BUDAYA PERNIKAHAN DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN ISLAM (STUDI KASUS PERNIKAHAN DI LINGKUNGAN ALORANG KECAMATAN HERLANG KABUPATEN BULUKUMBA) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Pada Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar ASNIATI 105190134511 FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1437 H/2015 M
98
Embed
BUDAYA PERNIKAHAN DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN ISLAM …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUDAYA PERNIKAHAN DALAM TINJAUAN PENDIDIKAN ISLAM
(STUDI KASUS PERNIKAHAN DI LINGKUNGAN ALORANG
KECAMATAN HERLANG KABUPATEN BULUKUMBA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Pada Prodi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar telah
mengadakan sidang Munaqasyah pada :
Hari/Tanggal : Jum‟at, 13 November 2015 M / 01 Shafar 1437 H
Tempat : Kampus Unismuh Makassar Jln. Sultan Alauddin
MEMUTUSKAN
Bahwa saudara Nama : ASNIATI NIM : 105 190 1345 11 Judul Skripsi : “BUDAYA PERNIKAHAN DALAM TINJAUAN
PENDIDIKAN ISLAM (STUDI KASUS PERNIKAHAN DI LINGKUNGAN ALORANG KEC. HERLANG KAB. BULUKUMBA)”
Dinyatakan : LULUS
Mengetahui
Ketua Sekretaris Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I Drs. Abd. Rahim Razaq, M.Pd NBM : 554 612 NIDN : 0920085901 Penguji I : Dr.Ilham Muchtar Lc.,M.A (……….....…………...)
Penguji II : Dahlan Lama Bawa,S. Ag.,MSi
(……………………....)
Pembimbing I : Drs.H.Mawardi Pewangi,M.Pd.I (……………………....)
Pembimbing II : Dr.Abd.Aziz Muslimin S.Ag.M.Pd.I(……………………....)
Dekan
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor : Jl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung Iqra Lt. IV Telp. ( 0411 ) 851914 Makasar 90223
iv
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “Budaya Pernikahan Dalam Tinjauan
Pendidikan Islam (Studi Kasus Pernikahan Di Lingkungan Alorang
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba)” telah diujikan pada hari
Jum‟at, 01 Shafar 1437 H bertepatan dengan tanggal 13 November 2015
M dihadapan tim penguji dan dinyatakan telah dapat diterima dan
disahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Makassar, 01 Shafar 1437 H
13 November 2015 M
Dewan Penguji
1. Ketua : Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I (……………………....)
2. Sekretaris : Dr. Abd. Rahim Razaq, M.Pd (……………………....)
3. Tim Penguji : 1. Dr. Ilham Muchtar Lc.,MA (……….....…………...)
2. Dahlan Lama Bawa,S.Ag.,M.Si (……………………....)
3. Drs. H. Mawardi Pewangi,M.Pd.I (……………………....)
4. Dr. Abd. Aziz Muslimin S.Ag.M.Pd.I (……………………....)
Disahkan Oleh:
Dekan Fakultas Agama Islam
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor : Jl. Sultan Alauddin No. 259 Gedung Iqra Lt. IV Telp. ( 0411 ) 851914 Makasar 90223
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan penuh kesadaran, penulis/ peneliti yang bertanda tangan
di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya
penulis/ peneliti sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat di buat atau dibantu secara langsung orang lain
baik keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh
karenanya batal demi hukum.
Makassar, 23 Muharram 1437 H 05 November 2015 M
Peneliti
Asniati
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Ketika waktu pagi tiba, jangan menunggu sampai sore. Hiduplah
dalam batasan hari Ini. Kerahkanlah seluruh semangat yang ada untuk
menjadi lebih baik hari ini. Biarkan masa depan itu hingga ia datan sendiri.
Karena jika anda melakukan yang terbaik hari ini, maka hari esok juga
akan lebih baik. Kesedihan tidak pernah mengembalikan yang telah
hilang. Kekhawatiran tidak akan pernah membuat masa depan lebih baik.
Dan keruwetan hati tidak akan pernah melahirkan keberhasilan.
Hanya jiwa yang lurus dan hati yang ridha yang akan menjadi
sayap kebahagiaan. Tiang penyanggah ketika aku membangun masa
depanku adalah orang tuaku, Pendorong semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini adalah suamiku, Serta penghibur hatiku setiap saat adalah
sahabat-sahabatku, Karena itu kupersembahkan karya sederhana ini
sebagai tanda terima kasihku kepada Mereka.
vii
ABSTRAK
Asniati. 105190134511. “Budaya Pernikahan Dalam Tinjauan Pendidikan Islam (Studi Kasus Perkawinan Di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba”). Skripsi ini, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bawah bimbingan, oleh H. Mawardi Pewangi dan Abd. Aziz Muslimin.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui budaya dan tata cara dalam perkawinan di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba, mengetahui peran pendidikan dalam pelaksanaan perkawinan di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba, mengetahui cara menyelesaikan sebuah kasus budaya perkawinan Di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juni sampai bulan Agustus 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah 25 orang, dengan rincian kampung Bogoro sebanyak 6 orang, Bonto Bilang sebanyak 4 orang, Alorang sebanyak 7 orang dan Kampong Baru sebanyak 8 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1). Perkawinan pada
masyarakat Alorang masih dipengaruhi oleh budaya masyarakatnya yang masih mengandung nilai-nilai islam yaitu pemilihan jodoh, accarita rua-rua, adduta atau meminang, pembacaan barasanji, mappaccing, akad nikah, duduk pengantin, appakanre bunting dan ziarah kubur. Sedangkan jika ditinjau dari sudut pandangan pendidikan islam tentang budaya perkawinan masyarakat Alorang masih terdapat nilai-nilai syariat islam yaitu: nilai aqidah, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Akan tetapi dalam prosesi perkawinan terdapat banyak hal yang bertentangan dengan islam, oleh sebab itu pendidikan islam berperan penting dalam budaya perkawinan tersebut. 2). Metode yang digunakan secara garis besar adalah dengan mengunakan pendekatan instrikti dan ekstrintik kepada masyarakat di Alorang. 3). Adapun Faktor-faktor pendukung, adanya dorongan dari tokoh pemangku adat yang memberikan motivasi berlangsungnya budaya perkawinan yang mengandung nilai islam, serta dari masyarakat yang tetap melestarikan budaya di Lingkungan Alorang. Faktor-faktor penghambat adalah adanya kekeliruan tentang budaya perkawinan yang banyak pula mengandung nilai-nilai yang tidak sesuai dalam islam, kurangnya pemahaman masyarakat dalam tradisi perkawinan tersebut.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, itulah kata yang sepantasnya penulis ucapkan
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt atas inayah, taufik dan
hidayahnya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Banyak kendala
dan hambatan yang dilalui oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini,
akan tetapi dengan segala usaha yang penulis lakukan sehingga
semuanya itu dapat teratasi shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan
kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi pembawa risalah, petunjuk
dan menjadi suri tauladan di permukaan bumi ini.
