BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan pakan atau bahan makanan ternak (feed stuff) merupakan suatu bahan yang disukai ternak, dapat dimakan oleh ternak, disukai ternak, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya (untuk) dapat diserap, tidak mengganggu kesehatan pemakannya, dan bermanfaat bagi pemakannya. Fungsi dari pakan antara lain untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan serta untuk mempertahankan hidup. Bahan pakan yang diberikan pada ransum ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup, secara umum bahan pakan terbagi dalam delapan klas yaitu hijauan kering atau jerami padi, hijauan segar, silage, sumber energi, sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin, dan aditif pakan. Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat dapat juga diartikan sebagai analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk bahan baku yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi. Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pakan atau bahan makanan ternak (feed stuff) merupakan
suatu bahan yang disukai ternak, dapat dimakan oleh ternak, disukai
ternak, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya (untuk) dapat diserap,
tidak mengganggu kesehatan pemakannya, dan bermanfaat bagi
pemakannya. Fungsi dari pakan antara lain untuk memelihara daya tahan
tubuh dan kesehatan serta untuk mempertahankan hidup. Bahan pakan
yang diberikan pada ransum ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah
cukup, secara umum bahan pakan terbagi dalam delapan klas yaitu
hijauan kering atau jerami padi, hijauan segar, silage, sumber energi,
sumber protein, sumber mineral, sumber vitamin, dan aditif
pakan. Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk
mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan
serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis
proksimat dapat juga diartikan sebagai analisis atau pengujian
kimia yang dilakukan untuk bahan baku yang akan diproses lebih lanjut
dalam industri menjadi barang jadi. Analisis proksimat memiliki manfaat
sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada
standar zat makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya. Analisis
proksimat dapat digunakan untuk mengevaluasi dan menyusun formula
ransum dengan baik. Mengevaluasi ransum yang telah ada seperti
mencari kekurangan pada ransum tersebut kemudian formula ransum
baru dapat disusun dengan menambahkan zat makanan yang diperlukan.
Tujuan
Tujuan dari praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum yang
adalah untuk mengetahui kandungan zat makanan dari bahan pakan yang
diuji, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis
kandungan nutrien bahan pakan dari mulai pengetahuan dasar sampai
aplikasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba)
memerlukan pakan hijauan sebagai sumber serat dan sumber energi.
Serat dalam pakan utamanya berfungsi sebagai sumber energi, selain itu
juga berfungsi untuk menjaga fungsi normal rumen dan aktivitas mikrobia
rumen (Widodo et al., 2012). Menurut Putri et al. (2012), Bahan pakan
yaitu segala sesuatu yang dapat diberikan kepada hewan baik bahan
organik maupun non organik yang sebagian atau seluruhnya dapat
dicerna tanpa mengganggu kesehatan. Kandungan gizi pakan buatan
dapat disusun formulasinya supaya kandungan gizinya lebih lengkap bila
dibandingkan dengan pakan alami. Kandungan gizi yang terkandung
dalam pakan tidak lepas dari kandungan gizi bahan penyusunnya. Bahan
pakan sebaiknya memperhatikan persyaratan antara lain yaitu mudah
diperoleh, murah harganya, tidak bersaing dengan manusia, tidak
beracun, mengandung zat pakan sesuai dengan nutrisi yang optimal bagi
ternak. Sunarso dan Christiyanto (2012) menyatakan bahwa ransum
merupakan campuran 2 atau lebih bahan pakan yang disusun untuk
memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam.
Hijauan adalah bahan makanan dalam bentuk daun-daunan
kadang masih bercampur dengan batang, ranting, serta kembang-
kembangnya, umumnya berasal dari tanaman sebangsa rumput yang
diberikan kepada ternak dalam keadaan masih segar, warna masih hijau
dan masih banyak mengandung air yaitu rata-rata 70 sampai 80% air,
sisanya yang 20 sampai 30% adalah bahan kering. Hijauan itu ialah
semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-
daunan. Termasuk kelompok hijauan ini ialah bangsa rumput (graminea),
leguminosa, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka,
daun waru. Hijauan bagian dari tanaman rumput dan legum yang
mengandung 18% serat kasar dalam bahan kering yang digunakan
sebagai bahan pakan ternak. (Hartadi et al.,2005).
