Top Banner
Etika dan Disiplin Pendahuluan Kelalaian dokter dalam melakukan praktiknya dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien yang dimana akan berujung pada penuntutan. Banyak kasus penuntutan hukum diduga kelalaian medik apabila dilakukan sesuai porsi diharapakan akan tetap menjaga mutu pelayanan kedokteran, namun nyatanya tuntutan itu menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi: besarnya ganti rugi, tekanan psikologi bagi dokter yang dituntut yang mengakibatkan kegelisahan, depresi, perasaan bersalah, hilang rasa percaya diridan tercemarnya nama baik. Pembahasan Kode Etik Kedokteran Indonesia Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma- norma etik yang mengatur hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural. Oleh karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berdasar kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan sebagai berikut: 1
33

blok 30

Apr 13, 2016

Download

Documents

Nike Febyca

blok 30
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: blok 30

Etika dan Disiplin

PendahuluanKelalaian dokter dalam melakukan praktiknya dapat menimbulkan rasa tidak nyaman

pada pasien yang dimana akan berujung pada penuntutan. Banyak kasus penuntutan hukum

diduga kelalaian medik apabila dilakukan sesuai porsi diharapakan akan tetap menjaga mutu

pelayanan kedokteran, namun nyatanya tuntutan itu menimbulkan dampak negatif. Beberapa

dampak negatif yang mungkin terjadi: besarnya ganti rugi, tekanan psikologi bagi dokter yang

dituntut yang mengakibatkan kegelisahan, depresi, perasaan bersalah, hilang rasa percaya diridan

tercemarnya nama baik.

PembahasanKode Etik Kedokteran Indonesia

Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan atas norma-norma etik yang mengatur

hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang

diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-

sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan

struktural. Oleh karena itu dibuatlah Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang berdasar

kepada Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/Pb/A.4 /04/2002

Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diuraikan sebagai berikut:1

I. Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Page 2: blok 30

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya

diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat

menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri

kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang

kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang

(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, &

berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam

karakter/ kompetensi, atau yang melakukan penipuan/penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat

dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan

Page 3: blok 30

pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya

serta masyarakat, harus saling menghormati.

II. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya

untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang

mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan

dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Page 4: blok 30

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran/kesehatan.

Prinsip Etika Kedokteran

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap

atau perbuatan seorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Beauchamp and Childress

(1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar

moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Dalam profesi kedokteran dikenal 4

prinsip moral utama, yaitu:2

1. Prinsip Otonomi: Prinsip moral yang menghormati hak – hak pasien, terutama hak otonomi

pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan

doktrin informed consent.

2. Prinsip Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan

pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan

juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).

3. Prinsip Non Maleficence: Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan

pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “ above all do no harm.”

4. Prinsip Justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

mendistribusikan sumber daya (Distributive Justice).

Sedangkan aturan / rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka),

privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien),dan

fidelity (loyalitas dan menjaga janji).2

Etik dan Disiplin Profesi Dokter

Didalam praktek kedokteran terdapat aspek etik profesi, disiplin profesi dan aspek hukum

yang sangat luas, yang sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada inform

consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme dll. 3

Page 5: blok 30

Norma etik profesi, disiplin profesi dan hukum pidana memang dalam satu garis, dengan

etik profesi di satu ujung dan hukum pidana diujung lainnya. Disiplin profesi terletak diantaranya

dan kadang membaur dari ujung ke ujung.. Bahkan didalam praktek kedokteran, aspek etik

profesi dan/atau disiplin profesi sering kali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh

karena banyaknya norma etik profesi yang telah diangkat menjadi norma hukum yang

mengandung nilai-nilai etik.3

Aspek etik profesi yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi

mengakibatkan penilaian perilaku etik profesi seorang dokter yang diadukan tidak dapat

dipisahkan dengan penilaian perilaku disiplin profesinya. Etik profesi yang memiliki sanksi

moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat

administratif.

Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar

prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini

profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap

profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik

profesi, disiplin profesi dan juga sekaligus pelanggaran hukum. Selain Kode Etik Profesi diatas,

praktek kedokteran juga berpegang pada prinsip – prinsip moral kedokteran, prinsip – prinsip

moral yang dijadikan arahan dalam menilai baik – buruknya atau benar salahnya suatu keputusan

atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya

kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga

medis dalam membuat keputusan klinis yang etis dan pedoman dalam melakukan penelitian

dibidang medis. 3

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan

etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga

MKEK (Majelis Kehormatan Etika Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah, dan cabang.

Pada dasarnya suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan

membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat

dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentu peringatan hingga kebentuk yang lebih berat seperti

kewajiban menjalani pendidikan atau pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan

pencabutan hak nya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam

rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

Page 6: blok 30

Berdasarkan kasus ini hubungannya dengan empat kaedah dasar moral untuk mencapai

keputusan etik adalah: 3

Prinsip benificience

Sesuai dengan prinsip beneficence yaitu untuk kebaikan pasien, dokter A harus dapat

melakukan pemeriksaan terhadap bayi yang berusia 10 hari tersebut dengan sebaik-

baiknya dan kemudian menjelaskan apa yang terjadi kepada bayi tersebut kepada orang

tuanya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dia miliki, tetapi dalam hal ini dokter A

juga tidak boleh menjelekkan rekan sejawatnya dokter B dan dokter C.

Dokter juga perlu untuk memberikan pendapatnya kepada orang tua pasien mengenai hal

penuntutan kepada dokter B dan dokter C, dokter A dapat menanyakan apakah ibu

korban yakin bahwa fraktur klavikula pada bayi ibu tersebut benar terjadi karena

kelalaian dokter B dan dokter C, karena bila tidak yakin tidak menutup kemungkinan ibu

korban dapat dituntut kembali oleh dokter B dan dokter C.

Prinsip non-maleficience

Disini dokter A sebagai seorang dokter anak tentunya tidak terlalu kompeten untuk

menangani kasus fraktur tulang klavikula pada bayi, untuk mengurangi kemungkinan

terjadi tindakan yang dapat merugikan atau melukai pasien sebaiknya dokter A merujuk

pasien ke rumah sakit yang memiliki dokter bedah tulang yang lebih kompeten di

bandingkan dirinya.

Prinsip otonomi

Prinsip otonomi disini tidak dapat dilakukan kepada pasien, karena pasien masih berusia

10 hari dan belum dapat mengambil keputusannya sendiri, oleh sebab itu yang dimintai

keputusan oleh dokter A adalah ibu atau orang tua korban.

Dokter tentunya harus menjelaskan mengenai fraktur tulang klavikula yang terjadi pada

anaknya, apa tujuan pemeriksaan radiologi yang dilakukan, tindakan-tindakan medis apa

yang akan dilakukan pada pasien, dan meminta persetujuan orang tua korban setelah

menjelaskan informasi-infromasi yang jelas mengenai setiap tindakan kepada orang tua

pasien.

Prinsip justice

Dalam kasus ini bila pasien adalah orang yang tidak mampu dokter juga harus

memberikan pelayanan kesehatan sebaik-sebaiknya sama seperti bila ia menghadapi

Page 7: blok 30

pasien yang mampu secara ekonomi, dokter juga tidak boleh membeda-bedakan pasien,

semua pasien harus dipandang sama oleh seorang dokter tanpa memandang status sosial,

rasa tau latar belakang pasien.

Hubungan Dokter Pasien

Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran sebagai

konsekuensi dari kewajiban profesi yang memberi batasan atau rambu-rambu. Kewajiban ini

berdasarkan moral etika seperti yang telah dijelaskan diatas. (beneficence, non-malaficence,

autonomy, dan justice). Juga prinsip turunannya: veracity, fidelity, privacy, dan confidentiality.4

Karena adanya hubungan dokter pasien ini, akhirnya terciptalah hak pasien dan

kewajiban dokter. Berdasarkan kontrak itu muncullah hak pasien yaitu:

The rights to health care

The rights to self determination

UU kesehatan juga menyebutkan beberapa hak pasien seperti hak atas informasi, hak atas

second opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan medis, hak

untuk kerahasiaan, hak memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak memperoleh ganti rugi bila

akibat kesalahan tenaga medis.4

UU no.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran merumuskan hak dan kewajiban dokter

dan pasien dalam pasal-pasal 50-53. Dokter memiliki hak untuk perlindungan hukum sepanjang

melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional, hak untuk

memberikan layanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional, hak

memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya dan hak menerima

imbalan jasa.4

Disisi lain dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien bila tidak

mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasuiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan

pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila uia yakin ada orang lain yang lebih

mampu melakukannya.4

Sementara itu berdasarkan UU praktek kedokteran pasien memiliki hak mendapatkan

penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat

Page 8: blok 30

(*3), meminta pendapat dokter lain,m mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,

menolak tindakan medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Adapun pasal 45 ayat 3 menyatakan

tentang penjelasan tersebut diatas sekurang-kurangnya meliputi diagnosa dan tata cara tindakan

medis, tujuan tindakan medis yang akan dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, resiko

dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.

Disisi lain pasien berkewajiban memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya, mematuhi nasihat dan petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di

sarana pelayanan kesehatan, dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.4

Hubungan Kesejawatan

Dalam KODEKI; Pasal 14: Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana

ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan

teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. 5

Komunikasi Dokter dengan Sejawat 

Pertumbuhan pengetahuan ilmiah yang berkembang pesat disertai aplikasi klinisnya

membuat pengobatan menjadi kompleks. Dokter secara individu tidak bisa menjadi ahli untuk

semua penyakit yang diderita oleh pasiennya, sedangkan perawatan tetap harus diberikan

sehingga membutuhkan bantuan dokter spesialis lain dan profesi kesehatan yang memiliki

keterampilan khusus seperti perawat, ahli farmasi, fisioterapis, teknisi laboratorium, pekerja

social dan lainnya.

Seorang dokter sebagai anggota profesi kesehatan, diharapkan memperlakukan profesi

kesehatan lain lebih sebagai anggota keluarga dibandingkan sebagai orang lain, bahkan sebagai

teman. Deklarasi Geneva dari WMA juga memuat janji: ”Kolega saya akan menjadi saudara

saya”. Interpretasi janji ini bervariasi dari satu negara dan negara lain sepanjang waktu.

Dalam tradisi etika kedokteran Hippocrates, dokter memiliki hutang penghargaan khusus

terhadap guru mereka. Deklarasi Geneva menyatakan: ”Saya akan memberikan guru saya

peng¬hormatan dan terima kasih yang merupakan hak mereka”.

Sebagai balasan atas kehormatan yang diberikan masyarakat dan kepercayaan yang

diberikan oleh pasien, maka profesi kesehatan harus membangun standar perilaku yang tinggi

untuk anggotanya dan prosedur pendisiplinan dalam menyelidiki tuduhan adanya tindakan yang

tidak benar dan jika perlu menghukum yang berbuat salah. Kewajiban untuk melaporkan kolega

yang melaku¬kan tindakan yang tidak kompeten, mencelakakan, perbuatan tidak senonoh

Page 9: blok 30

ditekankan dalam Kode Etik Kedokteran Internasional yang dikeluarkan oleh WMA

menyatakan: ”Dokter harus berusaha keras untuk menyatakan kekurangan karakter dan

kompetensi dokter ataupun yang terlibat dalam penipuan atau kecurangan”. Penerapan prinsip ini

tidaklah mudah, di satu sisi seorang dokter mungkin menyerang reputasi koleganya karena motif

yang tidak benar seperti karena rasa iri atau terhina oleh koleganya. Dokter juga merasa sungkan

atau ragu untuk melaporkan tindakan koleganya yang tidak benar karena simpati atau

persahabatan. Konsekuensi pelaporan tersebut dapat berakibat kurang baik bagi yang melapor,

yang tertuduh atau bahkan dari kolega lain.5

Kerjasama Dokter Dengan Sejawat Menurut KKI

1. Merujuk Pasien

Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan fasilitas

pelayanan, dokter yang merawat harus me¬rujuk pasien pada sejawat lain untuk mendapatkan

saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima rujukan, sesuai dengan

etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan terapi dan mengembalikannya

kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu dokter penerima rujukan dapat melakukan

tindakan atau perawatan lanjutan dengan persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah

selesai perawatan dokter  rujukan mengirim kembali kepada dokter yang merujuk.

Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter dapat

menyampaikan kepada pasien kemungkin¬an untuk dirujuk kepada sejawat lain karena alasan

kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Pada saat

meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi penjelasan tentang alasan,

tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh usaha ditujukan untuk kepentingan

pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan dalam rawat bersama harus ditetapkan dokter

penanggung jawab utama.

Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus mengungkapkan segala

informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara tertulis serta bersifat

rahasia. Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang pasien yang diketahui

sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang memeriksa harus menginformasikan

kepada dokter pasien tersebut tentang hasil pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting

lainnya demi kepentingan pasien.5

2. Bekerjasama dengan sejawat

Page 10: blok 30

Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda¬kan jenis kelamin, ras, kecacatan,

agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang dapat merugikan

hubungan profesional antar sejawat.

Seorang dokter tidak dibenarkan mengkritik teman sejawat melalui pasien yang

mengakibatkan turunnya kredibilitas sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter

memberi komentar tentang suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara

langsung.5

3. Bekerjasama dalam tim

Asuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin. Apabila

bekerja dalam sebuah tim, dokter harus :

a. Menunjuk ketua tim selaku penanggung jawab

b. Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan asuhan

yang diberikan

c. Menghargai kompetensi dan kontribusi anggota tim

d. Memelihara hubungan profesional dengan pasien

e. Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar tim

f. Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa yang

bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasien

g. Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim, serta

menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan

kekurangan tim

h. Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara terbuka

dan sportif.

4. Memimpin tim

Dalam memimpin sebuah tim, seorang dokter harus memastikan bahwa :

a. Anggota tim telah mengacu pada seluruh acuan yang berkaitan dengan pelaksanaan

dan pelayanan kedokteran

b. Anggota tim telah memenuhi kebutuhan pelayanan pasien

c. Anggota tim telah memahami tanggung jawab individu dan tanggung jawab tim

untuk keselamatan pasien. Selanjutnya, secara terbuka dan bijak mencatat serta

mendiskusikan permasalahan yang dihadapi

Page 11: blok 30

d. Acuan dari profesi lain dipertimbangkan untuk kepentingan pasien

e. Setiap asuhan pasien telah terkoordinasi secara benar, dan setiap pasien harus tahu

siapa yang harus dihubungi apabila ada pertanyaan atau kekhawatiran

f. Pengaturan dan pertanggungjawaban pembiayaan sudah tersedia

g. Pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut dari audit standar pelayanan kedokteran

dan audit pelaksanaan tim dijalankan secara berkala dan setiap kekurangan harus

diselesaikan segera

h. Sistem sudah disiapkan agar koordinasi untuk mengatasi setiap permasalahan dalam

kinerja, perilaku atau keselamatan anggota tim dapat tercapai

i. Selalu mempertahankan dan meningkatkan praktek kedokteran yang benar dan baik.

5. Mengatur dokter pengganti

Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter pengganti

serta mengatur proses pengalihan yang efektif dan komunikatif dengan dokter pengganti. Dokter

pengganti harus diinformasikan kepada pasien.

Dokter harus memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman,

pengetahuan, dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter

pengganti harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam

asuhan medis.5

6. Mematuhi tugas

Seorang dokter yang bekerja pada institusi pelayanan/ pendidikan kedokteran harus mematuhi

tugas yang digariskan pimpinan institusi, termasuk sebagai dokter pengganti.

Dokter penanggung jawab tim harus memastikan bahwa pasien atau keluarga pasien mengetahui

informasi tentang diri pasien akan disampaikan kepada seluruh anggota tim yang akan memberi

perawatan. Jika pasien menolak penyampaian informasi tersebut, dokter penanggung jawab tim

harus menjelaskan kepada pasien keuntungan bertukar informasi dalam pelayanan kedokteran.5

7. Pendelegasian wewenang

Pendelegasian wewenang kepada perawat, mahasiswa kedok¬ter¬an, peserta program

pendidikan dokter spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau perawatan atas

nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam melak¬sanakan

prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dokter yang

Page 12: blok 30

mendelegasikan tetap menjadi penang¬gung jawab atas penanganan pasien secara keseluruhan. 5 

 

Hubungan dan kinerja teman sejawat

Seorang dokter harus melindungi pasien dari risiko diciderai oleh teman sejawat lain,

kinerja maupun kesehatan. Keselamatan pasien harus diutamakan setiap saat. Jika seorang dokter

memiliki kekhawatiran bahwa teman sejawatnya tidak dalam keadaan fit untuk praktek, dokter

tersebut harus mengambil langkah yang tepat tanpa penundaan, kemudian kekhawatiran tersebut

ditelaah dan pasien terlindungi bila diperlukan. Hal ini berarti seorang dokter harus memberikan

penjelasan yang jujur mengenai kekhawatiran terhadap seseorang dari tempat ia bekerja dan

mengikuti prosedur yang berlaku.5

Jika sistem setempat tidak memadai atau sistem setempat tidak dapat menyelesaikan

masalah dan seorang dokter masih mengkhawatirkan mengenai keselamatan pasien, maka dokter

harus menginformasikan badan pengatur terkait.

Menghormati teman sejawat

Seorang dokter harus memperlakukan teman sejawatnya dengan adil dan rasa hormat.

Seorang dokter tidak boleh mempermainkan atau mempermalukan teman sejawatnya, atau

mendiskriminasikan teman sejawatnya dengan tidak adil.

Seorang dokter harus tidak memberikan kritik yang tidak wajar atau tidak berdasar

kepada teman sejawatnya yang dapat mempengaruhi kepercayaan pasien dalam perawatan atau

terapi yang sedang dijalankan, atau dalam keputusan terapi pasien. 5

Berbagi informasi dengan teman sejawat

Berbagi informasi dengan teman sejawat lain sangatlah penting untuk keselamatan dan

keefektifan perawatan pasien. Ketika seorang dokter merujuk pasien, dokter tersebut harus

memberikan semua informasi yang relevan mengenai pasiennya, termasuk riwayat medis dan

kondisi saat itu.

Jika seorang dokter spesialis memberikan terapi atau saran untuk seorang pasien kepada

dokter umum, maka ia harus mem¬beritahu hasil pemeriksaan, terapi yang diberikan dan

informasi penting lainnya kepada dokter yang ditunjuk untuk kelangsungan perawatan pasien,

kecuali pasien tersebut menolak.5

Jika seorang pasien belum dirujuk dari dokter umum kepada dokter spesialis, dokter

spesialis tersebut harus menanyakan kepastian pasien tersebut untuk memberitahu dokter

Page 13: blok 30

umumnya sebelum memulai terapi, kecuali dalam keadaan gawat darurat atau saat keadaan yang

tidak memungkinkan. Jika dokter spesialis tersebut tidak memberitahu dokter umum yang

merawat pasien tersebut, dokter spesialis tersebut harus bertanggung jawab untuk menyediakan

atau merencanakan semua kebutuhan perawatan.5

Aspek Hukum dan Dampak Hukum6

1. Undang – undang Kesehatan no.36 tahun 2009

Mengenai Tenaga Kesehatan

Pasal 24

1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode

etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar

prosedur operasional.

2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur oleh organisasi profesi.

3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar

prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 29

Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, ,

kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Mengenai Hak Pasien

Pasal 58

1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau

penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam

pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan

yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam

keadaan darurat.

3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH perdata)

Page 14: blok 30

Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada setiap orang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu

Pasal 1366 KUH Perdata

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja kepada kerugian yang disebabkan karena

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-

hatinya

Pasal 1367 KUH Perdata

Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh karena

perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang

yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada

dipengawasannya.

3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 360 KUHP

(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun

(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka luka sedemeikian rupa

sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian

selama waktu tertentu, diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun atau kurngan

paling lama enam bulan atau denda paling tinggi 300 rupiah.

4. Mengenai Inform Consent

Pasal 45

1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter

gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat

penjelasan secara lengkap.

3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

Page 15: blok 30

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun

lisan.

5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus

diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan.

6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan

Peraturan Menteri.

Pembahasan : Secara khusus inilah pasal yang menjadi dasar inform consent , dan pada kasus

kita harus dilakukan seperti yang tertuang pada pasal ini.

5. Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 50

a. Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

b. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesi dan standar prosedur operasional;

c. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

d. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;dan

e. menerima imbalan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional

serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan

yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien

itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang

lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

Page 16: blok 30

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran

gigi.

6. Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 45 ayat (3);

b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. menolak tindakan medis; dan

e. mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :

a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

7. Disiplin Dokter dan Dokter Gigi

Secara khusus pasal 55-pasal 83 mengatur tentan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia serta alur yang menjelaskan dampak bagi dokter yang bersangkutan.

Pasal 55

(1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik

kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

(2) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil

Kedokteran Indonesia.

(3) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan tugasnya bersifat

independen.

Pasal 56

Page 17: blok 30

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Konsil

Kedokteran Indonesia.

Pasal 64

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :

a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan

dokter gigi yang diajukan; dan

b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter

gigi.

8. Mengenai Pengaduan

Pasal 66

1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau

dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada

Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

2) Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :

a. identitas pengadu;

b. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan

c. alasan pengaduan.

3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap

orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang

dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

9. Mengenai Proses Pemeriksaan

Pasal 67

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan

terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 68

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.

10. Mengenai Keputusan

Page 18: blok 30

Pasal 69

1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi,

dan Konsil Kedokteran Indonesia.

2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau

pemberian sanksi disiplin.

3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

a. pemberian peringatan tertulis;

b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi.

11. Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara

pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 83

1) Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat Banding.

2) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsur unsur profesi untuk

memberikan pertimbangan.

3) Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau

Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Pembahasan Kasus

Salah satu proses penyembuhan fraktur, terdapat suatu fase yang disebut sebagai fase

pembentukan kalus. Pada fase ini mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit

yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Pertumbuhan jaringan

berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah

Page 19: blok 30

terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan dan

tulan serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara

langung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergesarn tulang. Perlu waktu 3-4 minggu

agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen

tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan

fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan yaitu TGF-B1 yang menunjukkan

keterlibatan dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.

Faktor lain yaitu: vascular endothelial growth factor (VEGF) yang berperan pada proses

angiogenesis pada proses penyembuhan luka. 7,8

Dari hal yang telah disebutkan di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk proses

pembentukan kalus setidaknya membutuhkan waktu 2 – 3 minggu, dalam kasus ini bayi berusia

10 hari. Tidak menutup kemungkinan bahwa fraktur klavikula bayi tersebut memang terjadi pada

proses persalinan bayi tersebut. Tetapi perlu diketahui bahwa fraktur klavikula merupakan

komplikasi yang umum terjadi meskipun pada persalinan normal sekalipun, banyak faktor yang

dapat mengakibatkan terjadinya fraktur klavikula misalkan ukuran bayi yang besar, pintu

panggul ibu yang kecil, posisi bayi yang tidak sesuai, adanya prolapsus tangan pada waktu

persalinan. 7,8

Fraktur klavikula juga dapat terjadi apabila dokter menarik lengan bayi pada proses

persalinan, tetapi ini seharusnya tidak dilakukan oleh dokter spesialis obgyn sudah kompeten

karena sudah menyelesaikan pendidikan spesialisasi dan mendapatkan ijin praktik.

Bila dokter obgyn B telah memberikan informasi mengenai proses persalinan normal,

komplikasi-komplikasi apa yang mungkin terjadi, dan telah menjelaskan dengan baik kepada

korban tentu saja dokter B tidak dapat dipersalahkan dalam kasus ini, karena dokter B telah

menyampaikan kepada ibu pasien mengenai kemungkinan adanya fraktur klavikula tersebut.

Tetapi dalam kasus dokter C yaitu dokter anak yang membantu memeriksa bayi setelah proses

persalinan bayi tersebut memperlihatkan adanya indikasi kelalaian, hal ini disebabkan karena

dokter C tidak menemukan atau tidak melaporkan kepada orang tua korban mengenai fraktur

klavikula yang telah terjadi pada bayi mereka. Tetapi untuk memastikan” hal tersebut tentunya

hal ini bukan wewenang dari dokter A, dalam kasus ini dokter A hanya perlu menjelaskan

mengenai fraktur klavikula bayi tersebut, membantu ibu pasien untuk memperkirakan kapan

Page 20: blok 30

terjadinya fraktur tersebut, membantu ibu pasien untuk menentukan tindakan medis apa yang

dapat dilakukan oleh ibu pasien.

Dokter A tidak boleh menjatuhkan rekan sejawatnya dengan menyatakan bahwa memang

terjadi tindakan kelalaian medis disini, hal tersebut bukan merupakan hal dari seorang dokter.

Dalam kasus ini juga perlu di ingat bahwa pasien bayi ini merupakan pasien dokter B dan

dokter C yang merupakan rekan sejawat kita, kita perlu memberi tahukan kepada dokter C

mengenai kejadian tersebut karena terdapat peraturan yang mengatur mengenai bagaimana

berhubungan dengan rekan sejawat yang tercantum dalam pasal 15 ”Setiap dokter tidak boleh

mengambil alih pasen dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan

prosedur yang etis”.

Dokter A juga perlu menerangkan kepada ibu pasien mengenai pasal 26 Undang-undang

no. 36 / 2009 tentang kesehatan yang berbunyi “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan

kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu

melalui mediasi”. Artinya, dokter A dan pasien tidak boleh langsung menuntut dokter B dan C

dengan tuduhan kelalaian maupun malpraktik. Dokter A harus terlebih dahulu mengadakan

komunikasi dengan dokter B dan C mengenai kondisi pasien mereka, melakukan pencocokan

rekam medis dan informed consent.

Dengan memegang prinsip autonomy tentunya dokter tidak boleh melarang ibu korban bila

berkeinginan untuk menuntut dokter B dan dokter C bila ibu korban merasa dirugikan atas

perasaan dirugikannya akibat kelalaian medis yang dituduhkan ibu korban kepada dokter B dan

dokter C, dokter A tidak mempunyai hak untuk melarang ibu korban.

KesimpulanDokter harus memegang kaidah dasar moral. Pasien juga harus medapatkan informasi

secara jujur dan seimbang. Dokter tidak boleh segera mengambil keputusan bahwa patah tulang

diakibatkan kelalaian dokter lain. Perlu adanya pendekatan hubungan dokter – pasien dan juga

dengan teman. sejawat. Dan bila tidak ada solusi maka dapat melaporkan pada MKDKI atau

polisi setempat. Dokter secara etik wajib menegur sejawatnya bila melakukan kesalahan.

Page 21: blok 30

Daftar Pustaka1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kelalaian Medik. In: Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja

TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. Hlm.87-109.

2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Kode Etik Kedokteran Indonesia. In: Sampurna B,

Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.

Hlm.49-51.

3. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC.

2009.h.78-83.

4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Profesi Kedokteran. In: Sampurna B, Syamsu Z,

Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007. Hlm.7-14.

5. Arman, Achmad S. Peran Komunikasi Dalam Menjalankan Profesi Dokter yang Berkualitas

di Masyarakat. Dikutip dari pidato guru besar. 12 Januari 2016. Diunduh dari:

http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=150, pada tanggal 13

Januari 2016.

Page 22: blok 30

6. Budiyanto A,Widiatmaka W,dkk .Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran Edisi

2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1994. h

20-36.

7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta :

EGC; 2002. h 1368.

8. Liberman JR,Friedlaender GE. Bone regeneration and repair: biology and clinical application.

USA: Human Press; 2005. h. 21-38