Top Banner
IV. DIAGNOSIS/TERAPI/PENANGANAN A. Penilaian Klinik Fraktur pelvis harus dicurigai pada setiap pasien dengan cedera perut atau tungkai bawah yang berbahaya. Mungkin terdapat riwayat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian atau cedera benturan. Pasien sering mengeluh nyeri hebat dan merasa seolah-olah dia telah terpisah-pisah, dan mungkin terdapat pembengkakan atau memar pada perut bawah, paha, perineum, skrotum atau vulva. Semua daerah ini harus diperiksa dengan cepat, untuk mencari bukti ekstravasasi urine. Tetapi prioritas utama adalah selalu menilai keadaan umum pasien dan mencari tanda-tanda kehilangan darah. Resusitasi dapat dimulai sebelum pemeriksaan selesai. (35,36) Perut harus dipalpasi dengan hati-hati. Tanda- tanda iritasi menunjukkan kemungkinan perdarahan intraperitoneal. Cincin pelvis dapat ditekan dengan pelan-pelan dari sisi ke sisi dan kembali ke depan. Nyeri tekan pada daerah sakro- iliaka sangat penting dan dapat menandakan adanya gangguan pada jembatan posterior. Pemeriksaan rektum kemudian dilakukan pada semua kasus. Koksigis dan 51
21

Btls Fraktur Pelvis 2

Nov 30, 2015

Download

Documents

fraktus pelsssss
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Btls Fraktur Pelvis 2

IV. DIAGNOSIS/TERAPI/PENANGANAN

A. Penilaian Klinik 

Fraktur pelvis harus dicurigai pada setiap pasien dengan cedera perut atau

tungkai bawah yang berbahaya. Mungkin terdapat riwayat kecelakaan lalu lintas

atau jatuh dari ketinggian atau cedera benturan. Pasien sering mengeluh nyeri

hebat dan merasa seolah-olah dia telah terpisah-pisah, dan mungkin terdapat

pembengkakan atau memar pada perut bawah, paha, perineum, skrotum

atau vulva. Semua daerah ini harus diperiksa dengan cepat, untuk mencari bukti

ekstravasasi urine. Tetapi prioritas utama adalah selalu menilai keadaan umum

pasien dan mencari tanda-tanda kehilangan darah. Resusitasi dapat dimulai

sebelum pemeriksaan selesai.(35,36)

Perut harus dipalpasi dengan hati-hati. Tanda-tanda iritasi menunjukkan

kemungkinan perdarahan intraperitoneal. Cincin pelvis dapat ditekan dengan

pelan-pelan dari sisi ke sisi dan kembali ke depan. Nyeri tekan pada daerah sakro-

iliaka sangat penting dan dapat menandakan adanya gangguan pada jembatan

posterior. Pemeriksaan rektum kemudian dilakukan pada semua kasus. Koksigis

dan sacrum dapat diraba dan diuji untuk mencari ada tidaknya nyeri tekan. Kalau

prostat dapat diraba,yang sering sukar dilakukan akibat nyeri dan pembengkakan,

posisinya yang abnormal dapat menunjukkan cedera uretra. (35,36)

Tanyakan kapan pasien membuang urine terakhir kali dan cari perdarahan

di meatus eksterna. Ketidakmampuan untuk kencing dan adanya darah di meatus

eksterna adalah tanda klasik ruptur uretra. Tetapi, tiadanya darah di meatus tidak

menyingkirkan cedera uretra, karena sfingter luar mungkin mengalami spasme,

sehingga menghentikan aliran darah dari tempat cedera. Karena itu setiap pasien

yang mengalami fraktur pelvis harus dianggap menghadapi risiko cedera uretra. (35,36)

51

Page 2: Btls Fraktur Pelvis 2

Pasien dapat dianjurkan untuk kencing; kalau dia dapat melakukannya,

uretra itu utuh atau hanya terdapat sedikit kerusakan yang tidak akan diperburuk

oleh aliran urine. Jangan mencoba untuk memasukkan kateter; karena ini dapat

mengubah robekan uretra sebagian menjadi robekan uretra lengkap. Kalau cedera

uretra dicurigai, ini dapat didiagnosis dengan lebih tepat dan lebih aman dengan

uretrografi retrograd. (35,36)