Menurut Sunarso dan Christiyanto (2012), klasifikasi bahan pakan
dibagi menjadi delapan, yaitu 1) Pakan kasar (roughage), adalah bahan
pakan yang banyak mengandung serat kasar (lebih dari 18%) dan rendah
energinya. Contoh: jerami (jerami dari padi, jagung, pucuk tebu), hijauan
Penetapan kadar air. Penetapan kadar air menggunakan sampel
bahan pakan seberat 1,0088 gram yang dimasukkan dalam silica disk
yang sudah dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 105 sampai 1100C
selama satu jam dan dikeringkan dalam desikator selama satu jam. Bahan
pakan dan silica disk kemudian dikeringkan dalam oven pengering selama
8 sampai 24 jam pada suhu 105 sampai 1100C, lalu didinginkan dalam
desikator selama satu jam. Silica disk yang berisi cuplikan pakan
ditimbang setelah dingin. Air dalam bahan pakan akan menguap
seluruhnya jika bahan pakan tersebut dipanaskan dalam waktu tertentu
pada suhu 105 sampai 1100C dengan tekanan udara bebas.
Berdasarkan hasil praktikum, kadar air Muntingia calabura atau
daun kersen yaitu sebesar 34,78% sedangkan bahan kering sebesar
16,22%. Hasil yang diperoleh kelompok 20 adalah kadar air sebesar
68,63% dan bahan kering sebesar 23,79%. Menurut Puspitaning (2012),
bahan kering Muntingia calabura sebesar 34,1%. Hasil praktikum yang
diperoleh sangat berbeda dengan literatur. Faktor yang mempengaruhi
perbedaan tersebut yaitu praktikan tidak teliti saat praktikum dan bahan
pakan yang sudah terkontaminasi dengan suhu ruangan.
Penetapan kadar abu. Praktikum penetapan kadar abu
menggunakan sampel yang sama dengan sampel dalam penetapan kadar
air. Sampel seberat 1,0088 gram dimasukkan ke dalam silica disk yang
sebelumnya telah dioven pada suhu 105 sampai 1100C selama satu jam
dan telah didinginkan dalam desikator selama satu jam, kemudian
ditimbang. Silica disk yang sudah berisi sampel pakan dimasukkan dalam
tanur, kemudian ditanur pada suhu 550 sampai 6000C selama lebih dari
12 jam sampai cuplikan pakan berwarna putih seluruhnya. Suhunya
kemudian diturunkan menjadi 1200C lalu dimasukkan dalam desikator
selama satu jam. Silica disk berisi bahan pakan ditimbang setelah dingin.
Mineral anorganik dapat diperkirakan jumlahnya dari nilai kandungan abu
yang ditentukan dengan pembakaran sampel pakan pada suhu 350
sampai 6000C sampai tidak ada yang tersisa (Kellems dan Church, 2010).
Bahan pakan akan mengalami tahap pembakaran pada suhu 250 sampai
5000C di mana semua materi organik akan terdekomposisi menjadi H2O,
CO22, dan lainnya (Deydier, 2005). Penentuan kadar abu harus
menggunakan silica disk dan tidak dapat menggunakan botol timbang
(Vochdoos) karena botol timbang (Vochdoos) akan melebur jika ditanur
pada suhu 550 sampai 6000C. Sampel pakan ditanur pada suhu 550
sampai 6000C adalah untuk membakar semua zat organiknya dan
kemudian menghasilkan oksida yang menguap, yaitu berupa CO2, H2O,
dan gas-gas lain, sedangkan yang tidak tertinggal dan tidak menguap
adalah oksida mineral atau yang disebut dengan abu.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kadar abu
sebesar 7,94%, sedangkan kadar abu kelompok 20 adalah 8,068%.
Menurut Puspitaning (2012), kadar abu pada Muntingia calabura berkisar
5,35%. Berdasarkan literatur, persentase kadar abu saat praktikum
mendekati nilai kadar abu dalam literatur.
