BAB II TINJAUAN TENTANG WARISAN BUDAYA DUNIA 1.1. Pengertian Warisan Budaya Dunia Warisan budaya merupakan sebuah istilah yang telah mengalami perubahan arti, budaya mengalami pergeseran arti yang jauh berbeda dalam beberapa dekade terakhir. Sebagian besar perubahan tersebut karena adanya instrumen yang dikembangkan oleh UNESCO. Warisan budaya tidak lagi berakhir pada monumen dan koleksi benda-benda, warisan budaya juga termasuk dalam tradisi atau ekspresi hidup yang diwarisi dari nenek moyang dan diteruskan kepada keturunannya, seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial, ritual, acara meriah, pengetahuan dan praktek tentang alam dan alam semesta atau pengetahuan dan keterampilan untuk menghasilkan kerajinan tradisional. Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Adanya budaya, memberikan pemahaman dalam kedua proses transformasi antara alam dan manusia dan bentuk hasil transformasi antara alam dan manusia. Pelestarian pusaka budaya membantu masyarakat tidak hanya melindungi aset fisik bernilai ekonomis, tetapi juga melestarikan praktik, sejarah, dan lingkungan, dan rasa kontinuitas dan identitas. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
39
Embed
BAB II TINJAUAN TENTANG WARISAN BUDAYA DUNIAerepo.unud.ac.id/10237/3/ab6a40cd1f0f48f9525ad66172ffc697.pdf · TINJAUAN TENTANG WARISAN BUDAYA DUNIA ... Pelestarian pusaka budaya membantu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN TENTANG
WARISAN BUDAYA DUNIA
1.1. Pengertian Warisan Budaya Dunia
Warisan budaya merupakan sebuah istilah yang telah mengalami perubahan
arti, budaya mengalami pergeseran arti yang jauh berbeda dalam beberapa dekade
terakhir. Sebagian besar perubahan tersebut karena adanya instrumen yang
dikembangkan oleh UNESCO. Warisan budaya tidak lagi berakhir pada monumen
dan koleksi benda-benda, warisan budaya juga termasuk dalam tradisi atau
ekspresi hidup yang diwarisi dari nenek moyang dan diteruskan kepada
keturunannya, seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial, ritual, acara
meriah, pengetahuan dan praktek tentang alam dan alam semesta atau pengetahuan
dan keterampilan untuk menghasilkan kerajinan tradisional.
Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara
sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan
ekologi mereka. Adanya budaya, memberikan pemahaman dalam kedua proses
transformasi antara alam dan manusia dan bentuk hasil transformasi antara alam
dan manusia. Pelestarian pusaka budaya membantu masyarakat tidak hanya
melindungi aset fisik bernilai ekonomis, tetapi juga melestarikan praktik, sejarah,
dan lingkungan, dan rasa kontinuitas dan identitas. Budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan cipta,
rasa dan karsa manusia1. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan merupakan 2:
“………… keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar “.
Menurut Roger M. Keesing, budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah
laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas
manusia dengan lingkungan ekologi mereka 3. Menurut Edward Burnett Tylor
yang menyatakan budaya adalah bahwa keseluruhan kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan setiap kemampuan lain
dan kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat 4.
Menurut Binford, budaya adalah semua cara yang bentuk-bentuknya tidak
langsung berada di bawah kontrol genetik yang bekerja untuk menyesuaikan
individu-individu dan kelompok ke dalam komuniti ekologi mereka 5.
Pendapat-pendapat diatas memiliki garis besar bahwa kebudayaan adalah
berbagai bentuk hasil karya manusia baik berupa pola-pola ataupun sistem yang
berwujud ataupun tidak berwujud dari hasil budi dan akal manusia yang diperoleh
dari proses kehidupan untuk menghadapi lingkungannya dan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dari zaman ke zaman. Kebudayaan
1 Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta. Hlm. 181. 2 Koentjaraningrat. 1981. Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional. Tidak Diterbitkan. Hlm. 180-181. 3 Roger M. Keesing. Teori-Teori Tentang Budaya. Kumpulan Tulisan Antropologi 50. Hlm. 3. 4 Jokilehto. J. 2005. Definition od Cultural Heritage References to Documents in History. ICCROM Working Group “Heritage and Society”. Page 4. 5 Binford, L. 1968. Post-Pleistocene Adaptations. Dalam New Perspective in Archaelogy. ed. L.R. Binford dan S.R. Binford. Chicago: Aldine. Page 313.
merupakan sebuah ciri dari suatu bangsa dan sebagai bentuk warisan dari para
pendahulu bangsa atau leluhur.
UNESCO di dalam Draft Medium Term Plan 1990-1995, mendefinisikan
warisan budaya sebagai 6:
… the entire corpus of material signs – either artistic or symbolic – handed on by the past to each culture and, therefore, to the whole of humankind. As a constituent part of the affirmantion and enrichment of cultural identities, as a legacy belonging to all human kind, the culture heritage gives each particular place its recognizable features and is the storehouse of human experience. The preservation and the presentation of the cultural heritage are therefore a corner-stone of any cultural policy.
Hal diatas, dapat diartikan bahwa warisan budaya sebagai penanda budaya
sebagai suatu keseluruhan, baik dalam bentuk karya seni maupun simbol-
simbol, yang merupakan materi yang terkandung di dalam kebudayaan
yang dialihkan oleh generasi manusia di masa lalu kepada generasi muda
berikutnya, merupakan unsur utama yang memperkaya dan menunjukkan
ikatan identitas suatu generasi dengan generasi sebelumnya, merupakan
pusaka bagi seluruh umat manusia. Warisan budaya memberikan penanda
identitas kepada setiap tempat dan ruang, dan merupakan gudang yang
menyimpan informasi tentang pengalaman manusia.
Menurut Ardika, warisan budaya adalah warisan peninggalan masa lalu
yang diwariskan dari generasi yang satu kepada generasi yang lain, yang tetap
dilestarikan, dilindungi, dihargai dan dijaga kepemilikannya 7. Warisan budaya
(cultural heritage) yaitu sebagai harta pusaka budaya baik berwujud atau tidak
6 Ibid. Hlm 4-5. 7 Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka Budaya dan Pariwisata. Pustaka Larasan, Denpasar. Hlm. 19
berwujud dan bersumber dari masa lampau yang digunakan untuk kehidupan
masyarakat sekarang dan kemudian diwariskan kembali untuk generasi yang akan
datang secara berkesinambungan atau berkelanjutan. Heritage yaitu sejarah,
tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau Negara selama bertahun-
tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter bangsa tersebut.
UNESCO memberikan definisi “heritage’’ sebagai warisan (budaya) masa lalu,
yang seharusnya dilestarikan dari generasi ke generasi karena memiliki nilai-nilai
luhur. Menurut situs resmi UNESCO, warisan budaya adalah monumen, kelompok
bangunan atau situs sejarah, estetika, arkeologi, ilmu pengetahuan, etnologis atau
antropologi nilai.
Dalam Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia dideklarasikan di Ciloto 13
Desember 2003, heritage disepakati sebagai pusaka. Pusaka (Heritage) Indonesia
adalah :
a. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa b. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari
lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya.
c. Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu 8.
Banyak pendapat yang menyatakan cagar budaya sama dengan warisan
budaya, tetapi pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan yaitu berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur
cagar budaya, situs cagar budaya, kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air 8 Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia. 2003. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Hlm. 2
yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses
penetapan.
Warisan Budaya Dunia telah diatur di dalam beberapa Konvesi UNESCO
yaitu :
1. Convention on the Protection of Natural and Cultural Heritage 1972
2. Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage 2003
3. Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural
Expressions 2005
Perlindungan warisan budaya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat dunia,
keinginan untuk melindungi warisan budaya dunia makin berkembang, instrumen
hukum internasional diikutsertakan sebagai peranan penting dalam perlindungan
kekayaan budaya dunia. Warisan budaya dunia adalah suatu tempat budaya dan
alam serta benda yang berarti bagi umat manusia dan menjadi sebuah warisan bagi
generasi berikutnya. Warisan budaya dunia adalah bentuk warisan turun-temurun
yang dimiliki setiap negara dalam bentuk budaya yang berbeda-beda, memiliki ciri
khas masing-masing dan hanya dimiliki oleh satu negara tersebut dan perlu untuk
dijaga dan dipertahankan kelestariannya.
1.2. Jenis Warisan Budaya Dunia
Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
dalam Convention Concerning The Protection of The World Cultural and Natural
Heritage (Adopted by the General Conference at its seventeenth session Paris, 16
november 1972), menyatakan dalam article 1 tentang Definition of The Cultural
and Natural Heritage menjelaskan bahwa berikut ini yang dianggap sebagai
warisan budaya adalah :
1. Monumen (monuments)
Berupa karya arsitektur, karya patung monumental dan lukisan, elemen
atau struktur yang bersifat arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal dan
kombinasi fitur, yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut
pandang sejarah, seni atau ilmu;
2. Kelompok bangunan (group of buildings)
Kelompok yang terpisah atau bangunan terhubung yang, karena arsitektur
mereka, homogenitas mereka atau tempat mereka di lanskap, adalah dari
nilai-nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau
ilmu;
3. Situs (sites)
Karya manusia atau karya gabungan alam dan manusia, dan daerah
termasuk situs arkeologi yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari
sejarah, estetika, titik etnologis atau antropologis pandang.
Warisan budaya dunia pada awalnya hanya berpusat pada bangunan,
monumen, atau benda-benda peninggalan leluhur (nenek moyang) umat manusia
yang nyata (tangible). Hal ini mulai bergeser dimana tidak semua warisan budaya
berbentuk tangible. Pada tahun 1990-an adanya perubahan konsep mengenai
warisan budaya yaitu adanya warisan budaya tak benda (intangible). Pada tahun
2001, UNESCO mengadakan survei yang melibatkan berbagai negara dan
organisasi internasional untuk mencapai kesepakatan mengenai cakupan World
Intangible Cultural Heritage dan diresmikan tahun 2003 dalam bentuk Konvensi
yaitu Convention for The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage.
2.2.1. Warisan Budaya Tangible
Warisan Budaya Tangible adalah warisan budaya benda atau warisan
budaya fisik yang berwujud, dalam dokumen UNESCO tahun 1972 pada Warisan
Budaya Dunia, warisan diwujudkan dalam bentuk yang nyata, terutama bangunan
dan situs bersejarah. Warisan budaya tangible diklasifikasikan menjadi dua bentuk
yaitu :
a. Warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage)
Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat terbuka terdiri dari
situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan
kuno dan / atau bersejarah, patung-patung pahlawan 9.
b. Warisan budaya bergerak (movable heritage)
Warisan budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari:
benda warisan budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak,
audiovisual berupa kaset, video, dan film 10.
Sebuah warisan fisik atau nyata adalah salah satu yang dapat disimpan dan
fisik menyentuh. Ini termasuk barang-barang yang diproduksi oleh kelompok
budaya seperti pakaian tradisional, peralatan (seperti manik-manik, kapal air), atau
9 Galla. 2001. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage Conservation. Hall and jones Advertising, Brisbane. Hlm. 8 10 Ibid. Hlm 10
kendaraan (seperti kereta lembu). Warisan tangible meliputi monumen besar
seperti kuil, piramida, dan monumen publik. Meskipun warisan nyata dapat punah,
umumnya lebih jelas bagaimana hal itu dapat dilestarikan dari warisan intangible
yang memiliki risiko lebih besar dan bisa hilang untuk selamanya. Secara historis,
kebijakan nasional baik di Indonesia dan dunia telah memberikan lebih banyak
perhatian untuk melestarikan bangunan buatan leluhur terdahulu sebagai warisan
berharga, daripada mengelola konservasi dan pemanfaatan warisan budaya
takbenda.
2.2.2. Warisan Budaya Intangible
Warisan budaya intangible atau warisan budaya takbenda diwariskan dari
generasi ke generasi dan terus-menerus, diciptakan kembali oleh masyarakat dan
kelompok-kelompok, dalam menanggapi lingkungan mereka, interaksi mereka
dengan alam, dan sejarah mereka. Hal ini yang memberikan rasa identitas dan
keberlanjutan pada pewaris warisan budaya, dan mempromosikan penghormatan
terhadap keanekaragaman budaya dan kreatifitas manusia. Warisan budaya
takbenda adalah budaya yang ada intelektual dalam budaya. Ini bukan barang fisik
atau nyata. Warisan budaya takbenda meliputi lagu, mitos, kepercayaan, takhayul,
puisi lisan, serta berbagai bentuk pengetahuan tradisional seperti pengetahuan
etnobotani. Etobotani adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia dengan tumbuhan.
The Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage
mendefinisikan bahwa warisan budaya intangible adalah sebagai praktik,
representasi, ekspresi, serta pengetahuan dan keterampilan (termasuk instrumen,
obyek, artefak, ruang budaya), bahwa masyarakat, kelompok dan dalam beberapa
kasus, individu mengakui sebagai bagian warisan budaya mereka. Bagi individu
yang menyatakan dirinya sebagai warisan budaya disebut warisan budaya hidup.
UNESCO mengklasifikasi warisan budaya intangible dengan beberapa kategori
sebagai berikut :
4. Tradisi lisan dan ekspresi, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya
tak benda
5. Seni pertunjukan
6. Praktek Sosial, Ritual dan Festival
7. Pengetahuan dan praktek tentang alam dan alam semesta
8. Keahlian tradisional.
2.3. Perlindungan Hukum Terhadap Warisan Budaya di Indonesia
Indonesia adalah negara yang terdiri dari adat, suku, dan budaya yang
beraneka ragam dengan kreatifitas, kearifan lokal dan budaya adi luhur ini
menyebabkan Indonesia sebagai negara yang kaya akan warisan budaya.
Keanekaragaman budaya Indonesia atau yang disebut dengan “cultural diversity”
merupakan keanekaragaman budaya yang terjadi akibat adanya masyarakat yang
majemuk. Budaya Indonesia adalah pertemuan dari berbagai kebudayaan dari
kelompok suku bangsa yang berbeda-beda. Menurut Van Vollenhoven yang
membagi Indonesia ke dalam 19 daerah suku bangsa, yaitu 11 :
11 Syarif Moeis. 2009. Pembentukan Kebudayaan Nasional Indonesia. FPIPS UPI Bandung. Hlm. 15
1. Aceh 2. Gayo – alas dan Batak, Nias dan Batu 3. Minangkabau, Mentawai 4. Sumatera Selatan 5. Melayu 6. Bangka dan Belitung 7. Kalimantan 8. Minahasa – Sangir – Talaud 9. Gorontalo 10. Toraja 11. Sulawesi Selatan 12. Ternate 13. Ambon – Kepulauan Barat Daya 14. Irian 15. Timor 16. Bali dan Lombok 17. Jawa Tengah dan Jawa Timur 18. Surakarta dan Yogyakarta 19. Jawa Barat
Keanekaragaman kebudayaan tumbuh di dalam masyarakat yang mendiami
wilayah dengan kondisi geografis yang berbeda-beda (bervariasi), mulai dari
pegunungan, tepian hutan, pesisir, daratan rendah, pedesaan, hingga perkotaan.
Budaya Indonesia juga tidak lepas dari adanya akulturasi budaya, pertemuan-
pertemuan budaya asli Indonesia dengan masuknya kebudayaan luar atau asing
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga
menambah keanekaragaman jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Cerminan
dari keanekaragaman tersebut memberikan berbagai macam bentuk warisan
budaya tangible maupun intangible. Keanekaragaman budaya di Indonesia perlu
mendapat dilindungi dan dilestarikan dengan adanya perlindungan secara hukum
baik di tingkat nasional maupun internasional.
Negara Indonesia yang berkonsep negara hukum melindungi kekayaan
budaya Indonesia atau warisan budaya Indonesia. Warisan budaya di Indonesia
secara yuridis dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara. Pada pasal 32 angka 1 Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan
bahwa :
1. Pasal 32 ayat 1 : negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.
2. Pasal 32 ayat 2 : negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya nasional.
Bentuk produk hukum yang di keluarkan di bawah Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan hirarki peraturan perundang-undangan
di Indonesia, secara khusus Indonesia mengatur perlindungan warisan budaya di
dalam dua perlindungan yaitu:
a. Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (tangible)
b. Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention
for The Safeguarding og The Intangible Cultural Heritage (Konvensi
Untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda)
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, Indonesia mengatur masalah warisan budaya di dalam Undang-Undang
No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Undang-Undang No. 5 Tahun
1992 menekankan tentang perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya,
seperti di dalam Pasal 18 Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 menyatakan bahwa
pengelolaan benda cagar budaya dan situs adalah tanggung jawab pemerintah.
Setelah Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 dalam tingkat pelaksanaannya
dikeluarkan :
1. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya
2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
No. 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar
Budaya.
Keputusan ini berisikan perlindungan, pemeliharaan, peneguran, dan
pembinaan dilakukan berdasarkan Direktur Jenderal Kebudayaan.
Pengaturan cagar budaya juga diatur dalam lampiran Undang-Undang No.
17 tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025 Bab II.3 Poin
3 yang menyatakan bahwa kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia merupakan
sumber daya yang potensial bagi pembangunan nasional Bangsa Indonesia.
Kebudayaan menjadi salah satu sasaran pembangunan jangka panjang 2005-2025
seperti yang tertuang dalam Bab IV Huruf H poin 1 lampiran Undang-Undang No.
17 tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Budaya masyarakat setempat di Pulau Bali juga secara adat mengatur
perlindungan warisan budaya di dalam perarem atau awig-awig Desa Pakraman
setempat. Menurut Peraturan Daeran Provinsi Bali No. 3 Tahun 2001 tentang Desa
Pakraman, Pasal 1 angka 4 menyatakan bahwa Desa Pakraman adalah kesatuan
masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan
tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam
ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu
dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya
sendiri. Pasal 1 angka 11 juga menyatakan bahwa Awig-awig adalah aturan yang
dibuat oleh krama desa pakraman dan atau krama banjar pakraman yang dipakai
sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana sesuai dengan desa mawacara
dan dharma agama di desa pakraman / banjar pakraman masing-masing.
Definisi cagar budaya menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 11
Tahun 2010 yang menyatakan bahwa cagar budaya adalah warisan budaya berupa :
1. Benda Cagar Budaya
adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun
tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya,
atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan
sejarah perkembangan manusia.
2. Bangunan
adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak
berdinding, dan beratap.
3. Struktur Cagar Budaya
adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan
alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
4. Situs Cagar Budaya
adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya
sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
5. Kawasan Cagar Budaya
adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau
lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang
yang khas.
