Top Banner
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case anastesi yang berjudul “Anastesi Regional Spinal”. Penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang periode Februari – Maret 2015. Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa tanpa bimbigan dari berbagai pihak sangatlah banyak kekurangan dari makalah ini, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing dr. Ade Nurkacan Sp. An, dr H. Sabur Nugraha Sp. An dan dr. Ucu Nurhadiat Sp. An serta semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian tugas ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semua kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga tugas ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi para pembaca secara umum. Karawang, 25 Februari 2015 1
39

Case Anestesi Regional

Dec 22, 2015

Download

Documents

Tia Wasril

contoh case anestesi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Case Anestesi Regional

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan

anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case anastesi yang berjudul

“Anastesi Regional Spinal”. Penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat

menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi di Rumah Sakit Umum Daerah

Karawang periode Februari – Maret 2015.

Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa tanpa bimbigan dari berbagai pihak

sangatlah banyak kekurangan dari makalah ini, oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing dr. Ade Nurkacan Sp. An, dr H.

Sabur Nugraha Sp. An dan dr. Ucu Nurhadiat Sp. An serta semua pihak yang turut

membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semua kritik dan saran dari para pembaca

yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga

tugas ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi para pembaca secara

umum.

Karawang, 25 Februari 2015

Penulis

Arief Purwodito & Rachma Tia Wasril

1

Page 2: Case Anestesi Regional

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................1

Daftar Isi....................................................................................................2

BAB I Pendahuluan.....................................................................................3

BAB II Laporan Kasus................................................................................4

BAB III Laporan Anastesi...........................................................................7

BAB IV Tinjauan Pustaka...........................................................................10

BAB V Analisa Kasus.................................................................................18

BAB VI Kesimpulan...................................................................................19

BAB VII Daftar Pustaka..............................................................................20

2

Page 3: Case Anestesi Regional

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata yunani yaitu “an” dan

esthesia, dan bersama-sama berarti “hilangnya rasa atau hilangnya sensasi, ahli saraf

memberi makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis pada

baguan tubuh tertentu(1). Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya

berpotensi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, sesudah

pembedahan.

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan

menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF).

Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal.

Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan : 1) Obat yang

terutama digunakan untuk induksi anestesi, contohnya golongan barbiturat, eugenol dan

steroid, 2) obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat keadaan

seperti pada neuroleptanalgesia, anestesi disosiasi (contohnya : ketamine), sedative

(contohnya : diazepam). Dari bermacam-macam obat obat anestesi intravena, hanya

beberapa saja yang sering digunakan yaitu : barbiturate, ketamine, dan diazepam.

3

Page 4: Case Anestesi Regional

BAB II

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas

Nomor Rekam Medis : 01.08.99

Nama lengkap : Tn. W

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Kedung Salam RT 30 RW 7 Warung Bambu , Kab. Karawang

Status pernikahan : Menikah

Agama : Islam

Ruang rawat/ Kelas : Klari/IA

Bagian/ Unit : Unit Instalasi Bedah

Dokter DPJP : dr.Ade Sp.B

Tanggal operasi : 24 Februari 2015

1.2. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis kepada pasien sendiri, Tn.W pada tanggal 24 Februari 2015

pukul 07:30 WIB.

Keluhan Utama : Benjolan pada lipatan paha Kanan

Keluhan Tambahan : Pinggang terasa pegal

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien hamil 30 minggu G1P0A0 di rujuk dari bidan ke RSUD Karawang pada

tanggal 31 Agustus 2014 untuk melahirkan. Bayi lahir spontan dengan berat 1.700

gram dan panjang 41 cm. Pada tanggal 1 September 2014, pasien mengeluh nyeri

di tempat jahitan dan juga nyeri di sekitar vagina. Pasien juga mengeluh ada darah

yg sedikit keluar dari vagina sejak 1 hari yang lalu, berwarna merah terang dengan

jumlah yang tidak terlalu banyak. Keluar lendir dari vagina disangkal pasien.

Keluhan seperti pusing, demam, sesak, mual muntah di sangkal pasien. BAB dan

BAK pasien juga tidak ada keluhan.