Keberadaan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai
pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah membantu peneliti. Dalam kesempatan ini peneliti
menyampaikan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:
1. Kedua orangtua Bapak Syamsuddin dan Ibu Arta, dan suami Anwar
serta saudara-saudaraku tercinta, yang dengan kelembutan dan
kesabaran hati telah memberikan perhatian, kasih sayang dan
motivasi baik spiritual maupun material yang senangtiasa mengiringi
langkahku.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Dr.H.Irwan Akib. M.Pd
dan para wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
ix
3. Dekan fakultas Agama Islam Drs.Mawardi Pewangi M.Pd.I beserta
seluruh wakil Dekan.
4. Dra.Amirah Mawardi,S.Ag dan Dr.H.Maryam,M.Th.I selaku ketua dan
sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
5. Drs.H.Mawardi Pewangi.M.Pd.I dan Dr. Abd. Aziz
Muslimin.S.Ag.M.Pd.I yang telah membimbing penulis dengan
mencurahkan segala waktu dan fikirannya dalam penyusunan skripsi
ini.
6. Para Dosen serta Pegawai dalam lingkup Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan
bantuan, bimbingan dan ilmu pengetahuan selama penulis
menempuh pendidikan.
7. Pemerintah dan para tokoh masyarakat Bulukumba terkhusus
kepada masyarakat Lingkungan Alorang atas segala bantuannya
dalam proses penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini.
Serta masih banyak lagi yang tidak disebut satu persatu, akhirnya
kepada Allah peneliti serahkan segalanya, semoga segala bantuan dan
kerjasamanya mendapat pahala dari sisi Allah, Amin.
Makassar, 26 Agustus 2015
Asniati
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………....i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI…………………………………………ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH…………………………………………….iii
PENGESAHAN SKRIPSI………………………………………………………iv
PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………………….....v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………………vi
ABSTRAK………………………………………………………………………vii
KATA PENGANTAR.…………...…………………………………………….viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….....xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Budaya .................................................................................... 8 1. Pengertian Budaya ............................................................ 8 2. Unsur-Unsur Budaya ......................................................... 9 3. Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat .............................. 10
B. Pernikahan ............................................................................ 11 1. Pengertian Pernikahan .................................................... 11 2. Pernikahan Ditinjau Dari Segi Agama Islam .................... 12 3. Tujuan Melakukan Pernikahan ........................................ 13 4. Syarat-Syarat Pelaksanaan Pernikahan .......................... 14 5. Hukum Pernikahan .......................................................... 16 6. Hakekat Pernikahan ........................................................ 17 7. Hikmah Pernikahan ......................................................... 20 8. Tata Cara Pernikahan ...................................................... 21
xi
C. Tinjauan Pendidikan Islam .................................................... 30 1. Jenis-Jenis Pendidikan Islam ........................................... 35 2. Tujuan Pendidikan Islam .................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................... 37 B. Lokasi Dan Objek Penelitian ................................................. 37 C. Variabel Penelitian ................................................................ 38 D. Defenisi Operasional Variabel ............................................... 38 E. Sasaran Penelitian ................................................................ 39 F. Instrument Penelitian ............................................................ 40 G. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 41 H. Teknik Analisis Data .............................................................. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………………………..….43 1. Kondisi geografis……………………………………………..43 2. Kondisi masyarakat………………………………..................45
B. Budaya Perkawinan Masyarakat Alorang Kec. Herlang Kab. Bulukumba…….. ............................................................ ….....46
C. Kandungan Nilai-nilai Islam Dalam Budaya Perkawinan Masyarakat Alorang Kec. Herlang Kab. Bulukumba………...57
D. Tinjauan Pendidikan Islam Terhadap Budaya Perkawinan Masyarakat Alorang Kec. Herlang Kab. Bulukumba........................ ............................................. ….....61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………….70 B. Saran……………………………………………………………....72
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Batas Wilayah Lingkungan Alorang ............................................... 39
Tabel 2 Jumlah Penduduk Dan Luas Wilayah Lingkungan Alorang............ 40
Tabel 3 Tingkat Pendidikan Dan Jumlah Siswa .......................................... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan sebagai hamba-Nya yang mempunyai
perasaan tertentu terhadap jenis yang lain di mana perasaan-perasaan
dan pikiran-pikiran itu ditimbulkan oleh daya tarik yang ada pada masing-
masing mereka, yang menjadikan yang satu tertarik kepada yang lain,
sehingga antara kedua jenis pria dan wanita itu terjalin hubungan yang
wajar. Mereka melangkah maju dan bergiat agar perasaan-perasaan itu
dan kecenderungan-kecenderungan antara laki-laki dan wanita itu
tercapai. Puncak dari semua itu adalah terjadinya perkawinan antara laki-
laki dan perempuan yang penuh ridho dan barokah dari Allah Swt, yang
juga disunahkan dalam hadist Rasulullah Saw, yang artinya “Bahwa
perkawinan adalah sunahku, barang siapa membenci sunnahku ia
bukanlah termasuk golonganku”. Perkawinan yang sah harus memenuhi
rukun dan syarat perkawinan yang sah harus memperhatikan larangan-
larangan perkawinan .
Maka jelaslah bahwa diperintahkan bagi hamba Allah untuk segera
menikah jika sudah mampu, dan apabila belum mampu maka
berpuasalah, untuk menjaga dari perbuatan zina. Perkawinan diciptakan
Allah Swt untuk meninggikan harkat dan martabat manusia. Dengan
perkawinan, keturunan manusia akan mempunyai nasab serta kedudukan
2
yang terhormat dalam lingkungan sosialnya yang paling penting dari
semua itu, perkawinan akan menyempurnakan keimanan seseorang
sehingga ia akan lebih kuat dalam menghadapi godaan setan. Perkawinan
adalah bentuk paling sempurna dari kehidupan bersama. Hidup bersama
tanpa nikah hanyalah membuat kesenangan semu (selintas waktu).
Kebahagiaan hakiki akan terpenuhi dalam kehidupan bersama yang diikat
oleh perkawinan.
Itulah sebabnya, agama Islam menganjurkan pernikahan dan
mendorong umatnya agar menyukai pernikahan itu. Selain sebagai
sarana penyaluran kebutuhan biologis, nikah merupakan pencegahan
penyaluran kebutuhan itu tanpa jalan yang tidak dikehendaki oleh
agama. Perkawinan juga merupakan lembaga yang suci dapat dibuktikan
dari tata cara melangsungkannya, dan tata hubungan suami istri.
Berbicara tentang soal perkawinan selalu akan menarik karena lembaga
perkawinan itulah yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan
kehidupan manusia yang berputar, dan karena kedudukannya yang
istimewa dalam hidup dan kehidupan manusia, maka masalah
perkawinan perlu di atur dalam undang-undang. Undang-undang
perkawinan Republik Indonesia yang berlaku mulai tanggal 1 Oktober
1975, adalah undang-undang perkawinan yang luas sekali ruang
lingkupnya. Ia tidak hanya mengatur soal perkawinan, tetapi juga
masalah perceraian serta akibatnya.