Perlindungan dan pelestarian dilakukan baik di darat dan atau di air sesuai dengan
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemerintah Daerah yang dimana
daerahnya hidup dari sektor pariwisata khususnya pariwisata budaya, berdedikasi
untuk melindungi warisan budaya di dalam Peraturan Daerah (PERDA). Definisi
cagar budaya dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2005 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali, Pasal 1 angka 36 menyatakan bahwa
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar
bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs
purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas.
Perlindungan cagar budaya dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun
2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali juga terdapat dalam
Pasal 20 angka 13 yang menyatakan bahwa kriteria penetapan kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan mencakup :
a. Tempat di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi
b. Situs purbakala
c. Kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat
tinggi untuk kepentingan sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 juga dengan tegas melindungi dan
melestarikan cagar budaya di dalam Paragraf 3 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Kawasan Strategis dalam pasal 13 angka 6 menyatakan bahwa
strategi pelestarian dan peningkatan nilai kawasan yang ditetapkan sebagai
kawasan warisan budaya mencakup :
1. Melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangan
ekosistemnya
2. Meningkatkan kepariwisataan daerah yang berkualitas
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
4. Melestarikan warisan budaya
5. Melestarikan lingkungan hidup
2.4. Lanskap Budaya Provinsi Bali Sebagai Warisan Budaya Dunia
Lanskap adalah potensi suatu bangsa dimana pengelolaan yang tepat akan
mendorong kuatnya daya saing bangsa. Simonds mendefinisikan lanskap sebagai
suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh
indra manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk
memperkuat karakter lanskapnya12. Lanskap adalah keseluruhan elemen fisik
secara kompleks di suatu daerah. Setiap lanskap di dunia hari ini, mulai dari kutub
utara sampai kutub selatan merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam.
Menurut UNESCO, lanskap budaya adalah suatu bentukan lanskap hasil interaksi
antara manusia dengan sistem alam yang terjadi dalam rentang waktu panjang
hingga membentuk suatu lanskap tertentu. Interaksi ini berasal dan menyebabkan
pengembangan pada nilai-nilai budaya.
Menurut Melnick, terdapat tiga belas komponen yang merupakan identitas
atau karakter lanskap budaya. Komponen tersebut terbagi dalam tiga kelompok,
yaitu konteks, organisasi, dan elemen yaitu 13:
1. Lanskap budaya dalam kelompok konteks
a. Sistem organisasi lanskap budaya b. Kategori penggunaan lahan secara umum c. Aktivitas khusus dari penggunaan lahan
2. Lanskap budaya dalam kelompok organisasi
a. Hubungan bentuk bangunan dari elemen mayor alami b. Sirkulasi jaringan kerja dan polanya c. Batas pengendalian elemen d. Penataan tapak
3. Lanskap budaya dalam kelompok elemen
a. Hubungan pola vegetasi dengan penggunaan lahan b. Tipe bangunan dan fungsinya c. Bahan dan teknik konstruksi d. Skala kecil dari elemen e. Makam atau tempat simbolik lainnya
12 Eckbo. 1998. People in a Landscape. Prentice- Hall Inc, New Jersey. Page.1
13 Melnick, R. Z. 1983. Protecting Rural Cultural Landscapes: Finding Value in the Countryside. Landscape Journal 2. Page. 2
f. Pandangan sejarah dan kualitas persepsi
The U.S. Department of the Interior, National Park Service mendefinisikan
lanskap budaya sebagai wilayah geografis (termasuk sumber daya baik alam dan
budaya dan satwa liar atau hewan domestik di dalamnya) yang terkait dengan
peristiwa bersejarah, kegiatan, atau orang atau menunjukkan nilai-nilai budaya
atau estetika lainnya. Definisi lanskap budaya menjadi empat kategori:
(1) terkait dengan peristiwa bersejarah
(2) terkait dengan kegiatan bersejarah
(3) terkait dengan orang bersejarah, dan
(4) memiliki nilai budaya atau estetika lainnya 14.
Lanskap budaya adalah salah satu manifestasi dari pengelolaan alam terkait
budaya masyarakat setempat yang terbukti lebih berkesinambungan dan tahan
terhadap krisis. Sistem irigasi tradisional di Bali merupakan bagian dalam Lanskap
Budaya Provinsi Bali sudah dikenal pada 882 Masehi, sistem irigasi tradisional
tersebut dikenal dengan nama Subak. Subak merupakan lanskap budaya dimana
lanskap budaya adalah hubungan antara manusia dengan tanah yang berjalan dari
waktu ke waktu, hubungan tersebut diwariskan dalam setiap kehidupan manusia.
Lanskap Budaya Provinsi Bali pada umumnya berbentuk atau tersusun atas petak
sawah yang bertingkat-tingkat atau berundak-undak menyerupai anak tangga
dengan ukuran yang tidak beraturan. Keadaan sawah seperti itu disebut sawah
berteras atau terasering (terracing).
14 Charles A. Birnbaum with Christine Capella Peters. 1996. U.S. Department of the Interior, National Park Service. The Secretary of the Interior’s Standards for the Treatment of Historic Properties with Guidelines for the Treatment of Cultural Landscapes, ed., Washington, DC. Page.4.
Menurut pasal 1 angka 4 Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2012 tentang
Subak, Subak adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata
tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat
sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan
berkembang. Definisi Subak juga terdapat di dalam beberapa peraturan lain yaitu
sebagai berikut :
a. Menurut Peraturan Daerah No.2/PD/DPRD/1972
Subak adalah masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio-agraris
religius yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang
terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan
lain-lain untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah.
b. Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
Subak adalah masyarakat hukum adat yang bersifat sosio-agraris religius
yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di
bidang tata guna air di tingkat usaha tani.
Diadopsi dari Rekomendasi No. R (95) dari Komite Menteri ke Negara
Anggota pada Konservasi Budaya Lanscape pada tahun 1995 dalam Komite
Warisan Budaya Dunia dan International Council on Monuments and Site
(ICOMOS) tentang wilayah sebagai bagian dari kebijakan lanskap, mengacu pada
lanskap kawasan budaya adalah sebagai bagian topografi dibatasi spesifik lanskap,
dibentuk oleh berbagai kombinasi lembaga manusia dan alam, yang
menggambarkan evolusi manusia, pemukiman dan karakter masyarakat dalam
ruang dan waktu dan yang telah memperoleh nilai-nilai sosial dan budaya diakui di
berbagai tingkat wilayah, karena adanya sisa-sisa fisik yang mencerminkan
penggunaan lahan di masa lalu dan kegiatan, keterampilan atau tradisi khas, atau
penggambaran dalam karya sastra dan seni, atau fakta bahwa peristiwa bersejarah
terjadi di sana. Perlindungan lanskap budaya dipandang sangat perlu dengan
mengurangi berbagai ancaman terhadap bentang alam dan meningkatkan peran
bentang alam bagi kesejahteraan manusia.
Lanskap Budaya Bali yang dikenal secara internasional sebagai
CULTURAL LANSCAPE OF BALI PROVINCE : The Subak System as a
Manifestation of Tri Hita Karana merupakan sebuah warisan budaya berwujud
budaya fisik (tangible) dan warisan budaya non fisik (intangible). Nilai tangible
value dapat dilihat dalam Pura, Lontar, hasil pertanian, dan persawahan terasering
sedangkan nilai intangible value dapat terlihat dalam Tri Hita Karana, Awig-Awig,
Subak, sistem pertanian. Hal yang harus ditekankan di dalam pewarisan budaya
mengenai Lanskap Budaya Provinsi Bali : Sistem Subak sebagai Manifestasi dari
Tri Hita Karana adalah sistem irigasi Subak dan lanskap budaya yaitu lanskap
budaya berupa warisan budaya yang perlu dilestarikan dan merupakan warisan
budaya asli maryarakat Bali, berbeda dengan organisasi Subak, organisasi Subak
berisikan individu-individu pemilik lahan persawahan yang dialiri oleh irigasi dan
organisasi Subak bukan merupakan warisan budaya.
Menurut Bhisana PHDIP Tahun 1994, yang dimaksud kawasan suci adalah
gunung, danau, campuhan (pertemuan air sungai dengan air laut, pertemuan dua
sungai), pantai, laut, dan tempat-tempat yang diyakini memiliki nilai-nilai
kesucian. Perlindungan terhadap kawasan suci terkait dengan perwujudan Tri Hita
Karana yang diladasi oleh penerapan ajaran Sad Kertih, Sad Kertih adalah enam
jenis upacara yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan alam beserta isinya.
Menurut Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang dan
Wilayah Provinsi Bali, Tri Hita Karana adalah falsafah hidup masyarakat Bali
yang memuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan
hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia
dengan lingkungan yang menjadi sumber kesejahteraan, kedamaian dan
kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
Culture Lanscape of Bali : The Subak System as a Manifestation of Tri Hita
Karana memiliki nilai kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana, Tri
Hita Karana berarti tiga penyebab kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan. Tri
Hita Karana terdiri dari 15:
a. Parahyangan
Parahyangan adalah hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia adalah ciptaan Tuhan maka manusia wajib berterima kasih dengan
berbakti kepada Tuhan. Implementasi Parahyangan terlihat pada adanya
Pura di setiap sistem irigasi Subak.
b. Pawongan
Pawongan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan sesama
manusia. Manusia merupakan mahluk sosial sehingga tidak dapat hidup
sendiri, manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya untuk
15 Tri Rahayu Wulansari dkk. 2014. Perbandingan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Tradisional di Desa Adat Penglipuran, Kabupaten Bangli dengan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Formal. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB Bandung. Hlm. 5
memenuhi tercapainya kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Implementasi Pawongan terlihat pada adanya Krama Subak di dalam
sistem irigasi Subak.
c. Palemahan
Palemahan berasal dari kata “lemah” yang berarti nyata. Palemahan
adalah hubungan harmonis antara manusia dan alam lingkungannya. Unsur
Palemahan dalam subak mencakup benda mati, mahkluk hidup dan lanskap
Subak.
Lanskap Budaya Provinsi Bali yaitu berupa sistem Subak sebagai
manisfestasi perwujudan dari Tri Hita Karana ditetapkan sebagai warisan budaya
dunia karena dianggap masih orisinil dalam menunjukkan ciri-ciri penting dari
sistem Lanskap Budaya Provinsi Bali. Karakteristik warisan budaya bali ada 3
konsep yaitu :
a. Korelasi warisan budaya dengan pendukung kebudayaan, ruang tempat,
dan waktu saat kebudayaan diciptakan, dipelihara, dan dikembangkan
b. Kebudayaan Bali sebagai kebudayaan komunitas
c. Warisan budaya sebagai living heritage atau non-living heritages
Implementasi Tri Hita Karana merupakan ciri budaya terpenting dalam
Lanskap Budaya Bali yaitu sistem Subak. Subak masih melestarikan dan
mempraktekkan hubungan yang harmonis antara manusia dan Tuhan
(Parahyangan), antar sesama manusia (Pawongan), antar manusia dan lingkungan
(Palemahan). Lanskap Budaya Provinsi Bali merupakan warisan budaya karena
merupakan hasil daya cipta, rasa dan karsa masyarakat setempat dalam bertani dan
bertahan hidup. Lanskap Budaya Bali tergolong sebagai kawasan cagar budaya,
dimana di dalam Pasal 1 angka 6, Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya menyatakan bahwa kawasan cagar budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Upaya pertama yang dilakukan pemerintah dalam melindungi Lanskap
Budaya Bali adalah mengadakan join mission antara Pemerintah Indonesia dengan
pihak UNESCO dan pihak World Bank (Bank Dunia) pada tahun 2000. Pengusulan
culture lanscape dilakukan dengan single nomination yang terdiri dari three cluster
or serial site yaitu :
a. Situs Jatiluwih
b. Situs Taman Ayun
c. Situs Kintaman, Batur, dan Pejeng (DAS Pakerisan dan DAS Petanu)
Upaya kedua yang dilakukan yaitu Pemerintah Provinsi Bali melalui
Pemerintah Pusat pada tahun 2002 mengusulkan Landskap Budaya Provinsi Bali
sebagai warisan budaya dunia (World Culture Heritage) kepada UNESCO dengan
judul pengajuan yaitu “ CULTURE LANSCAPE OF BALI PROVINCE : The Subak
System as a Manifestation of Tri Hita Karana”. Pada tahun 2000 culture lanscape
dibagi dalam tiga bagian atau three cluster, tetapi pada tahun 2002 dibagi menjadi
lima bagian atau five cluster yaitu :
a. Sawah berteras Jatiluwih
b. Pura Taman Ayun
c. Pura-pura yang berada disepanjang DAS Pakerisan
d. Pura-pura di DAS Petanu
e. Taman Nasional Bali Barat
Upaya ketiga pada tahun 2004, nominasi The Cultural Landscape of Bali
Province diterima oleh pihak UNESCO dengan memberikan nomor sementara
yaitu C 1194. Taman Nasional Bali Barat dicoret dari nomonation list of
UNESCO. Masih banyak kekurangan di dalam dokumen (dossier) yang diajukan
oleh Pemerintah Indonesia, perubahan judul dossier dalam penyempurnaannya
menjadi The Cultural Landscape of Bali Province, The Sites of Balinese
Cosmology. Perubahan ini disempurnakan pada tahun 2005 dan dikirimkan lagi
kepada pihak UNESCO tetapi pengiriman dokumen mengalami keterlambatan.
Perubahan nama ditolak karena tidak sesuai dengan awal pengusulan.
Upaya keempat pada tahun 2006 mengalami kemajuan dimana UNESCO
World Heritage and Cultural mendatangkan Mr. Feng Jing dengan tujuan yaitu :
1. Membantu finalisasi dossier sesuai dengan persyaratan teknis UNESCO
2. Sosialisasi dengan masyarakat Bali
3. Menyertakan tentative list sesuai dengan operational guidline 2005
Pada Tahun 2007, dossier dianggap memenuhi peryaratan operational guidline
2005 dan dossier dilakukan evaluasi serta verifikasi dari expert ICOMOS.
Perjuangan Pemerintah Indonesia masih terus berlangsung dari tahun 2007 sampai
Tahun 2009. Dossier dianggap tidak lengkap kembali, hal ini dikarenakan dossier
tidak dilengkapi dengan :
a. Peta dengan batas-batas yang harus jelas dari kawasan yang masuk dalam
nominasi (nominated propertis)
b. Nama, luas, lokasi dalam peta, terhadap subak yang diusulkan
c. Sistem jaringan irigasi
d. Sistem jaringan dan hubungan antara Subak dengan pura yang ada di
dalamnya
e. Sistem pengelolaan yang telah dan akan dilakukan untuk konservasi
kawasan yang diusulkan
f. Stakeholder yang terlibat dan berperan dalam sistem pengelolaan tersebut
g. Bukti-bukti bahwa kawasan yang diusulkan tersebut mendapat persetujuan
dari masyarakat yang ada di dalamnya
Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Pusat dengan melakukan perubahan
dimana judul dossier tidak dirubah tetapi sisi hampir 80% berubah. Konsep
hubungan situs yang awalnya berupa cluster menjadi satu kesatuan yaitu :
a. Situs Pura Ulun Danu dan Danau Batur
b. DAS Pakerisan
c. Pura Taman Ayun
d. Kawasan Catur Angga Batukaru
Upaya terakhir yang dilakukan Pemerinta Indonesia akhirnya berbuah
manis dimana usulan Pemerintah Indonesia yaitu Cultural Lanscape of Bali
Province : Subak System as a Manifestation of Tri Hita Karana, dalam sidang
tahunan UNESCO pada tanggal 29 Juni 2012 di St. Petersberg diresmikan sebagai
Warisan Budaya Dunia. Lanskap Subak dianggap sudah memenuhi syarat dan
patut untuk dilindungi sebagai warisan budaya dunia. Pemerintah Provinsi Bali,
Perwakilan UNESCO dan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO
memberikan plakat sebai bukti peresmian di setiap lokasi situs dan penyerahan
sertifikat Warisan Budaya Dunia.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan UNESCO dalam
melindungi Lanskap Budaya Provinsi Bali adalah membagi kawasan warisan
budaya dunia dengan sistem zonasi. Zonasi adalah penentuan batas-batas
keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan
kebutuhan. Zonasi mengatur ketentuan tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya disusun untuk setiap blok / zona dimana peruntukan
yang penetapan zona dalam rencana rinci tata ruang di setiap daerah. Penataan
zonasi dibuat sesuai dengan keadaan Warisan Budaya, pengaturan zonasi akan
berbeda-beda dalam setiap warisan budaya dunia yang dimiliki Indonesia.
Peraturan zonasi terdiri dalam teks zonasi dan peta zonasi sesuai dengan Pasal 157
ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010. Menurut Pasal 73 Undang –
Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, penetapan sistem zonasi terdiri
dari :
a. Zona inti
Zona Inti (Protection Zone) adalah kawasan atau area yang dibutuhkan
untuk pelindungan langsung bagi suatu Cagar Budaya untuk menjamin
kelestarian cagar budaya.
b. Zona Penyangga
Zona Penyangga (Buffer Zone) adalah suatu kawasan/ruang tambahan yang
melingkupi Cagar Budaya yang diatur dengan peraturan tambahan, baik
berupa larangan adat maupun hukum formal, dalam rangka memperkuat
upaya pelindungan terhadap Cagar Budaya terebut.
c. Zona Pengembangan
Zona Pengembangan (Development Zone) adalah suatu kawasan atau area
yang berada tidak jauh dari tempat keberadaan Cagar Budaya dan
ditentukan secara khusus sebagai tempat untuk pengembangan Cagar
Budaya atau untuk pembangunan umumnya yang terkendali.
d. Zona Penunjang
Zona penunjang (Supporting Zone) adalah suatu kawasan atau area di dekat
tempat keberadaan Cagar Budaya yang diperuntukan bagi pendirian
fasilitas penunjang aktivitas pelestarian situs.
Berdasarkan penjabaran luas zona inti dan zona penyangga Lanskap
Budaya Bali, apabila diakumulasikan maka luas Lanskap Budaya Bali yang
ditetapkan sebagai warisan budaya dunia adalah seluas 20.720,2 Hektar. Penetapan
Cultural Lanscape of Bali Province : Subak System as a Manifestation of Tri Hita
Karana sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO didasarkan pada penilaian
kriteria yang memenuhi di dalam Operational Guidelines for The Implementation
of The World Heritage Convention tahun 1972 yaitu :
Kriteria I. Tradisi Budaya yang membentuk Lanskap Budaya Bali sejak sekitar
abad ke-12, adalah konsep filosofis masa lampau yaitu Tri Hita
Karana. Kumpulan pura Subak, yang menjadi pusat pengelolaan
pengairan Lanskap Budaya Bali yaitu sistem irigasi Subak,
bertujuan mempertahankan hubungan selaras dengan alam dan
dunia parhyangan / spiritual, melalui sejumlah ritual perayaan,
persembahan dan pertunjukan seni yang begitu elok.