Penetapan kadar serat kasar. Praktikum penetapan kadar serat
kasar menggunakan sampel bahan pakan sebesar 1,0088 gram yang
dimasukkan ke dalam beaker glass 600 ml, kemudian ditambahkan
dengan 200 ml H2SO4 1,25%, selanjutnya dipanaskan hingga mendidih
selama 30 menit. Disaring dengan sarigan linen dengan bantuan pompa
vacum. Hasil saringan (residu) dimasukkan ke dalam beaker glass,
kemudian ditambahkan dengan 200 ml NaOH 1,25% dan dididihkan
kembali selama 30 menit. Penambahan H2SO4 1,25% (0,255 N) adalah
untuk menghidrolisis karbohidrat dan protein, sedangkan penambahan
NaOH 1,25% (0,313 N) adalah untuk penyabunan lemak. Menurut
Kellems dan Church (2010), penambahan H2SO4 kemudian NaOH adalah
sebagai gambaran proses pencernaan yang terjadi dalam lambung dan
usus dari seekor sapi. Lambung sapi merupakan organ pencernaan yang
kondisinya adalah asam, sehingga H2SO4 dapat berfungsi sebagai
pemberi suasana asam. Usus merupakan organ pencernaan yang bersifat
basa, sehingga penambahan NaOH dapat berfungsi sebagai pemberi
suasana basa. Larutan kemudian disaring kembali menggunakan crucible
yang telah dilapisi glass wool dengan bantuan pompa vacum, kemudian
dicuci dengan air panas dan 15 ml ethyl alkohol 95%. Penambahan ethyl
alkohol adalah untuk menghidrolisis lemak yang mungkin masih terdapat
dalam serat kasar. Hasil saringan kemudian dimasukkan pada alat
pengering dengan suhu 105 sampai 1100C selama satu malam lalu
didinginkan dalam desikator selama satu jam. Crucible dibakar beserta
isinya dalam tanur pada suhu 550 sampai 6000C sampai berwarna putih
seluruhnya, lalu dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator. Jadi, bobot
yang hilang setelah pembakaran 550 sampai 6000C adalah serat kasar,
sedangkan yang tidak menguap adalah abu.
Prinsipnya, semua senyawa organik kecuali serat kasar akan larut
jika direbus dalam H2SO4 1,25% (0,255 N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313
N) yang berurutan masing-masing selama 30 menit. Bahan organik yang
tertinggal disaring dengan glass wool dan crucible. Bahan organik yang
menguap setelah pembakaran 550 sampai 6000C adalah serat kasar.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kadar serat
kasar sebesar 29,2%, sedangkan kadar serat kasar kelompok 20 sebesar
20,93%. Menurut Puspitaning (2012), bahan serat kasar pada Muntingia
calabura sebesar 12,32%. Berdasarkan literatur, hasil yang diperoleh saat
praktikum tidak sesuai dikarenakan kesalahan praktikan saat menghitung
kadar serat kasar atau saat mencatat bobot sampel untuk kadar serat
kasar.
Penetapan kadar protein kasar. Praktikum penetapan kadar
protein kasar melalui tiga tahapan, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Proses destruksi menggunakan H2SO4 pekat dan kjeltab sebagai
katalisator yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Kjeltab berisi CuSO4
dan K2SO4. Proses destruksi melepaskan N organik sampel dengan
adanya H2SO4. Proses destilasi melepaskan NH3 yang kemudian akan
ditangkap oleh H3BO3. Proses ini diakhiri saat larutan sudah berwarna
hijau. Proses titrasi menggunakan HCl 0,1 N. Titrasi dilakukan untuk
mengetahui jumlah N yang terdestilasi. Proses titrasi diakhiri setelah
larutan berwarna keperakan. Jika larutan berwarna merah muda, maka
proses titrasi sudah lewat jenuh, jadi terlalu banyak asam di dalam larutan.
Prinsip dari penetapan kadar protein kasar adalah H2SO4 pekat degan
katalisator CuSO4 dan K2SO4 dapat memecah ikatan N organik menjadi
(NH4)2SO4 kecuali ikatan N=N, NO, san NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana
basa akan melepaskan NH3 yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama uji penetapan kadar protein kasar
adalah sebagai berikut :
Destruksi : Melepaskan N organik sampel dengan penambahan H2SO4
N organik + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + NO3 + NO2
Destilasi : Melepaskan NH3 yang kemudian ditangkap oleh H3BO3
(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH4OH + Na2SO4
2NH4OH 2NH3 + 2H2O
3NH3 + H3BO3 (NH4)3BO3
Titrasi : Untuk mengetahui jumlah N yang terdestilasi
(NH4)3BO3 + 3HCl 3NH4Cl + H3BO3
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kadar
protein kasar sebesar 10,99% sedangkan kelompok 20 sebesar 10,9%.
Puspitaning (2012) mengatakan bahwa kadar protein kasar untuk
Muntingia calabura atau daun kersen sebesar 15,22%. Berdasarkan
literatur, hasil dari praktikum kurang dari kisaran normal. Faktor yang
mempengaruhi biasanya tidak telitinya praktikan dalam hal menghingtung
kadar protein kasar.
Penetapan kadar lemak kasar. Lemak dapat diekstraksi
menggunakan ether atau zat pelarut lemak lain menurut Soxhlet,
kemudian ether diuapkan dan lemak dapat diketahui bobotnya. Praktikum
penetapan kadar lemak kasar dilakukan dengan menimbang cuplikan
pakan sebesar 0,5 gram kemudian dibungkus dengan kertas saring bebas
lemak, sebanyak tiga bungkus. Masing-masing bungkusan cuplikan
dimasukkan dalam oven pengering pada 105 sampai 1100C selama
semalam. Bungkusan ditimbang dalam keadaan masih panas untuk
menjaga agar berat sampel tetap konstan. Bungkusan sampel pakan
dimasukkan ke dalam Soxhlet untuk dilakukan ekstraksi. Labu
penampung diisi dengan petroleum benzen sekitar setengah volume labu
penampung, alat ekstraksi juga diisi dengan petroleum benzen sekitar
setengah volume. Petroleum benzen berfungsi sebagai pelarut lemak.
Labu penampung dan tabung Soxhlet dipasang, pendingin dan
pemanas dihidupkan. Ekstraksi dilakukan selama sekitar 16 jam sampai
petroleum benzen dalam alat ekstraksi berwarna jernih. Pemanas
dimatikan, kemudian sampel diambil dan dipanaskan dalam oven
pengering pada suhu 105 sampai 1100C selama semalam, dimasukkan
dalam desikator selama satu jam lalu ditimbang.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kadar
lemak kasar sebesar 6,15%, sedangkan kadar lemak kasar kelompok 20
sebesar 5,3%. Menurut Puspitaning (2012), kadar lemak kasar untuk
Muntingia calabura sebesar 7,94%. Berdasarkan literatur, hasil praktikum
kurang dari kadar lemak kasar dalam literatur.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan fisik yang meliputi pengamatan tekstur,
warna, bau, dan rasa terhadap sampel bahan pakan yang digunakan
didalam praktikum, maka dapat disimpulkan bahan pakan yang digunakan
adalah daun kersen atau Muntingia calabura. Muntingia calabura
termasuk ke dalam kelas satu yaitu hijauan kering dan jerami kering yang
sengaja dipanen dan dikeringkan untuk pakan ternak. Hasil analisis
proksimatnya adalah bahan kering sebesar 16,22%, kadar abu sebesar
7,94%, serat kasar sebesar 29,2%, protein kasar sebesar 10,99%, lemak
kasar sebesar 6,15%, dan ETN (%BK) sebesar 45,72%. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan hasil analisis proksimat diantaranya adalah
faktor spesies, umur, bagian tanaman, sampel yang digunakan saat
praktikum berlangsung, dan kesalasahn praktikan saat pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Deydier, Eric and Guilet, Richard and Sarda, Stephanie and Sharrock, Patrick. Physical and chemical characterisation of crude meat and bone meal combustion residue : “waste or raw material?”. (2005). Journal of Hazardous Materials, vol.121. pp 141-148. ISSN 0304-3894
Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Tillman, A.D. 2005. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Kamal, M. 1999. Nutrisi Ternak Dasar. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada:Yogyakarta.
Kellems, R.O. dan D.C. Church. 2010. Livestock feeds and feeding. 6th edition. Upper Saddle River, NJ : Pearson Education, Inc.
Mahardika, H.A., Sarwiyono, dan P.Surjowardojo. 2014. Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia calabura L) Sebagai Antimikroba Alami Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah. Universitas Brawijaya. Malang.
Ni’mah. 2014. Paper Botani Farmasi Tanaman Kersen (Muntingia calabura L). Jurusan Farmasi Unika Widya Mandala. Surabaya.
Puspitaning, I.R. 2012. Skripsi: Populasi Protozoa Dan Karakteristik Fermentasi Rumen Dengan Pemberian Daun Kersen (Muntingia calabura) Secara In Vitro. IPB. Bogor.
Putri, Dewi Rahmawati, Agustono Dan Sri Subekti. 2012. Kandungan Bahan Kering, Serat Kasar Dan Protein Kasar Pada Daun Lamtoro (Leucaena Glauca) yang difermentasi dengan Probiotik sebagai Bahan Pakan Ikan. Jurnal Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya.
Sunarsono, dan Christiyanto. 2012. Manajemen Pakan. http://nutrisi.awardspace.com/download/MANAJEMEN%20PAKAN.pdf. Diakses pada 3 April 2015.
Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo, S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mana University Press: Yogyakarta.
Widodo, F. Wahyono, dan Sutrisno. 2012. Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik, Produksi VFA dan NH3 Pakan Komplit dengan Level Jerami Padi Berbeda secara In Vitro. Jurnal Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.
Zakaria, Z. A., A. S. Sufian, K. Ramasamy, N. Ahmat, M. R. Sulaiman, A. K. Arifah, A. Zuraini, & M. N. Somchit. 2010. In vitro antimicrobial activity of Muntingia calabura extracts and fractions. Afr. J. Microbiol. Res. 4: 304-308.
LAMPIRAN
Perhitungan hasil analisis proksimat
Sampel : Daun Kersen atau Muntingia calabura
1. Kadar Air
Bobot sampel : 1,0088 gr
Bobot silika disk : 22,2137 gr
Bobot silica disk+ sampel : 22,5646 gr
Bobot silica disk+ sampel (oven 1050C):34,75 gr
Kadar air dari oven 1050C : 16,22 %
Kadar Air = 546,5−230,8516,7
X 100%
= 61,1 %
KA Total = 61,1 + 22,68
= 83,78%
DM = 100% - 83,78%
= 16,22%
2. Kadar Abu
Bobot silica disk : 21,5558 gr
Bobot sampel : 1,0088 gr
Bobot silica disk + sampel : 22,5646 gr
Bobot silica disk + sampel (stlh tanur) : 21,6081 gr
Kadar Abu : 5,18 %
Kadar Abu (dalam BK) : 7,94 %
Kadar Abu = 21,6081−21,5558
1,0088X 100%
= 5,18 %
Kadar Abu (dalam BK) = 100
65,22%X5,18%
= 7,94 %
3. Kadar Serat Kasar
Bobot sampel : 1,0047 gr
Bobot sampel+crucible+glasswool(oven1050C) : 21,3082 gr
Bobot sampel+crucible+glasswool(tanur5500C) : 21,1166 gr
Kadar Serat Kasar : 19,07 %
Kadar Serat Kasar (dalam BK) : 29,2 %
Kadar Serat Kasar = X−YZ
X 100%
= 19,07%
Kadar Serat Kasar (dalam BK) = 10065,2%
X19,07%
= 29,2 %
4. Kadar Protein Kasar
Bobot sampel : 0,5003 gr
Volume titrasi blanko : 0,3 ml
Volume titrasi sampel : 4,4 ml
Kadar Protein Kasar : 7,17 %
Kadar Protein Kasar (dalam BK) : 10,99 %
Kadar protein kasar =
(4,4−0,3 ) x 0,1x 0 ,014 x6,250,5003
X100%
= 7,17 %
Kadar Protein Kasar (dalam BK) = 100
65,22%X7,17%
= 10,99 %
5. Kadar Ekstrak Eter
Bobot kertas saring : 0,4797 gr
Berat sampel : 0,7003 gr
Bobot kertas saring+sampel : 1,18 gr
Bobot kertas saring+sampel (oven 1050C) :1,0870 gr
sebelum ekstraksi
Bobot kertas saring+sampel (oven 1050C): 1,0629 gr