Ruptur kandung kemih harus dicurigai pada pasien yang tidak dapat

kencing atau pada pasien yang kandung kemihnya tidak teraba setelah diberi

penggantian cairan yang memadai. Palpasi sering sukar dilakukan karena terdapat

hematoma dinding perut. Gambaran fisik pada awalnya dapat sedikit sekali,

dengan bising usus yang normal, karena ekstravasasi urine yang steril tak banyak

menimbulkan iritasi peritoneum. Hanya sebagian kecil pasien dengan ruptur

kandung kemih yang mengalami hipotensi; jadi kalau pasien itu hipotensif, harus

dicari penyebab lainnya. (35,36)

Pemeriksaan neurologik sangat diperlukan; mungkin terdapat kerusakan

pada pleksuslumbalis atau sakralis.Kalau pasien tak sadar, prosedur rutin yang

sama diikuti. Tetapi, pemeriksaan sinar-X dini penting pada kasus ini. (35,36)

Pemeriksaan Radiologis

Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis

dengan prioritas pemeriksaan foto rontgen posisi AP. Pemeriksaan rontgen posisi

lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna apabila keadaan umum

memungkinkan.(37)

Sinar-X Pada Pelvis

Sinar-X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur ipsilateral

atau kontralateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis, kerusakan pada

sendi sakro-iliaka atau kombinasi dari cedera-cedera itu. Foto sering sulit

52

Page 3: Btls Fraktur Pelvis 2

dimengerti dan CT Scan merupakan cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat

cedera terutama kalau tersedia CT 3 dimensi.(35,36)

Segera setelah keadaan pasien memungkinkan, foto polos AP pelvis harus

diambil. Pada umumnya foto ini akan member informasi yang cukup untuk

membuat diagnosis pendahuluan pada fraktur pelvis. Sifat cedera yang tepat dapat

diperjelas dengan radiografi secara lebih rinci bila telah dipastikan bahwa pasien

dapat tahan terhadap lamanya waktuyang diperlukan untuk penentuan posisi dan

reposisi di meja sinar-X. Diperlukan 5 foto : anteroposterior, pandangan inlet

(kamera sefalad terhadap pelvis dan dimiringkan 30 derajat ke bawah), foto outlet

(kamera kaudal terhadap pelvis dan dimiringkan 40 derajat ke atas), dan foto oblik

kanan dan kiri. (35,36)

Kalau dicurigai adanya cedera apa saja yang berbahaya, CT Scan pada

tingkat yang tepat sangat bermanfaat (beberapa ahli mengatakan harus dilakukan).

Ini terutama berlakuuntuk kerusakan cincin pelvis posterior dan untuk

fraktur acetabulum yang kompleks, yang tidak dapat dievaluasi secara tepat

dengan sinar-X biasa. (35,36)

Reformasi CT 3 dimensi terhadap foto pelvis memberi gambaran cedera

secara paling tepat, ini adalah metode pilihan bila fasilitas itu tersedia. (35,36)

53

Page 4: Btls Fraktur Pelvis 2

Gambar 31. Foto Pelvis(35,36)

B. PENATALAKSANAAN

1. PENANGANAN DINI

Terapi tidak boleh menunggu diagnosis yang lengkap dan rinci. Prioritas

perlu ditentukan dan bertindak berdasarkan setiap informasi yang sudah tersedia

sementara beralih ke pemeriksaan diagnostik berikutnya. Tatalaksana dalam

konteks ini adalah kombinasi penilaian dan terapi. (35,37)

6 pertanyaan harus ditanyakan dan jawabannya ditangani satu demi satu : (35,37)

1. Apakah saluran nafas bersih ?

2. Apakah paru-paru cukup membuat ventilasi ?

3. Apakah pasien kehilangan darah ?

4. Apakah terdapat cedera di dalam perut ?

5. Apakah terdapat cedera kandung kemih dan uretra ?

6. Stabil atau tidakkah fraktur pelvis ini ?

Pada setiap pasien yang mengalami cedera berat, langkah yang pertama adalah

memastikan bahwa saluran nafas bersih dan ventilasi tak terhalang. Resusitasi

harus dimulai segera dan perdarahan aktif dikendalikan. Pasien dengan cepat

diperiksa untuk mencari ada tidaknya cedera ganda dan, kalau perlu, fraktur yang

nyeri dibebat. 1 foto sinar-X AP pada pelvis harus diambil. (35,37)

Kemudian dilakukan pemeriksaan yang lebih cermat, dengan memperhatikan

pelvis, perut, perineum, dan rektum. Liang meatus uretra diperiksa untuk mencari

tanda-tanda perdarahan. Tungkai bawah juga diperiksa untuk mencari tanda-tanda

cedera saraf. (35,37)