Kriteria II. Kawasan Lanskap Budaya Bali tersebut merupakan bukti sistem
Subak yang luar biasa, sebuah sistem demokratis dan egaliter yang
berpusat pada pura Subak dan pengelolaan irigasi yang telah
membentuk lansekapnya selama ribuan tahun. Sejak abad 11
jaringan pura subak telah mengelola lingkungan ekologis sawah
terasering dalam skala yang mencakup seluruh daerah aliran sungai.
Pura subak merupakan solusi unik menghadapi tantangan dalam
mendukung populasi pulau vulkanis yang padat dan masih bertahan
di Bali.
Kriteria III. Pura subak Bali merupakan suatu lembaga yang unik, dimana
selama ribuan tahun terinspirasi dari sejumlah tradisi keagamaan
masa lampau yaitu ajaran Hindu Saivasiddhanta dan Samky, ajaran
Buddha Vajrayana dan kosmologi Austronesia. Berbagai ritual
perayaan yang mengkaitkan pura subak dengan perannya dalam
pelaksanaan pengelolaan pengairan merupakan perwujudan filosofi
Tri Hita Karana yang mengangkat hubungan selaras
antara parhyangan, umat manusia dan alam sekitarnya. Hubungan
ide-ide tersebut dapat dikatakan sebagai nilai luar biasa dan secara
langsung terwujud dalam bagaimana lansekap tersebut telah
dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat setempat dalam suatu
sistem subak.
Indonesia sudah beberapa kali memegang peranan penting dalam
pelestarian warisan budaya dunia. Indonesia mendapat empat kali kesempatan
menyandang gelar warisan budaya dunia dengan empat tempat berbeda-beda yaitu:
1. Borobudur Temple Compound, 1991, Ref. C. 592
2. Prambanan Temple Compound, 1991, Ref. C. 642
3. Sangiran Early Man Site, 1996, Ref. C 593
4. Cultural Landscape of Bali Province, 2012, Ref. C 1194
Hal ini memberi cerminan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki
kebudayaan tinggi dan peradaban yang amat saat luhur sehingga begitu banyak dan
beraneka ragamnya budaya Indonesia yang mampu bersaing di kancah
Internasional dan memiliki keunikan yang tidak ada di negara-negara lain di dunia.
Lanskap budaya yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia yaitu
Cultural Lanscape of Bali Province: The Subak System as a Manifestation of Tri
Hita Karana memiliki kawasan yang sangat luas dengan letak yang cukup
berjauhan antara satu dengan yang lainnya tetapi sebenarnya merupakan satu
kesatuan yang mencerminkan bagaimana sistem Subak dari hulu sampai hilir
dilestarikan. Filosofi dari Subak sebagai manifestasi dari Tri Hita Karana adalah16:
a. Parahyangan Pura or religious structure; subak members have to honor God, since all things they need for their lives are coming from Him; ritual activities for honoring God are part of everyday life of subak members
b. Palemahan Rice fields; subak members are living in an environment with enough natural resources for their material life. Consequently, subak members have to take care of the environment
c. Pawongan Subak members as human beings created by God, who have to behave in accordance with their pawongan status that does not allow any iniquitous action
Apabila diterjemahkan sebagai berikut :
1. Parahyangan Pura atau struktur keagamaan; Anggota subak harus menghormati Tuhan, karena semua hal yang mereka butuhkan untuk hidup mereka yang datang dari-Nya; Kegiatan ritual untuk menghormati Tuhan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari anggota subak
2. Palemahan Sawah; anggota subak hidup dalam lingkungan dengan sumber daya yang cukup alami untuk kehidupan material mereka. Akibatnya, anggota subak harus mengurus lingkungan
3. Pawongan Anggota subak sebagai manusia diciptakan oleh Tuhan, yang harus berperilaku sesuai dengan statusnya pawongan mereka yang tidak memungkinkan tindakan bengis
Terdapat empat situs yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia
yaitu :
1. Kawasan Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur
2. Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan
3. Kawasan Pura Taman Ayun
16 Jan Hendrik Peters, dkk. 2013. Tri Hita Karana (The Spirit of Bali). Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Hlm. 208.
4. Kawasan Catur Angga Batukaru
2.2.1. Kawasan Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur
Pura Ulun Danu terletak di ketinggian 900 meter diatas permukaan laut,
terletak di Desa Kalanganyar, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi
Bali. Pura Ulun Danu adalah tempat pemujaan kepada Dewi Bhatari Ulun Danu
dan Ulun Danu sendiri bermakna penguasa danau. Danau Batur secara geografis
terletak pada 115°22ʹ′42,3ʺ″ dan 115°25ʹ′33,0ʺ″ Bujur Timur dan 8°13ʹ′24,0ʺ″ dan
8°17ʹ′13,3ʺ″ Lintang Selatan dengan luas mencapai 11.787 Ha (Hektar). Kawasan di
sekitar Pura Ulun Danu dan Danau Batur (Gunung Batur dan sekitarnya) disebut-
sebut sebagai kawasan resapan air di Bali. Oleh karena itu kelestarian Pura Ulun
Danu dan Danau Batur harus dijaga karena kerusakannya akan berdampak buruk
atau berakibat buruk bagi Kintamani dan Bali secara keseluruhan. Pura Ulun Danu
dan Danau Batur merupakan hulu (pusat mata air) di dalam jejaring sistem irigasi
Subak dalam lansekap Subak. Danau Batur memiliki sungai bawah tanah yang
mengalir ke empat penjuru angin yaitu :
a. Sungai bawah tanah arah timur laut mengalir sampai Desa Les di Buleleng
b. Sungai bawah tanah arah tenggara sampai Tukad Telaga Waja di
Karangasem
c. Sungai bawah tanah arah barat daya sampai Tukad Yeh Sungi di perbatasan
Kabupaten Badung dan Tabanan
d. Sungai bawah tanah barat laut sampai kawasan sekitar Seririt Kabupaten
Buleleng
Empat hal diatas telah meyakinkan bahwa hulu mata air Bali berada di Danau
Batur.
Gambar. 1
Kawasan Danau Batur dan Pura Ulun Danu
2.2.2. Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan
Luas situs kedua 884,88 hektar yang terletak di Desa Manukaya,
Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Situs ini meliputi beberapa pura
peninggalan para raja jaman Bali Kuno yang terkait dengan kawasan subak di
sebelah hilirnya. Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029, Pasal 1
angka 63 menyatakan bahwa Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS,
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Empat Pura yang dilindungi
dalam DAS Pakerisan sebagai Warisan Budaya Dunia yang terletak di Kecamatan
Tampaksiring adalah :
1. Pura Tirta Empul
2. Pura Mengening
3. Pura Pegulingan
4. Pura Gunung Kawi
Tiga kawasan Subak yang dilindungi dalam DAS Pakerisan sebagai Warisan
Budaya Dunia yang terletak di Kecamatan Tampaksiring adalah :
1. Subak Pulagan
2. Subak Kumba Atas
3. Subak Kumba Bawah
Gambar. 2
DAS Pakerisan
2.2.3. Kawasan Pura Taman Ayun
Lanskap budaya Pura Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kabupaten
Badung. Pura ini dibangun pada tahun 1632 oleh arsitek bernama Ing Khang
Ghoew dan diresmikan pada tahun 1634. Pura Taman Ayun ini dilengkapi dengan
taman yang asri serta dikelilingi oleh sebuah kolam besar yang memiliki
persediaan air yang cukup. Taman di kawasan pura memiliki luas 100 x 250 meter
dan merupakan satu kesatuan pura yang menyatu dengan lingkungan di
sekelilingnya. Kolam yang mengelilingi Pura Taman Ayun memberikan manfaat
bagi pengairan persawahan di daerah sekitarnya. Keberadaan kolam di Taman
Ayun yang mengaliri lebih dari 100 hektar tanah pertanian di tiga Subak yang
meliputi Subak Batan Badung, Batan Asem dan Subak Beringkit.
Pura Taman Ayun memiliki tiga fungsi yaitu apabila dikaitkan ke dalam
Tri Hita Karana yaitu :
a. Fungsi Sosio Religius
Sebagai penyawangan atau pengayatan, dalam artian dimana masyarakat di
wilayah Kecamatan Mengwi pada zaman dahulu tidak sempat melakukan
persembahyangan ke pura-pura besar seperti Besakih, Batukaru dan Batur,
masyarakat menggantinya dengan melakukan persembahyangan di Pura Taman
Ayun
b. Fungsi Pemersatu
Artinya semua lapisan masyarakat Bali yang terdiri dari berbagai garis
keturunan (semua orang tanpa terkecuali) semua bisa melakukan
persembahyangan di Pura Taman Ayun.
c. Fungsi Sosial Ekonomi
Pura Taman Ayun memiliki kolam di dalam dan di luar pura yang tidak saja
berfungsi estetika dan mengatur ekosistem, tapi juga sebagai irigasi karena air
yang ada di kolam tersebut mengairi sekitar ratusan hektare sawah yang ada di
seputar Pura Taman Ayun dan di selatan Mengwi.
Gambar. 3
Pura Taman Ayun
2.2.4. Kawasan Catur Angga Batukaru
Situs cagar budaya dalam kawasan Catur Angga Batukaru merupakan situs
yang paling luas cakupannya. Luas kawasan mencapai 17.106,58 hektar. Kawasan
Catur Angga Batukaru meliputi Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng.
Adapun penjabarannya sebagai berikut :
a. Terdiri dari 14 Subak
1. Subak Bedugul seluas 102,85 hektar di Desa Gunumg Sari
2. Subak Jatiluwih seluas 305,80 hektar di Desa Jatiluwih
3. Subak Kedampal seluas 139,34 hektar di Desa Kedampal
4. Subak Keloncing seluas 104,26 hektar di Desa Kedampal
5. Subak Penatahan seluas 192,81 hektar di Desa Penatahan
6. Subak Pesagi seluas 130,02 hektar di Desa Pesagi
7. Subak Piak seluas 156,52 hektar di Desa Piak
8. Subak Piling seluas 173,18 hektar di Desa Piling
9. Subak Puakan seluas 169,51 hektar di Desa Piling
10. Subak Rejasa seluas 262,31 hektar di Desa Rejasa
11. Subak Sangketan seluas 175,18 hektar di Desa Sengketan
12. Subak Tegalinggah seluas 64,90 hektar di Desa Tegalinggah
13. Subak Tengkudak seluas 161,84 hektar di Desa Tengkudak
14. Subak Wongaya Betan seluas 38,97 hektar di Desa Mangesta
b. Terdiri dari 5 Pura
Pura yang termasuk Catur Angga Batukaru adalah Pura Luhur Batukaru, Pura
Luhur Pucak Petali, Pura Besikalung, Pura Muncaksari dan Pura Tambawaras.
1. Pura Luhur Batukaru
Pura Luhur batukaru terletak di Desa Wangaya Gede, Kecamatan
Penebel, Kabupaten Tabanan. Pura yang berlokasi di lereng Gunung
Batukaru.
2. Pura Luhur Puncak Petali
Pura Luhur Pucak Petali terletak di Desa Jatiluwih Kecamatan, Penebel
Kabupaten Tabanan.
3. Pura Luhur Tambawaras
Pura Tambawaras termasuk dalam wilayah Desa Adat Sangketan,
Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Mandala Pura Tambawaras
sebagai zona inti lanskap budaya memiliki luas 0,25 hektar.
4. Pura Luhur Muncak Sari
Pura Luhur Muncak Sari dalam wilayah Desa Adat Sangketan,
Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Lanskap budaya Pura Luhur.
5. Pura Luhur Besi Kalung
Pura Luhur Besikalung berlokasi di sebelah tenggara Pura Luhur
Batukaru, dan berada dalam wilayah di Desa Adat Babahan, Kecamatan
Penebel, Kabupaten Tabanan.
6. Terdiri dari 2 Danau
• Danau Buyan
• Danau Tamblingan
Danau Buyan dan Danau Tamblingan seluas 1029,53 hektar di Kecamatan
Sukasada Buleleng, kawasan hutan mulai Danau Tamblingan sampai Gunung