadatan massa payudara.
Pada pemeriksaan ini ditentukan lokasi tumor berdasarkan
kuadran payudara (lateral atas, lateral bawah, medial atas, medial
bawah, dan daerah sentral), ukuran tumor (diameter terbesar),
konsistensi, permukaan, bentuk dan batas-batas tumor, jumlah
tumor serta mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan suatu pemeriksaan dengan soft
tissue technic yang dapat mendeteksi 85% kanker payudara.
Meskipun 15% kanker payudara tidak bisa divisualisasikan dengan
mammografi, 45% kanker payudara dapat dilihat pada
mammografi sebelum mereka dapat diraba. Adanya proses
keganasan akan memberikan tanda–tanda primer dan sekunder.
Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign, mikrokalsifikasi,
deposit kalsium baik dalam pola mulberrry atau curvilinear, dan
distorsi duktus mamaria. Tanda-tanda sekunder berupa
22
Page 23
bertambahnya vaskularisasi, adanya bridge of tumor dan jaringan
fibroglanduler tidak teratur. Mammografi sangat baik digunakan
untuk diagnosis dini dan skrining, hanya saja untuk skrining
harganya mahal sehingga dianjurkan penggunaan yang selektif
yaitu untuk wanita-wanita dengan risiko tinggi. Sensitifitas
mammografi sekitar 75% dan spesifisitasnya hampir 90%.6
Ultrasonografi berguna terutama untuk membedakan lesi
padat atau kistik juga untuk memandu FNAB dan core-needle
biopsy. Mammografi dan USG payudara dilakukan pada tumor
yang berukuran < 3cm.
Pemeriksaan termografi ditemukan oleh Lawson tahun
1956. Dengan menggunakan sinar infra merah pemeriksaan ini
memanfaatkan perbedaan suhu di mana suhu kanker payudara
lebih tinggi dibanding jaringan sekitarnya.
Xerografi merupakan pemeriksaan yang menggunakan
sistem pencitraan foto elektrik. Ketepatannya mencapai 95,3%
dengan false positive ± 5%.
Scintimamografi merupakan teknik pemeriksaan
radionuklir menggunakan radioisotop Tc 99m. Sensitifitasnya
dalam menilai aktifitas sel kanker payudara cukup tinggi.
Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi lesi yang multipel dan
adanya keterlibatan KGB regional.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan (gold standard)
Pemeriksaan histologi jaringan merupakan cara untuk
menegakkan diagnosis pasti kanker payudara. Bahan pemeriksaan
dapat diambil melalui biopsi eksisional (untuk ukuran tumor <
3cm) atau biopsi insisional (untuk tumor operabel dengan ukuran >
3cm sebelum operasi definitif dan untuk tumor yang inoperabel)
yang kemudian diperiksa potong beku atau PA. Untuk biopsi
kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada mammografi
23
Page 24
dapat dilakukan ultrasound atau stereotactic core biopsy yaitu
pungsi dengan jarum besar yang akan menghasilkan suatu silinder
jaringan yang cukup untuk pemeriksaan termasuk teknik
biokimia.2,3,6
3. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitopatologi dilakukan dengan FNAB (fine
needle aspiration biopsy). Sensitivitasnya dalam mendiagnosis
keganasan dilaporkan sebesar 90-95% bila tepat cara pengambilan
dan diekspertise oleh ahlinya.2,3
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah dilakukan
sesuai dengan perkiraan metastasis misalnya alkali fosfatase dan
liver function tests untuk metastasis ke hepar atau kadar kalsium
dan fosfor untuk metastase tulang.2,3,6
5. Pemeriksaan metastase jauh
Pemeriksaan lain seperti foto thoraks, bone scanning
dan/atau bone survey, USG abdomen, dan CT scan dilakukan
untuk mencari metastasis jauh. Pemeriksaan yang
direkomendasikan oleh PERABOI adalah foto thoraks dan USG
abdomen sedangkan bone scanning dan/atau bone survey (bila
sitologi dan/atau klinis sangat mencurigakan pada lesi > 5cm) dan
CT scan dilakukan atas indikasi.