Kalau keadaan umum pasien stabil, pemeriksaan dengan sinar-X selanjutnya

dapat dilakukan. Kalau dicurigai adanya robekan uretra, dapat dilakukan

54

Page 5: Btls Fraktur Pelvis 2

uretrogram secara pelan- pelan. Hasil penemuan sampai tahap ini dapat

menentukan perlu tidaknya urogram intravena. (35,37)

Sampai saat ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang baik

mengenai keadaan umum pasien, tingkat cedera pelvis, ada tidaknya cedera

visceral dan kemungkinan berlanjutnya perdarahan di dalam perut atau

retroperitoneal. Idealnya, tim ahli masing-masing menangani tiap masalah atau

melakukan penyelidikan lebih jauh. (35,37)

Pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin berdasarkan prioritas

penanggulangan trauma yang terjadi (ABC), yaitu: (35,37)

1. Resusitasi awal

a. Perhatikan saluran nafas dan perbaiki hipoksia

b. Kontrol perdarahan dengan pemberian cairan Ringer dan transfusi darah 4-

8 U (24-36 jam pertama), apabila perdarahan tetap transfuse 10-12 U (24-

36 jam)

2. Anamnesis

a. Keadaan dan waktu trauma

b. Miksi terakhir

c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir

d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi

e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala

3. Pemeriksaan klinik 

a. Keadaan umum

i. Catat secara teratur denyut nadi, tekanan darah dan respirasi

ii. Secara cepat lakukan survey tentang kemungkinan trauma lainnya

b. Lokal

i. Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan,

pembengkakan dan deformitas

ii. Tentukan derajat ketidak-stabilan cincin panggul dengan palpasi pada

ramus dan simfisis pubis

55

Page 6: Btls Fraktur Pelvis 2

iii. Adakan pemeriksaan colok dubur.

4. Pemeriksaan tambahan

a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami

trauma

b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta

pemeriksaan foto panggul lainnya

c. Pemeriksaan urologis dan lainnya :

i. Kateterisasi

ii. Ureterogram

iii. Sistogram retrograd dan postvoiding 

iv. Pielogram intravena

v. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal

5. Pengobatan

a. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat-alat dalam rongga

panggul

b. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya traksi skeletal, pelvic sling, spika

panggul

2. Penanganan Perdarahan Yang Hebat

Upaya lain yang dapat diperlukan untuk menangani perdarahan massif

mencakup penggunaan pakaian anti syok pneumatik dan pemasangan segera

fiksator luar. (35,36)

Diagnosis perdarahan yang terus berlanjut sering sukar dilakukan, dan

sekalipun tampak jelas bahwa berlanjutnya syok adalah akibat perdarahan,

tidaklah mudah untuk menentukan sumber perdarahan itu. Pasien dengan tanda-

tanda abdomen yang mencurigakan harus diselidiki lebih jauh dengan aspirasi

peritoneum  atau pembilasan. Kalau terdapat aspirasi diagnostik positif, perut

harus dieksplorai untuk menemukan dan menganganisumber perdarahan. Tetapi,

kalau terdapat hematoma retroperitoneal yang besar, ini tidak  boleh dievakuasi

56

Page 7: Btls Fraktur Pelvis 2

karena hal ini dapat melepaskan efek tamponade dan mengakibatkan perdarahan

yang tak terkendali. (35,36)

3. Penanganan Uretra Dan Kandung Kemih

Cedera urologi terjadi pada sekitar 10% pasien dengan fraktur cincin

pelvis. Karena pasien sering sakit berat akibat cedera yang lain, mungkin

dibutuhkan kateter urine untuk memantau keluaran urine, sehingga ahli urologi

terpaksa membuat diagnosis kerusakan uretra dengan cepat. (35)

Tidak boleh memasukkan kateter diagnostic karena kemungkinan besar ini

akan mengubah robekan sebagian menjadi robekan lengkap. Untuk robekan yang

tak lengkap, pemasukan kateter suprapubik sebagai prosedur resmi saja yang

dibutuhkan. Sekitar setengah dari semua robekan tak lengkap akan sembuh dan

tak banyak membutuhkan penanganan jangka panjang. (35)

Terapi robekan uretra lengkap masih kontroversial. Penjajaran ulang

(realignment) primer pada uretra dapat dicapai dengan melakukan sistostomi

suprapubik, mengevakuasi hematoma pelvis dan kemudian memasukkan kateter

melewati cedera untuk mendrainase kandung kemih. Kalau kandung kemih

mengambang tinggi, ini harus direposisi dan diikat dengan penjahitan melalui

bagian anterior bawah kapsul prostat, melalui perineum pada kedua sisi uretra

bulbar dan difiksasi pada paha dengan plester elastis. Suatu pendekatan alternatif

– yang jauh lebih sederhana – adalah melakukan sistostomi secepat mungkin,

tidak berusaha mendrainase pelvis atau membedah uretra, dan mengangani

striktur yang diakibatkan 4-6 bulan kemudian. Metode yang belakangan

ini dikontraindikasikan kalau terdapat dislokasi prostat yang hebat atau robekan

hebat pada rektum atau leher kandung kemih. Pada kedua metode itu

terdapat cukup banyak insidensi pembentukan striktur, inkontinensia dan

impotensi di belakang hari. (35)

57

Page 8: Btls Fraktur Pelvis 2

A B

Gambar 3235

(A) intravena urogram menunjukkan kandung kemih dengan kompresi oleh darah dan ektravasasi urin (B) menunjukkan ruptur kandung kemih

4. Terapi Fraktur

Untuk pasien dengan cedera yang sangat hebat, fiksasi luar dini adalah

salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi perdarahan dan melawan

syok. (35,36)

Berdasarkan Mekanisme cedera mekanisme dasar dari cedera panggul

adalah anteroposterior compression, lateral compression, vertical shear dan

kombinasi(35)

Anteroposterior compression. Cedera ini biasanya disebabkan oleh

tabrakan frontal antara pejalan kaki dan mobil.

Gambar 33(35)

Anteroposterior compression

58

Page 9: Btls Fraktur Pelvis 2

Lateral compression. Hal ini biasanya karena benturan menyamping pada

kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.

Gambar 34(35)

Lateral compression

Vertical shear. Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang jatuh dari

ketinggian ke salah satu kaki. Mekanisme farktur ini biasanya lebih parah,

tidak stabil, dan menimbulkan luka robek pada jaringan lunak dan lebih

sering menyebabkan perdarahan retroperitoneal.

gambar 35(35)

Vertical shear

Berdasarkan klasifkasi Tile dan Pennal (1980) fraktur pelvis dapat

diklasifikasikan sebagai berikut(35)

A : Stabil

A1 : Fraktur isolated tanpa fraktur cincin pelvis

A2 : Fraktur cincin pelvis tanpa pergeseran

B : Rotasi (tidak stabil)) dan vertikal (stabil)

B1 : Open book

59

Page 10: Btls Fraktur Pelvis 2

Stage 1 Symphisiolisis <2,5 cm bed rest

Stage 2 Symphisiolisis >2,5 cm OREF

Stage 3 bilateral Lessio OREF

B2 : Kompresi lateral/ipsilateral

B3 : Kompresi lateral / kontralateral OREF

C : Rotasi dan vertical (tidak stabil)

C1 : Unilateral

C2 : Bilateral

C3 : Dengan fraktur asetabulum

Fraktur terisolasi dan fraktur dengan kelainan minimal hanya perlu

istirahat di tempat tidur, mungkin dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah.

Dalam waktu 4-6 minggu pasien biasanya merasa nyaman dan kemudian mungkin

diperbolehkan menggunakan kruk.

Pada fraktur tulang terbuka yang kurang dari 2 cm pada anterior dan

dipastikan bahwa tidak ada gangguan pada bagian posterior, cedera ini biasanya

dapat diobati dengan istirahat di tempat tidur; pelvic sling bagian posterior atau

fiksasi panggul membantu untuk penutupan tulang.

Gambar 36(35)

internal fiksasi

60

Page 11: Btls Fraktur Pelvis 2

Penanganan vertical sheer (a) sinar-X menunjukkan ramus pubis retak dan disrupsi dari

sendi sacroiliaca(b) awalnya diobati dengan traksi dan fiksasi eksternal.

(c) sinar-X menunjukkan perbaikan pelvis(sendi sacroiliaca distabilkan dengan piring dan sekrup)

V. KOMPLIKASI

 Nyeri sakro-iliaka menetap cukup sering ditemukan setelah fraktur pelvis

yang tak stabil dan kadang-kadang mengaharuskan dilakukannya artrodesis pada

sendi sakro-iliaka. (35,36,37)

Cedera saraf skiatika biasanya sembuh tetapi kadang-kadang ternyata

memerlukan eksplorasi. Cedera uretra yang berat dapat mengakibatkan striktur

uretra, inkontinensia, atau impotensi.(35,36)

Komplikasi dibagi dalam : (35,36)

1. Komplikasi segera

a. Trombosis vena ilio-femoral

Komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya. Apabila ada

keraguan sebaiknya diberikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.

b. Robekan kandung kemih

Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari

bagiantulang panggul yang tajam.

c. Robekan uretra

61

Page 12: Btls Fraktur Pelvis 2

Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah

uretra pars membranosa.

Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.

Frakttur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan

kerusakan pada cincin pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars

prostate-membranacea. Fraktur  pelvis dan robekan pembuluh darah yang

berada di cavum pelvis menyebabkan hematom yang luas di cavum retzius

sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek, prostat beserta

buli-buli akan terangkat ke cranial.

Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan

kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan)

yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis

kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio dinding uretra, rupture

parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada kontusio uretra pasien

mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat

robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis

atau butterfly hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat

miksi.

d. Trauma rektum dan vaginae.

Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif

sampai syok.

e. Trauma pada saraf

i. Lesi saraf skiatik 

Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat

operasi. Apabiladalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,

maka sebaiknya dilakukaneksplorasi.

ii. Lesi pleksus lumbosakralis

Biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertical disertai

pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila

mengenai pusat saraf.

2. Komplikasi lanjut

62

Page 13: Btls Fraktur Pelvis 2

a. Pembentukan tulang heterotrofik 

Pembentukan tulang heterotrofik biasanya terjadi setelah suatu trauma

jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Dapat

diberikan indometasin untuk  profilaktik.

b. Nekrosis avaskuler

Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah

trauma.

c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder

Apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan

reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka

akan terjadi ketidak-sesuaian sendi yang akan memberikan gangguan

pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.

d. Skoliosis kompensatoar

VI. AYAT/SURAH

63

Page 14: Btls Fraktur Pelvis 2

VII. KESIMPULAN

Resusitasi merupakan tindakan pertolongan terhadap seseorang yang

terancam jiwanya karena gangguan pernapasan yang kadang di setai

henti jantung.

Primary survey adalah tindakan evaluasi jalan napas, pernapasan, dan

sirkulasi yang pertama kali dilakukan sebagai tindakan penyelamayan

bagi penderita.

Secondary survey adalah tindakan evaluasi kembali semua tindakan

yang telah dilakukan sebelumnya guna mrngontrol keadaan penderita

sebagai lanjutan dari primary survey.

Pengelolaan gangguan pada jalan napas meliputi:

a. Chest trust, abdominal thrust and back blow

b. Head tilt, Chin lift

c. Oropharyngeal dan nasopharyngeal airway

d. Chricotyroidotomy

e. Tracheostomy

Pemeriksaan breathing untuk melihat adekuatnya nafas atau tidak.

Pemberian ventilasi dengan:

a. Mouth to mouth

b. Mouth to nose

c. Mouth to stoma

d. Mouth to mask

Pemeriksaan sikrulasi dengan melihat tanda-tanda vital dan penanganan

sirkulasi dengan CPR

Pelvis adalah salah satu bagian dari tubuh manusia yang berfungsi penting,

yaitu menahan berat badan tubuh melalui sendi sacro-iliaka ke ilium,

asetabulum dan dilanjutkan ke femur. Selain itu panggul berfungsi

melindungi struktur-struktur yang berada di dalam rongga panggul.

Fraktur pelvis dapat terjadi pada semua usia, baik dengan trauma berat

atau trauma ringan atau trauma yang berulang; trauma langsung

maupun tak langsung. Tetapi pada orang muda yang paling sering

64

Page 15: Btls Fraktur Pelvis 2

adalah fraktur dengan trauma berat, sedangkan pada orang tua, fraktur

biasanya disebabkan dengan trauma ringan. Mekanisme trauma pelvis

terdiri dari :

Kompresi anteroposterior 

Kompresi lateral

Trauma vertical

Trauma kombinasi

Klasifikasi fraktur pelvis menurut Tile 1988, secara garis besar terdiri

dari:

a. Tipe A : stabil

b. Tipe B : tidak stabil secara rotasional, stabil secara vertikal.

c. Tipe C : tidak stabil secara rotasi dan vertikal.

Gejala yang muncul pada fraktur pelvis adalah : pembengkakan,

deformitas, serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang

dalam keadaan, anemi dan syok karena perdarahan yang hebat.

Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah. Diagnosis fraktur pelvis

ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis seperti

sinar-x.

Fraktur pelvis menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi,

sehinggadibutuhkan penanganan tim yang baik untuk mencegah

komplikasi yang diakibatkannya.Untuk memperbaiki kualitas hidup

pasien, harus dilakukan intervensi sedini mungkin.

65