4

Page 5: Case Anestesi Regional

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah menjalani operasi/ anestesi apapun sebelumnya. Riwayat

alergi obat-obatan/ makanan tertentu disangkal. Riwayat diabetes mellitus,

hipertensi, asma, penyakit jantung-paru disangkal. Pasien mengaku tidak

meminum obat-obatan tertentu secara rutin dalam jangka panjang. Riwayat pernah

dirawat dirumah sakit disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi obat/

makanan tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat kematian anggota keluarga di atas meja operasi juga disangkal.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien mengaku merokok sejak SMA, tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-

obatan terlarang.

1.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Status gizi : TB : 168 cm

BB : 68 kg

BMI : 70/(1,68 x 1,68) = 24,8. Status gizi overweigth.

Tanda vital

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,8º C

Pernapasan : 18 x/menit

Status Generalis

Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Leher : KGB tidak teraba membesar.

Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-

5

Page 6: Case Anestesi Regional

Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri

tekan (-), perkusi timpani di keempat kuadran abdomen,

bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas dan tidak ada

edema pada keempat ekstremitas.

Genitalia : Terdapat benjolan pada lipat paha inguinal kanan

1.4. Pemeriksaan Penunjang

(Pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Februari 2015)

Hematologi

- Hemoglobin : 14,9 g/dL (N= 13,0 - 18,0)

- Leukosit : 6,77 x 103/ul (N= 3,80 - 10,60)

- Trombosit : 249 x 103/ul (N= 150 - 440)

- Hematokrit : 41,9 % (N= 40,0 – 52,0)

- Masa Perdarahan : 3 menit (N= 1-3)

- Masa pembekuan : 11 menit (N= 5-11)

- Golongan darah ABO : B

- Rhesus : +

Imunologi

- Hbs Ag Rapid : Non Reaktif

Kimia

- Glukosa Darah Sewaktu : 100 mg/dL (N= <140)

- Ureum : 19,9 mg/dL (N = 15-50)

- Kreatinin : 0,74 mg/dL (N= 0,6-1,1)

Radiologi (foto Thoraks)

- Jantung terkesan Normal, Aorta Baik

- Corakan bronkovaskular normal, tidak tampak infiltrate/fibrosis/kalsifikasi, sinus

kostofrenikus kanan dan kiri tajam

- Tulang-tulang dan jaringan lunak, dinding dada baik

- Kesan: jantung dan paru-paru saat ini terkesan normal

1.5. Diagnosis Kerja

- Hernia Inguinalis lateralis Dextra

6

Page 7: Case Anestesi Regional

1.6 Kesimpulan

Status fisik pasien : ASA II dengan Hipertensi Grade II

Perencanaan anestesi : Pada pasien ini akan dilakukan tindakan herniotomy, dengan

Anastesi regional Spinal

7

Page 8: Case Anestesi Regional

BAB III

LAPORAN ANASTESI

Status anestesi

Diagnosa pre operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra

Jenis operasi : Herniotomy

Rencana teknik anestesi : Anestesi Regional Spinal

Status fisik : ASA II dengan Hipertensi Grade II

Keadaan selama pembedahan

Lama operasi : 45 menit (Jam 10.50 - 11.35 WIB)

Lama anestesi : 1 jam 5 menit (Jam 10.30 – 11.35 WIB)

Jenis anestesi : Anestesi Regional Spinal

Posisi : Supine

Infus : Ringer laktat pada tangan kiri

Premedikasi : -

Medikasi : Bupivacaine 20 mg, Miloz 3 mg, Ondancetrone 4 mg,

Cairan Masuk : ± 1000 cc Ringer Laktat

Perdarahan : + 200 cc

Persiapan Alat

• Mesin anastesi

• Monitor anastesi

• Sfigmomanometer digital

• Oksimeter/saturasi

• Spuit 5 cc, 3cc

8

Page 9: Case Anestesi Regional

• Jarum spinal

• Sarung tangan steril

• Cairan Antiseptik

• Kanul O2

Persiapan Obat

Pre medikasi: Miloz (midazolam)

Analgetik: Fentanyl, Pethidine

Hipnotik /Sedativa: Propofol, Ketamin

Obat emergency: Ephedrine

Monitoring saat operasi

Jam(waktu)

Tindakan Tekanan darah(mmHg)

Nadi(x/menit)

10.25 Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.

Infus Ringer Laktat terpasang pada tangan kiri

141/92 110

SPO2: 99 %

10.30 Medikasi secara intra Lumbal : Bupivacaine 20 mg

Pemberian Oksigen 2 liter/menit.

120/70 80

SPO2 : 100 %

10.40` Pasien tampak gelisah dan tegang

Medikasi : Miloz 3 mg, intravena sebagai penenang

135/74 103

SPO2 : 100 %

10.45 Menunggu persiapan operasi 112/58

81

SPO2 : 99 %10.50 Operasi dimulai 89/51 90

9

Page 10: Case Anestesi Regional

Medikasi pemberian ondancetron 4 mg amp intravena

SPO2 : 98 %

10.55 Operasi masih dilakukan

98/57 84

SPO2 : 97 %11.00 Operasi masih

dilakukan95/54 76

SPO2 : 99 %11.05 Operasi masih

dilakukan102/58 79

SPO2 : 99 %11.10 Operasi masih

dilakukan101/61 83

SPO2 : 100 %11.15 Operasi masih

dilakukan98/61 81

SPO2 : 100 %11.20 Operasi masih

dilakukan Pergantian infus

Ringer Laktat + Tramadol Drip 100 mg

102/58 80

SPO2 : 100 %

11.25 Operasi masih dilakukan

103/60 82

SPO2 : 100 %11.30 Operasi masih

dilakukan106/64 81

SPO2 : 99 %11.35 Operasi selesai

Pemberian Ketorolac 30 mg secara IV

Pemberian oksigen di hentikan

Melepaskan alat monitoring

Pasien dipindahkan ke Recovery Room

107/65 80

SPO2 : 100 %

Keadaan akhir pembedahan

10

Page 11: Case Anestesi Regional

Tekanan darah : 110/72 mmHg, Nadi : 84 x/m, Saturasi O2 : 100%

Penilaian Pemulihan Motorik (berdasarkan Skor bromege) :

Skoring Bromege Gerakan Motorik Tungkai Waktu

0Sudah dapat menggerakan

tungkai secara menyeluruh

1

2

3

BAB IV

11

Page 12: Case Anestesi Regional

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi TIVA

TIVA merupakan kepanjangan dari total anastesi intravena. Tiva merupakan

tekhnik anastesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anastesi yang

dimasukkan lewat jalur intravena. TIVA digunakan untuk ketiga trias anastesi

yaitu hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot. 1

Kebanyakan obat-obat anastesi intravena hanya mencakup 2 komponen anastesi,

akan tetapi ketamin mempunyai ketiga trias anastesi sehingga ketamin dianggap

juga sebagai agen anastesi yang lengkap. 1

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat-obat

anestesi dan yang digunakan di Indonesia hanya beberapa jenis obat saja, seperti

Tiopenton, Diazepam, Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.

Kelebihan TIVA adalah :

1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih

akurat dalam pemakaiannya.

2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien

3. Tidak membutuhkan alat-alat atau mesin khusus

4. Mudah dilakukan 1

1.2. Indikasi Pemberian TIVA

TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :

1. Obat induksi anastesi umum

2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat

3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat

4. Obat tambahan anastesi regional

5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP 1

1.3. Cara Pemberian

Cara pemberian TIVA :

1. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat

2. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan

3. Diteteskan lewat infuse 1

12

Page 13: Case Anestesi Regional

1.4. Jenis-jenis Anastesi Intravena

1. GOLONGAN BARBITURAT

Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton

Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa, berbau

belerang, larut dalam air dan alcohol. 2

Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari anastesi regional,

antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi serebral. 4

Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal. 2

Onset : 20-30 detik

Durasi : 20-30 menit

Dosis :

Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB

Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB

Induksi rectal : 25 mg/ kg BB

Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB 4

Efek samping obat :

Sistem kardiovaskuler

- Depresi otot jantung

- Vasodilatasi perifer

- Turunnya curah jantung

Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan

konsentrasi otak mencapai puncak apnea

Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI

Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar

Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian

dihentikan)

Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada

dewasa muda 2

Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi

Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren 4

Kontraindikasi :

Alergi barbiturat

13

Page 14: Case Anestesi Regional

Status ashmatikus

Porphyria

Pericarditis constriktiva

Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik

Syok

Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan) 2

2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN

Obat ini dapat dipakai sebagai transqualiser, hipnotik, maupun sedative. Selain

itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia. 2

Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :

a. Obat induksi

b. Hipnotik pada balance anastesi

c. Untuk tindakan kardioversi

d. Antikonvulsi

e. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic

f. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin

g. Untuk premedikasi2

a. Diazepam

Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic

(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam

dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis

apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan

diekskresikan melalui ginjal. 2

Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini

digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan

jantung berat. 2

Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,

sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan

penarikan alkohol akut dan serangan panic.

Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,

oral 15 menit-1 jam

14

Page 15: Case Anestesi Regional

Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4

Dosis :

Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg

Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB

Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg

Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis

maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 4

Efek samping obat :

Menyebabkan bradikardi dan hipotensi

Depresi pernapasan

Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,

Inkontinensia

Ruam kulit

DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4

b. Midazolam

Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan ante

retrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x

diazepam.

Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR

kurang dari 7 pada neonatus. 2

Dosis :

Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg

Sedasi : iv 0,5-5 mg

Induksi : iv 50-350 µg/kg 4

Efek samping obat :

Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,

hipotensi

Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi

Euphoria, agitasi, hiperaktivitas

Salvasi, muntah, rasa asam

Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 4

15

Page 16: Case Anestesi Regional

3. PROPOFOL

Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari

gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat

ini sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood

brain barier dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan

ekskresikan lewat ginjal. 2

Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual

muntah dari kemoterapi 4

Dosis :

Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg

Induksi : iv 2-2,5 mg/kg

Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit,

antiemetic iv 10 mg 4

Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi

janin.

Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan

sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga

pemberiannya bisa menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan

propofol seharusnya pasien diberikan obat-obatan antikolinergik. 2

Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang. 2

4. KETAMIN

Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya

menyebabkan pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan

tetapi efek sedasinya ringan. Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi

buruk. 2

Dosis

Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po

5-6 mg/kg BB

Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB 4

Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin

berbahaya bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. 2

16

Page 17: Case Anestesi Regional

Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan

curah jantung. 2

Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.

Kontraindikasi :

Hipertensi tak terkontrol

Hipertroid

Eklampsia/ pre eklampsia

Gagal jantung

Unstable angina

Infark miokard

Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen

TIK tinggi

Perdarahan intraserebral

TIO tinggi

Trauma mata terbuka 2

5. OPIOID

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam

dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak

digunakan untuk induks pada pasien jantung.3

a. Morfin

Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri

yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan

dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru. 4

Dosis :

Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20

mg setiap 4 jam

Induksi : iv 1 mg/kg

Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit

Lama aksi : 2-7 jam 4

Efek samping obat :

Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia

Bronkospasme, laringospasme

17

Page 18: Case Anestesi Regional

Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia

Retensi urin, spasme ureter

Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,

penundaan pengosongan lambung

Miosis 4

b. Petidin

Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi

sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak

seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan

dispnea karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 5

Dosis

Oral/ IM,/SK :

Dewasa :

Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,

Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.

Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.

Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati

Kontraindikasi

Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14

hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang

parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit

kepala, kejang)

Hipersensitivitas.

Pasien dengan gagal ginjal lanjut6

Efek samping obat

Depresi pernapasan,

Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi,

rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan,

kejang,

Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,

Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,

18

Page 19: Case Anestesi Regional

Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.

Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia,

tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau

disorintasi, halusinasi.

Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit

Peringatan

Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan

memperlama kerja & efek akumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada

depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi

pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial

c. Fentanil

Digunakan sebagai analgesic dan anastesia

Dosis :

Analgesic : iv/im 25-100 µg

Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB

Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB

Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB 4

Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit

Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam

Efek samping obat :

Bradikardi, hipotensi

Depresi saluran pernapasan, apnea

Pusing, penglihatan kabur, kejang

Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat

Miosis 4

KURETASE

1.Definisi

Kuretase adalah pembersihan daerah permukaan yang terkena penyakit

dengan menggunakan alat kuret. Tindakan kuretase kebanyakan dilakukan di

bidang obstetri dan ginekologi sehingga kuretase bisa didefmisikan sebagai

serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding kavum uteri

dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok kuret) ke dalam

19

Page 20: Case Anestesi Regional

kavum uteri. Tindakan kuretase harus didahului pemeriksaan dalam untuk

menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besar uterus. Tujuan dilakukannya

pemeriksaan ini adalah untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kecelakaan,

misalnya perforasi.

2. Indikasi

a) Abortus incomplete

Abortus incomplete adalah keguguran ketika usia kehamilan < 20 minggu,

dengan didapatkan sisa-sisa kehamilan. Kuretase dalam kasus ini dilakukan

untuk menghentikan perdarahan yang terjadi karena masih adanya sisa

jaringan dalam rahim yang menghambat rahin untuk berkontraksi dengan

baik sehingga pembuluh darah pada lapisan dalam rahim tidak dapat

tertutup.

b) Sisa Plasenta

Retensi sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih

tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan

postpartum dini dan perdarahan postpartum lambat. Tertinggalnya sebagian

plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus)

tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan

ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa

keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.

c) Blighted ovum (ketiadaan janin, hanya plasenta yang berkembang )

Kuretase dilakukan untuk menghambat pertumbuhan plasenta yang akan

berkembang menjadi suatu keganasan.

d) Dead conceptus (janin mati pada usia kehamilan <20 minggu)

e) Abortus Mola (tidak ada janin, hanya ada plasenta yang bergelembung-

gelembung)

f) Menometroraghia (perdarahan yang banyak dan memanjang diantara siklus

haid). Tindakan kuretase dilakukan untuk menghentikan perdarahan dan

mencari penyebab perdarahan, apakah terjadi karena gangguan hormonal

atau keganasan.

3. Komplikasi

1. Perdarahan

20

Page 21: Case Anestesi Regional

2. Cerukan di dinding rahim

3. Gangguan haid

4. Infeksi

5. Perforasi uterus

6. Mual

7. Pusing

8. Nyeri

SISA PLASENTA

Perdarahan pasca persalinan dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya

sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara

manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat8obat uterotonika intravena.

Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta).

Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam

setengah jam (30 menit) setelah janin lahir. sedangkan sisa plasenta merupakan

tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan

post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.

Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus

tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan

perdarahan. Aejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus

berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

Sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal

dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan

perdarahan postpartum lambat. Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu

bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat

berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi

mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.

Jenis-jenis retensio plasenta

21

Page 22: Case Anestesi Regional

a. Plasenta Adhesiva

Adalah Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena

kontraksi rahim yang kurang kuat untuk melepaskan palasenta. Hal ini terjadi

karena implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan

kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta Akreta

Istilah plasenta akkreta digunakan untuk menyatakan setiap implantasi

plasenta dengan perlekatan plasenta yang kuat dan abnormal pada dinding uterus.

Sebagai akibat dari infusiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan

fibrinosid yang tidak sempurna (lapisan Nitabuch) vili korialis akan melekat pada

miometrium.

c. Plasenta Inkreta

Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.

d. Plasenta Perkreta

Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai

lapisan serosa dinding uterus.

e. Plasenta Inkarserata

Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi

ostiumuteri.

Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta

1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan

plasenta (plasenta adhessiva),

Plasenta adhesiva : yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. kontraksi

uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta. Plasenta adhesiva merupakan

implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan

mekanisme separasi fisiologis

2. Kelainan dari plasenta, misalnya Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh

sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah

peritoneum (plasenta akreta/perkreta)

Plasenta akreta: yang mana villi khorialis menembus lebih kedalam dinding rahim

(miometrium) tetapi belum menembus serosa (sampai kebatas atas lapisan otot

22

Page 23: Case Anestesi Regional

rahim). implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan

miometrium. Lebih sering terjadi pada pasien yang sebelumnya pernah operasi

seksio sesarea.

Plasenta inkreta : dimana villi khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua

sampai ke miometrium. implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan

miometrium

Plasenta perkreta : kalau villi khorialis menembus lapisan otot dan men-apai serosa

atau peritoneum dinding rahim dan menembusnya. implantasi jonjot korion

menembus lapisan otot sampai lapisan serosa dinding uterus.

3. Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang

tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi

yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat

menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan menghalangi

keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Penanganan Retensio plasenta atau sisa plasenta

Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan

plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pas-a persalinan

lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan

perdarahan

Penanganan sebagai berikut :

1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV- Line dengan kateter yang

berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau

larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,

tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang

dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. Bila kadar Hb <8 gr% berikan

transfusi darah. Bila kadar Hb >8 gr% berikan sulfas Ferosus 600 mg/hari selama

10 hari.

2. Drips oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% (normal

saline) sampai uterus berkontraksi.

3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews jika berhasil lanjutkan dengan

drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.

23

Page 24: Case Anestesi Regional

4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan

dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya

pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di

rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan

dengan kuretase pada abortus.

6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian

obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pen-egahan

infeksi sekunder.

BAB V

ANALISA KASUS

24

Page 25: Case Anestesi Regional

Seorang ibu berusia 20 tahun dirujuk oleh bidan ke RSUD Karawang untuk

melahirkan, usia kehmilan 30 minggu G1P0A0. Bayi lahir spontan dengan berat 1700

gram dan panjang 41 cm. Pada tanggal 1 September, pasien mengeluh nyeri di tempat

jahitan perineum dan selain itu rasa nyeri juga dirasakan di sekitar vagina. Pasien juga

mengeluh ada darah yang keluar dari vagina sejak 1 hari yang lalu. Darah berwarna

merah terang dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.

Saat diperiksa didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, keadaan umum tampak

baik. Didapatkan pada tekanan darah meningkat sebesar 150/100 (hipertensi Grade II),

sedangkan nafas, suhu dan nadinya dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan semua dalam batas normal, kecuali terdapat benjolan pada lipatan inguinal

paha kanan. Dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan semuanya dalam batas normal.

Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi atas indikasi adanya benjolan pada

lipatan paha kanan, yang didiagnosis sebagai Hernia Inguinalis Lateralis Dextra. Pasien

dilakukan operasi untuk mencegah terjadinya obstruksi usus atau hernia strangulate. Dari

anamnesis, pemeriksaan fisik saat pre-operasi dan pemeriksaan penunjang, disimpulkan

bahwa pasien termasuk ASA II yaitu dengan hipertensi grade II. Menjelang operasi

keadaan umum pasien normal, tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu dalam batas

normal.

Operasi dilakukan pada tanggal 24 Februari 2015 pukul 10.50 sedangkan anestesi

diberikan pada pukul 10.30 di Instalasi Bedah Sentral RSUD Karawang. Pada pasien

dipilih anestesi regional Spinal karena baik digunakan pada operasi dengan durasi waktu

yang lama, dan hanya memanipulasi sistem saraf perifer.

Pada pasien diberikan medikasi dengan Bupivacaine secara intra lumbal karena

hanya membutuhkan analgetik pada bagian bawah tubuh saja. Selain itu, bupivacaine

dapat menurunkan tekanan darah. Karena adanya blok simpatis oleh obat tersebut. Pada

jam 10.40 pasien diberikan Miloz (Midazolam) 30 mg, karena pasien tampak gelisah dan

tidak tenang sehingga dengan pemberian miloz diharapkan terdapat efek sedative pada

pasien.

Operasi dimulai pukul 10.50 dan berlangsung selama 45 menit, ketika operasi akan

dimulai diberikan medikasi ondansetron 4 mg sebagai anti mual pada pasien. Setelah

operasi selesai pasien diberikan tramadol 100 mg dan ketorolac 30 mg sebagai analgetik

pasca operasi pada pasien.

25

Page 26: Case Anestesi Regional

Setelah operasi pasien langsung dipindahkan ke recovery room dengan tekanan

darah 107/65 mmhg dan nadi 80x/menit. Dengan hasil bromage score …. Pada jam

sehingga dapat dikembalikan ke ruangan.

BAB VI

KESIMPULAN

26

Page 27: Case Anestesi Regional

Pada pasien dengan operasi yang lama dan membutuhkan manipulasi saraf perifer

bagian tubuh bawah maka merupakan suatu indikasi untuk diberikan anestesia regional

spinal, namun dalam pemberian anestesi melalui jalur vena perlu diperhatikan juga

kondisi pasien apakah dapat kooperatif atau tidak saat pemberian anastesi spinal, tanda

vital pada pasien tersebut (tekanan darah, nadi,saturasi O2 ) dan komplikasi obat itu

sendiri.

Serta agar menjaga agar keadaan pasien perioperatif hingga post operatif dalam

keadaan baik maka perlu dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien pre operatif

,Selama periopratif pun sangat diperlukan pengawasan yang ketat terhadap tekanan darah,

nadi, pernapasan, suhu, serta saturasi oksigen.

27

Page 28: Case Anestesi Regional

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Sp. An. Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2010

3. Omoigui, S. 2010. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

4. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan

Intensive Care FKUI. Jakarta: 2012.

5. Mangku G, Senapathi Tjokorda GA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.

Jakarta: 2010

6. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan

S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2012 .

28