3
Perkawinan sebagai suatu lembaga mempunyai banyak segi
dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, misalnya dari sudut
agama, hukum masyarakat dan sebagainya. Jika di pandang dari segi
ajaran agama dan hukum Islam perkawinan adalah suatu lembaga yang
suci. Pokok-pokok pengaturan hidup dan kehidupan keluarga muslim
dengan jelas yang tercantum di dalam Al-quran. Menurut perhitungan
Abdul Wahab Khallaf, yang di sebut oleh Said Ramadan di dalam
bukunya Islamic Law, dari 228 ayat hukum yang mengatur soal
kemasyarakatan umat Islam, tujuh puluh (70) di antaranya adalah ayat-
ayat hukum yang berkenaan dengan keluarga. Dengan demikian, ia
merupakan tiga puluh persen (30) dari seluruh ayat-ayat hukum
mengenai mu‟amalah. Banyaknya ayat hukum yang mengatur soal
keluarga, termasuk perkawinan di dalamnya, mengandung makna bahwa
keluarga, khususnya perkawinan sangat penting menurut ajaran Islam.
Allah Swt tidak menjadikan manusia seperti makhluk yang
lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan hubungan antara
jantan dan betina secara anargik atau tidak ada aturan. Akan tetapi,
untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, Allah Swt
mengadakan hukum sesuai dengan martabat tersebut. Dengan
demikian, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara hormat
berdasarkan kerelaan dalam suatu ikatan berupa pernikahan. Bentuk
pernikahan ini memberikan jalan yang aman pada naluri seksual untuk
memelihara keturunan dengan baik dan menjaga harga diri wanita agar
4
ia tidak laksana rumput yang bisa di makan oleh binatang ternak
manapun seenaknya. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing
pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan
tujuan dan perkawinan itu sendiri. Allah Swt berfirman dalam (Q.S.An-
Nisa:1) yang berbunyi:
Terjemahannya:
“hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan darinyalah Allah menciptakan istrinya, dan dari kedua Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.(Departemen Agama RI,1989:114)
Perkawinan di dalam ajaran Islam ditempatkan pada tempat yang
tinggi dan mulia, karena itu Islam menganjurkan agar perkawinan itu
disiapkan secara matang, sebab dalam pandangan Islam pernikahan
bukan sekedar mengesahkan hubungan badan antara laki-laki dan
perempuan saja, atau memuaskan kebutuhan seksual semata-mata,
melainkan memiliki arti yang luas, tinggi dan mulia. Dari perkawinan akan
lahir generasi penerus, baik maupun buruknya perilaku mereka sangat
dipengaruhi oleh peristiwa yang dimulai dari perkawinan. Dan
sesungguhnya Allah Swt menciptakan manusia untuk memakmurkan
bumi dengan memperbanyak keturunan dalam keluarga.
5
Secara sadar, kita harus mengakui bahwa pola kehidupan kita
sedang digiring ke arah materialistis, konsumtif dan mengedepankan
cover luar ketimbang substansianya. Pola ini mau tidak mau
mempengaruhi cara pandang kita dalam mensikapi perkawinan sebagai
anjuran syariat yang bersifat mulia dan fleksibel serta mengandung nilai
preventif terjadinya tindak asusila ataupun kriminal. Lebih dari sikap
mempermudah urusan perkawinan bukanlah sebuah ide baru yang
hanya dilontarkan karena kehidupan kita yang semakin glamour, tetapi
memang sebuah anjuran yang diusung oleh Islam.
Semoga dengan mengamalkan tuntunan yang diajarkan dalam
agama Islam, tentang bagaimana berumah tangga yang baik, agar
sesuai dengan tujuannya yaitu sebuah keluarga yang sakinah,
mawaddah, dan warahmah, yang penuh barokah ini akan tercapai.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul penelitian dan berdasarkan pada latar
belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka, masalah
yang akan diteliti, penulis batasi dan dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana budaya dan tata cara perkawinan di Lingkungan
Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba?
2. Bagaimana peran pendidikan Islam dalam pelaksanaan
perkawinan di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang
Kabupaten Bulukumba?
6
3. Bagaimana cara penyelesaian sebuah kasus budaya perkawinan
di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten
Bulukumba?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui budaya dan tata cara dalam perkawinan di
lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba.
2. Untuk mengetahui peran pendidikan dalam pelaksanaan
perkawinan di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten
Bulukumba.
3. Untuk mengetahui cara menyelesaikan sebuah kasus budaya
perkawinan di Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten
Bulukumba.
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian nantinya dapat menjadi masukan kepada
pemerintah daerah dan seluruh masyarakat setempat, terkait
dengan pentingnya mengkaji berbagai pokok permasalahan dalam
perkawinan, tentang budaya dan tata cara pelaksanaan
perkawinan, serta peran pendidikan Islam pada perkawinan di
Lingkungan Alorang Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba.
2. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan menjadi referensi
yang berguna bagi penelitian selanjutnya dan dapat memperluas
khasanah ilmu dan pemahaman bagi masyarakat setempat.
7
3. Dengan tulisan ini, dapat memberikan konstribusi pemikiran baru
untuk dijadikan sebagai bahan masukan bagi para masyarakat, dan
menjadi bahan bacaan serta bahan rujukan terhadap penelitian
serupa di tempat lain dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Budaya
1. Pengertian Budaya
Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah
yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal
kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi
atau akal”. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing
yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin colore.
Artinya mengolah atau m engerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari
asal arti tersebut yaitu colore kemudian culture, diartikan sebagai segala
daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Pengertian budaya menurut Joko Tri Prasetya (1998:28)
mengatakan bahwa, Budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari
kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi.
Soerjono Soekanto (2003:172) pernah mencoba memberikan
definisi yaitu:
Mengenai kebudayaan, bahwa budaya adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan kata lain kebudayaan mencakup kesemuanya yang
didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat
9
kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola
perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola
berpikir, merasakan dan bertindak seorang yang meneliti kebudayaan
tertentu, akan sangat tertarik oleh obyek-obyek kebudayaan seperti
rumah, sandang, jembatan, alat-alat komunikasi dan sebagainya.
Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan
atau kebudayaan jasmaniah (material cultural) yang diperlukan oleh
manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya
dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
2. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-
unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu
bulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Misalnya dalam kebudayaan
Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat-
alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transport dan
sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan system ekonomi (pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem
hukum, sistem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
10
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi (kepercayaan).
3. Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Kebudayaan menjadi fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan
anggota-anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan
lainnya di dalam masyarakt itu sendiri yang tidak selalu baik baginya.
Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik di
bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat
tersebut di atas, untuk sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang
bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar oleh
karena kemampuan manusia adalah terbatas, dan dengan demikian
kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas
di dalam memenuhi segala kebutuhannya. Hasil karya masyarakat
melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai
kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan
dalamnya.
B. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Menurut Mahmud Muhammad Al-Jauhari Dan Muhammad Abdul
Hakim Khayyal (2005/161) mengatakan bahwa:
Pernikahan adalah jalan menuju pertemuan lawan jenis yang diinginkan Allah dalam rangka membangun rumah tangga dan
11
mendirikan institusi keluarga, dan menikmati pertemuan tersebut dalam suasana bersih, suci, dan kesungguhan yang paralel dengan kesabaran statusnya, demi menjaga masyarakat dari pencemaran atau campur aduk nasab yang bersumber dari komunisme hubungan seksual atau merebaknya tindak asusila.
Mohd. Idris Ramulyo (2002:30) mengemukakan bahwa:
Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita (hanafi).
Aqdu al nikah dibaca dihubungkan dengan aqdunnikah sebutan
alquran yang lazim dalam bahasa indonesia sehari-hari disebut akad
nikah dari kata-kata akad nikah. Nikah artinya perkawinan sedangkan
akad artinya perjanjian. Jadi akad berarti perjanjian suci untuk
mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan
seorang pria membentuk keluarga bahagia dan kekal (abadi). Imam Syafi‟i
(2002:10) berpendapat bahwa, pengertian nikah adalah suatu akad yang
dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita.
Menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 (pasal 1),
perkawinan itu ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (berumah
tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan pancasila
di mana sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka
perkawinan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga
perkawinan bukan saja mempunyai unsur/jasmani, tetapi unsur
batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting.
12
2. Pernikahan Ditinjau Dari Segi Agama Islam
Sebagaimana diketahui bahwa pada dasarnya perkawinan menurut
ajaran islam yang pertama adalah untuk melaksanakan tuntunan Allah
sebagaimana tersebut dalam firman Allah(Q.S. An-Nur:32):
Terjemahannya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan mereka yang berbudi pekerti yang baik, termasuk hamba sahayamu yang lelaki dan perempuan.”(Departemen Agama RI,1989:549) Dasar perkawinan yang kedua adalah untuk mengamalkan
sunnah Rasulullah Saw. Rasul menyampaikan berita bahwa wanita
biasanya dinikahi dengan pertimbangan empat perkara: hartanya, nasab
keturunannya, kecantikannya dan kebagusan agamanya. Beliau
memerintahkan agar kebagusan agama yang menjadi tujuan utama.
Apabila hal ini dilaksanakan maka sang suami akan mendapatkan
keuntungan. Disisi lain Rasulullah Saw memperingatkan bila seseorang
menikahi wanita karena kemuliaannya maka Allah justru akan
menghinakannya. Bila dia menikahinya karena harta, maka Allah justru
akan membuatnya fakir. Bila dia menikahinya karena nasab
keturunannya, maka Allah akan merendahkannya. Tetapi jika seorang
laki-laki menikahi seorang wanita dengan tujuan menundukkan
pandangannya, menjaga kemaluannya atau menyambung tali
13
kekeluargaan, maka Allah akan memberikan barokah kepadanya dengan
istrinya. Rasul juga melarang menikahi wanita karena kecantikan dan
kekayaannya saja. Pernikahan berarti hubungan persaudaraan,
tumbuhlah rasa cinta. Pernikahan nabi juga bertujuan agar istri-istri beliau
menjadi pengajar bagi wanita muslim tentang hukum-hukum agama
seorang wanita tidak akan malu untuk bertanya kepada sesamanya
tentang hal-hal khusus berkenaan hukum kewanitaan, tetapi dia akan
malu bila bertanya hal tersebut kepada laki-laki.
3. Tujuan Melakukan Pernikahan
Tujuan perkawinan adalah menurut perintah Allah untuk
memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan
rumah tangga yang damai dan teratur. Menurut Soemijati dalam buku
Nurdin Ilyas (2000:25) disebutkan bahwa:
Tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syari‟ah.
Menurut Nurdin Ilyas (2000:12) mengatakan bahwa:
Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmah, agar dapat melahirkan keturunan yang baik dan berkualitas, sebagaimana Allah berfirman(Q.S.AL-Furqon:74):
Terjemahannya:
14
“Dan orang-orang yang berkata”Ya, Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami, dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”(Departemen Agama RI, 1989:569)
Rumusan tujuan perkawinan di atas dapat diperinci sebagai berikut:
a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk dengan dasar cinta kasih.
b. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih.
c. Memperoleh keturunan yang sah.
Serta tujuan pokok perkawinan dalam islam adalah untuk
mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan penuh rahmah.
4. Syarat-syarat Pelaksanaan Pernikahan
Jika prosesi perkawinan tidak melalui prosedur, perkawinan
tersebut berarti menyalahi status fitrah yang benar dalam hubungan pria
dan wanita dan termasuk tindak perzinahan dalam pandangan islam.
Pernikahan berbasis syariat harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a. Terang-terangan dan publikasi ramai. Dianjurkan lagi jika
mengundang tokoh-tokoh masyarakat, dan karena itu disunahkan
bagi yang diundang untuk menghadiri resepsi pernikahan tersebut.
b. Permintaan restu wali si wanita. Hal ini diperlukan guna
melindunginya dari bahaya-bahaya penipuan dan dorongan hasrat
yang membara, juga lebih memuliakan dan menghormatinya, serta
agar terwujud hubungan kekeluargaan lewat nasab dan pernikahan
15
sebagai salah satu tujuan pernikahan. Hal ini berdasarkan sabda
Nabi shallallahu „alaihi wasallam:
. ص قال: لا نكاح الا بول ب )الخمسة الا النسائى(عن ابى موسى رض عن الن
Artinya :
Abu Musa RA dari Nabi Saw,Beliau bersabda “Tidak ada nikah melainkan dengan (adanya) wali”. (HR. Khamsah kecuali Nasai).
Dari hadist di atas maka penulis menyimpulkan bahwa dalam
perkawinan menurut syariah itu tidak sahnya pernikahan tanpa ada wali
yang ingin menikahkan.
c. Ijab Kabul dilakukan dengan suka sama suka tanpa ada
pemaksaan salah satu pihak atau kedua-duanya.
d. Pemberian mas kawin pada wanita agar ia merasa bahwa dirinya di
cari pria dan bukan dia yang mencarinya, sehingga terjagalah
kehormatan dan rasa malunya yang merupakan kekayaan paling
berharga yang dimiliki wanita.
e. Pengiringan niat hidup bersama untuk selama-lamanya, bukan
temporal semata.
5. Hukum Pernikahan
Pertama, hukum nikah adalah mubah atau jaiz, yaitu apabila
seseorang telah memenuhi syarat untuk melangsungkan pernikahan,
minimal untuk melakukan akad.
Kedua, hukum pernikahan menjadi sunnat bila dipandang dari segi
pertumbuhan fisik yang sudah dapat dianggap wajar menurut masyarakat
16
dan berkeinginan kuat untuk melakukan hubungan (kelamin). Tujuannya
yakni agar memperoleh keturunan dan terhindar dari perbuatan zina
Ketiga, apabila seseorang mempunyai keinginan kuat melakukan
hubungan dengan lawan jenisnya dan kurang mampu untuk menahan,
sedangkan ia dianggap mampu dalam urusan duniawi, maka hukum nikah
baginya wajib.
Keempat, nikah dapat menjadi makruh hukumnya, apabila
seorang laki-laki menikah yang dengan nikahnya itu dapat membawa istri
dan anaknya kepada kesengsaraan, dikarenakan dia belum mampu
dalam memenuhi kewajibannya sebagai suami untuk memberikan nafkah.
Kelima, nikah akan menjadi haram apabila seseorang yang
hendak menikah tidak mampu untuk memberikan nafkah kepada istrinya,
bahkan untuk dirinya sendiri tidak mampu karena tidak memiliki sumber
penghasilan.
6. Hakekat Pernikahan
Menurut Muhammad Nabil Kazhim dalam bukunya (2007:25)
mengatakan bahwa:
Hakekat Perkawinan adalah sebuah konsepsi insani yang bersifat sosial dan kejiwaan, sedangkan kawin adalah konsepsi hewani (hubungan biologis) semata. Ia merupakan sistem sosial yang memiliki sifat langgeng serta berpegang pada neraca sosial untuk mengatur masalah-masalah seksual dan mengatur tanggung jawab bagi mereka yang sudah sampai ke sana. Ia dipandang sebagai fenomena suci atau tatanan ilahi yang dikuatkan oleh syariat langit dan kitab-kitab suci sebagai asas bagi kehidupan insan. Perhatian para pakar ilmu sosial terfokus pada neraca, rentang waktu, kemungkinan dan nilai yang menyertai berbagai kondisi. Ia merupakan hubungan timbal balik antara sesama pasangan dan
17
juga individu dalam keluarga. Tanpa adanya keluarga, maka warisan biologis bagi manusia akan berakhir menuju bencana. Adapun beberapa makna dalam perkawinan yang terdiri atas tiga
(3) bagian, yaitu:
a. Makna-makna Kebahasaan (Lughawiyah)
Dalam bahasa arab, kata zauj (pasangan) berarti suami (ba‟l) dan
juga istri (zaujah); yang merupakan kebalikan dari kata fard (seorang diri
tanpa yang lain). Zauj berarti dua (sepasang), baik laki-laki maupun
perempuan.
Muzawij adalah orang yang banyak menikah, entah laki-laki
maupun perempuan. Sedangkan kata azwaj (bentuk jamak dari zauj),
adalah qurana‟(jamak dari qarin;pendamping). Zawaj (perkawinan atau
pernikahan) adalah penyatuan suami istri, atau laki-laki dengan
perempuan. Sedangkan zauj adalah setiap orang yang didampingi oleh
yang lain dari sejenisnya. Zauj juga biasa berarti sesuatu dan lawannya;
siang dan malam, manis dan pahit, basah dan kering, dan seterusnya.
Zaujiyah adalah bentuk mashdar shina‟I, yang juga berarti zawaj.
Biasanya orang mengatakan, “Di antara keduanya terdapat haqaz-
zaujiyah (di antara keduanya terdapat hak suami istri).”
Muzdauj (dalam biologi) adalah tumbuhan yang menghasilkan dua
jenis buah yang berbeda sifatnya.
Muzawajah (dalam ilmu badi‟) adalah tumbuhan bagian dari
keelokan dalam menggunakan kata-kata.
b. Makna-makna Kemasyarakatan
18
1. Aim atau ayyim adalah „azab (sendirian;tidak menikah), entah laki-
laki maupun perempuan, gadis maupun bukan gadis. Wanitanya
biasanya disebut farighah (kosong; belum ada yang punya).
2. Bikr (perjaka/gadis) adalah laki-laki maupun perempuan yang
belum pernah menikah. Demikian juga, kata tersebut dipakai untuk
memaknai yang pertama, entah berupa anak ataupun buah. Wanita
yang masih bikr biasanya disebut „adzra‟ (gadis).
3. Tasyyib adalah wanita yang sudah tidak gadis lagi (tidak lagi
„adzra‟) dan dia sudah pernah menikah biasanya disebut „awan.
4. „Anis adalah wanita yang masih ikut bersama kedua orang tua dan
belum menikah.
5. Armalah dan aramil adalah wanita yang tidak punya atau
kehilangan suami karena meninggal.
6. Muthallaqah adalah wanita yang tidak lagi punya suami karena
gugurnya akad pernikahan.
c. Makna-makna Syar‟iyah
Zawaj (perkawinan) adalah akad yang menyebabkan bolehnya
seseorang laki-laki dan perempuan saling memadu kasih sesuai dengan
aturan syariat. Kata nikah dan zawaj menurut ahli ushul dan ahli bahasa
berarti wath‟ (persetubuhan/jimak) jika dimaknai secara hakiki, sedangkan
secara majazi berarti akad.
Kata wath‟ berarti jima‟ (bersetubuh). Secara bahasa, kata watha‟a
(sejalan), sedangkan kata wattha‟a berarti hayya‟a asy-syai‟ (menyiapkan
19
sesuatu al-watha‟ah berarti al-layyin wa as-suhulah (lunak dan mudah). Al-
wath‟ah berarti adh-dhaghthah (menekan atau menindih) dan al-akhdzah
asy-sya-syadidah (mengambil dengan keras).
Khithbah (melamar) adalah tindakan menunjukkan atau
mengungkapkan keinginan untuk menikahi wanita tertentu serta meminta
persetujuan pihak wanita yang dilamar atau keluarganya (wali) untuk
menjalin pernikahan dengannya. Pada proses lamaran terlebih dahulu
melihat calon/ wanita. Melihat yang di maksudkan disini adalah melihat diri
wanita yang ingin dinikahi dengan tetap berpanutan pada aturan syar‟i.
Sebelum meminang seorang wanita, pihak laki-laki boleh melihatnya lebih
dulu. Hal ini dikuatkan dengan adanya hadits Rasulullah Shallallahu „alaihi
wa sallam:
عليه وس صلهى الله لهم إذا خطب أحدكم المرأة فإن اسإططا أن يظرإر مظ إا إلإى عن جابر قال قال رسول الله
)رواه احمد(. ما يدعوه إلى ظكاح ا فليفعل
Artinya:
Dari Jabir Berkata : Bahwasanya Rasulullah Saw Pernah bersabda “Bila seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Ahmad)
Thalaq (talak) adalah mengangkat atau menggugurkan ikatan
pernikahan yang terjalin antara dua belah pihak dengan kata-kata tertentu.
Zhihar adalah tindakan seorang suami yang mengharamkan dirinya
untuk menggauli istrinya sendiri dengan mengucapkan “engkau atas diriku
adalah seperti punggung ibuku.”
20
Ila‟ adalah sumpah yang diucapkan oleh seorang suami untuk
tidak menyetubuhi istrinya, entah secara langsung atau terikat kepada
suatu hal. Mahr adalah shadaq (mahar atau mas kawin).
7. Hikmah Pernikahan
Hikmah pernikahan adalah fondasi masyarakat, setiap gerakan
dalam kehidupan dan masyarakat secara pokok bertopang pada masa
pernikahan. Allah Swt menghendaki memberikan jaminan kedamaian dan
kebahagiaan terhadap makhluk yang dia berikan kemuliaan, dia jadikan
sebagai khalifah di muka bumi, dan dia jadikan seluruh jenis makhluk
hidup tunduk untuk berkhidmat kepada-Nya. Tentulah Allah Swt Maha
Kuasa, yang telah mengatur semua itu. Sehingga jenis-jenis tanaman
tersebut terjaga keberlangsungan hidupnya, tanpa kita banyak ketahui
tentang hal itu. Hingga hujan pun tidak turun, kecuali jika padanya telah
terjadi proses pembuahan.
8. Tata Cara Perkawinan
1. Pemeriksaan Hendak Nikah
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan
memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai pencatat nikah di
tempat perkawinan akan dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut
dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
perkawinan dilangsungkan. Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut
disebabkan sesuatu alasan yang penting dapat diberikan oleh camat atas
nama bupati kepala daerah. Pemberitahuan secara lisan atau tertulis oleh
21
orang tuanya atau walinya. Pemberitahuan memuat nama, umur,
agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan
apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga
nama istri atau suami terdahulu (pasal 3, 4, dan 5, PP 9 Tahun 1975).
Surat persetujuan dan keterangan asal-usul, pembantu pegawai pencatat
nikah, talak, dan rujuk atau P3NTR yang menerima pemberitahuan
kehendak nikah memeriksa calon suami, calon istri, dan wali nikah tentang
ada atau tidaknya halangan dalam pernikahan itu dilangsungkan baik
karena halangan melanggar hukum Munakahat atau karena melanggar
peraturan tentang perkawinan. Selain surat keterangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) peraturan menteri agama nomor 3 tahun
1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah dan tata kerja pengadilan
agama dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perkawinan
bagi yang beragama islam atau disingkat PMA No. 3/1975, yang berbunyi:
1. Orang yang hendak menikah, talak, cerai, dan rujuk harus membawa
surat keterangan dari kepala desanya masing-masing menurut
contoh model Na-Tra.
2. Orang yang tidak yang mampu harus pula membawa “surat
keterangan tidak mampu” dari kepala desanya.
I. Maka di dalam pemeriksaan diperlukan pula penelitian terhadap:
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai.
Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat
22
dipergunakan surat keterangan asal-usul calon mempelai yang
diberikan oleh kepala desa model Nf.
b. Persetujuan calon mempelai sebagai dimaksud pasal 6 ayat (1)
undang-undang 1 tahun 1974.
c. Surat keterangan tentang orang tua (ibu-bapak) dari kepala
desanya menurut model Nb.
d. Surat izin dari pengadilan agama sebagai dimaksud pasal 6 ayat
5 undang-undang nomor 1 tahun 1974 bagi calon mempelai yang
belum mencapai umur 21 tahun.
e. Surat dispensasi dari pengadilan agama, bagi calon suami yang
belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon istri yang belum
mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
f. Surat izin dari pejabat menurut peraturan yang berlaku baginya,
jika salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota
angkatan bersenjata
g. Surat keterangan pejabat yang berwenang mencatat perkawinan
tentang ada atau tidaknya halangan menikah bagi calon istri,
karena perbedaan hukum dan atau kewarganegaraan.
II. Bagi duda, janda yang hendak menikah lagi harus membawa:
a. Kutipan buku pendaftaran talak, kutipan buku pendaftaran cerai:
atau
23
b. Surat keterangan kematian suami/istri yang dibuat oleh kepala
desa yang mewilayahi tempat tinggal atau walinya, menurut
contoh model Nd.
III. Bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang, harus membawa
surat izin dari pengadilan agama.
IV. Apabila kutipan buku pendaftaran talak, kutipan buku pendaftaran
cerai, rujuk hilang, maka diminta duplikatnya atau keterangan lain
sebagaimana diatur dalam pasal 39PMA No. 3/1975 ini.
Untuk mendapatkan duplikat surat itu tidak dipungut biaya kecuali
ada peraturan lain. Duplikat surat-surat itu tidak harus dibubuhi meterai
menurut peraturan yang berlaku. Apabila kantor yang dahulu
mengeluarkan surat-surat itu tidak bisa membuat duplikatnya disebabkan
catatannya telah rusak atau hilang atau karena sebab-sebab lain, maka
untuk menetapkan adanya nikah, talak, cerai, atau rujuk harus dibuktikan
dengan keputusan pengadilan agama. Apabila kepala desa tidak dapat
memberikan keterangan kematian karena tidak menerima laporannya,
dapat diberikan keterangan lain (pasal 6 pp no.9 tahun 1975). Pasal 7 dan
8 PMA nomor 3/75). Hasil pemeriksaan itu ditulis dan ditandatangani oleh
pegawai pencatat nikah atau P3NTR dan mereka yang berkepentingan
dalam daftar pemeriksaan nikah menurut contoh yang diumumkan oleh
menteri agama. P3NTR membuat daftar pemeriksaan nikah itu rangkap 2
(dua) sehelai dikirim kepada pegawai pencatat nikah yang mewilayahinya
beserta surat-surat yang diperlukan dan yang lain disimpan. Calon suami,
24
calon istri dan wali nikah masing-masing mengisi ruang nomor III, IV, dan
V dari daftar pemeriksaan nikah sedang ruang-ruang lainnya diisi oleh
pembantu pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk (P3NTR).
Apabila mereka tidak pandai menulis, maka ruang III, IV, yaitu diisi
oleh pembantu pegawai pencatat nikah, talak, dan rujuk atau P3NTR.
Pengiriman lembar pertama daftar pemeriksaan nikah oleh P3NTR
dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah akad nikah
dilangsungkan. Apabila lembar-lembar pertama dari daftar pemeriksaan
hilang, maka oleh P3NTR dibuatkan salinan dari daftar lembar kedua
dengan berita acara sebab-sebab hilangnya. Apabila calon suami atau
wali nikah karena bertempat tinggal di luar daerah, tidak hadir untuk
diperiksa, maka pemeriksaan padanya dimintakan pertolongan kepada
pegawai pencatat nikah atau P3NTR yang mewilayahi tempat tinggalnya.
Pembantu pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk atau P3NTR ini
memeriksa calon suami atau wali nikah itu, kemudian mengirimkan daftar
pemeriksaannya kepada pembantu pegawai pencatat nikah, talak dan
rujuk atau P3NTR yang bersangkutan. Apabila ternyata dari pemeriksaan
itu terdapat halangan pernikahan menurut hukum agama atau peraturan
perundangan-undangan tentang perkawinan atau belum dipenuhi
persyaratan atau ketentuan tersebut dalam pasal 8 peraturan menteri
agama nomor 6 tahun 1975 ini keadaan itu segera diberitahukan kepada
calon suami dan wali nikah atau wakilnya oleh pegawai pencatat nikah
25
atau P3NTR menurut model 2 (lampiran XI) pasal 7 PP No. 9 tahun 1975
jo. pasal 9 dan 10 PMA No.3/1975).
2. Pengumuman Kehendak Nikah
Setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan
serta tiada sesuatu halangan perkawinan, pegawai pencatat
menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan menurut formulir
yang ditetapkan pada kantor perwakilan. Pengumuman itu ditanda tangani
oleh pegawai pencatat dengan mempergunakan model Nc(lampiran XIV)
dan memuat:
a. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman
dari calon mempelai dan dari orang tua calon mempelai, apabila
salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama istri
atau suami mereka terdahulu.
b. Hari, tanggal, jam, dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
Surat pengumuman itu selama 10 (sepuluh) hari sejak ditempelkan
tidak boleh diambil atau dirobek (pasal 8 dan 9 PP 9/75 jo. Pasal 10
PMA 3/75).
3. Prosedur Pencatatan Perkawinan
Sejak disahkannya undang-undang nomor 1 tahun 1974,
departemen agama RI dalam hal ini direktorat jenderal bimbingan
masyarakat islam telah mengalami peranan secara langsung dan aktif
untuk melaksanakan undang-undang itu, yang melibatkan dua direktorat
yakni direktorat urusan agama islam dan direktorat pembinaan badan
26
peradilan agama islam berdasarkan KMA nomor 18 tahun 1975. Masalah
pencatatan menjadi beban tugas direktorat urusan agama islam. Sesuai
dengan undang-undang no. 22/1946 jo. Undang-undang nomor 32/1954
jo. Undang-undang nomor1/1974. Peraturan pemerintah nomor 9/1995
dan peraturan menteri agama nomor 3 tahun 1975 maka depertemen
agama melaksanakan secara vertical sampai dengan kantor urusan
agama kecamatan melaksanakan tugas-tugas sebagai pencatat
perkawinan, atau pencatat nikah. Perlu juga dijelaskan di sini bahwa
pencatatan perkawinan/nikah ini termasuk pencatatan talak, cerai, dan
rujuk. Karena hal ini sangat erat hubungannya dengan masalah
perkawinan itu sendiri.
Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP
No. 9 tahun 1975 dan peraturan menteri agama nomor 3 dan 4 tahun
1975 bab II pasal 2 ayat (1) PP nomor 9 tahun 1975, pencatatan
perkawinan dari mereka yang melangsungkannya menurut agama islam
dilakukan oleh pegawai pencatat, sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang nomor 32 tahun 1954, tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
Seperti diketahui pelaksanaan perkawinan itu didahului kegiatan-kegiatan,
baik yang dilakukan oleh calon mempelai maupun oleh pegawai pencatat
perkawinan. Calon mempelai atau orang tuanya atau wakilnya
memberitahukan kehendak melangsungkan perkawinan kepada pegawai
pencatat perkawinan (pasal 3 dan 4 PP). Selanjutnya pegawai meneliti
apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi, dan apakah tidak
27
terdapat halangan menurut undang-undang. Demikian pula meneliti surat-
surat yang diperlukan (pasal 5 dan 6 PP) ini. Apabila ternyata dari hasil
penelitian itu terdapat halangan perkawinan atau belum dipenuhi syarat-
syarat yang diperlukan maka keadaan itu segera diberitahukan kepada
calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya (pasal 7
ayat (2) – PP).
Bila pemberitahuan itu telah dipandang cukup dan memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan serta tidak terdapat halangan untuk kawin,
maka pegawai pencatat membuat pengumuman tentang pemberitahuan
kehendak melangsungkan perkawinan, menurut formulir yang telah
ditetapkan, dan menempelnya di kantor pencatatan yang mudah dibaca
oleh umum.
Pengumuman serupa itu juga dilakukan di kantor pencatatan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman masing-masing calon
mempelai (pasal 8 dan penjelasan pasal 9 PP). Dengan memperhatikan
tata cara dan ketentuan perkawinan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, maka perkawinan dilaksanakan
dihadapan pegawai pencatat perkawinan dan dihadiri oleh dua orang
saksi (pasal 10 PP). Dan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan
menurut agama islam, maka akad nikahnya dilakukan oleh wali nikah atau
yang mewakilinya. Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan
tersebut, maka kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang
telah ditetapkan oleh pegawai pencatat perkawinan, yang kemudian diikuti
28
oleh kedua orang saksi, dan oleh wali nikah dalam hal perkawinan
dilakukan menurut agama islam. Penandatanganan tersebut juga
dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan, bersangkutan. Dan dengan
selesainya penandatanganan tersebut, maka perkawinan telah tercatat
secara resmi (pasal 11 PP). Akta perkawinan adalah sebuah daftar besar
(dahulu register nikah) yang memuat antara lain sebagai berikut (pasal 12
PP):
1. Nama, tempat dan tanggal lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan
tempat kediaman dari suami dan istri, wali nikah, orang tua dari
suami istri, saksi-saksi, wakil atau kuasa bila perkawinan melalui
seorang kuasa.
2. Surat-surat yang diperlukan seperti izin kawin (pasal 6 undang-
undang). Dispensasi kawin (pasal 7 undang-undang). Izin poligami
(pasal 4). Izin dari Menteri Hankam Pangab bagi ABRI, perjanjian
sebagai dimaksud pasal 29 undang-undang.
3. Dan lain-lain.
Akta perkawinan itu oleh pegawai pencatat perkawinan dibuat
rangkap 2(dua). Helai pertama disimpan di kantor pencatatan (KUA atau
KCS), sedangkan helai kedua dikirim kepengadilan yang daerah
hukumnya mewilayahi kantor pencatatan tersebut (pasal 12 PP). Hal ini
untuk memudahkan pemeriksaan oleh pengadilan bila dikemudian hari
terjadi talak atau gugatan perceraian. Sebab undang-undang pasal 39
menentukan bahwa cerai hanya dapat dilakukan di depan sidang
29
pengadilan (pasal 40 undang-undang). Kepada suami istri masing-masing
diberikan “kutipan akta perkawinan”, yang mirip dengan buku nikah
sekarang, dengan isi yang sama.
4. Harta Benda Dalam Perkawinan
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan berlangsung
menjadi
harta bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta
benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan,
adalah di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain. Mengenai harta bersama suami atau istri dapat
bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, sedangkan mengenaI harta
bawaan masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan mengenai harta bendanya.
5. Pandangan Agama Islam Tentang Perkawinan
Di dalam agama islam istilah perkawinan disebut akad nikah.
Menurut Ahmad Azhar Basyir (1980:11) mengemukakan bahwa:
Perkawinan menurut hukum islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian hidup keluarga, yang diliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah.
Untuk melakukan suatu perkawinan, bagi para pemeluk agama
islam selain memenuhi syarat-syarat perkawinan juga harus rukun
perkawinan. Adapun perbedaan antara syarat-syarat dan rukun
perkawinan, yaitu bahwa syarat-syarat merupakan hal-hal yang harus
30
dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan, sedangkan rukun
perkawinan merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu
perkawinan dilangsungkan. Rukun perkawinan adalah hakikat dari
perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya salah satu rukun perkawinan
tidak dapat di langsungkan.
C. Tinjauan Pendidikan Islam
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut Abdul Rachman Saleh (2005:27) yaitu:
“Kata” pendidikan” secara etimologis berasal dari kata didik yang berarti “proses pengubahan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pendidikan dan latihan.”Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogi yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan kata education yang berarti pengembangan dan bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini dikenal dengan kata tarbiyah dengan kata kerjanya rabba-yurobbi-tarbiyatan yang berarti “mengaduh, mendidik, dan memelihara.” Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional, ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :
Adapun pendidikan secara etimologis, menurut para pakar yang
memberikan pengertian secara berbeda, antara lain:
1. Langeveld mengatakan, pendidikan adalah suatu bimbingan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencapai kedewasaan.
31
2. Jhon Dewey mengatakan, pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan-kecakapan yang fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan sesama manusia.
3. Arifin mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan
kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik di dalam
pendidikan maupun informal.
Dari beberapa pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar yang dilakukan seseorang
dengan sengaja untuk menyiapkan kepada anak menuju kedewasaan,
berkecakapan tinggi, berkepribadian/berakhlak mulia dan kecerdasan
berpikir melalui bimbingan dan latihan. Orang tersebut tunduk dan patuh
kepada Allah Swt dengan cara menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Agama juga membawa kewajiban–kewajiban yang
kalau tidak dilaksanakan akan menjadi utang bagi para penganutnya.
Paham kewajiban dan kepatuhan ini selanjutnya membawa pula pada
paham akan adanya balasan. Yang menjalankan kewajiban dan yang
patuh akan mendapatkan balasan yang baik dari Allah, sedangkan yang
tidak menjalankan kewajiban dan yang tidak patuh akan mendapat
balasan yang tidak menyenangkan.
Pendidikan yang benar, didasari atau tidak, ternyata kita belum
mempunyai sistem pendidikan agama yang ideal, sedangkan
pengetahuan keislaman yang berkembang dalam masyarakat baik yang
32
benar ataupun salah didapat secara sepintas. Pendidikan politik dalam
masyarakat berdasar atas kebenaran, yaitu: ”mengakui kebenaran jika
benar dan mengakui jika salah”. Ini merupakan bentuk ideal yang
dilakukan dalam da‟wah Islamiah semenjak pertama kali islam muncul.
Yaitu agar manusia selalu menjunjung nilai-nilai amar ma‟ruf nahi munkar
(menyeru kepada kebaikan dan melarang kemungkaran), dan bukan
sebaliknya. Allah berfirman dalam kitab suci-Nya,(Q.S. AN-Nahl) [16]:125):
Terjemahannya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Departemen Agama RI, 1989:421)
b. Pengertian Islam
Pada abad pertama islam, muncul dua isu dan proses yang utama,
Muhammad Al-Ghazali (2002:130) yaitu:
Membentuk latar belakang penting bagi perkembangan kebudayaan islam. Isu besar pertama yang dihadapi oleh masyarakat islam, dan yang memicu perdebatan politik panas di antara mereka adalah persoalan kepimpinan umat.
Secara umum, ada dua tradisi atau cara pandang yang
berkembang pada masa awal islam yang berkenaan dengan isu-isu
krusial yang harus memimpin komunitas islam. Isu yang kedua, tentu saja
persoalan penyebaran islam. Kalangan intelektual muslim masa awal
disibukkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengan penyebaran
33
islam. Salah satunya adalah tentu saja bahwa bagi mereka muslim
generasi pertama kenangan akan ucapan dan perbuatan nabi, kalaupun
tidak lagi segar dalam ingatan, akan tetapi paling tidak ia bersumber dari
hubungan personal bagi masyarakat muslim generasi kedua pun masih
ada perasaan bahwa mereka bertemu langsung dengan orang-orang yang
mengenal nabi.
Menurut Mohammad Daud Ali (2002:23) mengemukakan bahwa:
Islam kata turunan/jadian yang berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan (kepada kehendak Allah) berasal dari kata salama artinya patuh/menerima;berakar dari huruf sin lam mim (s-l-m). Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar salamat (yang dalam bahasa indonesia menjadi selamat). Dari akar kata juga terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian, kepatuhan, penyerahan (diri), dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa arti yang dikandung perkataan islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri, ketaatan dan kepatuhan. Islam sebagai agama wahyu yang memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek hidup dan kehidupannya, dapat diibaratkan seperti jalan raya yang lurus dan mendaki, memberi peluang kepada manusia yang melaluinya sampai ke tempat yang di tuju, tempat tertinggi dan mulia. Dari pengertian di atas, 2 (dua) orang ahli dalam bidang pendidikan
islam mendefenisikan antara lain:
Menurut Ahmad Tafsir (1992:29) berpendapat bahwa:
Istilah pendidikan islam, atau dalam bahasa arab “al-tarbiyah al-islamiah” sudah dimengerti gambaran umum maksudnya oleh sebagian kalangan umat. Walaupun rumusan difinitif dari masing-masing pakar berbeda-beda. Kata “islam” menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berdasarkan islam. Sedangkan menurut Ahmad D.Marimba Dalam Buku Djamaluddin
dan Abdullah Aly (1999:9) mengemukakan bahwa:
34
Pendidikan islam yaitu bimbingan jasmaniah dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam. Potensi yang dimaksud meliputi potensi jasmaniah dan rohaniah
seperti akal, perasaan, kehendak dan aspek rohaniah lainnya. Dalam
wujudnya, pendidikan islam dapat menjadi upaya umat secara bersama,
atau upaya lembaga kemasyarakatan yang memberikan jasa pendidikan
bahwa dapat pula menjadi usaha manusia itu sendiri untuk mendidik
dirinya sendiri. Ruang lingkup pendidikan islam meliputi keseluruhan
ajaran islam yang terpadu dalam keimanan (aqidah) serta ibadah dan
muamalah yang implikasinya mempengaruhi proses berpikir, merasa,
berbuat dan terbentuknya kepribadian yang pada gilirannya terwujud
dalam akhlak al-karimah sebagai wujud manusia muslim.
1. Jenis-jenis Pendidikan Islam
a. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilaksanakan di rumah
tangga, di mana orangtua sebagai penanggung jawab, pendidikan
informal ini tidak mengenal penjenjangan secara structural. Pada
pendidikan informal tidak ditentukan persyaratan credential sama
sekali.
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal ialah pendidikan yang dilaksanakan di dalam
masyarakat, pendidikan nonformal kadang-kadang mempunyai
35
perjenjangan secara struktural tetapi tidak jelas dan tidak ketat.
(Seolaiman Joesoef, 1981:36).
c. Pendidikan formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah
dengan ketentuan-ketentuan dan norma-norma yang ketat, dengan
pembatasan umur dan lamanya pendidikan berjenang dari sekolah
dasar, sekolah lanjutan pertama, sekolah lanjutan atas, dan
perguruan tinggi. (Rahmat Djatmika, 1986:17).
2. Tujuan Pendidikan Islam
Rahman Getteng (1997:35) mengemukakan bahwa:
Tujuan pendidikan islam adalah untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya adalah pribadi yang ideal menurut ajaran islam, yakni meliputi aspek-aspek individual, sosial dan aspek intelektual, semua aspek itu adalah sesuai dengan hakekatnya sebagai seorang muslim yang mengabdikan seluruh hidupnya kepada Allah Swt sesuai dengan tuntunan alquran.
Dengan demikian mengenai tujuan pendidikan islam adalah untuk
membentuk kepribadian pada diri sendiri, yang sesuai dalam ajaran islam,
membina dalam diri tentang berakhlak yang baik, serta mampu
memberikan contoh perilaku yang baik yang sesuai dengan tuntunan
syariat islam.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu field research dengan pendekatan studi
kasus, tujuan untuk mencari dan mengumpulkan informasi tentang
masalah yang dibahas dari lapangan (tempat melakukan penelitian
tersebut). Peneliti juga menggunakan deskriptif kualitatif sebagai analisis.
Deskripsi kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk
mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada yaitu
keadaan gejala menurut apa adanya saat penelitian dilakukan. Kualitatif
yaitu harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada
pernyataan keadaan, ukuran kualitas.
Maka penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, data-data, situasi-
situasi atau kejadian dan karakteristik yaitu mengenai budaya perkawinan
serta dalam tinjauan pendidikan islam di Lingkungan Alorang Kecamatan
Herlang Kabupaten Bulukumba.
B. Lokasi dan Obyek Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah di Lingkungan Alorang
Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Obyek penelitian ini adalah
perkawinan keluarga masyarakat di Lingkungan Alorang Kecamatan
Herlang Kabupaten Bulukumba.
37
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek