KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan. Tim Penyusu n ii
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan
Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan
penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran
dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
I. Skenario B Blok 27..................................................................................1II. Klarifikasi Istilah.....................................................................................1
III. Identifikasi Masalah.................................................................................2IV. Analisis Masalah......................................................................................2V. Hipotesis................................................................................................37
VI. Sintesis...................................................................................................37VII. Kerangka Konsep.......................................................................................
VIII. Kesimpulan................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................54
iii
iv
I. Skenario B Blok 27
1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya tetangganya dengan menggunakan sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih5 menit kemudian sadar kembali dan melaporkan kejadian ke kantor polisi terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di kepala kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjunctival bleeding (-)
Regio temporal dextra : Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang
Regio Nasal: Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien ngorok, RR 24x/menit, Nadi 50x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam bentuk kata-kata. Pupil anisokor dekstra, refleks cahaya pupil kanan negatif, reflek cahaya pupil kiri reaktif/normal. Pada saat itu anda merupakan dokter jaga di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang perawat.
II. Klarifikasi Istilah
1. Visum et repertum : Laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia atau benda yang berasal dari tubuh manusia.
2. Memar : Perubahan warna kulit karena adanya extravasasi darah
ke jaringan yang mendasarinya.
1
3. Pupil isokor : Keadaan dimana kedua pupil sama besar
4. Hematom : Pengumpulan darah setempat umumny menggumpal, dalam organ, rongga atau jaringan karena pecahnya pembuluh darah.
5. Sub-conjungtival bleeding: Perdarahan di belakang konjungtiva.6. Ngorok : Suara yang timbul akibat getaran atau vibrasi dari
jaringan lunak dari kepala dan leher saat inspirasi.7. Pupil reaktif : Keadaan dimana pupil merespon terhadap rangsangan
cahaya.
III. Identifikasi Masalah
1. Satu jam sebelum masuk RS, Bujang dipukul dengan sepotong kayu oleh tetangganya. Bujang kemudian pingsan kurang lebih 5 menit, sadar kembail dan melapor ke polisi.
2. Bujang diantar ke RSUD untuk dibuat visum et repertum, disana Bujang mengeluh luka dan memar dikepala disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
3. Pemeriksaan fisik.4. Setelah pemeriksaan fisik -> pasien tidak sadar kebali.5. Temuan pada pemeriksaan fisik saat pasien mengalami penurunan kesadaran.
IV. Analisis Masalah
Satu jam sebelum masuk RS, Bujang dipukul dengan sepotong kayu oleh tetangganya. Bujang kemudian pingsan kurang lebih 5 menit, sadar kembail dan melapor ke polisi.
1. Bagaimana terjadinya Mekanisme trauma ? Trauma yang dialami oleh Bujang merupakan trauma tumpul, menggunakan sepotong kayu, yang mengenai sisi kanan kepala (Temporal). Hal ini terlihat pada saat pemeriksaan didapatkan luka dan fraktur tulang pada region temporal dextra.
2. Bagaimana anatomi kepala?
Anatomi Tengkorak
A. Kulit Kepala (SCALP)
1. Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
2
Skin atau kulit
Connective Tissue atau jaringan penyambung
Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar. Merupakan tempat
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
Supratentorial : terdiri fosa kranii anterior dan media
Infratentorial : berisi fosa kranii posterior
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang
otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli
disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang
tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi.
Serabut-serabut parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan
n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan
8
dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral
dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom
klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi
yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.
G. Anatomi Basis Cranii
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fossa cranii anterior, fossa cranii media dan fossa cranii
posterior.
Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior
oleh permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina
cribiformis os etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong
bulbus olfaktorius, dan lubung lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus
olfaktorius. Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat
cedera. Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau
kebocoran CSF yang merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars
orbita os frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii
fossa anterior.
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os
9
sphenoidalis dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica,
sementara bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal.
Dilateral terdapat pars squamous pars os temporal. Fissura orbitalis superior, yang
merupakan celah antara ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n.
lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius dan n. abducens. Fraktur pada
basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan tempat yang
paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan oleh
banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus
sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF
dan keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N.
craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os
temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus
cavernosus robek.
Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum,
pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggi superior pars
petrosa os temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa
os occipital. Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris,
dan squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal. Foramen magnum
menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan
meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n. accessories dan kedua
a.vertebralis. Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk
di bawah otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan
muncul di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane
mukosa atap nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang
mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera.
H. Sistem Sirkulasi Otak
10
Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu
aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke otak
seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteri–arteri dan vena-vena.
Arteri karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal
dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna mendarahi wajah,tiroid,lidah dan
faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria meningea
media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajah dan mengirimkan satu
cabang yang besar ke daerah duramater.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi
tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus
karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususyang berespon terhadap perubahan
tekanan darah arteria,yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak
dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri media
adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang
subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis interna
mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan mendarahi
mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai darah pada
struktur-struktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna
dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran
pada permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber
darah utama girus prasentralis dan postsentralis.
Arteri verebrobasilaris
11
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri
inomata ,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk
arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebahagian diensefalon,sebahagian lobus
oksifitalis dan temporalis ,apparatus koklearis,dan organ-organ vestibular.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua
system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya disatukan
oleh pembuluh – pembuluh darah anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi .
Gambar persarafan dan arteri otak.
3. Apa makna klinis dari bujang pingsan selama kurang lebih 5 menit dan sadar kembali? Etiologi : Trauma tumpul
12
Mekanisme : trauma tumpul berupa pukulan getaran hebat tiba-tiba
Perubahan posisi mendadak dari otak blokade impuls aferen aspesifik
gangguan kesadaran / pingsan Kompensasi respon kepala karena getaran
yang ilang sadar kembali
4. Apa saja trauma yang mungkin dialami oleh Bujang? Bagian mana saja yang paling mungkin terkena trauma?Sintesis
5. Apa dampak dari trauma yang ditangani setelah 1 jam lebih?
Gambar diatas menunjukkan kurva hubungan antara volume dan tekanan intra intracranial. Komponen intracranial pada awalnya mampu mengkompensasi massa intracranial baru, seperti hematoma subdural atau epidural. Namun, jika penambahan volume massa melewati ambang kritis, akan terjadi peningkatan intracranial yang cepat, yang dapat menyebabkan penurunan atau penghentian aliran darah.
Sehingga, jika terjadi trauma kepala yang menimbulkan penambahan massa intracranial karena terjadinya perdarahan subdural atau epidural, maka semakin lama ditangani, massanya akan semakin membesar dan untuk mengkompensasinya otak mengurangi pasokan aliran darah. Semakin lama ditangani, maka risiko terjadinya herniasi otak akan semakin besar.
6. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien pingsan dengan trauma kepala?
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.
Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di
sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di
atas jarum, dan amatilah kembalinya darah.
Masukkan kateter ke dalam pembuluh di atas jarum kemudian keluarkan
jarum dan buka torniketnya.
Pada saat ini boleh ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium.
Sambunglah kateter dengan pipa infus intravena dan mulailah infusi larutan
RL atau normal saline.
Amatilah infiltrasi yang mungkin terjadi dari cairan ke jaringan.
Tambatkan kateter dan pipa ke kulit anggota badan.
Pasang kateter untuk pengeluaran cairan pada alat urogenital pasie
Obat-obatan
Mannitol, 0,25 sampai 1 g/kg secara bolus intravena, untuk mengurangan
peningkatan ICP.
Jika ABC pasien tidak ada masalah langsung rujuk ke dokter bedah, agar
dilakukan operasi untuk mengurangi tekanan intracranial.
17
Bujang diantar ke RSUD untuk dibuat visum et repertum, disana Bujang mengeluh luka dan memar dikepala disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
7. Visum et repertum:a. Apa saja kegunaannya?
Sintesisb. Apa saja isi dari visum et repertum?
Sintesisc. Bagaimana cara penulisan visum et repertum?
Ada ketentuan pokok penulisan Visum et repertum. Ketentuan ini dimaksudkan demi keseragaman bentuk Visum Et Repertum. Visum Et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu :
a. Projustisiab. Pendahuluanc. Pemberitaan
Pemeriksaan luar Pemeriksaan dalam Ringkasan hasil pemeriksaan luar dan dalam
d. Kesimpulan e. Penutup
Adapun ketentuan pokok penulisan Visum Et Repertum, yaitu: I. Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan, disudut kiri atas dicantumkan kata “Pro Justicia”. Menyadari bahwa semua surat baru sah di pengadilan bila dibuat di atas kertas materai dan hal ini akan menyulitkan bagi dokter bila setiap visum yang dibuat harus memakai kertas materai. Berpedoman kepada Peraturan Pos, maka bila dokter menulis Pro Yustitia di bagian atas visum maka ini sudah dianggap sama dengan kertas materai. Penulisan kata Pro Yustitia pada bagian atas dari visum lebih diartikan agar pembuat maupun pemakai visum dari semula menyadari bahwa laporan itu adalah demi keadilan (Pro Yustitia). Hal ini sering terabaikan oleh pembuat maupun pemakan tentang arti sebenarnya kata Pro Justicia ini. Bila dokter sejak semula memahami bahwa laporan yang dibuatnya tersebut adalah sebagai partisipasinya secara tidak langsung dalam menegakkan hukum dan keadilan, maka saat mulai memeriksa korban ia telah menyadari bantuan yang diberikan akan
18
dipakai sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena biarpun Pro Yustitia hanya kata-kata biasa, tetapi kalau dokter menyadari arti dan makna yang terkandung di dalamnya maka kata-kata atau tulisan ini menjadi sangat penting artinya. Kemudian keterangan mengenai:
Identitas dokter yang memeriksa. Identitas korban, antara lain: nama, tempat tanggal lahir,
pekerjaan, tempat tinggal. Identitas pe mohon Visum Et Repertum. Hari, tanggal, tahun, jam pemeriksaan. Tempat pemeriksaan. Keterangan lain seperti kapan, dimana dan sebab korban
meninggal, kapan dan dimana korban dirawat. II. Pemberitaan.
Dalam pemberitaan menyebutkan hasil pemeriksaan korban secara objektif sepanjang apa yang dilihat dan ditemukan oleh dokter pada korban seperti rambut, warna kulit, pakaian atau kain dan sebagainya yang termasuk identitas korban. Hal ini termasuk hasil pemeriksaan luar. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan dalam yang meliputi bagian tubuh penting seperti otak, limpa, lambung dan sebagainya. Hal ini penting karena ada kemungkinan kematian seseorang bukan disebabkan langsung oleh luka karena penganiayaan atau karena kecelakaan lalu lintas melainkan karena limpa pecah disebabkan karena telah lama menderita penyakit malaria.
III. Kesimpulan. Bagian ini menjelaskan pendapat dokter atas dasar hasil pemeriksaannya sesuai dengan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Pada Visum Et Repertum ada empat hal yang perlu diungkapkan dalam kesimpulan yaitu: Identitas Jenazah. Kelainan yang ada pada diri korba baik dari pemeriksaan luar
maupun pemeriksaan dalam. Hubungan sebab akibat dan kelainan yang didapati pada saat
pemerisaan. Sebab dan saat kematian atau kualifikasi luka.
IV. Penutup
19
Bagian ini mengingatkan pembuat dan pemakai visum bahwa laporan tersebut dibuat sejujur-jujurnya dan mengingat sumpah. Untuk menguatkan pernyataan itu dokter maka sesuai dengan Ordonansi Staatsblad 1937 No.350, maka pada bagian bawah dicantumkan “Sumpah” yang berarti bahwa Visum Et Repertum harus dibuat berdasarkan sumpah, yakni sumpah dokter. Dengan demikian barulah Visum Et Repertum mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang dan perlu diakhiri dengan mengingat sumpah seperti misalnya sebagai berikut: “Demikianlah Visum Et Repertum dibuat dengan sesungguhnya, dengan mengingat sumpah/janji sewaktu menerima jabatan” Tentu saja tanda tangan dan nama terang harus dicantumkan (Sinaga, 2010).
d. Bagaimana alur pengajuan untuk dilakukan visum et repertum? Prosedur permintaan visum ini, sebagai berikut :1. Permohonan harus dilakukan secara tertulis, oleh pihak-pihak yang diperkenankan untuk itu. Alasannya karena permohonan visum ini berdimensi hukum, artinya dokter tidak boleh dengan serta merta melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang luka, yang terganggu kesehatannya ataupun ataupun seseorang yang mati karena tindak pidana atau tersangka sebagai korban tindak pidana.2. Permohonan ini harus diserahkan oleh penyidik bersamaan dengan korban, tersangka, dan juga barang bukti kepada dokter ahli kedokteran kehakiman. Alasannya untuk dapat menyimpulkan hasil pemeriksaannya, dokter tidak dapat melepaskan diri dari dengan yang lain. Artinya peranan alat bukti yang lain selain korban mutlak diperlukan.Pihak-pihak yang berwenang meminta bantuan ahli kedokteran kehakiman dalam kaitannya dengan persoalan hukum yang hanya dapat dipecahkan dengan bantuan ilmu kedokteran kehakiman :1. Hakim pidana, melalui jaksa dan dilaksanakan oleh penyidik;2. Hakim perdata, meminta langsung kepada ahli kedokteran;3. Hakim pada Pengadilan Agama;4. Jaksa penuntut umum;5. Penyidik
Tata Laksana VeR pada Korban Hidup
1. Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum korban
hidup
20
a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut
KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP
27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara RI. Sedangkan untuk
kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan
sebagai penyidik.
b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut
KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat
didelegasikan pada pihak lain.
c. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah
ditentukan bahwa permintaan oleh penyidik harus dilakukan
secara tertulis yang secara tegas telah diatur dalam KUHAP
pasal 133 ayat (2).
d. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada
Penyidik yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat
permintaan keterangan ahli. Pihak lain tidak dapat memintanya.
3. Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban
hidup
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et
revertum
Pemeriksaan korban secara medis
Pengetikan surat keterangan ahli/ visum et repertum
Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum
e. Siapa saja yang boleh untuk mengajukan permintaan visum et repertum? (pangkat, dasar UU, kebujakan) Sintesis
8. Bagaimana makna klinis dari luka dan memar?
21
CPP = MAP - ICP
Pukulan di kepala dari arah samping dan depan → penekanan kuat
dan tiba-tiba pada pada kulit kepala → kulit kepala pecah atau
robek → luka
Pukulan di kepala dari arah samping dan depan → penekanan kuat
dan tiba-tiba pada pada tulang tengkorak → fraktur dan adanya
pergeseran sementara pada otak → robeknya arteri meningea
media pada daerah epidural → darah mengisi daerah epidural →
darah membeku → hematom (memar)
9. Bagaimana makna klinis dari nyeri kepala hebat dan muntah?
Adanya perdarahan di Epidural, membuat reseptor reseptor syaraf di daerah epidural merespon. Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus. resptor – reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan leher.
Pemeriksaan fisik
10. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik? a. RR: 28x/menit, Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 50x/menit, GCS:
b. Regio orbita: Dextra et sinistra tampak hematom, sub-conjunctival bleeding (-)
Adanya hematom pada regio orbita et sinistra tampak tanpa sub-
conjunctival bleeding menunjukkan bahwa pada pasien mengalami
trauma kepala (namun tidak trauma bola mata karena tidak terdapat sub-
conjunctival bleeding).
Adanya hematom pada regio orbita et sinistra tampak tanpa sub-
conjunctival bleeding menunjukkan terjadinya fraktur basis cranii.
c. Regio temporal dekstra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar fraktur tulang
Pada trauma tumpul terdapat energy atau kekuatan
yang diteruskan ke otak. Pertama energy tersebut akan
diserap terlebih dahulu oleh rambut, kulit kepala, dan
23
tengkorak. Tetapi pada trauma yang hebat, penyerapan
ini tidak cukup untuk melindungi otak. Akhirnya energy
tersebut akan merusak kulit kepala dan tengkorak,
selanjutnya sisa energy diteruskan ke otak, menyebabkan
kerusakan dan gangguan di sepanjang jalan yang dilewati
karena sasaran kekuatan/energy tersebut adalah jaringan
lunak.
Trauma tumpul hebat kerusakan kulit kepala (cedera
kulit kepala) kerusakan galea aponeurotika kerusakan
lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang
mengandung banyak pembuluh darah besar pembuluh
darah tersebut sukar mengadakan vasokonstriksi dan
dapat menyebabkan kehilangan darah bermakna.
Kekuatan dilanjutkan fraktur tengkorak (tabula eksterna
dan tabula interna) fraktur di daerah tabula interna
dapat menyebabkan robeknya arteri meningea anterior,
media, dan posterior darah tertimbun di rongga
epidural.
Tepi luka yang tidak rata cedera kemungkinan
disebabkan oleh trauma benda tumpul.
d. Regio nasal: Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung Darah segar yang mengalir dari region nasal pada pasien trauma
kepala harus dicuriga merupakan CSF rhinorrhea, yaitu campuran darah dan cairan serebrospinal.
Terjadinya trauma kepala menyebabkan defek atau fraktur pada tulang tengkorak dan bisa menimbulkan robekan dura. Hal ini bisa menyebabkan merembesnya cairan serebrospinal (Welch, 2014).
11. Apa Tanda-tanda terjadi peningkatan tekanan intracranial? 1. Hipertensi
24
2. Bradicardi
3. Papil Edema
4. Muntah Proyektil
5. Nyeri Kepal
Setelah pemeriksaan fisik -> pasien tidak sadar kembali.
12. Etiologi dan bagaimana mekanisme dari pasien tiba-tiba tidak sadar? (Trauma tumpul berupa pukulan getaran hebat tiba-tiba Perubahan posisi
mendadak dari otak blokade impuls aferen aspesifik gangguan kesadaran /
pingsan Kompensasi respon kepala karena getaran yang ilang sadar kembali
)TIK makin meningkat hematom makin besar herniasi unkus lesi
supratentorial dan menekan arteri di sekitar batang otak hipoksia, hipoglikemia
suplai darah dan oksigen << penurunan kesadaran kembali .
sekunder. Setelah terjadi trauma cedera kepala, autoregulasi
aliran darah serebri mengalami gangguan atau tidak ada pada
kebanyakan pasien. Keadaan sementara pada patologi ini tidak
sejalan dengan keparahan cedera untuk menghasilkan kegagalan
autoregulasi. Defek autoregulasi bisa muncul segera setelah
trauma atau bisa berkembang seiring perjalanan waktu, dan
menjadinyata atau persisten pada bentuknya tidak selaras
dengan kerusakan ringan, sedang, atauberat. autoregulasi
vasokonstriksi juga sepertinya lebih resisten dibandingkan
dengan autoregulasi vasodilatasi yang mengindikasikan pasien
lebih sensitif pada kerusakan rendah daripada tekanan perfusi
serebral tinggi. Dibandingkan dengan autoregulasi aliran darah
serebral, reaktivitas CO2 serebrovaskular terlihat memiliki
fenomena lebih kuat. Pada pasien yang mengalami cedera otak
parah dan prognosis buruk, terjadi gangguan reaktivitas CO2 pada
fase awal setelah trauma. sebaliknya reaktivitas CO2 lebih utuh
atau mungkin meningkat pada kebanyakan pasien yang
menerima prinsip fisiologis sebagai target manajemen
intrakranial pada status hiperemik. Banyak studi terbaru telah
menunjukkan bahwa setelah terjadi trauma autoregulasi masih
27
bisa berfungsi. Pada situasi jika CPP turun dibawah nilai kritis 70
mmHg, pasien akan mengalami perfusi serebral yang tidak
adekuat. Autoregulasi akan menyebabkan vasodilatasi serebral
mengawali peningkatan volume otak. Hal ini sebaliknya akan
meningkatkan tekanan intrakranial dan memicu lingkaran visius
yang dijelaskan dengan kaskade vasodilatasi yang menghasilkan
iskemia serebral.
Gambar 4. Kaskade Vasodilatasi 5
Proses ini hanya bisa dirusak dengan meningkatkan tekanan
darah untuk menaikkan tekanan perfusi serebral, yang memicu
kaskade vasokonstriksi. Hal ini menjelaskan mengapa
pemeliharaan tekanan darah arteri pada level yang adekuat
dengan monitoring cermat dan koreksi yang cepat jika terjadi
penurunan sangatlah penting.
Gambar 5. Kaskade vasokonstriksi5
28
Karbon dioksida menyebabkan vasodilatasi serebral.
Dibandingkan dengan autoregulasi serebral, reaktivitas CO2
(konstriksi serebrovaskuler atau dilatasi pada respon terhadap
hipo- atau hiperkapnia) kelihatannya merupakan kejadian yang
lebih kuat. Dengan terjadi peningkatan tekanan arterial CO2, CBF
meningkat dan ketika terjadi pengurangan maka akan memicu
vasokonstriksi. Sehingga hiperventilasi bisa mengawali
terjadinya pengurangan rata-rata tekanan intrakranial sekitar
50% dalam 2-30 menit. Ketika PaCO2 kurang dari 25 mmHg
(3,3kPa) tidak terdapat pengurangan lebih lanjut pada CBF.
Akibatnya, tidak terdapat keuntungan untuk memicu hipokapnia
lebih lanjut sebagaimana hanya akan menggeser kurva disosiasi
lebih ke kiri, membuat oksigen kurang tersedia untuk jaringan.
Gambar 6. Kurva hubungan PCO2 arterial dengan CBF5
Vasokonstriksi hipokapnia akut hanya akan berlangsung untuk
waktu yang relatif singkat.5Sementara hipokapnia dipelihara,
terjadi peningkatan gradual CBF pada nilai kontrol yang memicu
terjadinya hiperemia serebral (over-perfusion) jika PaCO2
dikembalikan secara cepat menjadi normal level. Ketika ventilasi
jangka panjang diperlukan, hanya hipokapnia ringan (34-38
29
mmHg: 4,5-5,1 kPa) harus dipicu. Hasil yang lebih buruk pernah
dilaporkan pada pasien setelah cedera kepala pada bulan ketiga
dan keenam yang telah dilakukan hiperventilasi pada level PaCO2
rendah untuk periode yang lama.
Temuan pada pemeriksaan fisik saat pasien tidak sadarkan diri.
14. Bagaimana mekanisme dan interpretasi saat terjadi penurunan kesadaran? Pada saat Bujang mengalami trauma kepala akibat penganiayaan oleh
tetangganya, terjadi robekan arteri meningen media. Robekan tersebut menyebabkan darah keluar dari arteri yang robek dan mengisi ruang diatas duramater, epidural. Darah yang keluar tersebut merupakan massa didalam intracranial. Massa ini akan meningkatkan tekanan intracranial, dan sebagai kompensasi untuk menyeimbangkan tekanan intracranial, regulasi yang dialakukan adalah dengan mengurangi konten cairan serebrospinal dan pasokan darah yang masuk ke otak. Mulai dari pengurangan darah vena hingga arteri. Jika terjadi penurunan aliran darah ke otak, maka kesadaran mulai menurun. Penambahan massa berkepanjangan dari hematom epidural ini, pada titik tertentu tidak dapat lagi dikompensasi. Terjadi peningkatan tekanan intracranial, dan terjadi herniasi. Hal ini menyebabkan perburukan klinis dan penurunan kesadaran.
15. Pada saat tidak sadar, terjadi peningkatan tekanan darah a. Makna klinis?
Trauma tumpul temporal a. meningea media robek perdarahan
epidural (perlu pemeriksaan CT scan untuk memastikan) volume
intracranial ↑ compliance pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke
ruang spinal perdarahan masih berlangsung compliance pertama
tidak adekuat volume intracranial ↑ Tekanan intracranial terus ↑
tekanan sistemik peningkatan tekanan darah (140/90 mmHg)
b. Apa yang terjadi jika yang terjadi penurunan tekanan darah?
Peningkatan tekanan darah pada pasien saat tidak sadar menunjukkan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
16. Bagamana patofisologi pupil anisokor?
30
Cedera akibat benda tumpul yang kemungkinan mengenai regio
parietotemporalis dapat menyebabkan robekan arteri meningea
media a.meningea media robek perdarahan epidural (perlu
pemeriksaan CT scan untuk memastikan) volume intracranial ↑
kompensasi pertama oleh otak mengeluarkan CSF ke ruang
spinal perdarahan masih berlangsung, hematoma meluas di
daerah temporalis otak kearah bawah dan dalam kompensasi
pertama tidak adekuat (tekanan intracranial terus ↑) bagian
medial lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus)
mengalami herniasi di bawah tepi tentorium menekan saraf
parasimpatis n. III tidak terjadi vasokonstriksi pupil tidak ada
hambatan terhadap saraf simpatis midriasis ipsilateral (mata
kanan) pupil anisokor dan refrleks cahaya pupil kanan negatif.
17. Bagaimana patofisiologi regio orbita tampak hematom?
Regio orbita tampak trauma, atau hematoma periorbita merupakan pertanda adanya fraktur pada basis cranii. Hal ini juga didukung oleh perdarahan subkonjungtiva negatif. Artinya, hematoma periorbita bukan disebabkan trauma pada mata, melainkan berasal dari trauma kepala. Pada kondisi fraktur basis kranii, darah yang keluar akan mengisi ruang periorbita dan tampak ekimosis disekitar mata, disebut juga Raccoon eyes.
18. Bagaimana patofisiologi rhinorrhea? Fraktur basis cranii dapat menyebabkan ruptur barier antara kavum sinonasal
dan fosa cranial anterior atau fossa cranial media. Kondisi ini dikenal dengan cerebrospinal fluid rhinorrhoea atau CSF rhinorrhea. Tulang tengkorang cacat karena berbagai alasan atau pecah, disertai dengan tekanan berkepanjangan atau pecah, cairan cerebrospinal dari otak melalui dasar tengkorak aliran menyeberang ke rongga hidung atau sinus paranasal, akhirnya terjadi rhinorrhea.
19. Apa macam-macam herniasi otak? Herniasi transtentorial ke bawah (sentral dan unkal)
Herniasi transtentorial ke atas (upward dan transforaminal)
Herniasi subflkasial
31
20. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan apa pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan? Hematoma epidural
a. Anamnesis
Adanya riwayat trauma kepala yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh
darah.
Terdapat lucid phase
Terdapat keluhan terjadinya peningkatan intracranial
pressure seperti sakit kepala yang berat dan muntah.
b. Gambaran Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara
progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak
memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga
tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-
macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul
bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak :
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
32
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa
dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada
perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan
reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi
negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi
pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap
akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya
kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang
merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang
bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
rostrocaudal batang otak.
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti
memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan
gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
c. Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat
trauma kepala lebih mudah dikenali.
Epistaksis
a. Anamnesis
apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya
sudah pernah
kapan terakhir terjadinya.
jumlah perdarahan
33
Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan
panik dan cenderung mengatakan bahwa darah yang
keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang keluar
kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang
berdarah jjga perlu dilanyakan,
Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus
apakah ada hipertensi
keadaan mudah berdarah
Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler,
arteriosklerosis; apakah sering makan obat-obatan seperti
aspirin atau produk antikoagulansia
b. Pemeriksaan keadaan umum
Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada
penurunan tanda vital, adanya riwayat perdarahan profus,
baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung,
stroke atau pada orang tua.
c. Pemeriksaan hidung
1. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari
anterior ke posterior. Vestibulum,mukosa hidung dan
septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha inferior
harus diperiksa dengan cermat
2. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting
pada pasien dengan epistaksis dan secret hidung kronik
untuk menyingkirkan neoplasma
3. Pengukuran tekanan darah
34
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis
hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan
epistaksis yang hebat dan sering berulang
4. Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi
5. Skrinning terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu
tromboplastin parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan
6. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap
masalah kesehatan yang mendasari epistaksis
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan :
Pemeriksaan darah rutin
CT Scan untuk mengetahui ada tidaknya fraktur,
pendarahan, hematoma, udem dan kelainan otak lainnya &
dapat ditentukan seberapa luas lesi, pendarahan dan
perubahan jaringan di otak.
X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen
tulang.
Analisa Gas Darah medeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
o Menilai kadar PCO2 dan PO2 yang penting dalam
patofisiologi perdarahan otak
o PCO2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak
yang memperparah perdarahan.
35
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Rinoskopi atau nasoendoskopi (bila tersedia )Pemeriksaan
trauma hidung dan sumber perdarahan
Ophthalmoscopymenilai adanya perdarahan intraocular,
Exposure : Cari lebih lanjut perdarahn yang terjadi
24. Apa Komplikasi dari kasus di skenario ini?
Luka kepala :
- Infeksi
- Perdarahan
Cedera kepala :
- Herniasi otak lanjutan
- Penekanan pusat vegetatif
- Edema cerebri
- Deficit neurologis
- Koma
- Kematian
Fraktur hidung - Epistaksis :
- Syok dan anemia
- Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi
koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian
- Aspirasi
25. Bagaimana prognosis pasien?
37
Prognosis: Dubia.Pemeriksaan motorik preoperatif seperti skor GCS, dan pupil reaktif memiliki korelasi yang signifikan terhadap luaran fungsional pasien dengan epidural. Outcome kasus ini secara keseluruhan baik jika dilakukan evakuasi operatif yang tepat (Ullman, 2014). Jika tidak dilakukan intervensi beda yang tepat, risiko kematian sangat tinggi
26. SKDI
3B
V. Hipotesis: Bujang mengalami fraktur basis cranii dan epidural hematom e.c. trauma tumpul
VI. Sintesis
CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang
terjadi setelah trauma kepala,yang dapat melibatkan kulit
kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala (trauma capitis)
adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak
itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
38
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat
ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa
klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera
kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter
menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak
ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun
hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami
fraktur tengkorak.
39
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran
dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami
kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat
pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
-Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang
menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya
memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
40
a. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.
Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental
akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan
dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini
disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara
progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan