Page 1
Etika dan Disiplin
PendahuluanKelalaian dokter dalam melakukan praktiknya dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
pada pasien yang dimana akan berujung pada penuntutan. Banyak kasus penuntutan hukum
diduga kelalaian medik apabila dilakukan sesuai porsi diharapakan akan tetap menjaga mutu
pelayanan kedokteran, namun nyatanya tuntutan itu menimbulkan dampak negatif. Beberapa
dampak negatif yang mungkin terjadi: besarnya ganti rugi, tekanan psikologi bagi dokter yang
dituntut yang mengakibatkan kegelisahan, depresi, perasaan bersalah, hilang rasa percaya diridan
tercemarnya nama baik.
PembahasanKode Etik Kedokteran Indonesia
Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur
hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang
diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-
sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
struktural. Oleh karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berdasar
kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002
Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan sebagai berikut:1
I. Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Page 2
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, &
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter/ kompetensi, atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
Page 3
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.
II. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri
Page 4
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.
Prinsip Etika Kedokteran
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap
atau perbuatan seorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and Childress
(1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar
moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Dalam profesi kedokteran dikenal 4
prinsip moral utama, yaitu:2
1. Prinsip Otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak – hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan
doktrin informed consent.
2. Prinsip Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan
juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).
3. Prinsip Non Maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm.”
4. Prinsip Justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (Distributive Justice).
Sedangkan aturan / rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien),dan
fidelity (loyalitas dan menjaga janji).2
Etik dan Disiplin Profesi Dokter
Didalam praktek kedokteran terdapat aspek etik profesi, disiplin profesi dan aspek hukum
yang sangat luas, yang sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada inform
consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme dll. 3
Page 5
Norma etik profesi, disiplin profesi dan hukum pidana memang dalam satu garis, dengan
etik profesi di satu ujung dan hukum pidana diujung lainnya. Disiplin profesi terletak diantaranya
dan kadang membaur dari ujung ke ujung.. Bahkan didalam praktek kedokteran, aspek etik
profesi dan/atau disiplin profesi sering kali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh
karena banyaknya norma etik profesi yang telah diangkat menjadi norma hukum yang
mengandung nilai-nilai etik.3
Aspek etik profesi yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi
mengakibatkan penilaian perilaku etik profesi seorang dokter yang diadukan tidak dapat
dipisahkan dengan penilaian perilaku disiplin profesinya. Etik profesi yang memiliki sanksi
moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat
administratif.
Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar
prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini
profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap
profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik
profesi, disiplin profesi dan juga sekaligus pelanggaran hukum. Selain Kode Etik Profesi diatas,
praktek kedokteran juga berpegang pada prinsip – prinsip moral kedokteran, prinsip – prinsip
moral yang dijadikan arahan dalam menilai baik – buruknya atau benar salahnya suatu keputusan
atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya
kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga
medis dalam membuat keputusan klinis yang etis dan pedoman dalam melakukan penelitian
dibidang medis. 3
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etika Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah, dan cabang.
Pada dasarnya suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat
dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentu peringatan hingga kebentuk yang lebih berat seperti
kewajiban menjalani pendidikan atau pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan
pencabutan hak nya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.
Page 6
Berdasarkan kasus ini hubungannya dengan empat kaedah dasar moral untuk mencapai
keputusan etik adalah: 3
Prinsip benificience
Sesuai dengan prinsip beneficence yaitu untuk kebaikan pasien, dokter A harus dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bayi yang berusia 10 hari tersebut dengan sebaik-
baiknya dan kemudian menjelaskan apa yang terjadi kepada bayi tersebut kepada orang
tuanya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dia miliki, tetapi dalam hal ini dokter A
juga tidak boleh menjelekkan rekan sejawatnya dokter B dan dokter C.
Dokter juga perlu untuk memberikan pendapatnya kepada orang tua pasien mengenai hal
penuntutan kepada dokter B dan dokter C, dokter A dapat menanyakan apakah ibu
korban yakin bahwa fraktur klavikula pada bayi ibu tersebut benar terjadi karena
kelalaian dokter B dan dokter C, karena bila tidak yakin tidak menutup kemungkinan ibu
korban dapat dituntut kembali oleh dokter B dan dokter C.