Metastasis di parenkim paru pada foto rontgen
memperlihatkan gambaran coin lesion yang multipel dengan
ukuran yang bermacam-macam. Metastasis dapat pula mengenai
pleura yang akan menimbulkan efusi pleura. Metastasis ke tulang
vertebra akan terlihat pada foto rontgen sebagai gambaran
osteolitik/destruksi yang dapat menyebabkan fraktur patologis.2,3
6. Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) dan imunohistokimia
24
Page 25
Pemeriksaan kadar CEA dan CA 27.29 (CA 15-3) mungkin
berguna untuk memantau respon terhadap terapi pada penyakit
yang sudah lanjut. Pemeriksaan imunohistokimia seperti ER, PR,
c-erb-2 (HER-2 neu), cathepsin-D, dan p53 bersifat situasional.6
II.7 Klasifikasi Kanker Payudara
a. Sistem TNM 2
Tumor primer (T)
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak terdapat tumor primer
Tis : Karsinoma insitu
Tis (DCIS) : karsinoma in situ hanya ductal
Tis (LCIS) : karsinoma in situ hanya lobular
Tis (Paget) : penyakit Paget dari puting susu tanpa tumor
(Catatan: Paget penyakit yang terkait dengan tumor
diklasifikasikan menurut ukuran tumor
T1 : Tumor ≤ 2cm
T1a : Tumor ≤ 0,5 cm.
T1b : Tumor ≥ 0,5 cm dan ≤ 1 cm.
T1c : Tumor ≥ 1 cm dan ≤ 2 cm.
T2 : Tumor > 2cm dan < 5cm.
T3 : Tumor > 5cm
T4 : Berapapun ukuran tumor dengan ekstensi langsung ke dinding
dada atau kulit.
T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis
T4b : Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit
payudara, atau satelit nodul pada kulit.
T4c : Gabungan T4a dan T4b
T4d : Karsinoma inflamasi (mastitis karsinomatosa)
Kelenjar getah bening regional/Nodul (N)
Nx : KGB regional tidak bisa dinilai
25
Page 26
N0 : Tidak terdapat metastase KGB regional.
N1 : Dijumpai metastase KGB aksila ipsilateral yang mobile.
N2 : Teraba KGB aksila ipsilateral terfiksasi, berkonglomerasi, atau
secara klinis ada pembesaran KGB mamari interna ipsilateral
tanpa adanya metastase ke KGB aksila.
N2a :Teraba KGB aksila yang terfiksasi atau
berkonglomerasi atau melekat ke struktur lain.
N2b : Secara klinis metastase hanya dijumpai pada KGB
mamari interna ipsilateral dan tidak terdapat
metastase pada KGB aksila.
N3 : Metastase pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB aksila atau klinis terdapat
metastase pada KGB mamaria interna ipsilateral dan secara
klinis terbukti adanya metastase pada KGB aksila atau
adanya metastase pada KGB supraklavikula ipsilateral
dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria
interna .
N3a :Metastase pada KGB infraklavikula ipsilateral
N3b :Metastase pada KGB mamaria interna
ipsilateral dan KGB aksila
N3c : Metastase pada KGB supraklavikula
Metastase jauh (M)
Mx : Metastase jauh belum dapat dinilai
M0 : Tidak terapat metastase jauh.
M1 : Dijumpai metastase jauh
Stadium klinis
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II A T0 N1 M0
26
Page 27
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium II B T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium III A T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium III B T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium III C Semua T N3 M0
Stadium IV Semua T Semua N M1
(American Joint Committee on Cancer, 2002)
b. Histopatologi
Kanker payudara mempunyai beberapa tipe histologi
khusus yang turut mempengaruhi prognosis, meskipun stadium
klinis lebih berpengaruh. Pada stadium I tanpa keterlibatan KGB
regional 5-year survival rate sekitar 80% untuk karsinoma duktal
invasif dan sekitar 90-95% untuk karsinoma lobular, koloid dan
comedocarcinoma. 2
Malignant (carcinoma)
1. Non invasive carcinoma
a. Non invasive ductal carcinoma
b. Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma
a. Invasive ductal carcinoma
- papillobular carcinoma
- solid-tubular carcinoma
27
Page 28
- schirrous carcinoma
b. Special types
- mucinous carcinoma
- medullary carcinoma
- invasive lobular carcinoma
- adenoid cystic carcinoma
- squamous cell carcinoma
- spindel cell carcinoma
- apocrine carcinoma
- carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia
- tubular carcinoma
- secretory carcinoma
- others
c. Paget’s disease
Tipe Histopatologi
In situ Paget’s disease
NOS (no otherwise specified)
Intraductal
Paget’s disease and intraductal
Invasive carcinomas
NOS
Ductal
Inflammatory
Medullary, NOS
Medullary with lymphoid stroma
Mucinous
Papillary (predominantly micropapillary pattern)
Tubular
Lobular
Paget’s disease and infiltrating
28
Page 29
Undifferentiated
Squamous cell
Adenoid cystic
Secretory
Cribriform
Gradasi histologis (G)
Gx : grading tidak dapat dinilai
GI : low grade
G2 : intermediate grade
G3 : high grade
Berikut penjelasan beberapa tipe histologis dari kanker payudara: 2,6
a. Karsinoma duktal
Karsinoma duktal invasif merupakan kelompok terbesar (78%)
dari seluruh tumor ganas payudara. Secara mikroskopik tampak
proliferasi anaplastik epitel duktus yang dapat memenuhi dan
menyumbat duktus. Karsinoma duktal noninvasif (karsinoma duktal in
situ atau karsinoma intraduktal) biasanya terjadi tanpa membentuk
massa karena tidak ada komponen scirrhous.
b. Karsinoma lobular (9%)
Separuh kasus karsinoma lobular ditemukan in situ tanpa
tanda-tanda invasi lokal sehingga sering dianggap premaligna dan
disebut neoplasia lobular. Secara histologi menunjukkan gambaran sel-
sel anaplastik yang semuanya terletak di dalam lobulus-lobulus.
c. Comedocarcinoma (5%)
Duktus yang diisi oleh tumor sel kecil dan debris sentral.
d. Karsinoma medular (4%)
Gambaran histologi menunjukkan stroma yang sedikit dan
penuh berisi kelompok sel yang belum berdifferensiasi, tidak teratur
dan tidak jelas membentuk kelenjar atau pertumbuhan kapiler.
29
Page 30
Terdapat banyak sebukan limfosit yang menjolok pada stroma di
dalam tumor.
e. Karsinoma koloid (3%)
Duktus dihambat oleh sel-sel karsinoma dan kista proksimal
berkembang.
f. Karsinoma mukoid/musinus (3%)
Tumor ini tumbuh perlahan-lahan dan secara mikroskopik sel
tumor yang menghasilkan musin tersusun membentuk asinus pada
beberapa tempat. Juga tampak sel-sel cincin stempel (signet ring cells).
g. Karsinoma skirus (schirrous)
Pada pemeriksaan mikroskopik tumor terdiri dari stroma yang
padat dengan kelompok sel epitel yang terlepas atau membentuk
kelenjar. Sel-sel berbentuk bulat atau poligonal, hiperkromatik.
h. Karsinoma inflamasi (1%)
Karsinoma ini memiliki prognosis paling buruk. Sistem limfa
dipenuhi oleh tumor memicu perubahan payudara dan kulit yang mirip
infeksi.
i. Penyakit Paget (1%)
Merupakan karsinoma intraduktus pada saluran ekskresi utama
yang menyebar ke kulit puting susu dan areola, sehingga terjadi
kelainan menyerupai ekzema yaitu adanya krusta di daerah papil dan
areola. Jika tidak ditemukan massa tumor di bawahnya penyakit ini
termasuk karsinoma insitu, tapi jika ada massa tumor termasuk
karsinoma duktal invasif. Kelainan ini ditemukan pada wanita berusia
lebih tua dari penderita kanker payudara umumnya dan bersifat
unilateral. Tanda khas adalah adanya penyebukan epidermis oleh sel
ganas yang disebut sel paget. (Mangunkusumo, 1992, Harris, 1993).
II.8 Terapi Kanker Payudara
a. Modalitas terapi
30
Page 31
Untuk kanker payudara terdapat beberapa modalitas terapi yang bisa
dipilih:
1. Operasi 2,3,,7
Lumpektomy: Merupakan pembedahan untuk mengangkat
tumor payudara dan sedikit jaringan normal di sekitarnya.
Lumpektomi (lumpectomy) hanya mengangkat tumor dan
sedikit area bebas kanker di jaringan payudara di sekitar tumor.