Prinsip non-maleficience
Disini dokter A sebagai seorang dokter anak tentunya tidak terlalu kompeten untuk
menangani kasus fraktur tulang klavikula pada bayi, untuk mengurangi kemungkinan
terjadi tindakan yang dapat merugikan atau melukai pasien sebaiknya dokter A merujuk
pasien ke rumah sakit yang memiliki dokter bedah tulang yang lebih kompeten di
bandingkan dirinya.
Prinsip otonomi
Prinsip otonomi disini tidak dapat dilakukan kepada pasien, karena pasien masih berusia
10 hari dan belum dapat mengambil keputusannya sendiri, oleh sebab itu yang dimintai
keputusan oleh dokter A adalah ibu atau orang tua korban.
Dokter tentunya harus menjelaskan mengenai fraktur tulang klavikula yang terjadi pada
anaknya, apa tujuan pemeriksaan radiologi yang dilakukan, tindakan-tindakan medis apa
yang akan dilakukan pada pasien, dan meminta persetujuan orang tua korban setelah
menjelaskan informasi-infromasi yang jelas mengenai setiap tindakan kepada orang tua
pasien.
Prinsip justice
Dalam kasus ini bila pasien adalah orang yang tidak mampu dokter juga harus
memberikan pelayanan kesehatan sebaik-sebaiknya sama seperti bila ia menghadapi
Page 7
pasien yang mampu secara ekonomi, dokter juga tidak boleh membeda-bedakan pasien,
semua pasien harus dipandang sama oleh seorang dokter tanpa memandang status sosial,
rasa tau latar belakang pasien.
Hubungan Dokter Pasien
Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran sebagai
konsekuensi dari kewajiban profesi yang memberi batasan atau rambu-rambu. Kewajiban ini
berdasarkan moral etika seperti yang telah dijelaskan diatas. (beneficence, non-malaficence,
autonomy, dan justice). Juga prinsip turunannya: veracity, fidelity, privacy, dan confidentiality.4
Karena adanya hubungan dokter pasien ini, akhirnya terciptalah hak pasien dan
kewajiban dokter. Berdasarkan kontrak itu muncullah hak pasien yaitu:
The rights to health care
The rights to self determination
UU kesehatan juga menyebutkan beberapa hak pasien seperti hak atas informasi, hak atas
second opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan medis, hak
untuk kerahasiaan, hak memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak memperoleh ganti rugi bila
akibat kesalahan tenaga medis.4
UU no.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran merumuskan hak dan kewajiban dokter
dan pasien dalam pasal-pasal 50-53. Dokter memiliki hak untuk perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional, hak untuk
memberikan layanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional, hak
memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya dan hak menerima
imbalan jasa.4
Disisi lain dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien bila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasuiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila uia yakin ada orang lain yang lebih
mampu melakukannya.4
Sementara itu berdasarkan UU praktek kedokteran pasien memiliki hak mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat
Page 8
(*3), meminta pendapat dokter lain,m mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Adapun pasal 45 ayat 3 menyatakan
tentang penjelasan tersebut diatas sekurang-kurangnya meliputi diagnosa dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis yang akan dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, resiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Disisi lain pasien berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya, mematuhi nasihat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di
sarana pelayanan kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.4
Hubungan Kesejawatan
Dalam KODEKI; Pasal 14: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan
teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. 5
Komunikasi Dokter dengan Sejawat
Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya
membuat pengobatan menjadi kompleks. Dokter secara individu tidak bisa menjadi ahli untuk
semua penyakit yang diderita oleh pasiennya, sedangkan perawatan tetap harus diberikan
sehingga membutuhkan bantuan dokter spesialis lain dan profesi kesehatan yang memiliki
keterampilan khusus seperti perawat, ahli farmasi, fisioterapis, teknisi laboratorium, pekerja
social dan lainnya.
Seorang dokter sebagai anggota profesi kesehatan, diharapkan memperlakukan profesi
kesehatan lain lebih sebagai anggota keluarga dibandingkan sebagai orang lain, bahkan sebagai
teman. Deklarasi Geneva dari WMA juga memuat janji: ”Kolega saya akan menjadi saudara
saya”. Interpretasi janji ini bervariasi dari satu negara dan negara lain sepanjang waktu.
Dalam tradisi etika kedokteran Hippocrates, dokter memiliki hutang penghargaan khusus
terhadap guru mereka. Deklarasi Geneva menyatakan: ”Saya akan memberikan guru saya
peng¬hormatan dan terima kasih yang merupakan hak mereka”.
Sebagai balasan atas kehormatan yang diberikan masyarakat dan kepercayaan yang
diberikan oleh pasien, maka profesi kesehatan harus membangun standar perilaku yang tinggi
untuk anggotanya dan prosedur pendisiplinan dalam menyelidiki tuduhan adanya tindakan yang
tidak benar dan jika perlu menghukum yang berbuat salah. Kewajiban untuk melaporkan kolega
yang melaku¬kan tindakan yang tidak kompeten, mencelakakan, perbuatan tidak senonoh
Page 9
ditekankan dalam Kode Etik Kedokteran Internasional yang dikeluarkan oleh WMA
menyatakan: ”Dokter harus berusaha keras untuk menyatakan kekurangan karakter dan
kompetensi dokter ataupun yang terlibat dalam penipuan atau kecurangan”. Penerapan prinsip ini
tidaklah mudah, di satu sisi seorang dokter mungkin menyerang reputasi koleganya karena motif
yang tidak benar seperti karena rasa iri atau terhina oleh koleganya. Dokter juga merasa sungkan
atau ragu untuk melaporkan tindakan koleganya yang tidak benar karena simpati atau
persahabatan. Konsekuensi pelaporan tersebut dapat berakibat kurang baik bagi yang melapor,
yang tertuduh atau bahkan dari kolega lain.5
Kerjasama Dokter Dengan Sejawat Menurut KKI
1. Merujuk Pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas
pelayanan, dokter yang merawat harus me¬rujuk pasien pada sejawat lain untuk mendapatkan
saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima rujukan, sesuai dengan
etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan terapi dan mengembalikannya
kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu dokter penerima rujukan dapat melakukan
tindakan atau perawatan lanjutan dengan persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah
selesai perawatan dokter rujukan mengirim kembali kepada dokter yang merujuk.
Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter dapat
menyampaikan kepada pasien kemungkin¬an untuk dirujuk kepada sejawat lain karena alasan
kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Pada saat
meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi penjelasan tentang alasan,
tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh usaha ditujukan untuk kepentingan
pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan dalam rawat bersama harus ditetapkan dokter
penanggung jawab utama.
Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus mengungkapkan segala
informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara tertulis serta bersifat
rahasia. Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang pasien yang diketahui
sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang memeriksa harus menginformasikan
kepada dokter pasien tersebut tentang hasil pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting
lainnya demi kepentingan pasien.5
2. Bekerjasama dengan sejawat
Page 10
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda¬kan jenis kelamin, ras, kecacatan,
agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan
hubungan profesional antar sejawat.
Seorang dokter tidak dibenarkan mengkritik teman sejawat melalui pasien yang
mengakibatkan turunnya kredibilitas sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter
memberi komentar tentang suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara
langsung.5
3. Bekerjasama dalam tim
Asuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin. Apabila
bekerja dalam sebuah tim, dokter harus :
a. Menunjuk ketua tim selaku penanggung jawab
b. Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan asuhan
yang diberikan
c. Menghargai kompetensi dan kontribusi anggota tim
d. Memelihara hubungan profesional dengan pasien
e. Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar tim
f. Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa yang
bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasien
g. Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim, serta
menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan
kekurangan tim
h. Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara terbuka
dan sportif.
4. Memimpin tim
Dalam memimpin sebuah tim, seorang dokter harus memastikan bahwa :
a. Anggota tim telah mengacu pada seluruh acuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan pelayanan kedokteran
b. Anggota tim telah memenuhi kebutuhan pelayanan pasien
c. Anggota tim telah memahami tanggung jawab individu dan tanggung jawab tim
untuk keselamatan pasien. Selanjutnya, secara terbuka dan bijak mencatat serta
mendiskusikan permasalahan yang dihadapi
Page 11
d. Acuan dari profesi lain dipertimbangkan untuk kepentingan pasien
e. Setiap asuhan pasien telah terkoordinasi secara benar, dan setiap pasien harus tahu
siapa yang harus dihubungi apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran
f. Pengaturan dan pertanggungjawaban pembiayaan sudah tersedia
g. Pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut dari audit standar pelayanan kedokteran
dan audit pelaksanaan tim dijalankan secara berkala dan setiap kekurangan harus
diselesaikan segera
h. Sistem sudah disiapkan agar koordinasi untuk mengatasi setiap permasalahan dalam
kinerja, perilaku atau keselamatan anggota tim dapat tercapai
i. Selalu mempertahankan dan meningkatkan praktek kedokteran yang benar dan baik.
5. Mengatur dokter pengganti
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti
serta mengatur proses pengalihan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti. Dokter
pengganti harus diinformasikan kepada pasien.
Dokter harus memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman,
pengetahuan, dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter
pengganti harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam
asuhan medis.5
6. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerja pada institusi pelayanan/ pendidikan kedokteran harus mematuhi
tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti.
Dokter penanggung jawab tim harus memastikan bahwa pasien atau keluarga pasien mengetahui
informasi tentang diri pasien akan disampaikan kepada seluruh anggota tim yang akan memberi
perawatan. Jika pasien menolak penyampaian informasi tersebut, dokter penanggung jawab tim
harus menjelaskan kepada pasien keuntungan bertukar informasi dalam pelayanan kedokteran.5
7. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, mahasiswa kedok¬ter¬an, peserta program
pendidikan dokter spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau perawatan atas
nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melak¬sanakan
prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dokter yang
Page 12
mendelegasikan tetap menjadi penang¬gung jawab atas penanganan pasien secara keseluruhan. 5
Hubungan dan kinerja teman sejawat
Seorang dokter harus melindungi pasien dari risiko diciderai oleh teman sejawat lain,
kinerja maupun kesehatan. Keselamatan pasien harus diutamakan setiap saat. Jika seorang dokter
memiliki kekhawatiran bahwa teman sejawatnya tidak dalam keadaan fit untuk praktek, dokter
tersebut harus mengambil langkah yang tepat tanpa penundaan, kemudian kekhawatiran tersebut
ditelaah dan pasien terlindungi bila diperlukan. Hal ini berarti seorang dokter harus memberikan
penjelasan yang jujur mengenai kekhawatiran terhadap seseorang dari tempat ia bekerja dan
mengikuti prosedur yang berlaku.5
Jika sistem setempat tidak memadai atau sistem setempat tidak dapat menyelesaikan
masalah dan seorang dokter masih mengkhawatirkan mengenai keselamatan pasien, maka dokter
harus menginformasikan badan pengatur terkait.
Menghormati teman sejawat
Seorang dokter harus memperlakukan teman sejawatnya dengan adil dan rasa hormat.
Seorang dokter tidak boleh mempermainkan atau mempermalukan teman sejawatnya, atau
mendiskriminasikan teman sejawatnya dengan tidak adil.
Seorang dokter harus tidak memberikan kritik yang tidak wajar atau tidak berdasar
kepada teman sejawatnya yang dapat mempengaruhi kepercayaan pasien dalam perawatan atau
terapi yang sedang dijalankan, atau dalam keputusan terapi pasien. 5
Berbagi informasi dengan teman sejawat
Berbagi informasi dengan teman sejawat lain sangatlah penting untuk keselamatan dan
keefektifan perawatan pasien. Ketika seorang dokter merujuk pasien, dokter tersebut harus
memberikan semua informasi yang relevan mengenai pasiennya, termasuk riwayat medis dan
kondisi saat itu.
Jika seorang dokter spesialis memberikan terapi atau saran untuk seorang pasien kepada
dokter umum, maka ia harus mem¬beritahu hasil pemeriksaan, terapi yang diberikan dan
informasi penting lainnya kepada dokter yang ditunjuk untuk kelangsungan perawatan pasien,
kecuali pasien tersebut menolak.5
Jika seorang pasien belum dirujuk dari dokter umum kepada dokter spesialis, dokter
spesialis tersebut harus menanyakan kepastian pasien tersebut untuk memberitahu dokter
Page 13
umumnya sebelum memulai terapi, kecuali dalam keadaan gawat darurat atau saat keadaan yang
tidak memungkinkan. Jika dokter spesialis tersebut tidak memberitahu dokter umum yang
merawat pasien tersebut, dokter spesialis tersebut harus bertanggung jawab untuk menyediakan
atau merencanakan semua kebutuhan perawatan.5
Aspek Hukum dan Dampak Hukum6
1. Undang – undang Kesehatan no.36 tahun 2009
Mengenai Tenaga Kesehatan
Pasal 24
1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional.
2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh organisasi profesi.
3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, ,
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Mengenai Hak Pasien
Pasal 58
1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan
yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH perdata)
Page 14
Pasal 1365 KUH Perdata
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada setiap orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu
Pasal 1366 KUH Perdata
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja kepada kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-
hatinya
Pasal 1367 KUH Perdata
Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang
yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada
dipengawasannya.
3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun
(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka luka sedemeikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun atau kurngan
paling lama enam bulan atau denda paling tinggi 300 rupiah.
4. Mengenai Inform Consent
Pasal 45
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter
gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
Page 15
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun
lisan.
5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pembahasan : Secara khusus inilah pasal yang menjadi dasar inform consent , dan pada kasus
kita harus dilakukan seperti yang tertuang pada pasal ini.
5. Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
a. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
b. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
c. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
d. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;dan
e. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
Page 16
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran
gigi.
6. Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
7. Disiplin Dokter dan Dokter Gigi
Secara khusus pasal 55-pasal 83 mengatur tentan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia serta alur yang menjelaskan dampak bagi dokter yang bersangkutan.
Pasal 55
(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil
Kedokteran Indonesia.
(3) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan tugasnya bersifat
independen.
Pasal 56
Page 17
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Konsil
Kedokteran Indonesia.
Pasal 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan
dokter gigi yang diajukan; dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter
gigi.
8. Mengenai Pengaduan
Pasal 66
1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada
Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :
a. identitas pengadu;
b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan
c. alasan pengaduan.
3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
9. Mengenai Proses Pemeriksaan
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan
terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
10. Mengenai Keputusan
Page 18
Pasal 69
1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi,
dan Konsil Kedokteran Indonesia.
2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau
pemberian sanksi disiplin.
3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi.
11. Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara
pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 83
1) Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat Banding.
2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsur unsur profesi untuk
memberikan pertimbangan.
3) Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau
Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Pembahasan Kasus
Salah satu proses penyembuhan fraktur, terdapat suatu fase yang disebut sebagai fase
pembentukan kalus. Pada fase ini mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit
yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah
Page 19
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan dan
tulan serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara
langung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergesarn tulang. Perlu waktu 3-4 minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen
tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan
fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan yaitu TGF-B1 yang menunjukkan
keterlibatan dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.
Faktor lain yaitu: vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan pada proses
angiogenesis pada proses penyembuhan luka. 7,8
Dari hal yang telah disebutkan di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk proses
pembentukan kalus setidaknya membutuhkan waktu 2 – 3 minggu, dalam kasus ini bayi berusia
10 hari. Tidak menutup kemungkinan bahwa fraktur klavikula bayi tersebut memang terjadi pada
proses persalinan bayi tersebut. Tetapi perlu diketahui bahwa fraktur klavikula merupakan
komplikasi yang umum terjadi meskipun pada persalinan normal sekalipun, banyak faktor yang
dapat mengakibatkan terjadinya fraktur klavikula misalkan ukuran bayi yang besar, pintu
panggul ibu yang kecil, posisi bayi yang tidak sesuai, adanya prolapsus tangan pada waktu
persalinan. 7,8
Fraktur klavikula juga dapat terjadi apabila dokter menarik lengan bayi pada proses
persalinan, tetapi ini seharusnya tidak dilakukan oleh dokter spesialis obgyn sudah kompeten
karena sudah menyelesaikan pendidikan spesialisasi dan mendapatkan ijin praktik.
Bila dokter obgyn B telah memberikan informasi mengenai proses persalinan normal,
komplikasi-komplikasi apa yang mungkin terjadi, dan telah menjelaskan dengan baik kepada
korban tentu saja dokter B tidak dapat dipersalahkan dalam kasus ini, karena dokter B telah
menyampaikan kepada ibu pasien mengenai kemungkinan adanya fraktur klavikula tersebut.
Tetapi dalam kasus dokter C yaitu dokter anak yang membantu memeriksa bayi setelah proses
persalinan bayi tersebut memperlihatkan adanya indikasi kelalaian, hal ini disebabkan karena
dokter C tidak menemukan atau tidak melaporkan kepada orang tua korban mengenai fraktur
klavikula yang telah terjadi pada bayi mereka. Tetapi untuk memastikan” hal tersebut tentunya
hal ini bukan wewenang dari dokter A, dalam kasus ini dokter A hanya perlu menjelaskan
mengenai fraktur klavikula bayi tersebut, membantu ibu pasien untuk memperkirakan kapan
Page 20
terjadinya fraktur tersebut, membantu ibu pasien untuk menentukan tindakan medis apa yang
dapat dilakukan oleh ibu pasien.
Dokter A tidak boleh menjatuhkan rekan sejawatnya dengan menyatakan bahwa memang
terjadi tindakan kelalaian medis disini, hal tersebut bukan merupakan hal dari seorang dokter.
Dalam kasus ini juga perlu di ingat bahwa pasien bayi ini merupakan pasien dokter B dan
dokter C yang merupakan rekan sejawat kita, kita perlu memberi tahukan kepada dokter C
mengenai kejadian tersebut karena terdapat peraturan yang mengatur mengenai bagaimana
berhubungan dengan rekan sejawat yang tercantum dalam pasal 15 ”Setiap dokter tidak boleh
mengambil alih pasen dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan
prosedur yang etis”.
Dokter A juga perlu menerangkan kepada ibu pasien mengenai pasal 26 Undang-undang
no. 36 / 2009 tentang kesehatan yang berbunyi “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan
kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu
melalui mediasi”. Artinya, dokter A dan pasien tidak boleh langsung menuntut dokter B dan C
dengan tuduhan kelalaian maupun malpraktik. Dokter A harus terlebih dahulu mengadakan
komunikasi dengan dokter B dan C mengenai kondisi pasien mereka, melakukan pencocokan
rekam medis dan informed consent.
Dengan memegang prinsip autonomy tentunya dokter tidak boleh melarang ibu korban bila
berkeinginan untuk menuntut dokter B dan dokter C bila ibu korban merasa dirugikan atas
perasaan dirugikannya akibat kelalaian medis yang dituduhkan ibu korban kepada dokter B dan
dokter C, dokter A tidak mempunyai hak untuk melarang ibu korban.
KesimpulanDokter harus memegang kaidah dasar moral. Pasien juga harus medapatkan informasi
secara jujur dan seimbang. Dokter tidak boleh segera mengambil keputusan bahwa patah tulang
diakibatkan kelalaian dokter lain. Perlu adanya pendekatan hubungan dokter – pasien dan juga
dengan teman. sejawat. Dan bila tidak ada solusi maka dapat melaporkan pada MKDKI atau
polisi setempat. Dokter secara etik wajib menegur sejawatnya bila melakukan kesalahan.
Page 21
Daftar Pustaka1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kelalaian Medik. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja
TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. Hlm.87-109.
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B,
Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.
Hlm.49-51.
3. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
2009.h.78-83.
4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Profesi Kedokteran. In: Sampurna B, Syamsu Z,
Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. Hlm.7-14.
5. Arman, Achmad S. Peran Komunikasi Dalam Menjalankan Profesi Dokter yang Berkualitas
di Masyarakat. Dikutip dari pidato guru besar. 12 Januari 2016. Diunduh dari:
http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=150, pada tanggal 13
Januari 2016.
Page 22
6. Budiyanto A,Widiatmaka W,dkk .Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran Edisi
2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1994. h
20-36.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta :
EGC; 2002. h 1368.
8. Liberman JR,Friedlaender GE. Bone regeneration and repair: biology and clinical application.
USA: Human Press; 2005. h. 21-38