Jika sel kanker ditemukan di kemudian hari, dokter akan
mengangkat lebih banyak jaringan. Prosedur ini disebuat re-
excision.
Partial mastektomy: pembedahan untuk mengangkat bagian
payudara yang memiliki kanker dan beberapa jaringan normal
di sekitarnya. Lapisan atas otot-otot dada di bawah kanker juga
dapat dihapus. Prosedur ini juga disebut mastektomi segmental.
Total mastektomy: Mengangkat seluruh payudara, kulit, otot
mayor dan minor, nodus limfe aksila dan jaringan lemak
disekitarnya.
31
Page 32
Modified radical mastectomy: seperti mastektomi radikal tetapi
otot pektoralis mayor dipertahankan. MRM memberikan trauma
yang lebih ringan daripada mastektomi radikal, dan saat ini banyak
dilakukan di Amerika. Dengan MRM, seluruh payudara akan
diangkat beserta pembuluh limfe di bawah ketiak, tetapi otot
pectoralis mayor masih tetap dipertahankan. Kulit dada dapat
diangkat dapat pula dipertahankan, Prosedur ini akan diikuti
dengan rekonstruksi payudara yang akan dilakukan oleh dokter
bedah plastik.
2. Radiasi 2,3,6,7
Radioterapi untuk kanker payudara dapat diberikan sebagai
terapi primer, adjuvan atau paliatif. Radioterapi kuratif tunggal
32
Page 33
tidak begitu efektif tetapi radioterapi adjuvan cukup bermanfaat.
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu
terbatas bila tumor sudah tidak operabel.
Radioterapi adjuvant diberikan bila ditemukan keadaan
sebagai berikut:
Setelah tindakan operasi terbatas (BCS)
Tepi sayatan dekat (T ≥ T2) atau tidak bebas tumor
Tumor sentral atau medial
KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler
Acuan pemberian radioterapi:
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan
aksila beserta supraklavikula) kecuali:
- pada keadaan T ≤ T2 bila cN = 0 dan pN, maka tidak
dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula
- pada keadaan tumor di medial/sentral diberikan tambahan
radiasi pada mammaria interna
Dosis lokoregional profilaksis adalah 50 Gy, booster dilakukan
sebagai berikut:
- pada yang potensial terjadi residif ditambahkan 10 Gy
(misalnya tepi sayatan dekat tumor atau post BCS)
- pada yang terdapat massa tumor atau residu post op
(mikroskopik atau makroskopik) maka diberikan booster
dengan dosis 20 Gy kecuali untuk aksila 15 Gy
3. Kemoterapi 2,3,6,7
Kemoterapi merupakan salah satu terapi sistemik yang
dapat digunakan sebagai terapi adjuvan atau paliatif. Kemoterapi
adjuvan dapat diberikan pada pasien pascamastektomi yang pada
pemeriksaan histopatologik ditemukan metastasis di sebuah atau
beberapa kelenjar. Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum
33
Page 34
pembedahan pada kanker payudara yang besar namun masih
operabel pada stadium lokal lanjut. Berdasarkan penelitian
kemoterapi yang disebut kemoterapi neo adjuvan ini dapat
mengecilkan ukuran tumor sehingga memudahkan pembedahan.
Kemoterapi paliatif dapat diberikan pada pasien yang telah
menderita metastasis sistemik. Obat kemoterapi diberikan dalam
bentuk kombinasi seperti CAF (CEF), CMF dan AC. Kemoterapi
adjuvan diberikan sebanyak 6 siklus, paliatif 12 siklus dan
neoadjuvan 3 siklus praterapi primer ditambah 3 siklus pascaterapi
primer.
4. Hormonal 2,3,6,7
Dasar dari pemberian terapi hormonal adalah fakta bahwa
30-40% kanker payudara adalah hormon dependen. Terapi ini
semakin berkembang dengan ditemukannya reseptor estrogen dan
progesteron. Kanker payudara dengan reseptor estrogen dan
progesteron yang merespons positif terapi hormonal mencapai
77%. Terapi hormonal merupakan terapi utama stadium IV di
samping kemoterapi karena kedua-duanya merupakan terapi
sistemik. Terapi hormonal biasanya diberikan sebelum kemoterapi
karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya lebih
sedikit.
Sebelum pemberian terapi hormonal dilakukan uji reseptor
(estrogen receptor/ER positif atau progesteron receptor/PR positif)
dan dipertimbangkan status hormonal penderita (premenopause, 1-
5 tahun menopause, dan pascamenopause). Setelah itu dapat
ditentukan apakah terapi hormonal akan diberikan secara additif
atau ablatif.
Terapi additif berupa pemberian obat-obatan (antiestrogen,
aromatase inhibitor, megestrol acetate dan androgen atau estrogen)
dilakukan pada pasien pascamenopause. Yang tergolong
34
Page 35
antiestrogen adalah tamoxifen citrate, toremifene, dan raloxifene
tapi raloxifene lebih banyak digunakan untuk pengobatan
osteoporosis. Aromatase inhibitor seperti anastrozole dan letrozole
menghambat konversi androgen menjadi estrogen.
Terapi ablatif berupa ovarektomi bilateral, dilakukan bila
tanpa pemeriksaan reseptor, pada wanita premenopause dan wanita
yang sudah 1-5 tahun menopause dengan ER (+) dan pada penyakit
yang bersifat slow growing dan intermediate growing.
5. Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya
protein pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan
untuk pasien seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus
dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan
tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani
tes HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
b. Terapi Berdasarkan Staging:
1. Tahap I, Tahap II, Tahap IIIA, dan Tahap IIIC Kanker Payudara
Operable:
• Operasi konservasi payudara untuk mengangkat kanker dan hanya
beberapa jaringan payudara di sekitarnya, diikuti oleh diseksi
kelenjar getah bening dan terapi radiasi.
• Modified radical mastectomy dengan atau tanpa operasi rekonstruksi
payudara.
• Biopsi kelenjar getah bening sentinel diikuti dengan operasi.
• Terapi yang ditargetkan sebagai terapi neoadjuvant (untuk
mengecilkan tumor sebelum operasi).
2. Tahap IIIB, IIIC dioperasi Tahap, Tahap IV, dan metastatik Kanker
Payudara:
35
Page 36
• Kemoterapi.
• Kemoterapi yang diikuti oleh operasi (operasi konservasi payudara
atau total mastectomy), dengan diseksi kelenjar getah bening diikuti
dengan terapi radiasi. Terapi tambahan (kemoterapi, terapi hormon,
atau keduanya) dapat diberikan.
• Uji klinis pengujian obat baru antikanker, kombinasi obat baru, dan
cara-cara baru memberikan pengobatan.
3. Tahap IV dan kanker payudara metastatik:
• Terapi hormon dan/atau kemoterapi dengan atau tanpa Trastuzumab.
• Terapi antibodi monoklonal dengan Trastuzumab dan Pertuzumab
dikombinasikan dengan kemoterapi.
• Terapi konjugat antibodi-obat dengan Ado-Trastuzumab Emtansine.
• Terapi Inhibitor Tirosin Kinase dengan Lapatinib dikombinasikan
dengan Capecitabine.
• Dikombinasikan dengan pengobatan Trastuzumab dan Lapatinib.
• Terapi radiasi dan/atau operasi untuk menghilangkan nyeri dan
gejala lain.
• Obat Bifosfonat untuk mengurangi penyakit tulang dan nyeri ketika
kanker telah menyebar ke tulang.
4. Terapi ajuvan (pengobatan yang diberikan setelah operasi untuk
menurunkan risiko kanker akan kembali) mungkin termasuk yang
berikut:
• Terapi radiasi ke kelenjar getah bening dekat payudara dan dinding
dada setelah modified radical mastectomy.
• Kemoterapi dengan atau tanpa terapi hormon.
• Terapi hormon.
• Terapi antibodi monoklonal dengan Trastuzumab dikombinasikan
dengan kemoterapi.
36
Page 37
II.9 Prognosis Kanker Payudara
Prognosis kanker payudara dapat ditentukan berdasarkan beberapa faktor
yaitu6:
a. Stadium klinik
Tabel 3. Prognosis kanker payudara berdasarkan stadium klinik
Stadium Klinik 5 tahun (%) 10 tahun (%)
0 > 90 90
I 80 65
II 60 45
IIIA 50 40
IIIB 35 20
IV 10 5
b. Keterlibatan histologik KGB aksila
Tabel 4. Prognosis kanker payudara berdasarkan keterlibatan histologik
KGB aksila
KGB aksila 5 tahun (%) 10 tahun (%)
Tidak ada
1-3 KGB
> 3 KGB
80
65
30
65
40
15
c. Ukuran tumor
Tabel 5. Prognosis kanker payudara berdasarkan ukuran tumor
Ukuran tumor (cm) 10 tahun (%)
< 1
3-4
5-7,5
80
55
45
37
Page 38
d. Histologi
Kanker yang poor differentiated, metaplasia dan grade tinggi
mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan kanker yang
well differentiated.
e. Reseptor hormon
Pasien dengan kanker yang bersifat ER positif mempunyai
waktu survival yang lebih lama dibandingkan pasien dengan kanker
yang bersifat ER negatif.
II.10 Screening dan Deteksi Awal Kanker Payudara
Kanker payudara tergolong dalam keganasan yang dapat
didiagnosis secara dini. American Cancer Society (ACS)
merekomendasikan usaha untuk melakukan diagnosis dini yaitu dengan2,9:
a. Periksa payudara sendiri (SADARI) atau breast-self examination
Penelitian menunjukkan 85% dari kasus kanker payudara
diketahui atau ditemukan lebih dulu oleh penderita. Oleh karena itu
penting bagi wanita untuk mengetahui cara memeriksa payudara yang
benar agar bila ada suatu kelainan dapat diketahui segera. SADARI
sebaiknya mulai biasa dilakukan pada usia sekitar 20 tahun, minimal
sekali sebulan. SADARI dilakukan 3 hari setelah haid berhenti atau 7
hingga 10 hari dari hari pertama menstruasi terakhir. Untuk wanita
yang sudah menopause, SADARI dilakukan pada tanggal yang sama
setiap bulan.
b. Pemeriksaan oleh tenaga kesehatan atau clinical breast examination
Pemeriksaan oleh dokter secara lege artis sebaiknya
dilakukan setiap 3 tahun untuk wanita berusia 20-40 tahun dan setiap
tahun untuk wanita berusia lebih dari 40 tahun.
38
Page 39
c. Mammografi
Wanita berusia 35-39 tahun sebaiknya melakukan satu kali
baseline mammography. Wanita berusia 40-49 tahn sebaiknya
melakukan mammografi setiap 2 tahun dan wanita berusia lebih dari
50 tahun sebaiknya melakukan mammografi setiap tahun.
39
Page 40
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Breast cancer : Prevention and Control .2009.
Available from : www.who.int.
2. Ramli, Muchlis. Kanker Payudara. Soelarto Reksoprodjo dkk (editor).
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. 1995. Hlm:
342-364.
3. Albar, Zafiral Azdi dkk (editor). Protokol PERABOI 2003. PERABOI.
Jakarta. Edisi Pertama. 2004. Hlm: 2-15.
4. Asrul. Hubungan antara Besar Tumor dan Tipe Histologi Kanker Payudara
dengan Adanya Metastase pada Kelenjar Getah Bening Aksila. Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003. Available
from: http://www.usu.ac.id.
5. De Jong, Wim . Buku Ajar Ilmu Bedah . EGC. Jakarta. Edisi Pertama . 2005 .
Hlm : 387-402.
6. Manuaba, Tjakra W. Payudara. R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (editor).
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. EGC. 2004. Hlm: 387-402.
7. Haskell, Charles M. and Dennis A. Casciato. Breast Cancer. Dennis A.
Casciato and Berry B. Lowitz (editors). Manual on Clinical Oncology.
Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. 2000. Page: 11.
8. Souhami, Robert L. Et al (editors). Oxford Textbook of Oncology. 2nd Ed.
Oxford Press. Page: 110-116
9. American Cancer Society . Detailed Guide : Breast Cancer . 2009. Available
from : www.acs.org.
10. Makhoul, Issam. Breast Cancer: Overview. 2006 Available from:
http://www.emedicine.com.
11. Yuliana. Deteksi Dini Efektif Melacak Kanker Payudara. Available from:
http://www.info-sehat.com.
40
Page 41
12. Toward Optimized Practice (TOP) Program. Guideline for the Early
Detection of Breast Cancer. Available from: http://www.albertadoctors.org.
41